125748821 askep tb paru pada anak

35
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini  biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan  penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit TBC dapat menyebabkan kematian terutama menyerang pada usia produktif (15-50 tahun) dan anak-anak. Dan dari satu literature disebutkan 50 % penderita TBC akan meninggal setelah 5 tahun bila tidak di obati. Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah  penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat  besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat  bermanfaat. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk memahami asuhan keperawatan anak dengan Tuberkulosis Paru. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui definisi dari Tuberkulosis paru 2. Mengetahui penyebab terjadinya Tuberkulosis paru 3. Mengetahui tanda dan gejala terjadinya Tuberkulosis paru 

Upload: rani-ika-safitri

Post on 18-Oct-2015

144 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ASKEB

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada

    dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini

    biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai

    tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan

    penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian

    (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi

    yang cukup lama. Penyakit TBC dapat menyebabkan kematian terutama

    menyerang pada usia produktif (15-50 tahun) dan anak-anak. Dan dari satu

    literature disebutkan 50 % penderita TBC akan meninggal setelah 5 tahun bila

    tidak di obati.

    Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka

    kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan

    ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah

    penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini

    setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit

    muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat

    menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat

    besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat

    bermanfaat.

    1.2 Tujuan

    1.2.1 Tujuan Umum

    Untuk memahami asuhan keperawatan anak dengan Tuberkulosis

    Paru.

    1.2.2 Tujuan Khusus

    1. Mengetahui definisi dari Tuberkulosis paru

    2. Mengetahui penyebab terjadinya Tuberkulosis paru

    3. Mengetahui tanda dan gejala terjadinya Tuberkulosis paru

  • 2

    4. Mengetahui komplikasi yang dapat timbul saat mengalami

    Tuberkulosis paru

    5. Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam menangani pasien

    yang mengalami Tuberkulosis paru

    1.3 Manfaat

    1. Bagi penulis adalah agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih

    mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system

    pernafasan khususnya TB paru.

    2. Bagi mahasiswa agar pengetahuan dapat dikembangkan ketika

    mempelajari Keperawatan Anak.

  • 3

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian

    1) Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman

    Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua

    organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya

    merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).

    2) Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang

    parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh

    lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan

    Brenda, 2001).

    3) Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

    parenkim paru (Smeltzer, 2001).

    4) Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah

    TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks

    Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).

    Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat

    dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius

    yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang

    parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain,

    terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.

    2.2 Etiologi

    Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang

    aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas

    dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um.

    Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:

    Mycobakterium tuberculosis

    Varian asian

    Varian african I

    Varian asfrican II

  • 4

    Mycobakterium bovis

    Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial

    othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :

    Mycobacterium cansasli

    Mycobacterium avium

    Mycobacterium intra celulase

    Mycobacterium scrofulaceum

    Mycobacterium malma cerse

    Mycobacterium xenopi

    2.3 Klasifikasi

    a. Pembagian secara patologis :

    Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).

    Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).

    b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :

    Tuberkulosis Paru BTA positif.

    Tuberkulosis Paru BTA negative

    c. Pembagian secara aktifitas radiologis :

    Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.

    Tuberkulosis non aktif .

    Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).

    d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )

    Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non

    kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak

    melebihi satu lobus paru.

    Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan

    diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak

    lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari

    satu pertiga bagian satu paru.

    For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang

    melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.

  • 5

    e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American

    Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:

    Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat

    kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.

    Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya

    infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.

    Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.

    Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.

    f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :

    Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan

    kasus baru dengan batuk TB berat.

    Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal

    dengan sputum BTA positf.

    Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan

    paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut

    dalam kategori I.

    Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

    2.4 Patofisiologi

    Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau

    dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini

    dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada

    tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam

    suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai

    berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan

    menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar

    bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.

    Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas

    perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya

    sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal,

  • 6

    melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan

    limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).

    Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi

    sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung

    tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (

    Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah

    lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini

    membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak

    didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh

    organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh

    makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul

    gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,

    sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus

    difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui

    getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang

    mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga

    membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini

    butuh waktu 10-20 hari.

    Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang

    biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan

    jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast

    menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa

    membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang

    mengelilingi tuberkel.

    Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya

    kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.

    Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana

    bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel

    yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan

    trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau

    terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.

  • 7

    Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan

    meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus

    dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan

    perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak

    dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan

    bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini

    dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan

    dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.

    Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.

    Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah

    dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis

    penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.

    Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat

    menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak

    pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem

    vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

  • 8

    2.5 Pathway

    Gangguan

    termoregulasi

    MK : Gangguan pertukaran gas

    MK : Bersihan jalan

    nafas tidak efektif

    Pertahanan primer

    tidak adekuat

    MK :

    Hipertermi

    Rrespon

    imun

    reaksi inflamasi

    Tinggal di alveoli

    Masuk traktus respiratorius

    Mycobacterium tuberculosis

    MK : Resiko

    tinggi infeksi

    Sianosis

    Sesak nafas

    Gangguan

    respirasi

    Kerusakan

    membran alveolar

    kapiler

    Ketidakseimbangan

    suplai dan

    kebutuhan oksigen

    Hipoksia

    Penumpukan

    secret

    Pembentukan

    sputum dan

    sekret

    MK :

    Intoleransi

    aktivitas

  • 9

    MK : Nyeri

    MK : Gangguan

    keseimbangan nutrisi

    Respon tubuh

    menurun Pelepasan mediator

    kimia seperti histamin,

    bradikinin dan

    prostaglandidn

    Anoreksia

    Obstruksi

    Batuk refleks

    muntah

  • 10

    2.6 Manifestasi Klinis

    Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala

    khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara

    klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk

    menegakkan diagnosa secara klinik.

    a. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:

    Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

    dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

    serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

    Penurunan nafsu makan dan berat badan.

    Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

    Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

    b. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:

    Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

    sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat

    penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan

    suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.

    Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

    disertai dengan keluhan sakit dada.

    Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang

    yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada

    kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

    Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan

    disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah

    demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

    2.7 Komplikasi

    Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi

    pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

  • 11

    Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

    mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena

    tersumbatnya jalan napas.

    Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus

    akibat retraksi bronchial.

    Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan

    jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

    Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan

    ginjal.

    2.8 Pemeriksaan penunjang

    1) Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.

    2) Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan

    cairan darah) positif untuk basil asam cepat.

    3) Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi

    10 mm) terjadi 48 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen

    menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara

    berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang

    secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau

    infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.

    4) Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.

    5) Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,

    simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan

    menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.

    6) Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan

    cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium

    tubrerkulosis.

    7) Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel

    raksasa menunjukan nekrosis.

    8) Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex

    ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.

  • 12

    GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada

    paru.

    9) Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan

    ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan

    penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /

    fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis

    luas).

    2.9 Penatalaksanaan

    Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :

    1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka

    waktu 1 3 bulan.

    Streptomisin inj 750 mg.

    Pas 10 mg.

    Ethambutol 1000 mg.

    Isoniazid 400 mg.

    Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya

    adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 18 bulan, tetapi setelah

    perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat

    dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :

    INH.

    Rifampicin.

    Ethambutol

    Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan

    menjadi 6-9 bulan.

    2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan

    dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :

    Rifampicin.

    Isoniazid (INH).

    Ethambutol.

  • 13

    Pyridoxin (B6).

    2.10 Pencegahan

    1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak

    anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.

    2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati

    sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi

    penularan.

    3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.

    4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.

    5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak

    melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan

    dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi

    udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.

    6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah /

    mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat

    ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk

    mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

  • 14

    BAB 3

    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

    3.1 Pengkajian

    Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah

    sebagai berikut:

    a. Pola aktivitas dan istirahat

    Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak

    (nafas pendek), demam, menggigil.

    Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak

    (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam

    subfebris (40 -410C) hilang timbul.

    b. Pola nutrisi

    Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat

    badan.

    Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak

    sub kutan.

    c. Respirasi

    Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

    Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum

    hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan

    kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks

    paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan

    pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris

    (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan

    pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

    d. Respirasi

    Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

    Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum

    hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan

    kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks

    paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan

  • 15

    pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris

    (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan

    pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

    e. Rasa nyaman/nyeri

    Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

    Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,

    gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura

    sehingga timbul pleuritis.

    f. Integritas ego

    Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak

    berdaya/tak ada harapan.

    Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,

    mudah tersinggung.

    g. Keamanan

    Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.

    Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.

    h. Interaksi Sosial

    Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,

    perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas

    fisik untuk melaksanakan peran.

    3.2 Diagnosa Keperawatan

    1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

    sekret.

    2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran

    alveolar.

    3. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

    berhubungan dengan anoreksia.

    4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan reaksi inflamasi.

    5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

  • 16

    6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

    suplai dan kebutuhan oksigen.

    7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak

    adekuat.

    3.3 Planning

    Diagnosa

    Keperawatan

    Tujuan Intervensi Rasional

    Bersihan jalan

    napas tidak

    efektif

    berhubungan

    dengan

    penumpukan

    sekret.

    Setelah diberikan

    tindakan

    keperawatan

    kebersihan jalan

    napas efektif,

    dengan criteria

    hasil:

    Mempertahank

    an jalan napas

    pasien.

    Mengeluarkan

    sekret tanpa

    bantuan.

    Menunjukkan

    prilaku untuk

    memperbaiki

    bersihan jalan

    napas.

    Berpartisipasi

    dalam program

    pengobatan

    sesuai kondisi.

    Mandiri :

    1. Kaji ulang fungsi

    pernapasan: bunyi napas,

    kecepatan, irama,

    kedalaman dan penggunaan

    otot aksesori.

