asuhan berkelanjutan pada ibu hamil dengan anemia di desa
TRANSCRIPT
1
Asuhan Berkelanjutan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di Desa Talagasari dan Desa
Jayagiri Kabupaten Cianjur
Yusrima Syamsina Wardani1, Ari Indra Susanti1, Faradila Elba1 1Divisi Kesehatan Ibu dan Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Email :*ari.indra@unpad. ac.id
ABSTRAK
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa sebesar 50,5% ibu
hamil menderita anemia. Oleh karena itu diperlukan pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 4 kali selama
masa kehamilan yang bertujuan untuk deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini
komplikasi kehamilan sehingga penting dilakukan pemeriksaan Hb selama kehamilan. Pengabdian ini
bertujuan untuk memberikan asuhan berkelanjutan pada ibu hamil dengan anemia.Pengabdian ini
merupakan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan di Desa Talagasari dan Desa Jayagiri
Kecamatan Sindang Barang pada Maret s.d Mei 2017 pada ibu hamil dengan anemia sebanyak 28 orang.
Seluruh ibu hamil dilakukan pemeriksan Hb. Hasil dari pengabdian ini didapatkan bahwa ibu hamil dengan
anemia paling banyak dengan jumlah kehamilan (gravida) 2-3 sebanyak 53,6% dan yang tidak
mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 71,4%. Asuhan berkelanjutan yang diberikan pada ibu hamil dengan
anemia paling banyak ≥ 4 kali asuhan sebanyak 100%. Simpulan dari pengabdian ini didapatkan bahwa
dengan diberikan asuhan berkelanjutan maka sebagian besar ibu hamil tidak mengalami anemia sehingga
dapat mencegah perdarahan saat persalinan.
Kata Kunci: Anemia, asuhan berkelanjutan, dan ibu hamil
ABSTRACT
Household Health Survey (SKRT) in 2012 states that 50.5% of pregnant women suffer from anemia.
Therefore, continuity of care necessary to early detection of risk factor and preventionof pregnancy
complication.It is important toHb checking during pregnancy. This community service aims to given
continuity of care to pregnant women. This community service was conducted in Talagasari village and
Jayagiri village, Sindang Barang sub-district in March to May 2017 as many as 28 pregnant mother with
anemia. All of pregnant women are examined for haemoglobin levels. The results of this community
serviceshowed that 53.6% pregnant women with anemia have been pregnant 2-3 and 71.4% had notsuffer
Fe tablet. Continuity of care given to pregnant women with anemia at most ≥ 4 times as many as
100%..Conclusion from this study that pregnant womenhave been given the continuity of care whohave not
anemia. Itcan prevent bleeding during childbirth.
Keyword: anemia, continuity of care, pregnant women
1. PENDAHULUAN
Anemia merupakan salah satu masalah terbesar dalam kesehatan ibu hamil di dunia.
Berdasarkan hasil pengabdian yang dilakukan di Ethiopia didapatkan bahwa prevalensi
keseluruhan anemia adalah 36,1% sedangkan 2,3% memiliki anemia berat. Hal ini disebakan
2
karena pada trimester ketiga, ibu hanya makan daging paling banyak seminggu sekali, minum teh
segera setelah makan setidaknya sekali sehari, memiliki lingkar lengan bagian atas di bawah 21
sentimeter, dan infeksi parasit usus diidentifikasi sebagai faktor independen anemia. Strategi
berbasis intervensi pada faktor penentu yang diidentifikasi akan sangat penting untuk memerangi
anemia pada ibu hamil. (Aklilu Alemayehu, dkk, 2016)
Berdasarkan hasil pengabdian yang dilakukan di ethiopia selatan didapatkan bahwa anemia
sebagai masalah kesehatan masyarakat moderat di ethiopia selatan. Penghasilan bulanan rata-rata,
interval kelahiran kurang dari dua tahun, suplementasi zat besi, dan jumlah keluarga besar
ditemukan sebagai faktor risiko anemia pada kehamilan. Kurangnya kesadaran terhadap jarak
kelahiran, konseling gizi pada konsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi, dan
