artikel.docx

20
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER DENGAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA Mira Maya Sari Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen terhadap kelas VIII suatu SMP Negeri di Kota Bandung semester genap tahun ajaran 2010/2011. Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini di antaranya adalah kemampuan koneksi matematis siswa yang dinilai masih rendah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi matematis, angket sikap siswa, dan lembar observasi. Berdasarkan hasil analisis terhadap data-data yang terkumpul, kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; dan 2) siswa pada umumnya memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia. Kata kunci: Advance Organizer, Multimedia, Koneksi Matematis Pendahuluan 1

Upload: adhim-ramdhana

Post on 23-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: artikel.docx

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER DENGAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KONEKSI MATEMATIS SISWA

Mira Maya SariJurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen terhadap kelas VIII suatu SMP Negeri di Kota Bandung semester genap tahun ajaran 2010/2011. Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini di antaranya adalah kemampuan koneksi matematis siswa yang dinilai masih rendah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi matematis, angket sikap siswa, dan lembar observasi. Berdasarkan hasil analisis terhadap data-data yang terkumpul, kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; dan 2) siswa pada umumnya memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia.

Kata kunci: Advance Organizer, Multimedia, Koneksi Matematis

Pendahuluan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen terhadap kelas VIII suatu

SMP Negeri di Kota Bandung semester genap tahun ajaran 2010/2011. Masalah

yang melatarbelakangi penelitian ini di antaranya adalah kemampuan koneksi

matematis siswa yang dinilai masih rendah. Hal ini diketahui berdasarkan hasil

penelitian The National Assesment of Educational Progress (NAEP) bahwa siswa

memperoleh prestasi baik hanya pada konteks yang dikenal siswa, tetapi tidak

untuk konteks yang tidak dikenal mereka meskipun untuk permasalahan

matematika yang sama (Kouba et al, Suherman dkk, dalam Mariana, 2008: 1).

Strategi pembelajaran telah banyak dikembangkan oleh beberapa ahli

pendidikan. Salah satunya mengenai teori belajar bermakna oleh David Ausubel.

1

Page 2: artikel.docx

Ausubel (Joyce, 2009: 280) mengemukakan teorinya bahwa pembelajaran

bermakna berhubungan dengan tiga hal, yaitu: (1) bagaimana pengetahuan (materi

kurikulum) dikelola; (2) bagaimana pikiran bekerja dalam memproses informasi

baru (pembelajaran); dan (3) bagaimana guru mengaplikasikan gagasan-gagasan

ini pada kurikulum dan pembelajaran ketika mereka mempresentasikan materi

baru pada siswa. Berdasarkan teori tersebut, Ausubel menganjurkan peningkatan

metode-metode pengajaran presentasional (Joyce, 2009: 280). Pengajaran

presentasional yang dimaksud salah satunya adalah advance organizer. Model

pembelajaran advance organizer ini dirancang untuk memperkuat struktur

kognitif siswa mengenai pengetahuan mereka tentang pelajaran tertentu dan

bagaimana mengelola, memperjelas, dan memelihara pengetahuan tersebut

dengan baik (Ausubel dalam Joyce, 2009: 281). Dengan kata lain, sebelum

mempelajari suatu konsep, siswa telah disiapkan untuk dapat membangun struktur

kognitif. Kemudian setelah konsep diberikan, siswa dapat mengelola,

memperjelas dan memelihara konsep tersebut dengan baik.

Pada pelaksanaannya, model pembelajaran advance organizer dapat

dibantu dengan berbagai sarana seperti, peta konsep, bagan, diagram, media, dan

sebagainya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aziz (2008: 99) bahwa

penerapan model pembelajaran advance organizer dalam pembelajaran

matematika dapat menggunakan teknik-teknik yang lebih bervariatif. Variasi yang

dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan multimedia. Selain itu

diharapkan penggunaan multimedia dapat memberikan efisiensi waktu bagi

pelaksanaan model pembelajaran advance organizer. Hal ini dikarenakan

penyampaian materi pada model pembelajaran advance organizer lebih

memerlukan waktu lebih agar diperoleh kebermaknaan dalam belajar siswa.

Sebagaimana pendapat Wuryani (2007: 46) bahwa perlunya mengefisienkan dan

mengefektifkan waktu dalam pelaksanaan model pembelajaran advance

organizer. Menurut pendapat Calvert (1982: 7), bahwa pengunaan multimedia

dalam model pembelajaran advance organizer dapat memberikan visualisasi lebih

baik bagi peserta didik.

