asfiksia

49
BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri. Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok

Upload: anisa-putri

Post on 03-Jul-2015

609 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asfiksia

BAB I

KONSEP DASAR

A.      Pengertian

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar

oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam

darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam

alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan

oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara

spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena

gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan

dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. .

Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan

memperlihatkan angka kematian yang tinggi.

Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat

kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri.

Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan

menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :

Hipoksik-hipoksia: Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam

sirkulasi darah.

Anemik-hipoksia: Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat

membawa oksigen yang  cukup untuk metabolisme dalam jaringan.

Stagnan-hipoksia: Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi

kegagalan sirkulasi.

Histotoksik-hipoksia: Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam

darah, oleh karena suatu hal, oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh

jaringan.

Page 2: Asfiksia

B.      Etiologi

      Faktor ibu, Cacat bawaan, Hipoventilasi selama anastesi, Penyakit jantung sianosis,

Gagal bernafas, Keracunan CO, Tekanan darah rendah, Gangguan kontraksi uterus, Usia

ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, Sosial ekonomi rendah, Hipertensi pada

penyakit eklampsia

      Faktor janin / neonatorum, Kompresi umbilicus, Tali pusat menumbung, lilitan tali

pusat, Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, Prematur, Gemeli, Kelainan

congential, Pemakaian obat anestesi, Trauma yang terjadi akibat persalinan

      Faktor plasenta, Plasenta tipis, Plasenta kecil, Plasenta tidak menempel, Solusio

plasenta

      Faktor persalinan, Partus lama, Partus tindakan.

C.      Patofisiologi

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /

persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan

bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat

reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan

yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung.

Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan

teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada

dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan

darah.

Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut

terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen

tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada

kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara

alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.

Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau

gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

Page 3: Asfiksia

D.      Manifestasi Klinis

Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular

menurun

Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan

megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif),

pernafasan makin lama makin lemah

TANDA-

TANDA

STADIUM I STADIUM II STADIUM III

Tingkat

kesadaran

Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),

koma

Tonus otot Normal Hipotonik Flasid

Postur Normal Fleksi Disorientasi

Refleks tendo /

klenus

Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada

Mioklonus Ada Ada Tidak ada

Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada

Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,

refleks cahaya

jelek

Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi

EEG Normal 1aktifitasVoltase

rendah kejang-

kejang

Supresi ledakan

sampai isoelektrik

Lamanya 24 jam jika ada

kemajuan

24 jam sampai 14

hari

Beberapa hari

sampai beberapa

minggu

Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit

berat

E.      APGAR Score

Page 4: Asfiksia

Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan

apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan

dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit.

Observasi dan periksa :

A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.

P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau

palpasi denyut jantung dengan jari.

G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki

bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan

reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika

lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.

A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan

tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua

tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.

R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.

TANDA 0 1 2 JUMLAH

NILAI

Frekwensi

jantung

Tidak ada Kurang dari

100 x/menit

Lebih dari

100 x/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak

teratur

Menangis

kuat

Tonus otot Lumpuh /

lemas

Ekstremitas

fleksi sedikit

Gerakan aktif

Refleks Tidak ada

respon

Gerakan sedikit Menangis

batuk

Warna Biru / pucat Tubuh:

kemerahan,

ekstremitas:

biru

Tubuh dan

ekstremitas

kemerahan

Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa

Page 5: Asfiksia

Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan

terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau

baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada

Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan

kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

F.       Pemeriksaan Penunjang

-         Foto polos dada

-         USG kepala

-         Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

G.      Pemeriksaan Diagnostik

1. Analisa gas darah

2. Elektrolit darah

3. Gula darah

4. Baby gram

5. USG ( Kepala )

6. Penilaian APGAR score

7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan

8. Pengkajian spesifik

H.      Penatalaksanaan

Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah

lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi

kehilangan panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan

untuk meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi.

Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas,

segera dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan

nafas, spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan

harus segera dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua

Page 6: Asfiksia

telapak kaki, menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin

K.

I.         Penatalaksanaan Awal

Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan

menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering.

Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir.

Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi

bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini

dapat dilakukan dengan:

      Ekstensi kepala dan lehert sedikit lebih rendah dari tubuh bayi.

      Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari

cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee.

      Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan

ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belum

cukup untuk menimbulkan pernafasan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit,

maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil,

hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana

tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul.

Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu:

      Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini

sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang

ringan.

      Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi

secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan

rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk,

menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe,

hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat

membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.

J.        Komplikasi

Page 7: Asfiksia

Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis,

nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan

pneumotoraks.

1.   Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.

2.   Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru,

edema paru.

3.   Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.

4.   Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.

5.   Hematologi: dic

K.      Diagnosis

Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-

tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan Denyut jantung janin. Frekuensi

normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his frekuensi turun, tetapi diluar

his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung

umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit diluar his dan

lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi – sungsang tidak ada, artinya

akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan

harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi

kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan

dengan mudah.

Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat

serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah

janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila

pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

L.      Prognosis

a. Asfiksia Ringan   :Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.

Page 8: Asfiksia

b. Asfikisia Berat    : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.

Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis

permanen,misalnya retardasi mental.

M.    Prinsip Dasar Resusitasi

Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,

      A= Memastikan saluran nafas terbuka.

      B= Memulai pernafasan .

      C= Mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).

Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan

saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar

oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar. Memberikan bantuan pernafasan

secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan lemah. Melakukan koreksi

terhadap asidosis yang terjadi. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

N.      Tindakan

1.    Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan

mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.

2.    Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan

amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa. Penghisapan

yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme laring, kolap paru,

kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan resusitasi kardio

pulmonal

3.    Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha

bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah dilakukan

penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak berhasil dilakukan

rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki.

4.    Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

Page 9: Asfiksia

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

A.      Pengkajian

1.    Biodata

Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,

jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena

berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.

2.    Keluhan Utama

Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas

3.    Riwayat kehamilan dan persalinan

Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi

belakang kaki atau sungsang

4.    Kebutuhan dasar

a. Pola Nutrisi

Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh

terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya

aspirasi pneumonia

b. Pola Eliminasi

Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama

pencernaan belum sempurna

c. Kebersihan diri

Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b

dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya

d. Pola tidur

Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas

5.      Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,

pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.

b. Tanda-tanda Vital

Page 10: Asfiksia

Pada umunya terjadi peningkatan respirasi

c. Kulit

Pada kulit biasanya terdapat sianosis

d. Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura

belum menutup dan kelihatan masih bergerak

e. Mata

Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya

f. Hidung

Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping

hidung.

g. Dada

Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi

pernafasan yang cepat

h. Neurology / reflek

Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)

6.      Gejala dan tanda

a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif

b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis

c.  Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan

termoregulasi

Page 11: Asfiksia

B.      Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

2.      Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

3.      Penurunan kardiak out put b.d

4.      Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.

5.      Intoleransi aktifitas b.d

6.     Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses

pengobatan.

7.      Resiko tinggi terjadi infeksi

C.      Perencanaan Keperawatan

DP.  I :Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi

dengan kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Beri penjelasan pada keluarga

tentang penyebab sesak yang

dialami oleh pasien.

Agar keluarga tahu tentang

penyebab sesak yang dialami

oleh bayinya.

2. Atur kepala bayi dengan posisi

ekstensi.

Melonggarkan jalan nafas.

3. Batasi intake per oral, bila perlu

dipuasakan.

Mencegah aspirasi.

4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk bernafas.

5. Observasi tanda-tanda kekurangan

O2.

Mengetahui tingkat kekurangan

O2.

Page 12: Asfiksia

6. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah sianosis.

7. Kolaborasi dengan tim medis untuk

pemberian O2.

Mendukung perawatan dan

penatalaksanaan medis.

DP. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal

dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5°C – 37.4°C, kelembaban cukup

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Beri penjelasan kepada keluarga

tentang penyebab panas yang

dialami oleh bayinya.

Keluarga menjadi tahu tentang

penyebab panas yang dialami

bayinya.

2. Berikan pakaian tipis yang mudah

menyerap keringat.

Mencegah penguapan yang

berlebihan.

3. Berikan kompres hangat. Menurunkan suhu tubuh.

4. Observasi tanda-tanda vital terutama

suhu tubuh.

Menentukan tindakan

keperawatan selanjutnya.

5. Kolaborasi medis untuk pemberian

infuse dan obat-obatan antipiretik.