suplementasi zat besi direkomendasikan untuk mencegah anemia terutama pada mereka yang
memiliki pendapatan rendah dan jumlah keluarga yang besar. (Alemayehu Bekele, dkk, 2016)
Pada umumnya anemia terjadi di seluruh dunia, terutama negara berkembang yaitu sekitar
45% pada tingkat sosio-ekonomi rendah dan 13% di negara maju. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia sekitar 18,4% penderita berumur 15-24
tahun atau usia produktif, terutama ibu hamil dan ibu menyusui karena mereka banyak mengalami
defisiensi zat besi. (Riskesdas, 2014)
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa
sebesar 50,5% ibu hamil menderita anemia. Kelompok ibu hamil merupakan kelompok yang
berisiko tinggi mengalami anemia meskipun pada dasarnya anemia tersebut merupakan proses
relatif akibat perubahan fisiologis yang dialami oleh ibu hamil. Namun, pelayanan kesehatan ibu
hamil tetap harus dilaksanakan melalui pelayanan antenatal minimal 4 kali selama masa kehamilan
di pelayanan primer. Standar waktu pelayanan tersebut bertujuan untuk deteksi dini faktor risiko,
perlindungan ibu hamil dan atau janin, serta pencegahan dan penanganan dini komplikasi
kehamilan. Oleh karena itu, hal tersebut penting dilakukan pemeriksaan Hb selama periode
kehamilan. (Kemenkes RI, 2015)
Continuity of care atau asuhan berkelanjutan yang diberikan oleh bidan dapat dilakukan
deteksi dini selama kehamilan sehingga mencegah terjadinya penyulit atau komplikasi saat
persalinan.
2. MASALAH
Berdasarkanhaltersebut,permasalahan yang ada pada mitra antara lain :
3
a. Masih Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya asupan nutrisi yang
mengandung zat besi
b. Masih kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang konsumsi tablet Fe selama kehamilan
trimester 2 dan 3
3. METODE PENGABDIAN
Pengabdian ini dilakukan di desa Talagasari dan Desa Jayagiri Kecamatan Sindang Barang pada
Maret s.d Mei 2017 pada ibu hamil dengan anemia sebanyak 28 orang. Subjek dalam pengabdian
ini adalah ibu hamil dengan anemia. Seluruh ibu hamil dilakukan pemeriksaan kadar
hemoglobin.Pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil dilakukan sebelum dan sesudah diberikan
asuhan berkelanjutan. Internvensi asuhan berkelanjutan berupa asuhan yang diberikan kepada ibu
hamil dengan anemia, meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan asuhan
berdasarkan kebutuhan ibu dengan kunjungan rumah. Frekuensi dalam pemberian asuhan
berkelanjutan ini berdasarkan WHO untuk pemeriksaan kehamilan minimal 4x.
Pada pengabdian ini terdapat karakteristik ibu hamil yang berpengaruh terhadap anemia, yaitu
gravida dan konsumsi tablet Fe. Selain itu, ibu hamil dengan anemia diberikan asuhan
berkelanjutan secara teratur dengan frekuensi lebih dari 4x kunjungan. Asuhan berkelanjutan
berupa anamnesa, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan Hb, dan konseling dengan kunjungan
rumah. Pada ibu hamil dengan anemia dilakukan pemeriksaan Hb sebelum dan sesudah diberikan
asuhan berkelanjutan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama kehamilan secara fisiologis akan mengalami hemodilusi sehingga terjadi penurunan
kadar Hb ibu hamil pada trimester 2. Akan tetapi, jika penurunan kadar Hb pada ibu hamil sejak
trimester 1 sampai dengan trimester 3 merupakan anemia pada ibu hamil. Hal tersebut dipengaruhi
oleh karakteristik pada ibu hamil, diantaranya yaitu gravida dan frekuensi ibu hamil dalam
konsumsi tablet Fe secara rutin.
Tabel. 1 Ibu hamil dengan anemia berdasarkan gravida dan konsumsi tablet Fe
Kriteria n %
Gravida
• 1
• 2-3
8
15
28,6
53,6
4
• > 3 5 17,8
Total 28 100
Konsumsi tablet Fe
• Ya
• Tidak
8
20
28,6
71,4
Total 28 100
Berdasarkan tabel 1. di atas didapatkan bahwa ibu hamil dengan anemia paling banyak
dengan jumlah kehamilan (gravida) 2-3 sebanyak 53,6% dan yang tidak mengkonsumsi tablet Fe
sebanyak 71,4%.
Prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 23% di negara ethiopia. Hal ini, disebabkan
karena usia ibu, daerah, trimester kehamilan, jumlah balita, riwayat aborsi sebelumnya
(penghentian kehamilan), praktik menyusui, dan jumlah kunjungan asuhan antenatal.(Taddese
Alemu, dkk, 2015)
Menurut Herlina (2009) seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami
anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. WHO juga
melaporkan bahwa prevalensi ibu hamil yang mengalami anemia karena defisiensi zat besi sekitar
35-75% dan semakin meningkat seiring pertambahan usia kehamilan. Hal tersebut sungguh
disayangkan mengingat pentingnya kecukupan nutrisi terutama zat besi untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin. Upaya pemerintah dalam menekan angka kejadian anemia dengan
memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan, namun kejadian anemia
masih tinggi.
Menurut Bize (2016) seorang ibu banyak yang tidak mengerti fungsi dan hanya
beranggapan bahwa tablet Fe untuk vitamin dan nafsu makan, untuk sejak kapan minum
responden lebih banyak memilih pada trimester ketiga padahal di trimester ketiga konsumsi 90
tablet Fe tidak dapat terpenuhi karena waktu yang singkat hanya 3 bulan dan ada ibu yang memilih
jawaban selain air jeruk untuk meminum tablet Fe padahal air teh dan air susu dapat mengurangi
penyerapan tablet Fe di dalam tubuh.
Menurut Tarwoto (2007) bahwa faktor yang menyebabkan kurangnya konsumsi tablet
zat besi adalah pengetahuan, sikap ibu hamil dan efek samping dari tablet zat besi, motivasi
petugas kesehatan yang kurang. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan dari pemberian tablet zat besi
tidak tercapai rendahnya tingkat kepatuhan ibu hamil minum tablet besi disebabkan faktor lupa,
takut bayi menjadi besar, kesadaran yang kurang mengenai pentingnya tablet besi dan ancaman
5
bahaya anemia bagi ibu hamil dan bayi, serta adanya efek samping (mual atau pusing) yang
ditimbulkan setelah minum tablet besi.
Tabel. 2 Asuhan berkelanjutan pada ibu hamil berdasarkan frekuensi
Pelayanan kesehatan ibu hamil harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu
satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia
kehamilan 12-24 minggu), dan dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai
persalinan). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap
ibu hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini
komplikasi kehamilan. Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan
standar paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester. (Kemenkes RI,
2016)
Frekuensi Asuhan Berkelanjutan n %
< 4 kali asuhan
≥ 4 kali asuhan
0
28
0
100
Total 28 100
Berdasarkan tabel 2. didapatkan hasil bahwa asuhan berkelanjutan yang diberikan pada
ibu hamil dengan anemia paling banyak > 4 kali asuhan sebanyak 92,8%.
Pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia adalah serangkaian kegiatan pelayanan kepada
ibu hamil yang meliputi pemeriksaan atau diagnosis anemia, pemberian tablet besi. Ada beberapa
penyebab ketidakpatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi, antara lain petugas kesehatan yang
memiliki kesadaran rendah terhadap pemeliharaan kehamilan, adanya anggapan bahwa tablet besi
merupakan terapi pengobatan, dan tindak lanjut kunjungan ANC yang kurang baik.(Winichagoon
P, 2002)
Segala pelayanan yang diberikan oleh bidan tidak dipengaruhi oleh klien (subjek) karena
kualitas pelayanan ANC berada di tangan pemberi pelayanan (bidan). Adanya keterbatasan
kewenangan dan sarana yang dimiliki bidan tersebut, perlu diciptakan suasana keterbukaan dalam
pelayanan dan saling merujuk di antara pemberi pelayanan agar ibu hamil tidak merasa dirugikan.
6
Gambar 1. Pendidikan kesehatan kepada ibu hamil
Peran petugas kesehatan sangatlah penting untuk mencegah dan menanggulangi anemia
pada masa kehamilan. Ibu hamil dapat dengan mudah mengakses informasi terutama masalah
anemia pada kehamilan, apabila petugas kesehatan memberikan dukungan dengan pemberian
informasi yang mudah dimengerti oleh ibu hamil maka konsumsi tablet Fe minimal 90 tablet dalam
masa kehamilan mudah dicapai, tetapi apabila petugas kesehatan kurang memberikan informasi
maka mengakibatkan ibu tidak mau mengkonsumsi tablet Fe yang diperlukan oleh tubuh.
Pemberian informasi yang terus di ulang akan lebih mudah di ingat oleh ibu. Faktor yang
mengakibatkan perilaku ibu kurang antara lain kurangnya informasi tenaga kesehatan, kurang
jelasnya informasi yang di sampaikan oleh petugas dan kemampuan ibu untuk menangkap
informasi yang diberikan.(Subarda, 2011)
Tabel 3. Perubahan Kadar Hb pada Ibu hamil dengan anemia sebelum dan sesudah
diberikan asuhan berkelanjutan
Asuhan berkelanjutan pada ibu hamil dengan anemia ini merupakan asuhan yang diberikan
dengan kunjungan rumah pada trimester pertama kehamilan sampai dengan menjelang persalinan.
Asuhan berkelanjutan ini bertujuan deteksi dini selama kehamilan sehingga dapat mencegah
terjadinya komplikasi pada saat persalinan.
Anemia
Kadar Hb
Sebelum Sesudah
n % n %
Tidak anemia 1 3,6 22 78,6
Anemia 27 96,4 6 21,4
Total 28 100 28 100
7
Berdasarkan tabel 3. Didapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan anemia sebanyak 27 orang
sebelum diberikan asuhan berkelanjutan. Setelah ibu hamil dengan anemia yang diberikan asuhan
berkelanjutan menjadi 6 orang. Setiap kunjungan rumah pada ibu hamil diberikan asuhan, seperti
menanyakan keluhan ibu, melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kadar Hb, memberikan
konseling terutama mengenai asupan gizi yang mengandung zat besi, asam folat, dan vitamin C
serta memberikan tablet Fe dan vitamin C.
Gambar 2. Pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil
Hasil penentuan Hb darah subjek sebenarnya merupakan indikator bagi bidan dalam
memberikan pelayanan ANC, yaitu sebagai bahan untuk menjelaskan, agar pesan kesehatan lebih
fokus terutama informasi mengenai manfaat tablet besi dan akibat yang ditimbulkan dari
anemia.Pemeriksaan kehamilan dengan cara pendekatan risiko merupakan hal penting khususnya
pada kehamilan risiko tinggi. Anemia sebagai salah satu faktor risiko tinggi perlu dideteksi sedini
mungkin. Dengan demikian, pemeriksaan penentuan anemia merupakan keharusan yang
dilakukan oleh bidan dalam melakukan pelayanan ANC. Sesuai dengan tugas pokok bidan desa,
mereka harus dapat melakukan pelayanan ANC.(Subarda, 2011)
5. SIMPULAN
8
Simpulan pada pengabdian didapatkan bahwa dengan diberikan asuhan berkelanjutan maka
ibu hamil mendapatkan konseling tentang nutrisi yang mengandung zat besi, cara mengkonsumsi
tablet Fe yang benar sehingga zat besi tersebut dapat meningkatkan kadar Hb sehingga dapat
mencegah terjadinya anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Aklilu Alemayehu, Lealem Gedefaw, Tilahun Yemane, and Yaregal Asres. (2016). Prevalence,
severity, and determinant factors of anemia among pregnant women in south sudanese
refugees, pugnido, western ethiopoia.Hindawi Publishing Corporation Anemia, Article ID
9817358, 11 pages.
Alemayehu Bekele, Marelign Tilahun, and Aleme Mekuria. (2016). Prevalence of Anemia and Its
Associated Factors among Pregnant Women Attending Antenatal Care in Health Institutions
of Arba Minch Town, Gamo Gofa Zone, Ethiopia:A Cross- sectional Study.Hindawi
Publishing Corporation Anemia, Article ID 1073192, 9 pages.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun tahun 2013.Jakarta
: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2014.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Rowley MJ, Hensley MJ, Brinsmead MW, Wlodarczyk JH. (2016). Continuity of care by a
midwife team versus routine care during pregnancy and birth: a randomised trial.The Medical
Journal of Australia.
Taddese Alemu, Melaku Umeta. (2015). Reproductive and Obstetric Factors Are Key Predictors
of Maternal Anemia during Pregnancy in Ethiopia: Evidence from Demographic and Health
Survey (2011).Hindawi Publishing Corporation Anemia, Article ID 649815, 8 pages.
Herlina. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil.”
Febriani bize aloka. (2016). Hubungan antara pengetahuan ibu nifas dan peran petugas kesehatan
dengan perilaku konsumsi tablet fe pada masa kehamilan di wilayah kerja puskesmas bergas
kabupaten semarang.
