aspek hukum perdata terkait donor organ melalui surat

19
Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat Wasiat (Studi Pendonoran Organ melalui Surat Wasiat Bapak A) Indriani O. Honarto, Endah Hartati, Wahyu Andrianto Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Artikel ini membahas mengenai dua hal utama, yakni: pelaksanaan pendonoran organ melalui surat wasiat menurut ketentuan hukum perdata di Indonesia dan kekuatan hukum dari wasiat pendonoran organ tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan analisis kualitatif atas data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Pendonoran organ melalui wasiat dapat dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi dengan tidak mengesampingkan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia; (2) Secara yuridis, kekuatan hukum dari wasiat yang dibuat oleh pewaris untuk mendonorkan organnya lebih kuat daripada penolakan ahli waris atau keluarganya. Kata kunci: donor organ, wasiat, hukum perdata Civil Law Aspect According Organ Donation Testament (A Study from Mr A’s Organ Donation Testament) Abstract This article reviews two main things, which are: the implementation of organ donation with testament based on the regulation of civil law in Indonesia and the legality of the organ donation testament. This research is a normative legal research with qualitative analysis on secondary data. The results of this research are: (1) The organ donation with testament could be done based on the regulations in Indonesian Civil Code, but without ignoring the regulations in Law Number 36 Year 2009 regarding Health and The Government Regulation Number 18 Year 1981 regarding Clinical Cadaver Surgery and Anatomical Cadaver Surgery along with Human Organ and Tissue Transplant; (2) Juridically, the legality of the testament which is made by the heir to donate his/her organs is stronger than the objection of the inheritor or the heir’s family. Keywords: organ donation, testament, Civil Law Pendahuluan Mungkin beberapa dari kita tidak asing lagi mendengar adanya sebuah istilah ‘mens sana in corpore sano’, dimana istilah itu berarti bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Seseorang dikatakan sehat, tidak hanya dilihat dari keadaan luarnya saja, tetapi juga dari kesehatan organ-organ yang ada di dalam tubuhnya. Setiap orang pasti mendambakan kesehatan yang baik agar dapat menjalankan kehidupan sehari-harinya dengan Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Upload: others

Post on 08-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat Wasiat (Studi

Pendonoran Organ melalui Surat Wasiat Bapak A)

Indriani O. Honarto, Endah Hartati, Wahyu Andrianto

Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Artikel ini membahas mengenai dua hal utama, yakni: pelaksanaan pendonoran organ melalui surat wasiat

menurut ketentuan hukum perdata di Indonesia dan kekuatan hukum dari wasiat pendonoran organ tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan analisis kualitatif atas data sekunder.

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Pendonoran organ melalui wasiat dapat dilaksanakan dengan mengacu pada

ketentuan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi dengan tidak mengesampingkan

ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Peraturan

Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi

Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia; (2) Secara yuridis, kekuatan hukum dari wasiat yang dibuat oleh

pewaris untuk mendonorkan organnya lebih kuat daripada penolakan ahli waris atau keluarganya.

Kata kunci: donor organ, wasiat, hukum perdata

Civil Law Aspect According Organ Donation Testament (A Study from Mr

A’s Organ Donation Testament)

Abstract

This article reviews two main things, which are: the implementation of organ donation with testament based on

the regulation of civil law in Indonesia and the legality of the organ donation testament. This research is a

normative legal research with qualitative analysis on secondary data. The results of this research are: (1) The

organ donation with testament could be done based on the regulations in Indonesian Civil Code, but without

ignoring the regulations in Law Number 36 Year 2009 regarding Health and The Government Regulation

Number 18 Year 1981 regarding Clinical Cadaver Surgery and Anatomical Cadaver Surgery along with Human

Organ and Tissue Transplant; (2) Juridically, the legality of the testament which is made by the heir to donate

his/her organs is stronger than the objection of the inheritor or the heir’s family.

Keywords: organ donation, testament, Civil Law

Pendahuluan

Mungkin beberapa dari kita tidak asing lagi mendengar adanya sebuah istilah ‘mens

sana in corpore sano’, dimana istilah itu berarti bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat

jiwa yang sehat. Seseorang dikatakan sehat, tidak hanya dilihat dari keadaan luarnya saja,

tetapi juga dari kesehatan organ-organ yang ada di dalam tubuhnya. Setiap orang pasti

mendambakan kesehatan yang baik agar dapat menjalankan kehidupan sehari-harinya dengan

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 2: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

penuh semangat tanpa halangan. Akan tetapi, sayangnya hal tersebut tidak dapat dinikmati

oleh sebagian orang yang mengalami gangguan kesehatan. Sebagian orang ini membutuhkan

bantuan donor organ untuk menunjang bekerjanya organ-organ tubuhnya yang lain untuk

bertahan hidup lebih lama.

Dalam dunia kedokteran, pada umumnya diyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya.

Ada penyakit yang dapat diobati dengan hanya pemberian obat yang sederhana, tetapi ada

juga yang memerlukan pengobatan yang relatif rumit, seperti transplantasi organ.

Transplantasi organ merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk menyelamatkan

nyawa pasien dari ancaman kematian dengan cara memindahkan organ dari tubuh seseorang

ke tubuh pasien tersebut. Dalam ilmu kesehatan, transplantasi dilakukan dengan tujuan untuk

mengganti organ penerima yang rusak atau tidak berfungsi lagi dengan organ ‘baru’ dari

pendonor.1

Sejak kesuksesan transplantasi ginjal yang pertama kali dilakukan pada 23 Desember

1954, dunia kedokteran terus mengadakan eksperimen-eksperimen transplantasi organ

lainnya seperti jantung, hati, paru-paru, dan lain-lain. Seiring waktu, dengan ditemukannya

obat immunosuppressant yang berfungsi untuk mengurangi reaksi penolakan tubuh penerima

organ transplantasi dan juga perkembangan teknologi kedokteran yang semakin canggih

menyebabkan kesuksesan transplantasi organ semakin meningkat. Di Indonesia sendiri,

transplantasi organ pertama berhasil dilakukan pada tahun 1977 di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo.

Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak orang yang membutuhkan

donor organ untuk tetap bertahan hidup. Tetapi, jumlah donor organ yang tersedia masih

sedikit. Menurut World Health Organization (WHO), transplantasi ginjal telah dilakukan di

91 negara. Sekitar 66.000 transplantasi ginjal, 21.000 transplantasi hati, dan 6.000

transplantasi jantung dilakukan di seluruh dunia.2 Di Amerika Serikat sendiri, pada tahun

2006, dikabarkan lebih dari 6.000 pasien yang berada dalam daftar tunggu – satu orang setiap

1Taruna Ikrar, “Pengobatan Modern dengan Transplantasi Organ” http://kabarinews.com/pengobatan-

modern-dengan-transplantasi-organ/35143, diunduh pada 10 November 2013.

2Yosuke Shimazono, “The State of The International Organ Trade: A Provisional Picture Based on

Integration of Available Information” http://www.who.int/bulletin/volumes/85/12/06-039370/en/, diunduh pada

15 November 2013.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 3: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

90 menit – meninggal saat menunggu transplantasi.3 Di Indonesia, menurut Usul Majadi

Sinaga, dalam pidato pengukuhan guru besarnya di Universitas Sumatera Utara, ada lebih

dari 100.000 orang penderita gagal ginjal yang membutuhkan donor ginjal.4 Sedangkan

Menteri Kesehatan Dr. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih sebagaimana dikutip dari harian

Kompas, Senin 15 Maret 2010, mengatakan lebih dari 600 orang membutuhkan cangkok hati

di Indonesia.5 Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa kebutuhan akan donor organ, tidak

hanya di Amerika Serikat, tetapi di Indonesia pun cukup tinggi. Namun, tingginya kebutuhan

akan organ tersebut, tidak diikuti dengan ketersediaan organ. Walaupun Indonesia merupakan

salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, namun mencari donor organ

di Indonesia masih sangat sulit. Pengadaan organ di Indonesia saat ini masih bergantung pada

donor sedarah, khususnya hati dan ginjal. Sedangkan untuk kornea mata, Indonesia masih

banyak menerima kornea donor dari Srilanka, India, Belanda, maupun Amerika Serikat.6 Hal

ini disebabkan karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat Indonesia untuk

mendonorkan organ tubuhnya. Selain itu, adanya permasalahan bahwa mendonorkan organ

tubuh melanggar kepercayaan atau agama yang dianut, sehingga hal ini juga menjadi kendala

kemauan terhadap para pendonor untuk bersedia mendonorkan organ tubuhnya.

Saat ini di negara-negara maju, kesadaran penduduknya untuk mendonorkan organ

sudah cukup tinggi. Banyak orang secara sadar menuliskan izin pengambilan organ tubuhnya

jika ia meninggal. Selain itu, ada juga kerabat-kerabat dari orang yang meninggal dunia yang

mengizinkan dilakukannya pengambilan organ tanpa adanya perintah khusus dari almarhum.

Tetapi hal itu masih belum cukup dalam meningkatkan antusiasme masyarakat untuk ikut

serta menjadi bagian dalam pendonoran organ. Kurangnya jumlah orang yang bersedia

mendonorkan organnya mengakibatkan donor organ adalah suatu hal yang sangat sulit

didapat, sehingga hal ini menjadi suatu hal yang mahal namun tak ternilai harganya jika

dibandingkan dengan kelangsungan hidup orang yang disayang, dengan demikian praktik jual

3Alex He Jingwei, et al., “Living Organ Transplantation Policy Transition in Asia: towards Adaptive

Policy Changes,” Global Health Governance Volume III No. 2, (Spring 2010), hlm. 1.

4Usul Majadi Sinaga, “Peran dan Tanggung Jawab Masyarakat dalam Masalah Pengadaan Donor

Organ Manusia,” (makalah disampaikan pada Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 4 Agustus 2010)

5Patricia Soetjipto, “Naskah Akademik” http://staff.blog.ui.ac.id/wiku-a/files/2013/04/Contoh-TM-NA-

Tansplantasi-Organ-Manusia.pdf, diunduh pada 15 November 2013.

6Anonim, “Donor Mata” http://doktersehat.com/donor-mata/, diunduh pada 16 November 2013.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 4: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

beli organ marak dilakukan. Orang yang berada di ambang kematian karena kegagalan organ,

bersedia membayar uang yang banyak untuk memperoleh organ. Sementara itu, ada banyak

orang yang bersedia menjual organnya karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi. Mirisnya

hal ini pula yang juga mendorong terjadinya perkembangan perdagangan manusia secara

ilegal untuk diambil organnya.

Donor organ dapat berasal dari orang yang masih hidup maupun orang yang sudah

meninggal. Orang yang masih hidup dan ingin mendonorkan organnya dapat melakukannya

dengan dua cara, yaitu mendonorkan salah satu dari sepasang organnya, misalnya ginjal, atau

mendonorkan sebagian organnya dari organ yang masih bisa beregenerasi, misalnya hati atau

paru-paru.7 Sedangkan untuk donor yang sudah meninggal, semua organnya dapat diambil.

