astigmatism

29
BAB I PENDAHULUAN I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. Ardi Achmad Ramdhani Umur : 13 tahun Agama : Islam Alamat : Pasung 4/9 kec. Katapang Kab. Bandung Tanggal pemeriksaan : 23 Desember 2015 II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis Keluhan utama Penglihatan mata kanan dan kiri buram Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih sejak 3 tahun yang lalu pasien merasa kedua matanya buram untuk melihat jauh. Bila melihat jauh pasien harus memicingkan kedua mata. Keluhan kedua mata buram ini dirasakan mengganggu dan pasien juga mengeluh kedua mata menjadi pegal – pegal serta pusing. Pasien sempat memakai kacamata, namun beberapa bulan lalu kacamata pasien patah dan semenjak itu pasien tidak menggunakan kacamata lagi.. 1

Upload: tania-azhari

Post on 13-Jul-2016

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hsgdshgasg

TRANSCRIPT

Page 1: Astigmatism

BAB I

PENDAHULUAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Ardi Achmad Ramdhani

Umur : 13 tahun

Agama : Islam

Alamat : Pasung 4/9 kec. Katapang Kab. Bandung

Tanggal pemeriksaan : 23 Desember 2015

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis

Keluhan utama

Penglihatan mata kanan dan kiri buram

Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih sejak 3 tahun yang lalu pasien merasa kedua matanya

buram untuk melihat jauh. Bila melihat jauh pasien harus

memicingkan kedua mata. Keluhan kedua mata buram ini dirasakan

mengganggu dan pasien juga mengeluh kedua mata menjadi pegal –

pegal serta pusing. Pasien sempat memakai kacamata, namun

beberapa bulan lalu kacamata pasien patah dan semenjak itu pasien

tidak menggunakan kacamata lagi.. Pasien datang dengan keinginan

untuk membuat kacamata.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi, Riwayat DM, alergi obat, trauma pada

mata,riwayat operasi mata dan penggunaan kacamata sebelumnya

disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

1

Page 2: Astigmatism

Riwayat hipertensi, Riwayat DM, alergi obat, trauma pada

mata,riwayat operasi mata dan penggunaan kacamata pada keluarga

disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS OPHTALMOLOGIS

KETERANGAN OD OS1. VISUS

- Visus 6/20à PH 6/15 6/20à PH 6/15- Koreksi Sfrs -3.25 Cyl -1.75

Axis 20° à 6/7.5Sfrs -4.00 Cyl -2.00 Axis 160° à 6/7.5

- Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

- Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada- Enoftalmus Tidak ada Tidak ada- Deviasi Tidak ada Tidak ada- Gerakan Bola mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

3. SUPERSILIA

- Warna Hitam, distribusi normal, Hitam, distribusi normal,- Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA

- Edema Tidak ada Tidak ada- Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada - Ekteropion Tidak ada Tidak ada- Entropion Tidak ada Tidak ada- Blefarospasme Tidak ada Tidak ada- Trikiasis Tidak ada Tidak ada- Punktum Lakrimal Normal, tidak

membengkak,hiperemis (-)

Normal, tidak membengkak,hiperemis

(-)- Fissura Palpebra Normal Normal- Milia Palpebra Tidak ada Tidak ada

2

Page 3: Astigmatism

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

- Hiperemis Tidak ada Tidak ada- Folikel Tidak ada Tidak ada- Papil Tidak ada Tidak ada- Sikatrik Tidak ada Tidak ada- Hordeolum Tidak ada Tidak ada- Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

- Sekret Tidak ada Tidak ada- Injeksi konjungtiva- Injeksi perikorneal

Tidak ada Tidak ada

- Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada- Perdarahan

SubkonjungtivaTidak ada Tidak ada

- Pterigium Tidak ada Tidak ada- Pinguekula Tidak ada Tidak ada- Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada- Lithiasis Tidak ada Tidak ada

7. SKLERA- Warna Putih Putih- Ikterik Tidak ada Tidak ada- Injeksi episklera Tidak ada Tidak ada- Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

8. KORNEA- Kejernihan Jernih Jernih - Permukaan Jernih Jernih- Sensibilitas Normal Normal- Infiltrat Tidak ada Tidak ada- Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada- Sikatrik Tidak ada Tidak ada- Ulkus Tidak ada Tidak ada- Perforasi Tidak ada Tidak ada- Edema Tidak ada Tidak ada