Mendukung perawatan dan

penatalaksanaan medis.

DP. III : Penurunan kardiak out put

Tujuan : Kardiak output normal.

Intervensi:

Page 13: Asfiksia

No. Intervensi Rasional

1. Monitoring jantung paru.

2. Mengkaji tanda vital.

3. Memonitoring perfusi jaringan tiap

2-4 jam.

4. Monitor denyut nadi.    

5. Memonitoring ontake dan out put.

6. Kolaborasi dalam pemberian

vasodilator.

DP. IV : Gangguan perfusi jaringan

Tujuan : Perfusi jaringan kembali normal.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Pemberian diuretic sesuai dengan

indikasi.

2. monitor laboraturium urine.

3. pemeriksaan darah.

4. Ajarkan pasien/ anggota keluarga

tentang prosedur perawatan luka.

5.

DP. V : Intoleransi aktifitas

Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Menyediakan stimulasi lingkungan

yang minimal.

2. menyediakan monitoring jantung

paru

Page 14: Asfiksia

3. mengurangi sentuhan

4. memberikan posisi yang nyaman

5. kolaborasi analgetiksesuai kondisi,

DP. VI : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami

dan proses pengobatan.

Tujuan : Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang

proses penyakit, program pengobatan.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Jelaskan tujuan pengobatan pada

keluarga.

Mengorientasi program

pengobatan.

2. Kaji ulang tanda / gejala yang

memerlukan evaluasi medik cepat.

Berulangnya memerlukan

intervensi medik untuk

mencegah / menurunkan

potensial komplikasi.

3. Kaji ulang praktik kesehatan yang

baik, istirahat.

Mempertahanan kesehatan

umum meningkatkan

penyembuhan dan dapat

mencegah kekambuhan.

4. Dorong pasien / orang terdekat

untuk menyatakan masalah /

perasaan.

5. Beri penguatan informasi pasien

yang telah diberikan sebelumnya.

DP. VII : Resiko tinggi terjadi infeksi

Tujuan : Mencapai waktu penyembuhan

Page 15: Asfiksia

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Awasi tanda vital, perhatikan

demam ringan, menggigil, nadi dan

pernapasan cepat, gelisah, peka,

disorientasi.

2. Observasi drainase dari luka.

3.

4.

5.

Page 16: Asfiksia

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.

Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.

Internet:

www.google.com

blog.rusari.com

www.scribd.com

media.asuhankeperawatan.com

 

Label: askep (keperawatan), ASKEP ANAK, Maternitas

0 Comments:

Post a Comment

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Subscribe to: Poskan Komentar (Atom)

Sabtu, 13 Februari 2010

Page 17: Asfiksia

Askep Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

Diposkan oleh _Ly_`s pageS at Sabtu, Februari 13, 2010

Label: askep (keperawatan), ASKEP ANAK, Maternitas

BAB I

KONSEP DASAR

A.      Pengertian

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2)

dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan

tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan

karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan

kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan

teratur setelah lahir.

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport

O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan

mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai

manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian

yang tinggi.

Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat

kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri.

Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan

menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :

Hipoksik-hipoksia

Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.

Anemik-hipoksia

Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang  cukup untuk

metabolisme dalam jaringan.

Page 18: Asfiksia

Stagnan-hipoksia

Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.

Histotoksik-hipoksia

Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal, oksigen

tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.

Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara

spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan

hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan,

persalinan atau segera setelah lahir. (Tim FK Unair 1995).

B.      Etiologi

      Faktor ibu Ø Cacat bawaan Ø Hipoventilasi selama anastesi Ø Penyakit jantung

sianosis Ø Gagal bernafas Ø Keracunan CO Ø Tekanan darah rendah Ø Gangguan

kontraksi uterus Ø Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Ø Sosial

ekonomi rendah Ø Hipertensi pada penyakit eklampsia

      Faktor janin / neonatorum Ø Kompresi umbilikus Ø Tali pusat menumbung, lilitan

tali pusat Ø Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Ø Prematur Ø Gemeli Ø

Kelainan congential Ø Pemakaian obat anestesi Ø Trauma yang terjadi akibat persalinan

      Faktor plasenta Ø Plasenta tipis Ø Plasenta kecil Ø Plasenta tidak menempel Ø

Solusio plasenta

      Faktor persalinan Ø Partus lama Ø Partus tindakan

C.      Patofisiologi

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /

persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan

bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat

reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan

yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung.

Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan

teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada

dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan

darah.

Page 19: Asfiksia

Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam

dan basa pada neonatus.

Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi

metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh

pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler

menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang

tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak

terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada

kehidupan bayi selanjutnya.

D.      Manifestasi Klinis

Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular

menurun

Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap–

megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan

makin lama makin lemah

TANDA-

TANDA

STADIUM I STADIUM II STADIUM III

Tingkat

kesadaran

Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),

koma

Tonus otot Normal Hipotonik Flasid

Postur Normal Fleksi Disorientasi

Refleks tendo /

klenus

Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada

Mioklonus Ada Ada Tidak ada

Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada

Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,

refleks cahaya

jelek

Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi

EEG Normal 1aktifitasVoltase

rendah kejang-

Supresi ledakan

Page 20: Asfiksia

kejang sampai isoelektrik

Lamanya 24 jam jika ada

kemajuan

24 jam sampai 14

hari

Beberapa hari

sampai beberapa

minggu

Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit

berat

E.      APGAR Score

Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah

seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan

mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan

hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.

Observasi dan periksa :

A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.

P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi

denyut jantung dengan jari.

G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi

dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender

pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya

dihisap.

A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya

atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya

bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.

R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan

pernapasannya.

TANDA 0 1 2 JUMLAH

NILAI

Frekwensi

jantung

Tidak ada Kurang dari

100 x/menit

Lebih dari

100 x/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak Menangis

Page 21: Asfiksia

teratur kuat

Tonus otot Lumpuh /

lemas

Ekstremitas

fleksi sedikit

Gerakan aktif

Refleks Tidak ada

respon

Gerakan sedikit Menangis

batuk

Warna Biru / pucat Tubuh:

kemerahan,

ekstremitas:

biru

Tubuh dan

ekstremitas

kemerahan

Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa

Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat

frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,

reflek iritabilitas tidak ada

Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-

kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

F.       Pemeriksaan Penunjang

-         Foto polos dada

-         USG kepala

-         Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

G.      Pemeriksaan Diagnostik

1. Analisa gas darah

2. Elektrolit darah

3. Gula darah

4. Baby gram

5. USG ( Kepala )

6. Penilaian APGAR score

7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan

8. Pengkajian spesifik

Page 22: Asfiksia

H.      Penatalaksanaan

Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah lahir,

usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi kehilangan

panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk

meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi.

Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas, segera

dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan nafas,

spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan harus

segera dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak

kaki, menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin K.

I.         Penatalaksanaan Awal

Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti

seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering.

Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir

Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas

dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat

dilakukan dengan:

      Ekstensi kepala dan lehert sedikit lebih rendah dari tubuh bayi.

      Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari

cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee.

      Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan

ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belum

cukup untuk menimbulkan pernafasan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit,

maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil,

hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana

tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul.

Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu:

      Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini

sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang

ringan.

Page 23: Asfiksia

      Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi

secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan

rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk,

menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe,

hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat

membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.

J.        Komplikasi

Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis,

nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan

pneumotoraks.

1.   Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.

2.   Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru,

edema paru.

3.   Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.

4.   Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.

5.   Hematologi: dic

K.      Diagnosis

Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-

tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan

Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama

his frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan

kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah

100 x/ menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi – sungsang tidak ada, artinya

akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan

harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi

kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan

dengan mudah.

Page 24: Asfiksia

Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat

serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah

janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila

pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

L.      Prognosis

a. Asfiksia Ringan   :Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.

b. Asfikisia Berat    : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.

Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis

permanen,misalnya retardasi mental.

M.    Prinsip Dasar Resusitasi

Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,

      A= memastikan saluran nafas terbuka.

      B= memulai pernafasan .

      C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).

      Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta

mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan,

yaitu agar oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.

      Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha

pernafasan lemah.

      Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.

      Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

N.      Tindakan

1.    Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan

mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.

2.    Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan

amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa. Penghisapan

yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme laring, kolap paru,

kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan resusitasi kardio

pulmonal

Page 25: Asfiksia

3.    Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha

bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah dilakukan

penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak berhasil dilakukan

rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil pasang ET.

4.    Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

Page 26: Asfiksia

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

A.      Pengkajian

1.    Biodata

Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,

jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena

berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.

2.    Keluhan Utama

Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas

3.    Riwayat kehamilan dan persalinan

Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi

belakang kaki atau sungsang

4.    Kebutuhan dasar

a. Pola Nutrisi

Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh

terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah

terjadinya aspirasi pneumonia

b. Pola Eliminasi

Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama

pencernaan belum sempurna

c. Kebersihan diri

Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b

dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya

d. Pola tidur

Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas

5.      Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,

pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.

b. Tanda-tanda Vital

Page 27: Asfiksia

Pada umunya terjadi peningkatan respirasi

c. Kulit

Pada kulit biasanya terdapat sianosis

. Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura

belum menutup dan kelihatan masih bergerak

e. Mata

Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya

f. Hidung

Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping

hidung.

g. Dada

Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi

pernafasan yang cepat

h. Neurology / reflek

Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)

6.      Gejala dan tanda

a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif

b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis

c.  Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan

termoregulasi

Page 28: Asfiksia

B.      Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

2.      Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

3.      Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.

4.      Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses

pengobatan.

C.      Perencanaan Keperawatan

DP.  I :Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi

dengan kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Beri penjelasan pada keluarga

tentang penyebab sesak yang

dialami oleh pasien.

Agar keluarga tahu tentang

penyebab sesak yang dialami

oleh bayinya.

2. Atur kepala bayi dengan posisi

ekstensi.

Melonggarkan jalan nafas.

3. Batasi intake per oral, bila perlu

dipuasakan.

Mencegah aspirasi.

4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk bernafas.

5. Observasi tanda-tanda kekurangan

O2.

Mengetahui tingkat kekurangan

O2.

6. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah sianosis.

7. Kolaborasi dengan tim medis untuk

pemberian O2.

Mendukung perawatan dan

penatalaksanaan medis.

Page 29: Asfiksia

DP. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal

dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5°C – 37.4°C, kelembaban cukup

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Beri penjelasan kepada keluarga

tentang penyebab panas yang

dialami oleh bayinya.

Keluarga menjadi tahu tentang

penyebab panas yang dialami

bayinya.

2. Berikan pakaian tipis yang mudah

menyerap keringat.

Mencegah penguapan yang

berlebihan.

3. Berikan kompres hangat. Menurunkan suhu tubuh.

4. Observasi tanda-tanda vital terutama

suhu tubuh.

Menentukan tindakan

keperawatan selanjutnya.

5. Kolaborasi medis untuk pemberian

infuse dan obat-obatan antipiretik.

Mendukung perawatan dan

penatalaksanaan medis.

DP. III : Gangguan perfusi jaringan

Tujuan : Perfusi jaringan kembali normal.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Pemberian diuretic sesuai dengan

indikasi.

2. monitor laboraturium urine.

3. pemeriksaan darah.

Page 30: Asfiksia

4. Ajarkan pasien/ anggota keluarga

tentang prosedur perawatan luka.

5.

DP. IV : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami

dan proses pengobatan.

Tujuan :

Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses

penyakit, program pengobatan.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Jelaskan tujuan pengobatan pada

keluarga.

Mengorientasi program

pengobatan.

2. Kaji ulang tanda / gejala yang

memerlukan evaluasi medik cepat.

Berulangnya memerlukan

intervensi medik untuk

mencegah / menurunkan

potensial komplikasi.

3. Kaji ulang praktik kesehatan yang

baik, istirahat.

Mempertahanan kesehatan

umum meningkatkan

penyembuhan dan dapat

mencegah kekambuhan.

Page 31: Asfiksia

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.

Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.

Internet:

www.google.com

blog.rusari.com

www.scribd.com

media.asuhankeperawatan.com

Page 32: Asfiksia

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

ASFIKSIA

DISUSUN OLEH

ANISA PUTRI

DESKY DWI NANDA

DEVITA ANGGRAINI

MASITO

ROMANSAH

SRI WAHYUNI

Tingkat II.A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

JURUSAN KEPERAWATAN

Page 33: Asfiksia