asfiksia

26

Click here to load reader

Upload: verlina-maya-gita

Post on 19-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

O

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANASFIKSIA PADA NEONATUS

Konsep asfiksia neonatorum1. Pengertian 1) Asfiksia neonatorum adalah keadaan ketika bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sesaat setelah lahir ( Rochmah, 2012 : 19)2) Asfksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur (APN, 2008 : 107).3) Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas pada bayi baru lahir , seperti sindrom distres pernafasan pada neonatus (Dorlan, 2012 : 112 )4) Asfiksia suatu keadaan kegagalan nafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Muslihatun, 2010 : 183 )

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan/kesulitan bernafas secara spontan pada saat setelah kelahiran.

2. Etiologi 1. Faktor ibu Gravida empat atau lebih Penyakit pembuluh darah Usia 35 tahun Sosial ekonomi rendah ( Muslihatun , 2010 :183 ) Pre- eklamsia dan eklamsia Infeksi berat seperti malaria, sipilis, TBC, HIV Kehamilan lewat waktu / sesudah umur 42 minggu kehamilan ( APN,2008 :108 ) Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, anemia, hipertensi dan penyakit jantung Gangguan his misalnya hipertoni dan tetani Hipoksia ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat Hipoventilasi selama anestesi 2. Faktor plasenta Perdarahan abnormal atau plasenta previa dan solusio plasenta Plasenta tipis Plasenta kecil Plasenta tak menempel Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta previa 3. Faktor janin / neonatus Bayi premature ( kurang dari 37 minggu kehamilan ) ( APN, 2008 : 108) Air ketuban bercampur mekonium Gemeli Perdarahan Intrakranial Depresi pernafasan karena obat-obat anestesia atau analgetika yang diberikan kepada ibu Kelainan kongenital ( Hernia diafragma, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru-paru). ( APN, 2008 : 146) Hipoksia intrapartum Asfiksia intrauteri 4. Faktor persalinan Partus lama atau parus macet Partus dengan tindakan ( Sunsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstrasi vakum, ekstrasi forsep ) (APN, 2008:108)

5. Faktor tali pusatAdalah facktor yang menyebabkan penurunan sirkulasi Utero-Plasenter yang berakibat menurunnya pasokan oksigen kebayi yaitu : Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat, Simpul tali pusat, Prolaps tali pusat, antara janin dan jalan lahir.(APN,2008:108)3. Patofisologis Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel, resistensi CO2 berlebihan, dan asidosi metabolik. Apabila ketiga proses ini terus berlangsung maka akan dapat mengakibatakan kerusakan neuroligi atau kematian. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan cepat dalam periode singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun, sedangkan tonus neuromoskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnu primer. Apabila asfiksia terus berlanjur, bayi akan menunjukan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung menurun , tekanan darah bayi menurun dan bayi terlihat lemas (flassid). Pernafasan makin lemah sampai bayi memasuki periode apnu yang disebut apnu sekunder. Selam apnu sekunder ini, denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen di dalam darah (PaO2) terus menurun. Pada keadaan ini bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya pernafasan spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila pernafasan buatan dan resusitasi dimulai dengan segera.Sangat penting untuk diperhatikan bahwa sebagai akibat hipoksia janin , janin dapat pulih dari apnu primer ke apnu sekunder didalam rahim. Urutan perkembangan apnu, termasuk apnu primer dan apnu sekunder dapat dimulai dari intaruterin dan berkelanjutan sesudah bayi dilahirkan. Dengan demikian bayi mungkin dapat dilahirkan dalam apnu primer dan apnu sekunder . 4. Tanda dan gejalaa. Pernafasan cepatb. Pernafasan cuping hidungc. Nadi cepatd. Sianosis e. Kejangf. Penurunan kesadarang. Reflek respon melemah h. Tonus otot menuruni. Denyut Jantung Janin perlahan berkurang (100 x/ menit

G: Grimace (refleks)1. Respons terhadap kateter dalam lubang hidung (dicoba setelah orofaring )2. tangensial foot siap

Tidak ada resposMenyeringai Batuk atu bersin

Tidak ada responsMenyeringai Menangis dan menarik kaki

A : Activity (tonus otot)Pincang Beberapa ekstremitas pincang Fleksi dengan baik

R : Respiratory (usaha bernafas )Tidak adaTangisan lemah , HpovetilasiTangisan kuat

