askep tb paru

90
LAPORAN UTAMA TB PARU A. Definisi Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, th 1995. hal 73) B. Etiologi Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandunagn oksiginnya yaitu daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis C. Patofisiologi Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembangbiak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke 1

Upload: dijhejeje

Post on 20-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

LAPORAN UTAMA

TB PARU

A. Definisi

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan

bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru

melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai

focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, th 1995. hal 73)

B. Etiologi

Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.

Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan

lebih tahan terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang

menyukai daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang

tinggi kandunagn oksiginnya yaitu daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi

prediksi pada penyakit Tuberkulosis

C. PatofisiologiInfeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri

menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembangbiak dan terlihat

bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area

dari paru- paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah

ke bagian tubuh lain ( ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru

(lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan

melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melalui aksi fagositosis (menelan

bakteri), sementra limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil

dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat

dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasaya timbul

dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri

Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal

infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang di sebut granuloma. Granuloma

1

terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti

dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.

Bagian tengah dari massa tersebut di sebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas

makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang

penampakannya sepeti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi

dan akhirnya membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan

menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau

bakteri yang sebelumya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ii, ghom

tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam

bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk

jaringan parut. Paru – paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan

timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat

yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada

kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara

penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi

sebelumnya .( Sylvia.A.Price.1995.hal 754 )

Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan

dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak

dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin

kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang

kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta

berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )

Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa

muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah

bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar

getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan

lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan

alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan

2

adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru

atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan.

Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada

alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala

pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar

getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi

lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang

dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi

lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks

ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang

kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi

pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan

menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain

paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.

(Sylvia.A Price:1995;754)

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat

meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat

menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus

rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui

saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip

dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala

dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi

tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754)

Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan

trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada

batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru

disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding

kapitas.(Hood Al sagaff dkk:1995;85-86).

3

D. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala

Keluhan dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan, yang terbanyak adalah :

1. Demam : subfebril, febril ( 40-41derajat C) hilang timbul.

2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk membuang

/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulenta

(menghasilkan sputum)

3. Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.

4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke

pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5. Malaise : nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot

6. Anorexia

7. Letih

8. Berkeringat di malam hari

9. Lemah

10. Berat badan turun

E. Komplikasi Tuberckulosis

Komplikasi yang Sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes (2005):

a. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial

c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan

ikat pada proses pemulihan atau retraktif) pada paru.

d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolapsspontan

karena kerusakan jaringan paru.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjal dan

sebagainya.

f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

4

F. Penatalaksanaan

a. Penyuluhan

b. Pencegahan

1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat

dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes

tuberculin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka

pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang.

Bila masih negative, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi

konversi hasil tes tuberculin dan diberikan kemoprofilaksis.

2. Mass Chest X-ray yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok-kelompok

populasi tertentu misalnya:

1. karyawan rumah sakit/ Puskesmas/ balai pengobatan

2. penghuni rumah tahanan

3. siswa siswi pesantren.

3. Vaksinasi BCG

4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/Kg BB selama 6-12 bulan

dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih

sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu

pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan

bagi kelompok berikut:

1. bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberculin positif karena resiko

timbulnya TB milier dan meningitis TB

2. Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberculin positif

yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular.

3. Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberculin dari negative

menjadi positif

4. penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif

jangka panjang

5. penderita diabetes mellitus

5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis

kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh

5

petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya perkumpulan

pemberantasan tuberculosis paru Indonesia – PPTI).

c. Pengobatan tuberculosis paru

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk

mencegah kematian, kekambuhan, reisitensi terhadap OAT, serta memutuskan

mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberculosis paru,

berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui:

Mekanisme Kerja Obat anti tuberculosis (OAT):

1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat

1. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin ® dan

Streptomisin (s)

2. Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid

INH)

2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)

1. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid

2. Intraselular, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan

Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z)

3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas

bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

4. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para

amino salisilik (PAS), dan sikloserine.

5. Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam

keadaan telah terjadi resistensi sekunder

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan

fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan

obat tambahan. Jenis obat utama yaitu Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,

Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004)

6

Strategi penanggulangan TB dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short

Course (DOTSC) Yang terdiri dari lima komponen yaitu:

1. Adanya komitmen politios berupa dukungan para pengambil keputusan dalam

penanggulangan TB

2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,

sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan

kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan

langsung oleh pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan

pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.

4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.

5. Pencatatan dan pelaporan yang baku

d. Pemberian obat-obatan:

1. OAT (obat anti tuberculosis)

1. Isoniazid (INH)

Dosis: 5 mg/Kg, PO

Efek samping: peripheral neuritis, hepatitis, dan hipersensitivitas

2. Ethambutol Hydrocloride (EMB)

Dosis:

Dewasa: 15 mg/Kg PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/Kg

BB/ hari selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/Kg BB/hari.

Anak: 6-12 tahun: 10-15 mg/Kg BB/hari

efek samping: optic neuritis (dapat sampai menjadi buta) dan skin rash.

3. Rifampin/ Rifampicin (RFP)

Dosis: 0 mg/Kg BB/ hari PO

Efek samping: hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea, vomiting.

Pyrazinamide (PZA)

Dosis: 15-30 mg/Kg BB PO

Efek samping: Hiperurikemia, hepatotoksisitas, skin rash, artralgia, dan

distress gastrointestinal.

2. Bronkodilator

7

3. Ekspektoran

4. OBH (Obat batuk hitam)

5. Vitamin

e. Fisioterapi dan rehabilitasi

f. Konsultasi secara teratur

G. Pengkajian

a. Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan

yaitu :

1). Identitas klien

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,

tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah

kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya

penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang

lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1)

2). Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit

yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,

keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong

penderita untuk mencari pengonbatan.

3). Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita

yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi

pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

4). Riwayat penyakit keluarga

8

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang

menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

5). Riwayat psikososial

Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan

sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan

pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr.

Hendrawan Nodesul, 1996).

6). Pola fungsi kesehatan

a). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang

berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan

tinggal dirumah yang sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)

b).Pola nutrisi dan metabolik

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu

makan menurun. (Marilyn. E. Doenges, 1999)

c). Pola eliminasi

Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam

miksi maupun defekasi

d).Pola aktivitas dan latihan

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu

aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes, 1999)

e). Pola tidur dan istirahat

9

Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru

mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. (Marilyn. E.

Doenges, 1999)

f). Pola hubungan dan peran

Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena

penyakit menular. (Marilyn. E. Doenges, 1999)

g).Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan

pendengaran) tidak ada gangguan.

h).Pola persepsi dan konsep diri

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi

dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. (Marilyn. E. Doenges, 1999)

i). Pola reproduksi dan seksual

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan

berubah karena kelemahan dan nyeri dada.

j). Pola penanggulangan stress

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan

mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan

terhadap pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 23)

k).Pola tata nilai dan kepercayaan

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan

terganggunya aktifitas ibadah klien.

7). Pemeriksaan fisik

Berdasarkan sistem – sistem tubuh

10

a). Sistem integumen

Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun

b). Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai

inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan

napas yang tertinggal, suara napas melemah.

Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)

Perkusi : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan

yang nyaring.

c). Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan

d). Sistem kordiovaskuler

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.

(DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)

e). Sistem gastrointestinal

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.

(DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)

f). Sistem muskuloskeletal

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan

keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.

g). Sistem neurologis

Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456

h). Sistem genetalia

11

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

H. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa

suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di

apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada segmen superior lobus

bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719).

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc

tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan

kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300

cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk

memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral

dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit

(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

b. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah

Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putih yang meningkatkan serta laju

endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff. 1995. Hal

91).

b. Sputum

Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada

penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari. (DR. Dr.

Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal 447, th 1996).

c. Test Tuberkulosis

Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami

infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old

tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan

12

sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas

dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis

unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi

antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui

selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721,

Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446).

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :

a. Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang

perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl < 3 > 3

Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200

Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016

Rivalta Negatif

Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan

juga cairan pleura :

13

- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit

infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma

- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis

adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).

b. Analisa cairan pleura

- Transudat : jernih, kekuningan

- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan

- Hilothorax : putih seperti susu

- Empiema : kental dan keruh

- Empiema anaerob : berbau busuk

- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

c. Perhitungan sel dan sitologi

Leukosit 25.000 (mm3):empiema

Banyak Netrofil : Pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru

Banyak Limfosit : Tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat : Emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur

Eritrosit : Mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan

tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis

atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3

menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.

Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat

ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi

karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme

obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood,

1995 : 147,148)

d. Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-

coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan

terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % .

I. Diagnosa Keperawatan

14

Dan Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai

berikut :

a. Diagnosa keperawatan pertama : ketidakefektifan pola pernapasan yang

sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.

1. Tujuan : pola nafas efektif

2. Kriteria hasil :

- klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif

- frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 – 20

kali/menit)

- dipsnea berkurang

3. Rencana tindakan

a). Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori

pernapasan : catat setiap peruhan

b). Kaji kualitas spotum : warna, bau, knsistensi

c). Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam

d). Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler

tinggi.

e). Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam

sampai 4 jam.

f). Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat - obatan

4.Rasional

a). Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret

15

b). Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan

selanjutnya.

c). Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas

d). Membantu mengembangkan secara maksimal

e). Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar

f). Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret

dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial

b. Diagnosa keperawatan kedua : perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.

1. Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas

tanda malnutrisi

2. Kriteria hasil

- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat

- Berat badan stabil dalam batas yang normal

3. Rencana tindakan

a). Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa

oral, riwayat mual / muntah atau diare.

b). Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak

c). Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik

d). Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan

e). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan

karbohidrat.

f). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.

16

4. Rasional

a). Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan

indervensi yang tepat.

b). Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus.

Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet.

c). Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan

d). Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk

pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.

e). Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu /

legaster.

f). Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk

kebutuhan metabolik dan diet.

c. Diagnosa keperawatan ketiga : potensial terhadap tranmisi infeksi yang

sehubungan dengan kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.

1. Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit

seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk

mengubah tes kulit positif.

2. Kriteria hasil :

klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan

oleh kegagalan kontak klien.

3. Rencana tindakan.

a). Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.

17

b). Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan

hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.

c). Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi

pernafasan.

d). Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang

tuberkulasis.

e). Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

f). Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan

lokal.

4. Rasional

a). Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah

penyebaran infeksi

b). Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi

c). Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang

stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular

d). Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola

hidup dan menghindari insiden eksaserbasi

e). Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi

pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi

dapat berlanjut sampai 3 bulan

f). Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk

menurunkan penyebaran infeksi

18

d. Diagnosa keperawatan keempat : kurangnya pengetahuan yang berhungan dengan

kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di

rumah.

1. Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya

2. Kriteria hasil :

Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan

diri.

3. Rencana tindakan

a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,

lingkungan, media yang terbaik bagi klien.

b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis,

nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.

c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan

pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.

d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.

e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab

pertanyaan secara nyata.

f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan

contoh jadwal obat.

g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir.

4. Rasional

a) Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada

tahapan individu.

19

b) Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat

yang memerlukan evaluasi lanjut.

c) Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah

penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.

d) Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan

meningkatkan kerjasama dalam program.

e) Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi /

peningkatan ansietas.

f) Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah

besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.

g) Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis,

yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.

e. Diagnosa keperawatan kelima : ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan

dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.

1. Tujuan : jalan nafas efektif

2. Kriteria hasil :

- klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan

- klien dapat mempertahankan jalan nafas

- pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)

3. Rencana tindakan :

a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan

kedalaman penggunaan otot aksesori

b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.

20

c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan

latihan untuk nafas dalam.

d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.

e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada

kontraindikasi.

f) Lembabkan udara respirasi.

g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan

kortikosteroid.

4. Rasional.

a) Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi

menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan

jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan

dan peningkatan kerja penafasan.

b) Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental

diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan

evaluasi lanjut.

c) Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya

pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam

jalan napas bebas untuk dilakukan.

d) Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak

mampu mengeluaran sekret.

e) Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret

membuatnya mudah dilakukan.

f) Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.

21

g) Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran

kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas

dengan hipoksemia.

f. Diagnosa keperawatan keenam : potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas

sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran

alveolar – kapiler.

1. Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal

2. Kreteria hasil :

- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea

- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan

- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan

GDA dalam rentang normal

3. Rencana tindakan

a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya

pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada

b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan

warna kulit, termasuk membran mukosa

c) Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi

d) Tngkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri

sesuai keperluan

e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri

f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai

22

4. Rasional

a) TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia

sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai

dispnea berat sampai distress pernapasan

b) Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi

organ vital dan jarigan

c) Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps

membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau

menurtunkan napas pendek

d) Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan

dapat menurunkan beratnya gejala

e) Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan

PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program

terapi

f) Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap

penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.

g. Diagnosa keperawatn ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat

sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.

1. Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi

2. Kriteria hasil :

23

- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur

- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat

- Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada

3. Rencana tindakan

a) kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit

b) Observasi efek abot – obatan yang dapat di derita klien

c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita

d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.

e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman

4. Rasional

a) Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita

b) Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid

temasuk perubahan mood dan uisomnia

c) Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita

d) Memudahkan klien untuk bisa tidur

e) Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita

untuk tidur.

24

ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian : 25 Maret 2013, pukul 18.00 WIB

Tanggal masuk ruangan : 17 Maret 2013

Ruang : Melati 3

1. Identitas Klien:

Nama : Ny. I

No.RM : 01-01-25-01

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaa : PNS

Suku : Jawa

Bahasa : Jawa, Indonesia

Alamat : Tegalmulyo, Sumulan Klaten

2. Identitas Penanggungjawab

Nama : -

Umur : -

Pendidikan : -

Pekerjaan : -

Suku : -

Bahasa : -

Alamat : -

no.telepon : -

3. Keluhan Utama : Sesak napas

P : Sesak muncul ketika batuk

Q : Sesak napas seperti terhimpit, disertai nyeri dada

R : Sesak di rasakan di dada, nyeri dirasakan di dada

25

S : Skala nyeri dada yang dirasakan 6 (dari skala 0-10)

T : Nyeri dirasakan setelah batuk

4. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengeluh batuk 1 minggu ketika di rumah disertai sesak napas. Sebelumnya,

gejala batuk ini telah dirasakannya selama ± 1 bulan. Kemudian klien datang sendiri

ke RSDM Surakarta pada tanggal 17 maret 2013 di IGD klien mendapat injeksi

ketorolak 1g/12jam dan mendapatkan infus RL 20tpm . kemudian klien dirawat inap

di Ruang Melati 3 .

5. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien sudah pernah di rawat di RSDM Surakarta pada 21 oktober 2012 selama satu

minggu. Setelah itu klien kembali pulang kerumah karena sudah tidak sesak nafas

lagi.

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Genogram

Keterangan :

26

: Menikah

: Klien: Laki-Laki

: Perempuan

: Meninggal

: Tinggal Serumah

7. Pemeriksaan Fisik :

a. Keadaan Umum:

TD:120/ 70 mmHg

N: 84 bpm

S:36,50C

RR: 24 rpm

b. Kesadaran: E4V5M6 (Komposmentis)

c. Kepala

Inspeksi : Persebaran rambut merata, warna rambut hitam, sedikit berminyak

Palpasi : Klien tidak mengeluh adanya nyeri tekan

d. Mata

Inspeksi : Warna konjungtiva anemis, sclera putih, dilatasi pupil normal antara

kanan dan kiri

Palpasi : Tidak ada nyeri

e. Hidung

Inspeksi : Tidak ada lesi, persebaran bulu hidung tidak terlalu lebat, secret sedikit

Palpasi :tidak ada nyeri tekan

f. Mulut

Inspeksi :tidak ada lesi, perdarahan maupun bengkak. Jumlah gigi utuh, lidah

berwarna putih

g. Leher

Inspeksi : Tidak ada pembengkakan.

Palpasi : teraba vena jugularis

h. Dada dan Paru

Inspeksi : Tidak ada lesi, bengkak, pengembangan dada kanan dan kiri sama

Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri teraba lemah

Perkusi : Suara resonan antara paru kanan dan kiri

Auskultasi: Suara ronkhi

i. Jantung

Inspeksi : Tidak ada lesi/ pembengkakan

27

Palpasi : Tidak teraba ictus cordis, denyut nadi perifer melemah

Perkusi : Batas jantung klien normal

Auskultasi : Suara jantung normal (lup-dup), tidak terdengar suara jantung

tambahan (S2-S3)

j. Abdomen

Inspeksi : Tidak ada lesi/ pembengkakan

Auskultasi : Suara bising usus: 12 kali/ menit

Perkusi : Suara lapang abdomen pekak

Palpasi : Ada nyeri tekan, terasa sebah dibagian lambung

k. Genitalia

Inspeksi : klien mengatakan tidak ada keluhan pada genitalianya

l. Ekstremitas atas

Inspeksi : Terpasang infuse di tangan kanan

Palpasi : Tidak terasa nyeri

Turgor kulit: baik

Pitting edema: normal (<2 detik)

kekuatan otot: kekuatan otot tangan kanan 3, kekuatan otot tangan kiri 4

m. Ekstremitas bawah

Inspeksi : tidak ada pembengkakan, lesi, luka.

Palpasi : tidak terasa nyeri tekan 3 4

Turgor kulit: baik 4 4

Pitting edema: normal (< 2 detik)

Kekuatan otot: kekuatan otot 4 (kaki kanan dan kaki kiri sama)

Keterangan: 0 = kontraksi otot tidak terdeteksi

1 = Kejapan yang hampir tidak terdeteksi atau bekas kontraksi

dengan observasi atau palpasi

2 = pergerakan aktif bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi

3 = pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan tidak melawan

tahanan

4 = pergerakan aktif melawan graviatsi dan sedikit tahanan

5 = pergerakan aktif melawan tahanan penuh tanpa adanya

kelelahan otot (kekuatan otot normal)

28

8. Pengkajian Fungsional :

a. Oksigenasi

RR klien: 20 rpm, saat dikaji klien mengeluh sesak napas, klien tidak terpasang

alat bantu pernapasan.

b. Nutrisi dan cairan

Sebelum sakit

Makan:

1) frekuensi : 3 kali sehari

2) Jumlah : setiap makan 1 porsi

3) jenis : nasi+sayur+lauk

4) waktu : pagi, siang, sore

5) Pantangan : tidak ada

Minum

1) Jumlah : ± 2 liter/ hari

2) jenis : Air putih dan teh

3) waktu : Pagi, siang, sore, malam

4) masalah : Klien mengatakan tidak ada keluhan

Sesudah dirawat

Makan:

6) frekuensi : 3 kali sehari

7) Jumlah : Setiap makan 1/2 porsi

8) jenis : Bubur, nasi+sayur+lauk

9) waktu : Pagi: bubur, siang, sore, Malam: nasi+sayur+lauk

Minum

5) Jumlah : ± 1liter/ hari

6) jenis : air putih

29

7) waktu : pagi, siang, sore, malam

8) masalah : klien mengatakan tidak ada keluhan

c. Eliminasi

Sebelum sakit:

BAB

1) Frekuensi :1-2 kali/ hari

2) Konsistensi : padat

3) warna : kuning kecoklatan

4) Masalah :klien mengatakan tidak mengeluh adanya masalah BAB

BAK

1) frekuensi : 4-5 kali/ hari

2) warna : jernih kekuningan

3) Masalah : tidak ada masalah

Sesudah dirawat

BAB

5) Frekuensi :0-1 kali/ hari

6) Konsistensi : padat

7) warna : kuning kecoklatan

8) Masalah : klien mengatakan tidak mengeluh adanya masalah BAB

BAK

4) frekuensi : 3-4 kali/ hari

5) warna : jernih kekuningan

6) Masalah : tidak ada masalah

d. Termoregulasi

Saat dikaji tanggal 17 maret, suhu tubuh klien 36,50C. Kemudian saat dikaji

tanggal 18 maret, suhu tubuh meningkat menjadi 40,20C.

30

e. Aktivitas latihan/ mobilisasi

Aktivitas sebelum dirawat 0 1 2 3 4

Makan

Mandi

Berpakaian

Toileting

Tingkat mobilitas ditempat tidur

Berpindah

Kemampuan ROM

Berjalan

Aktivitas sesudah dirawat 0 1 2 3 4

Makan

Mandi

Berpakaian

Toileting

Tingkat mobilitas ditempat tidur

Berpindah

Kemampuan ROM

Berjalan

Keterangan :

0 : Mandiri

1 : Menggunakan alat bantu

2 : Dibantu orang lain

3 : Dibantu orang lain dan perawat

4 : Ketergantungan/tidak mampu

f. Seksualitas

Klien sudah menikah. Klien mengatakan mempunyai dua anak.

31

g. Psikososial

1. Stress dan koping

Klien mengatakan jika bosan beliau mengajak ngobrol anak dan suaminya

2. Konsep diri

Gambaran diri : Optimis dengan kondisi tubuh

Ideal diri : Menerima diri

Harga diri : Klien menerima dengan kondisi dan kemampuan tubuhnya

Identitas : Klien sebagai seorang ayah

h. Rasa Aman dan Nyaman (pengkajian sesak napas yang dirasakan)

P : Sesak muncul ketika habis batuk

Q : Sesak napas seperti terhimpit, disertai nyeri dada

R : Sesak di rasakan di dada, terasa nyeri di dada kiri

S : Skala sesak dan nyeri dada yang dirasakan 6 (dari skala 0-10)

T : Sesak napas dirasakan ketika batuk

i. Spiritual

Klien beragama islam. Klien mengatakan bahwa kegiatan sholat sehari-hari di

rumah sakit sedikit terganggu karena sesak napas dan nyeri yang di rasakan oleh

klien.

j. Higiene

1. Sebelum sakit:

Mandi : 2 kali/ hari

Gosok gigi : 2 kali/ hari

memotong kuku: 2 minggu sekali

Keramas : 2 hari sekali

32

2. Sesudah dirawat:

Mandi : 2 kali/ hari dengan bantuan ibu untuk memandikan

Gosok gigi : 2 kali/ hari

Memotong kuku : Selama dirawat di rumah sakit, klien belum pernah

memotong kukunya

Keramas : Selama dirawat, klien mengatakan jarang untuk keramas.

k. Istirahat dan tidur

1. Sebelum sakit

Tidur malam: Mulai tidur kira-kira jam 9 malam, bangun tidur jam 05 pagi

Tidur siang : 2-3 jam

2. Selama dirawat

Tidur malam : 6 – 7 jam

Tidur siang : 1-2 jam

l. Aktualisasi diri

Selama di rumah sakit, klien mengatakan aktivitasnya sangat terbatas. Klien hanya

bisa menghibur diri dengan cara menonton tv.

m. Rekreasi

Klien mengatakan, selama di rumah sakit, kebutuhan rekreasinya terganggu.

Biasanya klien dapat berjalan-jalan atau berbincang dengan tetangga sekarang

tidak dapat di lakukan oleh klien

n. Kebutuhan belajar

Klien mampu memahami kondisi fisiknya saat ini, yaitu sedang sakit. Klien

memahami dan mematuhi pengobatan dan perawatan selama di rumah sakit.

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium, bahan : sputum, tanggal 21 maret 2013

Jenis pemeriksaan Hasil

1. Pengecatab gram Ditemukan leukosit 1-5/CPB epitel 0,2/

33

LPB

2. Pengecatan BTA dari Sputum S : -

P : Negatif

S : -

3. Pengecatan BTA dari bahan lain -

4. Lan-lain -

Pemeriksaan Radiology tanggal 22 maret 2013

RD0116 – MSCT Thorak / Abdomen atas / Abdomen bawah pelvis dengan kontras

- Tampak lesi hiperdens densitascairan pada hemothoraks kiri

- Tampak perselubungan dengan airbronchogram di lobus posterobasal

- Tidak tampak massa di kedua paru, mediastinum, pleura

- Tampak pembesaran KGB paratracheal kanan dengan ukuran 2,3 cm

- Tampak massa solid, batas tegas, tepi ireguler di caput pankreas ukuran 34, 1 x

49, 2 diserati dilatasi dictuspankreaticus

- Gaster tampak dilatasi

- Hepar ukuran membesar, densitas parenkim normal, tidak tamapak nodul/ kista/

massa, IHBD/ EHBD noemal, vena porta/ vena hepatica normal

- Lien ukuran normal, densitas parenkim normal, tampak kalsifikasi di pole tengah

- Ginjal kanan dan kiri normal, densitas pada parenkim normal, tidak tampak

ekstasis sistem pelviocaliceal, tidak tampak batu / kista/ massa

- Tampak kalsifikasi di dinding pembuluh darah

Kesimpulan

- Massa di caput pancreas dengan pembesaran KGB paratracheal kanan

- Hepatomegali

- Efusi pleura kiri yang yang sebagian mengalami organisasi disertai keradangan di

paru kiri lobus inferior segmen posterobasal

- Kalsifikasi pole tengah lien

- Aorthosclerosis

- Tindak tampak massa dikedua paru/ mediastinum/ pleura

34

Pemeriksaan laboratorium, bahan : darah, tanggal 23 Maret 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal Kesan (meningkat/

menurun)

Rasional

Bilirubin total 0,04 0,00 – 1,00 Meningkat

Bilirubin direk 0,20 0,00 – 0,30 Normal

Bilirubin Inderek 0,20 0,00 – 0,70 Normal

Serologi

Tumor Kanker

CEA

(umum/usus)

98,97 <3 Meningkat

(A -19-9) 4 <37 Normal

Pemeriksaan hematologi, tanggal: 23 ,Maret 2013

Jenis

Pemeriksaan

Hasil Nilai normal Kesan

(meningkat/

menurun)

Rasional

Hemoglobin 11,5 12,0-15,6 Menurun Penurunan Hb

dibawah 12,

menunjukkan

anemia

Hematokrit 38 33-45 Normal

Leukost 7,8 4,5-11,0 Normal

Trombosit 265 150-450 Normal

Eritrosit 4,08 4,10-5,10 Menurun Terjadi

penurunan

distribusi

oksigen dari

paru-paru ke

jaringan tubuh,

serta penurunan

35

pengangkutan

CO2 dari

jarinbgan tubuh

ke paru-paru

olkeh Hb

Gol darah O

Gula darah

sewaktu

121 60-140 Normal

SGOT 18 0-35 Normal

SGPT 110 0-45 Meningkat Mengindikasikan

adanya masalah

pada hati, sel

otot, jantung,

pancreas dan

ginjal. SGPT

meningkat

biasanya terjadi

karena adanya

kerusakan hati.

Kreatinin 1,2 0,6-1,1 Meningkat Mengindikasikan

adanya gangguan

fungsi ginjal

Ureum 29 <50 Normal

Natrium 136 136-145 Normal

Kalium 3,8 3,3-5,1 Normal

Clorida 104 98-106 Normal

HBsAg Non reaktif

Pemeriksaan Laboratorium, bahan darah arteri : 23 maret 2013

Pemeriksaan

Analisis Gas Darah

Hasil Nilai Normal Kesan

(meningkat/

menurun)

36

PH 7,454 7,350 – 7, 450 Meningkat

BE 1,3 -2 - +3 Normal

PCO2 36, 7 27. 0 – 41. 0 Normal

PO2 66, 6 83. 0 - 108 Menurun

Hematokrit 29 37 - 50 Normal

HCO3 25, 5 21,0 – 28, 0 Normal

Total CO2 23,4 19,0 – 24, 0 Normal

O2 Saturasi 93,5 94,0 – 98,00 Menurun

Pemeriksaan paru dengan bronchoscopy, tanggal 26 maret 2013

- Plika Vokalis : Intak

- Trakea : Orificium terbuka, mukosa licin, tidak hiperemesis

- BUKA, LAKA, LMKA, LBKA : Orificium terbuka, mukosa licin, tidak

hiperemeis dengan sekresi mukus banyak

- BUKA LAKI : Orificium terbuka, mukosa licin, tidak hiperemesis, dengan

sekresi mukus banyak

- LBKI stenosis kompresi tidak total, alat bronkoskopi masih bisa masuk

dilakukan bilasan

Kesimpulan

Sterosis kompresi di LBKI dilakukan bisalan

10. terapi

Jenis

Terapi

Dosis Rute Indikasi dan cara

kerja

Kontraindikasi Efek

samping

Peran

Perawat

Codein 3X1

(10

mg/ 8

jam)

Oral Indikasi:

Antitusif,

digunakan untuk

terapi

simptomatis batuk

non produktif

Cara kerja codein

adalah dengan

Asma bronchial,

emfisema paru-

paru, trauma

kepala, TIK

meningkat,

alkoholisme

akut, setelah

operasi saluran

a. Dapat menimbulkan ketergantungan

b. Mual, muntah, idiosinkrasi, pusing, sembelit

Memberik

an obat

dengan

cara

memberi

tahu dois,

waktu dan

cara

37

menekan pusat

batuk di medulla

oblongata

empedu c. Depresi pernafasan terutama pada penderita asma, depresi jantung dan syok

minum

obat yang

tepat

Vit B6

(Piridoksi

na

hidroklor

ida

1X10

0 mg

Oral Indikasi:

mencegah dan

mengobati

defisiensi vit B6,

untuk gangguan

metabolic,

piridoksin +

isoniazid dapat

mencegah neuritis

perifer.

Klien dengan

sejarah

sensitivitas pada

vitamin,

hipersensitivitas

terhadap

piridoksin

Kegelisahan

, kelemahan

kaki, sakit

kepala,

kejang

Paraceta

mol

500

mg

Oral Menghilangkan

rasa sakit dan

penurun panas

Gagal ginjal,

hati

Reaksi

kulit,

hematologis

, reaksi

alergi yang

lain

Injeksi:

Asam

tranexam

at

500

mg/ 8

jam

IV Indikasi:

untuk fibrinolosis

local, ex:

epistaksi,

prostaktetomi,

konisasi serviks

Edema

angioneurotonik

a. gangguan gastrointestinal, mual, muntah, anoreksia, pusing, ekstantema dan sakit kepala

38

herediter

Pendarahan

abnormal sesudah

operasi

Pendarahan

sesudah operasi

gigi dan penderita

hemophilia

Aktivitas

antiplasminik(me

nghambat

aktivitas dari

aktifator

plasmonogen dan

plasmine.

Aktivitas

hemostatis

(mencegah

degradasi fibrin,

pemecahan

trombosit,

peningkatan

kerapuan vaskuler

dan pemecahan

faktor koagulasi,

berefek untuk

mengurangi

waktu perdarahan

dan lamanya

perdarahan.

dapat timbul pada pemberian secara oral

b. Dengan injeksi yang cepat dapat menyebabkan pusing dan impotensi

Vit K 10

mg/ 8

Indikasi: untuk

mencegah atau

Kegagalan hepar

parah biasanya

39

jam mengatasi

perdarahan akibat

defisiensi vit K.

cara kerja:

meningkatkan

biosintesis

beberapa faktor

pembekuan darah

yang berlangsung

di hati.

menyebabkan

kehilangan

sintesis protein

dan diathesis

hemorlogika

yang tidak

tersepon vit K.

Ranitidin 50

mg/ 8

jam

IV Pada SSP:

sakit kepala,

rasa tidak

enak badan,

mengantuk,

insomnia,

vertigo,

kebingunga

n mental,

agitasi,

depresi

mental dan

halusinasi.

Pada GI:

konstipasi,

mual,

muntah,

nyeri dan

ketidaknya

manan pada

perut

Pada

40

dermatologi

s: demam,

ruam

Metoclop

ramid

5 mg/

8 jam

Indikasi:

meringankan

(mengurangi

symptom diabetic

gastroparesis akut

dan yang kambuh

kembali),

mengurangi mual,

muntah metabolic

karena obat

sesudah operasi,

rasa terbakar yang

berhubungan

dengan refluks

esofagitis.

Cara kerja:

meningkatkan

tonus dan

amplitude pada

kontraksi

lambung,

merelaksasi

sfingter pylorus

dan bulbus

duodenum, serta

meningkatkan

peristaltic dari

duodenum dan

jejunum sehingga

Penderita

gastrointestinal

hemorage,

obstruksi

mekanik atau

perforasi.

Penderita

pheochromocyto

ma, penderita

yang sensitive

terhadap obat

ini, penderita

epilepsy atau

klien yang

menerima obat-

obatan yang

dapat

menyebabkan

reaksi

ekstrapiramidal

Efek SSP:

kegelisahan,

kantuk,

kelelahan,

kelemahan

Efek

kardiovasku

lar:

hipotensi,

hipertensi

supraventrik

ular,

takikardia,

bradikardia

Efek

gastrointesti

nal: mual,

gangguan

perut

terutama

diare

Efek ginjal:

sering

buang air,

inkontinensi

a

Alergi:

gatal-gatal

41

dapat

mempercepat

pengosongan

lambung dan

usus.

Intravena

NaCl

0,9%

20

tpm

Ceftazidi

me

1

gram/

12

jam

IV Indikasi: untuk

mengobati infeksi

bakteri tertentu

Reaksi

hipersensiti

vitas

(urticaria,

pruritus,

ruam)

Efek CNS:

encephalop

haty jika

dosis tinggi

Donperid

one

1

tablet

(10

mg)

Oral Indikasi: sindrom

dyspepsia

fungsional, mual,

muntah akut

Cara kerja:

merupakan

antagonis dari

dopamine.

Pemberian per

oral dapat

meningkatkan

pengosongan

lambung dan

menambah

Penderita yang

hipersensitivitas

pada

domperidone

Penderita

dengan

prolaktinoma

tumor hipofise

yang

mengeluarkan

proklatin

Tidak boleh

digunakan jika

serangan

Merangsang

peningkatan

kadar

prolaktin

plasma

yang dapat

menyebabk

an galaktore

dan

ginekomasti

a.

Reaksi

alergi (rash,

urtikaria)

42

tekanan pada

sfingter

esophagus bagian

bawah pada orang

sehat.

motilitas

lambung dapat

membahayakan

seperti adanya

pendarahan,

obstruksi

mekanik, atau

perforasi

gastrointestinal

R/H/Z/E

(Rifampi

sin, INH,

Pirazina

mide,Eta

mbutol)

450/

300/

1000/

1000

Oral Indikasi:

Rifampisin:

untuk TBC,

sebagai antibiotic.

cara kerja:

membunuh

bakteri yang

menyebabkan

infeksi dengan

menonaktifkan

enzim bakteri

(RNA

polymerase).

Isoniazid (INH),

Indikasi:

mengobati infeksi

bakteri

tuberculosis.

Pirazinamid:

tuberculosis paru.

cara kerja:

membunuh

kuman yang

Rifampisin:

Hipersensitifitas

terhadap

golongan obat

ini, penyakit

kuning

(jaundice),

severe hepatic

disease.

Isoniazid:

Menghambat

biosisntesis

asam mikolat

yang merupakan

unsure penting

dinding sel

mikobakterium.

Isoniazid

menghilangkan

sifat tahan asam

dan menurunkan

jumlah lemak

yang terekstrasi

Rifampisin

:

Efek pada

lambung

usus, fungsi

hati

abonormal,

sakit

kuning,

demam,

gejala flu,

perubahan

pada fungsi

ginjal,

reaksi kulit,

urin dahak

dan air mata

berwarna

kemerahan.

Isoniazid:

mual,

muntah,

anoreksia,

43

berada dalam sel

dengan suasana

asam.

Indikasi

etambutol: terapi

kombinasi TB

dengan obat lain,

sesuai regimen

pengobatan jika

diduga ada

resistensi. cara

kerja: menekan

pertumbuhan

kuman TB yang

telah resisten

terhadap isoniazid

dan streptomisin,

menghambat

sintesis RNA

pada kuman yang

sedang

membelah.

oleh

mikobakterium.

Parazinamid:

hipersensitifitas

terhadap

pirazinamid,

penyakit hati,

kehamilan.

letih,

malaise,

gangguan

saluran

pencernaan,

demam,

ruam,

ikterus,

pusing,

gangguan

BAK,

kekurangan

Vit B6.

Parazinami

d:

hepatotoksis

itas, anemia

skleroblasti

k,

intoleransi

saluran

pencernaan,

ulkus

peptikum,

disuria,

demam,

urtikaria.

etambutol:

gangguan

penglihatan,

buta warna

dan

44

penyempita

n lapang

pandang.

11. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi

DS:

klien mengatakan sering

merasa ingin batuk dan

susah mengeluarkan dahak

DO:

Batuk tidak efektif

Suara napas ronkhi

Adanya penurunan bunyi

napas

Ketidakefektifan

bersihan jalan napas

Sekresi yang tertahan

DS:

Klien mengatakan sesak

napas ketika setelah batuk

DO: RR : 13 rpm

Ketidakefektifan pola

pernapasan

menurunnya ekspansi

paru karena nyeri dada

DS:

Klien mengatakan bahwa ia

mudah lelah ketika

beraktifitas.

Klien mengatakan badannya

pegal-pegal

DO:

Konjungtiva anemis, bibir

pucat, kulit berkeringat

Keletihan Status penyakit

12. Diagnosa Keperawatan

45

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan.

b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya

ekspansi paru

c. Keletihan berhubungan dengan status penyakit

13. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan

Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

berhubungan dengan

sekresi yang tertahan

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 4X24 jam, jalan

napas klien bersih dan

efektif dengan criteria

hasil:

klien menyatakan bahwa batuk berkurang atau

Kaji fungsi pernapasan, seperti bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman serta penggunaan otot napas tambahan.

Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ batuk efektif

berikan klien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu klien untuk batuk dan

46

hilang, tidak ada sesak dan secret berkurang

suara napas normal (vesikuler)

frekuensi napas 16-20 kali per menit

tidak ada dispnea

latihan napas dalam. bersihkan secret dari

mulut dan trakea; pengisapan sesuai keperluan

pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari kecuali kontraindikasi.

Ketidakefektifan pola

pernapasan yang

berhubungan dengan

menurunnya ekspansi

paru

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 4X24 jam, pola

napas klien kembali

efektif, dengan criteria

hasil:

Klien mampu melakukan batuk efektif

Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal, pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas terdengar jelas.

Mandiri:

Identifikasi faktor penyebab

kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital

Berikan posisi fowler/ semifowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit, bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif

auskultasi bunyi napas kaji pengembangan dada

dan posisi trachea

Keletihan berhubungan

dengan status penyakit

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 4X24 jam, klien

menunjukan

peningkatan energy

dengan criteria hasil:

kapasitas untuk mempertahankan aktivitas

status nutrisi baik

Kaji dampak keletihan pada kualitas hidup

Management Energi: Pantau bukti adanya

keletihan fisik dan emosi yang berlebihan pada klien

pantau respon kardiorespirasi terhadap aktivitas (takikardia, distritmia, dispnea, diaphoresis, pucat,

47

frekuensi napas) Pantau dan catat pola

tidur klien dan jumlah jam tidurnya

Pantau lokasi dan tingkat ketidaknyamanan atau nyeri selama bergerak/ beraktivitas

Penyuluhan:

Ajarkan klien dan orang terdekat untuk mengenali tanda dan gejala keletihan yang memerlukan pengurangan aktiviats

ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah keletihan

14. Implementasi

No Diagnosa

keperawatan

Waktu Implementasi (tambahkan

kolaborasi)

Respon

Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

berhubungan

dengan sekresi

yang tertahan

26-3-2013 Memonitor TTV

Observasi klien saat batuk,

batuk tidak produkti

Mengajari batuk efektif

S : Klien tidak pusing

O :

TD:120/ 70 mmHg

N: 84 bpm

S:36,50C

RR: 24 rpm

S : Klien mengatakan

48

27-3-2013

28-3-2013

29-3-2013

Memonitor TTV

Mengkaji batuk klien

Memonitor TTV klien

Memonitor KU , TTV

akan berusaha

melakukannya

O : Klien terlihat

berusaha untuk

melakukan batuk

efektif

S : Klien mengtakan

tidak lemas dan

pusing

O :

TD:120/ 80 mmHg

N: 90 bpm

S:36,50C

RR: 21 rpm

S : Klien mengatakan

masih sering batuk

O : Klien terlihat batuk

S : Klien terlihat tidak

lemas

O :

TD:120/ 70 mmHg

N: 92 bpm

S: 36 0C

RR: 25 rpm

S : Klien mengatakan

sedikit pusing

namun badannya

49

tidak terasa lemas

O :

TD:120/ 70 mmHg

N: 84 bpm

S:36,50C

RR: 24 rpm

Ketidakefektifan

pola pernapasan

yang berhubungan

dengan

menurunnya

ekspansi paru

26-3-2013

27-3-2013

Mengkaji frekuensi napas

Mengubah posisi fowler

pada klien

Melatih cara napas dalam

pada klien

S : Klien mengatakan

sedikit sesak

O :

Memberi oksigen

kepada klien

RR : 22 rpm

S : Klien mengatakan

posisinya kurang

nyaman

O :

Klien terlihat tidak

nyaman dengan

posisinya

Membantu klien

mengubah posisinya

menjadi semi fowler

S : Klien mengatakan

akan berlatih cara

nafas dalam

O : Klien terlihat

bersedia untuk

berlatih nafas dalam

50

28-3-2013

29-3-2013

Mengevaluasi dengan

memonitor RR

Mengkaji TTV klien

, Pantau RR : 20 rpm.

pasien tidak mengeluh

sesak napas

Memantau TTV

S : Klien mengatakan

agak sesak

O :

Klien terlihat sedikit

sesak

RR : 20 rpm

S : Klien sudah tidak

pusing

O :

TD:120/ 80 mmHg

N: 90 bpm

S:360C

RR: 22 rpm

S : Klien mengatakan

tidak pusing

TD:120/ 80 mmHg

N: 92 bpm

S:360C

RR: 22 rpm

Keletihan

berhubungan

dengan status

penyakit

26-3-2013 Menganjurkan klien

untuk meminimalisir

aktivitas, menganjurkan

klien untuk reposition

untuk mengurangi

ketidaknyamanan (pegal)

karena tidur.

S : Klien mengatakan

badanya pegal-pegal

O :

Menganjurkan

klien untuk

mengatur posisi

Klien terlihat

melakukan apa

yang di anjurkan

perawat

51

27-3-2013

28-3-2013

29-3-2013

Menganjurkan klien

untuk meningkatkan

asupan cairan (minum)

dan makan untuk

meningkatkan energy

klien

Mengkaji kemampuan

beraktivitas klien

Menganjurkan klien

untuk mempertahankan

asupan nutrisi dan

cairan, menghindari

makanan dari luar rumah

sakit.

Mengkaji TTV klien

Mengkaji asupan makan

dan klien

S : Klien mengatakan

makan 3x/hari habis

½ porsi

O :Klien menghabiskan

½ porsi

S : Klien mengatakan

tidak dapat

beraktifitas

O : Klien terlihat

melakukan aktifitas

sendiri seperti

mandi, makan, BAK

dan BAB tanpa

bantuan orang lain

S : Klien mengatakan

paham

O : Klien terlihat

mengerti apa yang

di anjukkan oleh

perawat

S : Klien mengatakan

tidak lemas dan

pusing

O :

TD:120/ 80 mmHg

N: 92 bpm

S:360C

52

Mengkaji aktivitas yang

dikerjakan klien

RR: 22 rpm

S : Klien mengatakan

makan 3x/hari habis

½ porsi

O : Klien terlihat

menghabikan ½ porsi

bubur

S : Klien mengatakan

melakukan aktifitas

sendiri tanpa bantuan

O : Klien terlihat

melakukan aktifitas

seperti mandi,

BAK,BAB, ganti

baju, makan dan

sholat sendiri tanpa

bantuan

53

1. Evaluasi

Diagnosa

Keperawatan

Evaluasi Harian Evaluasi Kumulatif

26 Maret 2013 27 Maret 2013 28 Maret 2013 29 Maret 2013

Ketidakefektifan

bersihan jalan

nafas

berhubungan

dengan sekresi

yang tertahan

S:

klien mengatakan

bisa berlatih batuk

efektif

O:

Terlihat pucat,

TTV: TD: 120/70

mmHg,

N: 89bpm,

RR : 20 rpm,

S: 36,50C

A:

masalah teratasi

sebagian

S:

Klien mengatakan

sudah tidak batuk lagi

O:

TD: 120/80,

N: 100,

S: 36,20C.

RR : 21rpm

A:

Masalah teratasi

sebagian, namun

muncul masalah

keperawatan baru

(keletihan)

S:

Klien mengatakan batuk

lagi

O:

Dahak berwarna putih

TD: 120/70,

N: 84 bpm,

RR:20rpm,

S: 36 0C.

A:

Masalah muncul

P:

Dilakukan intervensi

latihan batuk efektif dan

S:

Klien mengatakan lemas. klien

mengatakan frekuensi batuknya

berkurang (<3 kali/ hari)

O:

TD: 120/ 70,

N: 100

S: 36,50C,

RR: 20 rpm

A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Teruskan intervensi kolaborasi

54

P:

Lanjutkan

intervensi (monitor

TTV, latih batuk

efektif, nafas

dalam)

P:

Pantau KU dan TTV

kolaborasi dalam

pemberian obat

pemberian obat

Ketidakefektifan

pola pernapasan

yang berhubungan

dengan

menurunnya

ekspansi paru

S:

Klien mengatakan

mengatakan masih

sesak di bagian

dada kiri

O:

16 rpm

A: masalah belum

teratasi

P:

lanjutkan

kolaborasi obat

dan pantau TTV

S:

Klien mampu untuk

merubah posisi fowler

ketika merasa sesak

napas

O:

RR: 20rpm

A:

Masalah teratasi

P: Pertahankan

intervensi untuk

mempertahankan pola

S:

klien merasa lebih enak,

tidak sesak napas.

O:

RR: 20 rpm

A: masalah teratasi

P: -

S :

Klien

55

napas klien

Keletihan

berhubungan

dengan status

penyakit

S :

Klien mengeluh

lemas dan habis

muntah 2 kali

O :

Klien terlihat

lemas, lelah, pucat,

konjungtiva

anemis, kekuatan

otot menurun

Ektremitas bawah :

3 dan ektremitas

atas 3

TD : 110/80

N : 100bpm

RR : 21 rpm

S : 36 oC

A :

S:

Klien mengatakan

masih lemah, makan

cuma sedikit, karena

mual

O:

Klien terlihat pucat,

konjungtiva anemis

TD: 120/70

N:92 bpm

RR:20rpm

S: 36 0C.

A:

Masalah belum teratasi

P:

Melanjutkan intervens

S:

Klien mengatakan masih

sedikit lemas namun sudah

tidak begitu mual

O:

Keadaan pucat, lemas.

A:

Masalah belum teratasi

P:

Pantau terus TTV, KU,

dan asupan nutrisi dan

cairan, aktivitas

S:

Klien mengatakan keadaan lebih

membaik, namun masih lemas.

Klien makan hanya ½ porsi

karena terkadang masih terasa

mual

O:

TD: 120/80 mmHg

S: 36,50C

RR: 20 rpm

N: 94 bpm

A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Lanjutkan intervensi memantai

asupan nutrisi dan cairan

56

Masalah belum

teratasi

P :

Melanjutkan

intervensi

57

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.

Jakarta: Salemba Medika

Dongoes, Marilynn E, Mary Frances M, Alice C. Geissler. 2000. Rencana Asuhan

Keperawatan Pedoman untuk Prenecanaan dan Pendokumentasian Perawatan Klien.

Jakarta:EGC

Price, Sylvia Anderson, Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses –Proses PenyakitEdisi 6.Jakarta:EGC

Somantri, imam. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Klien

dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Somantri, irman. 2007. Asuhan Keperwatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakata : Salemba Medika

William, and Willkins. 2011. Nursing The Series For Clinical Excelence Memahami

Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat: PT Indeks

Widjajanti, Nuraini. Obat-obatan. Kanisius

58