asfiksia
TRANSCRIPT
BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar
oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam
darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam
alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan
oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. .
Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat
kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri.
Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan
menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :
Hipoksik-hipoksia: Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam
sirkulasi darah.
Anemik-hipoksia: Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat
membawa oksigen yang cukup untuk metabolisme dalam jaringan.
Stagnan-hipoksia: Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi
kegagalan sirkulasi.
Histotoksik-hipoksia: Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam
darah, oleh karena suatu hal, oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh
jaringan.
B. Etiologi
Faktor ibu, Cacat bawaan, Hipoventilasi selama anastesi, Penyakit jantung sianosis,
Gagal bernafas, Keracunan CO, Tekanan darah rendah, Gangguan kontraksi uterus, Usia
ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, Sosial ekonomi rendah, Hipertensi pada
penyakit eklampsia
Faktor janin / neonatorum, Kompresi umbilicus, Tali pusat menumbung, lilitan tali
pusat, Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, Prematur, Gemeli, Kelainan
congential, Pemakaian obat anestesi, Trauma yang terjadi akibat persalinan
Faktor plasenta, Plasenta tipis, Plasenta kecil, Plasenta tidak menempel, Solusio
plasenta
Faktor persalinan, Partus lama, Partus tindakan.
C. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat
reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan
yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung.
Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan
teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada
dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan
darah.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut
terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen
tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada
kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara
alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.
Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
D. Manifestasi Klinis
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular
menurun
Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan
megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif),
pernafasan makin lama makin lemah
TANDA-
TANDA
STADIUM I STADIUM II STADIUM III
Tingkat
kesadaran
Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),
koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks tendo /
klenus
Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,
refleks cahaya
jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal 1aktifitasVoltase
rendah kejang-
kejang
Supresi ledakan
sampai isoelektrik
Lamanya 24 jam jika ada
kemajuan
24 jam sampai 14
hari
Beberapa hari
sampai beberapa
minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit
berat
E. APGAR Score
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan
apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan
dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit.
Observasi dan periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau
palpasi denyut jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki
bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan
reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika
lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan
tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua
tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.
TANDA 0 1 2 JUMLAH
NILAI
Frekwensi
jantung
Tidak ada Kurang dari
100 x/menit
Lebih dari
100 x/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak
teratur
Menangis
kuat
Tonus otot Lumpuh /
lemas
Ekstremitas
fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks Tidak ada
respon
Gerakan sedikit Menangis
batuk
Warna Biru / pucat Tubuh:
kemerahan,
ekstremitas:
biru
Tubuh dan
ekstremitas
kemerahan
Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan
terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
F. Pemeriksaan Penunjang
- Foto polos dada
- USG kepala
- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
8. Pengkajian spesifik
H. Penatalaksanaan
Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah
lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi
kehilangan panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan
untuk meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas,
segera dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan
nafas, spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan
harus segera dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua
telapak kaki, menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin
K.
I. Penatalaksanaan Awal
Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan
menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering.
Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir.
Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi
bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini
dapat dilakukan dengan:
Ekstensi kepala dan lehert sedikit lebih rendah dari tubuh bayi.
Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari
cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee.
Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan
ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belum
cukup untuk menimbulkan pernafasan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit,
maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil,
hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana
tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul.
Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu:
Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini
sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang
ringan.
Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi
secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan
rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk,
menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe,
hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat
membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.
J. Komplikasi
Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis,
nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan
pneumotoraks.
1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru,
edema paru.
3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.
5. Hematologi: dic
K. Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan Denyut jantung janin. Frekuensi
normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his frekuensi turun, tetapi diluar
his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit diluar his dan
lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi – sungsang tidak ada, artinya
akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan
harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
L. Prognosis
a. Asfiksia Ringan :Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
b. Asfikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.
Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis
permanen,misalnya retardasi mental.
M. Prinsip Dasar Resusitasi
Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,
A= Memastikan saluran nafas terbuka.
B= Memulai pernafasan .
C= Mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).
Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan
saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar
oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar. Memberikan bantuan pernafasan
secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan lemah. Melakukan koreksi
terhadap asidosis yang terjadi. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
N. Tindakan
1. Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan
mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
2. Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa. Penghisapan
yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme laring, kolap paru,
kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan resusitasi kardio
pulmonal
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha
bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah dilakukan
penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak berhasil dilakukan
rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki.
4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
A. Pengkajian
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena
berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b
dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura
belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping
hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan
termoregulasi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.
2. Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.
3. Penurunan kardiak out put b.d
4. Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.
5. Intoleransi aktifitas b.d
6. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses
pengobatan.
7. Resiko tinggi terjadi infeksi
C. Perencanaan Keperawatan
DP. I :Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi
dengan kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Beri penjelasan pada keluarga
tentang penyebab sesak yang
dialami oleh pasien.
Agar keluarga tahu tentang
penyebab sesak yang dialami
oleh bayinya.
2. Atur kepala bayi dengan posisi
ekstensi.
Melonggarkan jalan nafas.
3. Batasi intake per oral, bila perlu
dipuasakan.
Mencegah aspirasi.
4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk bernafas.