Pada tahun 2002, lebih dari 22.000 organ diambil dari 6.182 donor yang sudah

meninggal.8 Namun, tidak setiap jenazah dapat diambil organnya untuk ditransplantasi.

Pertama, ada batas usia untuk dapat menjadi donor. Kedua, orang tersebut tidak boleh

meninggal karena penyakit kanker atau penyakit menular.9

Transplantasi organ dari donor hidup dilakukan dengan persetujuan dari donor setelah

calon donor terlebih dahulu diberitahukan oleh dokter yang merawatnya termasuk dokter

konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang

dapat terjadi. Sedangkan transplantasi organ dari donor yang sudah meninggal harus didasari

oleh persetujuan yang diberikan olehnya sewaktu dia masih hidup atau persetujuan dari ahli

waris/keluarganya jika donor telah meninggal dan tidak pernah memberi izin sewaktu dia

masih hidup.10

Untuk menentukan bahwa suatu izin/persetujuan diberikan oleh donor secara sukarela

dikenal dua sistem, yaitu:

1. Sistem pemberian izin

7University of Minnesota’s Center for Bioethics, “Ethics of Organ Transplantation”,

http://www.ahc.umn.edu/img/assets/26104/Organ_Transplantation.pdf. diunduh pada 22

November 2013.

8Ibid.

9Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Pertemuan Ilmiah tentang Hukum

Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional,

1992), hlm. 67.

10Ibid., hlm. 71.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 5: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

Dalam sistem ini tidak boleh dilakukan suatu pengambilan organ tubuh tanpa ada

izin yang jelas/nyata yang diberikan oleh donor. Sistem ini berlaku untuk donor

hidup dan donor mati. Negara yang menganut sistem ini adalah Amerika Serikat

dan Indonesia.

2. Sistem tidak berkeberatan

Pada sistem ini dianggap ada izin pengambilan organ kecuali ada suatu pernyataan

bahwa yang bersangkutan berkeberatan. Jadi, apabila tidak ada keterangan yang

menyatakan bahwa seseorang berkeberatan menjadi donor pada saat dia

meninggal, maka di negara yang menganut sistem tidak berkeberatan ini, rumah

sakit langsung diperbolehkan untuk mengeksplantasi organ tubuh dari mayat. Salah

satu negara yang menganut sistem ini adalah Singapura.11

Dalam beberapa kasus, ada orang yang ingin mendonorkan organnya pada saat dia

sudah meninggal. Keinginannya itu lalu dituangkan ke dalam sebuah wasiat yang nantinya

akan dieksekusi pada saat orang tersebut meninggal dunia. Hal ini pulalah yang dilakukan

oleh Bapak A yang membuat sebuah wasiat di hadapan notaris yang isinya adalah Bapak A

bersedia untuk mendonorkan semua anggota organ tubuhnya, kecuali matanya, pada saat dia

meninggal dunia nanti, kepada Rumah Sakit XYZ untuk ditransplantasikan kepada orang

yang membutuhkan.

Dalam kasus yang telah Penulis paparkan di atas, Bapak A yang telah membuat

wasiat tersebut sudah diizinkan oleh keluarganya untuk menjadi donor organ dan nantinya

pun, pihak keluarga telah bersedia menyerahkan jenazah Bapak A kepada Rumah Sakit XYZ

apabila Bapak A meninggal dunia sehingga wasiat yang dianalisis oleh Penulis merupakan

wasiat yang telah disetujui oleh pihak keluarga. Namun, hal ini tidak terjadi pada seluruh

pendonor yang ingin mendonorkan organnya, karena ada kalanya beberapa keluarga

pendonor menolak dilakukannya pengambilan organ pada saat pendonor meninggal dunia,

sehingga mengakibatkan pengambilan organ tersebut tidak jadi dilakukan. Hal ini sangat

disayangkan, karena seharusnya untuk pendonor yang sudah meninggal dunia, organnya

dapat diberikan kepada orang lain untuk dimanfaatkan sebagai bentuk pertolongan kepada

orang-orang yang sangat membutuhkan demi kelangsungan hidupnya.

11Ibid.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 6: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

Sejauh ini, di Indonesia sendiri terkait dengan pendonoran organ melalui wasiat

belum diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang perlu

diperhatikan bersama, mengingat semakin berkembangnya dunia kesehatan saat ini.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pendonoran organ melalui wasiat menurut ketentuan

hukum perdata di Indonesia?

2. Bagaimanakah kekuatan hukum wasiat yang dibuat oleh pewaris untuk

mendonorkan organnya?

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan artikel ini berbentuk

penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang

mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.12

Adapun norma-norma hukum tertulis utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis

dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. Di

samping norma-norma hukum tertulis tersebut, digunakan pula norma-norma hukum tertulis

lainnya yang relevan dan dapat menunjang penelitian ini.

Berdasarkan tipenya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,

keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas

hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam

kerangka menyusun teori-teori baru.13

Jenis data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu

bahan kepustakaan yang mencakup peraturan perundnag-undangan, buku, tesis, artikel

ilmiah, dan artikel dari internet. Selain itu, juga digunakan jenis data primer, dengan

12Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2004), hlm. 14.

13Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm. 10.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 7: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

melakukan wawancara dengan narasumber yang mengerti mengenai permasalahan dalam

penelitian ini.

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan

berupa peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku,

tesis, artikel ilmiah, dan artikel dari internet. Sedangkan bahan hukum tersier yang digunakan

adalah kamus.