6. Penilaian Asfiksia pada bayi baru lahirAspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi , menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan tadi. Upaya resusitasi yang efisien dan efektif belangsung melalui rangkaian tindakan yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. PENILAIANSebelum bayi lahir Apakah kehamilan cukup bulan Sebelum bayi lahir , sesudah ketuban pecah Apakah warna air ketuban jernih Segera setelah bayi lahir, jika bayi cukup bulan Menilai apakah bayi menagis/bernafas /megap- megap? Menilai apakah tonus otot baik

KEPUTUSANMemutuskan jika bayi perlu resusitasi jika : Bayi tidak cukup bulan atau megap-megap/ tidak bernafas atau tonus otot bayi tidak baik Air ketuban bercampur mekonium

TINDAKANMulai melakukan resusitasi segera pada bayi dengan Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap/ tidak bernafas dan tonus otot kurang baik Lakukan resusitasi (Lihar alur bagan A ) Air ketuban bercampur mekonium Lakukan resusitasi (Lihat alur bagan B )

Penilaian nilai apgar umumnya dilaksanakan pada 1 menit atau 5 menit sesudah bayi lahir. Penilaian ini dirasa terlalu lama oleh sebab itu penilaian penilain apgar tidak digunakan untuk pengambilan keputusan resusitasi.Walaupun nilai apgar tidak begitu penting dalam pengambilan keputusan pada awal resusitasi , tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian efektifitas upaya resusitasi.

7. Diagnosisa. In utero DJJ ireguler dan frekuensinya < 100 x/ menit atau > 160x/ menit Terdapat mekonium Analisa air ketuban/ amnioskopi Kardiotokografi Ultrasonografi ( Mochtar, 1998 : 428 )

b. Setelah bayi lahir Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas/ megap-megap Kalau sudah mengalami perdarahan otak maka ada gejala neurologik seperti kejang, nistagmus dan menangis kurang atau tidak menangis. ( Mochtar, 1998 : 429)8. Penatalaksanaan Segera setelah bayi baru lahir perlu di identifikasi adau dikenal secara cepat, supaya dapat dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitasi bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara cepat dan tepat atau tidak terlambat. Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dengan asfiksia dibagi menjadi beberapa tahap :a. Tahap I : Langkah awal1. Menjaga bayi agar tetap hangat dengan menyelimuti dan meletakkanya ditempat yang hangat misal dibawah infant warmer.2. Mengatur posisi bayi dengan telentang dan bahu diganjal agar kepala dapat sedikit ekstensi3. Mengisap lendir bayi dengan pengisap lendir De lee ataupun dengan balon karet . pengisapan yang kontinue dibatasi 3-5 detik pada satu pengisapan. Mulut diisap terlebih dahulu untuk mencegah aspirasi.4. Mengeringkan tubuh bayi dengan sedikit rangsangan taktil5. Mengatur posisi bayi dengan sedikit ekstensi, lalu lakukan penilaian Bila bayi bernafas normal, periksa denyut jantung. Bila denyut jantung > 100 x/menit dan bayi tidak mengalami sianosis , hentikan resusitasi. Akan tetapi bila ditemukan sianosis maka berikan oksigen aliran bebas setelah itu lanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi yaitu berupa pemantauan, asuhan BBL dan konseling. Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas maka lanjutkan dengan tahap II yaitu ventilasib. Tahap II : VentilisasiVentilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukan sejumlah volume udara kedalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur1. Pasang sungkup dan pegang agar menutupi dagu, mulut, hidung dengan menggunakan sungkup De lee atau balon karet.2. Ventilasi 2 kali dengan pemompaan tekanan 30 cm H2O ,perhatikan apakah dada mengembang bila tidak coba periksa posisi sungkup apakah tidak ada kebocoran, posisi bayi apakah sudah menghidu, periksa apakah ada lendir dari mulut . bila ada lakukan penghisapan kemudian lakukan pemompaan 2 kali dengan 30 cm H2O lagi.bila dada mengembang lanjutkan ke tahap berikutnya3. Ventilisasi 20 kali dalm 30 detik dengan tekanan 20 cm H2O sampai bayi mulai menagis dan bernafas spontan. Bila bayi sudah mampu bernafas spontan hitung frekuensi bila > 30 x/menit hentikan ventilasi, pantau setiap 15 menit dan lanjutkan asuhan pasca resusitasi. Bila bayi masih megap-megap/tidak bernafas lanjutkan ventilasi4. Ventilais 20 kali dalm 30 detik , lakukan penilaian apakah sudah mampu bernafas, bila sudah 2-3 menit belum bernafas siapkan rujukan.5. Bila bayi telah bernafas spontan lakukan pemantauaan pasca resusitasi selama 2 jam dengan Pemantauan tanda- tanda bahaya : tidak dapat menyusu , kejang, mengantuk tidak sadar, napas cepat( > 60x/menit ) , merintih, retraksi dinding dada bawah, sianosis sentral. Bila ditemukan salah satu segera rujuk. Pemantauan dan perawatan tali pusat. Bila nafas bayi dan warna kulit normal , berikan bayi kepada ibunya. Pencegahan hipotermi Pemberian vit K Pencegahan infeksi dengan pemberian salep mata, imunisasi HB Pemeriksaan fisik Pencatatan dan pelaporan

