aspek hukum rekam medis

6
Aspek Hukum Rekam Medis Dalam aspek hukum rekam medis akan dibahas tentang; Kerahasiaan rekam medis, persetujuan tindakan medis, pemberian informasi kepada orang atau badan yang mendapat kuasa, dan rekam medis di pangadilan (Depkes, 1991) a. Kerahasiaan Rekam Medis Pada dasarnya informasi yang bersumber dari rekam medis dapat dikategorikan menjadi: a) Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan, yaitu laporan atau catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis sebagai hasil pemeriksaan pengobatan, observasi atau wawancara dengan pasien. Informasi ini tidak boleh disebar luaskan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, karena menyangkut individu langsung si pasien. Pemberitahuan keadaan sakit si pasien kepada pasien maupun keluarganya adalah tanggung jawab dokter yang merawat si pasien. b) informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan adalah informasi perihal identitas pasien (nama, alamat, dll) serta informasi yang tidak mengandung nilai medis. Biasanya informasi jenis ini terdapat dalam lembaran paling depan berkas rekam medis rawat jalan maupun rawat inap (ringkasan riwayat klinik ataupun ringkasan masuk dan keluar). Karena diagnosa akhir mengandung nilai medis, maka lembaran tersebut tetap tidak boleh disiarkan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang. Dan ada kalanya identitas pasienpun dianggap perlu disembunyikan dari pemberitaan, misalnya apabila pasien adalah seorang yang terpandang di masyarakat ataupun apabila pasien tersebut adalah seorang buronan atau tanggungan polisi. Hal tersebut dilakukan demi ketenangan pasien dan tertibnya keamanan rumah sakit dari pihak-pihak yang mungkin akan bermaksud mengganggu. Sumber hukum yang dijasikan acuan dalam masalah kerahasiaan suatu informasi yang menyangkut rekam medis pasien adalah Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran. b. Persetujuan Tindak Medis Aspek hukum pasien yang datang pada suatu rumah sakit untuk dirawat jalan relatif lebih sederhana dibanding dengan rawat inap. Setiap pasien yang mendapat pelayanan mempunyai hak untuk memperoleh atau menolak pengobatan, bila pasien dalam perwalian maka walilah yang mentas namakan keputusan hak tersebut pada pasien.

Upload: armada-eka-fredian

Post on 24-Jul-2015

148 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek Hukum Rekam Medis

Aspek Hukum Rekam MedisDalam aspek hukum rekam medis akan dibahas tentang; Kerahasiaan rekam medis,

persetujuan tindakan medis, pemberian informasi kepada orang atau badan yang mendapat kuasa, dan rekam medis di pangadilan (Depkes, 1991)a. Kerahasiaan Rekam Medis

Pada dasarnya informasi yang bersumber dari rekam medis dapat dikategorikan menjadi: a) Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan, yaitu laporan atau catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis sebagai hasil pemeriksaan pengobatan, observasi atau wawancara dengan pasien. Informasi ini tidak boleh disebar luaskan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, karena menyangkut individu langsung si pasien. Pemberitahuan keadaan sakit si pasien kepada pasien maupun keluarganya adalah tanggung jawab dokter yang merawat si pasien. b) informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan adalah informasi perihal identitas pasien (nama, alamat, dll) serta informasi yang tidak mengandung nilai medis. Biasanya informasi jenis ini terdapat dalam lembaran paling depan berkas rekam medis rawat jalan maupun rawat inap (ringkasan riwayat klinik ataupun ringkasan masuk dan keluar). Karena diagnosa akhir mengandung nilai medis, maka lembaran tersebut tetap tidak boleh disiarkan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang. Dan ada kalanya identitas pasienpun dianggap perlu disembunyikan dari pemberitaan, misalnya apabila pasien adalah seorang yang terpandang di masyarakat ataupun apabila pasien tersebut adalah seorang buronan atau tanggungan polisi. Hal tersebut dilakukan demi ketenangan pasien dan tertibnya keamanan rumah sakit dari pihak-pihak yang mungkin akan bermaksud mengganggu. Sumber hukum yang dijasikan acuan dalam masalah kerahasiaan suatu informasi yang menyangkut rekam medis pasien adalah Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.

b. Persetujuan Tindak MedisAspek hukum pasien yang datang pada suatu rumah sakit untuk dirawat jalan relatif

lebih sederhana dibanding dengan rawat inap. Setiap pasien yang mendapat pelayanan mempunyai hak untuk memperoleh atau menolak pengobatan, bila pasien dalam perwalian maka walilah yang mentas namakan keputusan hak tersebut pada pasien.

