asfiksia

24
Resusitasi pada Neonatus dengan Asfiksia Santi Prima Natasya Pakpahan 102011143 tasyapakpahan.dr@gmail .com FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA Kampus II Ukrida Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 Pendahuluan Praktik resusitasi bayi baru lahir mengalami perkembangan yang pesat dalam 40 tahun terakhir. Secra teoritis, fasilitas dan tenaga ahli resusitasi harus tersedia di tempat kelahiran bayi, baik di rumah sakit maupun di rumah. Resusitasi bayi baru lahir harus mengikuti pendekatan yang sistematis. Resusitasi dasar dilakukan dan diteruskan dengan resusitasi lanjutan hanya apabila bayi tidak membaik. Waktu adalah hal yang paling penting, keterlambatan resusitasi akan membahayakan bayi, bertindak dengan cepat, akurat dan lembut, tindakan dianjurkan untuk setiap situasi spesifik. Setelah tindakan dilakukan, evaluasi ulang harus dilakukan dan tindakan selanjutnya dikerjakan sampai situasi stabil tercapai. Hal ini merupakan prinsip resusitasi yang sederhana dan sering diabaikan. 1

Upload: nathasya-pakpahan

Post on 14-Apr-2016

4 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

asfiksisa neonatorum

TRANSCRIPT

Page 1: asfiksia

Resusitasi pada Neonatus dengan Asfiksia

Santi Prima Natasya Pakpahan

102011143

tasyapakpahan.dr@gmail .com

FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA

Kampus II Ukrida Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Pendahuluan

Praktik resusitasi bayi baru lahir mengalami perkembangan yang pesat dalam 40

tahun terakhir. Secra teoritis, fasilitas dan tenaga ahli resusitasi harus tersedia di tempat

kelahiran bayi, baik di rumah sakit maupun di rumah. Resusitasi bayi baru lahir harus

mengikuti pendekatan yang sistematis. Resusitasi dasar dilakukan dan diteruskan dengan

resusitasi lanjutan hanya apabila bayi tidak membaik. Waktu adalah hal yang paling penting,

keterlambatan resusitasi akan membahayakan bayi, bertindak dengan cepat, akurat dan

lembut, tindakan dianjurkan untuk setiap situasi spesifik. Setelah tindakan dilakukan,

evaluasi ulang harus dilakukan dan tindakan selanjutnya dikerjakan sampai situasi stabil

tercapai. Hal ini merupakan prinsip resusitasi yang sederhana dan sering diabaikan.

Pembahasan

Kasus 4

Seorang bayi dilahirkan dari Ibu berusia 36 tahun, G2P0A1 kehamilan 36 minggu,

melalui emergency sectio cesaria karena mengalami abruptio plasenta.

Pada kasus pasien wanita yang melahirkan anak pada usia kehamilan 36 minggu yang

masih prematur melalui tindakan bedah Caesar akibat omplikasi pada kandungan yaitu terjadi

abruption plasenta atau plasenta yang lepas. Selain itu, anak yang dilahirkan juga berada

dalam keadaan lemah, pucat, bradikardi dan respons motorik yang sangat lemah.oleh sebab

itu pada kasus ini, anak tersebut haruslah ditangani dengan segera dan juga termasuk dalam

1

Page 2: asfiksia

suatu kasus emergensi pediatric. Selain itu, keadaan ibu turut harus dimonitor pada waktu

yang sama karena pada tindakan bedah terjadi perdarahan masif dan juga kemungkinan

kehilangan daqah yang banyak akibat terlepasnya plasenta.

Pemeriksaan Rutin Pada Bayi Baru Lahir

Segera setelah bayi lahir, pemeriksaan yang singkat dan teliti pada wajah, mata, mulut, dada,

abdomen, tulang belakang dan ekstremitas harus dapat menyingkirkan kelainan mayor.

Tangisan yang kuat serta warna kemerahan pada wajah dan tubuh menunjukkan penyesuaian

diri yang baik terhadap kehidupan yang independen.

Lebih dari 48 jam setelah lahir, semua bayi harus diperiksa menyeluruh dan pada waktu

luang setelah riwayat kesehatan keluarga, kehamilan, dan persalinana diketahui secara rinci.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan dihadiri oleh ibu atau lebih ideal lagi oleh kedua orang tua.

