asfiksia

51
BAB I KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI ASFIKSIA DI RUANG NICU RUMAH SAKIT PROVINSI NTB A. Pengertian Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994). Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992). Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang 7

Upload: alwan-zaenuri

Post on 28-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASFIKSIA

BAB I

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANPADA BAYI ASFIKSIA DI RUANG NICU

RUMAH SAKIT PROVINSI NTB

A. Pengertian

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh

hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-

faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro

Hardjo, Sarwono, 1997).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa

bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).

Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak

dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini

biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta

sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak

dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan

untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang

mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor

perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa

Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor

etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut:

1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat

pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,

hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,

penyakit jantung dan lain-lain.

7

Page 2: ASFIKSIA

2. Faktor Placenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta

previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada

tempatnya.

3. Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher,

kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan

kongenital dan lain-lain.

4. Faktor Persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas

Jumiarni, 1995).

C. Patofisiologi

Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam

pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat

CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,

sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga

paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini

sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh

karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi

darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk

kedalam arteriol paru.

Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali

(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli

akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli

akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol

paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara

memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan

meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan

(janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai

memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai

mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin

akan dipertahankan.

Page 3: ASFIKSIA

Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan

diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan

alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang

beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan

menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal

(pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat

proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler

dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan

pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna

(memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada

keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh

karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan

gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas

yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi

kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan,

asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh

obat-obat anesthesi pada operasi sesar.

Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya

udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni

sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut

antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan

perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan

oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun

dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus

Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.

Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh

tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan

tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau

menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun

kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan

pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis

respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi

Page 4: ASFIKSIA

metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang

terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan

keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan

mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan

sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan

frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada

penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya

kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya

sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang

biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada

bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa

pasca neonatus.

Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi

dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan

terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga

penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan

meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi

miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen

pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic

Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada

bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir

akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat

dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

D. Gejala Klinik

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :

1. Pernafasan terganggu

2. Detik jantung berkurang

3. Reflek / respon bayi melemah

4. Tonus otot menurun

5. Warna kulit biru atau pucat

Page 5: ASFIKSIA

E. Diagnosis

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau

hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan

dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan

dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan

perhatikan.

1. Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his

frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan

semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak

artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit,

dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2. Mekanisme Dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada

prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus

timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada

prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan

bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan PH Pada Janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat

sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin.

Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.

Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda

bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia

yaitu :

Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH

1. 0 – 3 Berat < 7,2

2. 4 – 6 Sedang 7,1 – 7,2

3. 7 – 10 Ringan > 7,2

Sumber : Wiroatmodjo, 1994

Page 6: ASFIKSIA

4. Dengan Menilai Apgar Skor

Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan

penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari

hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar

terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan

tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk

menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya

gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai

oleh Apgar, yaitu :

Tabel 2.2 Penilaian Apgar

Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2

1. Appearance

(warna kulit)

Seluruh tubuh biru atau putih

Badan merah, kaki biru

Seluruh tubuh kemerah-merahan

2. Pulse

(bunyi jantung)

Tidak ada Kurang dari

100 x/ menit

Lebih dari

150 x/ menit

3. Grimance

(reflek)

Tidak ada

Lunglai

Menyeringai

Fleksi ekstremitas

Batuk dan bersin

4. Activity

(tonus otot)

Tidak ada Fleksi kuat, gerak aktif

5. Respirotary

effort

(usaha bernafas)

Lambat atau tidak ada

Menangis kuat atau keras

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena

peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan

akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun

paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus

dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama

dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi

hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain

tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Page 7: ASFIKSIA

Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :

a. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh

kemerah-merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak

memerlukan tindakan istimewa.

b. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100

kali permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak

ada.

c. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali

permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,

reflek iritabilitas tidak ada.