Keputusan pasien atau walinya, yang disebut dengan persetujuan dapat dikemukakan dengan 3 cara, yaitu: a) Persetujuan langsung, dimana pasien atau walinya segera menyetuji usulan pengobatan yang ditawarkan pihak rumah sakit, persetujuan tersebut dapat dalam bentuk lisan atau tulisan. b) Persetujuan secara tak langsung, dimana tindakan pengobatan dilakukan dalam keadaan darurat atau ketidak mampuan mengingat ancaman terhada nyawa pasien. c) Persetujuan Khusus atau Informed Consent, dimana pasien atau walinya wajib mencantumkan pernyataan bahwa kepadanya telah dijelaskan suatu informasi terhadap apa yang akan dilakukan oleh tim medis, resiko dan akibat yang akan terjadi bilamana suatu tindakan diambil, hanya diperlukan jika pasien akan dioperasi atau akan menjalani prosedur pembedahan tertentu. Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap perlakuan yang akan diambil tersebut menjadi bukti yang syah bagi rumah sakit, pasien, dan dokter.

Otorisasi untuk otopsi dan adopsi pada dasarnya sama seperti untuk operasi atau pembedahan. Dalam hal ini rumah sakit harus benar-benar terjamin keselamatannya melalui bukti-bukti tanda tangan dari orang-orang yang berhak. Pada kasus otopsi, berkas pasien yang akan diotopsi harus memiliki lembaran perintah otopsi, perintah pelaksanaan otopsi dapat ditinjau dalam dua kejadian yaitu otopsi atas permintaan keluarga pasien dimana di dalamnya terdapat tanda tangan keluarga pasien, dan atas permintaan polisi untuk pembuktian. Adanya permintaan akan jenazah pasien, bagian tubuh tertentu, kremasi ataupun pernyataan bahwa jenazah tidak diambil keluarga dan lain sebagainya harus senantiasa dikuatkan oleh tanda tangan dari beberapa pihak termasuk di dalamnya saksi I dan II sesuai

Page 2: Aspek Hukum Rekam Medis

prosedur yang berlaku. Selain instansi kamar jenazah, berkas rekam medis pun juga harus memiliki dasar penguat dalam bentuk formulir persetujuan yang telah ditanda tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan tersebut.

Pada kasus adopsi, pihak-pihak yang bersangkutan harus benar-benar bertanggung jawab untuk segera menandatangani formulir atau keterangan adopsi. Pihak rumah sakit harus melibatkan unsur saksi sebagai penguat disamping adanya pernyataan resmi secara tertulis dari pihak yang menerima. Dalam kasus seorang anak yang tidak diambil oleh keluarganya maka pihak rumah sakit dapat meneruskannya kepada yayasan atau badan resmi yang berwenang dan dianggap syah oleh negara. Segala korespondensi yang terjadi dalam hal adopsi harus amat dijaga kerahasiannya. Pihak Unit Rekam Medis harus menjamin bahwa berkasnya telah lengkap. Bilamana dirasakan perlu untuk menyendirikan laporan adopsi dari berkas pencatatan pasien maka Kepala Unit Rekam Medis dapat mengambil kebijaksanaan tersebut dan memberi kode tertentu dalam berkas rekam medis pasien tersebut. Selanjutnya surat adopsi tersebut disimpan dalam tempat khusus yang terkunci

c. Pemberian Informasi Kepada Orang atau Badan yang Mendapat KuasaPermintaan terhadap informasi antara lain datang dari: 1) Pihak ketiga yang akan

membayar biaya, seperti: asuransi, perusaan yang pegawainya mendapat perawatan di rumah sakit, dll. 2) Pasien dan keluarganya. 3) Dokter dan staf medis. 4) Dokter dan rumah sakit lain yang turut merawat seorang pasien. 5) Lembaga pemerintah dan badan-badan lain. Sedangkan yang digunakan sebagai dasar kebijaksanaan dalam pemberian informasi antara lain: 1) Kerahasiaan menjadi faktor terpenting dalam pengelolaan rekam medis. 2) Selalu menjaga atau memelihara hubungan baik dengan masyarakat. Sangat diperlukan adanya ketentuan-ketentuan yang wajar dan senantiasa dijaga agar tidak merangsang pihak peminta informasi mengajukan tuntutan lebih jauh kepada rumah sakit. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat secara khusus yaitu yang ditetapkan oleh perundang-undangan yang berlaku umum dan yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap rumah sakit, antara lain:1). Informasi rekam medis hanya dikeluarkan dengan surat kuasa yang ditandatangani dan

diberi tanggal oleh pasien, atau walinya jika pasien tersebut secara mental tidak kompeten, atau keluarga terdekat kecuali jika ada ketentuan lain dalam peraturan. Surat kuasa hendaklah juga ditandatangani dan diberi tanggal oleh orang yang mengeluarkan rekam medis dan disimpan di dalam berkas rekam medis tersebut.

2). Informasi di dalam rekam medis boleh diperlihatkan kepada perwalian rumah sakit yang syah untuk melindungi kepentingan rumah sakit dalam hal-hal yang bersangkutan dengan pertanggungjawaban.

3). Informasi boleh diberikan kepada rumah sakit lain, tanpa surat kuasa yang ditandatangani oleh pasien berdasarkan permintaan dari rumah sakit itu yang menerangkan bahwa si pasien sekarang dalam perawatan mereka.

4). Informasi yang bersifat medik yang dimiliki rumah sakit tidak boleh disebarkan oleh pegawai rumah sakit itu, kecuali bila pimpinan rumah sakitnya mengizinkan.

5). Rekam medis yang asli tidak boleh dibawa keluar rumah sakit, kecuali bila atas perintah pengadilan dengan surat khuasa khusus tertulis dari pimpinan rumah sakit.

6). Rekam medis tidak boleh diambil dari tempat penyimpanan untuk dibawa ke bagian lain dari rumah sakit, kecuali jika diperlukan untuk transaksi dalam kegiatan rumah sakit itu. Apabila mungkin rekam medis ini hendaknya diperiksa di bagian setiap waktu dapat dikeluarkan bagi mereka yang memerlukan.

7). Rekam medis yang diminta untuk dibawa ke pengadilan, segala ikhtiar hendaklah dilakukan supaya pengadilan menerima salinan foto statik rekam medis yang dimaksud. Apabila hakim minta yang asli, tanda terima harus diminta dan disimpan di folder sampai rekam medis yang asli tersebut kembali.

Page 3: Aspek Hukum Rekam Medis

8). Dokter yang bertanggungjawab dan para asistennya boleh dengan bebas berkonsultasi dengan bagian rekam medis dengan catatan yang ada hubungannya dengan pekerjaannya.

9). Dokter tidak boleh memberikan persetujuan kepada perusahaan asuransi atau badan lain untuk memperoleh rekam medis.

10). Dokter dari luar rumah sakit yang mencari keterangan mengenai pasien pada suatu rumah sakit, harus memiliki surat kuasa dari pasien tersebut.

11). Permohonan pasien untuk memperoleh informasi mengenai catatan dirinya diserahkan kepada dokter yang bertugas merawatnya

12). Permohonan secara lisan, permintaan informasi sebaiknya ditolak, karena cara permintaan harus tertulis.

13). Rumah sakit tidak boleh dengan sekehendaknya menggunakan rekam medis dengan cara yang dapat membahayakan kepentingan pasien, kecuali jika rumah sakit itu sendiri akan menggunkan rekam medis tersebut bila perlu untuk melindungi dirinya atau mewakilinya.

14). Badan-badan sosial boleh mengetahui isi data sosial dari rekam medis, apabila mempunyai alasan-alasan yang syah untuk memperoleh informasi, namun untuk data medisnya tetap diperlukan surat persetujuan dari pasien yang bersangkutan.

15). Pemakaian rekam medis untuk keperluan riset diperbolehkan asal ada persetujuan dari pimpinan rumah sakit.

16). Fakta bahwa seorang majikan telah membayar atau telah menyetujui untuk membayar ongkos rumah sakit bagi seorang pegawainya, tidak dapat dijadikan alasan bagi rumah sakit untuk memberikan informasi medis pegawai tersebut kepada majikan tadi tanpa surat kuasa atau persetujuan tertulis dari pasien atau walinya yang syah.

17). Pengesahan untuk memberikan informasi hendaklah berisi indikasi mengenai periode-periode perawat tertentu. Surat kuasa atau persetujuan itu hanya berlaku untuk informasi medis yang termasuk dalam jangka waktu atau tanggal yang tertulis di dalamnya.

18). Ketentuan-ketentuan ini tidak saja berlaku bagi bagian rekam medis, tetapi juga berlaku bagi semua orang yang menangani rekam medis di bagian perawatan, bangsal-bangsal, dll.

d. Rekam Medis di PengadilanRekam medis disimpan dan dijaga tidak saja untuk keperluan medis dan administratif,

melainkan juga digunakan untuk individu dan organisasi yang secara hukum berhak mengetahuinya. Rekam medis ini adalah catatan kronologis yang tidak disangsikan kebenarannya tentang pertolongan, perawatan, pengobatan seorang pasien selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Rekam medis ini dibuat sebagai suatu prosedur rutin penyelenggaraan kegiatan rumah sakit. Penyimpanan dan pemeliharaan merupakan satu bagian dari keseluruhan kegiatan rumah sakit.

Informasi di dalam rekam medis dapat dipakai sebagai bukti, karena rekam medis adalah dokumen resmi dalam kegiatan rumah sakit. Jika pengadilan dapat diyakinkan bahwa rekam medis itu tidak dapat disangkal kebenarannya dan dapat dipercaya, maka keseluruhan atau sebagian dari informasi dapat dijadikan bukti yang memenuhi persyaratan. Apabila salah satu pihak bersengketa dalam satu acara pengadilan menghendaki pengungkapan isi rekam medis di dalam sidang, ia meminta perintah dari pengadilan kepada rumah sakit yang menyimpan rekam medis tersebut. Rumah sakit yang menerima perintah tersebut wajib mematuhi dan melaksanakannya. Apabila ada keragu-raguan tentang isi perintah tersebut dapat diminta penjelasan ke pengadilan yang bersangkutan. Dengan surat tersebut diminta seorang saksi untuk datang dan membawa rekam medis yang diminta atau memberikan

Page 4: Aspek Hukum Rekam Medis

kesaksian di depan sidang. Apabila yang diminta rekam medisnya saja rumah sakit dapat membuat copy dari rekam medis yang diminta dan mengirimkan kepada bagian tata usaha pengadilan, setelah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang (dalam hal ini pimpinan rumah sakit).