astigmatism

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horisontal. 2 Letak kelainan pada astigmatisma terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada kornea dan kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior- posterior bola mata. Kelainan ini bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat akibat kecelakaan, peradangan kornea atau operasi. 2.3 Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan astigmatisma, yaitu dengan menggunakan kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik pembedahan menggunakan metode LASIK, photorefractive keratotomy, dan radial keratotomy. 1

Upload: sicilia-eha

Post on 05-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

judul

TRANSCRIPT

Page 1: Astigmatism

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya

berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi

perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang

bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut

astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada

bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek dibanding

jari-jari kelengkungan kornea di bidang horisontal.2

Letak kelainan pada astigmatisma terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada

kornea dan kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan

lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter

anterior- posterior bola mata. Kelainan ini bisa merupakan kelainan kongenital

atau didapat akibat kecelakaan, peradangan kornea atau operasi.2.3

Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan astigmatisma, yaitu dengan

menggunakan kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik

pembedahan menggunakan metode LASIK, photorefractive keratotomy, dan

radial keratotomy.

BAB II

1

Page 2: Astigmatism

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis

pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih

dari satu titik.3

2.2 Epidemiologi

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3

milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada

penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir

25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.3,4

Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara,

jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi

miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90%

di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand

tahun 2003, angka kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.

2.3 Anatomi Dan Fisiologi

2

Page 3: Astigmatism

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan

didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau

globe namun bentuknya tidak bulat sempurna.

Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata,

otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita

berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada

daerah apeks dan optik kanal.1

2.3.1 Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri

atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan

panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media

penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan

benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.

Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan

bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi

atau istirahat melihat jauh.1,2

2.3.2 Fisiologi Refraksi

Gambar 2. Fisiologi refraksi.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk

difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu

3

Page 4: Astigmatism

bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya

(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan

(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan

lainnya misalnya : kaca, air. Ketika  suatu berkas cahaya masuk ke medium

dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga

berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium

baru pada tiap sudut selain tegak lurus.

Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin

besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya

berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan).

Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea

dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu

masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena

perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan

densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi

kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah

berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan

mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus

diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum

bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai

retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari

benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari

sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)

dianggap sejajar saat mencapai mata.

Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak

yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber

cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu

mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama.

4

Page 5: Astigmatism

Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina (dalam jarak

yang sama),  harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat.

Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3

2.4 Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:4

i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.

Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar

adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,

sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan

pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa

pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.

Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan

kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta

akibat pembedahan kornea.

ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin

bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga

semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami

kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.

iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty

iv. Trauma pada kornea

v. Tumor

2.5 Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1) Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang

yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu

bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.

5

Page 6: Astigmatism

Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan

bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai

dengan adanya kelainan

penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini

dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

i. Astigmatisme With the Rule

Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada

bidang horizontal.

ii. Astigmatisme Against the Rule

Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari

pada bidang vertikal.

2) Astigmatisme Irreguler

Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi

sebagai berikut:

1. Astigmatisme Miopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias

6

Page 7: Astigmatism

terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola

ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau

Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B

berada di belakang retina.

Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Miopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

7

Page 8: Astigmatism

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A

berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

5. Astigmatisme Mixtus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B

berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini

adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak

dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y

menjadi sama - sama + atau -.

Gambar 7. Astigmatisme Mixtus

8

Page 9: Astigmatism

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :

1. Astigmatismus Rendah

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus

rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul

keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.

Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

3. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat

mutlak diberikan kacamata koreksi.

2.6 Tanda Dan Gejala

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan

gejala-gejala sebagai berikut :

- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya

keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang

tinggi.

- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan

untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita

astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti

membaca.

- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan

mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk

memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

9

Page 10: Astigmatism

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala

sebagai berikut :

- Sakit kepala pada bagian frontal.

- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya

penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau

mengucek-ucek mata.

2.7 Diagnosis

1) Pemeriksaan pin hole

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam

penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media

penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah

setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi

yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada

pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu

penglihatan.5

2) Uji refraksi

i. Subjektif

Optotipe dari Snellen & Trial lens

Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak

pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang

diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan

mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-

masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila

dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,

6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila

dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan

kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam

penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila

setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan

maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada

keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6

10

Page 11: Astigmatism

ii. Objektif

- Autorefraktometer

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan

menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor,

cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur.

Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi

dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.

- Keratometri

Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius

kelengkungan kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan

sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.

3) Uji pengaburan

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam

penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam

penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan

menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring

astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis

juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu

lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.

Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis

juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan

juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa

11

Page 12: Astigmatism

silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat

kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien

melihat jelas.7

Gambar 8. Kipas Astigmat.

4) Keratoskop

Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.

Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada

astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme

irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.7,8

5) Javal ophtalmometer

Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea,

diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8

12

Page 13: Astigmatism

2.8 Terapi

1) Koreksi lensa

Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.

Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat

membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah

jelas.

2) Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih

dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan

menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan

standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan

pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka

dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak

maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.

3) Bedah refraksi

Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9

· Radial keratotomy (RK)

Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.

Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah

hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman

dari insisi.

· Photorefractive keratectomy (PRK)

13

Page 14: Astigmatism

Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada

pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah

photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih.

Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya

lebih baik pada waktu sebelum operasi.

BAB III

KESIMPULAN

Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan bermacam-

macam derajat refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar sejajar yang

datang pada mata akan difokuskan pada berbagai macam fokus pula. Terdapat

berbagai macam astigmatisma, antara lain simple astigmatisma, mixed

astigmatisma dan compound astigmatisma.

Terdapat 2 etiologi, yaitu kelainan pada lensa dan kelainan pada kornea. Adapun

gejala klinis dari astigmatisme adalah penglihatan kabur atau terjadi distorsi.

Pasien juga sering mengeluhkan penglihatan mendua atau melihat objek

berbayang-bayang. Sebahagian juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada

mata.

Koreksi dengan lensa silinder akan memperbaiki visus pasien. Selain lensa

terdapat juga pilihan bedah yaitu dengan Radial keratotomy (RK) dan

Photorefractive keratectomy (PRK).

14

Page 15: Astigmatism

DAFTAR PUSTAKA

1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London: Thieme, 2003; 344-346.

2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.

3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell Publishing, 2003; 20-26.

4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.

5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.

6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.

7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.

8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th

Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101[Diakses tanggal 28 Juni 2011]

10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia. Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcentrez[Diakses tanggal 26 Juni 2011]

11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-330. Diunduh dari:

15