F. Komplikasi

1. Sembab Otak

2. Pendarahan Otak

3. Anuria atau Oliguria

4. Hyperbilirubinemia

5. Obstruksi usus yang fungsional

6. Kejang sampai koma

7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax

(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)

G. Pelaksanaan Resusitasi

Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara

cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak.

Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya

supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat

(tidak terlambat).

1. Membuka Jalan Nifas

a. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.

b. Metode :

1) Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

Page 8: ASFIKSIA

2) Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak

eksentensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami

ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya

akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.

3) Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu

sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras.

4) Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala

bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak

berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah

disingkirkan.

5) Membersihkan Jalan Nafas

6) Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari

mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian

hidung.

7) Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari

trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).

8) Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik,

penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi

yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah

mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru

dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no

10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut,

farings dan hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas

a. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.

b. Metode :

1) Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant

warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi

preterm 35°C.

2) Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk

dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban,

mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat

Page 9: ASFIKSIA

pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan

atau mempertahankan pernafasan.

3) Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau

apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi

dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.

3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

a. Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.

b. Metode :

1) Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.

2) Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan

tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60

kail/menit.

3) Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :

4) Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.

5) Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.

6) Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya

compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.

7) Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon

yang mempunyai pengukur tekanan.

8) Observasi gerak dada bayi

9) Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa

sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi

seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum,

bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu

mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini

dapat menyebabkan pneumotorax.

10) Observasi gerak perut bayi

11) Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang

efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam

lambung.

12) Penilaian suara nafas bilateral

Page 10: ASFIKSIA

13) Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya

suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi

mendapat ventilasi yang benar.

14) Observasi pengembangan dada bayi

15) Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan

mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,

mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut :

16) Perlekatan sungkup kurang sempurna.

17) Arus udara terhambat.

18) Tidak cukup tekanan

(Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).

4. Pemberian Obat-Obatan Penunjang

Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit

walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan

kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :

a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat

badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan

sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap

diberikan, disertai pernafasan buatan.

b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg

berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam

perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena

umbilikus dalam waktu 5 menit.

c. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

5. Sedangkan Untuk Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar

Skor Adalah Sebagai Berikut :

a. Apgar skor menit I : 0-3

1) Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan

hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan

taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.

Page 11: ASFIKSIA

2) Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau

pulmanator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan

mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU.

3) Ventilasi Biokemial

4) Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu

dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas

tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat

dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24

jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari

100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan

40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi

(Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).

b. Apgar skor menit I : 4-6

1) Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti

diatas.

2) Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,

maksimum 15-30 detik.

3) Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih

baik O2 yang dihangatkan).

4) Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali

permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.

c. Apgar skor menit I : 7-10

1) Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung

dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil

melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu

dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia

dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan

dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari

aspirasi paru.

2) Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan,

termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar

terutama daerah kepala.

Page 12: ASFIKSIA

3) Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4

jam.

H. Prognosa

1. Asfiksia ringan / normal : Baik

2. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa

baik.

3. Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,

atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat

menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang

permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994

: 68).

Page 13: ASFIKSIA

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI ASFIKSIA

Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan

sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk

mengatasinya, melaksanakan rencana itu / menugaskan orang lain untuk

melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang

diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).

A. Tahap pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar

dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Efendi nasrul,

1995 : 18).

Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan

data, pengelompokan data dan perumusan masalah.

1. Pengumpulan Data

a. Data Subyektif

Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah

kesehatan (Allen Carol V. 1993 : 28).

Data subyektif terdiri dari

1) Biodata atau identitas pasien :

a) Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin

b) Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau

kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat

(Talbott Laura A, 1997 : 6).

2) Riwayat kesehatan

Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari

riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu keadaan ibu

selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok

Page 14: ASFIKSIA

ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes

mellitus, kardiovaskuler dan paru.

Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya

kelahiran multiple, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan

kongenital, riwayat persalinan preterm.

Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau

periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada

petugas kesehatan.

Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin

menurun. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia

kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).

Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai

kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.

Yang perlu dikaji :

a) Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan

antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.

b) Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu

kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi,

forcep ektraksi).

Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem

pernafasan. Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena

pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem

pusat pernafasan.

3) Riwayat post natal

Yang perlu dikaji antara lain :

a) Afgar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit

kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS

(7-10) asfiksia ringan.

b) Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-

4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm

2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal

(34-36 cm).

Page 15: ASFIKSIA

c) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus

anetrecial aesofagal.

4) Pola nutrisi

Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat

gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan

menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau

personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan

elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi,

asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat

intravena.

a) Kebutuhan parenteral

- Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%

- Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

b) Kebutuhan nutrisi enteral

- BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

- BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam

- BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

c) Kebutuhan minum pada neonatus :

- Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

- Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

- Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

- Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg

BB/hari. (Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)

5) Pola eliminasi

Yang perlu dikaji pada neonatus adalah

a) BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

b) BAK : frekwensi, jumlah

6) Latar belakang sosial budaya

a) Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia

b) Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan

tertentu terutama jenis psikotropika

Page 16: ASFIKSIA

c) Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol,

kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan

tertentu.

d) Hubungan psikologis

e) Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat

gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal

ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih

sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan

psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia

karena memerlukan perawatan yang intensif

b. Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran

dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau

berlaku (Effendi Nasrul, 1995)

1) Keadaan umum

Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah

dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila

menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras.

Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap

rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai

dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat

menunjukkan kondisi neonatus yang baik.

2) Tanda-tanda Vital

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila

penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi

preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36

C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C.

Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi

normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara

40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat

pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).

Page 17: ASFIKSIA

3) Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien

untuk menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).

a) Kulit

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna

biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.

b) Kepala

Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal

haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung

kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

c) Mata

Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada

bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil

menunjukkan refleksi terhadap cahaya.

Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat

penumpukan lendir.

d) Mulut

Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

e) Telinga

Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan

f) Leher

Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

g) Thorax

Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan

suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih

dari 100 kali per menit.

h) Abdomen

Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah

arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba,

perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung

adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam

setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena

GI Tract belum sempurna.

Page 18: ASFIKSIA

i) Umbilikus

Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak,

adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.

j) Genitalia

Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah

kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki,

neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,

adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

k) Anus

Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air

besar serta warna dari faeses.

l) Ekstremitas

Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya

patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan

jari-jari tangan serta jumlahnya.

m) Refleks

Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan

sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan

mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah

tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia

A, 1996 : 109-356).

c. Data Penunjang

Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam

menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat

memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang diperlukan

adalah :

1) Darah

Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan

asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah

sedikit.

Page 19: ASFIKSIA

Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x

10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah

sehingga resiko tinggi.

Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi

cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.

Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun

terjadi asidosis metabolik.

PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post

asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.

PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post

asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia

progresif.

HCO3 (normal 24-28 mEq/L)

2) Urine

Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

Natrium (normal 134-150 mEq/L)

Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)

Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

3) Photo thorax

Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

2. Analisa data dan perumusan masalah

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan

data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk

membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan

keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).

Page 20: ASFIKSIA

Tabel 2.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Sign / SymptornKemungkinan

PenyebabMasalah

Pernafasan tidak teratur

Pernafasan cuping hidung

Cyanosis Ada lendir pada

hidung dan mulut Tarikan inter-costal Abnormalitas gas

darah arteri.

- Riwayat partus lama- Pendarahan peng-

obatan.- Obstruksi pulmonary- Prematuritas

Gangguan pemenuhan kebutuhan O2

Akral dingin Cyanosis pada

ekstremmitas Keadaan umum

lemah Suhu tubuh dibawah

normal

- lapisan lemak dalam kulit tipis

Resiko terjadinya hipotermia

Keadaan umum lemah

Reflek menghisap lemah,

Masih terdapat retensi pada sonde

- Reflek menghisap lemah

Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Suhu tubuh diatas normal

Tali pusat layu Ada tanda-tanda

infeksi Abnormal kadar

leukosit Kulit kuning Riwayat persalinan

dengan ketuban mekoncal

- Sistem Imunitas yang belum sempurna

- Ketuban mekoncal- Tindakan yang tidak

aseptik

Resiko terjadinya infeksi

Akral dingin Ekstremitas pucat Cyanosis Hipotermi Distrostik rendah

atau dibawah harga normal.

- Metabolisme meningkat

- Intake yang kurang.- Obstruksi pulmonary

Resiko terjadinya hipoglikemia

Bayi dirawat di dalam inkubator di ruang intensif

belum ada kontak

- Perawatan Intensif Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi.

Page 21: ASFIKSIA

antara ibu dan bayi

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon

individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau

proses kehidupan yang aktual atau potensial (Allen carol vestal, 1998 : 67).

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post

asfiksiaa berat antara lain:

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia

berat.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek

menghisap lemah.

3. Resiko terjadinya hipoglikemia

4. Resiko terjadinya hipotermia

5. Resiko terjadinya infeksi

6. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan

rawat terpisah.

C. Rencana Perawatan

Rencana perawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan

yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya

kebutuhan pasien (Santoso NI,1993 : 20). Langkah-langkah penyusunan

rencana perawatan terdiri dari 3 kegiatan yaitu menetapkan urutan prioritas

masalah, merumuskan tujuan perawatan yang akan dicapai, menentukan

rencana tindakan perawatan.

Prioritas masalah. Penentuan prioritas berdasarkan diagnosa

keperawatan, dimana prioritas tertinggi diberikan kepada masalah yang

mengancam kehidupan atau keselamatan pasien. Masalah nyata diberikan

perhatian / prioritas terlebih dahulu dari pada masalah potensial. Penentuan

prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi pada waktu

yang sama (Syahlan, 2000).

Page 22: ASFIKSIA

Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan pemenuhan

kebutuhan O2

sehubungan dengan post

asfiksiaa berat

Tujuan:

Kebutuhan O2 bayi terpenuhi

Kriteria:

- Pernafasan normal 40-60 kali

permenit.

- Pernafasan teratur.

- Tidak cyanosis.

- Wajah dan seluruh tubuh

1. Letakkan bayi terlentang

dengan alas yang data,

kepala lurus, dan leher

sedikit tengadah/ekstensi

dengan meletakkan

bantal atau selimut diatas

bahu bayi sehingga bahu

terangkat 2-3 cm

1. Memberi rasa nyaman

dan mengantisipasi flexi

leher yang dapat

mengurangi kelancaran

jalan nafas.

Berwarna kemerahan (pink

variable).

- Gas darah normal

PH = 7,35 – 7,45

PCO2 = 35 mm Hg

PO2 = 50 – 90 mmHg

2. Bersihkan jalan nafas,

mulut, hidung bila perlu.

2. Jalan nafas harus tetap

dipertahankan bebas

dari lendir untuk

menjamin pertukaran

gas yang sempurna.

3. Observasi gejala kardinal

dan tanda-tanda cyanosis

tiap 4 jam

3. Deteksi dini adanya

kelainan.

Page 23: ASFIKSIA

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

4. Kolaborasi dengan team

medis dalam pemberian O2

dan pemeriksaan kadar gas

darah arteri.

4. Menjamin oksigenasi

jaringan yang adekuat

terutama untuk jantung

dan otak. Dan

peningkatan pada kadar

PCO2 menunjukkan

hypoventilasi

2. Resiko terjadinya

hipotermi sehubungan

dengan adanya roses

persalinan yang lama

dengan ditandai akral

Tujuan

Tidak terjadi hipotermia

Kriteria

Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C

Akral hangat

1. Letakkan bayi terlentang

diatas pemancar panas

(infant warmer)

1. Mengurangi kehilangan

panas pada suhu

lingkungan sehingga

meletakkan bayi

menjadi hangat

dingin suhu tubuh

dibawah 36° C

Warna seluruh tubuh

kemerahan

2. Singkirkan kain yang sudah

dipakai untuk mengeringkan

tubuh, letakkan bayi diatas

handuk / kain yang kering

dan hangat.

2. Mencegah kehilangan

tubuh melalui konduksi.

Page 24: ASFIKSIA

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Observasi suhu bayi tiap

6 jam.

3. Perubahan suhu tubuh

bayi dapat menentukan

tingkat hipotermia

4. Kolaborasi dengan team

medis untuk pemberian

Infus Glukosa 5% bila

ASI tidak mungkin

diberikan.

4. Mencegah terjadinya

hipoglikemia

3. Resiko gangguan

penemuan kebutuhan

nutrisi sehubungan

dengan reflek

menghisap lemah.

Tujuan

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria

- Bayi dapat minum pespeen /

personde dengan baik.

1. Lakukan observasi BAB

dan BAK jumlah dan

frekuensi serta

konsistensi.

1. Deteksi adanya kelainan

pada eliminasi bayi dan

segera mendapat

tindakan / perawatan

yang tepat.

- Berat badan tidak turun lebih

dari 10%.

- Retensi tidak ada.

2. Monitor turgor dan

mukosa mulut.

2. Menentukan derajat

dehidrasi dari turgor

dan mukosa mulut.

Page 25: ASFIKSIA

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Monitor intake dan out

put.

3. Mengetahui

keseimbangan cairan

tubuh (balance)

4. Beri ASI/PASI sesuai

kebutuhan.

4. Kebutuhan nutrisi

terpenuhi secara

adekuat.

5. Lakukan control berat

badan setiap hari.

5. Penambahan dan

penurunan berat badan

dapat di monito

4. Resiko terjadinya

infeksi

Tujuan:

Selama perawatan tidak terjadi

komplikasi (infeksi)

Kriteria

1. Lakukan teknik aseptik

dan antiseptik dalam

memberikan asuhan

keperawatan

1. Pada bayi baru lahir

daya tahan tubuhnya

kurang / rendah.

- Tidak ada tanda-tanda

infeksi.

- Tidak ada gangguan fungsi

tubuh.

2. Cuci tangan sebelum dan

sesudah melakukan

tindakan.

2. Mencegah penyebaran

infeksi nosokomial.

Page 26: ASFIKSIA

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Pakai baju khusus/ short

waktu masuk ruang

isolasi (kamar bayi)

3. Mencegah masuknya

bakteri dari baju

petugas ke bayi

4. Lakukan perawatan tali

pusat dengan triple dye 2

kali sehari.

4. Mencegah terjadinya

infeksi dan memper-

cepat pengeringan tali

pusat karena mengan-

dung anti biotik, anti

jamur, desinfektan.

5. Jaga kebersihan (badan,

pakaian) dan lingkungan

bayi.

5. Mengurangi media

untuk pertumbuhan

kuman.

6. Observasi tanda-tanda

infeksi dan gejala

kardinal

6. Deteksi dini adanya

kelainan

Page 27: ASFIKSIA

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

7. Hindarkan bayi kontak

dengan sakit.

7. Mencegah terjadinya

penularan infeksi.

8. Kolaborasi dengan team

medis untuk pemberian

antibiotik.

8. Mencegah infeksi dari

pneumonia

9. Siapkan pemeriksaan

laboratorat sesuai advis

dokter yaitu pemeriksaan

DL, CRP.

9. Sebagai pemeriksaan

penunjang.

5. Resiko terjadinya

hipoglikemia

sehubungan dengan

metabolisme yang

meningkat

Tujuan:

Tidak terjadi hipoglikemia

selama masa perawatan.

Kriteria

- Akral hangat

- Tidak cyanosis

- Tidak apnea

- Suhu normal (36,5°C -37,5°C)

1. Berikan nutrisi secara

adekuat dan catat serta

monitor setiap pemberian

nutrisi.

1. Mencega pembakaran

glikogen dalam tubuh

dan untuk pemantauan

intake dan out put.

Page 28: ASFIKSIA

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

- Distrostik normal

(> 40 mg)

2. beri selimut dan bungkus

bayi serta perhatikan

suhu lingkungan

2. Menjaga kehangatan

agar tidak terjadi proses

pengeluaran suhu yang

berlebihan sedangkan

suhu lingkungan

berpengaruh pada suhu

bayi.

3. Observasi gejala kardinal

(suhu, nadi, respirasi)

3. Deteksi dini adanya

kelainan.

4. Kolaborasi dengan team

medis untuk pemeriksaan

laborat yaitu distrostik.

4. Untuk mencegah

terjadinya hipoglikemia

lebih lanjut dan kompli-

kasi yang ditimbulkan

pada organ - organ

tubuh yang lain.

Page 29: ASFIKSIA

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

6. Gangguan hubungan

interpersonal antara

bayi dan ibu

sehubungan dengan

perawatan intensif.

Tujuan :

Terjadinya hubungan batin

antara bayi dan ibu.

1. Jelaskan para ibu /

keluarga tentang keadaan

bayinya sekarang.

1. Ibu mengerti keadaan

bayinya dan mengura-

ngi kecemasan serta

untuk kooperatifan

ibu/keluarga.

Kriteria:

- Ibu dapat segera

menggendong dan meneteki

bayi.

2. Bantu orang tua / ibu

mengungkapkan

perasaannya.

2. Membantu memecah-

kan permasalahan yang

dihadapi.

- Bayi segera pulang dan ibu

dapat merawat bayinya

sendiri.

3. Orientasi ibu pada

lingkungan rumah sakit.

3. Ketidaktahuan

memperbesar stressor.

4. Tunjukkan bayi pada saat

ibu berkunjung (batasi

oleh kaca pembatas).

4. Menjalin kontak batin

antara ibu dan bayi

walaupun hanya melalui

kaca pembatas.

5. Lakukan rawat gabung

jika keadaan ibu dan bayi

jika keadaan bayi

5. Rawat gabung

merupakan upaya

mempererat hubungan

Page 30: ASFIKSIA

memungkinkan. ibu dan bayi/setelah

bayi diperbolehkan

pulang.

Page 31: ASFIKSIA

D. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan

realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan

maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Santosa NI, 1995).

E. Tahap Evaluasi

Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses

penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta

untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995). Evaluasi

dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas

kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan

keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria

evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil

bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.

Page 32: ASFIKSIA

DAFTAR PUSTAKA

Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta

Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono

Prawirohardjo: Jakarta.

Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia

(Perinasia): Jakarta

Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC : Jakarta

Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Margareth. G.M, 1998, Intrudcutory Pediatric Nursing,Lippincott : New York

Rustam Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, EGC : Jakarta.

Tucher Martin Susan, 1999, Standart Perawatan Pasien, Proses keperawatan,

Diagnosa dan Evaluasi, EGC : Jakarta.

Talbot Laura A. 1997, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

Tueng Yoseph, 1994, Prinsip-Prinsip Merawat Berdasarkan Pendekatan Proses

Keperawatan, EGC : Jakarta.

Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991, Diagnosis Fisik Pada Anak, Fakultas kedokteran

Universitas Indonesia : Jakarta.

, 1993, Asuhan Kesehatan Pada Anak Dalam Konteks

Keluarga,Pusat pendidikan tenaga kesehatan Depkes RI : Jakarta.

, 1999, Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial, Depkes RI: Jakarta.

, 1994, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF, Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga: Surabaya.

, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternas dan Neonatal, Yayasan Bina

Pustaka prawirohardjo:Jakarta.