2

Page 3: artikel.docx

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap model pembelajaran advance organizer dalam kaitannya

dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa.

Koneksi Matematis

Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam

mengaitkan antar suatu topik baik topik dalam matematika itu sendiri, dengan

bidang lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Kutz dan Kusumah

(Supriatin, 2009: 20) koneksi matematis meliputi koneksi internal yaitu koneksi

antar topik matematika dan koneksi eksternal yaitu koneksi dengan bidang ilmu

lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, menurut NCTM (Wahyuni,

2008: 11) koneksi matematis terdiri dari tiga macam, yaitu: koneksi antar topik

matematika; koneksi dengan disiplin ilmu lain; dan koneksi dengan kehidupan

sehari-hari. Lain halnya dengan Riedesel (Mariana, 2005: 15) yang membagi

koneksi matematis menjadi lima macam, yaitu: a) koneksi antar topik dalam

matematika; b) koneksi antar beberapa macam ilmu pengetahuan; c) koneksi

antara beberapa macam representasi; d) koneksi dari matematika ke daerah

kurikulum lain; dan e) koneksi siswa dengan matematika.

Sumarmo (Supriatin, 2009: 19) mengemukakan beberapa indikator

kemampuan koneksi matematis, yaitu: a) Mencari hubungan berbagai representasi

konsep dan prosedur; b) Memahami hubungan antar topik matematika; c)

Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; d)

Memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama; dan e)

Mencari koneksi antar topik matematika dan antara topik matematika dengan

topik lain.

Dalam penelitian ini, indikator kemampuan koneksi matematis yang

digunakan yaitu: a) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur;

b) Memahami hubungan antar topik matematika; c) Menggunakan matematika

dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; d) Mencari koneksi antar

topik matematika dan antara topik matematika dengan topik lain.

3

Page 4: artikel.docx

Berdasarkan indikator tersebut, dapat diketahui sejauh mana kemampuan

koneksi matematis siswa dalam mempelajari matematika.

Model Pembelajaran Advance Organizer

Model pembelajaran advance organizer adalah model pembelajaran yang

digunakan untuk menguatkan struktur kognitif siswa sehingga tercipta

kebermaknaan dalam belajar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ausubel

(Joyce, 2009: 281) bahwa advance organizer dirancang untuk memperkuat

struktur kognitif siswa mengenai pengetahuan mereka tentang materi pelajaran

tertentu dan bagaimana mengelola, memperjelas dan memelihara pengetahuan

tersebut dengan baik. Model pembelajaran advance organizer memiliki tiga tahap

kegiatan (Joyce, 2009: 288), yaitu:

a. Tahap presentasi advance organizer

Tahap ini terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: i) Mengklarifikasi tujuan-tujuan

pembelajaran; ii) Menyajikan organizer yang disajikan sebagai materi pengenalan

yang disajikan pertama kali sebelum materi diberikan yang bertujuan untuk

mengintegrasikan, menghubungkan dan membedakan materi yang akan dipelajari

dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya; iii) Membangun struktur kognitif

siswa dengan mengarah siswa untuk merespon organizer yang telah disajikan

guru yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan sehingga menjadi stimulus

dalam menerima materi pembelajaran yang akan dilakukan.

b. Tahap presentasi tugas atau materi pembelajaran

Presentasi pada tahap ini dapat berupa ceramah, diskusi, film, eksperimentasi

atau membaca. Dua hal yang perlu diperhatikan yaitu (1) mengarahkan perhatian

siswa, (2) membuat susunan materi belajar secara eksplisit. Untuk

mengembangkan susunan materi belajar secara eksplisit dalam proses belajar

mengajar dapat dilakukan dengan cara: (a) Deferensiasi progresif, proses

menguraikan masalah pokok menjadi bagian yang lebih rinci. (b) Rekonsiliasi

integratif, menghubungkan pengetahuan baru dengan isi materi pelajaran

sebelumnya.

4

Page 5: artikel.docx

c. Tahap penguatan struktur kognitif

Tahap terakhir bertujuan untuk menempatkan materi pelajaran baru ke dalam

struktur kognitif siswa. Tahap ini terdiri dari empat aktivitas (Ausubel dalam

Joyce, 2009: 291), yaitu: i) Mengembangkan rekonsiliasi integratif; ii)

Mengembangkan pembelajaran menerima secara aktif; iii) Memunculkan

pendekatan kritis pada mata pelajaran; iv) Mengklarifikasi.

