askepp kejang demam.docx

23
ASKEPP KEJANG DEMAM (FEBRIS KONVULSI) A. Konsep Dasar 1. Pengertian Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995). Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000). 2. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous

Upload: hudabeih

Post on 07-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

ASKEPP KEJANG DEMAM (FEBRIS KONVULSI)

A.    Konsep Dasar

1.      Pengertian

Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan

suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).

Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya

adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada

umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti

adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam

dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat

dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer,

2000).

2.      Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan

Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system

saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons

(batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral

nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari

medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis

(sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).

Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak

yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap

resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid

dan piamater.

Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :

1. Cerebrum (otak besar)

Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga

tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.

Page 2: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari

cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik,

pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.

Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak

berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap

hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis.

Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :

1)      Thalamus

Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang

langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua

impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.

2)      Hypothalamus

Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa

nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus

merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme,

alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya.

Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada

kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya

yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik

ekstrakranium.

3)      Formation Reticularis

Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons

varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio

reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke

cortex cerebri.

1. Serebellum

Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial

posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat

koordinasi kontraksi otot rangka.

System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang

otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :

1)      N. I                  : Nervus Olfaktorius

2)      N. II                : Nervus Optikus

Page 3: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

3)      N. III               : Nervus Okulamotorius

4)      N. IV               : Nervus Troklearis

5)      N. V                : Nervus Trigeminus

6)      N. VI               : Nervus Abducen

7)      N. VII             : Nervus Fasialis

8)      N. VIII            : Nervus Akustikus

9)      N. IX               : Nervus Glossofaringeus

10)  N. X                : Nervus Vagus

11)  N. XI               : Nervus Accesorius

12)  N. XII             : Nervus Hipoglosus.

System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf

otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system

saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system

simpatis dan parasimpatis.

Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :

1)      Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya

2)      Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis

3)      Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.

System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :

Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:

1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak

2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis

3. Etiologi

Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam

sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,

gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi.

Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer,

2000).

Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen

dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam

tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus

pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).

4.      Patofisiologi

Page 4: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron

dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium

dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar

sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.

Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan adanya :

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya

sehingga terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya

ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada

suhu 38° C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada suhu 40° C atau lebih

5.      Tanda dan Gejala

Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara lain

klien kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan klien panas dan

berkeringat, mukosa bibir kering (Ngastiyah, 1997).

6.      Komplikasi

Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi

hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula

kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.

Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak

sehingga terjadi epilepsy.

Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :

1. Pneumonia aspirasi

2. Asfiksia

3. Retardasi

menta                                                                                                                                             

Page 5: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

                                                                                                              7. Penatalaksanaan /

Pengobatan

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :

Memberantas kejang secepat mungkin

Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan utama adalah diazepam

secara intravena. Apabila diazepam tidak tersedia dapat diberikan fenobarbital secara

intramuskulus.

1. Pengobatan Penunjang

Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah

aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar oksigen terjamin, penghisapan lendir

secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda – tanda vital

diobservasi secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring.

2. Pengobatan di rumah

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Pengobatan ini dibagi

atas 2 golongan yaitu :

1)      Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat campuran anti

konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak bila menderita demam lagi

2)      Profilaksis jangka panjang

Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah

penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.

3. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi oleh

demam, biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.

B.     Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta menganalisa data

sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan klien (Gaffar, 1997). Dalam

upaya pengumpulan data sebagai langkah awal dari proses keperawatan penulis melakukan

pengkajian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam

pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Sedangkan tujuan

Page 6: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data–data, mengelompokkan dan

menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1997).

Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai

dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat dan lengkap sesuai

dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa

keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar

praktek keperawatan dari American Nursing Association.

Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang

berisikan mengenai status kesehatan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya

sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapis) atau profesi  kesehatan lainnya (Taylor, Lilis

Le Mone, 1997).

Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, yaitu data

tersebut diperoleh dari klien yang sadar maupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat

berkomunikasi misalnya data tentang kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data

sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter, catatan

perawat, serta dari pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan

diagnostik lainnya, dari keluarga atau dari kerabat dekat.

Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi, konsultasi,

validasi data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah pengumpulan data melalui hasil

pengamatan (melihat, meraba atau mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka

asuhan keperawatan.

Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan cara–cara

untuk pengobatan dan penanganan penyakit klien.

Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi,

perkusi dan auskultasi.

Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti

inspeksi kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan, inspeksi

adanya lesi pada kulit dan sebagainya.

Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari tengah kejari tengah

yang lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ tubuh.

Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien seperti lokasi pada

rongga abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau untuk mengetahui adanya massa.

Page 7: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya

auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising usus, mendengarkan suara paru – paru,

bunyi jantung.

Adapun pengkajian untuk mengumpulkan data–data yang akurat terhadap Kejang

Demam yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan

keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.

Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :

1. Identitas pasien dan keluarga

1)      Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan alamat

2)      Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa

3)      Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa.

1. Kesehatan fisik

1)      Pola nutrisi

Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai muntah. Perlu dikaji pola

nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari – hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa,

frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan.

2)      Pola eliminasi

3)      Pola tidur

Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur serta kebiasaan sebelum

tidur

4)      Pola hygiene tubuh

Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku dan rambut

5)      Pola aktifitas

Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.

1. Riwayat kesehatan yang lalu

1)      Riwayat prenatal

Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan kehamilan, keluhan ibu saat

hamil, kelainan kehamilan dan obat – obatan yang diminum saat hamil.

2)      Riwayat kelahiran

Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau premature. Perlu juga

ditanyakan berat badan lahir, panjang badan, ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.

3)      Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi

Page 8: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah menderita penyakit yang

gawat.

Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada keluarga yang pernah

menderita kejang.

4)      Tumbuh kembang

Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia, baik

perkembangan emosi dan sosial.

5)      Imunisasi

Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap,

jika belum apa alasannya.

1. Riwayat penyakit sekarang

1)      Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24 jam pertama

setelah demam

2)      Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan meningkat

3)      Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila pasien

berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kejang.

4)      Riwayat sosial ekonomi keluarga

Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota keluarga dan masyarakat

sekitarnya.

5)      Riwayat psikologis

Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua sehubungan dengan

penyakit dan hospitalisasi.

1. Pemeriksaan fisik

1)      Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala

2)      Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38° C, nadi cepat, pernafasan (mungkin

dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)

3)      Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise

4)      Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit

5)      Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta kebersihannya

6)      Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra

7)      Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut / Kronis

8)      Hidung umumnya tidak ada kelainan

9)      Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis

Page 9: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

10)  Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada

11)  Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan

12)  Jantung : Umumnya normal

13)  Abdomen : Mual – mual dan muntah

14)  Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak

15)  Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.

Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut dikelompokkan.

Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data khusus (Carpenito, 1997). Data

dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data

khusus adalah data yang bersifat khusus, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan

rontgen dan sebagainya.

2.      Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah

kesehatan aktual atau rester / resti (Gaffar, 1997). Pada tahap diagnosa keperawatan penulis

akan menganalisa data yang diperoleh dari hasil pengkajian dan mengidentifikasi masalah

keperawatan, baik yang dapat dicegah, dapat dikurangi maupun yang dapat ditanggulangi

dengan tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien yaitu :

1. Aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah yang nyata saat ini dengan

data klinis yang ditemukan.

2. Rester, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata

yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah belum ada

tetapi etiologi sudah ada.

3. Possible, yaitu diagnosa keperawatan yang timbul akibat adanya tambahan masalah

Komponen – komponen berikut ini menandai tiga bagian pernyataan perubahan  keperawatan

1. Diagnosa keperawatan, merupakan pernyataan yang menggambarkan perubahan status

kesehatan klien. Perubahan–perubahan menyebabkan masalah dan perubahan yang tidak

menguntungkan pada kemampuan klien untuk berfungsi. Diagnosa keperawatan adalah frase

atau pernyataan yang ringkas, diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk membuat

kriteria hasil asuhan keperawatan dan menentukan intervensi – intervensi yang diperlukan

untuk mencapai kriteria hasil.

2. Etiologi, pernyataan etiologi mencerminkan penyebab masalah klien yang menimbulkan

perubahan–perubahan pada status kesehatan klien. Penyebab tersebut dapat berhubungan

Page 10: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

dengan tingkah laku klien, patofisiologi, psikososial, perubahan–perubahan situasional pada

gaya hidup, usia perkembangan, faktor budaya dan lingkungan. Diagnosa keperawatan dapat

diterapkan untuk semua area keperawatan, seperti medikal bedah, kesehatan ibu dan anak,

pediatrik, kesehatan komunitas.

