astronomi evolusi bintang

Upload: rusdihanif

Post on 08-Mar-2016

283 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

evolusi bintang

TRANSCRIPT

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Evolusi Bintang

    Bintang-bintang generasi pertama dilahirkan sekitar 13 miliar tahun lalu, ketika galaksi

    kita mulai memadat dari proses pemuaian jagat raya. Sebagian besar diantaranya masih

    terbuat dari hidrogen dan helium. Kedua unsur ini memang merupakan satu-satunya

    elemen yang terbentuk dalam jumlah besar selama proses dentuman besar (big bang)

    yang diyakini menandai awal terciptanya alam semesta.

    Bintang-bintang seperti halnya Matahari lahir secara berkelompok dalam kompleks-

    kompleks awan besar yang termampatkan yang disebut nebula. Salah satu nebula yang

    terkenal yang menjadi tempat kelahiran banyak bintang adalah sebuah bercak samar di

    rasi Orion yang dikenal sebagai Nebula Orion. Dilihat dari luar, sebuah nebula nampak

    gelap dan suram, namun di bagian dalamnya mereka teriluminasi dengan cemerlang oleh

    bintang-bintang yang baru lahir. Setelah itu, bintang-bintang muda itu akan melanglang

    keluar dari tempat kelahirannya di galaksi induknya.

    Gambar 1: Nebula Orion

    Ke arah bintang Deneb di rasi Cygnus ada suatu gelembung super yang sangat besar dari

    gas yang sangat panas yang mungkin dihasilkan oleh ledakan sebuah supernova di dekat

    pusat gelembung itu. Pada tepiannya, materi antar bintang dimampatkan oleh gelombang

    supernova dan memicu keruntuhan awan dan pembentukan bintang. Dari segi ini,

    sebagaimana kehidupan manusia, bintang juga memiliki orangtua. Dan seperti yang

    kadang-kadang kita alami, orangtua juga dapat mengalami kematian ketika melahirkan

    anaknya.

    Dalam periode remajanya, sebuah bintang biasanya masih diselubungi oleh berkas nebula

    gas yang berpendar, sisa-sisa dari proses pembentukan yang secara gravitasional masih

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    melekat padanya. Contoh bintang semacam ini bisa kita lihat pada bintang-bintang di rasi

    Pleiades.

    Mirip seperti yang dialami manusia, bintang-bintang yang beranjak dewasa berkelana

    jauh dari rumah, dan saudara-saudara sekandung jarang saling bertemu. Bisa jadi di suatu

    tempat di galaksi Bimasakti ada bintang-bintang, mungkin lusinan jumlahnya, yang

    merupakan saudara sekandung dari Matahari kita. Mereka terbentuk dari nebula yang

    sama sekitar 5 milyar tahun lalu. Tapi kita tidak tahu bintang yang manakah itu. Mereka

    bisa saja berada di sisi lain dari galaksi kita, atau mungkin menjadi salah satu dari bintang

    kecil tak berarti yang kita lihat berkelap-kelip di langit malam.

    Dalam proses kelahiran sebuah bintang, tumbukan molekul gas dalam interior awan

    memanaskannya hingga pada akhirnya tiba ke titik dimana atom-atom hidrogen mulai

    bergabung menjadi helium: empat atom hidrogen bersatu untuk membentuk satu inti

    helium. Proses ini diikuti dengan pelepasan foton sinar gamma. Foton tersebut

    mengalami alternasi emisi dan absorpsi oleh materi yang terhampar, yang secara

    berangsur-angsur berupaya mencapai permukaan bintang.

    Dalam perjalanannya, foton terus menerus mengalami kehilangan energi. Butuh waktu

    hingga sejuta tahun bagi foton untuk mencapai permukaan bintang dan dipancarkan ke

    ruang. Sang bintang kini telah menyala. Keruntuhan gravitasional awan pra-bintang telah

    terhenti. Beban lapisan-lapisan terluar bintang sekarang didukung oleh suhu dan tekanan

    tinggi yang dihasilkan di bagian interior reaksi inti. Matahari berada pada kondisi stabil

    seperti itu selama 5 milyar tahun terakhir. Reaksi termonuklir seperti yang terjadi pada

    bom hidrogen memberikan tenaga kepada matahari dalam ledakan yang kontinyu dan

    berwadah, mengubah sekitar 4 juta ton hidrogen tiap detiknya. Ketika kita menengadahi

    langit malam dan memandang kelap-kelip bintang, semua yang kita lihat bercahaya

    karena adanya penggabungan inti hidrogen di kejauhan.

    Akhir Hidup Bintang

    Proses fusi dalam bintang-bintang ini terus mengubah hidrogen menjadi helium. Ketika

    persediaan hidrogen habis, maka helium mulai terbakar untuk membentuk elemen yang

    lebih berat. Reaksi penyatuan ini akan terus berlangsung untuk memberi tenaga kepada

    bintang sampai seluruh intinya berubah menjadi besi. Besi tidak dapat melewati proses

    fusi untuk membentuk elemen yang lebih berat sehingga bahan bakar nuklir di bintang itu

    pun habislah.

    Kecepatan bintang membakar persediaan nuklir tergantung pada massanya. Sebagai

    bintang bermassa sedang, Matahari kita masih belum sampai separuh jalan dalam fase

    pertama evolusi bintang. Matahari telah membakar hidrogen selama 5 milyar tahun dan

    masih akan berpijar mantap hingga 5 milyar tahun berikutnya. Sebaliknya, bintang-

    bintang bermassa besar (sekitar 10 kali massa matahari) akan membakar persediaan

    hidrogennya dengan kecepatan hingga 1000 kali kecepatan proses serupa pada bintang

    sekelas Matahari. Bintang semacam ini akan menghabiskan bahan bakarnya dalam tempo

    kurang dari 100 juta tahun.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Nasib yang disediakan bagi masing-masing tipe bintang ini di akhir hidupnya juga

    berbeda. Bintang sekelas Matahari akan mengakhiri hidupnya dalam sebuah proses

    evolusi yang lambat. Ketika persediaan hidrogennya mulai berkurang, teras bintang akan

    menyusut. Penyusutan itu akan menghasilkan lebih banyak energi yang menyebabkan

    terhentinya penyusutan, dan bintang bersangkutan akan mulai mengembang. Bintang itu

    akan terus membengkak hingga menjadi sebuah bintang raksasa merah (red giant).

    Helium yang terbentuk dalam proses fusi bintang itu semasa hidupnya akan membeku

    dan membuatnya lebih mengembang. Menjelang habisnya helium, bintang tersebut akan

    menjadi labil. Ia akan melepas lapisan luarnya dan sisanya akan runtuh kedalam. Bintang

    itu akan mulai berkontraksi dan menjelma menjadi bintang kerdil putih (white dwarfs),

    yang berukuran kira-kira sebesar Bumi namun dengan kerapatan yang sangat tinggi.

    Bintang tersebut akan mengalami tahapan ini sampai suatu saat produksi energi benar-

    benar terhenti dan bintang itu akan menemui ajalnya sebagai sebuah bintang mati yang

    dingin dan gelap.

    Bintang-bintang bermassa besar akan mengakhiri hidupnya secepat ia membakar

    persediaan hidrogennya.Dalam tempo beberapa detik setelah bahan bakar nuklirnya

    habis, sebuah reaksi nuklir yang lebih eksotik segera berlangsung untuk

    mengantarkannya sebagai sebuah supernova.

    Supernova

    Proses terbentuknya supernova biasanya berawal dari pembangkitan pusat besi yang

    masif oleh fusi silikon. Dibawah tekanan yang sangat tinggi, elektron bebas didalam

    interior bintang dipaksa untuk menyatu dengan proton inti besi, dimana muatan listrik

    yang sama dan berlawanan saling meniadakan. Bagian dalam inti bintang akan berubah

    menjadi suatu nukleus atom raksasa tunggal, mengisi volume yang jauh lebih kecil

    daripada elektron dari inti besi sebelumnya. Pusat itu meledak ke dalam dengan kuatnya,

    bagian eksterior menyatu kembali dan suatu ledakan supernova dihasilkan. Supernova

    dapat lebih cemerlang daripada keseluruhan cahaya yang dihasilkan oleh semua bintang

    lain dalam galaksi dimana supernova terbentuk.

    Terbentuknya supernova temasuk fenomena yang jarang terjadi. Pada umumnya,

    terjadinya supernova dalam sebuah galaksi adalah berkisar sekali dalam satu abad.

    Sepanjang hidup sebuah galaksi -- sekitar 10 milyar tahun -- 100 juta bintang akan

    meledak. Ini jumlah yang sangat banyak, tetapi itu baru berarti hanya satu diantara 1000

    bintang yang akan berakhir sebagai sebuah supernova.

    Salah satu supernova yang terkenal dicatat oleh para astronom China pada 4 Juli 1054.

    Dalam catatan itu disebutkan bahwa sebuah bintang baru -- mereka menyebutnya

    "bintang tamu" -- yang sebelumnya tidak pernah terlihat mendadak muncul di rasi Taurus

    dan bersinar dengan sangat terang. Konon sinarnya begitu terang sehingga dapat terlihat

    di siang hari, sementara di malam hari orang bisa membaca hanya dengan mengandalkan

    sinarnya. Objek ini terlihat hingga tiga bulan sebelum akhirnya lenyap begitu saja. Sisa-

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    sisa peristiwa itu masih dapat kita lihat saat ini melalui teleskop sebagai sebuah nebula

    yang dikenal sebagai Nebula Kepiting (Crab Nebula).

    Gambar 2: Nebula Kepiting, sisa ledakan supernova tahun 1054

    Astronom lain dari beberapa kebudayaan, termasuk diantaranya astronom Arab, juga

    mencatat kejadian ini. Satu hal yang menarik bahwa peristiwa ini tidak tercatat pada

    semua kronik Eropa barat masa itu. Hal ini mungkin bisa dipahami mengingat dogma

    gereja masa itu menyatakan bahwa langit bersifat kekal dan tidak pernah berubah.

    Karenanya, bagi astronom Eropa masa itu melaporkan hal-hal yang bertentangan dengan

    pandangan gereja mengandung resiko dikenakan tuduhan bidah yang diancam dengan

    hukuman berat.

    Baru pada 1572, Tycho Brahe, seorang astronom Eropa melaporkan adanya sebuah

    supernova lain. Ia menyebutnya nova stella, yang artinya "bintang baru". Supernova

    lainnya tercatat pada 1604 oleh Johannes Kepler. Sayangnya, tidak ada supernova yang

    teramati di galaksi kita sejak penemuan teleskop, dan selama berabad-abad para astronom

    dibuat penasaran oleh pencarian terhadap objek ini.

    Nova

    Dua buah bintang dengan massa yang hampir sama akan berevolusi hampir secara

    sejajar. Tetapi bintang yang lebih masif akan lebih cepat menghabiskan bahan bakar

    nuklirnya, lebih cepat menjadi raksasa merah, dan menjadi yang pertama mencapai

    kemunduran akhir kerdil putih. Karenanya, seharusnya ada banyak (dan kenyataannya

    memang demikian) kasus bintang ganda dimana satu komponennya adalah bintang

    raksasa merah, dan pasangannya berupa kerdil putih.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Sejumlah pasangan semacam itu sedemikian dekatnya hingga bersentuhan. Sebagian

    atmosfer mengalir dari bintang raksasa merah yang bengkak ke kerdil putih yang masif

    lewat suatu daerah tertentu dari permukaan kerdil putih. Hidrogen menumpuk menekan

    hingga tekanan dan suhunya terus meninggi karena gravitasi yang kuat dari kerdil putih.