Multimedia

Multimedia merupakan gabungan antara berbagai media seperti teks,

suara, gambar, animasi, video dan data yang dikendalikan dengan program

komputer. Dalam penelitian ini, model pembelajaran advance organizer dibantu

dengan penyajian tayangan menggunakan multimedia. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Joyce (2009: 290) bahwa tugas atau materi pelajaran dalam

model pembelajaran advance organizer dapat disajikan dalam bentuk ceramah,

diskusi, film, eksperimentasi atau membaca. Selain itu, Munir menyarankan

penggunaan multimedia agar proses pembelajaran menjadi lebih berkesan dan

bermakna (Rosadi, 2006: 3).

Menurut Setiyono (2008) multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu:

multimedia linier dan multimedia interaktif. Multimedia linier adalah suatu

multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat

dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan),

contohnya: TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang

dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna,

sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya.

Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif, aplikasi game, dll.

Dalam penelitian ini multimedia yang digunakan untuk model pembelajaran

advance organizer yaitu multimedia linier, karena bentuknya berupa penyajian

tayangan.

Menurut Juhaeri (2009: 2), tujuan penggunaan multimedia yaitu: 1)

Multimedia dalam penggunaannya dapat meningkatkan efektifitas dari

penyampaian suatu informasi; 2) Penggunaan multimedia dalam lingkungan dapat

5

Page 6: artikel.docx

mendorong partisipasi, keterlibatan serta eksplorasi pengguna tersebut; 3)

Aplikasi multimedia dapat merangsang panca indera, karena dengan

penggunaannya multimedia akan merangsang beberapa indera penting manusia,

seperti : penglihatan, pendengaran, aksi maupun suara.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi

matematis, angket sikap siswa, dan lembar observasi.

Analisis Data Tes Kemampuan Koneksi Matematis

1) Kemampuan Awal Koneksi Matematis

Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap data pre-test menyatakan

bahwa skor pre-test kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi tidak

normal. Dengan demikian, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians,

tetapi langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji

nonparametris Mann-Whitney.

Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney

adalah 0,000. Berdasarkan kriteria pengujian yang telah ditentukan, maka H0

ditolak. Ini berarti bahwa rata-rata kemampuan awal koneksi matematis siswa

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah tidak sama. Dengan demikian,

langkah selanjutnya adalah melakukan uji statistik pada data hasil indeks gain.

2) Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis

Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap data indeks gain menyatakan

bahwa indeks gain kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi

normal, sedangkan indeks gain kelas kontrol berasal dari populasi yang

berdistribusi tidak normal. Dengan demikian, selanjutnya tidak dilakukan uji

homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata

dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney.

Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney

adalah 0,000. Berdasarkan kriteria pengujian yang telah ditentukan, maka H0

ditolak. Ini berarti bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas

6

Page 7: artikel.docx

eksperimen setelah pembelajaran lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan

koneksi matematis siswa kelas kontrol.

3) Kualitas Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis

Hasil uji statistik deskriptif terhadap skor indeks gain tes koneksi matematis

siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memperlihatkan bahwa rata-rata indeks

gain tes koneksi matematis siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah

0,62 dan 0,35. Berdasarkan kriteria indeks gain menurut Hake (1999: 1), ini

berarti bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol tergolong sedang.

Analisis Data Angket Sikap Siswa

Data hasil angket siswa diolah dengan menghitung rata-rata skor angket

siswa untuk setiap aspek yang dinilai. Selanjutnya dihitung rata-rata skor angket

keseluruhan untuk melihat sikap seluruh subyek terhadap pembelajaran

matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan

multimedia. Jika rata-rata skor angket lebih dari 3 (skor untuk sikap netral),

berarti subyek memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia.

Sebaliknya, jika rata-rata skor angket subyek kurang dari 3, berarti subyek

memberikan sikap yang negatif terhadap pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia.

Untuk mengetahui banyaknya siswa yang memberikan sikap positif,

dihitung persentase banyak siswa yang memiliki rata-rata skor lebih dari 3

terhadap seluruh siswa. Selanjutnya dilakukan penafsiran dengan menggunakan

kriteria presentase menurut Kuntjaraningrat (Henita, 2009:48) sebagai berikut.

