arus balik di teluk benoa

8
Arus Balik di Teluk Benoa Oleh: Anton Muhajir Situsweb: pindai.org | Twitter:@pindaimedia | Surel: [email protected]

Upload: pindai-media

Post on 09-Aug-2015

133 views

Category:

News & Politics


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Arus Balik di Teluk Benoa

Arus Balik di Teluk Benoa

Oleh:

Anton Muhajir

Situsweb: pindai.org | Twitter:@pindaimedia | Surel: [email protected]

Page 2: Arus Balik di Teluk Benoa

PINDAI.ORG - Arus Balik Teluk Benoa

H a l a m a n 2 | 8

Arus Balik di Teluk Benoa

Oleh Anton Muhajir

Di balik perlawanan terhadap reklamasi Teluk Benoa, para penolak harus menghadapi teror dan

ancaman.

TELUK BENOA, 15 Agustus 2014. Layar Priatna mengangkat keris tinggi-tinggi. Berpakaian adat Bali

sederhana dengan kaos dominan putih, sarung kamen, dan ikat kepala (udeng), ia berdiri siaga

memancang kuda-kuda, “Rakyat Bali siap puputan untuk membatalkan reklamasi Teluk Benoa.” Lalu ia

menusukkan keris ke dadanya. Sekitar 1.500 orang di sekelilingnya berteriak dan bergemuruh.

Sore itu Priatna melakukan ritual yang disebut ngurek, bagian dari tahap upacara Hindu Bali. Pelaku

ngurek mengalami kesurupan, dan tidak ada yang berdarah atau terluka. Ngurek juga menjadi simbol

kepasrahan demi tujuan lebih besar. Bagi pria berumur 40-an tahun itu, yang menjadi Koordinator Forum

Masyarakat Renon Tolak Reklamasi, ngurek adalah simbol kesediaan untuk berkorban bahkan puputan

sekalipun.

Puputan bermakna perang hingga titik darah penghabisan, dan dalam sejarah di pulau ini ada dua

peristiwa yang dikenang secara heroik: Puputan Badung pada September 1906 dan Puputan Klungkung

pada April 1908. Keduanya melawan tentara kolonial Belanda.

Lebih dari satu abad kemudian, warga Bali bertekad melakukan hal sama. Kali ini diarahkan pada

investor yang berencana menguruk Teluk Benoa di kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Ia

semacam arus balik terhadap laju investasi pariwisata di Bali.

Arus balik itu terjadi salah satunya dalam aksi tolak reklamasi pada 15 Agustus 2014 di Teluk Benoa.

Dalam barisan rapi, sekitar 150 perahu bergerak dari sisi timur Tanjung Benoa menuju Teluk Benoa di

sisi barat tanjung. Aneka jenis perahu, dari jetski hingga banana boat maupun jukung, dipenuhi para

penolak reklamasi. Dalam satu komando mereka membawa poster, spanduk, bendera, dan bermacam

materi aksi lain. Barisan perahu yang bergerak itu—dan secara kebetulan bersamaan adanya kapal perang

menuju Pelabuhan Benoa di sisi utara Teluk—bagi saya, telah menciptakan suasana dramatis.

Kawasan Seksi

Secara geografis, Teluk Benoa memang seksi, terletak di teluk bagian selatan Bali. Seluas 1.988 hektar,

secara administratif terletak di dua daerah terkaya di Bali: Kota Denpasar dan Kabupaten Badung,

meliputi Kecamatan Denpasar Selatan, Kuta dan Kuta Selatan. Perairan Teluk dikelilingi 12 desa dan

kelurahan. Secara ekonomi dan politik pariwisata, kawasan ini juga strategis, terletak di antara segi tiga

emas sekaligus jantung pariwisata Bali: Sanur di sisi utara, Kuta di sisi barat, dan Nusa Dua di sisi

selatan.

Sanur termasuk daerah perintis pariwisata. Di sini terdapat Prasasti Blanjong, menurut sejarawan sebagai

prasasti tertua memuat sejarah tertulis tentang Bali. Juga ada Inna Grand Bali Beach, hotel bintang lima

pertama yang dibangun pada 1966. Sanur menyedot turis-turis penggemar pantai yang menghadirkan

pemandangan matahari terbit.

Sementara Kuta, saat ini bisa dibilang kiblat pariwisata, dikenal sebagai desa internasional yang jadi

magnet wisatawan dari penjuru dunia. Pesona pantai dengan matahari tenggelam telah memikat jutaan

turis asing terutama anak-anak muda. Adapun Nusa Dua adalah kawasan paling elite, memiliki kompleks

Page 3: Arus Balik di Teluk Benoa

PINDAI.ORG - Arus Balik Teluk Benoa

H a l a m a n 3 | 8

hotel untuk konferensi yang dikelola Bali Tourism Development Corporation. Ia jadi lokasi bermacam

pertemuan internasional, termasuk agenda tahunan Bali Democracy Forum era pemerintahan Susilo

Bambang Yudhoyono.

Posisi Teluk Benoa makin seksi karena diapit dua fasilitas publik penting, Pelabuhan Benoa di sisi utara

dan Bandara Ngurah Rai Bali di sisi barat. Keduanya pintu masuk utama Bali, selain Pelabuhan

Gilimanuk di ujung barat sebagai pintu masuk jalur darat. Sekitar 98 persen turis yang berwisata ke Bali

melalui jalur bandara.

Sejak September 2013, Teluk Benoa dilalui jalan tol pertama di Bali, Jalan Tol Bali Mandara, sepanjang

12,7 kilometer yang menghubungkan ketiga pusat keramaian: Bandara Ngurah Rai, Denpasar, dan Nusa

Dua. Jalan ini jadi urat nadi baru terutama bagi pelaju ke Nusa Dua.

Incaran Investor

Karena lokasinya strategis, Teluk Benoa sudah lama menjadi incaran investor. Sejak 1994, investor

tertarik menanamkan modal pariwisata di teluk ini. Salah satunya PT Bali Benoa Marina, berencana

membangun pelabuhan kapal pesiar dan marina, hotel, resort, perumahan, dan lapangan golf berkelas

dunia. Lokasinya persis di teluk yang sekarang akan direklamasi. Dalam dokumen rencana induk yang

dibuat perusahaan konsultan pembangunan dan desain PT. Cameron Chisholm Nicol Indonesia, di

kawasan mewah ini akan dibangun empat pulau baru seluas 270 hektar.

Menurut rencana perusahaan pada 1996, keempat pulau ini dirancang untuk keperluan spesifik. Pulau

Utama sekaligus pelabuhan kapal seluas 43,7 hektar, Pulau Bali Village (39,5 hektar), Pulau Lapangan

Golf (164 hektar), dan Pulau Venice (22 hektar). Pulau paling luas justru lapangan golf 18-hole yang

nantinya dikelilingi hotel, resort, dan perumahan. Total investasi perusahaan saat itu 260 juta dolar AS.

Target pasarnya kalangan kelas atas.

Ketika PT Bali Benoa Marina menyiapkan rencana tahun itu, di sisi utara Teluk Benoa juga berjalan

megaproyek lain, yakni reklamasi Pulau Serangan di bagian selatan Denpasar. Semula terpisah dari Bali

daratan, kini pulau ini terkenal tempat pembiakan penyu. Ia dikelola PT Bali Turtle Island Development,

pemiliknya Bambang Trihatmodjo dan Hutomo Mandala Putra—keduanya putra presiden Soeharto—

serta Kodam IX/Udayana. Mereka ingin membangun fasilitas pariwisata.

Demi ambisi itu, perusahaan Bali Turtle mereklamasi Pulau Serangan hingga 481 hektar, atau sekitar

empat kali lipat dari luas awal Pulau Serangan. Ada kompleks pariwisata mewah, lapangan golf, resort,

laguna, dan sarana wisata air macam yacht club, beach club house, dan vila. Ada pula pusat penelitian

penyu, hotel, dan restoran. Sejak 1995, proyek itu dilaksanakan. Ada kanal pemisah dari pulau lama

tempat sekitar 2.500 warga bermukim di sana, dengan pulau baru yang sepenuhnya milik perusahaan.

Meski sempat ditolak pelbagai kelompok warga, termasuk warga Serangan sendiri, reklamasi Pulau

Serangan tetap berjalan. Ini berbeda dengan PT Bali Benoa Marina yang saat itu baru memetakan rencana

induk.

Namun, kedua proyek ambisius itu terhenti kala krisis ekonomi dan politik menghantam Indonesia pada

1997-1998. PT Bali Benoa Marina belum sempat memulai proyek sementara PT Bali Turtle telah

mengerjakan reklamasi sekitar 90 persen dari rencana awal. Sekira 75 persen dari total luas lahan di Pulau

Serangan itu mangkrak, yang belum ada kejelasan hingga kini.

Babak Baru

Enam belas tahun kemudian, muncullah PT Tirta Wahana Bahari Internasional yang berencana

membangun fasilitas pariwisata mewah di Teluk Benoa. Perusahaan yang begerak di bidang

Page 4: Arus Balik di Teluk Benoa

PINDAI.ORG - Arus Balik Teluk Benoa

H a l a m a n 4 | 8

pengembangan, pembangunan, dan jasa pengelolaan usaha properti ini berkantor di Badung. Pengurusnya

Hendi Lukman sebagai direktur dan Henry Handayani Sutanto sebagai komisaris.

Hendi Lukman juga menjabat Direktur Pengembangan Usaha PT Jakarta International Hotels dan

Development Tbk. Perusahaan yang berdiri sejak 1969 ini membangun dan mengelola hotel, perkantoran,

pertokoan, apartemen, dan pusat niaga.

PT Jakarta International adalah pemilik Hotel Borobudur Jakarta, Discovery Hotel & Resort

Management, dan PT Danayasa Arthama Tbk. Nama terakhir merupakan pengembang dan pengelola

kawasan niaga terpadu SCBD Sudirman, Jakarta Selatan.

Henry Sutanto juga komisaris PT Kharisma Arya Paksi, pemilik Hotel Discovery Kartika Plaza dan

Discovery Shopping Mall di Kuta. Kartika Plaza juga memiliki hotel di pelbagai daerah seperti Hotel

Borobudur di Jakarta dan Hotel Gaja di Pekanbaru. Sementara Discovery Shopping Mall merupakan salah

satu pusat perbelanjaan terkemuka di Bali. Semua berinduk ke Artha Graha Network milik taipan Tomy

Winata..

Guna melapangkan rencana itu, sejak 12 September 2012, PT. Tirta Wahana menggandeng kerjasama

dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana berupa riset dengan

kontrak selama lima tahun. Pusat studi itu membuat apa yang disebut Tim Studi Kelayakan Revitalisasi

Kawasan Teluk Benoa Bali. Hasilnya, laporan Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan

Perairan Teluk Benoa, Bali. Menurut laporan itu, PT Tirta Wahana akan membangun bermacam fasilitas

seperti lokasi penghijauan, tempat ibadah, taman budaya dan rekreasi, fasilitas sosial dan umum serta

olahraga, tempat tinggal dan akomodasi, tempat komersial, dan aula multifungsi.

Taman rekreasi dirancang bisa sekelas Disneyland. Ada pula perumahan marina dan pinggir pantai, demi

memungkinkan akses langsung kapal atau yacht untuk bersandar di dermaga laut. Juga ada apartemen dan

hotel. Sementara fasilitas olahraga berupa lapangan golf.

Rencana PT. Tirta Wahana serupa dengan kedua perusahaan terdulu yang mangkrak: sama-sama akan

melakukan reklamasi. Menurut hasil studi, reklamasi akan memakai pasir dari Pantai Sawangan di sisi

selatan Pulau Bali dan Pulau Sekotong di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Hendi Lukman mengatakan apa yang disebut “revitalisasi Teluk Benoa” untuk alasan memperbaiki

kondisi Teluk yang makin tersedimentasi dan mengancam hutan bakau, dan peluang itu muncul sejak

rencana perluasan dan pembangunan jalan tol di atas perairan laut, sebagaimana dikutip Republika.

Niatan PT. Tirta Wahana ini sejalan kebijakan di tingkat nasional, yakni Masterplan Percepatan dan

Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia di mana Bali termasuk dalam salah satu koridor yang

berfokus pada pariwisata dan pangan. Teluk Benoa dinilai sebagai Kawasan Perhatian Investasi termasuk

rencana perusahaan Tomy Winata ini yang akan mereklamasi teluk.

Penolakan

Begitu rencana muncul, penolakan merebak terutama dari pelbagai kelompok warga di Bali selatan. Salah

satunya warga Desa Sidakarya di Kecamatan Denpasar Selatan. Meski tak terhubung langsung dengan

Teluk Benoa, tapi ada dua sungai (tukad) yang melewati desa ini dan bermuara di Teluk, yakni Tukad

Rangda dan Tukad Punggawa. Warga desa khawatir desa mereka akan terimbas banjir jika Teluk Benoa

direklamasi.

Kekhawatiran ini muncul mengingat ketinggian Desa Sidakarya hanya 2 meter dari permukaan laut dan

berjarak sekitar 2 km dari pantai selatan Denpasar. Kombinasi keduanya itu membikin desa ini rentan

banjir pada musim hujan, sebagaimana pernah menerjang desa pada 2009. Air keruh dan kecoklatan dari

dua sungai meluap hingga setinggi sekira 1 meter di kawasan perumahan.

Page 5: Arus Balik di Teluk Benoa

PINDAI.ORG - Arus Balik Teluk Benoa

H a l a m a n 5 | 8

Pengalaman ini menyisakan trauma pada warga. I Made Suardana, seorang Kelian atau Kepala Banjar di

Sidakarya mengatakan, tiap purnama pun air di dua sungai sudah susah mengalir ke laut karena posisinya

sama tinggi dan besar, “Ditambah hujan, (ketinggian) air pasti sama dengan jalan. Dengan demikian kami

yakin kalau reklamasi terjadi, kami pasti kebanjiran.”

Selain itu, kecemasan warga berdasarkan satu riset lingkungan, misalnya yang dikerjakan Conservation

International, lembaga konservasi berbasis di Amerika Serikat dan punya kantor perwakilan di Bali. Dari

hasil riset, Teluk Benoa ibarat reservoir atau tempat penampungan dari lima daerah aliran sungai yang

bermuara ke Teluk, yakni Badung, Mati, Tuban, Sama, dan Bualu. Ada pula sungai yang memengaruhi

Teluk di sisi luar utara dari alur rawa, yaitu Tukad Loloan, Tukad Ngenjung, Tukad Punggawa, dan tukad

Buaji.

Made Iwanatana, peneliti Conservation International, mengatakan reklamasi Teluk Benoa secara langsung

mengurangi volume tampungan banjir, “Ketika terjadi hujan, air laut pasang. Daerah sekitarnya akan

kebanjiran.” Ia merujuk daerah macam Sanur Kauh, Suwung Kangin, Pesanggaran, Pemogan, Simpang

Dewa Ruci, Bandara Ngurah Rai dan Tanjung Benoa. Semuanya di sekitar Teluk Benoa.

Tak hanya warga Sidakarya yang menolak, dengan membentuk Jaringan Aksi Tolak Reklamasi

Sidakarya. Kelompok penolak lain bermunculan seperti Tanjung Benoa Tolak Reklamasi maupun Forum

Pemerhati Pembangunan Bali Kedonganan. Alasannya beragam, tapi yang paling mengemuka memang

ketakutan daerah mereka terkena banjir bila terjadi reklamasi.

Menurut I Gede Sudiana, ketua kelompok penolak dari Desa Kedonganan, reklamasi juga akan

mematikan matapencaharian nelayan setempat. Ada sekurangnya 200 nelayan di Teluk Benoa. “Jika

tempat kami mencari ikan nanti direklamasi, ke mana kami harus mencari sumber penghidupan,” ujarnya.

Selain itu rencana reklamasi akan mematikan sumber lain pendapatan warga. Selama ini Kedonganan jadi

pusat restoran khas ikan laut yang dimiliki warga, berderet di sisi barat pantai menghadap Bandara

Ngurah Rai. “Kalau ada pusat pariwisata baru, apalagi didukung kapital lebih besar, kami yakin tempat

wisata di desa kami akan mati karena kalah bersaing,” ujar Sudiana.

Penolakan warga Kedonganan diwujudkan lewat aksi pemasangan spanduk dan pengibaran layang-layang

bertuliskan Kedonganan Tolak Reklamasi di beberapa tempat di desa mereka Agustus lalu.

Induk Perlawanan

Suara penolakan bergelombang dan meluas, umumnya dikoordinasi para pemuda lewat spanduk dan

baliho. Baliho penolakan muncul di Sukawati, Gianyar, sekitar 20 km dari Teluk Benoa.

Kadek Tila, pemuda Sukawati mengatakan, “Sekarang saja sudah kena abrasi, apalagi kalau nanti

reklamasi Teluk Benoa jadi dilakukan.”

Menurut Tila, desa-desa di sisi selatan kabupaten Gianyar adalah daerah rentan terkena dampak abrasi.

Pantai-pantai selatan di kecamatan ini antara lain Pantai Ketewel, Purnama, dan Lebih. Hingga awal

1990-an, pantai-pantai itu masih menjorok ke lautan. Namun, begitu ada reklamasi Pulau Serangan pada

1995-1997, daerah ini makin terpapar abrasi parah. Bangunan seperti kafe, wantilan, dan rumah hancur

akibat kerasnya abrasi.

“Jika nantinya reklamasi Teluk Benoa jadi dilakukan, habislah pantai di desa kami,” ujar Tila.

Suara beruntun penolakan itu lalu menginduk ke satu forum, yaitu Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi

(ForBALI). Ia diinisiasi para aktivis, mahasiswa, dan musisi. Turut pula beberapa lembaga seperti

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Mitra Bali, Sloka Institute, Pusat Pendidikan Lingkungan

Hidup (PPLH), dan lain-lain. Musisi dan band ternama datang dari Superman is Dead, Nosstress,

Navicula, dan sebagainya.

Page 6: Arus Balik di Teluk Benoa

PINDAI.ORG - Arus Balik Teluk Benoa

H a l a m a n 6 | 8

Banyak pula komunitas pemuda banjar atau Sekaa Teruna Teruni bergabung ForBALI. Mereka tersebar

hampir di semua kabupaten. Hingga akhir September 2014, ada sekitar 70 komunitas bergabung di

ForBALI. “Suara-suara perlawanan itu menunjukkan reklamasi Teluk Benoa memang menjadi masalah

bagi seluruh warga Bali,” kata Koordinator ForBALI Wayan Gendo Suardana.

Penolakan melalui pelbagai cara. ForBALI melakukan aksi ribuan orang ke kantor gubernur maupun

parlemen daerah. Aksi macam ini setidaknya telah belasan kali digelar sejak setahun lalu. Aksi lain

misalnya melalui konser musik, kampanye media sosial, diskusi, lobi, hingga sembahyang Hindu. Dalam

tiap aksi, ribuan peserta datang dari pelbagai latar belakang di antaranya aktivis, pekerja kreatif, pelajar,

mahasiswa, fans musik, musisi, dan ibu rumahtangga. Ia mewakili lintas kelas sosial, minat, dan profesi.

Tuntutan mereka, selain menolak rencana reklamasi, juga mendesak Susilo Bambang Yudhoyono—yang

berakhir masa kekuasaan pada Oktober 2014—membatalkan Peraturan Presiden No. 51/2014. Peraturan

yang diteken Yudhoyono pada 31 Mei 2014 ini mengubah status kawasan Teluk Benoa menjadi kawasan

budidaya dari semula kawasan lindung. Artinya, Teluk Benoa yang awalnya daerah konservasi bisa

dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi termasuk pariwisata.

Teror dan Intimidasi

Namun, arus pasang penolakan warga di penjuru Bali berbuah teror dan intimidasi. Bentuknya beragam

dari perobekan baliho, intimidasi oleh preman, hingga penjara.

I Kadek Bobby Susila, pemuda Banjar Suwung Kauh di Denpasar Selatan, salah seorang yang kali

pertama mengalami intimidasi. Bermukim di sisi utara Teluk Benoa, Bobby dan pemuda desa lain

menolak rencana reklamasi dengan memasang baliho, selain terlibat aksi-aksi ForBALI. Mereka

memasang baliho seukuran 2x3 meter pada Mei 2014, bertuliskan Jangan Tenggelamkan Kami Pak SBY.

Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Ia sengaja ditaruh di jalan utama antara Bandara Ngurah Rai dan

Denpasar. Targetnya jelas: menyambut kedatangan presiden Yudhoyono yang akan meresmikan

pembukaan Pesta Kesenian Bali pada Juni 2014. Namun, menjelang kedatangan Yudhoyono, polisi

menurunkan baliho itu. Meski begitu, mereka tambah semangat dengan memasang kembali baliho dan

berukuran lebih besar sekira 5x3 meter.

Baliho serupa bermunculan di pelbagai tempat. Tak hanya di sekitar Teluk Benoa, muncul pula di

Denpasar, Gianyar, Jembrana, Klungkung, bahkan Bangli di pegunungan Bali.

Perusakan sejumlah baliho kemudian terjadi akhir Agustus 2014 oleh “orang tak dikenal” dengan cara

digunting bagian bawahnya atau dirobohkan. Dalam satu malam perusakan ini berlangsung di 11 tempat

di Denpasar dan sekitarnya.

“Robekannya rapi dan sistematis. Pelakunya pasti orang suruhan dan profesional,” ujar Bobby.

Namun, alih-alih meredam aksi, para penolak kian giat. Dari semula satu baliho, tiap komunitas

memasang lebih banyak lagi. Pemasangnya tak hanya kelompok pemuda banjar tapi juga forum kepala

desa, ibu PKK, anak sekolah, hingga fans Superman is Dead. Baliho-baliho macam ini mudah ditemukan

di penjuru Bali terutama di bagian selatan. Untuk menghindari tak terjadi perusakan, sebagian ada yang

berjaga. Ada pula yang memasang jebakan seperti dilakukan pemuda Sidakarya. “Kami pasang pecahan

kaca di sekitar baliho. Biar perusaknya kena,” kata Suardana sambil tertawa.

Bentuk lain intimidasi berupa tekanan dari para preman, biasanya datang ke tempat-tempat aksi ForBALI

atau kelompok penolak lain.

Salah satunya saat aksi menolak reklamasi di mana Layar Priatna melakukan ritual ngurek dan

menyatakan siap puputan. Aksi ini disiapkan di sisi timur Pantai Tanjung Benoa. Selain aksi bersama ke

Teluk Benoa di sisi barat tanjung, sehingga harus memutar, ada pula konser musik dari para musisi.

Page 7: Arus Balik di Teluk Benoa

PINDAI.ORG - Arus Balik Teluk Benoa

H a l a m a n 7 | 8

Kadek Duarsa, warga Tanjung Benoa dan Ketua Lembaga Perwakilan Masyarakat, menuturkan bahwa

sekitar satu jam sebelum aksi, beredar informasi akan ada penyerbuan dari salah satu organisasi massa.

Namun, warga lain mengatakan massa tersebut hanya akan “memantau aksi.”

Meski demikian, warga bersiaga. Mereka menyiapkan senjata. “Kami tetap berjaga-jaga karena tidak mau

mati konyol,” ujar Duarsa, yang juga pemimpin Tanjung Benoa Tolak Reklamasi.

Di antara warga bersiap bila terjadi bentrok. Dua dari tiga pemuka Desa Tanjung Benoa bahkan sudah

mengizinkan bentrok.

“Saya bilang ke polisi dan tentara di sana, silakan massa datang untuk memantau. Tapi, jika sampai ada

salah satu dari alat aksi atau orang peserta aksi yang kena pukul atau intimidasi, maka kami akan tutup

jalan utama dan menjadikan Tanjung Benoa sebagai tempat perang dengan mereka,” kata Duarsa.

Sekitar pukul 14:00, satu jam menjelang aksi, 300-an orang berbadan kekar berpakaian hitam-hitam

datang ke pantai. Mereka duduk di belakang panggung utama tempat orasi dan menyanyi para musisi.

Mereka hanya mengawasi massa aksi. Warga Tanjung Benoa bersama sekitar 1.500 peserta aksi sudah

turun ke laut dan naik perahu masing-masing. Namun sebagian justru menyiapkan diri untuk bentrok.

Untuk mencegah bentrokan, Duarsa mendekati polisi dan tentara, “Saya minta mereka untuk menyuruh

massa tersebut pindah. Jika tidak, saya tidak bisa menjamin keselamatan mereka.” Massa pun pindah.

Peserta melanjutkan aksi hingga sekitar dua jam kemudian.

Masuk Penjara

Intimidasi serupa juga dialami warga Sidakarya. Sebagian bahkan masuk penjara.

Itu bermula dari aksi Jaringan Aksi Tolak Reklamasi Sidakarya pada 16 Februari 2014. Sekitar 200 warga

berpakaian adat menolak rencana reklamasi di depan kantor kelurahan. Mereka membubuhkan cap

jempol darah dan tandatangan di spanduk penolakan. Sesudahnya spanduk digantung di depan kantor

kelurahan dan di tepi sungai. Warga juga mengirimkan surat penolakan ke Gubernur Bali Mangku Pastika

dan Presiden Yudhoyono.

Sepuluh hari kemudian, I Wayan Saniyasa, I Wayan Adi Jayanatha, I Made Murdana, dan I Wayan

Tirtayasa membawa spanduk dan memasangnya di depan kantor gubernur. Selain menyerahkan bingkisan

berisi penolakan kepada salah satu staf gubernur dan ketua parlemen daerah. Mereka kecewa karena

tuntutan tak pernah direspons gubernur setelah sembilan hari.

Seketika Mangku Pastika meradang. Mantan Kapolda Bali ini marah karena ada tulisan yang dianggapnya

ancaman. Isinya “Penggal Kepala Mangku P.” Tulisan ini di bagian kiri salah satu spanduk dengan posisi

tulisan vertikal padahal hampir semua tulisan di spanduk itu horisontal. Pastika melapor ke polisi.

“Saya hanya ingin tanya sama yang nulis, (apakah) bener mau penggal kepala saya? Segitu bencikah

orang ini kepada saya? Saya sudah siapkan parang terbaru dan tajam di ruangan saya. Berani tidak orang

ini penggal kepala saya?” kata Pastika, dimuat koran lokal Bali Tribune.

Malamnya, polisi-polisi berpakaian sipil bergerak ke Desa Sidakarya untuk menangkap empat warga

yang membawa spanduk. Mereka menyebar di tiga jalur utama desa. Sebaliknya, warga bersiap

menghadapi polisi dan menghalangi penangkapan.

Polisi berseliweran hingga pukul 22:00. “Situasi mencekam karena ada pesan berantai lewat BBM tentang

orang-orang tidak dikenal yang mengepung desa kami,” kata I Made Suardana. Namun, malam itu tidak

ada penangkapan.

Page 8: Arus Balik di Teluk Benoa

PINDAI.ORG - Arus Balik Teluk Benoa

H a l a m a n 8 | 8

Esok harinya Suardana mendapat informasi akan ada penyergapan. Ia meneruskan kepada warga

termasuk ke empat anggota Jaringan Aksi Tolak Reklamasi Sidakarya yang akan ditangkap. Pada pukul

11:00 jumlah anggota tim buser makin banyak. Mereka mendekat ke banjar.

Sekitar pukul 14:00, barulah ada polisi berpakain dinas dari Bimas Sidakarya. Ia mendatangi warga yang

berkumpul di balai banjar dan meminta agar menyerahkan empat warga itu yang dituduh telah

mengancam Gubernur Mangku Pastika.

“Saya bilang, silakan tapi jangan di luar. Mereka yang harus datang ke saya. Dia minta jaminan ke saya.

Saya orang hukum sudah memberikan jaminan,” kata Suardana yang juga pengacara.

“Kami sudah sepakat. Kalau aparat mengambil tanpa negosiasi, kulkul bulus (sebagai tanda bahaya) akan

bersuara. Kami akan melakukan penyerangan membabi-buta untuk mempertahankan wilayah karena dia

tidak menunjukkan identitas. Apalagi mereka mengambil sembarangan,” ujarnya.

Setelah negosiasi, keduanya sepakat untuk menyerahkan empat warga ke kantor Polda Bali pada 3 Maret

2014.

Namun, suasana lebih tegang justru terjadi esok harinya. Suardana, saat itu di Jakarta, mendapat pesan

pendek bahwa pemimpin Jaringan Aksi akan diciduk oleh ormas yang selama ini mendukung gubernur

Bali, “Saya kasih tahu ke keluarga. Jam 12 siang, ternyata keluarga saya menyampaikan informasi ke

pengurus banjar,” ujarnya.

Warga Sidakarya bersiap menyambut ormas itu. Menyiapkan senjata seperti bambu runcing, trisula,

pedang, dan linggis. Sejak pukul 14:00, senjata-senjata ini dikumpulkan. Ada pula yang menyiapkan air

berisi tumbukan cabai untuk disemprotkan ke para penyerang. Sementara itu, sekitar 500 meter di utara

Sidakarya, puluhan orang berbadan kekar sudah berkumpul. “Mereka menguatkan dugaan akan ada

penyerangan ke desa kami,” kata Suardana.

Namun, tidak ada penyerangan malam itu.

Esoknya, terjadi penangkapan terhadap I Wayan Tirtayasa. Dua hari kemudian, warga Sidakarya

menyerahkan tiga sejawatnya, disertai upacara Hindu Bali sebagai simbol keikhlasan.

Pada 5 Maret 2014, keempat warga Sidakarya itu ditahan dengan tuduhan pidana melakukan ancaman

kekerasan (pasal 336 ayat 2) dengan hukuman penjara maksimal lima tahun. Ini memicu kecaman dari

pelbagai kelomopok masyarakat di Bali maupun nasional, termasuk Greenpeace, KontraS, Walhi, dan

lembaga lain, yang melayangkan surat protes kepada Kapolri dan Kapolda Bali.

Hampir sebulan setelahnya, melalui sejumlah tekanan dari masyarakat sipil, empat warga Sidakarya

dibebaskan dengan status penangguhan penahanan.

“Tapi kami akan terus menuntut agar reklamasi Teluk Benoa dibatalkan,” kata Tirtayasa begitu bebas.

Saya kira tak hanya Tirtayasa yang akan tetap lantang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Priatna,

Suardana, Bobby, dan Duarsa—bersama mayoritas warga Bali—juga mengungkapkan hal serupa.

“Investor yang akan merusak lingkungan, alam, budaya, dan agama kami sama dengan penjajah. Kami

akan terus melawan sampai rencana reklamasi dibatalkan,” ujar Duarsa kepada saya.[]