    Demikian seterusnya hingga sejumlah atmosfer yang "dicuri" dari raksasa merah

    mengalami reaksi termonuklir, dan kerdil putih meletup sesaat menjadi lebih cemerlang.

    Bintang ganda semacam itu biasa disebut sebagai nova. Secara umum, nova memiliki

    asal-usul yang berbeda dari supernova. Nova hanya terdapat pada sistem bintang ganda

    dan dimotori oleh fusi hidrogen, sedangkan supernova terjadi pada bintang tunggal dan

    dimotori oleh peleburan silikon.

    Kembali ke Asal

    Sepintas supernova merupakan tahap akhir dari kehidupan sebuah bintang. Namun, kita

    tidak boleh lupa bahwa bintang-bintang dan planet pengiringnya juga dilahirkan dari

    keruntuhan gravitasional awan gas dan debu antar bintang. Dengan demikian, supernova

    selain merupakan akhir dari riwayat sebuah bintang, di sisi lain juga merupakan pemicu

    tahapan evolusi bintang yang melahirkan bintang-bintang baru.

    Banyak dari elemen-elemen berat yang dihasilkan selama hidup sebuah bintang atau

    setelah meledak menjadi sebuah supernova tersebar di ruang antar bintang. Sebagian dari

    "debu bintang" ini bergabung dengan gas yang runtuh dan membentuk bintang lain di

    suatu tempat. Miliaran tahun kemudian, generasi bintang-bintang berikutnya pun terlahir.

    Masing-masing bintang bisa dikelilingi oleh lingkaran gas dan debu yang dapat menyatu

    dan membentuk planet berisi elemen-elemen berat seperti kalsium, karbon, dan besi.

    Adalah kenyataan yang menakjubkan bahwa kita semua tersusun dari elemen-elemen itu.

    Nitrogen dalam DNA kita, kalsium dalam tulang dan gigi kita, dan besi dalam darah kita,

    semua atom yang membentuk tubuh kita, terbentuk milyaran tahun yang lalu di perapian

    yang berasal dari keruntuhan sebuah bintang. Kita semua terbuat dari materi bintang.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Menyibak Tirai Jingga:

    Pendaratan Huygens di Titan

    Pada tanggal 14 Januari 2005, wahana pendarat Huygens

    yang dibawa oleh orbiter Cassini berhasil mendarat ke

    permukaan Titan, salah satu bulan Saturnus. Wahana

    Cassini-Huygens diluncurkan pada 15 Oktober 1997

    dengan misi untuk mempelajari planet Saturnus beserta

    bulan-bulan utamanya. Huygens adalah nama untuk

    wahana pendarat yang akan diturunkan ke permukaan

    Titan.

    Titan adalah salah satu objek yang sangat menarik

    perhatian para astronom. Dengan atmosfir yang didominasi

    oleh nitrogen dan elemen-elemen hidrokarbon lain yang

    membentuk warna jingga pada permukaannya, memunculkan spekulasi bahwa

    permukaan Titan mirip dengan Bumi kita di usia mudanya. Hal ini dikarenakan elemen

    hidrokarbon yang melimpah tersebut dapat membentuk asam amino yang dibutuhkan

    dalam pembentukan organisme hidup di permukaan planet.

    Sebelumnya, masih sangat sedikit yang diketahui tentang Titan. Temperatur pada

    permukaannya diperkirakan sekitar -178C (-289F). Ia diduga memiliki lapisan atmosfir

    yang lebih tebal apabila dibandingkan dengan Merkurius, Bumi, Mars, maupun Pluto

    dengan tekanan atmosfir sebesar 1,6 bar, 60% lebih tinggi dari tekanan atmosfir Bumi.

    Permukaan Titan diduga terdiri dari "lautan" atau "danau" dari metana dan etana. Air

    dalam bentuk yang kita kenal akan membeku karena temperaturnya yang rendah.

    Pengamatan oleh wahana Voyager 1 pada tahun 1980 tidak menghasilkan data yang

    berarti karena Titan ternyata diselimuti oleh awan dan atmosfir tebal berwarna jingga

    yang tidak dapat ditembus oleh peralatan sensor yang dibawa Voyager.

    Wahana Cassini-Huygens

    Misi Cassini-Huygens adalah hasil kerjasama

    antara Badan Ruang Angkasa Amerika (NASA),

    Badan Ruang Angkasa Eropa (ESA), dan Badan

    Ruang Angkasa Italia (ASI). Wahana pengorbit

    Cassini yang dirancang oleh NASA itu akan

    mengorbit Saturnus selama sekitar 4 tahun untuk

    melakukan survey terhadap planet tersebut

    beserta cincin dan bulan-bulannya. Sementara

    itu, pendarat Huygens yang dirancang oleh ESA

    menjadi pendarat pertama yang tiba di dunia

    lain pada tata surya bagian luar, di permukaan

    Titan. Data dari wahana Cassini dan Huygens

    diharapkan memberikan petunjuk mengenai bagaimana organisme hidup mulai

    berkembang di Bumi kita.

    Potret Titan oleh Voyager 1

    Cassini-Huygens Melintasi Saturnus

    (gambaran oleh artis)

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Kedua wahana ini dinamai menurut nama dua orang astronom yang berkontribusi

    terhadap pengetahuan kita tentang Saturnus, masing-masing adalah astronom Italia, Jean-

    Dominique Cassini (1625-1712), dan Astronom Belanda, Christiaan Huygens (1629-

    1695). Cassini adalah penemu empat satelit Saturnus: Iapetus, Rhea, Tethys, dan Dione.

    Pada 1675, ia juga menemukan apa yang sekarang disebui sebagai Batas Cassini (Cassini Division), suatu celah kecil yang memisahkan cincin-cincin Saturnus. Sementara

    itu, Huygens tercatat sebagai penemu cincin Saturnus beserta bulannya yang terbesar,

    Titan.

    Wahana Cassini-Huygens diluncurkan pada 15 Oktober 1997 dengan menggunakan roket

    Titan-IVB/Centaur, dari Cape Canaveral, Florida, AS. Wahana ini tiba di orbit Saturnus,

    pada bulan Juli 2004. Pada 25 Desember 2004, modul pendarat Huygens dilepaskan dari

    gendongan pengorbit Cassini, dan akhirnya tiba di permukaan Titan pada 14 Januari 2005.

    Dengan bobot sekitar 5.6 ton, Cassini-Huygens merupakan wahana antar-planet terbesar

    yang pernah dibuat. Dalam perjalanannya, wahana ini sempat diarahkan untuk mendapat

    dorongan gravitasi, masing-masing dari planet Venus (April 1998), Venus (Juni 1999),

    Bumi (Agustus 199), dan Jupiter (Desember 2000). Manuver ini dilakukan untuk

    menghemat penggunaan bahan bakar. Dorongan gravitasi pada dua perlintasan dengan

    Venus dan sekali dengan Bumi saja menghasilkan gaya dorong yang setara dengan yang

    dihasilkan oleh 68.040 kilogram bahan bakar roket.

    Atmosfir di Titan

    Gambar jarak dekat pertama dari titan dikirimkan oleh

    wahana Voyager 1 pada 1980. Gambar ini hanya

    menunjukkan awan tebal berwarna jingga yang homogen.

    Begitu tebalnya hingga permukaannya tidak dapat terlihat.

    Namun demikian, data lainnya yang didapat menunjukkan

    banyak hal menarik. Sama seperti di Bumi, Atmosfir

    Titan kebanyakan terdiri dari nitrogen, tapi juga ditemui

    metana dan banyak senyawa organik lainnya.

    Sebelum kedatangan wahana Huygens, para astronom

    telah mengobservasi Titan menggunakan teleskop-

    teleskop terkuat di Bumi. Gambar-gambar yang diambil

    dari observatorium WM Keck menunjukkan adanya

    kandungan metana pada awan di dekat kutub selatan Titan. Ini bisa menunjukkan bahwa

    Titan memiliki siklus cuaca yang mirip dengan yang terjadi di Bumi. Penemuan ini

    dianggap paling signifikan dalam memperjelas bahwa atmosfir Titan ternyata lebih

    dinamis daripada yang sebelumnya diperkirakan. Untuk itu, Orbiter Cassini juga akan

    mengamati awan ini, dan melakukan observasi secara rinci sebelum, selama, dan setelah

    melepaskan wahana pendarat Huygens.

    Huyhens menjelang mendarat

    (gambaran oleh artis)

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Kandungan senyawa organik di atmosfir Titan mengundang perhatian khusus dari para

    astronom karena sebagian daripadanya merupakan indikasi adanya bentuk kehidupan

    apabila ditemui pada lingkungan yang mirip dengan Bumi kita. Senyawa organik

    terbentuk apabila terjadi penghancuran metana oleh sinar matahari. Apabila sinar

    matahari terus menerus menghancurkan metana, bagaimana metana masih bisa ada di

    permukaan Titan?

    Pada Bumi kita, metana juga dihasilkan oleh organisme hidup. Metana adalah salah satu

    produk sampingan dari metabolisme mahluk hidup. Di Bumi, sumber-sumber biologis

    seperti tumbuhan dan hewan secara kontinyu menghasilkan gas untuk menggantikan gas

    yang lenyap akibat oksidasi. Namun demikian, Titan bukanlah tempat yang cocok untuk

    menyokong keberadaan organisme biologis. Temperaturnya terlalu dingin untuk

    mendukung keberadaan air dalam bentuk cair yang sangat dibutuhkan oleh mahluk hidup.

    Gambar permukaan Titan dari ketinggian, dipotret oleh

    wahana Huygens menjelang pendaratan

    Sebuah teori yang eksotis memperkirakan bahwa sebuah tumbukan dengan benda

    angkasa, meteorit misalnya, mungkin menghasilkan cukup panas untuk mencairkan air di

    permukaan Titan selama beberapa ratus atau ribu tahun. Untuk saat ini Titan bukanlah

    tempat yang cocok untuk ditinggali organisme hidup. Namun demikian, adanya

    kandungan metana yang ada di atosfir Titan masih merupakan teka-teki bagi para

    ilmuwan. Hal inilah yang membuahkan hipotesis tentang adanya lautan yang terdiri dari metana diatas atau dibawah permukaannya.

    Kondisi di Permukaan

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Setelah perjalanan panjang selama tujuh tahun lebih, menempuh

    jarak sejauh 3.5 miliar km, Huygens telah melakukan pendaratan

    bersejarah di permukaan Titan. Selama perjalanan memasuki

    atmosfir Titan hingga mendarat, perangkat Descent Imager-

    Spectral Radiometer (DSIR) mengirimkan gambar-gambar yang

    menunjukkan fitur permukaan yang spektakuler. Gambar yang

    diambil dari berbagai ketinggian itu menunjukkan permukaan

    yang sangat mirip dengan Bumi, baik dari segi geologi maupun

    meteorologi. Gambar-gambar tersebut menunjukkan jaringan

    yang kompleks dari kanal-kanal yang sempit yang menjulur dari

    dataran yang tinggi ke daerah yang lebih rendah. Saluran itu

    bergabung membentuk sungai yang kemudian mengalir menuju permukaan yang mirip danau, dengan garis pantai dan tebing yang sangat mirip dengan yang ada di permukaan Bumi kita.

    Sementara itu, data dari perangkat Gas Chromatographs and

    Mass Spectrometer (GCMS) dan Surface Science Package (SSP)

    memperkuat kesimpulan sebelumnya tentang adanya cairan di

    permukaan Titan. Hanya saja cairan itu tidak berwujud air seperti yang kita kenal di

    Bumi, melainkan berupa metana, suatu senyawa organik sederhana yang dapat terbentuk

    dalam wujud cair atau gas pada temperatur sedingin permukaan Titan. Saat ini, baik

    sungai maupun danau disana sedang dalam keadaan kering, namun diperoleh indikasi

    bahwa hujan mungkin sempat turun tidak lama sebelumnya.