Batasan karakteristik, merupakan kelompok petunjuk klinis yang menggambarkan

tingkah laku, tanda dan gejala yang menggambarkan diagnosa keperawatan. Batasan

karakteristik diperoleh selama tahap pengkajian, memberikan bukti bahwa ada masalah

kesehatan gejala (data subjektif) adalah perubahan yang dirasakan oleh klien dan

diekspresikan secara verbal kepada perawat. Tanda (data objektif) adalah perubahan yang

diamati pada status kesehatan klien. Identifikasi minimal tiga tanda dan gejala sebagai bukti

yang cukup untuk mendukung pemilihan diagnosa keperawatan .

Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile Convulsion menurut

Ngastiyah (19997) adalah :

1. Resiko tinggi terhadap kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang

2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi

3. Resiko terjadi bahaya / komplikasi berhubungan dengan aktifitas kejang

4. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan invasif, prosedur tindakan

5. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi.

Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada Febrile Convulsion adalah :

1. Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan

koordinasi otot besar dan kecil

2. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan

neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi

4. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan dengan

kurang informasi.

Sedangkan menurut Carpenito (1990), diagnosa keperawatan yang terdapat pada

kasus Febrile Convulsion adalah :

1. Resiko tinggi tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan relaksasi lidah,

sekunder terhadap gangguan inversi otot

2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi

Page 11: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

3. Perencanaan

Perencanaan merupakan tahap yang paling penting yang dibuat setelah merumuskan

diagnosa keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan

mencegah masalah keperawatan klien, sehingga tercapai kondisi kesehatan klien yang

optimal (Gaffar, 1997).

Pada tahap perencanaan setelah memprioritaskan masalah keperawatn, penulis

menetapkan tujuan dan kriteria tindakan yang dapat mencegah, mengurangi dan

menanggulangi masalah kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien saat

ini serta menuliskan tujuan yang ditetapkan harus nyata, dapat diukur dan mempunyai

batasan waktu pencapaian.

Adapun komponen tahap perencanaan adalah :

Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang, ringan masalah

dengan prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup (misalnya bersihan

jalan nafas). Masalah dengan prioritas rendah tidak berhubungan secara langsung dengan

keadaan sakit atau prognosis yang spesifik (misalnya masalah keuangan). Masalah dengan

prioritas tingi membutuhkan perhatian yang cepat dibandingkan dengan prioritas rendah.

Hirarki kebutuhan Maslow (1968) membantu perawat untuk memprioritaskan urutan

diagnosa keperawatan, kerangka hirarki ini termasuk kebutuhan fisiologis dan psikologis.

Lima tingkatan hirarki ini adalah fisikologis, keselamatan dan keamanan, mencintai dan

memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.

Adapun rencana tindakan pada kasus Febrile Convulsion menurut Doenges (2002), yaitu :

1. Diagnosa keperawatan I

Resiko tinggi terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan

koordinasi otot besar dan kecil

Tujuan dan kriteria hasil :

Henti nafas dan trauma tidak terjadi dengan kriteria :

q  Menunjukkan efektifitas pernafasan selama kejang dan sesudahnya

q  Tidak terdapat tanda injuri, perlukaan di seluruh organ tubuh

Rencana Tindakan :

1.1  Gali bersama-sama keluarga berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang

Page 12: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

Rasional : Mengetahui dan dapat menanggulangi sedini mungkin komplikasi yang dapat

terjadi

1.2  Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi

tempat tidur rendah

Rasional : mengurangi trauma saat kejang selama berada di tempat tidur

1.3  Gunakan termometer dengan bahan metal atau dapatkan suhu melalui lubang telinga jika

perlu

Rasional : mengurangi resiko klien  menggigit dan cedera mulut

1.4  Tinggallah bersama klien dan keluarga dalam waktu beberapa lama / setelah kejang

Rasional : Meningkatkan rasa aman keluarga, mengobservasi gejala lanjut

1.5  Masukkan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik. Miringkan kepala ke salah satu

sisi dan lakukan suction pada jalan nafas sesuia indikasi

Rasional : Memfasilitasi ekspansi dada maksimal, drainage sekret, dan memfasilitasi saat

melakukan suction

1.6  Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang empuk (lunak) atau bantu meletakkan pada

lantai jika keluar dari tempat tidur

Rasional : Menurunkan resiko cedera

1. Diagnosa keperawatan II

Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan

neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial

Tujuan dan kriteria hasil :

Pola nafas efektif yang ditunjukkan dengan frekuensi nafas dalam batas normal, jalan nafas

bersih

Rencana Tindakan :

2.1  Kosongkan mulut klien dari benda / zat makanan

Rasional : menurunkan resiko aspirasi

2.2  Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala, selama serangan

kejang

Rasional : Meningkatkan aliran (drainage), sekret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat

jalan nafas

2.3 Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen

Rasional : Memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada

Page 13: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

2.4 Masukkan spatel lidah/jalan nafas buatan atau golongan benda lunak sesuai dengan

indikasi

Rasional : Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan suction

2.5  Melakukan pengisapan (suction) sesuai indikasi

Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia

1. Diagnosa keperawatan III

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi

Tujuan dan kriteria hasil :

Suhu tubuh dalam batas normal, yang ditunjukkan dengan mendemontrasikan suhu dalam

batas normal, bebas dari kedinginan, tidak mengalami komplikasi yang berhubungan

Rencana Tindakan :

3.1  Pantau suhu tubuh

Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius akut. Pola demam dapat

membantu dalam diagnosis

3.2  Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di tempat tidur sesuai

indikasi

Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu

mendekati normal

3.3  Berikan kompres hangat

Rasional : Membantu menurunkan demam dengan efek vasodilatasi air hangat melalui proses

evaporase

3.4  Kolaborasi : Berikan antipiretik

Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentranya pada hipotalamus

meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan

meningkatkan autodekstruksi sel-sel yang terinfeksi.

4        Diagnosa keperawatan IV

Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan

dengan kurang informasi, kesalahan persepsi

Tujuan dan kriteria hasil :

Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang yang dapat menyebabkan

aktifitas kejang, dengan kriteria :

Keluarga dapat mengemukakan kondisi dan pengobatan secara sederhana.

Rencana Tindakan :

Page 14: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

4.1  Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit

Rasional : Memberikan kesempatan mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit

yang ada sesuai dengan yang ditangani

4.2  Tinjau kembali obat-obat yang didapat

Rasional : Tidak ada pemahaman terhadap obat-obatan yang dapat merupakan penyebab

kecemasan keluarga

4.      Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah

dilakukan validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal (Gaffar,

1997, 49).

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien vulnus scissum untuk memenuhi antara

lain : mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan luka, meningkatkan kondisi kesehatan

dan koping individu dan keluarga serta mencegah komplikasi cedera selanjutnya.

Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan sebelumnya dan

disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien. Dalam melaksanakan tindakan

keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan klien saat

itu, tidak semata – mata berdasarkan prioritas masalah yang direncanakan sebelumnya serta

disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tindakan. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan

penulis juga melaksanakan tindakan observasi dan pengumpulan data untuk melihat

perkembangan klien selanjutnya.

Komponen tahapan dalam menyusun implementasi :

1. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa perintah dokter, tindakan keperawatan

mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik American  Nursing Association (1973),

undang–undang praktik perawat negara bagian dan kebijakan institusi perawat kesehatan.

2. Tindakan keperawatan kolaboratif, diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota

tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk

mengatasi   masalah – masalah klien.

3. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan keperawatan,

dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau aktifitas yang otentik dengan

mempertahankan      catatan – catatan yang tertulis. Dokumentasi merupakan wahana untuk

komunikasi dari salah satu profesional ke profesional lainnya tentang status klien.

Dokumentasi klien memberikan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang

diimplementasikan oleh perawat. 

Page 15: ASKEPP KEJANG DEMAM.docx

5.      Evaluasi

Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir

proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan

keperawatan yang dilakukan.

Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam   meliputi pola

pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa nymannya

secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury

selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.

Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus

untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka pendek.

Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua

tindakan yang pencapaian tujuan jangka panjang.

Komponen tahapan evaluasi :

1. Pencapaian kriteria hasil

Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil

telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika

kriteria hasil belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan

keperawatan.

1. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan

Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses

keperawatan.

1)      Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.

2)      Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua

3)      Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga

4)      Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap empat.

5)      Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.