Presentase Interpretasi0% Tidak Ada

1%-25% Sebagian Kecil26%-49% Hampir Setengahnya

50% Setengahnya51%-75% Sebagian Besar76%-99% Pada Umumnya

100% Seluruhnya

7

Page 8: artikel.docx

Berikut ini analisis hasil perhitungan skor angket untuk setiap aspek yang

diberikan dalam angket antara lain:

a. Untuk aspek pertama diperoleh sebanyak 76,74% siswa memiliki rata-rata skor

angket lebih dari 3. Ini berarti bahwa pada umumnya siswa memberikan sikap

yang positif terhadap pelajaran matematika dengan menggunakan model

pembelajaran advance organizer.

b. Untuk aspek kedua diperoleh sebanyak 69,77% siswa memiliki rata-rata skor

angket lebih dari 3. Ini berarti bahwa sebagian besar siswa memberikan sikap

yang positif terhadap tayangan multimedia dalam pembelajaran matematika.

c. Untuk aspek ketiga diperoleh sebanyak 55,81% siswa memiliki rata-rata skor

angket lebih dari 3. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa memberikan

sikap yang positif terhadap lembar kerja yang diberikan.

Berdasarkan perhitungan skor angket keseluruhan diperoleh sebanyak

79,07% siswa memiliki rata-rata skor angket lebih dari 3, yaitu 3,44. Hal ini

berarti bahwa pada umumnya siswa memberikan sikap yang positif terhadap

pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance

organizer dengan multimedia.

Analisis Data Lembar Observasi

Data hasil lembar observasi diolah dengan menghitung rata-rata untuk

setiap kegiatan yang dinilai. Setiap kegiatan yang terlaksana bernilai 1, dan yang

tidak terlaksana bernilai 0. Selanjutnya dihitung presentase rata-rata nilai

keseluruhan untuk melihat presentase keterlaksanaan model pembelajaran

advance organizer dengan multimedia.

Pada pertemuan pertama, presentase kegiatan guru adalah 94,7%. Kegiatan

guru yang tidak terlaksana hanya satu kegiatan, yaitu guru membimbing siswa

dalam membuat rangkuman materi. Sedangkan presentase kegiatan siswa adalah

72,7%. Terdapat tiga kegiatan siswa yang tidak terlaksana, yaitu siswa aktif

melakukan tanya jawab, siswa memeriksa jawaban latihan soal, dan siswa

membuat rangkuman materi. Pada pertemuan kedua, presentase kegiatan guru

adalah 100%. Tidak ada kegiatan guru yang tidak terlaksana. Sedangkan

8

Page 9: artikel.docx

presentase kegiatan siswa adalah 81,8%. Kegiatan siswa yang tidak terlaksana

adalah siswa memulai pelajaran dalam keadaan tertib, dan siswa aktif melakukan

tanya jawab. Pada pertemuan ketiga, presentase kegiatan guru adalah 100%. Tidak

ada kegiatan guru yang tidak terlaksana. Sedangkan presentase kegiatan siswa

adalah 100%. Tidak ada kegiatan siswa yang tidak terlaksana.

Berdasarkan perhitungan presentase lembar observasi secara keseluruhan,

presentase kegiatan guru yaitu 92,8%. Selain itu presentase kegiatan siswa yaitu

84,8%, sehingga keterlaksanaan model pembelajaran advance organizer dengan

multimedia pada penelitian ini yaitu sebesar 91,5%.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data observasi, pada pertemuan pertama

kegiatan yang tidak terlaksana yaitu guru membimbing siswa dalam membuat

rangkuman materi, siswa aktif melakukan tanya jawab, siswa memeriksa jawaban

latihan soal, dan siswa membuat rangkuman materi. Kegiatan tersebut tidak

terlaksana dikarenakan pada pertemuan pertama, siswa dan guru masih proses

adaptasi dengan model pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu, siswa tidak

aktif dalam melakukan tanya jawab. Selain itu, pembelajaran menjadi terhambat

dan waktu yang ada tidak mencukupi, sehingga guru tidak membimbing siswa

dalam membuat rangkuman materi.

Kegiatan guru pada pertemuan kedua tidak ada yang tidak terlaksana.

Selain itu, kegiatan siswa yang tidak terlaksana hanya satu kegiatan, yaitu siswa

tidak aktif dalam melakukan tanya jawab. Hal ini dikarenakan siswa sebelumnya

tidak terbiasa aktif dalam pembelajaran matematika sehingga pada pertemuan

kedua ini siswa tidak aktif dalam melakukan tanya jawab. Pada pertemuan ketiga,

tidak ada kegiatan siswa maupun kegiatan guru yang tidak terlaksana. Secara

keseluruhan, keterlaksanaan model pembelajaran advance organizer dengan

multimedia pada penelitian ini yaitu sebesar 91,5%.