    Data yang dikirim oleh perangkat SSP juga mengindikasikan bahwa material yang

    membentuk kerak permukaan Titan memiliki kandungan pasir yang renggang, yang

    kemungkinan terbentuk akibat hujan metana yang jatuh di permukaan dalam kurun yang

    sangat lama, atau semburan dari material cair dari bawah permukaan ke atasnya.

    Sesaat setelah pendaratan, perangkat GCMS dan SSP berhasil mendeteksi semburan gas

    metana yang menguap dari material permukaan. Hal ini merupakan akibat dari panas

    yang ditimbulkan Huyges saat mendarat yang menghangatkan tanah dibawahnya. Gejala

    ini memperkuat dugaan akan peran signifikan metana dalam geologi dan meteorologi

    atmosfer Titan -- membentuk kabut dan endapan yang mengerosi dan mengaberasi

    permukaan.

    Gambar berwarna

    permukaan Titan

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Gambar permukaan yang diambil oleh DISR

    dari tempat pendaratan juga menunjukkan

    kerikil berbentuk bulatan-bulatan kecil.

    Pengukuran spektrum (warna) pada objek

    tersebut lebih menunjukkan komposisi yang

    terdiri dari es air ketimbang batuan silikat.

    Hanya saja, dibawah temperatur sedingin

    Titan, maka es tersebut memiliki kepadatan

    sekeras batu. Tanah di Titan kelihatannya

    setidaknya sebagian terbentuk dari endapan

    deposit dari material organik yang

    menyelubungi planet itu. Material gelap ini

    menetap diluar atmosfir. Saat terbawa dari

    ketinggian oleh hujan metana, materi ini

    terkonsentrasi pada kanal-kanal kering dan

    palungan hingga membentuk apa yang

    terlihat sebagai daerah yang gelap pada

    gambar-gambar yang diambil dari ketinggian

    oleh wahana Huygens menjelang pendaratan.

    Ditemukan pula fakta baru yang cukup menarik. Berdasarkan penemuan kandungan gas

    karbon 40 pada atmosfir Titan diperoleh indikasi adanya aktivitas vulkanis. Tetapi

    aktivitas ini tidak menghasilkan lava sebagaimana aktivitas serupa di Bumi, melainkan es

    yang terdiri dari air dan amonia.

    Dengan demikian, walaupun banyak gejala geofisika yang familiar di Bumi, juga terjadi

    di Titan, namun secara kimiawi sebenarnya berbeda. Apabila Bumi memiliki air cair,

    maka di Titan dijumpai metana cair. Batuannya bukan terdiri dari silika, tetapi dari es air.

    Yang menutupi permukaannya bukanlah tanah, melainkan partikel hidrokarbon yang

    terbawa oleh atmosfir. Aktivitas vulkanis di permukaannya memuntahkan es yang sangat

    dingin dan bukannya lava. Titan adalah dunia yang sangat luar biasa, yang memiliki

    proses geofisika yang melibatkan material eksotik dalam kondisi yang sangat berbeda

    dengan Bumi kita.

    Fitur permukaan Titan dari udara:

    kanal, pegunungan, dan dataran rendah

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Tipe - Tipe Galaksi

    Dengan mempergunakan teleskop 250 cm di Observatorium Mount Palomar, astronom

    Edwin Hubble (1924) memotret sebuah galaksi di rasi Andromeda. Dia menjelaskan,

    untuk ertama kalinya, bentuk galaksi yang kemudian terkenal dengan nama galaksi

    Andromeda, berjarak 2 juta tahun cahaya dari galaksi kita (Bimasakti/Milkyway).

    Galaksi Andromeda merupakan galaksi luar (extra galaxy) pertama yang diketahui

    astronom. Sejak penemuannya, banyak studi dilakukan dalam mempelajari galaksi-

    galaksi di luar galaksi Bimasakti tempat kita berada.

    Upaya para astronom mempelajari galaksi melalui pengamatan semenjak abad ke-18,

    telah melahirkan berbagai katalog benda-benda langit yang meliputi gugusan bintang

    termasuk didalamnya adalah galaksi. Pada tahun 1888, J.L.E. Dreyer mempublikasikan

    New General Catalogue of nebulae and Clusters of Stars yang memuat 7840 obyek langit.

    Katalog ini dilengkapi dengan suplemennya, Index Catalogues pada tahun 1895 dan

    1908. Umumnya katalog tersebut mempergunakan notasi NGC atau IC diikuti dengan

    nomor obyek dalam daftar. Sebagai contoh, galaksi Andro-meda diberi nomor katalogus

    NGC 224.

    Ada banyak galaksi-galaksi dengan berbagai ragam bentuknya. Hubble

    mengklasifikasikan galaksi-galaksi berdasarkan bentuknya ke dalam 3 kelompok

    utama, yakni:

    1. Galaksi spiral (S) Populasi galaksi berbentuk spiral ini yang terbanyak (80%). Galaksi ini memiliki struktur

    yang paling teratur dengan pusat, selubung bulat dan piringan dengan lengan spiral yang

    mengelilingi ekuator galaksi. Variasi dari galaksi spiral adalah galaksi spiral berbatang

    (SB), dengan bentuk cerutu yang melintasi pusat dan di kedua ujungnya pola spiral

    menjuntai.

    2. Galaksi eliptik (E) Galaksi dengan bentuk ini meliputi 17% dari seluruh populasi galaksi di alam semesta.

    Bentuknya lebih sederhana dibandingkan dengan galaksi spiral, karena hanya terdiri dari

    pusat dan selubung pipih. Kerapatan bintang lebih tinggi di pusat dibanding di tepiannya.

    3. Galaksi tidak beraturan Sebanyak 3% dari galaksi yang teramati sejauh ini menunjukkan bentuk yang tidak

    beraturan. Bentuknya lebih merupakan onggokan bintang dengan batas yang kurang jelas.

    Berbagai contoh nyata galaksi ini antara lain Awan Magellan kecil dan besar, tetangga

    galaksi kita, Bima Sakti.

    Pola galaksi yang dirangkum dan diklasifikasikan oleh Hubble ditafsirkannya sebagai

    perjalanan evolusi galaksi di alam semesta dari bentuk yang awalnya sangat teratur

    menuju bentuk yang tidak beraturan.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Posted by destiny_of_aries at 1:13 PM 0 comments

    Labels: materi

    Sunday, March 14, 2010

    Sekilas Tentang Badai Matahari

    Matahari adalah sumber dari semua energi yang kita kenal di Bumi. Jika kita merunut

    semua sumber energi yang kita kenal dan kita gunakan sehari-hari, semuanya akan

    bermuara pada Matahari. Matahari sendiri menghasilkan energi lewat reaksi nuklir yang

    terjadi di pusatnya. Namun, meski Matahari memegang peran penting sebagai sumber

    energi yang kita butuhkan, Matahari juga menyimpan potensi yang bisa memberikan

    ancaman bagi manusia dan ekosistem Bumi. Ancaman yang dimaksud adalah peristiwa

    yang dikenal dengan nama badai matahari.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Gambar 1. Struktur Matahari

    Sebelum membicarakan tentang badai matahari, kita akan melihat sekilas tentang

    Matahari. Matahari adalah sebuah bintang, yaitu bola plasma panas yang ditopang oleh

    gaya gravitasi. Di pusat Matahari (nomor 1 dalam Gambar 1), terjadi reaksi nuklir (fusi)

    yang mengubah 4 atom hidrogen menjadi 1 atom helium. Reaksi fusi tersebut, selain

    menghasilkan helium, juga menghasilkan energi dalam jumlah melimpah (ingat

    persamaan terkenal oleh Einstein: E=mc2). Energi yang dihasilkan, di pancarkan keluar

    melewati bagian-bagian Matahari, yaitu: zona radiatif (nomor 2), zona konventif (nomor

    3), dan bagian atmosfer Matahari, yang terdiri dari fotosfer (nomor 4), kromosfer (nomor

    5), dan korona (nomor 6). Dan badai Matahari adalah peristiwa yang berkaitan dengan

    bagian atmosfer Matahari tersebut.

    Bagian terluar dari Matahari, yaitu korona, memiliki temperatur yang mencapai jutaan

    kelvin. Dengan temparatur yang tinggi tersebut, materi yang berada di korona

    Matahari memiliki energi kinetik yang besar. Tarikan gravitasi Matahari tidak

    cukup kuat untuk mempertahankan materi korona yang memiliki energi kinetik

    yang besar itu dan secara terus menerus, partikel bermuatan yang berasal dari

    korona, akan lepas keluar angkasa. Aliran partikel ini dikenal dengan nama angin

    matahari, yang terutama terdiri dari elektron dan proton dengan energi sekitar 1 keV.

    Setiap tahunnya, sebanyak 1012 ton materi korona lepas menjadi angin matahari, yang

    bergerak dengan kecepatan antara 200-700 km/s.

    Berbeda dengan pusat Matahari yang relatif sederhana, bagian atmosfer Matahari relatif

    lebih rumit. Karena di atmosfer Matahari ini, medan magnetik Matahari berperan besar

    terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di dalamnya. Ada berbagai fenomena menarik

    diamati di atmosfer Matahari berkaitan dengan medan magnetik Matahari, seperti bintik

    matahari (sun spot), ledakan Matahari (solar flare), prominensa, dan pelontaran material

    korona (CME Coronal Mass Ejection). Hal-hal inilah yang berkaitan dengan badai matahari.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Jadi apa yang dimaksud dengan badai matahari?

    Singkatnya, badai matahari adalah kejadian/event dimana aktivitas Matahari berinteraksi

    dengan medan magnetik Bumi. Badai matahari ini berkaitan langsung dengan peristiwa

    solar flare dan CME. Kedua hal itulah yang menyebabkan terjadinya badai matahari.

    Solar flare adalah ledakan di Matahari akibat terbukanya salah satu kumparan medan

    magnet permukaan Matahari. Ledakan ini melepaskan partikel berenergi tinggi dan

    radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang sinar-x dan sinar gamma. Partikel

    berenergi tinggi yang dilepaskan oleh peristiwa solar flare, jika mengarah ke Bumi, akan

    mencapai Bumi dalam waktu 1-2 hari. Sedangkan radiasi elektromagnetik energi

    tingginya, akan mencapai Bumi dalam waktu hanya sekitar 8 menit.

    Lalu bagaimana dengan CME?

    CME adalah pelepasan material dari korona yang teramati sebagai letupan yang

    menyembur dari permukaan Matahari. Dalam semburan material korona ini, sekitar

    21011 41013 kilogram material dilontarkan dengan energi sebesar 1022 61024 joule. Material ini dilontarkan dengan kecepatan mulai dari 20 km/s sampai 2000 km/s, dengan

    rata-rata kecepatan 350 km/s. Untuk mencapai Bumi, dibutuhkan waktu 1-3 hari.

    Matahari kita memiliki siklus keaktifan dengan periode sekitar 11 tahun. Siklus

    keaktifan ini berkaitan dengan pembalikan kutub magnetik di permukaan

    Matahari. Keaktifan Matahari ini bisa dilihat dari jumlah bintik matahari yang

    teramati. Saat keaktifan Matahari mencapai maksimum, kita akan mengamati

    bintik matahari dalam jumlah paling banyak di permukaan Matahari dan pada saat

    keaktifan Matahari mencapai maksimum inilah, angin matahari lebih kencang dari biasanya dan partikel-partikel yang dipancarkan juga lebih energetik. Dan peristiwa solar

    flare dan CME dalam skala besar juga lebih dimungkinkan untuk terjadi. Dengan kata

    lain, saat keaktifan Matahari mencapai maksimum, Bumi akan lebih banyak dipapar

    dengan partikel-partikel bermuatan tinggi (lebih tinggi dari biasanya) dan radiasi

    elektromagnetik energi tinggi.

    Partikel-partikel bermuatan yang dipancarkan dari peristiwa solar flare dan CME, saat

    mencapai Bumi, akan berinteraksi dengan medan magnetik Bumi. Interaksi ini akan

    menyebabkan gangguan pada medan magnetik Bumi buat sementara.

    Saat partikel-partikel bermuatan dengan energi tinggi mencapai Bumi, ia akan diarahkan

    oleh medan magnetik Bumi, untuk bergerak sesuai dengan garis-garis medan magnetik

    Bumi, menuju ke arah kutub utara dan kutub selatan magnetik Bumi. Saat partikel-

    partikel energetik tersebut berbenturan dengan partikel udara dalam atmosfer Bumi, ia

    akan menyebabkan partikel udara (terutama nitrogen) terionisasi. Bagi kita yang berada

    di permukaan Bumi, yang kita amati adalah bentuk seperti tirai-tirai cahaya warna-warni

    di langit, yang dikenal dengan nama aurora. Aurora ini bisa diamati dari posisi lintang

    tinggi di sekitar kutub magnetik Bumi (utara dan selatan).

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Gambar 2. Aurora

    Saat terjadi badai matahari, partikel-partikel energetik tadi tidak hanya menghasilkan

    aurora yang indah yang bisa di amati di lintang tinggi. Tapi bisa memberikan dampak

    yang relatif lebih besar dan lebih berbahaya. Dampak yang dimaksud antara lain:

    gangguan pada jaringan listrik karena transformator dalam jaringan listrik akan

    mengalami kelebihan muatan, gangguan telekomunikasi (merusak satelit, menyebabkan

    black-out frekuensi HF radio, dll), navigasi, dan menyebabkan korosi pada jaringan pipa

    bawah tanah.

    Peristiwa gangguan besar yang disebabkan oleh badai matahari, yang paling terkenal

    adalah peristiwa tahun 1859, peristiwa yang dikenal dengan nama Carrington Event. Saat

    itu, jaringan komunikasi telegraf masih relatif baru tapi sudah luas digunakan. Ketika

    terjadi badai Matahari tahun 1859, jaringan telegraf seluruh Amerika dan Eropa mati

    total. Aurora yang biasanya hanya bisa diamati di lintang tinggi, saat itu bahkan bisa

    diamati sampai di equator.

    Masih ada beberapa contoh peristiwa lain yang berkaitan dengan badai matahari yang

    terjadi dalam abad ke-20 dan 21:

    1. 13 maret 1989: Terjadi CME besar 4 hari sebelumnya. Badai geomagnetik menghasilkan arus listrik induksi eksesif hingga ribuan ampere pada sistem

    interkoneksi kelistrikan Ontario Hydro (Canada). Arus induksi eksesif ini

    menyebabkan sejumlah trafo terbakar. Akibat dari terbakarnya trafo tsb, jaringan

    listrik di seluruh Quebec (Canada) putus selama 9 jam. Guncangan magnetik

    badai sekitar seperempat Carrington event, (sekitar 400 nT). Aurora teramati

    sampai di Texas

    2. Januari 1994 : 2 buah satelit komunikasi Anik milik Canada rusak akibat digempur elektron-elektron energetik dari Matahari. Satu satelit bisa segera pulih

    dalam waktu beberapa jam, namun satelit lainnya baru bisa dipulihkan 6 bulan

    kemudian.

    Total kerugian akibat lumpuhnya satelit ini disebut mencapai US $ 50 70 juta.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    3. November 2003 : Mengganggu kinerja instrumen WAAS berbasis GPS milik FAA AS selama 30 jam.

    4. Januari 2005: Berpotensi mengakibatkan black-out di frekuensi HF radio pesawat, sehingga penerbangan United Airlines 26 terpaksa dialihkan menghindari rute

    polar (kutub) yang biasa dilaluinya.

    Badai Matahari juga bisa berbahaya bagi makhluk hidup secara biologi. Bahaya ini

    terutama bagi para astronot yang kebetulan sedang berada di luar angkasa saat badai

    matahari terjadi. Bagi kita yang berada di permukaan Bumi, kita relatif aman terlindungi

    oleh medan magnetik Bumi. Pengaruh langsung dari badai matahari ini hanya dialami

    oleh binatang-binatang yang peka terhadap medan magnetik Bumi. Karena badai

    matahari mengganggu medan magnetik Bumi, maka binatang-binatang yang peka

    terhadap medan magnetik akan secara langsung terimbas. Misalnya burung-burung,

    lumba-lumba, dan paus, yang menggunakan medan magnetik Bumi untuk menentukan

    arah, untuk sesaat ketika badai matahari terjadi, mereka akan kehilangan arah.

    Saat ini, Matahari sedang menuju puncak keaktifan dalam siklusnya yang ke-24. Puncak

    keaktifan Matahari ini diperkirakan terjadi sekitar tahun 2011-2013. Saat puncak

    keaktifan Matahari pada siklus ke-24 ini, diperkirakan tidak akan jauh berbeda dengan

    saat puncak keaktifan pada siklus-siklus sebelumnya. Mungkin efeknya akan sedikit lebih

    besar, tapi ada juga yang menduga akan terjadi hal yang sebaliknya, justru lebih kecil

    efeknya. Yang manapun itu kasusnya, bisa dikatakan semua ahli fisika matahari sepakat

    tidak mungkin terjadi peristiwa besar yang akan membahayakan kehidupan di muka

    Bumi.

    Berdasarkan pengetahuan kita saat ini, badai matahari hanya akan memberikan ancaman

    bahaya yang rendah. Solar flare dan CME yang terjadi di Matahari, tidak akan cukup

    untuk menyebabkan peristiwa seperti yang digambarkan dalam beberapa film yang

    beredar belakangan ini. Beberapa bintang yang diamati memang menunjukkan adanya

    peristiwa yang dikenal dengan istilah superflare, yaitu flare seperti yang kita amati di

    Matahari tapi dengan intensitas yang jauh lebih besar. Tapi peristiwa serupa diduga

    bukan peristiwa yang umum dan diragukan bakal terjadi pada Matahari kita, setidaknya

    saat ini. Memang peristiwa solar flare dan CME belum bisa diprediksi dengan baik untuk

    saat ini. Tapi pengetahuan kita yang didapat dari pengamatan Matahari lewat berbagai

    observatorium landas-bumi dan wahana antariksa yang terus menerus mengamati

    Matahari, kita semakin mengerti berbagai peristiwa yang terjadi di Matahari. Setidaknya

    untuk saat ini, kita bisa mengatakan dengan cukup yakin bahwa yang digambarkan

    dalam film-film fiksi ilmiah (misalnya: film 2012) tentang badai raksasa matahari,

    tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

    Seiring dengan perkembangan teknologi elektronika, serta kaitannya dengan iklim, studi

    tentang aktivitas matahari menjadi perhatian yang semakin perlu dikaji. Bisakah kita

    memprediksi badai matahari? Dinamika siklusnya? Dinamika cuaca antariksa yang di

    dorong dinamika matahari? Pengamatan matahari saat ini telah menggunakan teknologi

    satelit dalam menentukan bilamanakah terjadi aktivitas yang tiba-tiba dari matahari.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    SOHO (Solar Heliospheric Observatory), diluncurkan untuk terus menerus memonitor

    matahari; ACE (Advance Composition Explorer), mengamati perubahan lingkungan

    antariksa dan memberikan peringatan adanya badai matahari, satu jam sebelum mencapai

    bumi. WIND yang mengawasi angin matahari yang terjadi pada ruang antar planet sekitar

    bumi, atau IMAGE (Imager for Magnetopause-to-Auroral Global Exploration)

    mengamati partikel bermuatan dan atom netral disekitar magnetosfer. Kesemuanya itu

    digunakan untuk memahami fenomena yang terjadi pada matahari dan keterkaitannya

    dengan lingkungan bumi. Tetapi pemahaman yang lebih baik lagi akan diperoleh jika kita

    bisa memahami bagaimana dinamika yang sesungguhnya terjadi jauh di dalam matahari,

    dan mendorong terjadinya dinamika yang teramati. Dan dengan dukungan pengamatan

    yang semakin baik, kajian yang semakin mendalam mendorong semakin berkembangnya

    studi bidang astronomi, khusunya astrofisika bintang/matahari. (Gambar dari SOHO

    ditampilkan pula di dalam blog ini, di bagian kanan)

    Sumber: www.langitselatan.com Posted by destiny_of_aries at 6:47 AM 9 comments

    Labels: materi, news

    Tuesday, February 9, 2010

    Where did todays spiral galaxies come from?

    Hubble shows that the beautiful spirals galaxies of the modern Universe were the ugly

    ducklings of six billion years ago.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    If confirmed, the finding highlights the importance to many galaxies of collisions

    and mergers in the recent past. It also provides clues for the unique status of our

    own galaxy, the Milky Way. Using data from the NASA/ESA Hubble Space Telescope,

    astronomers have created a census of galaxy types and shapes from a time before Earth

    and the Sun existed, up to the present day. The results show that, contrary to

    contemporary thought, more than half of the present-day spiral galaxies had

    peculiar shapes as recently as 6 billion years ago.

    The study of the shapes and formation of galaxies, known as morphology, is a critical and

    much-debated topic in astronomy. An important tool for this is the Hubble sequence or the Hubble tuning-fork diagram, a classification scheme invented in 1926 by the same Edwin Hubble in whose honour the space telescope is named.

    Hubbles scheme divides regular galaxies into three broad classes ellipticals, lenticulars and spirals based on their visual appearance. A fourth class contains galaxies with an irregular appearance.

    A team of European astronomers led by Franois Hammer of the Observatoire de Paris

    has, for the first time, completed a census of galaxy types at two different points in the

    Universes history in effect, creating two Hubble sequences that help explain how galaxies form. In this survey, researchers sampled 116 local galaxies and 148 distant

    galaxies.

    The astronomers show that the Hubble sequence six billion years ago was very different

    from the one that astronomers see today. Six billion years ago, there were many more peculiar galaxies than now a very surprising result, says Rodney Delgado-Serrano, lead author of the related paper recently published in Astronomy & Astrophysics. This means that in the last six billion years, these peculiar galaxies must have become normal

    spirals, giving us a more dramatic picture of the recent Universe than we had before.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    The astronomers think that these peculiar galaxies did indeed become spirals

    through collisions and merging. Although it was commonly believed that

    galaxy mergers decreased significantly eight billion years ago, the new result implies

    that mergers were still occurring frequently after that time up to as recently as four billion years ago. Our aim was to find a scenario that would connect the current picture of the Universe with the morphologies of distant, older galaxies to find the right fit for this puzzling view of galaxy evolution, says Hammer.

    Also contrary to the widely held opinion that galaxy mergers result in the formation of

    elliptical galaxies, Hammer and his team support a scenario in which these cosmic

    clashes result in spiral galaxies. In a parallel paper published in Astronomy &

    Astrophysics, they delve further into their spiral rebuilding hypothesis, which proposes that peculiar galaxies affected by gas-rich mergers are slowly reborn as giant spirals

    with discs and central bulges. Although our own Galaxy is a spiral galaxy, it seems to

    have been spared much of the drama; its formation history has been rather quiet and it has

    avoided violent collisions in astronomically recent times. However, the large Andromeda

    Galaxy from our neighbourhood has not been so lucky and fits well into the spiral rebuilding scenario. Researchers continue to seek explanations for this.

    Komet, Si Bintang Berekor

    Selama berabad-abad, kemunculan sebuah komet dipercaya sebagai suatu pertanda akan

    datangnya sebuah malapetaka besar. Penampakan sebuah komet dan sesekali pula

    pergerakannya dicatat secara akurat. Astronom Babylonia dan China mempercayai bahwa

    komet adalah objek yang beredar di angkasa sebagaimana halnya planet. Bangsa Yunani

    beranggapan bahwa komet adalah fenomena atmosfir, sejenis dengan uap air yang berasal

    dari permukaan Bumi. Pandangan ini sempat diterima secara meluas hingga di abad XVI,

    saat Tycho Brahe memaparkan pandangannya bahwa komet tidak hanya sebuah

    fenomena alam, tetapi diyakini sebagai sebuah benda angkasa yang letaknya dari bumi

    lebih jauh daripada Bulan.

    Seabad kemudian, Sir Isaac Newton menemukan sebuah metode untuk menghitung orbit

    dari sebuah komet berdasarkan lintasan yang dapat diamati di angkasa. Newton

    menentukan bahwa komet yang nampak pada bulan Desember 1680 mengikuti orbit

    parabola yang sangat panjang. Edmund Halley, seorang ilmuwan yang hidup sezaman

    dengan Newton menemukan bahwa orbit dari komet yang pernah muncul pada tahun

    1531, 1607, dan 1682 adalah hampir identik. Penemuan ini membawanya kepada suatu

    kesimpulan bahwa ketiga penampakan tersebut melibatkan komet yang sama. Ia

    kemudian meramalkan bahwa komet tersebut akan muncul lagi pada tahun 1758. Sayang,

    usianya tidak cukup panjang untuk bisa menyaksikan kebenaran ramalannya itu.

    Penampakan komet tersebut--yang kemudian dinamai komet Halley--ternyata telah

    tercatat sebanyak 20 kali sejak tahun 239 sM. Penampakannya yang terakhir adalah pada

    tahun 1985-1986.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Komet yang baru ditemukan biasanya diberi nama menurut tahun penemuannya ditambah

    sebuah huruf yang mengindikasikan urutan penampakan komet itu pada tahun saat komet

    tersebut ditemukan. Saat tanggal dimana komet mencapai titik perihelion dapat diketahui,

    komet itu segera dinamai menurut angka tahun kalendar saat itu dikuti dengan angka

    Romawi yang menunjukkan urutan kronologis perlintasan pada perihelion pada tahun itu

    (misalnya, 1882 II). Beberapa komet dinamai menurut nama penemunya, misalnya

    komet Halley; juga komet Hale-Bopp yang dinamai menurut nama dua orang astronom

    amatir yang melaporkan penampakannya di malam yang sama pada tahun 1995.

    ORBIT KOMET

    Semua komet beredar di tata surya dalam orbit elips (bulat telur). Komet yang tercatat

    memiliki periode orbit terpendek adalah komet Encke (3,3 tahun), sedangkan komet

    yang memiliki periode panjang, memerlukan waktu hingga ribuan tahun untuk satu kali

    mengorbit Matahari. Beberapa komet yang diamati menunjukkan bahwa komet itu hanya

    sekali muncul dalam orbit parabolik atau hiperbolik yang membawanya mendekati

    Matahari hanya dalam sekali seumur hidupnya, menimbulkan suatu kemungkinan bahwa

    komet tersebut mungkin berasal dari luar tata surya, namun kurangnya data membuat

    dugaan ini sulit untuk dibuktikan.

    Hampir seluruh komet yang kita kenali mendekati Matahari dalam jarak antara 0.005

    hingga 2.5 AU pada perihelion. Apabila perihelion komet lebih jauh dari 2.5 AU, komet

    biasanya tidak dapat diamati. Banyak diantara komet memiliki aphelion di sekitar orbit

    planet luar. Sekelompok yang terdiri dari sekitar 75 komet diketahui sebagai "keluarga

    dekat" Jupiter dan memiliki aphelion disekitar orbit planet tersebut. Beberapa diantaranya

    merupakan kelompok komet yang mengorbit secara bersama-sama. Komet jenis ini

    biasanya merupakan sisa-sisa dari sebuah komet raksasa yang kemudian pecah

    dikarenakan pengaruh gravitasi dari Matahari atau sebuah planet.

    SIFAT-SIFAT FISIK KOMET

    Nukleus dan Coma

    Hampir seluruh massa komet terpusat pada nukleus (inti komet). Diameter dari nukleus

    biasanya berkisar antara beberapa kilometer dengan kepadatan antara 0,1 hingga 1 g/cm3,

    mengindikasikan bahwa kepadatannya termasuk renggang. Berdasarkan model "bola

    salju kotor" yang digagas oleh Frel L Whipple, yang berdasarkan penelitian lanjutan

    kemudian terbukti kebenarannya, nukleus komet tesusun dari sekumpulan materi yang

    terdiri atas air, karbon monoksida, metanol, amonia, dan metana. Seluruhnya dalam

    keadaan beku serta tercampur dengan debu. Saat komet mendekati Matahari, materi beku

    tersebut menyublim dan membentuk kabut gas dan debu--yang disebut coma--

    disekeliling nukleus. Makin dekat ke Matahari, gas yang terbentuk semakin banyak.

    Partikel-partikel pada komet terdorong dari nukleus oleh tekanan radiasi dan angin

    Matahari (aliran partikel Matahari).

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Rata-rata diameter dari coma adalah sekitar 100.000 km, namun massanya terbilang

    kecil. Beberapa molekul terdekomposisi dan terionisasi oleh sinar ultraviolet dalam

    pelepasannya dari nukleus ke ekor komet. Hasil-hasil yang dapat diamati dari proses ini

    meliputi atom-atom hidrogen dan oksigen, air, dan radikal hydroxyl (OH). Molekul dan

    senyawa karbon juga ditemukan dalam konsentarasi yang 100 kali lebih rendah dari

    nukleus, sementara jumlah molekul NH, NHH, CH, dan molekul nitrogen ditemukan

    dengan konsentrasi 1000 kali lebih rendah. Juga terdeteksi karbon monosulfida (CS) dan

    serta atom dan molekul sulfur. Semantara itu unsur etana juga ditemukan di komet

    Hyakutake. Bagian coma dari sebuah komet umumnya mengecil saat komet mendekati

    Matahari, dan molekulnya terdekomposisi lebih cepat oleh angin Matahari sehingga

    terdorong ke arah ekor komet.

    Ekor Komet

    Saat komet yang cemerlang dapat terlihat, ciri yang paling menyolok adalah ekor. Dalam

    penampakan komet Halley pada tahun 1910, ekor komet terentang hingga lebih dari 90

    di lengkung langit. Dalam penampakan komet Halley yang terakhir sekitar tahun 1985-

    1986, titik pemanjangan ini tercapai saat komet berada dalam sudut yang jauh dari

    Matahari, sehingga tidak terlihat terlalu dramatis di langit malam.

    Panjang ekor komet berkisar antara 1 juta hingga 100 juta km. Ekor komet biasanya

    pertama kali muncul saat komet berada pada jarak 1,5 AU dari Matahari. Meskipun

    berukuran sedemikian besar, namun setiap 1 km3 volume ekor komet mengandung materi

    lebih sedikit dibandingkan dengan 1 mm3 udara.

    Ekor komet terbentuk dari gas dari coma dan selalu menunjuk ke arah yang berlawanan

    dari Matahari. Semula diduga bahwa tekanan dari radiasi Matahari adalah satu-satunya

    penyebabnya, namun saat ini telah diketahui bahwa angin Matahari memiliki peranan

    yang lebih besar dalam menentukan arah ekor komet. Angin Matahari mengandung

    partikel-partikel yang terlempar dari Matahari. Kekuatan tekanan dari partikel-partikel ini

    terhadap molekul gas dalam coma berkisar 100 kali lebih besar dari kekuatan gravitasi

    Matahari, dengan demikian molekul-molekul tersebut terdorong oleh angin Matahari.

    Angin Matahari tidaklah konstan, dan variasinya bertanggung jawab atas struktur ekor

    komet. Solar Flare dan gangguan lainnya pada Matahari sesekali dapat membuat ekor

    komet terlihat bergolak atau berbelok.

    Sebuah komet dapat memiliki salah satu diantara dua tipe ekor, atau bahkan keduanya

    sekaligus--yang biasa disebut sebagai komet berekor ganda. Jenis ekor komet yang

    pertama adalah ekor yang memanjang dan hampir lurus, memiliki struktur yang mirip

    serabut yang terdiri dari gas yang ter-ionisasi. Tipe ini digolongkan sebagai ekor Tipe I.

    Sedangkan tipe ekor komet lainnya yang tergolong sebagai Tipe II, atau "ekor debu"

    berbentuk kelokan yang tajam dan lebih kabur. Tipe ini tersusun atas debu yang diterpa

    oleh cahaya Matahari. Sebuah komet dapat memiliki beberapa ekor debu disamping juga

    ekor gas (Tipe I). Beberapa komet diketahui memiliki ekor yang ganjil, dimana ekornya

    menunjuk ke arah Matahari (contohnya adalah komet Arent Roland, 1957 III). Ekor

    komet jenis ini terdiri dari lapisan debu yang sangat tipis yang keluar dari lapisan terluar

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    komet dan terkumpul disekitar orbit komet. Gas yang menyusun ekor komet diantaranya

    adalah CO+, molekul nitrogen, CH+, karbon dioksida, dan OH+. Ion-ion tersebut, seperti

    yang juga dijumpai pada coma terbentuk saat molekul yang lebih besar terpisahkan oleh

    angin Matahari.

    ASAL MULA KOMET

    Banyak teori yang telah dicetuskan dalam seabad terakhir ini mengenai asal mula komet,

    namun salah satu yang paling luas diterima saat ini menyebutkan bahwa komet terbentuk

    pada saat yang sama dengan saat terbentuknya tata surya. Pada tahun 1950, Jan Oort,

    seorang astronom Belanda mengajukan teorinya bahwa Matahari dikelilingi oleh "kabut"

    besar yang terdiri dari material komet pada jarak sekitar 1000 kali garis terngah tata surya

    yang kita ketahui. Teori ini kemudian diikuti dengan teori dari Gerard Kuiper, pada

    tahun 1951 yang menggagas bahwa sabuk material komet tersebut terletak pada suatu

    daerah yang berjarak beberapa ratus kali jarak Bumi-Matahari. Gangguan yang berasal

    dari objek diluar tata surya dapat menyebabkan beberapa diantara material tersebut keluar

    dari sabuk komet dan memasuki tata surya bagian dalam sebagai sebuh komet, dimana

    komet dengan periode pendek diduga muncul dari sabuk ini, yang kemudian dinamai

    sebagai sabuk Kuiper (Kuiper-belt).

    Kedua teori ini dapat diterima secara luas dikalangan para astronom. Sebuah benda

    angkasa yang dinamai Chiron, pernah dianggap sebagai sebuah asteroid, kini

    dikelompokkan sebagai komet Kuiper-belt, dan sementara itu beberapa anggota dari

    sabuk Kuiper telah dapat diamati sejak 1992. Keberadaan "sabuk" tersebut dapat

    dibuktikan secara langsung pada tahun 1995 melalui hasil pengamatan lewat Telskop

    Antariksa Hubble yang berhasil mengamati 30 objek mirip komet yang berada diluar

    orbit planet Pluto. Para astronom dewasa ini memperkirakan sejumlah 70.000 objek

    berukuran cukup besar--dan tak terhitung jumlahnya yang berukuran lebih kecil--

    menghuni daerah sabuk Kuiper dengan jarak antara 30 hingga 50 AU.