Dalam penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Pembahasan

1. Fakta di Masyarakat

Pada tanggal 27 Juli 1992, Bapak A yang lahir di Malang pada tanggal 24 Januari

1946 menghadap notaris untuk membuat wasiat. Isi dari wasiat tersebut adalah apabila Bapak

A meninggal dunia, maka Bapak A akan memberikan kepada Rumah Sakit XYZ semua

anggota organ tubuh miliknya, kecuali matanya yang telah didonorkan kepada Bank Mata di

Surabaya. Adapun dalam wasiat tersebut, Bapak A mengangkat Rumah Sakit XYZ sebagai

pelaksana wasiatnya memberikan kepada Rumah Sakit XYZ hak untuk memegang,

mengawetkan, menguasai, mengurus jenazah, dan mempergunakan semua organ tubuh Bapak

A, kecuali mata Bapak A yang telah didonorkan kepada Bank Mata di Surabaya, untuk

kepentingan transplantasi dan pengembangan ilmu kedokteran. Dalam proses pembuatan

wasiat tersebut dihadiri oleh empat orang saksi.

2. Analisis Pendonoran Organ Melalui Wasiat

a. Bentuk Wasiat

Berdasarkan bentuknya, wasiat dapat dibagi menjadi wasiat olografis, wasiat umum,

wasiat rahasia dan codicil. Wasiat olografis adalah wasiat yang ditulis tangan dan

ditandatangani oleh pewaris sendiri yang kemudian diserahkan kepada notaris untuk

disimpan dan dalam proses penyerahannya dihadiri oleh dua orang saksi. Wasiat umum

adalah wasiat yang dibuat dihadapan notaris dan dalam proses pembuatannya dihadiri oleh

dua orang saksi. Wasiat rahasia adalah wasiat yang ditulis oleh pewaris sendiri atau oleh

orang lain yang disuruh oleh pewaris dan ditandatangani oleh pewaris yang kemudian

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 8: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

disampul dan disegel lalu diserahkan kepada notaris dengan dihadiri oleh empat orang saksi.

Codicil adalah wasiat yang dibuat pewaris dengan akta dibawah tangan dan disimpan oleh

pewaris sendiri.

Wasiat olografis, wasiat umum, dan wasiat rahasia adalah wasiat yang dibuat dengan

akta notaris dan dengan demikian bentuk wasiat tersebut harus sesuai dengan undang-undang

dan wasiat tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sedangkan codicil adalah

wasiat yang dibuat dibawah tangan dengan demikian wasiat tersebut bentuknya bebas dan

kekuatan pembuktiannya tidak sempurna.

Untuk melihat bentuk dari wasiat yang dibuat oleh Bapak A, maka perlu dilihat proses

dari pembuatan wasiat tersebut. Berdasarkan wasiat yang dilampirkan oleh Penulis, Bapak A

menghadap kepada notaris dan meminta agar notaris membuat wasiat tersebut. Selain itu,

pembuatan wasiat tersebut disaksikan oleh empat orang saksi. Berdasarkan hal tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa bentuk wasiat yang dibuat oleh Bapak A adalah wasiat umum.

b. Sah atau Tidak Pembuatan Wasiat

Pasal 897 KUHPerdata mengatakan bahwa: “para belum dewasa yang belum genap

berusia 18 (delapan belas) tahun tidak diperbolehkan membuat surat wasiat”.

Dalam wasiat tersebut dicantumkan bahwa Bapak A lahir di Malang pada tanggal 24

Januari 1946 dan wasiat tersebut dibuat pada tanggal 27 Juli 1992. Hal ini berarti pada saat

membuat wasiat tersebut, Bapak A telah berusia 46 tahun sehingga Bapak A telah memenuhi

salah satu syarat untuk dapat membuat wasiat, yaitu berusia di atas 18 tahun, karena pada saat

membuat wasiat untuk mendonorkan organnya tersebut, Bapak A telah berusia 46 tahun.

Dengan demikian, syarat dewasa ini telah terpenuhi.

Sehat akal budinya, artinya tidak terganggu akal budinya pada saat membuat surat

wasiat. Pasal 895 KUHPerdata mengatakan bahwa: “untuk dapat membuat dan mencabut

suatu surat wasiat, seorang harus mempunyai budi akalnya”.

Di dalam wasiat yang dibuat dihadapan notaris, biasanya dicantumkan keterangan

bahwa pembuat wasiat yang datang menghadap memiliki akal budi yang sehat. Adapun di

dalam wasiat Bapak A tersebut terdapat keterangan bahwa Bapak A memiliki akal budi yang

sehat. Dengan demikian syarat pembuat wasiat memiliki akal budi yang sehat telah terpenuhi.

Pasal 893 KUHPerdata mengatakan bahwa: “surat-surat wasiat yang dibuat akibat

paksaan, penipuan, atau akal licik adalah batal.”

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 9: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

Dalam wasiat tersebut, terdapat pernyataan, “Apabila saya sudah meninggal dunia,

saya hibahwasiatkan kepada Rumah Sakit XYZ, yaitu: semua anggota organ tubuh saya,

kecuali mata saya, karena mata saya sudah saya donorkan melalui Bank Mata di Surabaya.

Kepada para ahliwaris saya, saya minta untuk melakukan penyerahan jenazah saya kepada

Rumah Sakit XYZ…” dan juga pernyataan bahwa Bapak A memberikan kepada Rumah

Sakit XYZ hak untuk menguasai dan mempergunakan semua anggota organ tubuhnya.

Dari pernyataan tersebut, Penulis berpendapat Bapak A sadar akan perbuatannya

dalam membuat wasiat tersebut dan Bapak A juga melakukannya dengan sukarela. Dengan

demikian syarat wasiat dibuat tidak dibawah paksaan, kekhilafan, atau penipuan terpenuhi.

c. Objek Wasiat

Dalam kasus di atas, Bapak A membuat wasiat yang isinya adalah Bapak A

mendonorkan semua anggota organ tubuhnya, kecuali matanya, kepada Rumah Sakit XYZ.

Dengan demikian yang menjadi objek dari wasiat tersebut atas adalah organ tubuh Bapak A.

Untuk mengetahui apakah organ yang diwasiatkan tersebut dapat menjadi objek

wasiat, maka Penulis akan mengacu pada teori hukum benda yang ada dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Hal ini dikarenakan pengaturan mengenai wasiat diatur di dalam

Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Kebendaan. Dengan demikian, yang

menjadi objek wasiat adalah jenis benda yang termasuk di dalam Buku II KUHPerdata

tersebut.

Dalam Pasal 499 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Menurut paham undang-undang

yang dinamakan kebendaan ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh

hak milik.”

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian benda ialah segala sesuatu

yang dapat dihaki atau dijadikan objek hak milik. Jadi cakupannya sangat luas, oleh karena

disamping istilah benda (zaak), didalamnya terdapat istilah barang (goed) dan hak (recht). Ini

berarti istilah benda pengertiannya masih bersifat abstrak karena tidak saja meliputi benda

berwujud tetapi juga benda tidak berwujud. Sedangkan barang mempunyai pengertian yang

lebih sempit karena bersifat konkrit dan berwujud artinya dapat dilihat dan diraba, misalnya

buku, pensil, meja, kursi, dan lain-lain. Hak, menunjuk pada pengertian benda yang tidak

berwujud (immaterial) misalnya, piutang-piutang atau penagihan-penagihan seperti piutang

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 10: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

atas nama, piutang atas bawa/kepada pembawa, dan piutang atas tunjuk atau berupa hak milik

intelektual seperti hak pengarang, hak cipta, dan hak merk.14

Selanjutnya, Pasal 499 KUHPerdata menetapkan bahwa benda yang berupa barang dan

hak dapat dikuasai oleh hak milik. Kata “dapat” menurut Prof. Mariam Darus Badrulzaman

mempunyai arti yang penting, karena membuka berbagai kemungkinan yaitu pada saat-saat

tertentu “sesuatu” itu belum berstatus sebagai objek hukum, namun pada saat-saat lain

merupakan objek hukum, seperti aliran listrik. Sedangkan untuk menjadi objek hukum harus

memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu penguasaan manusia, mempunyai nilai ekonomi dan

karenanya dapat dijadikan sebagai objek (perbuatan) hukum.15

Benda sebagai zaak merupakan benda dalam pengertian hukum kebendaan dengan

syarat dapat dilakukan penyerahan dan pada umumnya dapat dijadikan objek hak milik,

misalnya sebuah mobil, sebuah rumah, dan lain-lain.16 Oleh karena yang dimaksud dengan

benda menurut undang-undang hanyalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat

dimiliki orang, maka segala sesuatu yang tidak dapat dimiliki orang bukanlah termasuk

pengertian benda menurut KUHPerdata, seperti bulan, bintang, laut, udara, dan lain

sebagainya.17

KUHPerdata membedakan benda menjadi beberapa jenis, sebagai berikut:

a. Benda-benda bertubuh/berwujud (Iichamelijke zaken) dan benda tak berwujud

(Onlichamelijke zaken) – Pasal 503 KUHPerdata

b. Benda-benda yang jika dipakai dapat habis (Verbruikar) dan benda-benda yang

dipakai tidak dapat habis (Onverbruikbaar) – Pasal 505 KUHPerdata

c. Benda yang sudah ada (tegenwoordige zaken) dan benda-benda yang masih akan

ada (toekomstige zaken)

d. Benda di dalam perdagangan (zaken in de handel) dan benda di luar perdagangan

(zaken in buiten de handel)

14Frieda Husni Hasbullah dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Kebendaan Perdata, (Depok: Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2000), hlm. 14-15.

15Ibid., hlm. 15.

16Ibid., hlm. 17.

17H. Riduan Syahrani., Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni, 2006),

hlm. 107.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 11: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

e. Benda-benda yang dapat dibagi (deelbare zaken) dan benda-benda yang tidak

dapat dibagi (ondeelbare zaken)

f. Benda-benda yang dapat diganti (wisseling zaken) dan benda-benda yang tidak

dapat diganti (onwisseling zaken)

g. Benda-benda bergerak dan benda-benda tidak bergerak.

Untuk melihat apakah organ merupakan benda, selain dengan peraturan yang ada di

dalam KUHPerdata, Penulis juga akan mengacu pada peraturan yang mengatur mengenai

organ tubuh, yaitu PP No. 18 Tahun 1981. Dalam Pasal 1 huruf e PP No. 18 Tahun 1981

disebutkan transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan

atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh orang lain dalam

rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi

dengan baik. Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa organ tubuh manusia

dapat dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Dengan demikian, karena organ tubuh

dapat dipindahkan dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain, maka hak kepemilikan atas

organ tubuh tersebut juga ikut berpindah.

Selanjutnya, organ tubuh adalah suatu objek yang nyata yang ada di dalam tubuh

seseorang, tetapi pengambilan ataupun pemindahan organ tubuh tersebut hanya dapat

dilakukan setelah pewaris meninggal dunia.

Dengan demikian, berdasarkan uraian dan penjelasan yang telah Penulis sampaikan

diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa organ tubuh dapat dikatakan sebagai

suatu objek wasiat.

d. Isi Wasiat

Dalam wasiat tersebut, Bapak A membuat wasiat yang isinya bahwa Bapak A

menghibahwasiatkan semua anggota organ tubuhnya, kecuali matanya, kepada Rumah Sakit

XYZ. Dalam wasiat tersebut, Bapak A juga mengangkat Rumah Sakit XYZ sebagai

pelaksana wasiatnya dan memberikan hak, wewenang, dan kekuasaan kepada Rumah Sakit

XYZ untuk memegang, mengawetkan, menguasai, merawat, mengurus jenazah, dan

menggunakan semua anggota organ tubuh Bapak A, kecuali matanya, untuk kepentingan

transplantasi dan pengembangan ilmu kedokteran.

