asuhan keperawatan

23
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN MUSKULUSKLETAL PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS(Fraktur Humerus) Fraktur Humerus A. KONSEP DASAR 1. Pengertian FrakturAdalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing 2. Patah Tulang Humerus Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas : 1) Fraktur Suprakondilar Humerus 2) Fraktur Interkondiler Humerus 3) Fraktur Batang Humerus 4) Fraktur Kolum Humerus Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur : 1) Tipe Ekstensi Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. 2) Tipe Fleksi Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.(Mansjoer, Arif, et al, 2000) Platting adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletidak sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup. Keuntungan : 1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain- lain.

Upload: sarii

Post on 27-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

askep dengan pasien gangguan musculosceletal

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN MUSKULUSKLETAL PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS(Fraktur Humerus)

Fraktur HumerusA.    KONSEP DASAR1.    Pengertian

FrakturAdalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing

2.      Patah Tulang HumerusAdalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :

1) Fraktur Suprakondilar Humerus2) Fraktur Interkondiler Humerus3) Fraktur Batang Humerus4) Fraktur Kolum HumerusBerdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :

1)      Tipe EkstensiTrauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam  posisi supinasi.

2)      Tipe FleksiTrauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.(Mansjoer, Arif, et al, 2000)Platting adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletidak sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.

Keuntungan :1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.2) Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses penyembuhan tulang.3) Klien tidak akan tirah baring lama.4) Kekakuan dan oedema dapa t dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera digerakkan.

Kerugian :1) Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.2) Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.

3) Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau        berulang.3. Etiologi

a.       Kekerasan langsung

Page 2: Asuhan Keperawatan

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

b.      Kekerasan tidak langsungKekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c.       Kekerasan akibat tarikan ototPatah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.(Oswari E, 1993)

2.    PatofisiologiTulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)

a.    Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur1.      Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2.      Faktor IntrinsikBeberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

( Ignatavicius, Donna D, 1995 )b. Biologi penyembuhan tulangTulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1. Stadium Satu-Pembentukan HematomaPembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi SelulerPada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami

Page 3: Asuhan Keperawatan

proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium Tiga-Pembentukan KallusSel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-KonsolidasiBila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Stadium Lima-RemodellingFraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)c. Komplikasi fraktur

1. Komplikasi Awala) Kerusakan ArteriPecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,

cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b) Kompartement SyndromKompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot,

tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c) Fat Embolism SyndromFat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur

tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d) Infeksi

Page 4: Asuhan Keperawatan

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e) Avaskuler NekrosisAvaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang

bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.f) ShockShock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang

bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.2) Komplikasi Dalam Waktu Lamaa) Delayed UnionDelayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.

b) NonunionNonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan

yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c) MalunionMalunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

(Black, J.M, et al, 1993)

WOC

Page 5: Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data1) Anamnesa

a.       Identitas KlienMeliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b.      Keluhan UtamaPada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D, 1995)

c.       Riwayat Penyakit SekarangPengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

d.      Riwayat Penyakit DahuluPada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).

e.       Riwayat Penyakit KeluargaPenyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f.       Riwayat Psikososial

Page 6: Asuhan Keperawatan

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g.      Pola-Pola Fungsi Kesehatan1.      Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

2.      Pola Nutrisi dan MetabolismePada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3.      Pola EliminasiUntuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

4.      Pola Tidur dan IstirahatSemua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

5.      Pola AktivitasKarena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

6.      Pola Hubungan dan PeranKlien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

7.      Pola Persepsi dan Konsep DiriDampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

8.      Pola Sensori dan Kognitif

Page 7: Asuhan Keperawatan

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

9.      Pola Reproduksi SeksualDampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

10.  Pola Penanggulangan StressPada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

11.  Pola Tata Nilai dan KeyakinanUntuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2. Pemeriksaan FisikDibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

a.  Gambaran UmumPerlu menyebutkan:

1.      Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:a.       Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan

klien.b.      Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya

akut.c.       Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. 3)

Pemeriksaan Diagnostik2.      Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

Page 8: Asuhan Keperawatan

1.      Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

2.      Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.\

3.      Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.4.      Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang

dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.b) Pemeriksaan Laboratorium

1.      Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.2.      Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam

membentuk tulang.3.      Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino

Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.c) Pemeriksaan lain-lain

1.      Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

2.      Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

3.       Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.4.      Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.5.      Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.6.      MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)\

1.      Diagnosa1.)    Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan fraktur (kehilangan integritas

tulang).2.)    Resiko tinggi terhadap disfungsi perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah,

cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.3.)    Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran

darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler.4.)    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,

nyeri/ketidaknyamanan.

2.      Intervensi

Dx Intervensi Rasional1 Pertahankan tirah baring/ekstremitas

sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur.

Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan.

Letakkan papan di bawah tempat tidur Tempat tidur empuk atau lentur dapat

Page 9: Asuhan Keperawatan

atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik

membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan penarikan traksi.

Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan tronkanter, papan kaki.

Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi-posisi yang tepat dari bantal dan juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering

Pertahankan posisi/integritas traksi. Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/ pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan.

Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas menggantung ; hindari mengangkat/menghilangkan berat.

Jumlah beban traksi optimal dipertahankan, catatan memasukkan gerakan bebas beban selama mengganti posisi pasien menghindari penarikan berlebihan tiba-tiba pada fraktur yang menimbulkan nyeri dan spasme otot.

Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.Contoh pergelangan tidak menekuk/duduk dengan traksi buck atau tidak memutar di bawah pergelangan dengan traksi Russel.

Mempertahankan integritas tarikan traksi sehingga traksi berfungsi tepat untuk menghindari interupsi penyambungan fraktur.

Kaji ulang foto/evaluasi. Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.

2 Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.

Kembalinya warna cepat (3 – 5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial, sianosis diduga ada gangguan vena.

Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat,

Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan

Page 10: Asuhan Keperawatan

traksi. jaringan yang cedera.

Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri

Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan fungsi motorik/sensori.

Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.

Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi.

Meningkatkan sirkulasi umum ; menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgetik non narkotik.

Gangguan perasaan bebas, kesemutan, peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi syaraf tidak adekuat atau syaraf rusak.

3 Awasi frekuensi pernafasan. Takipnea, dispnea dan insufisiensi pernafasan

Auskultasi bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan bunyi hiperesonan, juga adanya gemericik, ronchi, mengi, dan inspeksi mengorok/sesak nafas

Perubahan dalam/adanya bunyi adventisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan

Observasi sputum untuk tanda adanya darah.

Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru.

Inspeksi kulit untuk petekie di atas garis puting pada aksilla meluas ke abdomen/tubuh, mukosa mulut kantong konjungtiva dan retina.

Ini adalah karakteristik yang paling nyata dari tanda emboli lemak,. Yang tampak dalam 2 – 3 hari setelah cedera.

Berikan tambahan oksigen bila diindikasikan.

Meningkatkan sediaan O2 untuk oksigenasi optimal jaringan.

Berikan obat sesuai indikasi, heparin dosis rendah.

Blok siklus pembekuan dan mencegah bertambahnya pembekuan pada adanya tromboplebitis.

4 Kaji derajat imobilitas fisik yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan

Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan/persepsi diri tentang

Page 11: Asuhan Keperawatan

perhatikan persepsi pasien terhadap mobilitas.

keterbatasan fisik aktual memerlukan intervensi/informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.

Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tidak sakit

kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan massa otot.

Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk tongkat, sesegera mungkin, instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.

Mobilisasi dini merupakan komplikasi tirah baring/contoh decubitus.

Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama.

pada cedera muskuloskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat. Sering mengakibatkan penurunan berat badan, selama traksi tulang ini dapat mempengaruhi massa otot, tonus dan kekuatan.

Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabiltasi spesialis.

Untuk membuat aktivitas individual/program latihan pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan, kekuatan dan aktivitas yang mengandalkan berat badan.

Page 12: Asuhan Keperawatan

Kamis, 22 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN MUSKULUSKLETAL PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS (Radius Ulna)

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN MUSKULUSKLETAL PADA PASIEN DENGAN FRAKTUREKSTREMITAS ATAS

Radius-UlnaA.    Pengertian

Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.

B.     Jenis dan EtiologiMenurut Mansjoer (2000), ada empat jenis fraktur antebrachii yang khas beserta penyebabnya yaitu :

1.      Fraktur CollesDeformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).

2.      Fraktur SmithFraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.

3.                Fraktur GaleazziFraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.

4.                Fraktur MontegiaFraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.

C.       PATOFISIOLOGIApabila tulang hidup normal mendapat tekanan yang berlebihan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan tersebut mengakibatkan jaringan tidak mampu menahan kekuatan yang mengenainya. Maka tulang menjadi patah sehingga tulang yang mengalami fraktur akan terjadi perubahan posisi tulang, kerusakan hebat pada struktur jaringan

Page 13: Asuhan Keperawatan

lunak dan jaringan disekitarnya yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan yang mengelilinginya (Long, B.C, 1996). Periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang berlawanan pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah didalam fraktur, maka akan timbul nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter.Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya akan bergeser, sebagian oleha karena kekuatan cidera dan bias juga gaya berat dan tarikan otot yang melekat. Fraktur dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang tindih akibat spasme otot, sehingga terjadi pemendekkan tulang (Apley, 1995), dan akan menimbulkan derik atau krepitasi karena adanya gesekan antara fragmen tulang yang patah (Long, B.C, 1996).

D.      MANIFESTASI KLINIKBerikut adalah manifestasi klinik dari fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000) :

1.         Fraktur Colles         Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi distal radius         Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal         Subluksasi sendi radioulnar distal         Avulsi prosesus stiloideus ulna.

2.         Fraktur SmithPenonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity).

3.         Fraktur GaleazziTampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

4.         Fraktur MontegiaTerdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.

E.       PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.Pemeriksaan penunjang menurut Doenges (2000), adalah :

1.      Pemeriksaan rontgen2.      Scan CT/MRI3.      Kreatinin4.      Hitung darah lengkap5.      Arteriogram

F.        PENATALAKSANAANBerikut adalah penatalaksanaan fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000):

Page 14: Asuhan Keperawatan

1.      Fraktur CollesPada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4 - 6 minggu.

2.      Fraktur SmithDilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.

3.      Fraktur GaleazziDilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.

4.      Fraktur MontegiaDilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90° dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).

G.      KOMPLIKASIMenurut Long (2000), komplikasi fraktur dibagi menjadi :

1.    Immediate complication yaitu komplikasi awal dengan gejala         Syok neurogenik         Kerusakan organ syaraf2.    Early complication         Kerusakan arteri         Infeksi         Sindrom kompartemen         Nekrosa vaskule         Syok hipovolemik3.      Late complication

                   Mal union                   Non union                   Delayed unionAdd caption

Page 15: Asuhan Keperawatan

 

ASUHAN KEPERAWATAN1. PENGKAJIAN

1.      Pemeriksaan Fisik                         i.Nyeri pada lokasi fraktur terutama pada saat digerakkan

                       ii.Pembengkakan                     iii.Pemendekan ekstremitas yang sakit                     iv.Paralysis                       v.Angulasi ekstremitas yang sakit                     vi.Krepitasi                   vii.Spasme otot                 viii.Parestesia                     ix.Tidak ada denyut nadi pada bagian distal pada lokasi fraktur bila aliran darah arteri terganggu

oleh fraktur                       x.Kulit terbuka atau utuh                     xi.Perdarahan, hematoma

2.    Pemeriksaan DiagnostikFoto sinar X dari ekstremitas yang sakit dan lokasi fraktur

3.    Pengkajian kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

Page 16: Asuhan Keperawatan

2.        DIAGNOSA KEPERAWATANa.         Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunakb.        Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasic.         Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan imobilisasi,

penurunan sirkulasi, fraktur terbukad.        Ansietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan hasil akhir pembedahane.         Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

kerusakan kulit, trauma jaringan

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx Intervensi Rasional1 Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri

Imobilisasi bagian yang sakit

Tingikan dan dukung ekstremitas yang terkenaDorong menggunakan teknik manajemen relaksasiBerikan obat analgetik sesuai indikasi

Untuk menentukan tindakan keperawatan yang tepatUntuk mempertahankan posisi fungsional tulangUntuk memperlancar arus balik vena

Agar klien rileks

Untuk mengurangi nyeri2 Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan

oleh cederaDorong partisipasi pada aktivitas terapeutikBantu dalam rentang gerak pasif/aktif yang sesuaiUbah posisi secara periodikKolaborasi dengan ahli terapis/okupasi dan atau rehabilitasi medic

Untuk menentukan tindakan keperawatan yang tepatMelatih kekuatan otot klien

Melatih rentang gerak aktif/pasif klie secara bertahapUntuk mencegah terjadinya dekubitusMelatih rentang gerak aktif/pasif klien secara bertahap

3 Kaji kulit untuk luka terbuka terhadap benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warnaMassage kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutanUbah posisi dengan seringBersihkan kulit dengan air hangat/NaCl

Memberikan informasi mengenai keadaan kulit klien saat ini

Menurunkan tekanan pada area yang peka dan berisiko rusakUntuk mencegah terjadinya dekubitusMengurangi kontaminasi dengan agen luar

Page 17: Asuhan Keperawatan

Lakukan perawatan luka secara steril Untuk mengurangi resiko gangguan integritas kulit

4 Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat, panik)Dampingi klienBeri support system dan motivasi klienBeri dorongan spiritual

Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan

Untuk mengetahui tingkat kecemasaan klienAgar klien merasa aman dan nyamanMeningkatkan pola koping yang efektifAgar klien dapat menerima kondisinya saat iniInformasi dapat menurunkan ansietas

5 Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitasKaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa terbakar, edema, eritema dan drainase/bau tak sedapBerikan perawatan kulit dengan steril dan antiseptikTutup dan ganti balutan dengan prinsip steril setiap hariBerikan obat antibiotic sesuai indikasi

Untuk mengkaji adanya iritasi atau robekan kontinuitasUntuk mengetahui ada/tidaknya tanda-tanda infeksi

Untuk mengurangi resiko infeksi

Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksiUntuk mencegah terjadinya infeksi