    2. Catat kemampuan untuk

    mengeluarkan secret atau

    batuk efektif, catat

    karakter, jumlah sputum,

    adanya hemoptisis.

    3. Berikan pasien posisi semi

    atau Fowler, Bantu/ajarkan

    batuk efektif dan latihan

    napas dalam.

    4. Bersihkan sekret dari mulut

    dan trakea, suction bila

    perlu.

    Mandiri :

    1. Penurunan bunyi napas

    indikasi atelektasis, ronki

    indikasi akumulasi

    secret/ketidakmampuan

    membersihkan jalan napas

    sehingga otot aksesori

    digunakan dan kerja

    pernapasan meningkat.

    2. Pengeluaran sulit bila sekret

    tebal, sputum berdarah akibat

    kerusakan paru atau luka

    bronchial yang memerlukan

    evaluasi /intervensi lanjut

    3. Meningkatkan ekspansi paru,

    ventilasi maksimal membuka

    area atelektasis dan

    peningkatan gerakan sekret

    agar mudah dikeluarkan.

    4. Mencegah obstruksi/aspirasi.

    Suction dilakukan bila pasien

    tidak mampu mengeluarkan

  • 17

    Mengidentifika

    si potensial

    komplikasi dan

    melakukan

    tindakan tepat.

    5. Pertahankan intake cairan

    minimal 2500 ml/hari

    kecuali kontraindikasi.

    6. Lembabkan udara/oksigen

    inspirasi.

    Kolaborasi:

    1. Berikan obat: agen

    mukolitik, bronkodilator,

    kortikosteroid sesuai

    indikasi.

    sekret.

    5. Membantu mengencerkan

    secret sehingga mudah

    dikeluarkan.

    6. Mencegah pengeringan

    membran mukosa.

    Kolaborasi :

    1. Menurunkan kekentalan

    sekret, lingkaran ukuran

    lumen trakeabronkial, berguna

    jika terjadi hipoksemia pada

    kavitas yang luas.

    Gangguan

    pertukaran gas

    berhubungan

    dengan

    kerusakan

    membran

    alveolar

    Setelah diberikan

    tindakan

    keperawatan

    pertukaran gas

    efektif, dengan

    kriteria hasil:

    Melaporkan

    tidak terjadi

    dispnea.

    Menunjukkan

    perbaikan

    ventilasi dan

    oksigenasi

    jaringan

    adekuat dengan

    GDA dalam

    rentang normal.

    Bebas dari

    Mandiri :

    1. Kaji dispnea, takipnea,

    bunyi pernapasan

    abnormal. Peningkatan

    upaya respirasi,

    keterbatasan ekspansi dada

    dan kelemahan.

    2. Evaluasi perubahan-tingkat

    kesadaran, catat tanda-

    tanda sianosis dan

    perubahan warna kulit,

    membran mukosa, dan

    warna kuku.

    3. Demonstrasikan/anjurkan

    untuk mengeluarkan napas

    Mandiri :

    1. Tuberkulosis paru dapat

    rnenyebabkan meluasnya

    jangkauan dalam paru-pani

    yang berasal dari

    bronkopneumonia yang

    meluas menjadi inflamasi,

    nekrosis, pleural effusion dan

    meluasnya fibrosis dengan

    gejala-gejala respirasi distress.

    2. Akumulasi secret dapat

    menggangp oksigenasi di

    organ vital dan jaringan.

    3. Meningkatnya resistensi aliran

    udara untuk mencegah

  • 18

    gejala distress

    pernapasan.

    dengan bibir disiutkan,

    terutama pada pasien

    dengan fibrosis atau

    kerusakan parenkim.

    4. Anjurkan untuk bedrest,

    batasi dan bantu aktivitas

    sesuai kebutuhan.

    5. Monitor GDA.

    Kolaborasi:

    1. Berikan oksigen sesuai

    indikasi.

    kolapsnya jalan napas.

    4. Mengurangi konsumsi oksigen

    pada periode respirasi.

    5. Menurunnya saturasi oksigen

    (PaO2) atau meningkatnya

    PaC02 menunjukkan perlunya

    penanganan yang lebih.

    adekuat atau perubahan terapi.

    Kolaborasi :

    1. Membantu mengoreksi

    hipoksemia yang terjadi

    sekunder hipoventilasi dan

    penurunan permukaan

    alveolar paru.

    Gangguan

    keseimbangan

    nutrisi kurang

    dari kebutuhan

    tubuh

    berhubungan

    dengan

    anoreksia.

    Setelah diberikan

    tindakan

    keperawatan

    diharapkan kebut

    uhan nutrisi

    adekuat, dengan

    kriteria hasil:

    Menunjukkan

    berat badan

    meningkat

    mencapai

    tujuan dengan

    Mandiri :

    1. Catat status nutrisi paasien:

    turgor kulit, timbang berat

    badan, integritas mukosa

    mulut, kemampuan

    menelan, adanya bising

    usus, riwayat mual/rnuntah

    atau diare.

    2. Kaji ulang pola diet pasien

    yang disukai/tidak disukai.

    Mandiri :

    1. Berguna dalam

    mendefinisikan derajat

    masalah dan intervensi yang

    tepat.

    2. Membantu intervensi

    kebutuhan yang spesifik,

    meningkatkan intake diet

    pasien.

  • 19

    nilai

    laboratoriurn

    normal dan

    bebas tanda

    malnutrisi.

    Melakukan

    perubahan

    pola hidup

    untuk

    meningkatkan

    dan

    mempertahan

    kan berat

    badan yang

    tepat.

    3. Monitor intake dan output

    secara periodik.

    4. Catat adanya anoreksia,

    mual, muntah, dan tetapkan

    jika ada hubungannya

    dengan medikasi. Awasi

    frekuensi, volume,

    konsistensi Buang Air

    Besar (BAB).

    5. Anjurkan bedrest.

    6. Lakukan perawatan mulut

    sebelum dan sesudah

    tindakan pernapasan.

    7. Anjurkan makan sedikit

    dan sering dengan makanan

    tinggi protein dan

    karbohidrat.

    Kolaborasi:

    1. Rujuk ke ahli gizi untuk

    menentukan komposisi

    diet.

    2. Awasi pemeriksaan

    laboratorium. (BUN,

    protein serum, dan

    albumin).

    3. Mengukur keefektifan nutrisi

    dan cairan.

    4. Dapat menentukan jenis diet

    dan mengidentifikasi

    pemecahan masalah untuk

    meningkatkan intake nutrisi.

    5. Membantu menghemat energi

    khusus saat demam terjadi

    peningkatan metabolik.

    6. Mengurangi rasa tidak enak

    dari sputum atau obat-obat

    yang digunakan yang dapat

    merangsang muntah.

    7. Memaksimalkan intake nutrisi

    dan menurunkan iritasi gaster.

    Kolaborasi :

    1. Memberikan bantuan dalarn

    perencaaan diet dengan nutrisi

    adekuat unruk kebutuhan

    metabolik dan diet.

    2. Nilai rendah menunjukkan

    malnutrisi dan perubahan

    program terapi.

    Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :

  • 20

    nyaman : nyeri

    berhubungan

    dengan reaksi

    inflamasi

    tindakan

    keperawatan rasa

    nyeridapat

    berkurang atau

    terkontrol, dengan

    KH:

    Menyatakan

    nyeri berkurang

    atauter kontrol

    Pasien tampak

    rileks

    1. Observasi karakteristik

    nyeri, mis tajam, konstan ,

    ditusuk. Selidiki perubahan

    karakter /lokasi/intensitas

    nyeri.

    2. Pantau TTV

    3. Berikan tindakan nyaman

    mis, pijatan punggung,

    perubahan posisi, musik

    tenang, relaksasi/latihan

    nafas.

    4. Tawarkan pembersihan

    mulut dengan sering.

    5. Anjurkan dan bantu pasien

    dalam teknik menekan

    dada selama episode

    batukikasi.

    Kolaborasi :

    1. Kolaborasi dalam

    pemberian analgesik sesuai

    indikasi

    1. Nyeri merupakan respon

    subjekstif yang dapat diukur.

    2. Perubahan frekuensi jantung

    TD menunjukan bahwa pasien

    mengalami nyeri, khususnya

    bila alasan untuk perubahan

    tanda vital telah terlihat.

    3. Tindakan non analgesik

    diberikan dengan sentuhan

    lembut dapat menghilangkan

    ketidaknyamanan dan

    memperbesar efek terapi

    analgesik.

    4. Pernafasan mulut dan terapi

    oksigen dapat mengiritasi dan

    mengeringkan membran

    mukosa, potensial

    ketidaknyamanan umum.

    5. Alat untuk mengontrol

    ketidaknyamanan dada

    sementara meningkatkan

    keefektifan upaya batuk.

    Kolaborasi :

    1. Obat ini dapat digunakan

    untuk menekan batuk non

    produktif, meningkatkan

    kenyamanan

  • 21

    Hipertermi

    berhubungan

    dengan reaksi

    inflamasi.

    Setelah diberikan

    tindakan

    keperawatan

    diharapkan suhu

    tubuh kembali

    normal dengan

    KH :

    Suhu tubuh

    36C-37C

    Mandiri :

    1. Kaji suhu tubuh pasien.

    2. Beri kompres air hangat.

    3. Berikan/anjurkan pasien

    untuk banyak minum 1500-

    2000 cc/hari (sesuai

    toleransi).

    4. Anjurkan pasien untuk

    menggunakan pakaian

    yang tipis dan mudah

    menyerap keringat.

    5. Observasi intake dan

    output, tanda vital (suhu,

    nadi, tekanan darah) tiap 3

    jam sekali atau sesuai

    indikasi.

    Kolaborasi :

    1. Pemberian cairan intravena

    dan nutrisi lewat infus.

    Mandiri :

    1. Mengetahui peningkatan suhu

    tubuh, memudahkan

    intervensib.

    2. Mengurangi panas dengan

    pemindahan panas secara

    konduksi. Air hangat

    mengontrol pemindahan panas

    secara perlahan tanpa

    menyebabkan hipotermi atau

    menggigil.

    3. Untuk mengganti cairan tubuh

    yang hilang akibat evaporasi.

    4. Memberikan rasa nyaman dan

    pakaian yang tipis mudah

    menyerap keringat dan tidak

    merangsang peningkatan suhu

    tubuh.

    5. Mendeteksi dini kekurangan

    cairan serta mengetahui

    keseimbangan cairan dan

    elektrolit dalam tubuh. Tanda

    vital merupakan acuan untuk

    mengetahui keadaan umum

    pasien.

    Kolaborasi :

    1. Pemberian cairan sangat

    penting bagi pasien dengan

  • 22

    suhu tubuh yang tinggi. Obat

    khususnya untuk menurunkan

    panas tubuh pasien.

    Intoleransi

    aktivitas

    berhubungan

    dengan

    ketidakseimban

    gan antara

    suplai dan

    kebutuhan

    oksigen.

    Setelah diberikan

    tindakan

    keperawatan

    pasien diharapkan

    mampu

    melakukan

    aktivitas dalam

    batas yang

    ditoleransi

    dengan kriteria

    hasil:

    Melaporkan

    atau

    menunjukan

    peningkatan

    toleransi

    terhadap

    aktivitas yang

    dapat diukur

    dengan adanya

    dispnea,

    kelemahan

    berlebihan, dan

    tanda vital

    dalam rentan

    normal.

    Mandiri :

    1. Evaluasi respon pasien

    terhadap aktivitas.

    Catat laporan dispnea,

    peningkatan kelemahan

    atau kelelahan.

    2. Berikan lingkungan tenang

    dan batasi pengunjung

    selama fase akut sesuai

    indikasi.

    3. Jelaskan pentingnya

    istirahat dalam rencana

    pengobatandan perlunya

    keseimbangan aktivitas dan

    istirahat.

    4. Bantu pasien memilih

    posisi nyaman untuk

    istirahat.

    5. Bantu aktivitas perawatan

    diri yang diperlukan.

    Berikan kemajuan

    peningkatan aktivitas

    selama fase penyembuhan.

    Mandiri :

    1. Menetapkan kemampuan atau

    kebutuhan pasien

    memudahkan pemilihan

    intervensi.

    2. Menurunkan stress dan

    rangsanagn berlebihan,

    meningkatkan istirahat.

    3. Tirah baring dipertahankan

    selama fase akut untuk

    menurunkan kebutuhan

    metabolic, menghemat energy

    untuk penyembuhan.

    4. Pasien mungkin nyaman

    dengan kepala tinggi, tidur di

    kursi atau menunduk ke depan

    meja atau bantal.

    5. Meminimalkan kelelahan dan

    membantu

    keseimbanagnsuplai dan

    kebutuhan oksigen.

    Risiko tinggi Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :

  • 23

    infeksi

    berhubungan

    dengan

    pertahanan

    primer tidak

    adekuat.

    tindakan

    keperawatan tidak

    terjadi

    penyebaran/

    aktivitas ulang

    infeksi, dengan

    kriteria hasil:

    Mengidentifika

    si intervensi

    untuk

    mencegah/men

    urunkan resiko

    penyebaran

    infeksi.

    Menunjukkan/

    melakukan

    perubahan pola

    hidup untuk

    meningkatkan

    lingkungan

    yang. aman.

    1. Review patologi penyakit

    fase aktif/tidak aktif,

    penyebaran infeksi melalui

    bronkus pada jaringan

    sekitarnya atau aliran darah

    atau sistem limfe dan

    resiko infeksi melalui

    batuk, bersin, meludah,

    tertawa., ciuman atau

    menyanyi.

    2. Identifikasi orang-orang

    yang beresiko terkena

    infeksi seperti anggota

    keluarga, teman, orang

    dalam satu perkumpulan.

    3. Anjurkan pasien menutup

    mulut dan membuang

    dahak di tempat

    penampungan yang

    tertutup jika batuk.

    4. Gunakan masker setiap

    melakukan tindakan.

    5. Monitor temperatur.

    6. Identifikasi individu yang

    berisiko tinggi untuk

    terinfeksi ulang

    Tuberkulosis paru, seperti:

    alkoholisme, malnutrisi,

    operasi bypass intestinal,

    1. Membantu pasien agar mau

    mengerti dan menerima terapi

    yang diberikan untuk

    mencegah komplikasi.

    2. Orang-orang yang beresiko

    perlu program terapi obat

    untuk mencegah penyebaran

    infeksi.

    3. Kebiasaan ini untuk mencegah

    terjadinya penularan infeksi.

    4. Mengurangi risilio penyebaran

    infeksi.

    5. Febris merupakan indikasi

    terjadinya infeksi.

    6. Pengetahuan tentang faktor-

    faktor ini membantu pasien

    untuk mengubah gaya hidup

    dan menghindari/mengurangi

    keadaan yang lebih buruk.

  • 24

    menggunakan obat

    penekan imun/

    kortikosteroid, adanya

    diabetes melitus, kanker.

    7. Tekankan untuk tidak

    menghentikan terapi yang

    dijalani.

    Kolaborasi:

    1. Pemberian terapi INH,

    etambutol, Rifampisin.

    2. Pemberian terapi

    Pyrazinamid

    (PZA)/Aldinamide, para-

    amino salisik (PAS),

    sikloserin, streptomisin.

    3. Monitor sputum BTA.

    7. Periode menular dapat terjadi

    hanya 2-3 hari setelah

    permulaan kemoterapi jika

    sudah terjadi kavitas, resiko,

    penyebaran infeksi dapat

    berlanjut sampai 3 bulan.

    Kolaborasi :

    1. INH adalah obat pilihan bagi

    penyakit Tuberkulosis primer

    dikombinasikan dengan obat-

    obat lainnya. Pengobatan

    jangka pendek INH dan

    Rifampisin selama 9 bulan

    dan Etambutol untuk 2 bulan

    pertama.

    2. Obat-obat sekunder diberikan

    jika obat-obat primer sudah

    resisten.

    3. Untuk mengawasi keefektifan

    obat dan efeknya serta respon

    pasien terhadap terapi

    3.4 Evaluasi

    1. Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:

    Mempertahankan jalan napas pasien.

  • 25

    Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.

    Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.

    Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.

    Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

    2. Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:

    Melaporkan tidak terjadi dispnea.

    Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

    dengan GDA dalam rentang normal.

    Bebas dari gejala distress pernapasan.

    3. Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:

    Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai

    laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.

    Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan

    mempertahankan berat badan yang tepat.

    4. Dx 4: Nyeri dapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:

    Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol

    Pasien tampak rileks

    5. DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :

    Suhu tubuh 36C-37C.

    6. DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi

    dengan kriteria evaluasi :

    Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas

    yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan

    tanda vital dalam rentan normal.

    7. DX 7 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria

    evaluasi:

    Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko

    penyebaran infeksi.

    Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan

    lingkungan yang. aman.

  • 26

    BAB 4

    ASUHAN KEPERAWATAN

    PADA KLIEN An.EP DENGAN TUBERCULOSIS PARU

    DI RUANG ANAK RSUSD TANAH BUMBU

    4.1 PENGKAJIAN

    I. Identifikasi Klien

    i. Identifikasi klien

    Nama : An.EP

    Umur : 7 tahun

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Alamat : Batu benawa simpang empat

    Tanggal MRS : 20-09-2012

    Tanggal pengkajian : 21-09-2012

    Diagnosa medis : Tuberculosis Paru

    ii. Identitas Orang Tua

    Nama Ayah : Tn.p

    Usia : 45 tahun

    Agama : Islam

    Suku : Banjar

    Pendidikan : SMA

    Pekerjaan : Wiraswasta

    Alamat : Batu benawa simpang

    Nama Ibu : Ny. S

    Usia : 35

    Agama : Islam

    Suku : Bugis

    Pendidikan : SMP

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Alamat : Batu benawa simpang empat

  • 27

    II. Status Kesehatan Saat Ini

    1. Keluhan Saat MRS : Ibu klien mengatakan anaknya

    batuk terus menerus.

    2. Keluhan Saat Pengkajian : Klien mengalami, batuk, sesak dan

    anoreksia.

    3. Riwayat Penyakit Sekarang : Ibu klien mengtakan anaknya batuk

    selama 1 minggu. Batuk terjadi secara terus menerus disertai

    sekret, sehingga anaknya kelelahan. Batuk pasien akan bertambah

    parah pada malam hari. Karena khawatir dengan keadaan anaknya,

    ibu pasien membawa pasien ke RSUD Tanah Bumbu.

    III. Riwayat Penyakit Dahulu

    1. Penyakit yang pernah dialami :

    a. Kecelakaan termasuk kecelakaan lahir/persalinan, bila pernah

    (jenis dan waktu) : Tidak ada

    b. Operasi (jenis dan waktu) : Tidak ada

    c. Penyakit kronis/akut:Klien sering menderita batuk-batuk sejak

    usia 6 tahun kemudian di beri obat dan sembuh.

    d. Terakhir kali MRS : Tidak ada

    2. Imunisasi

    Klien telah mendapat imunisasi yang tidak lengkap

    a. BCG : -

    b. Campak : 1 kali

    c. DPT : 3 kali

    d. Polio : 4 kali

    e. Hepatitis : 3 kali

    IV. Riwayat Kesehatan Keluarga

    a. Penyakit yang di derita kelurga : Ibu mengungkapakan bahwa

    sepupu klien menderita TBC sudah 2 bulan dan sudah mulai di

    obati.

  • 28

    b. Lingkungan rumah dan komunitas : Ibu klien mengatakan bahwa

    klien dan kelurganya tinggal yang tidak padat penduduknya.

    Rumah klien tepat didalam gang kecil.

    c. Prilaku yang mempengaruhi kesehatan : ibu klien mengatakan

    anaknya hanya mau makan telur dan ayam tapi tidak mau makan

    sayur.

    d. Presepsi kelurga terhadap penyakit : Kelurga klien sangat khawatir

    dengan kondisi yang di derita anaknya.

    V. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

    Klien lahir dengan berat badan dan lahir 3000 gram, lahir langsung

    dan menangis, menurut ibu klien selama hamil ibu sering periksa ke

    dokter maupun bidan praktek. Klien juga di beri ASI selam 1 tahun dan

    din berikan susu formula samapai sekarang.

    VI. Pola Akitivitas dan Istrahat

    Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak

    (nafas pendek), demam, menggigil.

    Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak

    (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam

    subfebris (40 -410C) hilang timbul.

    VII. Pola Nutri-Metabolik

    Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat

    badan.

    Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan

    lemak sub kutan.

    VIII. Respirasi

    Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

    Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum

    hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan

    kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks

    paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan

    pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris

  • 29

    (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan

    pleural).

    IX. Rasa nyaman dan nyeri

    Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

    Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,

    gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura

    sehingga timbul pleuritis.

    X. Integritas ego

    Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak

    berdaya/tak ada harapan.

    Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,

    mudah tersinggung.

    XI. Keamanan

    Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.

    Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.

    XII. Interaksi sosial

    Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,

    perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik

    untuk melaksanakan peran.

    XIII. Pemeriksaan fisisk

    1. KeadaanUmum

    Anak duduk di meja pemeriksaan kesadaran compomentis, anak

    tampak batuk-batuk dan tampak sesak.

    a. Kesadaran : Compos mentis

    b. GCS : 4-5-6

    c. BB SMRS : 30 Kg

    d. BB MRS : 29 Kg

    e. TB : 110 cm

    2. Tanda-tanda vital

    a. TD :110/70 mmHg

    b. HR : 85 x/menit

  • 30

    c. RR : 37 x/menit

    d. Suhu tubuh : 37,8C

    3. Integumen

    Inspeksi :Kulit sianosis, lesi (-), edema (-), diaphoresis (-),

    inflamasi (-), kuku sianosis.

    Palpasi :Akral kering, tekstur kasar, turgor > 2 detik,

    nyeritekan (-), tekstur kuku halus, capillary refill time > 2

    detik.

    4. Kepala

    Inspeksi :Posisi kepala tegak, proporsional, bentuk kepala

    sesuai, rambut lurus, tersebar merata dan terpotong pendek.

    Palpasi :tidak ada benjolan, tidak ada krepitasi dan

    deformitas, nyeri tekan tidak ada, kulit kepala lembab.

    5. Mata

    Inspeksi : Posisi simetris, alis sejajar, daerah orbita normal,

    kelopak mata normal, bulu mata normal, konjungtiva

    anemis -/-, ikterik -/-, perdarahan -/-, iris simetris, warna

    hitam, reflex pupil (+), akomodasi normal ki/ka.

    Palpasi : edema (-), nyeri (-).

    6. Telinga

    Inspeksi :posisi sejajar, proporsional, simetris, otorea (-),

    kemerahan (-), battle sign (-), serumen (-), tidakkotor.

    Palpasi :tekstur lembut, nyeri tekan (-), pembengkakan (-).

    7. Hidung

    Inspeksi :ukuran proporsional, secret (+), bulu hidung

    normal, rhinorea (-), perdarahan (-), lesi (-), pernapasan

    cuping hidung (-).

    Palpasi :nyeri tekan (-), krepitasi (-).

    8. Bibir, mulut dan faring

  • 31

    Inspeksi :warna sianosis, lesi (-), mukosa bibir kering, gigi

    utuh bersih, pendarahan gusi (-), lidah bersih, tidak bau

    mulut, faring kemerahan.

    9. Leher

    Inspeksi : M. Sternokleidomastoideus simetris, kontraksi (-

    ), deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran

    limfe (-), pembesaran vena jugularis (-), eritema (-).

    Palpasi :posisi trakea pada garis tengah, pembesaran tiroid

    (-), nyeri tekan (-), pembesaran limfe (-).

    10. Thoraks

    Inspeksi :bentuk normal, simetris, lesi (-), ekspansi dinding

    dada tidak simetris, retraksi otot bantu pernafasan berat,

    bentuk mamae simetris, ukuran sama, putting menonjol,

    kulit halus, RR 37 x/menit, rasio inspirasi ekspirasi 1:2.

    Palpasi :massa (-), krepitasi (-), deformitas (-), nyeri tekan

    (-), ictus cordis teraba di midclavikula sinistra 4-5 ICS,

    pembengkakan (-), emfisema sub kutis (-), fremitus lemah

    dekstra sinistra.

    Perkusi :Pekak, batas jantung kiri ICS 2 SL kiri dan 4 SL

    kiri, batas kanan ICS 2 SL kanan dan ICS 5 MCL kanan,

    pembesaran jantung (-), pekak.

    Auskultasi : Bunyi ronki kasar pada apek paru ki/ka.

    a. Ronki (+)

    + +

    - -

    - -

    b.Vokal fremitus lemah ki/ka.

    11. Abdomen

    Inspeksi :Bentuk rata, penegangan abdomen (-), caput

    medusa (-), kulit pruritus, massa (-).

  • 32

    Palpasi : Massa (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

    feses tidak teraba, VU tidak teraba, nyeritekan (-)

    padasemuaregio.

    - - -

    - - -

    - - -

    Perkusi : Timpani.

    Auskultasi : Bising usus 3 x/menit.

    12. Inguinal-Genitalia-Anus

    Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh

    limfe tidak ada, tidak ada hemoroid, warna feses kuning lembek,

    urine kuning bening.

    13. Ekstremitas

    Inspeksi :garis anatomi lurus, persendian normal, eritema (-

    ).

    Palpasi :kekuatan tendon (+), nyeri tekan (-), krepitasi (-),

    deformitas (-).

    Pergerakan normal, kekuatan otot 5/5.

    5 5

    5 5

    14. Persyarafan

    Pasien dalam keadaan compos mentis, kaku kuduk (-).

    15. ReflekS

    Biceps :+, tricep : +, patella : +babinski : +

  • 33

    XIV. Prosedur Diagnostik dan Pengobatan

    1. Labotorium

    No. Hari/Tgl Jenis

    Pemriksaan

    Katrgori normal Hasil

    pemeriksaan

    1. Minggu,

    21-09-12

    Pemeriksaan

    darah :

    Albumin

    BUN

    Karbon

    dioksida

    Natrium

    Eritrosit

    Hb

    Leukosit

    Tes Kulit :

    Mantoux

    3,5-5,0 g/dl

    10-30 mg/dl

    20-30 mEq/L

    135-145 mEq/L

    4,5-6,0 juta/mm3

    13,5-18,0 g/dl

    5000-10000/mm3

    Negatif

    3,0 g/dl

    7 mg/dl

    60 mEq/L

    130 mEq/L

    4,7 juta/mm3

    13 g/dl

    12000/mm3

    Positif

    XV. Analisa Data

    Nama klien : An. EP

    Umur : 7 tahun

    Ruang : Anak

    No. Tanggal Analisa Data Problem Etiologi

    1. 21-09-2012 Data Subjektif :

    Ibu klien mengatakan

    anaknya batuk terus-

    menerus selam 1

    minggu

    Data Objektif :

    TTV :

    Ketidak

    efektifan

    bersihan

    jalan

    nafas.

    Respon imun

    menurun

    Pembentukan

    sputum dan

    sekret

  • 34

    - TD 110/70 mmHg

    - HR 85x/menit

    - RR 37x/memit

    - Suhu 37,8 0C

    Keadaan umum :

    - Sesak (+)

    - Batuk (+), sekret

    (+).

    Penumpukan

    secret

    2. Data Subjektif :

    _

    Data Objektif :

    - Takipnea (+)

    - RR : 37 x/menit

    - Ronki (+)

    + +

    - -

    - -

    - Membran mukosa

    dan kuku sianosis

    - Fremitus lemah

    ki/ka

    - Karbon dioksida

    darah : 60 mEq/L

    Gangguan

    pertukaran

    gas

    Sesak napas

    Sianosis

    Hipoksia

    3. Data Subjektif :

    Ibu klien mengtakan

    anaknya tidak mau

    makan

    Data Objektif :

    - Turgor kulit > 2

    Gangguan

    keseimban

    gan nutrisi

    kurang

    dari

    kebutuhan

    Repon tubuh

    menurun

    Batuk refleks

    muntah

  • 35

    detik

    - BB menurun

    - Mukosa bibir kering

    - Bising usus 3

    x/menit

    - Anoreksia (+)

    Hasil Lab :

    - BUN : 7 mg/dl

    - Albumin : 3 g/dl

    tubuh Anoreksia

    4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

    Nama Klien : An. EP

    Umur : 7 Tahun

    Ruang : Anak

    No. Hari dan

    Tanggal Diagnosa

    1. Jumat

    21-09-2012

    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

    penumpukan sekret.

    2. Jumat

    21-09-2012

    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

    kerusakan membran alveolar.

    3. Jumat

    21-09-2012

    Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

    tubuh berhubungan dengan anoreksia