Berdasarkan hasil analisis data pre-test menunjukkan bahwa rata-rata

kemampuan awal koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

adalah tidak sama. Hal ini sesuai dengan statistik deskriptif rata-rata skor pre-test

9

Page 10: artikel.docx

kelas eksperimen dan kelas kontrol, bahwa rata-rata kemampuan awal koneksi

matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan

awal koneksi matematis siswa kelas kontrol. Dengan demikian, peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa dapat dilihat dari data indeks gain.

Hasil uji statistik terhadap indeks gain memperlihatkan bahwa

peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen setelah

pembelajaran lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematis siswa kelas

kontrol. Selanjutnya pembahasan mengenai kualitas peningkatan kemampuan

koneksi matematis siswa. Berdasarkan hasil analisis indeks gain bahwa nilai rata-

rata indeks gain tes koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

termasuk ke dalam kriteria sedang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan

koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran advance organizer dengan multimedia lebih baik daripada

peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran konvensional.

Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer

dengan multimedia lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi

matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional dikarenakan

beberapa hal. Organizer yang disajikan pada tahap pertama model pembelajaran

advance organizer dapat menghubungkan pengetahuan yang telah didapat siswa

sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa. Hal ini sesuai dengan

pendapat Ausubel (Joyce, 2009: 286), bahwa advance organizer bertujuan untuk

menghubungkan materi baru dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Selain itu, penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran dapat

mengefektifkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

advance organizer. Sesuai dengan pendapat Joyce (2009: 292) bahwa advance

organizer dapat lebih efektif dengan aktifitas menonton tayangan. Dalam

penelitian ini, tayangan yang dimaksud yaitu tayangan multimedia. Selain itu,

menurut Calvert (1982: 7) bahwa pengunaan multimedia dalam model

10

Page 11: artikel.docx

pembelajaran advance organizer dapat memberikan visualisasi lebih baik bagi

peserta didik.

Berdasarkan hasil analisis angket sikap siswa, bahwa pada umumnya

siswa memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran advance organizer. Selain itu, sebagian besar

siswa memberikan sikap yang positif terhadap tayangan multimedia dalam

pembelajaran matematika dengan multimedia. Sebagian besar siswa juga

memberikan sikap yang positif terhadap lembar kerja yang diberikan. Secara

keseluruhan, siswa pada umumnya memberikan sikap yang positif terhadap

pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance

organizer dengan multimedia. Hal tersebut sesuai dengan peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan

model pembelajaran advance organizer yang lebih baik daripada peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran

konvensional.

Kesimpulan

Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah: 1) peningkatan kemampuan

koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran advance organizer dengan multimedia lebih baik daripada

peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; dan 2) siswa pada

umumnya memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia.

11

Page 12: artikel.docx

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, T. A. 2008. Pembelajaran Matematika dengan Advance Organizer untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Calvert, S. L. 1982. Multimedia Uses in Organizing Learning [Online]. Tersedia: http://eric.ed.gov/PDFS/ED225645.pdf. [05 Agustus 2010].

Hake, R. R. 1999. Analyzing Change-Gain Scores [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [02 Mei 2011].

Henita, S. 2009. Pengaruh Model Advance Organizer dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. 2009. Models of Teaching (Model-Model Pengajaran Edisi Kedelapan Diterjemahkan oleh Ahmad Fawaid dan Ateilla Mirza). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Juhaeri. 2009. Pengantar Multimedia untuk Media Pembelajaran Bagian 2. [Online]. Tersedia:http://ilmukomputer.org/wp-content/uploads/2009/07/juhaeri-multimedia_bagian2.pdf. [27 Agustus 2010].

Mariana, T. 2008. Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Strategi Working Backward untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rochman, H. S. 2007. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia Terhadap Hasil Belajar Fisika. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rosadi, I. 2006. Penggunaan Multimedia pada Pembelajaran Konsep Reaksi Oksidasi Reduksi dengan Model Inkuiri untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Setiadi, R., Agus. A. 1997. Dasar-dasar Pemrograman Software Pembelajaran. Bandung: JICA FPMIPA UPI.

Setiyono. 2008. Pengembangan Pembelajaran dengan Menggunakan Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran yang Berkualitas. [Online]. Tersedia: http://luarsekolah.blogspot.com/. [21 Agustus 2010].

Supriatin, A. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Tematik dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis dan Sikap Siswa SD. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Wahyuni, E. 2008. Pengaruh Pembelajaran Metakognitif Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Wuryani, T. 2007. Efektivitas Model Advance Organizer dalam Pembelajaran Fisika Di SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

12