9. Komplikasi

1. Edema otak & Perdarahan otak.Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

2. Anuria atauOliguriaDisfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.3. KejangPada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.4. KomaApabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak

MANAGEMEN ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN PADA BAYI dengan ASFIKSIA NEONATORUMI.PENGKAJIANData Subyektif :Data Pengkajian : Hari....tanggal....... waktuA. Biodata Umur ibu : Pada kasus asfiksia cenderung terjadi pada ibu hamil dengan usia < 20 tahun atau > 35 tahun. Karna pada usia tersebut cenderung mudah terjadi penyulit pada persalinan seperti partus lama dsb.B. Riwayat Prenatali. Usia kehamilan kurang bulan ataupun cukup bulan.ii. Selama hamil ibu menderita anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler ,Tbc,PMS, dan eklamsie-pre eklamsie. iii. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.iv. Gerakan janin selama kehamilan aktif dan semakin menurun C. Riwayat Natala. Terdapat ketuban keruh/mekonium, hidroamnion, oligohiramnionb. Persalinan atau kelahiran dengan komplikasi atau sulit,gawat janin,persalinan dengan tindakan.c. Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.d. Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

D. Riwayat Postnatala. Berat badan Lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram). Bayi kecil atau kurang dari 2,5 kg pada saat lahir atau lahir sebelum usia gestasi 37 minggu.b. Adanyakelainankongenital :Hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru-paru.

E. Latar belakang sosial budayaa. Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia.b. Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropikac. Kebiasaan ibumengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentuData Objektif :A. Keadaan Umum Lemah Kurang, bernafas megap-megap atau tidak bernafasB. Tanda-Tanda Vital1. Suhu : Tidak normal biasanya < 36.5- 37C2. Nadi : Kurang dari normal < 100 x/ menit3. Respirasi : Kurang dari 30-60x/ menit , nafas megap-megap atau tidak bernafasC. Pemeriksaan fisik KulitWarna kulit tubuh merah- kebiruan, pada daerah ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan Verniks. Muka Pucat, sianosis, merintih atau tidak menangis HidungBiasanya pada bayi asiksia terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir. MulutPada bayi asfiksia mulut bewarna biru atau sianosis sentral Dada Terdapat retraksi dada, dan bunyi ronchi (+) EkstremitasPada bayi asfiksi warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya RefleksPada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro,sucking & grasping lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulangE.PemeriksaanPenunjangNilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari : pH (normal 7,35-7,45). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.(A.A.Hidayat, 2008:53-54) PCO2(normal 35-45 mmHg) kadar PCO2pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. PO2(normal 50-70 mmHg), kadar PO2pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.ANALISA

Diagnosa : BBL dengan Asfiksia Neonatorum

Diagnosa Potensial : 1. Hipotermi2. Edema otak & Perdarahan otak3. Anuria atau Oliguria4. Kejang5. Gangguan Sistem Saraf pusat 6. KomaPENATALAKSANAANMandiriTahap I :1. Memberikan KIE pada ibu tentang kondisi janinR/: Dengan mengetahui kondisi janin ibu lebih kooperatif E /: Ibu tampak kooperatif dengan tindakan yang dilakukan 2. Menjaga kehangatan bayi dengan cara menyelimuti dengan kain dan memotong tali pusat.R/ : Untuk mencegah terjadinya hipotermi dan memudahkan meletakkan di meja resusitasi.E/: Bayi belum bernafas spontan dan tali pusat sudah terpotong3. Memindahkan bayi kemeja resusitasi yang telah disiapkan yaitu sebuah meja yang datar , bersih , kering dan dekat dengan sumber panas (lampu sorot 60 watt)R/: Meja resusitasi yang datar memudahkan untuk mengatur posisi payi dalam keadaan ekstensi E/ : Bayi sudah terpindahkan ke meja resusitasi dan dalam kondisi lemah 4. Mengatur posisi bayi menghidu kepala sedikit ekstensiR/ : Dengan posisi menghidu kepala sedikit ekstensi diharapkan dapat membantu membuka jalan pernafasan E/ : Jalan nafas terdapat lendir5. Menghisap lendir mulai dari mulut < 5 cm kemudian hidung < 3 cm secara kontinue dan batasi 3-5 detik setiap pengisapan.R/ : Lendir mampu menghambat jalan nafas sehingga proses pernafasan spontan terganggu. Pengisapan dimulai dari mulut untuk mencegah aspirasi, selin itu pengisapan dari hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap. E/ : Bayi mulai menunjukan usaha bernafas 6. Mengeringkan bayi dengan kain kering( handuk ) mulai dari, muka, kepala dan bagian tubuh lainya dengan memberikan rangsangan taktil dengan menggunakan telapak tangan untuk menggosok punggung, perut dan dada.R/ : Rangsangan taktil membantu dalam proses perangsangan nafas spontan .E/ : Bayi bisa menangis dan kulit perlahan menjadi kemerahan7. Mengatur kembali posisi kepala bayi kemeja resusitasiR/ : Melihat kembali bagaimana kondisi bayi apakah sudah terbebas dari penyumbatan jalan nafas secara keseluruhan.E/ : Jalan nafas telah terbebas dari penyumbatan8. Melakukan penilaian pada bayi melalui pernafasan, warna dan tonus otot.R/ : Penilaian diperlukan untuk menentukan tindakan selanjutnya.E/ : - Bila bayi bernafas normal, periksa denyut jantung. Bila denyut jantung > 100 x/menit dan bayi tidak mengalami sianosis , hentikan resusitasi. Akan tetapi, bila ditemukan sianosis maka berikan oksigen aliran bebas setelah itu lanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi yaitu berupa pemantauan, asuhan BBL dan konseling. Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas maka lanjutkan dengan tahap II yaitu ventilasiTahap II1. Memasang sungkup baik dengan sungkup De lee atau balon karet sampai sungkup melingkupi hidung, mulut dan dagu R/ : memasang sungkup dengan benar melingkupi hidung, mulut dan dagu membantu untuk mencegah adanya kebocoran E/ : sungkup telah terpasang melingkupi hidung, mulut dan dagu 2. Melakukan ventilasi percobaan 2x dengan tiupan pompa dengan tekanan 30 cm H2O kejalan nafas .R/ : Bayi lahir pada nafas pertama membutuhkan tekanan 30-40 cm H2O. Apabila tekanan yang diberikan terlalu tinggi dapat mengakibatkan pneumotoraks.E/ : Dada bayi mengembang dan ada pergerakan naik turun seperti menarik nafas dangkal.3. Melakukan penilaian apakah dada bayi mengembang atau tidak.R/ : Pemasangan sungkup dapat membantu paru paru bayi mengembang. Adanya gerakan naik turun menandakan paru-paru bayi mengembangE/ : Dada bayi mengembang dan ada gerakan naik turun pda bayi seperti bernafas dangkal. Apabila bayi belum bernafas coba periksa kembali peralatan sungkup lalu ulangi kembali ventilasi 2x. Jika tetap tidak bernafas atau < 30 x/menit maka lakukan tindakan selanjutnya4. Melakukan ventilasi 20 x dalam 30 detik atau ventilasi dengan kecepatan 40-60 x/ menit dengan tekanan 20 cm H2O sampai bayi menangis spontan.R/ : Setelah adanya nafas pertama bayi membutuhkan tekanan 15-20 Cm H2O.E/ : bila bayi sudah dapat bernafas normal > 40x/ menit, hentikan ventilisasi.bila bayi belum bernafas lanjutkan tindakan berikutnya5. Hentikan ventilisasi setiap 30 detik dan lakukan penilaian ulang nafas.R/ : penilaian ulang digunakan untuk memutuskan tindakan selanjutnyaE/ : bila bayi telah bernafas maka hentikan ventilasi lakukan pemantaan dan asuhan pasca resusitasi . Bila setelah dilakukan 2 menit tidak ada respon maka siapkan rujukan.

