asuhan berkelanjutan pada ibu hamil dengan anemia di desa

16
1 Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa Talagasari dan Desa Jayagiri Kabupaten Cianjur Yusrima Syamsina Wardani 1 , Ari Indra Susanti 1 , Faradila Elba 1 1 Divisi Kesehatan Ibu dan Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Email :*ari.indra@unpad. ac.id ABSTRAK Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa sebesar 50,5% ibu hamil menderita anemia. Oleh karena itu diperlukan pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan yang bertujuan untuk deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan sehingga penting dilakukan pemeriksaan Hb selama kehamilan. Pengabdian ini bertujuan untuk memberikan asuhan berkelanjutan pada ibu hamil dengan anemia.Pengabdian ini merupakan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan di Desa Talagasari dan Desa Jayagiri Kecamatan Sindang Barang pada Maret s.d Mei 2017 pada ibu hamil dengan anemia sebanyak 28 orang. Seluruh ibu hamil dilakukan pemeriksan Hb. Hasil dari pengabdian ini didapatkan bahwa ibu hamil dengan anemia paling banyak dengan jumlah kehamilan (gravida) 2-3 sebanyak 53,6% dan yang tidak mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 71,4%. Asuhan berkelanjutan yang diberikan pada ibu hamil dengan anemia paling banyak ≥ 4 kali asuhan sebanyak 100%. Simpulan dari pengabdian ini didapatkan bahwa dengan diberikan asuhan berkelanjutan maka sebagian besar ibu hamil tidak mengalami anemia sehingga dapat mencegah perdarahan saat persalinan. Kata Kunci: Anemia, asuhan berkelanjutan, dan ibu hamil ABSTRACT Household Health Survey (SKRT) in 2012 states that 50.5% of pregnant women suffer from anemia. Therefore, continuity of care necessary to early detection of risk factor and preventionof pregnancy complication.It is important toHb checking during pregnancy. This community service aims to given continuity of care to pregnant women. This community service was conducted in Talagasari village and Jayagiri village, Sindang Barang sub-district in March to May 2017 as many as 28 pregnant mother with anemia. All of pregnant women are examined for haemoglobin levels. The results of this community serviceshowed that 53.6% pregnant women with anemia have been pregnant 2-3 and 71.4% had notsuffer Fe tablet. Continuity of care given to pregnant women with anemia at most ≥ 4 times as many as 100%..Conclusion from this study that pregnant womenhave been given the continuity of care whohave not anemia. Itcan prevent bleeding during childbirth. Keyword: anemia, continuity of care, pregnant women 1. PENDAHULUAN Anemia merupakan salah satu masalah terbesar dalam kesehatan ibu hamil di dunia. Berdasarkan hasil pengabdian yang dilakukan di Ethiopia didapatkan bahwa prevalensi keseluruhan anemia adalah 36,1% sedangkan 2,3% memiliki anemia berat. Hal ini disebakan

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

1

Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa Talagasari dan Desa

Jayagiri Kabupaten Cianjur

Yusrima Syamsina Wardani1, Ari Indra Susanti1, Faradila Elba1 1Divisi Kesehatan Ibu dan Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Email :*ari.indra@unpad. ac.id

ABSTRAK

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa sebesar 50,5% ibu

hamil menderita anemia. Oleh karena itu diperlukan pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 4 kali selama

masa kehamilan yang bertujuan untuk deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini

komplikasi kehamilan sehingga penting dilakukan pemeriksaan Hb selama kehamilan. Pengabdian ini

bertujuan untuk memberikan asuhan berkelanjutan pada ibu hamil dengan anemia.Pengabdian ini

merupakan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan di Desa Talagasari dan Desa Jayagiri

Kecamatan Sindang Barang pada Maret s.d Mei 2017 pada ibu hamil dengan anemia sebanyak 28 orang.

Seluruh ibu hamil dilakukan pemeriksan Hb. Hasil dari pengabdian ini didapatkan bahwa ibu hamil dengan

anemia paling banyak dengan jumlah kehamilan (gravida) 2-3 sebanyak 53,6% dan yang tidak

mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 71,4%. Asuhan berkelanjutan yang diberikan pada ibu hamil dengan

anemia paling banyak ≥ 4 kali asuhan sebanyak 100%. Simpulan dari pengabdian ini didapatkan bahwa

dengan diberikan asuhan berkelanjutan maka sebagian besar ibu hamil tidak mengalami anemia sehingga

dapat mencegah perdarahan saat persalinan.

Kata Kunci: Anemia, asuhan berkelanjutan, dan ibu hamil

ABSTRACT

Household Health Survey (SKRT) in 2012 states that 50.5% of pregnant women suffer from anemia.

Therefore, continuity of care necessary to early detection of risk factor and preventionof pregnancy

complication.It is important toHb checking during pregnancy. This community service aims to given

continuity of care to pregnant women. This community service was conducted in Talagasari village and

Jayagiri village, Sindang Barang sub-district in March to May 2017 as many as 28 pregnant mother with

anemia. All of pregnant women are examined for haemoglobin levels. The results of this community

serviceshowed that 53.6% pregnant women with anemia have been pregnant 2-3 and 71.4% had notsuffer

Fe tablet. Continuity of care given to pregnant women with anemia at most ≥ 4 times as many as

100%..Conclusion from this study that pregnant womenhave been given the continuity of care whohave not

anemia. Itcan prevent bleeding during childbirth.

Keyword: anemia, continuity of care, pregnant women

1. PENDAHULUAN

Anemia merupakan salah satu masalah terbesar dalam kesehatan ibu hamil di dunia.

Berdasarkan hasil pengabdian yang dilakukan di Ethiopia didapatkan bahwa prevalensi

keseluruhan anemia adalah 36,1% sedangkan 2,3% memiliki anemia berat. Hal ini disebakan

Page 2: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

2

karena pada trimester ketiga, ibu hanya makan daging paling banyak seminggu sekali, minum teh

segera setelah makan setidaknya sekali sehari, memiliki lingkar lengan bagian atas di bawah 21

sentimeter, dan infeksi parasit usus diidentifikasi sebagai faktor independen anemia. Strategi

berbasis intervensi pada faktor penentu yang diidentifikasi akan sangat penting untuk memerangi

anemia pada ibu hamil. (Aklilu Alemayehu, dkk, 2016)

Berdasarkan hasil pengabdian yang dilakukan di ethiopia selatan didapatkan bahwa anemia

sebagai masalah kesehatan masyarakat moderat di ethiopia selatan. Penghasilan bulanan rata-rata,

interval kelahiran kurang dari dua tahun, suplementasi zat besi, dan jumlah keluarga besar

ditemukan sebagai faktor risiko anemia pada kehamilan. Kurangnya kesadaran terhadap jarak

kelahiran, konseling gizi pada konsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi, dan

suplementasi zat besi direkomendasikan untuk mencegah anemia terutama pada mereka yang

memiliki pendapatan rendah dan jumlah keluarga yang besar. (Alemayehu Bekele, dkk, 2016)

Pada umumnya anemia terjadi di seluruh dunia, terutama negara berkembang yaitu sekitar

45% pada tingkat sosio-ekonomi rendah dan 13% di negara maju. Menurut Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia sekitar 18,4% penderita berumur 15-24

tahun atau usia produktif, terutama ibu hamil dan ibu menyusui karena mereka banyak mengalami

defisiensi zat besi. (Riskesdas, 2014)

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa

sebesar 50,5% ibu hamil menderita anemia. Kelompok ibu hamil merupakan kelompok yang

berisiko tinggi mengalami anemia meskipun pada dasarnya anemia tersebut merupakan proses

relatif akibat perubahan fisiologis yang dialami oleh ibu hamil. Namun, pelayanan kesehatan ibu

hamil tetap harus dilaksanakan melalui pelayanan antenatal minimal 4 kali selama masa kehamilan

di pelayanan primer. Standar waktu pelayanan tersebut bertujuan untuk deteksi dini faktor risiko,

perlindungan ibu hamil dan atau janin, serta pencegahan dan penanganan dini komplikasi

kehamilan. Oleh karena itu, hal tersebut penting dilakukan pemeriksaan Hb selama periode

kehamilan. (Kemenkes RI, 2015)

Continuity of care atau asuhan berkelanjutan yang diberikan oleh bidan dapat dilakukan

deteksi dini selama kehamilan sehingga mencegah terjadinya penyulit atau komplikasi saat

persalinan.

2. MASALAH

Berdasarkanhaltersebut,permasalahan yang ada pada mitra antara lain :

Page 3: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

3

a. Masih Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya asupan nutrisi yang

mengandung zat besi

b. Masih kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang konsumsi tablet Fe selama kehamilan

trimester 2 dan 3

3. METODE PENGABDIAN

Pengabdian ini dilakukan di desa Talagasari dan Desa Jayagiri Kecamatan Sindang Barang pada

Maret s.d Mei 2017 pada ibu hamil dengan anemia sebanyak 28 orang. Subjek dalam pengabdian

ini adalah ibu hamil dengan anemia. Seluruh ibu hamil dilakukan pemeriksaan kadar

hemoglobin.Pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil dilakukan sebelum dan sesudah diberikan

asuhan berkelanjutan. Internvensi asuhan berkelanjutan berupa asuhan yang diberikan kepada ibu

hamil dengan anemia, meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan asuhan

berdasarkan kebutuhan ibu dengan kunjungan rumah. Frekuensi dalam pemberian asuhan

berkelanjutan ini berdasarkan WHO untuk pemeriksaan kehamilan minimal 4x.

Pada pengabdian ini terdapat karakteristik ibu hamil yang berpengaruh terhadap anemia, yaitu

gravida dan konsumsi tablet Fe. Selain itu, ibu hamil dengan anemia diberikan asuhan

berkelanjutan secara teratur dengan frekuensi lebih dari 4x kunjungan. Asuhan berkelanjutan

berupa anamnesa, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan Hb, dan konseling dengan kunjungan

rumah. Pada ibu hamil dengan anemia dilakukan pemeriksaan Hb sebelum dan sesudah diberikan

asuhan berkelanjutan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama kehamilan secara fisiologis akan mengalami hemodilusi sehingga terjadi penurunan

kadar Hb ibu hamil pada trimester 2. Akan tetapi, jika penurunan kadar Hb pada ibu hamil sejak

trimester 1 sampai dengan trimester 3 merupakan anemia pada ibu hamil. Hal tersebut dipengaruhi

oleh karakteristik pada ibu hamil, diantaranya yaitu gravida dan frekuensi ibu hamil dalam

konsumsi tablet Fe secara rutin.

Tabel. 1 Ibu hamil dengan anemia berdasarkan gravida dan konsumsi tablet Fe

Kriteria n %

Gravida

• 1

• 2-3

8

15

28,6

53,6

Page 4: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

4

• > 3 5 17,8

Total 28 100

Konsumsi tablet Fe

• Ya

• Tidak

8

20

28,6

71,4

Total 28 100

Berdasarkan tabel 1. di atas didapatkan bahwa ibu hamil dengan anemia paling banyak

dengan jumlah kehamilan (gravida) 2-3 sebanyak 53,6% dan yang tidak mengkonsumsi tablet Fe

sebanyak 71,4%.

Prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 23% di negara ethiopia. Hal ini, disebabkan

karena usia ibu, daerah, trimester kehamilan, jumlah balita, riwayat aborsi sebelumnya

(penghentian kehamilan), praktik menyusui, dan jumlah kunjungan asuhan antenatal.(Taddese

Alemu, dkk, 2015)

Menurut Herlina (2009) seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami

anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. WHO juga

melaporkan bahwa prevalensi ibu hamil yang mengalami anemia karena defisiensi zat besi sekitar

35-75% dan semakin meningkat seiring pertambahan usia kehamilan. Hal tersebut sungguh

disayangkan mengingat pentingnya kecukupan nutrisi terutama zat besi untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin. Upaya pemerintah dalam menekan angka kejadian anemia dengan

memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan, namun kejadian anemia

masih tinggi.

Menurut Bize (2016) seorang ibu banyak yang tidak mengerti fungsi dan hanya

beranggapan bahwa tablet Fe untuk vitamin dan nafsu makan, untuk sejak kapan minum

responden lebih banyak memilih pada trimester ketiga padahal di trimester ketiga konsumsi 90

tablet Fe tidak dapat terpenuhi karena waktu yang singkat hanya 3 bulan dan ada ibu yang memilih

jawaban selain air jeruk untuk meminum tablet Fe padahal air teh dan air susu dapat mengurangi

penyerapan tablet Fe di dalam tubuh.

Menurut Tarwoto (2007) bahwa faktor yang menyebabkan kurangnya konsumsi tablet

zat besi adalah pengetahuan, sikap ibu hamil dan efek samping dari tablet zat besi, motivasi

petugas kesehatan yang kurang. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan dari pemberian tablet zat besi

tidak tercapai rendahnya tingkat kepatuhan ibu hamil minum tablet besi disebabkan faktor lupa,

takut bayi menjadi besar, kesadaran yang kurang mengenai pentingnya tablet besi dan ancaman

Page 5: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

5

bahaya anemia bagi ibu hamil dan bayi, serta adanya efek samping (mual atau pusing) yang

ditimbulkan setelah minum tablet besi.

Tabel. 2 Asuhan berkelanjutan pada ibu hamil berdasarkan frekuensi

Pelayanan kesehatan ibu hamil harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu

satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia

kehamilan 12-24 minggu), dan dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai

persalinan). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap

ibu hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini

komplikasi kehamilan. Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan

standar paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester. (Kemenkes RI,

2016)

Frekuensi Asuhan Berkelanjutan n %

< 4 kali asuhan

≥ 4 kali asuhan

0

28

0

100

Total 28 100

Berdasarkan tabel 2. didapatkan hasil bahwa asuhan berkelanjutan yang diberikan pada

ibu hamil dengan anemia paling banyak > 4 kali asuhan sebanyak 92,8%.

Pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia adalah serangkaian kegiatan pelayanan kepada

ibu hamil yang meliputi pemeriksaan atau diagnosis anemia, pemberian tablet besi. Ada beberapa

penyebab ketidakpatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi, antara lain petugas kesehatan yang

memiliki kesadaran rendah terhadap pemeliharaan kehamilan, adanya anggapan bahwa tablet besi

merupakan terapi pengobatan, dan tindak lanjut kunjungan ANC yang kurang baik.(Winichagoon

P, 2002)

Segala pelayanan yang diberikan oleh bidan tidak dipengaruhi oleh klien (subjek) karena

kualitas pelayanan ANC berada di tangan pemberi pelayanan (bidan). Adanya keterbatasan

kewenangan dan sarana yang dimiliki bidan tersebut, perlu diciptakan suasana keterbukaan dalam

pelayanan dan saling merujuk di antara pemberi pelayanan agar ibu hamil tidak merasa dirugikan.

Page 6: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

6

Gambar 1. Pendidikan kesehatan kepada ibu hamil

Peran petugas kesehatan sangatlah penting untuk mencegah dan menanggulangi anemia

pada masa kehamilan. Ibu hamil dapat dengan mudah mengakses informasi terutama masalah

anemia pada kehamilan, apabila petugas kesehatan memberikan dukungan dengan pemberian

informasi yang mudah dimengerti oleh ibu hamil maka konsumsi tablet Fe minimal 90 tablet dalam

masa kehamilan mudah dicapai, tetapi apabila petugas kesehatan kurang memberikan informasi

maka mengakibatkan ibu tidak mau mengkonsumsi tablet Fe yang diperlukan oleh tubuh.

Pemberian informasi yang terus di ulang akan lebih mudah di ingat oleh ibu. Faktor yang

mengakibatkan perilaku ibu kurang antara lain kurangnya informasi tenaga kesehatan, kurang

jelasnya informasi yang di sampaikan oleh petugas dan kemampuan ibu untuk menangkap

informasi yang diberikan.(Subarda, 2011)

Tabel 3. Perubahan Kadar Hb pada Ibu hamil dengan anemia sebelum dan sesudah

diberikan asuhan berkelanjutan

Asuhan berkelanjutan pada ibu hamil dengan anemia ini merupakan asuhan yang diberikan

dengan kunjungan rumah pada trimester pertama kehamilan sampai dengan menjelang persalinan.

Asuhan berkelanjutan ini bertujuan deteksi dini selama kehamilan sehingga dapat mencegah

terjadinya komplikasi pada saat persalinan.

Anemia

Kadar Hb

Sebelum Sesudah

n % n %

Tidak anemia 1 3,6 22 78,6

Anemia 27 96,4 6 21,4

Total 28 100 28 100

Page 7: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

7

Berdasarkan tabel 3. Didapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan anemia sebanyak 27 orang

sebelum diberikan asuhan berkelanjutan. Setelah ibu hamil dengan anemia yang diberikan asuhan

berkelanjutan menjadi 6 orang. Setiap kunjungan rumah pada ibu hamil diberikan asuhan, seperti

menanyakan keluhan ibu, melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kadar Hb, memberikan

konseling terutama mengenai asupan gizi yang mengandung zat besi, asam folat, dan vitamin C

serta memberikan tablet Fe dan vitamin C.

Gambar 2. Pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil

Hasil penentuan Hb darah subjek sebenarnya merupakan indikator bagi bidan dalam

memberikan pelayanan ANC, yaitu sebagai bahan untuk menjelaskan, agar pesan kesehatan lebih

fokus terutama informasi mengenai manfaat tablet besi dan akibat yang ditimbulkan dari

anemia.Pemeriksaan kehamilan dengan cara pendekatan risiko merupakan hal penting khususnya

pada kehamilan risiko tinggi. Anemia sebagai salah satu faktor risiko tinggi perlu dideteksi sedini

mungkin. Dengan demikian, pemeriksaan penentuan anemia merupakan keharusan yang

dilakukan oleh bidan dalam melakukan pelayanan ANC. Sesuai dengan tugas pokok bidan desa,

mereka harus dapat melakukan pelayanan ANC.(Subarda, 2011)

5. SIMPULAN

Page 8: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

8

Simpulan pada pengabdian didapatkan bahwa dengan diberikan asuhan berkelanjutan maka

ibu hamil mendapatkan konseling tentang nutrisi yang mengandung zat besi, cara mengkonsumsi

tablet Fe yang benar sehingga zat besi tersebut dapat meningkatkan kadar Hb sehingga dapat

mencegah terjadinya anemia.

DAFTAR PUSTAKA

Aklilu Alemayehu, Lealem Gedefaw, Tilahun Yemane, and Yaregal Asres. (2016). Prevalence,

severity, and determinant factors of anemia among pregnant women in south sudanese

refugees, pugnido, western ethiopoia.Hindawi Publishing Corporation Anemia, Article ID

9817358, 11 pages.

Alemayehu Bekele, Marelign Tilahun, and Aleme Mekuria. (2016). Prevalence of Anemia and Its

Associated Factors among Pregnant Women Attending Antenatal Care in Health Institutions

of Arba Minch Town, Gamo Gofa Zone, Ethiopia:A Cross- sectional Study.Hindawi

Publishing Corporation Anemia, Article ID 1073192, 9 pages.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun tahun 2013.Jakarta

: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan Indonesia Tahun

2014.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Rowley MJ, Hensley MJ, Brinsmead MW, Wlodarczyk JH. (2016). Continuity of care by a

midwife team versus routine care during pregnancy and birth: a randomised trial.The Medical

Journal of Australia.

Taddese Alemu, Melaku Umeta. (2015). Reproductive and Obstetric Factors Are Key Predictors

of Maternal Anemia during Pregnancy in Ethiopia: Evidence from Demographic and Health

Survey (2011).Hindawi Publishing Corporation Anemia, Article ID 649815, 8 pages.

Herlina. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil.”

Febriani bize aloka. (2016). Hubungan antara pengetahuan ibu nifas dan peran petugas kesehatan

dengan perilaku konsumsi tablet fe pada masa kehamilan di wilayah kerja puskesmas bergas

kabupaten semarang.

Tarwoto. (2007). Buku Saku Anemia Ibu Hamil Konsep dan Penatalaksanaanya Jakarta: Tras Info

Media.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia 2015.Jakarta.

Page 9: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

9

Winichagoon P. (2002). Prevention and control of anemia: Thailand experiences.” Journal Nutrisi;

132: 862-6.

Subarda, Hakimi M, Helmyati S. (2011). Pelayanan antenatal care dalam pengelolaan anemia

berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil minum tablet besi.Jurnal Gizi Klinik Indonesia.

2011: 7-13.

Ari Indra Susanti1*, Rahmah Nur Hidayah2, Neneng Martini1, Sri Astuti1

1Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran 2Program Studi D4 Kebidanan, Faklutas Kedokteran, Universitas Padjadjaran

Email :*[email protected]

ABSTRAK Upaya perbaikan gizi seharusnya dilakukan sejak 1000 hari pertama kehidupan saat dalam

kandungan hingga anak mencapai usia 24 bulan atau disebut periode emas kehidupan. Kegiatan ini

merupakan pencegahan kasus gizi buruk dan untuk mengatasi anak balita pendek (stunting). Pengabdian

ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita mengenai 1000 HPK untuk mencegah kejadian

stunting pada balita. Metode Pengabdian yang digunakan adalah memberikan komunikasi informasi dan

edukasi. Subjek dalam Pengabdian ini adalah ibu yang memiliki bayi dan balita yang dilaksanakan pada

bulan Agustus 2018. Pengabdian ini dilakukan pada kegiatan Posyandu melalui pendidikan kesehatan yang

diberikan kepada ibu yang memiliki bayi dan balita sebanyak 41 orang di desa Margasari, Kecamatan

Pasawahan, Kabupaten Purwakarta. Data hasil Pengabdian didapatkan bahwa pengetahuan ibu baik tentang

1000 HPK dengan karakteristik usia 20-35 tahun sebesar 73,17%, paritas multipara sebesar 53,66%,

Pendidikan SMP sebesar 41,46%, dan ibu tidak bekerja sebesar 68,29%. Simpulan pada Pengabdian ini

bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan dapat mendukung pengetahuan ibu baik tentang 1000 HPK

paling besar dipengaruhi oleh usia 20-35 tahun sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian stunting pada

balita.

Kata Kunci: 1000 HPK, stunting, balita

ABSTRACT The first 1,000 days of life is an effort to improve nutrition focused since the baby in the womb until

the child reaches the age of 24 months or is called the golden period of life. This activity is a major part of

the acceleration of the prevention of children under five (stunting) and prevention of cases of malnutrition.

This study aims to improve the knowledge of mothers of toddlers about 1000 HPK to prevent the occurrence

of stunting in toddlers. The community served methode by giving communication, information and

education. Subjects in this study were mothers who had babies and toddlers carried out in August 2018.

This community served was conducted at Posyandu activities through health education provided to mothers

who had infants and toddlers as many as 41 people in Margasari village, Pasawahan District, Purwakarta

Regency. The results showed that maternal knowledge was good about 1000 HPK with age characteristics

of 20-35 years of 73.17%, multiparous parity of 53.66%, junior secondary education of 41.46%, and

mothers not working at 68.29%. Conclusion in this study that pendidikan kesehatan yang diberikan dapat

mendukung pengetahuan ibu baik tentang 1000 HPK paling besar dipengaruhi oleh usia 20-35 tahun

sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian stunting pada balita.

Page 10: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

10

Keyword: The first 1000 days of life, stunting, toodlers

1. PENDAHULUAN

Kegiatan 1.000 hari pertama kehidupan merupakan upaya perbaikan gizi yang difokuskan

sejak bayi dalam kandungan hingga anak mencapai usia 24 bulan atau disebut periode emas

kehidupan. Kegiatannya berupa perbaikan gizi pada ibu hamil, bayi, dan anak sampai usia 24

bulan. Kegiatan ini adalah bagian utama dari percepatan penanggulangan anak balita pendek

(stunting) dan pencegahan kasus gizi buruk. (Kemenkes RI, 2011)

Untuk mendukung kegiatan tersebut maka diperlukan perbaikan status gizi masyarakat yang

menjadi prioritas untuk menurunkan prevalensi balita gizi kurang (underweight) menjadi 15% dan

prevalensi balita pendek (stunting) menjadi 32% pada tahun 2014. Hasil Riskesdas dari tahun 2007

ke tahun 2013 menunjukkan fakta yang memprihatinkan dimana underweight meningkat dari

18,4% menjadi 19,6%, stunting juga meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting

(kurus) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Riskesdas 2010 dan 2013menunjukkan bahwa

kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram menurun dari 11,1% menjadi

10,2%. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola

asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah

sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan. (Riskesdas, 2014)

Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis yang menentukan masa

depannya dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan yang serius.

Apabila lewat dari 1000 hari maka dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk

mengatasi stunting, maka masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya

gizi bagi ibu hamil dan anak balita. (Keputusan Menteri Kesehatan, 2015)

Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK) merupakan masa terpenting dalam daur kehidupan

manusia. Status gizi pada 1000 HPK akan memengaruhi kualitas kesehatan, intelektual, dan

produktivitas pada masa yang akan datang. Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di

Kabupaten Malang bahwa pola pemberian ASI, MP ASI, dan faktor yang memengaruhi status gizi

bahwapemberian ASI termasuk tinggi (94,4%), namun pemberian prelakteal dan MP ASI dini

tinggi (52,8% dan 66,5%), dan ASI Eksklusif rendah (28,8%). (Widya Rahmawati, dkk, 2016)

Page 11: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

11

2. MASALAH

Berdasarkanhaltersebut,permasalahan yang ada pada mitra antara lain :

a) Masih banyaknya ibu yang belum memberikan ASI Eksklusif

b) Masih banyaknya ibu yang memberikan Makanan Pendamping ASI lebih dini sebelum

usia bayi < 6 bulan

c) Masih adanya balita yang pertumbuhannya tidak sesuai dengan usianya

3. METODE PENGABDIAN

3.1 Cara Pemecahan Masalah

Subjek pada kegiatan masyarakat melalui pendidikan kesehatan yang diberikan kepada ibu yang

memiliki bayi dan balita sebanyak 41 orang di desa Margasari, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten

Purwakarta. Metode Pengabdian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross

sectional. Subjek dalam Pengabdian ini adalah ibu yang memiliki bayi dan balita yang

dilaksanakan pada bulan Agustus 2018. Pengambilan data pada Pengabdian ini menggunakan

instrumen Pengabdian berupa kuesioner tentang pengetahuan mengenai 1000 HPK dan

pengetahuan mengenai ASI eksklusif.

3.2 Cara Analisis Hasil

Kuesioner yang telah diisi dimasukkan ke dalam master tabel kemudian diolah dengan

menggunakan program SPPS versi 18. Analisis data menggunakan data bivariat akan tetapi tidak

di analisis hubungan karena hanya ingin diketahui karakteritisk yang paling banyak mendukung

pengetahuan ibu bayi dan balita. Oleh karena itu, hasil analisis disajikan dalam bentuk table silang.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Pengetahuan ibu tentang 1000 HPK dengan Karakteristik Ibu

Karakteristik Pengetahuan

n % Baik Cukup

n % n %

Umur Ibu

<20 3 7,32 0 0 3 7,32

20-35 30 73,17 2 4,88 32 78,05

>35 6 14,63 0 0 6 14,63

Jumlah 94,12 2 4,88 41 100

Page 12: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

12

Paritas

Primi 17 41,46 0 0 17 41,46

Multi 22 53,66 2 4,88 24 58,54

Jumlah 95,12 2 4,88 41 100

Pendidikan

SD 9 21,95 0 0 9 21,95

SMP 17 41,46 1 2,44 18 43,90

SMA 8 19,51 1 2,44 9 21,95

PT 5 12,20 0 0 5 12,20

Jumlah 95,12 2 4,88 41 100

Pekerjaan

Tidak bekerja 28 68,29 1 2,44 29 70.73

PNS 3 7,32 0 0 3 7,3

Swasta 5 12,20 0 0 5 12,20

Wiraswasta 1 2,44 0 0 1 2,44

Buruh 1 2.44 0 0 1 2,44

Lainnya 1 2,44 0 0 1 2,44

Tidak

menjawab 0

0 1

2,44 1 2,44

Jumlah 95,12 2 4,88 41 100

Berdasarkan tabel 1. Didapatkan bahwa pengetahuan ibu baik tentang ASI Eksklusif dan

1000 HPK dengan karakteristik usia 20-35 tahun sebesar 73,17%, paritas multipara sebesar

53,66%, Pendidikan SMP sebesar 41,46%, dan ibu tidak bekerja sebesar 68,29%.

Gbr 1. Pendidikan Kesehatan tentang pentingnya ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik yang mengandung semua unsur zat gizi

yang dibutuhkan bayi usia 0-6 bulan. ASI dapat memengaruhi tumbuh kembang bayi, termasuk

perkembangan mental emosional melalui kelekatan yang terbentuk lewat menyusui. Berdasarkan

Page 13: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

13

hasil Pengabdian yang dilakukan di Semarang bahwa riwayat pemberian ASI, pengetahuan ibu,

sikap ibu, dan tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap mental

emosional anak. (Any Setyarini, 2015)

Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di Kabupaten Rokan Hulu menunjukkan

bahwa informasi dari tenaga kesehatan berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif dan

dukungan keluarga berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif. Pekerjaan ibu tidak

berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif. Oleh karena itu, diharapkan bagi Puskesmas agar

memberikan informasi tentang ASI Eksklusif mengacu pada sepuluh langkah menuju keberhasilan

menyusui sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga. (Herlina Susmaneli, 2013)

Pada masa pertumbuhan dan perkembangan apabila sejak awal kehidupan mengalami

kekurangan gizi yang bersifat kronik maka akan terjadi stunting pada balita. Banyak faktor yang

menyebabkan terjadinya stunting pada balita, seperti karakteristik balita dan faktor sosial ekonomi.

Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di Surabaya bahwa terdapat hubungan antara

panjang badan lahir balita, riwayat ASI eksklusif, pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dan

pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian stunting pada balita. Oleh karena itu, diperlukan program

yang terintegrasi dan multisektoral untuk meningkatkan pendapatan keluarga, pendidikan ibu,

pengetahuan gizi ibu, dan pemberian ASI eksklusif untuk mengurangi kejadian stunting. (Khoirun

Ni’mah, 2015)

Gbr 2. Pendidikan Kesehatan tentang 1000 HPK

Pengabdian ini dilakukan dengan mengadakan kegiatan Pendidikan Kesehatan kepada ibu

yang memiliki bayi dan balita tentang pentingnya pertumbuhan dan perkembangan bayi pada 1000

Hari Pertama Kehidupan. Pendidikan kesehatan ini bertujuan untuk mencegah kejadian stunting

pada balita yang dilakukan pada saat kegiatan Posyandu di Desa Margaasih.

Page 14: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

14

Menurut Menteri Kesehatan bahwa upaya perbaikan gizi pada 1000 hari kehidupan, telah

ditetapkan beberapa kebijakan, diantaranya, meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan

kehamilan dan persalinan, melakukan sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan UU nomor 36/2009

tentang Kesehatan dan PP nomor 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, meningkatkan

cakupan dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan melalui penyediaan dukungan tenaga,

penyediaan obat gizi dan suplementasi yang cukup, meningkatkan kegiatan edukasi kesehatan dan

gizi melalui budaya perilaku hidup bersih dan sehat, serta dengan meningkatkan komitmen

berbagai pemangku kepentingan terutama lintas sektor, dunia usaha serta masyarakat untuk

bersama-sama memenuhi kebutuhan pangan tingkat keluarga. (Kemenkes RI, 2012)

Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di Kabupaten Banyumas bahwa sebagian besar

pengetahuan responden tentang gizi 1000 hari pertama kehidupan adalah baik, dan sebagian besar

sikap responden terhadap gizi 1000 hari pertama kehidupan adalah mendukung. Akan tetapi,

setelah diuji korelasi tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang gizi

1000 hari pertama kehidupan. (Yuli Trisnawati, dkk, 2016)

Selain itu juga, faktor genetik dan faktor lingkungan berpengaruh sangat besar terutama pada

saat 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak, yang dimulai sejak masa kehamilan hingga

menyusui sampai usia anak 2 tahun. (Siti Tatmainul Qulub, 2016)

Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di Sulawesi Tengah didapatkan bahwa

prevalensi Stunting Balita Dua Tahun pada tahun 2007, 2011 dan 2016 berturut-turut 32,3%,

31,5% dan 26,0%. Kegiatan yang telah dilakukan oleh dinas kesehatan dilanjutkan dengan

meningkatkan kerjasama lintas sektor dalam program sensitif 1000 hari pertama kehidupan.

Masalah stunting baduta tertinggi pada kelompok umur 12-23 bulan yang berarti pencegahan

stunting berfokus pada penguatan program makanan pendamping ASI. (Nasrul dkk, 2017)

Salah satu penyebab stunting adalah pola asuh ibu terhadap balitanya. Pola asuh ibu berkaitan

dengan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan ibu. Tingkat pendidikan ibu yang rendah akan

lebih sulit menerima informasi daripada ibu dengan tingkat pendidikan tinggi. Pengetahuan yang

kurang dapat menjadikan pola asuh ibu kurang sehingga memengaruhi kejadian stunting pada

balita.UpayaPemerintah untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi seimbang, kesehatan

anak, dan masalah gizi balita kepada ibu balita, dan ibu hamil untuk mencegah stunting dengan

melakukan promosi kesehatan dan konseling secara rutin oleh bidan desa. (Cholifatun Ni’mah,

2015)

Page 15: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

15

Selain itu juga, pengetahuan ibu tentang pemberian makan yang kurang baik, masalah

ekonomi serta penyakit infeksi dapat berkontribusi terhadap kejadian stunting. Oleh karena itu,

dibutuhkan desain perubahan perilaku terencanauntuk meningkatkan kemampuan dan

kemandirian ibu dalam pencegahan terhadap kejadian stunting, salah satunya adalah program

Mother Smart Grounding (MSG). Program MSG pun merupakan edukasi sepaket berupa

penyuluhan konvensional, pembagian booklet, dan demontrasi jajanan sehat berbahan pangan

lokal kelor (Moringa oleifera). Berdasarkanhasil Pengabdianyang dilakukan di Kota Kendari

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, dan motivasi ibu balita sebelum dan

sesudah diberikan penyuluhan dengan program MSG, (Wa Ode Sri Andriani, 2017).Simpulan

pada Pengabdian ini bahwa pengetahuan ibu baik tentang ASI Eksklusif dan 1000 HPK paling

besar dipengaruhi oleh usia 20-35 tahun.

5. SIMPULAN

Pendidikan Kesehatan yang diberikan pada saat kegiatan Posyandu di Desa Marga Asih

memberikan hasil bahwa pengetahuan ibu baik tentang 1000 HPK paling besar dipengaruhi oleh

usia 20-35 tahun. Hal tersebut merupakan bagian dari upaya promotive dan preventif yang

dilakukan tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya kejadian stunting pada balita terutama di

desa Marga Asih, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2011. Menuju Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Kinerja Dua Tahun

Kementerian Kesehatan RI 2009-2011.

Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.

Widya Rahmawati, dkk.2016.Gambaran Masalah Gizi pada 1000 HPK di Kota dan Kabupaten

Malang, Indonesia. Indonesian Journal of Human Nutrition, Vol.3 No.1 Suplemen : 20 – 31.

Any Setyarini, Maria Mexitalia, Ani Margawati. 2015. Pengaruh pemberian asi eksklusif dan non

eksklusif terhadap mental emosional anak usia 3-4 tahun. Jurnal Gizi Indonesia (ISBN : 1858-

4942)Vol. 4, No. 1, Desember 2015: 16-21.

Herlina Susmaneli. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di

Wilayah Kerja Puskesmas Rambah Hilir I Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012. Jurnal Kesehatan

Komunitas, Vol. 2, No. 2.

Page 16: Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa

16

Siti Tatmainul Qulub. 2016. Pembentukan Kualitas Anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan

Perspektif Hukum Islam. Journal al-Jinâyah | Volume 2 Nomor 2.

Kemenkes RI. 2012. Penuhi Kebutuhan Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan.

www.depkes.go.id. Dipublikasikan pada : Rabu, 15 Agustus 2012 01:18:22.

Yuli Trisnawati, Sugi Purwanti, Misrina Retnowati. 2016. Studi Deskriptif Pengetahuan dan Sikap

Ibu Hamil tentang Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan di Puskesmas Sokaraja Kabupaten

Banyumas. Jurnal Kebidanan 08 (02) 127-224.

Nasrul, Rusli Maudu, Fahmi Hafid. 2017. Trend dan Prevalensi Stunting Baduta pada Tahun

2007-2016 di Sulawesi Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 8 Nomor 2: 73-78.

Cholifatun Ni’mah, Lailatul Muniroh. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan

dan Pola Asuh Ibu dengan Wasting dan Stunting pada Balita Keluarga Miskin. Media Gizi

Indonesia, Vol. 10, No. 1: hlm. 84–90.

Wa Ode Sri Andriani, Farit Rezal, WD. ST. Nurzalmariah. 2017. Perbedaan Pengetahuan, Sikap,

dan Motivasi Ibu Sesudah Diberikan Program Mother Smart Grounding (MSG) Dalam

Pencegahan Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Vol.2/No.6/Mei 2017; ISSN 250-731X.