Tarwoto. (2007). Buku Saku Anemia Ibu Hamil Konsep dan Penatalaksanaanya Jakarta: Tras Info
Media.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia 2015.Jakarta.
9
Winichagoon P. (2002). Prevention and control of anemia: Thailand experiences.” Journal Nutrisi;
132: 862-6.
Subarda, Hakimi M, Helmyati S. (2011). Pelayanan antenatal care dalam pengelolaan anemia
berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil minum tablet besi.Jurnal Gizi Klinik Indonesia.
2011: 7-13.
Ari Indra Susanti1*, Rahmah Nur Hidayah2, Neneng Martini1, Sri Astuti1
1Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran 2Program Studi D4 Kebidanan, Faklutas Kedokteran, Universitas Padjadjaran
Email :*[email protected]
ABSTRAK Upaya perbaikan gizi seharusnya dilakukan sejak 1000 hari pertama kehidupan saat dalam
kandungan hingga anak mencapai usia 24 bulan atau disebut periode emas kehidupan. Kegiatan ini
merupakan pencegahan kasus gizi buruk dan untuk mengatasi anak balita pendek (stunting). Pengabdian
ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita mengenai 1000 HPK untuk mencegah kejadian
stunting pada balita. Metode Pengabdian yang digunakan adalah memberikan komunikasi informasi dan
edukasi. Subjek dalam Pengabdian ini adalah ibu yang memiliki bayi dan balita yang dilaksanakan pada
bulan Agustus 2018. Pengabdian ini dilakukan pada kegiatan Posyandu melalui pendidikan kesehatan yang
diberikan kepada ibu yang memiliki bayi dan balita sebanyak 41 orang di desa Margasari, Kecamatan
Pasawahan, Kabupaten Purwakarta. Data hasil Pengabdian didapatkan bahwa pengetahuan ibu baik tentang
1000 HPK dengan karakteristik usia 20-35 tahun sebesar 73,17%, paritas multipara sebesar 53,66%,
Pendidikan SMP sebesar 41,46%, dan ibu tidak bekerja sebesar 68,29%. Simpulan pada Pengabdian ini
bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan dapat mendukung pengetahuan ibu baik tentang 1000 HPK
paling besar dipengaruhi oleh usia 20-35 tahun sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian stunting pada
balita.
Kata Kunci: 1000 HPK, stunting, balita
ABSTRACT The first 1,000 days of life is an effort to improve nutrition focused since the baby in the womb until
the child reaches the age of 24 months or is called the golden period of life. This activity is a major part of
the acceleration of the prevention of children under five (stunting) and prevention of cases of malnutrition.
This study aims to improve the knowledge of mothers of toddlers about 1000 HPK to prevent the occurrence
of stunting in toddlers. The community served methode by giving communication, information and
education. Subjects in this study were mothers who had babies and toddlers carried out in August 2018.
This community served was conducted at Posyandu activities through health education provided to mothers
who had infants and toddlers as many as 41 people in Margasari village, Pasawahan District, Purwakarta
Regency. The results showed that maternal knowledge was good about 1000 HPK with age characteristics
of 20-35 years of 73.17%, multiparous parity of 53.66%, junior secondary education of 41.46%, and
mothers not working at 68.29%. Conclusion in this study that pendidikan kesehatan yang diberikan dapat
mendukung pengetahuan ibu baik tentang 1000 HPK paling besar dipengaruhi oleh usia 20-35 tahun
sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian stunting pada balita.
10
Keyword: The first 1000 days of life, stunting, toodlers
1. PENDAHULUAN
Kegiatan 1.000 hari pertama kehidupan merupakan upaya perbaikan gizi yang difokuskan
sejak bayi dalam kandungan hingga anak mencapai usia 24 bulan atau disebut periode emas
kehidupan. Kegiatannya berupa perbaikan gizi pada ibu hamil, bayi, dan anak sampai usia 24
bulan. Kegiatan ini adalah bagian utama dari percepatan penanggulangan anak balita pendek
(stunting) dan pencegahan kasus gizi buruk. (Kemenkes RI, 2011)
Untuk mendukung kegiatan tersebut maka diperlukan perbaikan status gizi masyarakat yang
menjadi prioritas untuk menurunkan prevalensi balita gizi kurang (underweight) menjadi 15% dan
prevalensi balita pendek (stunting) menjadi 32% pada tahun 2014. Hasil Riskesdas dari tahun 2007
ke tahun 2013 menunjukkan fakta yang memprihatinkan dimana underweight meningkat dari
18,4% menjadi 19,6%, stunting juga meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting
(kurus) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Riskesdas 2010 dan 2013menunjukkan bahwa
kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram menurun dari 11,1% menjadi
10,2%. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola
asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah
sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan. (Riskesdas, 2014)
Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis yang menentukan masa
depannya dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan yang serius.