KOLABORASI1. Menyelimuti bayi dan mengeringkan tubuh bayi R/ : Dengan menyelimuti bayi mencegah kehilangan panas untuk meminimalisir terjadinya hipotermiE/ : Bayi belum bernafas spontan 2. Meletakkan bayi dalam posisi bayi terlentang diatas meja resusitasi , kepala lurus dan leher sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu dengan handuk.R/ : Dengan posisi menghidu kepala sedikit ekstensi diharapkan dapat membantu membuka jalan pernafasan E/ : Jalan nafas terdapat lendir3. Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada bagian mulut terlebih dahulu 3-5 detik dalam satu hisapan , mulut 100 x/ menit , bila tidak lakukan ventilasi tekanan positif5. Melakukan ventilasi tekanan positive dimulai dengan pemasangan sungkup yang meliputi hidung, mulut dan dagu dengan menggunakan sungkup De Lee atau sungkup balonR/ : memasang sungkup dengan benar melingkupi hidung, mulut dan dagu membantu untuk mencegah adanya kebocoran E/ : sungkup telah terpasang melingkupi hidung, mulut dan dagu 6. Melakukan VTP dengan 30 cm H2O pada pernafasan pertama sebanyak dua kali bila lanjutkan dengan tekanan 20 cm H2O dengan frekuensi 40-60x/ menit.R/ : Tekanan ventilasi nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 Cm H2O , sedangkan setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O . apabila tekanan terlalu tinggi dapat mengakibatkan pneumotoraksE/ : bila ada gerakan naik turun pada dada bayi yang menandakan paru mengembang. Lanjutkan dengan pemeriksaan melalui stetoskop bila ada suara nafas maka ventilasi benar. 7. Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP setelah 15- 20 detik pertama Bila denyut jantung bayi > 100 x/ menit maka lakukan rangsang taktil dengan menggosok punggung bayi , VTP dapat dihentikan dan oksigen dapat diberikan. Apabila denyut jantung bayi antara 60-100 x/menit maka VTP dilanjutkan dengan terus memantau denyut jantung bayi Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 80 x/ menit , mulai dengan kompresi dada Frekuensi dada < 60x/ menit periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen diberikan 100 % . lanjutkan dengan kompresi dada dan pemberian obat.R/ : Pada apnu denyut jantung, dan tekanan darah serta kadar PaO2 dalam darah terus menurun.E/ : bila denyut jantung > 60 x/ menit, VTP tetap dilakukan hingga denyut jantung bayi mencapai > 100x/menit. Bila tidak bertambah baik lanjutkan pada tindakan selanjutnya8. Memberikan obat Epinefrin dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg untuk larutan 1: 10.000 melalui intravena atau pipa endotrekal bila denyut jantung bayi tetep < 60x/menit setelah 30 detik dan 30 detik lagi VTP dan kompresi dada.R/ : Epinefrin merupakan stimulan jantung yang dapat meningkatkan kekutan dan kecepatan kontraksi jantung.E/ : frekuensi jantung meningkat naik sampai 100x/ menit atau lebih dalam 30 detik setelah epinefrin diberikan melalaui infus/ I.V.

RUJUKAN Bidan: Pastikan ibu/ klien didampingi oleh bidan selama proses merujukAlat: Bawa perlengkapan seperti infus set, oxygen , dan perlengkapanResusitasi.Keluarga: Beritahu keluarga tentang kondisi bayi bahwa bayi mengalami asfiksia sehingga ia dirujukSurat: Buat surat ketempat rujukan yang berisi identifikasi bayi , alasanrujukan, dan terapi yang telah di berikan.Obat: Bawa obat-obat esensial jika diperlukan. Misal epinefrin, nalakson hidroklorida, vit K dll.Kendaraan: Beritahu keluarga untuk menyipakan kendaraan yang memadai untukrujukan. Misal ambulan, mobil dsbUang : Beritahu keluarga untuk menyiapkan uang yang cukup karena akan dilakukan rujukanDarah : Persiapkan pendonor bila sewaktu-waktu diperlukan.

Daftar Referensi

Sondakh , jenny J.S . 2013.Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi baru Lahir . Jakarta: Penerbit ErlanggaDeslidel,dkk .2011. Buku ajar neonatus, bayi dan balita. Jakarta : EGCRochmah dkk.2011. Buku ajar neonatus, bayi dan balita. Jakarta : EGCPrawiroharjo , Sarwono. 2010.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Antenatal.Jakarta:YBS-SpMusliahtun, Wafi nur. 2010. Asuhan neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : FitramayaSaifudin, abdul bari. 2010.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono PrawirohardjoPrawirohardjo, sarwono. 2009. Ilmu Kandungan.Jakarta : YBS-SpJNPK-kesehatan reproduks. RI . 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KPMochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGCManuaba, Ida B.G. 1998.Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC