asal usul nama tempat di jakarta
Post on 21-Oct-2014
4.719 views
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sebelum Anda "Download" Silahkan "Follow" atau Beri "Like" terlebih dahulu. Thx. Bagi yang membutuhkan INHOUSE TRAINING, Silahkan Hubungi : 0878-7063-5053 (Fast Response). TARIF PELATIHAN SANGAT MURAH !!!TRANSCRIPT
Asal Usul Nama Tempat diJakarta
Asal Usul Nama Tempat di Jakarta
Bab 1
PENDAHULUAN
Kajian sejarah toponomi ini merupakan salah satu upaya dalam menjelaskan sejarah
asal usul nama suatu tempat atau nama kampung yang ada di Jakarta. Ternyata setelah dilakukan penelitian, baik yang bersifat kajian arsip maupun berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa sesepuh dan nara sumber yang layak untuk itu,
menyebutkan nama tempat dan nama kampung yang ada di Jakarta, tidak sekedar nama
saja. Hampir semua nama yang dikaji pada pengkajian nama tempat dan kampung kali
ini, mempunyai riwayat sendiri sendiri. Berdasarkan hasil kajian sejarah nama tempat dan kampung yang ada di Jakarta,
dapat dikelompokkan asal usul nama tersebut sebagai berikut:
1. Nama tempat tersebut berdasarkan suatu peristiwa sejarah yang benar benar terjadi. Suatu peristiwa yang dianggap masyarakat setempat sangat penting dan selalu
menjadi patokan atau dikaitkan dengan nama tempat peristiwa itu terjadi.
2. Nama tempat tersebut dikaitkan dengan vegetasi atau tumbuh tumbuhan yang banyak ditemukan disuatu tempat. Nama tumbuh tumbuhan yang banyak di suatu tempat, lama kelamaan menjadi nama tempat tersebut.
3. Nama tempat tersebut dikaitkan dengan nama seorang tokoh yang pernah bermukim atau yang memiliki tempat tersebut. Karena terkenalnya seseorang disuatu tempat,
maka menyebabkan masyarakat lebih mengenal tokoh tersebut, lama kelamaan nama
tokoh itu menjadi menjadi nama tempat dan sekaligus sebagai penanda tempat atau
kampung.
4. Nama tempat tersebut dikaitkan dengan bentukan alam atau letak suatu ditempat tertentu. Masyarakat mengaitkan nama suatu tempat dengan bentukan alam yang khas
di suatu tempat,
5. Nama suatu tempat atau kampung dikaitkan dengan konsentrasi sekelompok orang (pendatang) yang bermukim di suatu tempat tertentu. Masyarakat setempat
mengaitkan nama suatu tempat dengan nama suku atau nama etnis ataupun nama
tempat asal pendatang yang mendiami tempat tersebut.
6. Nama suatu tempat atau kampung dikaitkan dengan nama hewan atau nama binatang yang banyak ditemukan ditempat tersebut.
ASAL USUL NAMA TEMPAT Ancol
Kawasan ancol terletak disebelah timur Kota Tua Jakarta, sampai batas kompleks
Pelabuhan Samudera Tanjungpriuk. Dewasa ini kawasan tersebut dijakdikan sebuah
Kelurahan dengan nama yang sama, termasuk wilayah kecamatan Pademangan,
Kotamadya Jakarta Utara.
Ancol mengandung arti tanah mendidih berpaya paya Dahulu, bila laut sedang pasang air payau kali Ancol berbalik kedarat menggenangi tanah sekitarnya sehingga
terasa asin. Wajarlah bila orang orang Belanda zaman VOC menyebut kawasan tersebut sebagai Zoutelande. tanah asin sebutan yang juga diberikan untuk kubu pertahanan yang dibangun di situ pada tahun 1656(De Haan 1935:103 104). Untuk menghubungkan Kota Batavia yang pada zaman itu berbenteng dengan kubu
tersebut, sebelumnya telah dibuat terusan, yaitu Terusan Ancol, yang sampai sekarang
masih dapat dilayari perahu. Kemudian dibangun pula jalan yang sejajar dengan terusan.
Pembuatan terusan, jalan dan kubu pertahanan di situ, karena dianggap srtategis
dalam dalam rangka pertahanan kota Batavia. Sifat strategis kawasan Ancol rupanya
sudah dirasakan pada masa agama Islam mulai tersebar didaerah pesisir Kerajaan Sunda.
Dalam Koropak 406, Carita Parahiyangan, Ancol disebut sebut sebagai salah satu medan perang disamping Kalapa Tanjung Wahanten (Banten) dan tempat tempat lainnya pada masa pemerintahan Surawisessa(1521 1535).
Angke
Merupakan sebutan sebuah kampung yang terkenal dengan mesjid tua yang
bernama Mesjid Al Anwar, yang dibangun sekitar tahun 1714. Sekarang kampung Angke, Kecamatan Tambora Jakarta Barat.
Asal usul kata angke berasal dari bahasa Cina dengan dua suku kata, yaitu ang yang artinya darah dan Ke yang artinya bangkai. Kampung ini dinamakan Angke karena
adanya peristiwa sejarah yang sangat berhubungan dengan sejarah kota Batavia. Pada
tahun 1740 ketika terjadi pemberontakan orang orang Cina di Batavia, ribuan orang Cina dibantai oleh Belanda.
Mayat orang orang Cina yang bergelimpangan dibawa dan dihanyutkan ke kali yang ada didekat peristiwa tersebut, sehingga kampung dan kali yang penuh dengan
mayat itu diganti penduduk dengan nama Kali Angke dan kampung Angke. Sebelum
peristiwa itu terjadi, kampung itu namanya adalah kampung Bebek, hal ini karena orang
Cina yang tinggal dikampung itu banyak yang berternak bebek.
Lokasi kampung bebek sangat strategis untuk memelihara bebek karena dekat
dengan sungai.
Batu Ampar
Batu Ampar yang merupakan bagian dari kawasan Condet, bahkan biasa disebut
Condet Batuampar, dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Batuampar,
Kecamatan Keramatjati, Kotamadya Jakarta Timur. Wilayah kelurahan Batuampar di
sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kelurahan Balekambang, (lengkapnya Condet
Balekambang), yang dalam sejarahnya berkaitan satu sama lain.
Ada legenda yang melekat pada nama tempat tersebut sebagaimana diceritakan
oleh orang orang tua di Condet kepada Ran Ramelan, penulis buku kecil berjudul Condet, sebagai berikut.
Pada jaman dulu ada sepasang suami istri, namanya Pangeran Geger dan Nyai
Polong, memeliki beberapa orang anak. Salah seorang anaknya, perempuan, diberi nama
Siti Maemunah, terkenal sangat cantik. Waktu Maemunah sudah dewasa dilamar oleh
Pangeran Tenggara atau Tonggara asal Makasar yang tinggal di sebelah timur Condet,
untuk salah seorang anaknya, bernama Pangeran Astawana.
Supaya dibangunkan sebuah rumah dan sebuah tempat bersenang senang di atas empang, dekat kali Ciliwung, yang harus selesai dalam waktu satu malam. Permintaan itu
disanggupi dan terbukti, menurut sahibulhikayat, esok harinya sudah tersedia rumah dan
sebuah bale di sebuah empang di pinggir kali Cliwung, sekaligus dihubungkan dengan
jalan yang diampari dengan batu, mulai dari tempat kediaman keluarga Pangeran
Tenggara . Demikianlah, menurut cerita, tempat yang dilalui jalan yang diampari batu itu
selanjutnya disebut Batuampar, dan bale (Balai) peristirahatan yang seolah olah mengambang di atas air kolam dijadikan nama tempat . Balekambang.
Pada awal abad keduapuluh di Batuampar terdapat perguruan silat yang
dipimpin antara lain oleh Maliki dan Modin (Pusponegoro, 1984, IV:295). Pada tahun
1986, seorang guru silat di Batuampar, Saaman, terpilih sebagai salah seorang tenaga
pengajar ilmu bela diri itu di Negeri Belanda, selama dua tahun. Tidak mustahil,
kemahiran Saaman sebagai pesilat, sehingga terpilih menjadi pengajar di mancanegara
itu, adalah kemahiran turun temurun.
Betawi
Merupakan sebutan lain untuk kota Jakarta dan sekaligus sebutan untuk
masyarakat pribumi yang berdiam di Jakarta Asal usul penyebutan nama Betawi ini ada beberapa versi.
Versi pertama menyebutkan bahwa nama Betawi berasal dari pelesetan nama
Batavia. Nama Batavia berasal dari nama yang diberikan oleh J.P Coen untuk kota yang
harus dibangunnya pada awal kekuasaan VOC di Jakarta. Kota Batavia yang dibangun
Coen itu sekarang disebut Kota atau Kota lama Jakarta. Karena asing bagi masyarakat
pribumi dengan kata Batavia, maka sering dibaca dengan Betawi.
Versi kedua menyebutkan bahwa nama Betawi mempunyai sastra lisan yang
berawal dari peristiwa sejarah yang bermula dari penyerangan Sultan Agung (Mataram)
ke Kota berbenteng , Batavia. Karena dikepung berhari hari dan sudah kehabisan amunisi, maka anak buah (serdadu) J.P. Coen terpaksa membuat peluru meriam dari
kotoran manusia Kotoran manusia yang ditembakkan kepasukan Mataram itu
mendatangkan bau yang tidak sedap, secara spontan pasukan Mataram yang umumnya
adalah orang Jawa berteriak menyebut mambu tai.., mambu tai. Kemudian dalam percakapan sehari hari sering disebut Kota Batavia dengan kota bau tai dan selanjutnya berubah dengan sebutan Betawi.
Bidaracina
Bidaracina dewasa ini menjadi nama sebuah kelurahan, kelurahan Bidaracina,
Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur.
Menurut beberapa informasi, kawasan tersebut dikenal dengan nama Bidaracina,
karena pada waktu terjadi pemberontakan orang orang Cina di Batavia dan sekitarnya terhadap Kompeni pada tahun 1740, ribuan dari mereka terbunuh mati, bermandi darah.
Di antaranya di tempat yang kemudian disebut Bidaracina itu.
Informasi tersebut tidak mustahil mengandung kebenaran walaupun
mengundang beberapa pertanyaan, kenapa hanya dikawasan itu yang disebut Bidaracina,
karena banyak orang Cina mati bermandikan darah?. Padahal peristiwa pembunuhan itu
konon terjadi di pelosok Kota Batavia dan sekitarnya. Kenapa tidak di sebut Cina
berdarah, sesuai dengan kaidah bahasa Melayu, yang kemudian berubah menjadi
cinabedara, selanjutnya menjadi cinabidara?
Perkiraan lainnya, asal nama kawasan tersebut dari bidara yang ditanam oleh
orang Cina di situ. Bidara, atau bahasa ilmiahnya Zizyphus jujube Lam, famili Rhanneae,
adalah pohon yang kayunya cukup baik untuk bahan bangunan,. Akar