9. BILIK MATA DEPAN

3

Page 4: Astigmatism

- Kedalaman Sedang Sedang - Kejernihan Jernih Jernih- Hyfema Tidak ada Tidak ada- Hipopion Tidak ada Tidak ada

10. IRIS

- Warna Hitam kecoklatan Hitam kecoklatan- Sinekia Tidak ada Tidak ada

11. PUPIL

- Letak Sentral Sentral- Bentuk Bulat Bulat- Ukuran 3mm 3mm- Refleks cahaya

langsung+ +

- Refleks cahaya tidak langsung

+ +

12. LENSA

- Kejernihan Jernih Jernih- Letak Sentral Sentral- Tes shadow Negatif Negatif

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Autorefraktometer

OD OS- Autorefraktometer Sfrs -3.67 Cyl -1.75

Axis 22° Sfrs -4.37 Cyl -2.62

Axis 160°

V. RESUME

Kurang lebih sejak 3 tahun yang lalu pasien merasa kedua matanya buram

untuk melihat jauh. Bila melihat jauh pasien harus memicingkan kedua

mata. Keluhan kedua mata buram ini dirasakan mengganggu dan pasien

juga mengeluh kedua mata menjadi pegal – pegal serta pusing. Pasien

sempat memakai kacamata, namun beberapa bulan lalu kacamata pasien

4

Page 5: Astigmatism

patah dan semenjak itu pasien tidak menggunakan kacamata lagi.. Pasien

datang dengan keinginan untuk membuat kacamata

STATUS OFTALMOLOGI :

OD OS- Visus 6/20à PH 6/15 6/20à PH 6/15- Koreksi Sfrs -3.25 Cyl -1.75

Axis 20° à 6/7.5Sfrs -4.00 Cyl -2.00 Axis 160° à 6/7.5

- Kacamata lama Tidak ada Tidak adaStatus oftalmologis lain dalam batas normal

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan

- Autorefraktometer

OD OS- Autorefraktometer Sfrs -3.67 Cyl -1.75

Axis 22° Sfrs -4.37 Cyl -2.62

Axis 160°

VI. DIAGNOSIS KERJA

Astigmatisma miopia kompositus ODS

VII. PENATALAKSAAN

1. Kacamata à

OD OS Visus (Koreksi)

Sferis -3.25 -4.00 6/7.5

Cyl -1,75 -2.00 6.75

Axis 20o 160o

2. Edukasi

- Penjelasan tentang astigma hipermetrop

- Penjelasan mengenai kontrol rutin mata setiap 6 bulan sekali.

5

Page 6: Astigmatism

VIII. PROGNOSIS

OD OS

Ad Vitam : bonam bonam

Ad Fungsionam : bonam bonam

Ad Sanationam : bonam bonam

6

Page 7: Astigmatism

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis

pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih

dari satu titik.

2.2 Epidemiologi

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3

milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada

penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir

25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.

Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara,

jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi

miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90%

di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand

tahun 2003, angka kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.

7

Page 8: Astigmatism

2.3 Anatomi Dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan

didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau

globe namun bentuknya tidak bulat sempurna.

Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata,

otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita

berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada

daerah apeks dan optik kanal.

2.3.1 Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri

atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan

panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media

penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan

benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.

Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan

bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi

atau istirahat melihat jauh.

8

Page 9: Astigmatism

2.3.2 Fisiologi Refraksi

Gambar 2. Fisiologi refraksi.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk

difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu

bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya

(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengankepadatan

(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan

lainnya misalnya : kaca, air. Ketika  suatu berkas cahaya masuk ke medium

dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga

berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium

baru pada tiap sudut selain tegak lurus.

Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin

besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya

berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan).

Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea

dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu

masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena

perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan

densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi

kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah

berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan

mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.

9

Page 10: Astigmatism

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus

diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum

bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai

retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari

benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari

sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)

dianggap sejajar saat mencapai mata.

Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak

yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber

cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu

mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama.

Untuk membawa sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam jarak

yang sama),  harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat.

Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.

2.4 Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:

i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.

Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar

adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,

sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan

pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa

pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.

Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan

kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta

akibat pembedahan kornea.

ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin

bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga

semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami

kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.

10

Page 11: Astigmatism

iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty

iv. Trauma pada kornea

v. Tumor

2.5 Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1) Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang

yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu

bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.

Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan

bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai

dengan adanya kelainan

penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini

dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

i. Astigmatisme With the Rule

Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada

bidang horizontal.

ii. Astigmatisme Against the Rule

Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari

pada bidang vertikal.

11

Page 12: Astigmatism

2) Astigmatisme Irreguler

Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi

sebagai berikut:

1. Astigmatisme Miopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias

terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola

ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau

Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B

berada di belakang retina.

Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

12

Page 13: Astigmatism

3. Astigmatisme Miopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A

berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

13

Page 14: Astigmatism

5. Astigmatisme Mixtus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini

adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak

dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y

menjadi sama - sama + atau -.

Gambar 7. Astigmatisme Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :

1. Astigmatismus Rendah

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus

rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul

keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.

Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

3. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat

mutlak diberikan kacamata koreksi.

14

Page 15: Astigmatism

2.6 Tanda Dan Gejala

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan

gejala-gejala sebagai berikut :

- Penglihatan buram

- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya

keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang

tinggi.

- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan

untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita

astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti

membaca.

- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan

mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk

memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala

sebagai berikut :

- Penglihatan buram

- Sakit kepala pada bagian frontal.

- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya

penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau

mengucek-ucek mata.

2.7 Diagnosis

1) Pemeriksaan pin hole

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam

penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media

penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan

bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat

kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan

15

Page 16: Astigmatism

berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun

retina yang menggangu penglihatan.

2) Uji refraksi

i. Subjektif

Optotipe dari Snellen & Trial lens

Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak

pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang

diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan

mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-

masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila

dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,

6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila

dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan

kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam

penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila

setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan

maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada

keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6

ii. Objektif

- Autorefraktometer

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan

menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor,

cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur.

Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi

dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.

- Keratometri

Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius

kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat

berharga namun mempunyai keterbatasan.

16

Page 17: Astigmatism

3) Uji pengaburan

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam

penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam

penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan

menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring

astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis

juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu

lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.

Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis

juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan

juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa

silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat

kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien

melihat jelas.

Gambar 8. Kipas Astigmat.

17

Page 18: Astigmatism

4) Keratoskop

Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.

Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada

astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme

irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.

5) Javal ophtalmometer

Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea,

diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.

2.8 Terapi

1) Koreksi lensa

Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.

Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat

membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah

jelas.

2) Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih

dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan

menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan

standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan

pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka

dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak

maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.

3) Bedah refraksi

Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9

· Radial keratotomy (RK)

18

Page 19: Astigmatism

Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.

Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah

hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman

dari insisi.

· Photorefractive keratectomy (PRK)

Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada

pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah

photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih.

Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya

lebih baik pada waktu sebelum operasi.

19

Page 20: Astigmatism

BAB III

KESIMPULAN

Kasus Tinjauan pustaka

Anamnesis pasien merasa kedua matanya

buram untuk melihat jauh.

Bila melihat jauh pasien harus

memicingkan kedua mata.

Gejala :

Penglihatan buram. pada

astigmatism pasien menyipitkan

mata seperti halnya penderita

myopia, hal ini dilakukan untuk

mendapatkan efek pinhole atau

stenopaic slite.

Pemeriksaan fisik

dan penunjang

Pin hole

Uji refraksi : snellen chart,

autorefraktometer,

Uji pengaburan

Pin hole

Uji refraksi : snellen chart,

autorefraktometer, keratometri

Uji pengaburan

Keratoskop

Javal ophtalmometer

Koreksi OD :Sfrs -3.25 Cyl -1.75 Axis 20°

à 6/7.5

OS : Sfrs -4.00 Cyl -2.00 Axis

160° à 6/7.5

Astigmatisme miopia kompositus :

fokus bayangan kedua meridian

jatuh di depan retina. Pola ukuran

lensa koreksi astigmatisme jenis ini

adalah Sph -X Cyl -Y.

Terapi Kacamata Koreksi lensa

20

Page 21: Astigmatism

DAFTAR PUSTAKA

1. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.

2. Ilyas S dan Yulianti Sri, Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI, 20133. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition.

London: Thieme, 2003; 344-346.4. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,

Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.5. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York:

Blackwell Publishing, 2003; 20-26.6. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu

Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.

7. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.

8. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.

9. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th

Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.10. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101[Diakses tanggal 28 Juni 2011]

11. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia. Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcentrez[Diakses tanggal 26 Juni 2011]

12. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-330. Diunduh dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez

21