    Banyak diantara komet, khususnya yang tergolong memiliki periode pendek, pecah

    secara perlahan-lahan, terutama karena pengaruh kekuatan gravitasi Matahari. Beberapa

    diantaranya telah diamati "tercebur" kedalam Matahari. Pengurangan kecerlangan dari

    komet berperiode pendek juga dapat kita amati. Komet juga menghasilkan produk

    buangan dibelakang orbitnya, dalam bentuk jutaan meteorid. Saat Bumi melintasi orbit

    sebuah komet, kita di Bumi dapat melihat terjadinya hujan meteor.

    TABRAKAN ANTARA PLANET DENGAN KOMET

    Para ilmuwan berspekulasi bahwa tabrakan antara komet dan planet dapat terjadi

    sewaktu-waktu. Diduga beberapa tumbukan antara Bumi dengan komet yang pernah

    terjadi beberapa juta tahun lampau menghasilkan lapisan debu yang sangat tebal yang

    menutupi atmosfir bumi hingga menyebabkan punahnya beberapa spesies hewan purba.

    Tabrakan dengan komet juga diperkirakan merupakan penyebab dari sebuah ledakan

    dahsyat yang pernah terjadi di bulan Juni 1908 di daerah Tunguska, Rusia. Di lain pihak,

    ada juga ilmuwan yang mempercayai bahwa Bumi secara konstan telah dibombardir oleh

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    komet yang berukuran kira-kira sebesar rumah tanpa menyebabkan kerusakan. Tabrakan

    ini diduga berpengaruh terhadap persediaan air dan adanya beberapa unsur kimia di

    Bumi.

    Salah satu peristiwa tabrakan komet dengan planet yang terkenal terjadi pada tanggal 16-

    22 Juli 1994. Saat itu setidaknya 20 pecahan besar dari komet Shoemaker-Levy 9

    menumbuk permukaan planet Jupiter dengan kecepatan 60 km/dt, menimbulkan awan

    panas setinggi ribuan km diatas permukaan planet tersebut. Peristiwa itu meninggalkan

    gelembung panas yang terdiri atas gas yang berasal dari atmosfer Jupiter. Bekas yang

    ditinggalkannya berupa sebuah area besar yang gelap di atmosfir planet tersebut bertahan

    hingga beberapa bulan setelah peristiwa tersebut berlalu. Pecahan komet Shoemaker-

    Levy 9 menghantam Jupiter pada posisi lintang 45 dan posisi bujur 6.5 di permukaan

    bagian luar planet raksasa tersebut. Pecahan terbesar dari komet yang menumbuk Jupiter

    diperkirakan berdiameter sekitar 2 km. Para astronom mengamati peristiwa ini dari Bumi

    melalui gambar-gambar yang dikirim oleh teleskop antariksa Hubble dan wahana

    antariksa Galileo.

    PENYELIDIKAN TERHADAP KOMET

    Dewasa ini, pengamatan terhadap komet dapat dilakukan melalui teleskop visual maupun

    teleskop fotografi yang dapat mengambil gambar pada area yang luas di angkasa. Sekitar

    sepuluh komet baru ditemukan tiap tahunnya, dan rata-rata dalam tiga tahun terdapat satu

    komet yang dapat diamati dengan mata telanjang.

    Selain pengamatan melalui teleskop, para astronom juga memanfaatkan wahana antariksa

    untuk melakukan penelitian terhadap komet. Komet Giacobioni Zinner tercatat sebagai

    komet pertama yang diselidiki dari jarak dekat oleh wahana antariksa ketika pada tanggal

    11 September 1985 wahana International Cometary Explorer (ICE) melintasi ekor

    plasma komet tersebut.

    Komet Halley termasuk komet yang paling banyak diselidiki oleh wahana antariksa. Saat

    komet tersebut melintas didekat orbit bumi pada sekitar tahun 1985-86 tercatat wahana

    Vega 1 & 2 (Uni Sovyet--sekarang Rusia), Sakigake (Jepang), Suisei (Jepang) dan

    Giotto (Uni Eropa) melintasi komet tersebut untuk melakukan beberapa penyelidikan.

    Terkadang komet juga diselidiki oleh wahana yang semula bukan dirancang untuk

    kepentingan tersebut. Pada bulan Maret 1996, wahana antariksa NEAR (Near Earth

    Asteroid Rendezvous) berhasil mengambil gambar komet Hyakutake dalam perjalanannya

    menuju asteroid 433 Eros. Sementara itu pada tanggal 22 September 2001, wahana Deep

    Space 1--yang sebenarnya hanya merupakan sebuah wahana eksperimen yang telah habis

    masa tugasnya--berhasil diarahkan untuk melintas dalam jarak hanya 2.200 km dari inti

    komet Borrelly. Para ilmuwan berharap wahana ini dapat mengirimkan informasi

    mengenai sifat-sifat permukaan inti komet, mengidentifikasi gas yang terkandung

    didalamnya, dan mengukur interaksi angin Matahari dengan komet.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Misi penelitian lain yang sedang berjalan adalah misi wahana Stardust yang telah

    diluncurkan pada bulan Februari 1999. Wahana ini direncanakan untuk bertemu dengan

    komet P/Wild 2 pada bulan Januari 2004 untuk melakukan penelitian terhadap objek

    tersebut serta mengumpulkan material debu komet untuk dikembalikan ke bumi guna

    dianalisis pada bulan Januari 2006.

    Sementara itu misi Rosetta yang direncanakan akan diluncurkan pada bulan Januari 2003

    dikirimkan untuk mengorbit komet 46 P/Wirtanen dan meluncurkan dua modul pendarat

    pada permukaan komet tersebut.

    Kuiper Belt Objects

    Apakah pluto benar-benar sebuah planet? Ini bukanlah pertanyaan yang mengada-ada.

    Memang sejak berpuluh-puluh tahun, baik para astronom maupun masyarakat awam

    beranggapan bahwa Pluto adalah planet ke-9 dalam tata surya kita. Namun demikian,

    pandangan tersebut perlahan-lahan mulai diragukan ketika para astronom mulai

    menyadari keberadaan benda-benda angkasa yang kemudian dinamai sebagai objek

    Kuiper Belt.

    Keberadaan planet sebagai anggota utama tata surya sebenarnya telah lama diketahui

    oleh manusia. Sejak jaman kuno, para astronom telah menyadari bahwa disamping

    bintang-bintang yang beredar di langit malam dalam formasi yang relatif tetap, ada pula

    titik cahaya yang berpindah-pindah diantara formasi bintang-bintang tersebut. Titik

    cahaya itu kemudian dinamai planet, berasal dari bahasa Yunani planetai yang artinya

    pengembara.

    Semula, planet-planet yang dikenal hanyalah Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, dan

    Saturnus. Maklum, planet-planet diluar orbit Saturnus tidak dapat dilihat dengan mata

    telanjang tanpa alat bantu teleskop yang saat itu masih belum lagi ditemukan. Penemuan

    teleskop oleh Galileo pada tahun 1609 membuka cakrawala baru bagi para ahli astronomi

    masa itu. Kini mereka mengetahui fakta-fakta bahwa permukaan bulan dipenuhi oleh

    kawah, bahwa Saturnus ternyata memiliki sebentuk cincin di sekelilingnya, dan bahwa

    planet-planet--sebagaimana halnya Bumi kita--mengorbit mengelilingi Matahari sebagai

    pusat tata surya.

    Planet-Planet "Baru"

    Adalah Wiliam Herschel, seorang astronom berkebangsaan Inggris yang membuka jalan

    untuk penemuan anggota baru di tata surya ketika pada tahun 1781 ia berhasil menemukan Planet Uranus. Tahun 1789 ia juga menemukan dua satelit alam (bulan)

    terbesar Uranus: Titania dan Oberon. Selain Uranus dan kedua bulan utamanya, Herschel

    juga tercatat telah mengkatalogkan lebih dari 800 bintang ganda dan 2500 nebula.

    Ditemukannya Uranus kemudian disusul dengan penemuan planet Neptunus pada 23

    September 1846 oleh Johann Gotfried Galle dari Observatorium Berlin bersama dengan

    Louis d'Arrest, seorang mahasiswa Astronomi. Neptunus ditemukan berdasarkan prediksi

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    matematis yang dibuat oleh Urbain Jean Joseph Le Verrier. Walaupun Galle merupakan

    orang pertama yang berhasil mengobservasi Neptunus secara visual, namun yang

    dipandang sebagai penemu sebenarnya adalah John Couch Adams (yang membuat

    kalkulasi awal) dan Le Verrier.

    Berikutnya, penemuan ini memicu pencarian anggota baru lainnya dari tata surya. Adalah

    Percival Lowell, seorang astronom berkebangsaan Amerika Serikat yang

    memperhitungkan kemungkinan adanya anggota ke-9 dari tata surya kita. Lowell juga

    dikenal sebagai astronom yang getol meneliti planet Mars. Dari pengamatan melalui

    observatoriumnya di Arizona, ia meyakini keberadaan kanal-kanal di permukaan Mars

    dimana dari sana ia berkesimpulan bahwa mars dihuni oleh mahluk berperadaban.

    Namun demikian, pencarian terhadap anggota baru tata surya yang dipeloporinya tidak

    membawa hasil hingga kematiannya pada 1916.

    Sepeninggal Lowell, usahanya kemudian diteruskan oleh Clyde W.Tombaugh yang

    akhirnya menemukan apa yang dicari pada 19 Februari 1930. Planet baru tersebut

    kemudian dinamai Pluto, diambil dari nama Dewa kematian bangsa Yunani Kuno. Yang

    tidak banyak diketahui orang ialah bahwa dua huruf awal dari nama planet tersebut (PL)

    sesungguhnya merupakan penghormatan bagi Percival Lowell.

    Anggota Kesepuluh?

    Berpuluh-puluh tahun sejak penemuannya, Pluto dianggap sebagai planet kesembilan di

    tata surya, melengkapi delapan planet yang telah ditemukan sebelumnya. Namun dibalik

    itu, spekulasi akan keberadaan anggota kesepuluh juga mulai berkembang. Setelah

    simpang-siur kisah seputar keberadaan planet--yang biasa disebut sebagai Planet X--

    tersebut beredar, barulah pada tahun 1992 para astronom mulai menyadari bahwa selepas

    orbit Neptunus terdapat sebuah daerah orbit dimana didapati sekitar 70.000 objek kecil,

    beku berbalut es yang bergerak lambat mengorbit matahari.

    Sekumpulan objek yang mengorbit pada daerah yang kemudian dinamai sebagai Sabuk

    Kuiper (Kuiper Belt) itu kemudian diberi sebutan sebagai Kuiper Belt Object (juga

    dikenal sebagai Trans Neptunian Object), mengambil nama seorang astronom Belanda-

    Amerika, Gerard P Kuiper yang pada tahun 1951 mempelopori gagasan bahwa tata

    surya kita memiliki anggota yang letaknya sangat jauh.

    Penemuan akan keberadaan objek Kuiper Belt akhirnya malahan membuat status Pluto

    sebagai sebuah planet mulai diragukan. Ini adalah kenyataan yang ironis mengingat,

    pencarian planet kesepuluh dari sistem tata surya kita malahan membuat daftar yang

    sudah ada terancam berkurang satu. Status Pluto kemudian menjadi ajang perdebatan

    diantara para astronom, apakah tetap digolongkan sebagai planet ataukah objek Kuiper

    Belt.