Apabila lewat dari 1000 hari maka dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk
mengatasi stunting, maka masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya
gizi bagi ibu hamil dan anak balita. (Keputusan Menteri Kesehatan, 2015)
Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK) merupakan masa terpenting dalam daur kehidupan
manusia. Status gizi pada 1000 HPK akan memengaruhi kualitas kesehatan, intelektual, dan
produktivitas pada masa yang akan datang. Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di
Kabupaten Malang bahwa pola pemberian ASI, MP ASI, dan faktor yang memengaruhi status gizi
bahwapemberian ASI termasuk tinggi (94,4%), namun pemberian prelakteal dan MP ASI dini
tinggi (52,8% dan 66,5%), dan ASI Eksklusif rendah (28,8%). (Widya Rahmawati, dkk, 2016)
11
2. MASALAH
Berdasarkanhaltersebut,permasalahan yang ada pada mitra antara lain :
a) Masih banyaknya ibu yang belum memberikan ASI Eksklusif
b) Masih banyaknya ibu yang memberikan Makanan Pendamping ASI lebih dini sebelum
usia bayi < 6 bulan
c) Masih adanya balita yang pertumbuhannya tidak sesuai dengan usianya
3. METODE PENGABDIAN
3.1 Cara Pemecahan Masalah
Subjek pada kegiatan masyarakat melalui pendidikan kesehatan yang diberikan kepada ibu yang
memiliki bayi dan balita sebanyak 41 orang di desa Margasari, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten
Purwakarta. Metode Pengabdian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross
sectional. Subjek dalam Pengabdian ini adalah ibu yang memiliki bayi dan balita yang
dilaksanakan pada bulan Agustus 2018. Pengambilan data pada Pengabdian ini menggunakan
instrumen Pengabdian berupa kuesioner tentang pengetahuan mengenai 1000 HPK dan
pengetahuan mengenai ASI eksklusif.
3.2 Cara Analisis Hasil
Kuesioner yang telah diisi dimasukkan ke dalam master tabel kemudian diolah dengan
menggunakan program SPPS versi 18. Analisis data menggunakan data bivariat akan tetapi tidak
di analisis hubungan karena hanya ingin diketahui karakteritisk yang paling banyak mendukung
pengetahuan ibu bayi dan balita. Oleh karena itu, hasil analisis disajikan dalam bentuk table silang.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Pengetahuan ibu tentang 1000 HPK dengan Karakteristik Ibu
Karakteristik Pengetahuan
n % Baik Cukup
n % n %
Umur Ibu
<20 3 7,32 0 0 3 7,32
20-35 30 73,17 2 4,88 32 78,05
>35 6 14,63 0 0 6 14,63
Jumlah 94,12 2 4,88 41 100
12
Paritas
Primi 17 41,46 0 0 17 41,46
Multi 22 53,66 2 4,88 24 58,54
Jumlah 95,12 2 4,88 41 100
Pendidikan
SD 9 21,95 0 0 9 21,95
SMP 17 41,46 1 2,44 18 43,90
SMA 8 19,51 1 2,44 9 21,95
PT 5 12,20 0 0 5 12,20
Jumlah 95,12 2 4,88 41 100
Pekerjaan
Tidak bekerja 28 68,29 1 2,44 29 70.73
PNS 3 7,32 0 0 3 7,3
Swasta 5 12,20 0 0 5 12,20
Wiraswasta 1 2,44 0 0 1 2,44
Buruh 1 2.44 0 0 1 2,44
Lainnya 1 2,44 0 0 1 2,44
Tidak
menjawab 0
0 1
2,44 1 2,44
Jumlah 95,12 2 4,88 41 100
Berdasarkan tabel 1. Didapatkan bahwa pengetahuan ibu baik tentang ASI Eksklusif dan
1000 HPK dengan karakteristik usia 20-35 tahun sebesar 73,17%, paritas multipara sebesar
53,66%, Pendidikan SMP sebesar 41,46%, dan ibu tidak bekerja sebesar 68,29%.
Gbr 1. Pendidikan Kesehatan tentang pentingnya ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik yang mengandung semua unsur zat gizi
yang dibutuhkan bayi usia 0-6 bulan. ASI dapat memengaruhi tumbuh kembang bayi, termasuk
perkembangan mental emosional melalui kelekatan yang terbentuk lewat menyusui. Berdasarkan
13
hasil Pengabdian yang dilakukan di Semarang bahwa riwayat pemberian ASI, pengetahuan ibu,
sikap ibu, dan tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap mental
emosional anak. (Any Setyarini, 2015)
Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di Kabupaten Rokan Hulu menunjukkan
bahwa informasi dari tenaga kesehatan berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif dan
dukungan keluarga berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif. Pekerjaan ibu tidak
berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif. Oleh karena itu, diharapkan bagi Puskesmas agar
memberikan informasi tentang ASI Eksklusif mengacu pada sepuluh langkah menuju keberhasilan
menyusui sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga. (Herlina Susmaneli, 2013)
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan apabila sejak awal kehidupan mengalami
kekurangan gizi yang bersifat kronik maka akan terjadi stunting pada balita. Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya stunting pada balita, seperti karakteristik balita dan faktor sosial ekonomi.
Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di Surabaya bahwa terdapat hubungan antara
panjang badan lahir balita, riwayat ASI eksklusif, pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dan
pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian stunting pada balita. Oleh karena itu, diperlukan program
yang terintegrasi dan multisektoral untuk meningkatkan pendapatan keluarga, pendidikan ibu,
pengetahuan gizi ibu, dan pemberian ASI eksklusif untuk mengurangi kejadian stunting. (Khoirun
Ni’mah, 2015)
Gbr 2. Pendidikan Kesehatan tentang 1000 HPK
Pengabdian ini dilakukan dengan mengadakan kegiatan Pendidikan Kesehatan kepada ibu
yang memiliki bayi dan balita tentang pentingnya pertumbuhan dan perkembangan bayi pada 1000
Hari Pertama Kehidupan. Pendidikan kesehatan ini bertujuan untuk mencegah kejadian stunting
pada balita yang dilakukan pada saat kegiatan Posyandu di Desa Margaasih.
14
Menurut Menteri Kesehatan bahwa upaya perbaikan gizi pada 1000 hari kehidupan, telah
ditetapkan beberapa kebijakan, diantaranya, meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan
kehamilan dan persalinan, melakukan sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan UU nomor 36/2009
tentang Kesehatan dan PP nomor 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, meningkatkan
cakupan dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan melalui penyediaan dukungan tenaga,
penyediaan obat gizi dan suplementasi yang cukup, meningkatkan kegiatan edukasi kesehatan dan
gizi melalui budaya perilaku hidup bersih dan sehat, serta dengan meningkatkan komitmen
berbagai pemangku kepentingan terutama lintas sektor, dunia usaha serta masyarakat untuk
bersama-sama memenuhi kebutuhan pangan tingkat keluarga. (Kemenkes RI, 2012)
Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di Kabupaten Banyumas bahwa sebagian besar
pengetahuan responden tentang gizi 1000 hari pertama kehidupan adalah baik, dan sebagian besar
sikap responden terhadap gizi 1000 hari pertama kehidupan adalah mendukung. Akan tetapi,
setelah diuji korelasi tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang gizi
1000 hari pertama kehidupan. (Yuli Trisnawati, dkk, 2016)
Selain itu juga, faktor genetik dan faktor lingkungan berpengaruh sangat besar terutama pada
saat 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak, yang dimulai sejak masa kehamilan hingga
menyusui sampai usia anak 2 tahun. (Siti Tatmainul Qulub, 2016)
Berdasarkan hasil Pengabdian yang dilakukan di Sulawesi Tengah didapatkan bahwa
prevalensi Stunting Balita Dua Tahun pada tahun 2007, 2011 dan 2016 berturut-turut 32,3%,
31,5% dan 26,0%. Kegiatan yang telah dilakukan oleh dinas kesehatan dilanjutkan dengan
meningkatkan kerjasama lintas sektor dalam program sensitif 1000 hari pertama kehidupan.
Masalah stunting baduta tertinggi pada kelompok umur 12-23 bulan yang berarti pencegahan
stunting berfokus pada penguatan program makanan pendamping ASI. (Nasrul dkk, 2017)
Salah satu penyebab stunting adalah pola asuh ibu terhadap balitanya. Pola asuh ibu berkaitan
dengan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan ibu. Tingkat pendidikan ibu yang rendah akan
lebih sulit menerima informasi daripada ibu dengan tingkat pendidikan tinggi. Pengetahuan yang
kurang dapat menjadikan pola asuh ibu kurang sehingga memengaruhi kejadian stunting pada
balita.UpayaPemerintah untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi seimbang, kesehatan
anak, dan masalah gizi balita kepada ibu balita, dan ibu hamil untuk mencegah stunting dengan
melakukan promosi kesehatan dan konseling secara rutin oleh bidan desa. (Cholifatun Ni’mah,
2015)
15
Selain itu juga, pengetahuan ibu tentang pemberian makan yang kurang baik, masalah
ekonomi serta penyakit infeksi dapat berkontribusi terhadap kejadian stunting. Oleh karena itu,
dibutuhkan desain perubahan perilaku terencanauntuk meningkatkan kemampuan dan
kemandirian ibu dalam pencegahan terhadap kejadian stunting, salah satunya adalah program
Mother Smart Grounding (MSG). Program MSG pun merupakan edukasi sepaket berupa
penyuluhan konvensional, pembagian booklet, dan demontrasi jajanan sehat berbahan pangan
lokal kelor (Moringa oleifera). Berdasarkanhasil Pengabdianyang dilakukan di Kota Kendari
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, dan motivasi ibu balita sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan dengan program MSG, (Wa Ode Sri Andriani, 2017).Simpulan
pada Pengabdian ini bahwa pengetahuan ibu baik tentang ASI Eksklusif dan 1000 HPK paling
besar dipengaruhi oleh usia 20-35 tahun.
5. SIMPULAN
Pendidikan Kesehatan yang diberikan pada saat kegiatan Posyandu di Desa Marga Asih
memberikan hasil bahwa pengetahuan ibu baik tentang 1000 HPK paling besar dipengaruhi oleh
usia 20-35 tahun. Hal tersebut merupakan bagian dari upaya promotive dan preventif yang
dilakukan tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya kejadian stunting pada balita terutama di
desa Marga Asih, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2011. Menuju Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Kinerja Dua Tahun
Kementerian Kesehatan RI 2009-2011.
Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Widya Rahmawati, dkk.2016.Gambaran Masalah Gizi pada 1000 HPK di Kota dan Kabupaten
Malang, Indonesia. Indonesian Journal of Human Nutrition, Vol.3 No.1 Suplemen : 20 – 31.
Any Setyarini, Maria Mexitalia, Ani Margawati. 2015. Pengaruh pemberian asi eksklusif dan non
eksklusif terhadap mental emosional anak usia 3-4 tahun. Jurnal Gizi Indonesia (ISBN : 1858-
4942)Vol. 4, No. 1, Desember 2015: 16-21.
Herlina Susmaneli. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Rambah Hilir I Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Komunitas, Vol. 2, No. 2.
16
Siti Tatmainul Qulub. 2016. Pembentukan Kualitas Anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan
Perspektif Hukum Islam. Journal al-Jinâyah | Volume 2 Nomor 2.
Kemenkes RI. 2012. Penuhi Kebutuhan Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan.
www.depkes.go.id. Dipublikasikan pada : Rabu, 15 Agustus 2012 01:18:22.
Yuli Trisnawati, Sugi Purwanti, Misrina Retnowati. 2016. Studi Deskriptif Pengetahuan dan Sikap
Ibu Hamil tentang Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan di Puskesmas Sokaraja Kabupaten
Banyumas. Jurnal Kebidanan 08 (02) 127-224.
Nasrul, Rusli Maudu, Fahmi Hafid. 2017. Trend dan Prevalensi Stunting Baduta pada Tahun
2007-2016 di Sulawesi Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 8 Nomor 2: 73-78.
Cholifatun Ni’mah, Lailatul Muniroh. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan
dan Pola Asuh Ibu dengan Wasting dan Stunting pada Balita Keluarga Miskin. Media Gizi
Indonesia, Vol. 10, No. 1: hlm. 84–90.
Wa Ode Sri Andriani, Farit Rezal, WD. ST. Nurzalmariah. 2017. Perbedaan Pengetahuan, Sikap,
dan Motivasi Ibu Sesudah Diberikan Program Mother Smart Grounding (MSG) Dalam
Pencegahan Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Vol.2/No.6/Mei 2017; ISSN 250-731X.