Pemeriksaan medis pertama ini merupakan prsedur skrining dan bertujuan untuk menemukan

gangguan-gangguan yang memerlukan tatalaksana dini. Bayi harus telanjang dalam ruang

yang hangat dan ibu sebaiknya dapat melihat dengan jelas apa yang anda

kerjakan.pemeriksaan harus menyeluruh dan dalam urutan yang logis. Pertama kali nilai

ukuran keseluruhan, proporsi dan maturitas kemudian cari kelainana structural mulai dari

kepala dan mata kemudian telinga, mulut, dada, abdomen, ekstremitas, tangan dan kaki.

Cacat setiap tanda-tanda tambahan, jari-jari tambahan, dan juga cekungan kulit tambahan.

Pemeriksaaan lain adalah untuk menilai perilaku dan respons bayi. Ibu dan bidan biasanya

akan segera menceritakan kepada anda tentang perilaku, pola makan, menangis dan tidur

bayi. Bayi yang terlalu lemas, selalu tidur, iritabel atau tidak dapat diam, ataupun bayi yang

reflex isapnya lemah memerlukan evaluasi lebih teliti, terutama dalam hubungannya dengan

pemberian ASI yang memuaskan. Orang tua harus diberi penerangan tentang kelainan-

kelainan minor. 2

Apgar Score

Apgar Score merupakan system pengukuran sederhana dan handal untuk derajat stress

intrapartum saat lahir. Kegunaan utama system skor ini adalah untuk memeriksa anak secara

2

Page 3: asfiksia

sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai factor yang mungkin berkaitan dengan masalah

pulmonal.

Ada 5 hal yang dinilai dalam APGAR score, yakni:

1. Appearance (Warna kulit)

Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda

setelah tercapainya ventilasi yang efektif.Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir

mengalami vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi biasanya disebabkan oleh asfiksia,

hipovolemia, atau asidosis berat. Alkalosis respiratorik (missal, akibat ventilasi

bantuan yang terlalu kuat), penghangatan berlebihan, hipermagnesemia, atau

konsumsi alcohol akut pada ibu dapat menyebabkan vasodilatasi.

2. Pulse (denyut jantung)

Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120-160 denyut per menit.

Denyutan di bawah 100 kali per menit biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan

curah jantung.

3. Grimace (Kepekaan reflex)

Respon normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang

hidung adalah menyeringai, batuk atau bersin.

4. Activity (tonus otot)

Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera

setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus

otot yang lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat atau menderita

kerusakan SSP.

5. Respiration (upaya bernapas)

Bayi normal akan mengap-megap saat lahir, menciptakan upaya bernapas dalam 30

detik dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali per menit

pada usia 2 sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur

terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan

SSP, atau pemberian obat pada ibu (barbiturate, narkotik, dan trankuilizer).2,3

Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat

bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan

sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan

baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula

3

Page 4: asfiksia

dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan

morbiditas dan mortalitas neonatal.2

Skor 0 1 2

Appearance

(warna kulit)

Biru, pucat Tubuh merah muda,

ekstremitas biru

Seluruh tubuh

merah muda

Pulse

(denyut jantung)

Tidak ada < 100x/menit >100 x/menit

Grimace

(Kepekaan reflex)

Tidak ada menyeringai Menyeringai &

batuk atau bersin

Activity

(tonus otot)

Lemas Ekstremitas sedikit

fleksi

Gerakan aktif

Respiration

(upaya bernapas)

Tidak ada Lambat, tidak

teratur

Baik, menangis

Tabel 1. Sistem Skor APGAR

Hasil penilaian skor apgar:

7-10. Bayi sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung > 100x/menit, tonus otot

kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas tidak ada. Terdapat pada keadaan

asfiksia sedang.

0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100x/menit, tonus otot

buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflex iritabilitas tidak ada. Terdapat

pada keadaan asfiksia berat.2

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia

dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan

factor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan

ekstrauterin. Penilaiian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan

bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal

ini dibuktikan oleh Drage dan Brendes yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah

4

Page 5: asfiksia

sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian

yang tinggi.

Asfiksia neonatorum disebabkan oleh banyak hal, antaranya ialah faktor

plasenta(solusia plasenta, degenerasi vaskuler), faktor maternal(hipotensi, syok, anemia),

faktor uterus yang mengalami kontraksi memanjang atau hiperaktivitas dan faktor janin

sendiri seperti infeksi. Fetal distress adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 dan

nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan metabolism janin menuju metabolism

anaerob, yang menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2.1Kira-kira 6% dari

semua bayi baru lahir dan lebih dari 50% bayi yang dilahirkan premature memiliki kesulitan

dalam menyesuaikan diri secara baik dengan kehidupan ekstrauterin. Kesulitan tersebut

mencakup mengembangkan dan mengisi paru dengan udara, membentuk pernapasan ritmis,

dan berubah dari pola sirkulasi janin menjadi sirkulasi dewasa. Bila terjadi kesulitan-

kesulitan ini, bayi memerlukan resusitasi.

Resusitasi neonatus

Pengertian Secara umum, banyak pengertian mengenai resusitasi dari berbagai keadaan

antara lain adalah resusitasi adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,

pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak,

jantung dan alat-alat vital lainnya.

Tujuan resusitasi adalah untuk membantu dengan inisiasi dan pemeliharaan ventilasi

yang cukup dan oksigenasi, curah jantung dan perfusi jaringan yang memadai, dan

suhu inti normal dan glukosa serum. Tujuan ini dapat dicapai lebih mudah ketika

faktor risiko diidentifikasi awal, masalah neonatal diantisipasi, peralatan tersedia,

personil berkualitas dan tersedia, dan rencana perawatan dirumuskan. Sejumlah besar

kondisi antepartum dan intrapartum ibu membawa peningkatan risiko asfiksia

intrapartum.4

Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain:

1. Penghisapan mekonium dari trakea

2. Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif

3. Koordinasi dengan kompresi dada

4. Penggunaan Epinefrin

5

Page 6: asfiksia

5. Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)

Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan

pre-oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik.

Biasanya digunakan blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk

bayi aterm, no.0 untuk bayi preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm.

Ukuran dari endotracheal tube dipilih berdasarkan berat dari neonatus.

Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi,

adanya pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya

embun pada selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada

peningkatan dari laju nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal

tube harus diperiksa dengan laringoskop.5

Ukuran ET Berat (gram) Usia gestasi (minggu)

2,5 <1000 <28

3,0 1000-2000 28-34

3,5 2000-3000 34-38

3,5-4,0 >3000 > 38

Tabel 2.Ukuran Endotracheal tube tergantung berat bayi dan usia gestasi.

Manajemen resusitasi

Peralatan harus tersedia dan tim resusitasi terbiasa dengan lokasi dan cara

penggunaannya. Tim resusitasi sebaiknya telah diorganisasi sebelumnya, dengan

peran tertentu untuk tiap individu. Pemimpin harus tetap dijelaskan, dengan semua

anggota tim harus menyalurkan informasi melalui pemimpin tim.karenanya pemimpin

harus mengetahui semua intervensi dan perubahan status penderita. Dokumentasi

harus diperhatikan. Sebaiknya hal ini merupakan satu-satunya tanggung jawab salah

satu anggota tim. Jika mungkin , salah satu anggota tim harus menyampaikan kondisi

terbaru keadaan penderita selama resusitasi kepada keluarga atau dokter keluarga.

Keputusan untuk menghentikan upaya resusitasi seringkali sulit. Dukungan psikologis

pada keluarga penderita. Sangatlah penting dan serungkali diberikan ileh personalia

medis, petugas social dan rohaniawan. Dukungan psikologis pada seluruh tim tidak

boleh diabaikan.

6

Page 7: asfiksia

Bayi yang saat lahir tidak membutuhkan resustasi, secara umum dapat diidentifikasi dengan

pemeriksaan 4 karakteristik berikut ini secara cepat:

1. Apakah bayi lahir setelah umur gestasi cukup bulan ?

Walaupun >90% bayi dapat beradaptasi dari kehidupan intrauterine ke kehidupan

ekstrauterin tanpa perlu bantuan, sebagian besar bayi cukup bulan. Bila bayi lahir

kurang bulan, kemungkinan besar memerlukan resustiasi. Ini karean paru bayi

premature kurang berkembang, usaha napas masih lemah dan kurangmampu

mempertahankan suhu tubuh setelah lahir. Karena itu, bayi premature perlu dievaluasi

, berikan langkah awla resutasi dan letakkan di bawah alat pemancar panas

2. Apakah cairan amnion bersih dari mekonium dan tanda infeksi ?

Bila terdapat mekonium dalam cairan ketuban atau pada kulit bayi yang

pergerakannya lemah makan perlu dilakukan intubasi dan pengisapan trakea seblum

melakukan langkah resusitasi lainnya.

3. Apakah bayi bernapas atau menangis ?

Pernapasan dapat dilihat dengan memperhatikan dada bayi. Tangis yang kuat juga

menandakan pernapasa. Pernapasan megap-megap merupakan tanda masalah yang

berat dan memerlukan intervensi sama seperti tidak adanya usaha napas(apnu)

4. Apakah bayi mempunyai tonus otot yang baik ?

Bayi cukup bulan yang sehat, ekstremitasnya dalam keadaan fleksi dan bergerak aktif.

Bila jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya” maka bayi tidak membutuhkan

resusitasi dan tidak boleh dipisahkan dari ibunya. Bayi dapat dikeringakan, diletakkan

langsung di dada ibu dan diselimuti dengna kain kering untuk mempertahankan suhu.

Pengawasan pernapasan, aktivitias, dan warna kulit harus terus dilanjutkan. Namun apabila

ada jawaban tidak dari 4 karakteristik tersebut , berarti resusitasi dilakukan . 3,4,5

Diagram alur resusitasi

Airway (langkah awal)

Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan bayi di bawah

pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka

jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan stimulasi napas.

7

Page 8: asfiksia

Memberikan kehangatan. Letakkan bayi di bawah alat pemancar panas,bayi telanjang

agar panas dari alat pemancar panas dapat mencapai bayi.

Meletakkan bayi dengna sedikit menengadahkan kepala. Bayi terlentang dengan leher

sedikit tengadah dalam posisi menghidu. Dengna demikian posisi faring, laring dan

trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini

terbaik untuk melakukan ventilasi dengna balon dan sungkup dan atau untuk

pemasangan pipa endotrakeal. Untuk membantu mempertahankan posisi yang benar

dapat diletakkan gulungan kain handuk di bawah bahi.

Bersihkan jalan napas. Bergantung pada adanya mekonium dan tingkat keaktifan bayi.

Diagram bagaimana menghisap ciran ketuban bercampur mekonium. Secret dapat

dibersihkan dari jalan napas dengna mengusap mulut dan hidung dengan

menggunakan handuk, balon penghisap atau kateter penghisap. Bila terdapat secret

kental keluar dari mulut, miringkan kepala, secret berkumpul di pipi dengna mudah

dapat dibersihkan.balon atau kateter penghisap yang disambungkan kealat penghisap

secret mekanik, pastikan bahwa tekanan negative pada saat melakukan pengisapan

sekitar 100 mmHg. Mulut dihisap sebelum hidung , untuk memastikan tiada ada

secret yang dapat teraspirasi ke dalam trakea dan paru. Setelah jalan napas bersih ,

tindakan lain untuk merangsang pernapasan dan mencegah kehilangan panas adalah

mengeringkan, reposisi kepala, dan rangsangan taktil.4

Breathing ( Ventilasi Tekanan Positif )

Langkah selanjutnya adalah mengambangkan dan memberikan ventiasi paru-paru. Sering kali

pengembangan paru-paru itu sendiri akan memulai usaha napas yang diiuti dengan napas

spontan. Jika hal itu tidak terjadi, harus dilakukan pemberian ventilasi paru-paru dengan

frekuensi antara 20 dan 30kali per menit dengan tekanan dibatasi sampai 30 cm H2O.

kebanyakan bayi akan segera berubah warna menjadi merah muda dan mulai bernapas dalam

2 atau 5 menit.

Ventilasi tekanan positif pada bayi aterm

Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping (megap

megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit dengan

oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100 kali per

menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif pada bayi

aterm dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan tekanan 20

8

Page 9: asfiksia

cm H2O sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya peningkatan

dari laju nadi. Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala dan sungkup,

serta bersihkan kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal dengan

ventilasi yang non-invasif, perlu dilakukan intubasi.6

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm

Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar, sehingga

lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup adekuat

dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda pernapasan

yang buruk dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)

sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal,perlu dilakukan intubasi.6

Ventilasi tekanan positif dilakukan apabila frekuensi jantung masih <100. Alat-alat untuk

melakukan VTP adalah

Balon Tidak Mengembang Sendiri (balon anestesi)

Balon Mengembang Sendiri

T-piece resuscitator

Endotracheal tube

Berikan tekanan pada balon dengan meremas. Pada tahap awal, berikan 40-60x/menit atau

sedikit kurang 1x/detik. Apabila didapatkan tanda peningkatan frekuensi janutng,perbaikan

warna kulit dan napas spontan dan bila frekuensi meningkat lakukan dengan kecepatan 40-

60/menit lagi dan bila frekuensi jantung stabil di atas 100x/menit, kecepatan dan tekanan

harus diturunkan.

Ventilasi dari kantong berkatup ke sungkup memberikan jumlah oksigen yang bervariasi dari

udara ruangan (21% oksigen) sampai sekitar 100% oksigen tergantung pad alat yang

digunakan. Kantrong resusitasi yang dapat mengembang sendiri biasanya lebih baik daripada

kantong resusitasi anestesi. Kantong yang dapat mengembang sendiri akan terisi tanpa

melihat apakah sumber oksigen tersedia dan karenanya akan terisi dengan udara ruangan bila

tidak ada pasokan oksigen. Bila ada pasokan oksigen, kantong resusitasi ini harus

dipasangkan pada reservoir oksigen. Tanpa reservoir, jumlah oksigen dan udara ruangan yang

masuk ke dalam kantong akan bervariasi. Dengan digunakannya reservoir oksigen, tambahan

9

Page 10: asfiksia

oksigen diberikan yang memungkinkan diberikannya oksigen sampai 95%. Laju aliran

oksigen minimum 10-15 L/menit diperlukan untuk mempertahankan kecukupan oksigenasi

dalam reservoir.

Bayi atau anak dapat diventilasi secara efektif dengan alat kantong berkatup bersungkup oleh

satu atau dua operator. Kepala diluruskan sambil dilakukan pengangkatan dagu atau

dorongan rahang. Penting bahwa sungkup harus dengan ketar menutup hidung dan mulut

penderita. Satu operator dapat memegang sungkup dengna satu tangan, sementara jari

kelingking menekan krikoid. Kantong resusitasi ukuran neonatus 250 ml mungkin tidak dapat

memberikan cukup volume tidal atau tekanan inspirasi pada bayi baru lahir cukup bulan,

sehingga lebih baik memakai kantong 450 ml atau lebih besar. Jika kantong dipasang dengan

katup agar dapat memberikan volume tidal yang cukup. Manometer terpasang mungkin

bermanfaat untuk mengetahui teakanan akhir ekspirasi positif. Yang paling penting dapat

dilihatnya kenaikan dinding dada yang cukup yang menunjukkan ventilasi yang efektif. 4,6,7

Circulation

Kompresi Dada

Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit walaupun

sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan selama 30

detik. Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan perbandingan

kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan

kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan,

yaitu dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method). Metode

ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur kedalaman

tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan melingkari dada

menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi jaringan yang

lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan akses ke

umbilikus untuk memasang umbilical catheter. Setelah dilakukan kompresi dada selama 30

detik, lakukan penilaian kembali terhadap laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit.

Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi lebih dari atau sama dengan 60 kali per

menit secara spontan.6

10

Page 11: asfiksia

Kompresi dada merupakan tindakan dengan melakukan penekanan belakang untuk

meningkatakan tekanan intratoraal serta memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital.

Kompresi dada pada neonatus dapat dilakukan 2 teknik yaitu dengan teknik ibu jari dan 2 jar.

Cara melakukan kompresi adalah sebagai berikut:

Atur posisi bayi dengan memberi topagnan keras pada bagian belakang bayi dengan

leher sedikit tengadah

Tentukan letak kompresi yaitu 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara tulang dada

siofid dan garis antara kedua putting susu.

Lakukan kompresi dengan teknik ibu jari atau 2 jari.

Dua teknik kompresi :

1. Teknik ibu jari

Melingkari dada bagian lateral dengan kedua tangan serta menempatkan ibu jadi pada tulang

dada dan jari-jari tangan di bawah bayi.

2. Teknik dua jari

Gunakan jari tengah dan jari telunjuk atau jari tengah dan jari manis dari satu tangan untuk

menekan. Berikan kompresi 30x dengan 2 ventilasi atau kira2 120x/menit (90 kompresi dan

30 ventilasi). 4,6,7

Cairan dan obat-obatan

Terapi yang terpenting pada resusitasi kardiopulmonal adalah perhatian yang cermat terhadap

kecukupan oksigenasi, ventilasi,dan sirkulasi dengan sering melakukan penilaian ulang. Jika

intervensi ini gagal mengembalikan fungsi kardiopulmonal , obat-obatan dan cairan dapat

terindikasi. Untuk menentukan ketepatan dosis pemberian cairan dan obat-obatan selama

resusitasi kardiopulmonal, memerlukan estimasi berat badan anak .

Oksigen

Merupakan obat pertama dan terpenting yang harus diberikan pada resusitasi

kardiopulmonal. Kadar oksigen tertinggi yang tersedia harus diberikan selama upaya

resusitasi, meskipun hasil pengukuran tekanan oksigen atau saturasi oksigen pada

11

Page 12: asfiksia

oksimetri pulsa dianggap cukup. Penghantaran oksigen ke jaringan pulsa dianggap

cukup. Penghantaran oksigen ke jaringan selama upaya resusitasi terganggu oleh

buruknya curah jantung dan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi di paru-paru.

Epinefrin

Merupakan obat pilihan untuk henti jantung. Epinefrin terindikasi pada asistole, henti

tidak berdenyut, atau bradikardi yang secara hemodinamis bermakna. Epinefrin

adalah katekolamin endogen dengan pengahur adrenergik a mupun adrenergik B.

vasokonstriksi yang diperantarai a meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak

serta meningkatkan efektivitas kompresi dada. Kontraktilitas miokardium ,

automatisitas miokardium, dan frekuensi jantung meningkat. Tahanan vascular

sistemik dan tekanan darah juga meningkat. Fibrilasi ventrikel lebih peka terhadap

syok pembalik elektris. Dosis standar awal epinefrin untk asistole dan henti tidak

berdenyut adalah 0,01 mg/kg bila diberikan secara intravena atau intraossea. Manfaat

dosis yang lebih tinggi pada anak-anak masih controversial. Epinefrin dosis standar

(0,01 mg/kg) menggunakan 0,1 ml/kg larutan 1/10.000. epinefrin harus diberikan

melalui jalan intravena atau intraossea yang aman, karena infiltrasi ke jaringan yang

tidak disenganha mengakibatkan iskemia atau nekrosis. Sebagai tetasan epinefrin

dapat diberikan dengan dosis 20ug/kg/menit bila ada asistole dan henti tidak

berdenyut menetap smapai diperoleh nadi efektif, kemudian dosis dapat diturunkan.

Epinefrin sangat berguna untuk bradikardi yang secaera hemodinamik bermakna,

dosis awal intravena atau intraossea adalah 0,01 mg/kg (0,1 ml/kg larutan 1/10.000)

atau 0,1 mg.kg (0,1 ml/kg larutan 1/10.000) bila diberikan melalui pipa endotrakhea.

Tetesan epinefrin dapat diberikan pada sypk yang tidak berespons terhadap infuse

volume. Epinefrin lebih baik daripada dopamine pada bayi dan pada penderita

dengan sirkulasi tidak stabil. Pada keadaan ini dosisnya dimulai dari 0,1 ug/kg/menit

dan ditingkatkan sampai dengan 1,0 ug/kg/menit.

Atropine. Atropine adalah obat parasimpatolitik yang digynakan untuk terapi

bradikardia. Obat ini mempercepat frekuensi jantung dengan meningkatkan

automatisitas nodus sinus dan meningkatkan konduksi atrioventrikular. Karena

bradikardia pada anak sering disebabkan oleh serangan iskemik pada miokardium ,

respons terhadap terapi vagolitik patut dipertanyakan , dan epinefrin mungkin lebih

efektif. 4,6

12

Page 13: asfiksia

Gambar 4. Neonatal flow algorithm (Neonatal Resuscitation Guidelines, Circulation)4

Pasca Resusitasi Neonatorum

Setelah proses resusitasi berhasil dan bayi menunjukkan respon yang baik, segala

tindakan boleh diberhentikan dan bayi diberikan pada ibu untuk mendapatkan kontak kulit ke

kulit supaya suhu bayi tetap dapat dipertahankan. Walau bagaimanapun observasi tetap perlu

dilakukan setiap 15 menit untuk sejam yang pertama. Periksa napas bayi normal atau tidak

dan adakah bayi masih dalam normotermi.

Setelah berhasil melakukan resusitasi maka bayi sangat rentan terhadap:1

1. Hipotermia terutama selama melakukan resusitasi. Jadi bayi dimasukkan langsung

pada inkubator, sehingga hilangnya panas badan dapat dikurangi.

13

Page 14: asfiksia

2. Gangguan pernapasan paru, pneumotoraks,penyakit membrane hialin, aspirasi

mekonium dan infeksi pneumonia.

3. Gangguan susunan saraf pusat seperti terjadi depresi,gangguan menelan atau

makan, IQ rendah atau turun akibat kerusakan sel otak serta dapat terjadi konvulsi.

4. Muntah-muntah disebabkan aspirasi mekoneum atau darah.

5. Terjadi hipoglikemia yang memerlukan perhatian karena dapat merusak

metabolisme serta merusak sel otak dan jantung.

6. Perut kembung karena O2 masuk ke dalam usus atau lambung.

Makanya,diperlukan perawatan khusus di unit pelayanan intensif neonatus.

Pencegahan

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau

meminimalkan factor resiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu

hamil harus baik, komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari.

Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dengan hanya satu intervensi, karena

penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak factor seperti

kemiskinan, kurangnya pendidikan, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya.

Karenanya dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.

Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antara tenaga obstetric di

kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tidak diduga dan

tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat

mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau

keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan

kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin.6

Kesimpulan

14

Page 15: asfiksia

Periode neonatal adalah periode yang sangat penting dalam kehidupan. Dari penelitian

menunjukkan bahwa lebih dari 50 % kematian bayi terjadi pada periode neonatal yaitu dalam

bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan

menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup,bahkan

kematian.Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau

hipoksia janin. Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan

ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian yaitu :

1. Denyut jantung janin

2. Mekonium dalam air ketuban

3. Pemeriksaan pH darah janin

Bila tejadi asfiksia harus ditangani segera oleh tenaga yang berkompetensi dalam hal tersebut

dengan di dukung oleh peralatan yang memadai dalam keadaan gawat darurat seperti itu.

Daftar Pustaka

1. Manuaba I.B.G., Chandranita I.A., Fajar M. Kegawatdaruratan pada neonatus.

Pengantar Kuliah Obstetri.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;2007:pg841-52

15

Page 16: asfiksia

2. David Hull. Dasar-dasar pediatric, ed 3..Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC. 2008.

H.44-60.

3. Wahab Samik, Sugiarto, Pendit B U. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, Vol. 1.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006; 274-5.

4. Nelson A,Behrman,Kliegman.Ilmu kesehatan anak nelson.Vol 1. Ed

15.Jakarta:Penerbit Kedokteran EGC;2000.h.316-27.

5. Buku resusitasi : Kattwinkel J. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. 5th ed. USA:

American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. 2006

6. Stone C.K., Humphries R.L. Newborn emergencies. Current Diagnosis And

Treatment Emergency Medicine.6th ed. McGrawHill Companies, Inc.

USA ;2008:pg997-9.

7. McAneney C.M. Neonatal resuscitation. Pediatric Emergency Medicine Secrets.2nd

ed. Mosby Elsevier.USA;2008 :pg21-7.

16