    Diantara semua planet anggota tata surya, Pluto memang memilki beberapa ciri yang

    ganjil. Selain ukurannya yang tergolong "mini" dibandingkan planet-planet lainnya, garis

    edarnya yang sangat lonjong juga eksentrik, dimana dalam periode tertentu garis edar

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Pluto memotong orbit Neptunus menjadikan Neptunus sebagai planet terluar

    dari tata surya. Pluto juga diketahui memiliki massa yang sangat kecil, kurang

    lebih hanya 1/400 massa planet Bumi. Ia juga diketahui memiliki sebuah

    satelit alamyang kemudian dinamai Charondengan ukuran sekitar setengah kali ukurannya sendiri. Tidak heran, beberapa astronom lebih suka

    menggolongkan Pluto sebagai Objek Kuiper Belt yang terbesar diantara

    objek-objek sejenisnya.

    Walaupun masih menyisakan ketidakpuasan, "krisis identitas" yang melanda

    Pluto akhirnya mereda ketika pada bulan Februari 1999, The International

    Astronomical Union (IAU) menetapkan bahwa Pluto tetap digolongkan sebagai sebuah

    planet.

    Kembali kepada Objek Kuiper Belt, objek ini ternyata menyimpan banyak hal yang

    menarik perhatian para astronom untuk menelitinya. Pada Desember 2000, saat meneliti

    objek dengan nomor katalog 1998 WW31, astronom Christian Veillet dan dua

    koleganya menemukan bahwa objek yang ditemukan dua tahun sebelumnya ini memiliki

    pasangan yang saling mengedari (binary object). Hasil pengamatan menggunakan

    teleskop Canada-France-Hawaii yang berdiameter 3.6 meter di Hawaii ini telah

    dipublikasikan akhir April 2001 dalam buletin IAU Circular 7610.

    Sementara itu, sebuah objek Kuiper Belt yang dinamai Varuna yang ditemukan pada

    November 2000 kini diketahui memiliki ukuran yang cukup besar. Dibandingkan dengan

    diameter Pluto (2.200 km) dan Charon (1.200 km), Diameter Varuna yang sekitar 900 km

    itu cukup memperkecil "gap" dalam hal ukuran antara Pluto dengan objek-objek Kuiper

    Belt yang sudah ditemukan sebelumnya yang rata-rata berdiameter hanya sekitar 600

    km.

    Hal-hal menarik lain berkaitan dengan Kuiper Belt Object diharapkan makin tersingkap

    saat fasilitas teleskop infra merah yang direncanakan akan diluncurkan oleh pesawat

    ulang alik pada tahun 2002 mulai beroperasi. Instrumen ini diharapkan dapat memberikan

    informasi yang lebih akurat mengenai ukuran objek-objek anggota tata surya yang

    letaknya terbilang jauh.

    Pionir Perjalanan Antar Planet

    Sinyal dari Pioneer 10, wahana antariksa pertama yang melintasi planet Jupiter akhirnya

    kembali terlacak setelah sebelumnya menghilang selama delapan bulan. Sinyal yang

    dikirim oleh wahana yang kini berada lebih dari 7 milyar mil dari bumi (sekitar 12,6

    milyar km), dalam pengembaraan keluar tatasurya itu diterima oleh stasiun pelacak di

    Madrid, Spanyol pada 28 April 2001.

    Pioneer adalah nama yang diberikan untuk serangkaian wahana antariksa untuk

    eksplorasi tata surya yang diluncurkan oleh Amerika Serikat. Empat wahana Pioneer

    yang pertama, diluncurkan dalam tahun-tahun 1958 dan 1959 dengan tujuan Bulan dan

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    kesemuanya menemui kegagalan. Pioneer 5 sampai 9 diluncurkan antara tahun 1960 dan

    1968 merupakan wahana antarplanet dengan misi pengamatan kegiatan Matahari.

    Pioneer 10 diluncurkan pada tanggal 2 Maret 1972, dengan Roket peluncur

    Atlas/Centaur/TE364-4. Peluncurannya menandai penggunaan untuk pertama kalinya

    kendaraan peluncur bertingkat tiga. Roket tingkat ketiga digunakan untuk meluncurkan

    Pioneer 10 pada kecepatan 51,810 km/jam yang dibutuhkan untuk terbang ke Jupiter,

    cukup cepat untuk mencapai Bulan dalam waktu 11 jam dan melintasi orbit planet Mars

    dalam waktu hanya 12 minggu. Hal ini mencatatkan Pioneer sebagai benda buatan

    manusia tercepat yang meninggalkan Bumi.

    Pioneer 10 mencapai Jupiter pada jarak 130.354 km dari permukaan awan planet raksasa

    tersebut pada 3 Desember 1973. Dalam perlintasannya dengan Jupiter, Pioneer 10

    mengirimkan gambar jarak dekat (close-up) pertama dari planet tersebut. Selepas planet

    Jupiter, Pioneer 10 diarahkan keluar dari tata surya dengan misi untuk mempelajari

    partikel energi dari matahari (juga dikenal sebagai angin surya) dan sinar kosmis yang

    memasuki wilayah tata surya kita di galaksi Bimasakti.

    Akan halnya Pioneer 11, wahana yang diluncurkan pada 5 April 1973 tersebut berhasil

    mengambil gambar dari bintik merah di permukaan Jupiter yang diperkirakan menandai

    lokasi sebuah badai besar yang permanen dalam atmosfer Jupiter pada tanggal 2

    Desember 1974 dan juga berhasil mendeteksi massa dari salah satu bulan Jupiter,

    Callisto. Pioneer 11 melanjutkan perjalanannya menuju Saturnus yang berhasil dicapai

    pada 1 September 1979 dan terbang sejauh 21.000 km dari Saturnus serta mengambil

    gambar jarak dekat yang pertama dari planet Tersebut.

    Selepas Saturnus, Pioner 11 melanjutkan pengembaraannya keluar dari tata surya hingga

    pada bulan September 1995 ketika sumber tenaganya mulai melemah, Pioner 11 tidak

    dapat lagi melakukan observasi ilmiah sehingga operasi rutin misinya dihentikan. Saat itu

    Pioneer 11 berada pada jarak 6,5 milyar km dari Bumi dimana sinyal radio yang

    merambat dengan kecepatan cahaya membutuhkan waktu lebih dari 6 jam sebelum

    mencapai bumi, sementara pergerakan bumi tidak dapat dicakup oleh antena yang ada

    pada Pioneer 11. Komunikasi dengan Pioneer 11 terhenti sama sekali pada bulan

    November 1995. Wahana tersebut tidak dapat diarahkan kembali ke Bumi karena

    kurangnya sumber daya. Tidak diketahui apakah hingga saat ini Pioneer 11 masih

    mengirimkan sinyalnya. Sejauh ini tidak ada rencana untuk melakukan upaya pelacakan.

    Pesan Dari Penghuni Bumi

    Wahana Pioneer 10 dan 11 membawa sebuah plakat (piagam) yang berisi pesan dari umat

    manusia dengan harapan suatu saat pesawat beserta plakat yang dibawanya ini akan

    ditemukan oleh mahluk cerdas dari peradaban lain di luar Bumi.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Plakat yang dibawa Pioneer beserta maknanya

    Plakat tersebut berisi gambar sketsa pria dan wanita yang berdiri di depan pesawat.

    Tangan kanan si pria terangkat sebagai tanda niat baik. Postur tubuh pria dan wanita yang

    digambarkan merupakan hasil dari analisa komputer mengenai postur rata-rata manusia

    di Bumi (lihat gambar).

    Kunci untuk menterjemahkan isi plakat ini adalah pemahaman mengenai pemisahan dari

    elemen yang paling umum di alam semesta: Hidrogen. Elemen ini diilustrasikan pada

    sudut kiri atas dari plakat dalam bentuk skema yang menunjukkan transisi sempurna dari

    atom hidrogen netral. Siapapun yang berasal dari suatu peradaban yang terdidik secara

    ilmiah dan memiliki cukup pemahaman mengenai hidrogen akan dapat menterjemahkan

    isi pesan ini. Plakat ini dirancang oleh Dr. Carl Sagan, ahli astrofisika dari Cornell

    Univerity dan digambar oleh isterinya, Linda Salzman Sagan.

    Mengembara ke Planet Merah

    Tanggal 7 April 2001, wahana antariksa 2001 Mars Odyssey diluncurkan dari Cape

    Canaveral, Florida dengan tujuan planet Mars. Wahana tak berawak yang namanya

    diambil dari judul film klasik "2001 Space Odyssey" ini membawa seperangkat instrumen

    ilmiah untuk meneliti permukaan planet tersebut, khususnya karakteristik cuaca dan

    geologi disana, sekaligus juga bertugas mengumpulkan informasi mengenai potensi

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    bahaya radiasi yang mungkin dapat membahayakan manusia di permukaan planet merah

    itu. Misi ini merupakan bagian dari serangkaian misi yang dilakukan NASA dalam

    rangka mempersiapkan pengiriman misi berawak ke Mars.

    Selain Bulan, Mars termasuk obyek yang paling banyak diteliti oleh wahana buatan

    manusia. Dalam 40 tahun belakangan, telah tercatat sekitar 30 wahana tak berawak yang

    dikirim ke Mars oleh tiga negara, namun hanya kurang dari sepertiganya yang dinyatakan

    berhasil. Yang paling sukses diantaranya adalah wahana Viking 1 (diluncurkan 20

    Agustus 1975, tiba di orbit Mars 19 Juni 1976) dan Viking 2 (diluncurkan 9 September

    1975, tiba di orbit Mars pada 7 Agustus 1976). Kedua misi Viking ini melepaskan

    wahana pendarat ke permukaan planet tersebut yang bertugas mengirimkan gambar-

    gambar dari lokasi pendaratan dan melakukan serangkaian percobaan ilmiah disana.

    Pada tahun 1996 NASA juga telah mengirimkan wahana Pathfinder. Wahana yang

    terdiri dari modul pendarat (lander) seberat 264 kg dan kendaraan penjelajah seberat 10,5

    kg yang dinamai Sojourner Rover berhasil mencapai permukaan Mars di daerah yang

    dikenal sebagai Ares Vallis pada 4 Juli 1997. Hingga misinya berakhir pada tanggal 17

    september 1997, setelah komunikasi terputus karena alasan yang tidak diketahui, wahana

    tersebut telah mengirimkan lebih dari 16.000 gambar serta melakukan lebih dari 15

    analisis kimia terhadap batuan dan kondisi angin serta cuaca di permukaan Mars.

    Sedangkan tercatat diantara misi-misi yang gagal adalah wahana Mars Polar Lander.

    Wahana senilai USD 165 juta yang diluncurkan pada 3 Januari 1999 ini kehilangan

    kontak dengan pengendali di bumi pada 3 Desember 1999 saat melakukan pendaratan di

    planet tersebut. Tim penyelidik NASA menyimpulkan bahwa Roket pada wahana

    tersebut mati sebelum waktunya hingga wahana tersebut meluncur dari ketinggian 130

    kaki tanpa ada gaya yang menahannya.

    Planet Ekstrasolar

    Tanggal 4 April 2001 lalu, sekelompok tim astronom internasional mengumumkan

    penemuan 11 buah planet baru yang berada diluar tata surya kita, atau yang biasa

    diistilahkan sebagai planet ekstrasolar (Extrasolar Planets). Penemuan ini menambah

    jumlah planet rkstrasolar yang telah diketahui menjadi 63 buah. Salah satu diantaranya

    mengorbit bintang yang mirip dengan Matahari kita pada zona yang memungkinkan

    terbentuknya kehidupan disana.

    Adanya planet pada sistem tata surya diluar matahari kita pertama kali dibuktikan

    keberadaannya pada bulan Oktober 1995 ketika dua orang astronom yaitu Michel Mayor

    dan Didier Queloz berhasil menemukan sebuah planet yang mengorbit pada bintang 51

    Pegasi di konstelasi Pegasus (50 tahun cahaya dari Bumi kita). Dalam jangka waktu

    beberapa tahun setelah penemuan pertama tersebut, puluhan Planet Ekstrasolar lainnya

    telah pula ditemukan.

    Hingga saat ini, planet ekstrasolar yang berhasil dideteksi umumnya adalah planet

    raksasa sekelas Jupiter dan Saturnus di sistem Matahari kita. Planet dengan kondisi dan

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    ukuran yang mirip dengan planet Bumi diyakini ada, namun keterbatasan teknologi

    peralatan yang ada saat ini menyulitkan pendeteksiannya.

    Penemuan planet ekstrasolar ini membuka harapan akan ditemukannya planet yang

    dihuni mahluk hidup dengan peradaban yang lebih maju. Hingga saat ini dalam tata surya

    kita, hanya Bumi-lah satu-satunya planet yang mempu mendukung adanya kehidupan.

    Misi tak berawak yang telah dikirim ke planet-planet tetangga (Venus dan Mars) maupun

    misi wahana Pioneer dan Voyager ke planet-planet luar (Jupiter, Saturnus, Uranus dan

    Neptunus) menunjukkan bahwa kondisi di planet-planet tersebut tidak memungkinkan

    untuk berkembangnya suatu bentuk kehidupan, bahkan yang paling sederhana sekalipun.

    Mir Space Station

    Tanggal 23 Maret 2001 lampau, stasiun luar angkasa Rusia, Mir akhirnya menyelesaikan

    masa tugasnya selama 15 tahun di antariksa. Pusat pengendali Misi di Korolyov, luar

    kota Moskow mengarahkan stasiun berukuran 33m X 30m X 27m dengan berat 137 ton

    itu memasuki atmosfir bumi. Benda buatan manusia yang terbesar di luar angkasa itu

    akhirnya meledak dan terbakar dalam proses reentry tersebut, namun sekitar 1.500

    potongan dengan berat total diperkirakan 25-30 ton menembus atmosfir dalam bentuk

    bola api raksasa dan akhirnya mencebur di samudera Pasifik Selatan dan korodor antara

    Selandia Baru dan Chili, di suatu lokasi yang biasa digunakan Rusia sebagai tempat

    pembuangan sampah angkasa (space junkyard).

    Mir (juga dikenal sebagai DOS 7, akronim Rusia untuk "Stasiun Orbit Jangka Panjang")

    adalah stasiun ke-10 yang diluncurkan oleh Uni Sovyet (sekarang Rusia) setelah

    sebelumya meluncurkan tiga stasiun militer Almaz dan enam laboratorium DOS sipil.

    Modul inti Mir mencapai orbitnya pada 20 Februari 1986 dan telah menempuh 86.330

    orbit mengelilingi bumi sebelum misinya berakhir.

    Sebanyak 28 misi jangka panjang yang melibatkan 106 astronaut dari berbagai negara

    dengan total masa tinggal tidak kurang dari 4.591 hari (termasuk rekor terlama, 437 hari

    oleh ahli Fisika Valeriy Polyakov) serta serangkaian misi jangka pendek 11 hari selama

    satu dekade telah dilakukan di Mir. Tercatat 79 kali spacewalks (berjalan-jalan di luar

    angkasa) dan ribuan percobaan ilmiah dari berbagai disiplin ilmu telah dilakukan oleh

    para awak Mir selama masa tugasnya.

    Selama mengangkasa, beberapa peristiwa kecelakaan pernah menimpa Mir. Kerusakan

    ringan terjadi tahun 1994 saat Mir bertabrakan dengan wahana Soyuz TM-17, sementara

    kerusakan yang lebih parah terjadi di tahun 1997 saat terjadi tabrakan dengan wahana

    Progress M-34. Persitiwa terakhir ini juga menyebabkan kebakaran selain kerusakan

    yang cukup serius pada modul Kvant (lihat bagan).

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Oposisi Mars 2010

    Beberapa tahun yang lalu, mungkin ada yang masih ingat, ketika ramai dibicarakan

    bahwa Mars akan mendekati Bumi dengan ukuran sebesar Bulan, tentunya tidak!

    Oposisi Mars dilihat dari arah kutub. Kredit :

    ESA

    Memang benar bahwa dalam lintasannya mengitari Matahari, baik Bumi dan Mars pada

    suatu ketika berada pada suatu posisi yang saling mendekat satu sama lain, karena

    lintasan Bumi, Mars, tidaklah merupakan lingkaran sempurna, tetapi berupa lintasan

    elips, dengan Matahari berada pada salah satu titik fokus elips.

    Bumi bergerak mengitari Matahari lebih cepat daripada Mars, dan setiap 26 bulan, Bumi

    akan mendahului Mars melalui lintasan dalam, dan ketika itu, saat Matahar-Bumi-Mars

    berada pada segaris, dikenal sebagai oposisi Mars. Maka, oposisi Mars akan selalu terjadi

    setiap 26 bulan, dan biasanya di waktu oposisi tersebut maka, Bumi dan Mars berada

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    pada posisi yang saling berdekatan.

    Simulasi posisi Bumi-Mars & Matahari dapat dilihat di sini.

    Jarak antara Bumi dan Mars tidak selalu sama setiap oposisi, karena orbit Mars yang

    sedikit lebih lonjong, maka jarak terdekat antara Bumi dan Mars tidak selalu tepat saat

    oposisi, tetapi selalu berada di sekitar waktu oposisi, yang berselisih beberapa hari dari

    waktu oposisinya. Dan biasanya, pada saat saling mendekat itu, maka Mars akan tampak

    cerlang dan cerlang, lebih kemerahan, kelihatan lebih jelas, baik diamati mempergunakan

    mata, binokular ataupun teleskop, tetapi yang pasti, tidak akan mencapai sebesar Bulan!

    Oleh karena bentuk geometri yang unik itu, maka setiap terjadi jarak yang terdekat antara

    Bumi-Mars (yang berperiode 26 bulan itu), tidak akan pernah sama dari satu kejadian ke

    kejadian berikutnya. Pada kejadian oposisi Mars tahun 2003, yang dikenal sebagai

    peristiwa Mars dalam posisi paling dekat (sedekat-dekatnya) dengan Bumi, jarak yang

    terhitung sebagai terdekat adalah 55758006 km, dengan diameter tampak sekitar 25; dan fenomena ini hanya bisa terjadi setiap 60 ribu tahun. Besarkah itu? Bagi yang beruntung

    mengamati saat itu, Mars masih tetap sama seperti Mars yang telah diamati nenek

    moyang kita, dengan mata telanjang, masih berupa noktah merah terang di langit. Bahkan

    dengan teleskop sekalipun, tidak banyak berubah kenampakannya, hanya, detilnya agak

    lebih tampak sedikit.

    Mars jelang oposisi yang

    dipotret Hubble sejak tahun 1995 - 2007. Kredit : NASA/Hubble

    Dan kemudian, di awal tahun 2010 ini, melalui siklus 26-bulan berikutnya (sesudah

    2007), maka si merah kembali mendekat dengan Bumi! Di bulan Januari ini, Mars telah

    mencapai kecerlanganan mencapai sekitar -1 magnitudo, cukup terang teramati di langit

    sebagai suatu noktah merah yang jelas terlihat mempergunakan mata telanjang. Pada

    tanggal 27 Januari 2010, posisi terdekatnya mencapai 99 juta km, dengan diameter

    tampak sekitar 14, lalu, oposisi Mars tercapai pada tanggal 29 Januari 2010, dengan magnitudo mencapai -1,28. Mars akan berada dalam kondisi yang sangat cerlang dengan

    magnitudo di sekitar -1, sampai dengan tanggal 14 Februari 2010, dan sesudah itu akan

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    semakin meredup.

    Lalu, bagaimana kita menemukan Mars? Mudah, di bulan-bulan ini, ketika sore, carilah

    ke arah terbit di timur, apabila ada sebuah noktah yang cerlang berwarna kemerahan,

    besar kemungkinan itulah dia. Apabila kita telah mengetahui tentang rasi-rasi di langit,

    (mempergunakan peta langit sangat membantu), carilah rasi Cancer, maka disitulah ia

    berada!

    Sumber: Langit Selatan Posted by destiny_of_aries at 4:30 PM 0 comments

    Labels: news

    Thursday, January 14, 2010

    Sekilas tentang 99942 Apophis

    Mungkin Anda belum pernah mendengar tentang asteroid ini. Mengapa asteroid 99942

    Apophis ini menjadi beda dengan asteroid lainnya adalah karena ada probabilitas

    (kemungkinan) orbit asteroid ini menyilang orbit Bumi yang akan menghasilkan tabrakan

    (collide). Namun, sebelum kita menjadi panik, perlu diperhatikan tentang kecilnya

    probabilitas tabrakan dan perhitungan orbit masih penuh ketidakpastian. Perlu diketahui,

    tidak mudah membuat peta lengkap orbit sebuah benda langit seperti asteroid karena orbit

    asteroid sangat terpengaruh gaya gravitasi benda2 langit lain yang dilewatinya selama

    mengorbit. Berikut artikel tentang asteroid ini yang diambil dari wikipedia dan NASA.

    99942 Apophis (pronounced /pfs/, previously known by its provisional designation 2004 MN4) is a near-Earth asteroid that caused a brief period of concern in December

    2004 because initial observations indicated a small probability (up to 2.7%) that it would

    strike the Earth in 2029. Additional observations provided improved predictions that

    eliminated the possibility of an impact on Earth or the Moon in 2029. However, a

    possibility remains that during the 2029 close encounter with Earth, Apophis will pass

    through a gravitational keyhole, a precise region in space no more than about 600 meters

    across, that would set up a future impact on April 13, 2036. This possibility kept the

    asteroid at Level 1 on the Torino impact hazard scale until August 2006. It broke the

    record for the highest level on the Torino Scale, being, for only a short time, a level 4,

    before it was lowered

    Additional observations of the trajectory of Apophis revealed the keyhole will likely be

    missed. On August 5, 2006 Apophis was lowered to a Level 0 on the Torino Scale. As of

    October 7, 2009, the impact probability for April 13, 2036, is calculated as 1 in 250,000.

    An additional impact date in 2037 was also identified; the impact probability for that

    encounter is calculated as 1 in 12.3 million.

    Basic data Based upon the observed brightness, Apophis' length was estimated at 450 metres (1,500

    ft); a more refined estimate based on spectroscopic observations at NASA's Infrared

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Telescope Facility in Hawaii by Binzel, Rivkin, Bus, and Tokunaga (2005) is 350 metres

    (1,100 ft).

    In October 2005 it was predicted that the asteroid will pass just below the altitude of

    geosynchronous satellites, which are at 35,786 kilometres (22,236 mi). Such a close

    approach by an asteroid of this size is expected to occur only every 1,300 years or so.

    Apophis brightness will peak at magnitude 3.3, with a maximum angular speed of 42 per hour. The maximum apparent angular diameter will be ~2 arcseconds, so that it will

    be barely resolved by telescopes not equipped with adaptive optics.

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

  • http://dhani.singcat.com/astro/artikel.php?page=comet

    http://hansgunawan-astronomy.blogspot.com/search/label/materi

    Close approaches After the Minor Planet Center confirmed the June discovery of Apophis, an April 13,

    2029 close approach was flagged by NASA's automatic Sentry system and NEODyS, a

    similar automatic program run by the University of Pisa and the University of Valladolid.

    On that date, it will become as bright as magnitude 3.3 (visible to the naked eye from

    rural as well as