asean dalam perspektif rezim internasional.docx

19

Click here to load reader

Upload: dhiny-octavia

Post on 29-Dec-2015

132 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

TENTANG ASEAN

TRANSCRIPT

Page 1: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

“ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL”

Dalam menjalani interaksinya dengan negara lain, negara akan menemui tidak

akan bisa lepas dari serangkaian peraturan yang membatasi dan mengarahkan perilaku

negara karena negara hidup dalam sistem internasional yang juga dihuni oleh negara-

negara lain. Ada beragam wadah dan konsep yang menyajikan peraturan, hukum, dan

prosedur yang harus dilakukan oleh negara dan mempengaruhi perilakunya. Salah satu

konsep atau wadah itu adalah rezim internasional. Rezim internasional sebagai

sekumpulan prinsip, norma, aturaran-aturan, dan juga prosedur pembuatan keputusan

diantara para aktor yang memiliki ekspektasi yang sama terhadap suatu permasalahan

(Krasner, 1983). Prinsip yang dimaksud adalah berkaitan dengan kepercayaan akan fakta,

sebab-akibat, dan kejujuran; norma adalah standar perilaku yang dimanifestasikan sebagai

hak dan kewajiban; peraturan adalah arahan dan larangan yang jelas dan spesifik tentang

tindakan yang dilakukan; sedangkan prosedur pembuatan keputusan adalah sebagai tata

cara yang harus ditempuh dalam mengimplementasikan pilihan bersama (Krasner, 1983).

Rezim harus dipahami sebagai sebuah entitas yang lebih dari dari sekedar

susunan temporer yang dapat berubah sesuai dengan perubahan power dan interests.

Konsep yang perlu diingat adalah bahwa rezim berbeda dengan perjanjian. Perjanjian

lebih bersifat ad hoc dan one-shot atau lebih spesifik, sedangkan rezim ada untuk

memfasilitasi perjanjian tersebut. Prinsip dan norma dari sebuah rezim akan menunjukkan

karakteristik dasar dari rezim tersebut. Sejalan dengan dua hal ini, ada berbagai aturan

dan prosedur yang inheren. Namun, hal ini tidak lantas membuat rezim menjadi sebuah

entitas yang saklek, ajeg, dan tidak fleksibel sehingga tidak berubah. Interaksi dan

dialektika antara power dan interest juga dapat merubah tatanan yang ada dalam sebuah

rezim.

Page 2: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

Ada tiga hal yang dapat diamati dan dikategorikan sebagai sebuha perubahan.

Yang pertama adalah perubahan terhadap peraturan dan prosedur pengambilan

keputusan adalah perubahan di dalam rezim. Prinsip dan norma dari rezim tersebut masih

tetap sama, namun elemen-elemen praktisnya yang mengalami perubaham. Perubahan

dalam taraf yang lebih rendah ini tidak merubah dan masih sejalan dengan prinsip dan

norma sebelumnya. Perubahan yang keduanya adalah dalam hal prinsip dan norma yang

kemudian disebutkan sebagai perubahan dari rezim itu sendiri. Ketika hal yang

fundamental dari sebuah rezim (dalam hal ini prinsip dan norma) menjadi berbeda dari

sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa rezim itu sendiri lah yang mengalami

perubahan. Perubahan terhadap rezim ini dapat memicu adanya perubahan terhadap

elemen-elemen praktis lainnya seperti peraturan-peraturan dan nilai-nilai. Dan yang ketiga

adalah pelemahan rezim. Rezim dikatakan melemah jika norma, prinsip, peraturan, dan

prosedur pengambilan keputusan sudah tidak lagi koheren atau jika konteks praktis sudah

tidak konsisten lagi dengan prisnip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan.

Dengan adanya prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan ini, rezim juga

disebut sebagai intervening variables antara basic causal factors dengan outcome yang

berupa behaviour (Krasner, 1983). Oran Young, Raymond Hopkins dan Donald Puchala

memiliki pendapat yang relatif sama Krasner bahwa memang terdapat hubungan yang

tidak dapat terpisahkan antara rezim internasional dengan perilaku aktor-aktor

internasional. Untuk melihat hasil yang diakibatkan dari rezim dan hubungannya dengan

basic causal variables setidaknya ada dua pandangan yang berbeda yaitu perspektif

Grotian dan strukturalis realis. Perspektif Grotian menampilkan pandangan dari Hopkins,

Puchala, dan Young, dimana mereka melihat rezim sebagai sebuah entitas yang dapat

menembus interaksi sosial. Beberapa kausal dari rezim menurut perspektif ini adalah

kepentingan dan power yang membaur dengan norma, adat, dan pengetahuan yang

semuanya bermain dalam rezim. Faktor-faktor kausal ini dapat dimanifestasikan pada

Page 3: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

perilaku individual, birokrasi tertentu, dan organisasi internasional serta negara. Perspektif

realis struktural memiliki pandangan yang lebih teliti terhadap rezim, perspektif realis tidak

memasukkan interasional rezim. Menurut pandangan realis, rezim hanya akan muncul

dalam keadaan-keadaan tertentu yang memiliki ciri-ciri adanya kegagalan dalam

pembuatan keputusan oleh individu untuk menjaga dan mengamankan outcome yang

diinginkan. Argumen yang disampaikan oleh Stein, Keohan, Jervis, Ruggie, Lipson dan

Cohen memberikan tekanan pada perspektif realis konvensional. Mereka menolak analisis

struktural yang sempit yang memposisikan adanya hubungan langsung antara perubahan

dalam basic causal variables dengan perilaku dan outcomes yang terkait serta menolak

kegunanaan dari konsep rezim. Sementara itu, pandangan berbeda datang dari Susan

Strange. Stange justru mendefinisikan rezim internasional sebagai sebuah misleading

concepts atau konsep yang justru mengaburkan hubungan antara ekonomi dan

kekuasaan. Namun demikian, walaupun terdapat perbedaan asumsi mengenai peranan

rezim internasional dalam tatanan hubungan internasional, kesemua ilmuwan tersebut

pada dasarnya mengambil posisi third position atau yang disebut sebagai “modifikasi

stuktural”. Mereka semua sependapat dengan asumsi dasar analitis dari pendekatan

realisme stuktural, dimana menempatkan sistem internasional sebagai suatu fungsi

simetris dan setiap aktor dapat memaksimalkan power dalam suatu lingkungan anarki.

Dalam kaitannya sebagai intervening variable, ada 5 faktor determinan yang

kemudian menjadi basic causal yang dijelaskan oleh Krasner. 5 faktor determinan tersebut

adalah egoistic self-interest, kekuatan politik, norma dan prinsip, tradisi dan kebiasaan,

dan pengetahuan. Egoistic self-interest menjelaskan bahwa ego menjadi penting dalam

penentuan rezim karena pada dasarnya setiap manusia memiliki keegoan masing-masing.

Seorang yang egois akan memperhatikan perilaku dari yang lain hanya jika perilaku

tersebut akan mempengaruhi apa yang menjadi kepentingan dan egonya. Young

berpendapat ada tiga kondisi dimana rezim terbentuk karena adanya ego, yang pertama

Page 4: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

adalah secara spontan dari penyatuan harapan-harapan dari berbagai tindakan yang ada,

kedua adalah dinegosiasikan dimana rezim terbentuk oleh perjanjian secara eksplisit, dan

yang ketiga adalah sengaja dibentuk dengan adanya intervensi dari pihak eksternal. Yang

kedua adalah kekuatan politik, kekuatan politik menjadi salah satu faktor determinan

karena kekuatan politik digunakan untuk mencapai suatu outcomes yang optimal untuk

sistem secara keseluruhan. Power digunakan untuk mencapai kebaikan bersama dan

mempromosikan nilai-nilai tertentu dari aktor tertentu. Yang ketiga adalah norma dan

prinsip, hal ini mempengaruhi rezim di sebagian masalah pokok tetapi tidak selalu

berhubungan dengan masalah pokok tersebut dapat juga di hargai sebagai penjelasan dari

penciptaan, ketekunan dan menghilangnya rezim. Dalam hubungan internasional, prinsip

yang paling utama adalah kedaulatan. Hedley Bull mengacu pada kedaulatan sebagai

prinsip konstitutif dari sistem internasional saat ini. Yang keempat adalah tradisi dan

kebiasaan dimana kebiasaan mengacu pada pola yang biasa dilakukan dari dasar tingkah

laku dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan pola-pola tersendiri dan tradisi adalah

kebiasaan yang telah berlangsung lama. Sedangkan yang kelima adalah pengetahuan,

dimana pengetahuan mempunyai dampak kebebasan dalam internasional sistem ini harus

dapat diterima luas oleh para pembuat kebijakan.

Singkatnya, rezim adalah entitas yang terdiri dari prinsip, norma, aturan-aturan,

dan terdapat juga prosedur pembuatan keputusan di antara para aktor dimana aktor ini

harus disatukan dalam sebuah kesepakatan mengenai rezim ini. Contoh dari rezim adalah

misal ASEAN jika yang dipandang adalah ASEAN Ways. ASEAN, yang terdiri dari banyak

negara yang terstruktur dan tersistem, tentu tidak bisa dikatakan sebagai rezim. Namun,

apabila yang dilihat adalah ASEAN Ways yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip dan

norma-norma ASEAN seperti non-intevention policy dan non-armed engagement dalam

menangani permasalahan-permasalahan ASEAN serta disertai adanya aturan dan

Page 5: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

prosedur yang mendamping pembuatan keputusan, maka ASEAN dapat dikatakan

sebagai sebuah rezim, rezim ASEAN.

Referensi:

Krasner, Stephen. 1983. Structural Causes and Regime Consequences: Regime as

Intervening Variables, dalam Krasner, Stephen (ed), International Regimes. London:

Cornel University Press

Pola hubungan negara-negara di kawasan Asia Tenggara tidak lepas dari sistem

hubungan internasional. Hubungan tersebut tidak hanya berdimensi kekinian, tapi juga

berorientasi kesejarahan maupun era yang akan datang. Untuk lebih jelasnya, di bawah

ini terdapat pemaparan singkat sekaligus analisa mengenai pola interaksi antara negara-

negara untuk mengatasi masalah konflik keamanan dan keterkaitan hubungan dengan

rezim regional yang ada, yaitu ASEAN.

ASEAN dan Kompleksitas Keamanan di Asia Tenggara

Setelah Perang Dunia II berakhir, banyak bermunculan negara-negara yang baru

merdeka, di Asia Tenggara sendiri semua negara pernah dijajah kecuali Thailand. Diantara

semua negara yang terjajah tersebut, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang

meraih kemerdekaannya dengan perlawanan militer. Pengalaman kolonial tersebut

kemudian mempengaruhi politik luar negeri beberapa tahun kemudian.

Perbedaan etnis mewarnai keadaan negara-negara baru ini, tapi disisi lain juga

menimbulkan pesimistik wilayah. Prospek perdamaian dan keamanan dalam wilayah

terlihat suram. Pemerintah negara anggota ASEAN menghadapi tantangan internal

terhadap kebijakannya, baik dalam masalah komunisme, pemberontakan kelompok etnis,

ataupun perubahan indentitas. Masalah ini bahkan dapat merusak hubungan

Page 6: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

persahabatan antar negara tetangga. Pada tahun 1962, sebagai contoh, Filiphina

membuat klaim atas wilayah Sabah. Jadi, keberadaan organisasi ASEAN bisa dibilang

memang meredam potensi konflik antar anggotanya, namun bukan berarti hilang sama

sekali.[1] Hal ini semakin diperparah oleh orientasi yang berbeda tentang persepsi mereka

tentang ancaman eksternal/persepsi tentang negara besar mana yang paling

menguntungkan bagi kepentingan nasional negara mereka. Sementara itu negara besar,

khususnya negara adidaya yang sedang mencari pengaruh saat Perang Dingin

berlangsung, menanggapi secara aktif fenomena ini dan semakin intens berkiprah dalam

percaturan politik di Asia Tenggara. Kesadaran akan kebutuhan bersama baru muncul

setelah tahun 1967an sampai 1976, sedangkan konsolidasi ”semangat ASEAN” baru

muncul pada fase 1976-1989 karena adanya ancaman dari luar ASEAN yaitu dari

Vietnam. Pada periode 1980-1996 konsiderasi ekonomi mulai lebih santer terdengar dalam

semangat ASEAN, namun semangat tersebut masih ditopang oleh institusi keamanan.

Perlu diketahui bahwa kemunculan ASEAN (1967) awalnya dibentuk sebagai wadah kerja

sama bidang Sosial, ekonomi, dan budaya regional serta membahas secara minoritas

masalah keamanan regional. Namun, dengan pengalaman-pengalaman masalah

keamanan yang muncul kemudian, para pemimpin menyadari bahwa masalah seperti

konfrontasi, separatisme, dan masalah perbatasan maka dibutuhkan kerjasama yang baik

antar negara tetangga.

Secara signifikan, eksistensi dan cara pelaksanaan ASEAN saat itu dibatasi pada

dua masalah utama yang mengacaukan regional ASEAN pada periode awal, yaitu ambisi

Indonesia dan klaim Philipina atas Sabah. Kesalahan penanganan Soekarno pada

perekonomian Indonesia menyebabkan kejatuhannya dan pada tahun 1966, Indonesia dan

Malaysia mengakhiri kofrontasinya. ASEAN pun menjadi tempat institusi dimana Indonesia

dapat memulihkan keyakinan negara tetangga dan melalui pihak ketiga yang dapat

mengurangi ancaman. Usaha manajemen konflik yang dilakukan ASEAN tak hanya

Page 7: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

sebatas itu, tetapi juga menutup peluang negara besar diluar ASEAN seperti AS dan China

untuk dapat melakukan intervensi mendalam. Antipati terhadap “campur tangan” negara

luar dipicu karena adanya perang Vietnam. Pada pertemuan deklarasi ASEAN 1971 yaitu

pembentukan ZOPFAN untuk meminimalisasikan great power AS, Rusia dan China serta

mempertahankan kestabilan ASEAN dalam menyelenggarakan kerjasama internal mereka

sebaik ekonomi dan keamanan yang sekaligus merefleksikan keinginan ASEAN untuk

memisahkan diri mereka dari hegemoni negara-negara besar, pada saat Perang Dingin

terjadi negara di Asia Tenggara ada yang pro AS seperti Filiphina dan Thailand, pro US

seperti Vietnam dan Laos, namun ada juga yang netral seperti Indonesia. Penolakan atas

keberadaan hegemoni ini merupakan bentuk keseimbangan kekuatan yang hadir dalam

rezim ASEAN sebagai salah satu wujud dari agenda kerjasama keamanan.

Dalam pemikiran realis, power menjadi suatu instrumen politik yang lazim dipakai

untuk pencapaian kepentingan terutama oleh hegemon, untuk itulah kerjasama keamanan

dirasa perlu diantara negara-negara ASEAN, karena bila berhadapan satu lawan satu

dengan Amerka Serikat misalnya, mereka tidak akan mampu. Dengan bergabung dalam

Institusi regional otomatis posisi tawar mereka akan naik, sehingga tidak terjadi satu

kekuatan tunggal yang berkuasa karena tersaingi oleh distribusi kekuatan diantara negara-

negara yang menjalin kerjasama tersebut. Karakteristik konflik yang dulu terjadi kemudian

bertansformasi dari keadaan hubungan keamanan intra-ASEAN dari sebuah perseteruan,

ketakutan dan persaingan menjadi hubungan persahabatan, kepercayaan, dan kerjasama.

The Asean Way dan kelemahan ASEAN sejak 1997

Keberadaan ASEAN sebagai institusi dapat difungsikan sebagai salah satu strategi

diplomasi, asosiatif, bilamana hubungan bilateral negara secara formal tidak sanggup

dalam menyelesaikan konflik yang ada. Namun kemajuan yang dialami ASEAN bukanlah

tanpa hambatan. Pada tahun 1997 banyak kalangan, baik di lingkungan ASEAN sendiri

Page 8: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

maupun di dunia internasional, menilai bahwa organisasi ini hampir lumpuh dan dibuat

tidak berdaya oleh berbagai kesulitan yang merupakan akibat dari sejumlah

perkembangan. Pertama, ASEAN dinilai terlalu cepat dalam melakukan perluasan

keanggotaan yang kini telah mencakup seluruh negara Asia Tenggara. Kedua, kesulitan

yang dihadapi ASEAN sekarang ini juga disebabkan oleh terjadinya sejumlah perubahan

fundamental di bidang politik dan ekonomi di beberapa negara kunci, seperti Indonesia,

Thailand, dan Filipina. Ada juga yang menilai bahwa kelemahan ASEAN sekarang ini

disebabkan oleh runtuhnya kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN. Singkatnyanya,

ASEAN dianggap telah kehilangan sentralitas diplomatik yang pernah dinikmatinya selama

dekade 1980-an sampai awal 1990-an, kemudian masalah pelanggaran HAM oleh rezim

militer Myanmar yang berlarut-larut sampai sekarang serta masalah kebakaran hutan di

Indonesia yang menyebabkan kabut asap sampai ke Malaysia, Brunei dan Singapura.

Semua kasus ini menunjukkan tidak efektifnya diplomasi dan ketidakkompakkan diantara

negara anggota ASEAN dalam mengatasi konflik regional atas isu yang sensitif, bahkan

melalui The ASEAN Way sekalipun (negosiasi informal ASEAN untuk membangun

konsensus bersama dalam upaya untuk menghindari konflik).[2]

Kinerja ASEAN Regional Forum (ARF)

Dengan segala kelebihan dan kelemahannya, The ASEAN Way tetap

dipertahankan sampai sekarang, termasuk dalam menyelesaikan masalah terorisme.

Namun perkembangan ASEAN dengan keberadaan ARF, tampaknya dapat menjadi

pelengkap dari kekurangefektivan dari The ASEAN Way. ARF, didirikan 23 Juli 1993,

adalah wadah dan sarana saling bertukar pandangan dan informasi secara terbuka

mengenai berbagai masalah, mulai dari politik, keamanan, lingkungan hidup, dst. Secara

khusus ARF ditunjukan untuk bisa bersama-sama memecahkan masalah keamanan baik

regional maupun internasional. Sasaran yang hendak dicapai melalui ARF adalah

Page 9: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

mendorong saling percaya melalui transparansi dan mencegah kemungkinan timbulnya

ketegangan maupun konflik di kawasan Asia Pasifik. Sebagai satu-satunya forum dialog

keamanan di luar PBB, yang dihadiri kekuatan besar dunia antara lain: Amerika Serikat,

China, Rusia, Uni Eropa dan Jepang, pembahasan dan tukar pandangan dalam ARF

memiliki makna penting dan strategis.[3] Proses ARF lebih mencerminkan “ ide ASEAN

Way” yaitu menjalin hubungan untuk menumbuhkan rasa saling percaya dan kebiasaan

berdialog serta berkonsultasi dalam masalah-masalah keamanan. ARF telah berhasil

meningkatkan kenyamanan diantara para peserta dalam membicarakan isu keamanan.

Sebagai contoh, China telah bersedia untuk membicarakan masalah Laut China Selatan

dalam ARF, yang sebelumnya sulit dilakukan. ARF, dengan segala perundingan dan

konsensusnya bisa dibilang telah berkarakter sangat ASEAN.

Kesimpulan

Kekurangan ASEAN di sana-sini, menunjukkan bagaimana perjuangan jatuh bangunnya

sebuah rezim. Untuk sementara ini memang ARF masih dominan, tapi sampai kapan akan

bertahan, apalagi negara-negara diluar Asia Tenggara sedang bersaing untuk melakukan

proliferasi nuklir yang merupakan ancaman non-konvensional. Untuk itu dibutuhkan suatu

norma yang menjadi standar internasional untuk dijadikan patokan yang bebas dari

tungggangan negara penguasa (hegemon), yang memberi sanksi tegas bagi siapapun

yang melanggarnya. Keberhasilan ARF ini termasuk lumayan, akan lebih bagus lagi bila

diperluas pada aspek ekonomi maupun budaya. Tantangan ini akan terjawab dengan

keberadaan ASEAN+3 dan komunitas ASEAN di era sekarang, apakah akan membawa

keberhasilan atau justru melemahkan/meruntuhkan ASEAN sebagai incumbent South East

regional regime. Semakin banyak keseimbangan kekuatan yang muncul, maka semakin

tenteram dunia ini, hal ini didasari oleh aspek pilihan rasional negara-negara yang tetap

menjadikan kepentingan nasional sebagai prioritas pertama.

Page 10: ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL.docx

Referensi:

Krasner, Stephen. 1983. Structural Causes and Regime Consequences: Regime as

Intervening Variables, dalam Krasner, Stephen (ed), International Regimes. London:

Cornel University Press

Artikel mata kuliah Asia Tenggara bab 2, Pola Hubungan Internasional di Kawasan Asia

Tenggara Setelah Perang Dunia II

Emmers, Ralf. 2003. Cooperative Security and the Balance of Power in ASEAN and the

ARF. London and New York

http://one.indoskripsi.com/node/226 diakses 08 Desember 2012

[1] Artikel mata kuliah Asia Tenggara bab 2, Pola Hubungan Internasional di Kawasan Asia

Tenggara Setelah Perang Dunia II

[2] Ralf Emmers. 2003. Cooperative Security and the Balance of Power in ASEAN and the

ARF. London and New York

[3] http://one.indoskripsi.com/node/226 diakses 09 Desember 2012