Untuk melihat apakah isi wasiat telah sesuai dengan ketentuan yang ada, maka perlu

dilihat ketentuan mengenai syarat isi wasiat. Dalam Pasal 888 KUHPerdata disebutkan,

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 12: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

“Dalam segala surat wasiat, tiap-tiap syarat yang tidak dapat dimengerti, atau tak mungkin

dilaksanakan atau yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, harus dianggap sebagai

tidak tertulis.”

Dalam wasiat Bapak A tersebut, Bapak A menyatakan bahwa setelah dia meninggal

dunia nanti, semua anggota organ tubuhnya, kecuali matanya, akan didonorkan ke Rumah

Sakit XYZ untuk kepentingan transplantasi dan pengembangan ilmu kedokteran. Selain itu,

Bapak A juga mengangkat Rumah Sakit XYZ sebagai pelaksana wasiatnya dan memberikan

hak kepada Rumah Sakit XYZ untuk menguasai dan mempergunakan semua organ tubuhnya.

Menurut Penulis, kehendak Bapak A tersebut sudah jelas dan dapat dimengerti. Organ yang

akan didonorkan oleh Bapak A telah disebutkan dengan jelas, pihak yang akan menerima

donor organ dari Bapak A telah jelas, dan tujuan pendonoran organ tersebut juga jelas,

sehingga isi wasiat tersebut jelas dan dapat dimengerti.

Selanjutnya, organ tubuh Bapak A didonorkan kepada Rumah Sakit XYZ dengan

sukarela, tanpa maksud untuk diperjual-belikan, sehingga hal tersebut tidak bertentangan

dengan ketentuan dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan18 dan Pasal 17 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat

Klinis, Bedah Mayat Anatomis, Serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.19

Dengan demikian, wasiat tersebut dapat dibuat dan dapat dilaksanakan, karena isi

wasiat tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 888 KUHPerdata, Pasal 64 ayat

(3) UU No. 36 Tahun 2009, dan Pasal 17 PP No. 18 Tahun 1981.

3. Kekuatan Hukum Wasiat Donor Organ di Indonesia

Dengan telah dibuatnya suatu surat wasiat yang menyatakan bahwa pendonor bersedia

untuk mendonorkan organnya, hal ini tetap tidak dapat menghindarkan terjadinya suatu

kendala dimana adanya penolakan dari ahli waris terhadap wasiat donor organ tersebut.

Apabila hal itu terjadi, maka dokter dan pihak rumah sakit tidak akan melakukan eksplantasi

organ tubuh pendonor.20

18Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan: “Organ dan/atau jaringan

tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.”

19Pasal 17 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis, Bedah Mayat

Anatomis, Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia: “Dilarang memperjualbelikan alat dan atau

jaringan tubuh manusia.”

20Wawancara Penulis dengan dr. Inez Lemmuela.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 13: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

Apabila ditinjau dari doktin the right of self determination, maka seseorang berhak

untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya. Hak ini berarti orang tersebut

memiliki suatu kewenangan atas tubuhnya untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu,

sehingga orang tersebut mempunyai kebebasan untuk menggunakan atau tidak

menggunakannya.

The right of self determination merupakan prinsip yang mengakui hak setiap pribadi

untuk memutuskan sendiri mengenai masalah kesehatan, kehidupan, serta kematiannya.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sejak dari masa kelahiran hingga

kematian, manusia sebagai individu secara otomatis memiliki hak atas tubuhnya secara

absolut.21 Hak-hak tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

a. Menyetujui atau menolak suatu tindakan medis

b. Menjadi donor organ dan atau jaringan tubuh manusia

c. Menjadi donor darah

d. Menyumbangkan organnya (setelah ia meninggal dunia), seperti jantung atau mata

e. Menyumbangkan seluruh badannya kepada laboratorium anatomi

f. Menentukan untuk dikremasi setelah ia meninggal dunia.22

Beranjak dari doktrin tersebut, Leenen juga berpendapat bahwa hak penguasaan

terhadap mayat pertama ada pada orang yang meninggal itu sendiri dan kemudian pada para

ahli warisnya. Hak penguasaan manusia terhadap tubuhnya setelah dia meninggal dunia

merupakan suatu hak penguasaan dari orang yang hidup, dan karena itu perlu mendapat

perlindungan. Hak yang dibicarakan di sini adalah hak pribadi orang yang tetap berlaku

setelah kematiannya. Orang itu sendiri yang harus menentukan apa yang dapat dilakukan

dengan tubuhnya. Kedudukan hukum dari tubuh itu berubah dengan meninggalnya orang

yang bersangkutan, di mana para ahli warisnya itu yang memperoleh hak penguasaan atas

21Sunny Ummul Firdaus, “Hak Asasi Manusia dalam Hukum Kesehatan di Indonesia”

http://eprints.uns.ac.id/872/1/Hak_Asasi_Manusia_dalam_Hukum_Kesehatan.pdf., diunduh pada 4 Juni 2014.

22Dian Kirana, “Perbandingan Peraturan tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh Manusia di

Indonesia dan di Singapura Ditinjau dari Aspek Hukum Perdata,” (Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 2012),

hlm. 124.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 14: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

tubuh orang yang meninggal dunia, sejauh orang yang meninggal dunia itu sendiri tidak

menggunakan haknya tersebut.23

Dengan demikian, berdasarkan pada doktrin the right of self determination di atas,

pada saat seseorang membuat wasiat untuk mendonorkan organnya, hal itu berarti orang itu

telah menentukan apa yang akan dilakukan pada tubuhnya pada saat dia meninggal dunia

nanti. Hak untuk menentukan apa yang akan terjadi dengan tubuhnya setelah dia meninggal

dunia nanti merupakan hak pribadi dari orang tersebut, sehingga ahli waris seharusnya tidak

diperkenankan untuk menolak wasiat pendonoran organ tersebut.

Selanjutnya, apabila ditinjau dari ketentuan hukum mengenai transplantasi organ di

Indonesia, maka perlu dilihat ketentuan yang ada dalam Pasal 65 ayat (2) UU No. 36 Tahun

2009 dan Pasal 10 ayat (1) jo Pasal 2 huruf a PP No. 18 Tahun 1981. Dalam Pasal 65 ayat (2)

UU No. 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari

seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan

mendapatkan persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya. Lebih lanjut, Pasal

10 ayat (1) jo Pasal 2 huruf a PP No. 18 Tahun 1981 menyebutkan bahwa transplantasi alat

dan atau jaringan tubuh manusia dapat dilakukan dengan persetujuan tertulis pendonor dan

atau keluarganya yang terdekat setelah pendonor meninggal dunia. Berdasarkan pasal-pasal

tersebut, dapat disimpulkan bahwa persetujuan dapat diberikan oleh salah satu pihak saja,

yaitu pendonor atau keluarganya. Hal ini juga didukung dengan ketentuan Pasal 13 PP No. 18

Tahun 1981 yang menyatakan persetujuan pendonoran organ dan atau jaringan tubuh

manusia memiliki syarat, yaitu diberikan secara tertulis di atas kertas bermaterai dan

disaksikan oleh dua orang saksi. Hal ini berarti, dengan dibuatnya suatu wasiat oleh pewaris

untuk mendonorkan organnya, maka tindakan pengambilan dan pemindahan organ yang

dilakukan setelah pendonor meninggal dunia adalah legal karena sebelumnya telah ada

persetujuan dari pendonor sebagai pemilik tubuh tersebut, sehingga persetujuan dari pihak

ahli waris atau keluarga pendonor tidak diperlukan lagi.

Selanjutnya, apabila ditinjau dari hukum perdata, dalam Pasal 874 KUHPerdata

disebutkan bahwa: “Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah

kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat

wasiat tidak telah diambilnya suatu ketetapan yang sah.” Hal ini berarti, apabila ada surat

wasiat, maka yang lebih diutamakan adalah kehendak pewaris dengan mengenyampingkan

23H. J. J Leenen, Pelayanan Kesehatan dan Hukum, (Bandung: Binacipta, 1991), hlm. 203.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 15: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

hak ahli waris menurut undang-undang. Dengan demikian, apabila pewaris membuat wasiat

untuk mendonorkan organnya, maka hal tersebut seharusnya dilaksanakan, karena hal itu

merupakan kehendak dari pewaris, dan berdasarkan pada ketentuan Pasal 874 KUHPerdata,

kehendak pewaris lebih didahulukan daripada hak ahli waris, sehingga ahli waris tidak

memiliki hak untuk berkeberatan dengan wasiat tersebut.

Selain itu, dalam menyelesaikan masalah pembagian warisan yang berkaitan dengan

adanya surat wasiat, pewaris dapat menunjuk seseorang yang diberi tugas untuk

melaksanakan apa yang dikehendakinya berkaitan dengan surat wasiat yang dibuatnya.24

Dengan demikian, sehubungan dengan adanya wasiat untuk mendonorkan organ tubuhnya,

maka harus dilihat di dalam wasiat tersebut siapakah yang diberikan kewenangan untuk

menjadi pelaksana wasiat. Pelaksana wasiat bertugas untuk melaksanakan apa yang

dikehendaki oleh pewaris berkaitan dengan surat wasiat yang dibuatnya. Tugas pelaksana

wasiat ini tidak hanya terbatas pada pembagian warisan saja, tetapi juga dapat berupa

penyelesaian yang berkaitan dengan kematian pewaris. Dengan demikian, pelaksana wasiat-

lah yang berhak menentukan apakah pendonoran organ tersebut akan tetap dilakukan atau

tidak.25 Ahli waris tidak seharusnya berkeberatan dengan keputusan pewaris yang ingin

mendonorkan organnya. Hal ini dikarenakan ahli waris hanya berhak menuntut bagian

warisan harta kekayaan mereka masing-masing atau hanya sebatas legitieme portie-nya saja.

Sedangkan dalam hal ini organ tubuh merupakan objek wasiat yang tidak dapat dibagi,

dengan demikian organ tubuh tidak dapat menjadi objek tuntutan ahli waris.

Berdasarkan hal-hal yang telah Penulis jelaskan di atas, maka dapat diketahui bahwa

kekuatan hukum wasiat yang dibuat oleh pewaris untuk mendonorkan organnya lebih kuat

dibandingkan dengan penolakan dari ahli waris atau keluarga pewaris. Dengan demikian,

secara teori, ahli waris atau keluarga pewaris tidak memiliki kewenangan untuk menolak

wasiat pendonoran organ tersebut.

24Nurul Elmiyah dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Kewarisan Perdata: Pewarisan Menurut Testament,

cet. 1, (Depok: Djokosoetono Research Center FHUI, 2011), hlm. 65.

25Wawancara Penulis dengan Ibu Siti Hajati Hoesin pada tanggal 5 Juni 2014, di Ruang E. 107.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 16: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

Kesimpulan

1. Ketentuan mengenai pendonoran organ melalui surat wasiat belum diatur secara jelas di

dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan maupun di dalam

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis, Bedah Mayat

Anatomis, serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. Tetapi, berdasarkan

fakta yang ada, wasiat untuk mendonorkan organ tubuh dapat dibuat dan dilaksanakan

dengan mengacu pada ketentuan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan dengan tidak mengesampingkan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU

No. 36 Tahun 2009 maupun PP No. 18 Tahun 1981.

2. Apabila terjadi pertentangan terkait wasiat yang dibuat oleh pewaris untuk mendonorkan

organnya, maka secara yuridis, kekuatan hukum wasiat yang dibuat oleh pewaris untuk

mendonorkan organnya lebih kuat, karena berdasarkan ketentuan Pasal 874 KUHPerdata,

kehendak pewaris yang terdapat dalam wasiat lebih didahulukan daripada hak ahli waris.

Dengan demikian, ahli waris tidak memiliki kewenangan untuk menolak wasiat

pendonoran organ tersebut, karena donor organ tidak mengganggu legitieme portie para

ahli waris. Tetapi, pada praktiknya, walaupun telah ada wasiat yang dibuat oleh pewaris

untuk mendonorkan organnya, apabila ahli waris atau pihak keluarga tidak menyetujui

dilakukannya pengambilan organ, biasanya pihak dokter dan pihak rumah sakit tidak akan

mengeksplantasi organ pendonor tersebut.

Saran

1. Pemerintah sebaiknya membuat peraturan perundang-undangan yang secara khusus

mengatur mengenai pelaksanaan transplantasi organ di Indonesia dan juga mengenai

pelaksanaan pendonoran organ yang dilakukan melalui surat wasiat maupun melalui

formulir persetujuan agar kepastian hukum atas organ dan jaringan tubuh yang

didonorkan lebih terjamin.

2. Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi dan informasi yang mendalam kepada

masyarakat perihal pentingnya mendonorkan organ tubuh agar semakin banyak

masyarakat yang tertarik untuk mendonorkan organ mereka.

3. Terkait dengan formulir pendonoran mata di Bank Mata Indonesia, pihak Bank Mata

Indonesia sebaiknya mencantumkan tanda tangan ahli waris yang tidak berkeberatan

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 17: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

dalam formulir persetujuan pendonoran mata agar kepastian hukum dari formulir tersebut

menjadi lebih jelas.

Daftar Referensi

Buku

Hasbullah, Frieda Husni dan Surini Ahlan Sjarif. Hukum Kebendaan Perdata. Depok:

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

Leenen, H. J. J. Pelayanan Kesehatan dan Hukum. Bandung: Binacipta, 1991.

Sjarif, Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata: Pewarisan Menurut

Testament. Cet. 1. Depok: Djokosoetono Research Center FHUI, 2011.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Cet. 8. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2010.

Syahrani, H. Riduan. Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni, 2006.

Skripsi

Kirana, Dian. “Perbandingan Peraturan tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh

Manusia di Indonesia dan di Singapura Ditinjau dari Aspek Hukum Perdata.” Skripsi

Universitas Indonesia. Depok, 2012.

Makalah/Artikel Ilmiah

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Pertemuan Ilmiah tentang

Hukum Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992. Jakarta: Badan

Pembinaan Hukum Nasional, 1992.

Jingwei, Alex He. Et al. “Living Organ Transplantation Policy Transition in Asia: towards

Adaptive Policy Changes.” Global Health Governance (Vol. III No. 2, Spring 2010),

hlm. 1.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 18: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

Sinaga, Usul Majadi. “Peran dan Tanggung Jawab Masyarakat dalam Masalah Pengadaan

Donor Organ Manusia.” Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 4 Agustus 2010.

Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia. Undang-Undang Tentang Kesehatan. UU No. 36 Tahun 2009. LN Tahun 2009

No. 144. TLN No. 5063.

Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis

serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. PP No. 18 Tahun 1981.

LN Tahun 1981 No. 23. TLN No. 3195.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R.

Suberkti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2008.

Internet

Anonim. “Donor Mata” http://doktersehat.com/donor-mata/. Diunduh pada 16 November

2013.

Firdaus, Sunny Ummul. “Hak Asasi Manusia dalam Hukum Kesehatan di Indonesia”.

http://eprints.uns.ac.id/872/1/Hak_Asasi_Manusia_dalam_ Hukum_Kesehatan.pdf.

Diunduh pada 23 April 2014.

Ikrar, Taruna. “Pengobatan Modern dengan Transplantasi Organ”

http://kabarinews.com/pengobatan-modern-dengan-transplantasi-organ/35143.

Diunduh pada 10 November 2013.

Shimazono, Yosuke. “The State of The International Organ Trade: A Provisional Picture

Based on Integration of Available Information”

http://www.who.int/bulletin/volumes/85/12/06-039370/en/. Diunduh pada 15

November 2013.

Soetjipto, Patricia. “Naskah Akademik” http://staff.blog.ui.ac.id/wiku-

a/files/2013/04/Contoh-TM-NA-Tansplantasi-Organ-Manusia.pdf. Diunduh pada 15

November 2013.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014

Page 19: Aspek Hukum Perdata Terkait Donor Organ melalui Surat

University of Minnesota’s Center for Bioethics. “Ethics of Organ

Transplantation.”http://www.ahc.umn.edu/img/assets/26104/Organ_Transplantation.

pdf. Diunduh pada 22 November 2013.

Perbandingan konsep …, Ardy Wirawan, FH UI, 2014