5. Observasi tanda-tanda kekurangan
O2.
Mengetahui tingkat kekurangan
O2.
6. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah sianosis.
7. Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian O2.
Mendukung perawatan dan
penatalaksanaan medis.
DP. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal
dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5°C – 37.4°C, kelembaban cukup
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Beri penjelasan kepada keluarga
tentang penyebab panas yang
dialami oleh bayinya.
Keluarga menjadi tahu tentang
penyebab panas yang dialami
bayinya.
2. Berikan pakaian tipis yang mudah
menyerap keringat.
Mencegah penguapan yang
berlebihan.
3. Berikan kompres hangat. Menurunkan suhu tubuh.
4. Observasi tanda-tanda vital terutama
suhu tubuh.
Menentukan tindakan
keperawatan selanjutnya.
5. Kolaborasi medis untuk pemberian
infuse dan obat-obatan antipiretik.
Mendukung perawatan dan
penatalaksanaan medis.
DP. III : Penurunan kardiak out put
Tujuan : Kardiak output normal.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Monitoring jantung paru.
2. Mengkaji tanda vital.
3. Memonitoring perfusi jaringan tiap
2-4 jam.
4. Monitor denyut nadi.
5. Memonitoring ontake dan out put.
6. Kolaborasi dalam pemberian
vasodilator.
DP. IV : Gangguan perfusi jaringan
Tujuan : Perfusi jaringan kembali normal.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Pemberian diuretic sesuai dengan
indikasi.
2. monitor laboraturium urine.
3. pemeriksaan darah.
4. Ajarkan pasien/ anggota keluarga
tentang prosedur perawatan luka.
5.
DP. V : Intoleransi aktifitas
Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Menyediakan stimulasi lingkungan
yang minimal.
2. menyediakan monitoring jantung
paru
3. mengurangi sentuhan
4. memberikan posisi yang nyaman
5. kolaborasi analgetiksesuai kondisi,
DP. VI : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami
dan proses pengobatan.
Tujuan : Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang
proses penyakit, program pengobatan.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Jelaskan tujuan pengobatan pada
keluarga.
Mengorientasi program
pengobatan.
2. Kaji ulang tanda / gejala yang
memerlukan evaluasi medik cepat.
Berulangnya memerlukan
intervensi medik untuk
mencegah / menurunkan
potensial komplikasi.
3. Kaji ulang praktik kesehatan yang
baik, istirahat.
Mempertahanan kesehatan
umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
4. Dorong pasien / orang terdekat
untuk menyatakan masalah /
perasaan.
5. Beri penguatan informasi pasien
yang telah diberikan sebelumnya.
DP. VII : Resiko tinggi terjadi infeksi
Tujuan : Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital, perhatikan
demam ringan, menggigil, nadi dan
pernapasan cepat, gelisah, peka,
disorientasi.
2. Observasi drainase dari luka.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.
Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.
Internet:
www.google.com
blog.rusari.com
www.scribd.com
media.asuhankeperawatan.com
Label: askep (keperawatan), ASKEP ANAK, Maternitas
0 Comments:
Post a Comment
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Subscribe to: Poskan Komentar (Atom)
Sabtu, 13 Februari 2010
Askep Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
Diposkan oleh _Ly_`s pageS at Sabtu, Februari 13, 2010
Label: askep (keperawatan), ASKEP ANAK, Maternitas
BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2)
dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan
karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan
kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport
O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan
mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai
manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian
yang tinggi.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat
kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri.
Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan
menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :
Hipoksik-hipoksia
Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.
Anemik-hipoksia
Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk
metabolisme dalam jaringan.
Stagnan-hipoksia
Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.
Histotoksik-hipoksia
Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal, oksigen
tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.
Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir. (Tim FK Unair 1995).
B. Etiologi
Faktor ibu Ø Cacat bawaan Ø Hipoventilasi selama anastesi Ø Penyakit jantung
sianosis Ø Gagal bernafas Ø Keracunan CO Ø Tekanan darah rendah Ø Gangguan
kontraksi uterus Ø Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Ø Sosial
ekonomi rendah Ø Hipertensi pada penyakit eklampsia
Faktor janin / neonatorum Ø Kompresi umbilikus Ø Tali pusat menumbung, lilitan
tali pusat Ø Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Ø Prematur Ø Gemeli Ø
Kelainan congential Ø Pemakaian obat anestesi Ø Trauma yang terjadi akibat persalinan
Faktor plasenta Ø Plasenta tipis Ø Plasenta kecil Ø Plasenta tidak menempel Ø
Solusio plasenta
Faktor persalinan Ø Partus lama Ø Partus tindakan
C. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat
reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan
yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung.
Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan
teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada
dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan
darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam
dan basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh
pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler
menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang
tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak
terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya.
D. Manifestasi Klinis
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular
menurun
Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap–
megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan
makin lama makin lemah
TANDA-
TANDA
STADIUM I STADIUM II STADIUM III
Tingkat
kesadaran
Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),
koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks tendo /
klenus
Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,
refleks cahaya
jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal 1aktifitasVoltase
rendah kejang-
Supresi ledakan
kejang sampai isoelektrik
Lamanya 24 jam jika ada
kemajuan
24 jam sampai 14
hari
Beberapa hari
sampai beberapa
minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit
berat
E. APGAR Score
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah
seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan
mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan
hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi
denyut jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi
dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender
pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya
dihisap.
A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya
atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya
bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
pernapasannya.
TANDA 0 1 2 JUMLAH
NILAI
Frekwensi
jantung
Tidak ada Kurang dari
100 x/menit
Lebih dari
100 x/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak Menangis
teratur kuat
Tonus otot Lumpuh /
lemas
Ekstremitas
fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks Tidak ada
respon
Gerakan sedikit Menangis
batuk
Warna Biru / pucat Tubuh:
kemerahan,
ekstremitas:
biru
Tubuh dan
ekstremitas
kemerahan
Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada
Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
F. Pemeriksaan Penunjang
- Foto polos dada
- USG kepala
- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
8. Pengkajian spesifik
H. Penatalaksanaan
Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah lahir,
usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi kehilangan
panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk
meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas, segera
dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan nafas,
spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan harus
segera dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak
kaki, menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin K.
I. Penatalaksanaan Awal
Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti
seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering.
Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir
Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas
dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat
dilakukan dengan:
Ekstensi kepala dan lehert sedikit lebih rendah dari tubuh bayi.
Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari
cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee.
Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan
ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belum
cukup untuk menimbulkan pernafasan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit,
maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil,
hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana
tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul.
Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu:
Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini
sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang
ringan.
Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi
secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan
rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk,
menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe,
hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat
membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.
J. Komplikasi
Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis,
nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan
pneumotoraks.
1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru,
edema paru.
3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.
5. Hematologi: dic
K. Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan
Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama
his frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah
100 x/ menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi – sungsang tidak ada, artinya
akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan
harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
L. Prognosis
a. Asfiksia Ringan :Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
b. Asfikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.
Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis
permanen,misalnya retardasi mental.
M. Prinsip Dasar Resusitasi
Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,
A= memastikan saluran nafas terbuka.
B= memulai pernafasan .
C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).
Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta
mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan,
yaitu agar oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha
pernafasan lemah.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
N. Tindakan
1. Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan
mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
2. Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa. Penghisapan
yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme laring, kolap paru,
kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan resusitasi kardio
pulmonal
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha
bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah dilakukan
penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak berhasil dilakukan
rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil pasang ET.
4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
A. Pengkajian
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena
berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b
dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura
belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping
hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan
termoregulasi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.
2. Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.
3. Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.
4. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses
pengobatan.
C. Perencanaan Keperawatan
DP. I :Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi
dengan kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Beri penjelasan pada keluarga
tentang penyebab sesak yang
dialami oleh pasien.
Agar keluarga tahu tentang
penyebab sesak yang dialami
oleh bayinya.
2. Atur kepala bayi dengan posisi
ekstensi.
Melonggarkan jalan nafas.
3. Batasi intake per oral, bila perlu
dipuasakan.
Mencegah aspirasi.
4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk bernafas.
5. Observasi tanda-tanda kekurangan
O2.
Mengetahui tingkat kekurangan
O2.
6. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah sianosis.
7. Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian O2.
Mendukung perawatan dan
penatalaksanaan medis.
DP. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal
dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5°C – 37.4°C, kelembaban cukup
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Beri penjelasan kepada keluarga
tentang penyebab panas yang
dialami oleh bayinya.
Keluarga menjadi tahu tentang
penyebab panas yang dialami
bayinya.
2. Berikan pakaian tipis yang mudah
menyerap keringat.
Mencegah penguapan yang
berlebihan.
3. Berikan kompres hangat. Menurunkan suhu tubuh.
4. Observasi tanda-tanda vital terutama
suhu tubuh.
Menentukan tindakan
keperawatan selanjutnya.
5. Kolaborasi medis untuk pemberian
infuse dan obat-obatan antipiretik.
Mendukung perawatan dan
penatalaksanaan medis.
DP. III : Gangguan perfusi jaringan
Tujuan : Perfusi jaringan kembali normal.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Pemberian diuretic sesuai dengan
indikasi.
2. monitor laboraturium urine.
3. pemeriksaan darah.
4. Ajarkan pasien/ anggota keluarga
tentang prosedur perawatan luka.
5.
DP. IV : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami
dan proses pengobatan.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses
penyakit, program pengobatan.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Jelaskan tujuan pengobatan pada
keluarga.
Mengorientasi program
pengobatan.
2. Kaji ulang tanda / gejala yang
memerlukan evaluasi medik cepat.
Berulangnya memerlukan
intervensi medik untuk
mencegah / menurunkan
potensial komplikasi.
3. Kaji ulang praktik kesehatan yang
baik, istirahat.
Mempertahanan kesehatan
umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.
Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.
Internet:
www.google.com
blog.rusari.com
www.scribd.com
media.asuhankeperawatan.com
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
ASFIKSIA
DISUSUN OLEH
ANISA PUTRI
DESKY DWI NANDA
DEVITA ANGGRAINI
MASITO
ROMANSAH
SRI WAHYUNI
Tingkat II.A
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN