artikel saidah

Upload: anasdean

Post on 09-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pendidikam

TRANSCRIPT

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENEMUKAN UNSUR INTRINSIK CERITA RAKYAT PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 MATANGKULI KABUPATEN ACEH UTARA

Saidah, S.Pd

SD Negeri 2 Matangkuli, Aceh Utara

Abstrak

Kata Kunci : Model Pembelajaran Inkuiri, Unsur-unsur Intrinsik Cerita rakyat

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan kemampuan menemukan unsur intrinsik cerita rakyat pada siswa Kelas V SD Negeri 2 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas (class action research). Sumber data primer dalam penelitian adalah seluruh siswa/i Kelas V sebagai tempat guru Bahasa Indonesia menerapkan model pembelajaran inkuiri pada materi menemukan unsur-unsur intrinsik cerita rakyat serta guru Bahasa Indonesia SD Negeri 2 Matangkuli. Pengambilan data dilakukan melalui observasi, tes dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penerapan strategi pembelajaran inkuiri untuk peningkatan kemampuan menemukan unsur-unsur intrinsik cerita rakyat pada murid Kelas V SD Negeri 2 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara Tahun Ajaran 2012/2013 menunjukkan peningkatan kemampuan murid yang signifikan dengan nilai skor hasil tes pada siklus I sebesar 53,13% siswa memperoleh di atas nilai KKM dan meningkat pada siklus II dengan persentase 84,38% siswa memperoleh di atas nilai KKM. (2) Hasil observasi kegiatan murid dan guru dalam mengikuti model pembelajaran inkuiri dalam upaya peningkatan kemampuan menemukan unsur-unsur intrinsik cerita rakyat menunjukkan hasil positif dan masih memungkinkan untuk ditingkatkan lagi.

PENDAHULUANLatar Belakang Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra di sekolah dari hari ke hari semakin sarat dengan berbagai persoalan. Keluhan-keluhan para guru, siswa dan sastrawan tentang rendahnya tingkat apresiasi sastra selama ini menjadi bukti konkret adanya sesuatu yang tidak beres dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra di lembaga pendidikan formal (Wahyudi, 2005: 34). Kondisi pembelajaran sastra yang saat ini terjadi di sekolah belum menguntungkan bagi perkembangan kemampuan bersastra siswa (Endraswara, 2003: 25). Beberapa keluhan dalam pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal jika dipetakan berkisar pada hal-hal berikut. Pertama, pengetahuan dan kemampuan dasar dalam bidang kesastraan para guru sangat terbatas (Gaspar, 2007: 213). Materi kesastraan yang mereka peroleh selama mengikuti pendidikan formal di perguruan tinggi sangat terbatas. Materi kuliah kesastraan yang mereka peroleh lebih bersifat teoretis, sedangkan yang mereka butuhkan untuk mengajar lebih bersifat praktis. Dharmojo (2007: 88) mengemukakan bahwa kondisi pembelajaran sastra di sekolah sejauh ini dapat dikatakan mengecewakan.

1Secara umum, kondisi pembelajaran sastra berdasarkan hasil penelitian dan para pemerhati pembelajaran sastra tersebut mencakup: (1) pada dasarnya pembelajaran sastra berpengaruh pada minat murid terhadap sastra, namun, ternyata tidak terdapat hubungan antara teori yang diajarkan dan kemampuan apresiasi murid; (2) pengajar tidak memiliki waktu serta tidak tahu bagaimana caranya mengikuti perkembangan sastra di luar buku wacana; dan (3) murid tidak mampu mengaitkan nilai sastrawi dengan nilai-nilai etis/moral budaya dalam kehidupan. Berbagai kendala di atas menyebabkan pembelajaran sastra di berbagai jenjang pendidikan formal hingga saat ini belum mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan. Pengkajian prosa fiksi memerlukan berbagai pendekatan teori yang luas. Guru sebagai sumber informasi bagi siswa, tidak mungkin dapat menerangkan materi perkuliahan serta menjawab semua permasalahan yang dialami siswa dalam waktu singkat. Untuk memahami pengkajian prosa fiksi dengan baik, para siswa perlu diberi kesempatan untuk mempelajari, menyelidiki, dan menemukan bermacam-macam pola yang mungkin terjadi ketika mereka belajar mengkaji prosa fiksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurgiyantoro (2000: 30-31) bahwa hakikat pengkajian fiksi menyaran pada penelaahan, penyelidikan, pemahaman melalui analisis karya fiksi dengan kerja analisis yang dilakukan langsung dalam keadaan totalitasnya.Kemampuan siswa dalam menganalisis cerita rakyat merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa Kelas V SMP. Kegiatan menganalisa cerita rakyat memiliki manfaat bagi siswa. Manfaat menulis kreatif cerita rakyat antara lain, dapat melatih siswa peka berimajinasi, sebagai sarana berlatih menggunakan bahasa ragam sastra, dan berlatih memahami manusia secara utuh; baik dari segi pikiran, perasaaan, dan sikap. Hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran menganalisa cerita rakyat dikategorikan menjadi hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal berupa hambatan psikologis, yakni rendahnya minat, sikap, dan pengetahuan awal siswa yang relevan dengan menulis cerita rakyat. Hambatan eksternal berupa lingkungan belajar yang kurang memadai dan masalah kultural, yakni siswa tidak dituntut untuk menguasai kompetensi menulis sastra. Hal tersebut juga menjadi kendala di SD Negeri 2 Matangkuli dalam pembelajaran cerita rakyat termasuk pokok bahasan menemukan unsur-unsur intriksi dalam sastra cerita rakyat.Menurut Nurgiyantoro (2001: 41), unsur-unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur-unsur intrinsik cerita rakyat mencakup: tema, alur, latar, perwatakan, sudut pandang, dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya Sejak puluhan tahun yang lalu upaya meningkatkan mutu pendidikan sudah dilaksanakan. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan cara perubahan dan perbaikan metode dalam pembelajaran. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu strategi pembelajaran yang dikenal dengan inkuiri dikembangkan.Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.Selanjutnya Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.Model inkuiri ini sangat cocok diterapkan dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, karena bahasa dan sastra sangat erat kaitannya dengan masyarakat, lingkungan, dan konteksnya. Pada kesempatan ini peneliti akan menitikberatkan pada pembelajaran sastra cerita rakyat khususnya unsur-unsur intrinsik cerita rakyat. Melihat kenyataan seperti itulah peneliti ingin memberikan kemudahan kepada siswa, di antaranya peneliti ingin menerapkan penggunaan metode kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar menulis cerita rakyat, terutama di kalangan siswa Kelas V SD Negeri 2 Matangkuli. Dengan menggunakan metode kontekstual diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar menganalisa cerita rakyat dan diharapkan pula siswa nantinya dapat termotivasi untuk menulis khususnya siswa di SD Negeri 2 Matangkuli. Menurut observasi sementara penulis, pemahaman siswa SD Negeri 2 Matangkuli terhadap pembelajaran pemahaman cerita rakyat masih sangat rendah. Hal tersebut dikarenakan dalam pengajarannya lebih mengutamakan metode ceramah dengan gaya klasik, akibatnya siswa mengawang pikirannya dan tidak terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga siswa tidak mampu menganalisa isi pembelajaran dengan baik dan berimbas pada pemahaman yang rendah dari siswa. Oleh sebab itu diperlukan upaya baru sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman serta minat belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi pemahaman cerita rakyat. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan cara pembenahan model pengajaran yang lebih menarik dengan melibatkan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Upaya pengajaran tersebut dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri pada pembelajaran materi pemahaman cerita rakyat. Observasi penulis pada SD Negeri 2 Matangkuli, pemahaman siswa terhadap karya sastra cerita rakyat masih sangat kurang, apalagi dalam memahami unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Sehingga perlu adanya terobosan dalam pengajaran unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat, dalam penelitian ini penulis memilih model pembelajaran inkuiri sebagai salah satu alternatif solusi.Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti pengaruh dari penerapan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran unsur-unsur intrinsik cerita rakyat siswa Kelas V SD Negeri 2 Matangkuli. Masalah penelitian ini kemudian penulis tuangkan dalam judul penelitian berikut, Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan Menemukan Unsur Intrinsik Cerita rakyat pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan kemampuan menemukan unsur intrinsik cerita rakyat pada siswa Kelas V SD Negeri 2 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara?.

Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan kemampuan menemukan unsur intrinsik cerita rakyat pada siswa Kelas V SD Negeri 2 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

KAJIAN TEORICerita Rakyat

Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatutempatatau asal muasal suatutempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa. (Nugroho Notosusanto, 1997:30).Menurut Notosusanto (1997:32), ciri-ciri cerita rakyat sebagai berikut : (1) Disampaikan turun-temurun, (2) Tidak diketahui siapa yang pertama kali membuatnya, (3) Kayanilai-nilailuhur, (4) Bersifat tradisional, (5) Memiliki banyak versidan variasi, (6) Mempunyaibentuk-bentukklisedalamsusunanatau cara pengungkapkannya, (7) Bersifat anonim, artinya nama pengarang tidak ada dan (8) Berkembang dari mulut ke mulut.Unsur Intrinsik Cerita RakyatCerita rakyat dilengkapi oleh unsur-unsur penting yang membangunnya. Unsur itu terdiri dari unsur intinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik antara lain, tema, alur, setting/latar/waktu, penokohan, watak, dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik antara lain, budaya, jenis kelamin, pekerjaan dan lain-lain.Berikut penjelasan unsurunsur intrinsik cerita rakyat mencakup: tema, alur, latar, perwatakan, sudut pandang dan nilainilai yang terkandung didalamnya (Nurgiyantoro, 2004 : 227-233).a) Tema merupakan ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai stuktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.b) Latar atau setting adalah tempat, waktu, suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung. (Nadjid, 2003:25).c) Alur atau plot adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita. Sebuah cerita rakyat menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Alur cerita merupakan peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi.d) Perwatakan yaitu menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga segi yaitu melalui (1) Dialog tokoh, (2) Penjelasan tokoh dan (3) Penggambaran fisik tokoh.e) Nilai (amanat)yaitu pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.f) Sudut Pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. (Ardiana, 2003:37).g) Gaya Bahasa dan Nada. Bahasa dalam cerita rakyat memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerita rakyat ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Nada pada karya sastra merupakan ekspresi jiwa.Pembelajaran InkuiriInkuiri (bahasa inggris : inquiry) diartikan sebagai pencari kebenaran, informasi atau pengetahuan, penelitian, investigasi. Menurut Usman (1993: 125). Inkuiri adalah suatu cara penyampaian pelajaran dengan menyelidiki sesuatu, yang bersifat mencari secara kritis analisis dan argumentatif (ilmiah) dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan.Menurut Jerome S Bruner dalam (Suparno, 2000: 74) memperoleh pengetahuan bukanlah suatu produk melainkan suatu proses. Dalam pembelajaran inkuiri siswa didorong untuk beraktivitas sebagian besar melalui keterlibatan aktif dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman melakukaan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Dalam proses inkuiri siswa dituntut untuk bertanggung jawab terhadap pendidikannya sendiri. Guru dituntut lebih memperhatikan siswa sehingga dapat mempelajari karakter siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana siswa bekerja. Pemahaman guru tentang siswa akan memungkinkan guru untuk menjadi fasilisator yang lebih efektif dalam pencarian ilmu. Penggunaan pembelajaran inkuiri secara nyata oleh siswa seperti seorang ilmuwan yang aktif menemukan konsep berdasarkan pandangannya sendiri, sulit dilaksanakan. Dalam kehidupan nyata, siswa memerlukan bimbingan dan petunjuk dari guru, sehingga dalam proses inkuiri, pendekatan yang digunakan adalah pembelajaran inkuiri terbimbing (Suryosubroto, 2002: 200). Maksudnya guru membimbing siswa dalam menemui sesuatu konsep melalui perbincangan, pertanyaan atau penyelesaian masalah. Dalam inkuiri terbimbing siswa belajar dari pengalaman nyata yang didukung dengan petunjuk LKS, observasi atau media lain secara terbuka terhadap pengalaman baru dan mendorong siswa lebih aktif selama pembelajaran berlangsung. Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (a) Orientasi, (b) Merumuskan masalah, (c) Merumuskan hipotesis, (d) Mengumpulkan data, (e) Menguji hipotesis dan (f) Merumuskan kesimpulanPembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.

HASIL PENELITIANSiklus ISebelum melakukan penelitian, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya memahami unsur-unsur intrinsik cerpen, pengajaran dilaksanakan dengan hanya bersifat verbalistik artinya dengan menggunakan ceramah saja kemudian menarik kesimpulan materi dan diakhiri penugasan. Minimnya penguasaan siswa akan mata pelajaran Bahasa Indonesia karena kurang diterapkannya metode dan teknik pengajaran yang bervariasi dan menstimulus kreativitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Tindakan Siklus I merupakan pelaksanaan dari materi menemukan unsur-unsur intrinsik cerpen dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri. Adapun yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan I adalah sebagai berikut :Pelaksanaan tindakan I diikuti oleh 32 siswa kelas IX-2, Peneliti bertindak sebagai pengajar, sementara guru Bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas IX-2 bertindak sebagai observer mengamati pelaksanaan tindakan. Pembelajaran dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang telah di rencanakan pada skenario pembelajaran RPP.Dari perolehan nilai test pasca tindakan I diketahui bahwa perolehan nilai Bahasa Indonesia pada pokok bahasan menemukan unsur-unsur intrinsik cerpen masih di bawah standar kriteria ketuntasan minimum atau dalam hal ini namun rata-rata perolehan nilai tersebut sudah lebih baik dari nilai pra tindakan. Begitu pula jumlah siswa yang memperoleh nilai sudah mencapai 17 orang dari 32 siswa yang berpartisipasi pada siklus I artinya sudah 53,13% siswa memperoleh nilai di atas KKM, namun jumlah tersebut masih lebih rendah dari indikator keberhasilan penelitian yaitu 75% dari siswa memperoleh skor . Dengan kata lain, dari aspek hasil belajar, penelitian ini belum mencapai kriteria ketuntasan.Secara umum dapat peneliti gambarkan keberhasilan penelitian siklus I sebagai berikut :Tabel 1. Hasil Penelitian Siklus IAspekSisi PenilaianKategori Berhasil / TuntasHasil Siklus IKeterangan

Proses BelajarKegiatan Pembelajaran GuruBaik (80%)83,75 %85 %Tuntas

Kegiatan Pembelajaran SiswaBaik (80%)66,25 %65%Belum Tuntas

Hasil BelajarTes Akhir Tindakan75% siswa memperoleh skor 53,13%Belum Tuntas

Maka dengan demikian, peneliti kembali melanjutkan penelitian pada siklus II dengan berbagai rekomendasi. Dalam prakteknya pada siklus II sebagaimana hasil refleksi pada siklus I, siswa dikondisikan oleh guru dan peneliti dalam kelas dengan tetap duduk berkelompok, namun beberapa siswa yang berpetensi gaduh didudukkan berdampingan dengan siswa yang hasil belajarnya lebih baik, begitu pula siswa yang masih belum memiliki pemahaman yang baik. Sebelum memulai pembelajaran, guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menekankan pentingnya memperoleh hasil belajar yang baik. Apalagi Bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari terlebih pada cerita pendek yang sangat bermanfaat bagi siswa sendiri. Pembelajaran siklus II merupakan penekanan dari beberapa sub materi yang kurang dipahami siswa pada menemukan unsur-unsur intrinsik pada cerpen.

1) Perencanaan Siklus IIPerencanaan pada siklus II ini didasarkan temuan hasil siklus I. Adapun rencana tindakan yang akan dilakukan adalah :1) Membuat perbaikan rencana pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada motivasi serta kegiatan inti pembelajaran memahami unsur-unsur intrinsik cerpen.2) Menyiapkan lembar observasi untuk memperoleh data nontes siklus II3) Menyiapkan lembar soal tes tindakan II.

2) Tindakan Siklus IITindakan yang dilaksanakan peneliti dalam siklus II adalah memberikan umpan balik mengenai hasil yang diperoleh pada siklus I. Pelaksanaan tindakan II ini juga diikuti oleh seluruh siswa yaitu 32 siswa pada kelas IX-2. Dari perolehan nilai test pasca tindakan siklus II diketahui bahwa perolehan nilai Bahasa Indonesia pada pokok bahasan menemukan unsur intrinsik cerpen sudah di atas standar kriteria ketuntasan minimum atau dalam hal ini . Sementara jumlah siswa yang memperoleh nilai sudah mencapai 27 orang dari 32 siswa yang berpartisipasi pada siklus II artinya sudah mencapai 84,38% siswa memperoleh nilai di atas KKM, jumlah tersebut sudah lebih tinggi dari indikator keberhasilan penelitian yaitu 75% dari siswa memperoleh skor . Dengan kata lain, dari aspek hasil belajar, penelitian ini sudah mencapai kriteria ketuntasan.Dikarenakan hasil penelitian telah menunjukkan standar keberhasilan penelitian yang diharapkan, yaitu Penelitian ini berhasil atau tuntas apabila 75% siswa memperoleh skor dan kegiatan pembelajaran baik dari sisi guru maupun siswa berdasarkan hasil observasi berada pada kategori Baik. Maka dengan demikian, peneliti menilai bahwa penelitian sudah mencapai hasil yang diharapkan dan tidak dilanjutkan ke tindakan siklus selanjutnya.Secara umum dapat peneliti gambarkan keberhasilan penelitian siklus II sebagai berikut :Tabel 2. Hasil Penelitian Siklus IIAspekSisi PenilaianKategori Berhasil / TuntasHasil Siklus IKeterangan

Proses BelajarKegiatan Pembelajaran GuruBaik (80%)91,25 %90 %Tuntas

Kegiatan Pembelajaran SiswaBaik (80%)81,25 %82,5 %Tuntas

Hasil BelajarTes Akhir Tindakan75% siswa memperoleh skor 84,38%Tuntas

PembahasanBerdasarkan hasil penelitian seperti yang tercantum pada tabel 1 dan tabel 2. Untuk siklus II diperoleh hasil tes tindakan dari persentasi kelulusan Kriteria Ketuntasan Minimum yang meningkat yaitu 53,13% pada siklus I meningkat menjadi 84,38% pada siklus II. Artinya terjadi peningkatan pemahaman siswa secara kognitif setelah dilakukan tes pada siklus I dan siklus II, padahal materi pada siklus II lebih sulit dari siklus I. Peningkatan persentase tersebut juga memberikan makna bahwa dengan penerapan strategi inkuiri dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi menemukan unsur-unsur intrinsik cerpen. Di lain pihak, proses pembelajaran di kelas juga menjadi lebih baik. Interaksi antara guru dan siswa yang intens serta antara siswa sendiri di dalam kelompok membuat pembelajaran menyenangkan, meningkatkan motivasi siswa dan akhirnya tentu saja berimplikasi pada peningkatan pemahaman siswa. Observasi peneliti menunjukkan bahwa strategi inkuiri menjadikan proses pembelajaran guru-siswa menjadi sangat baik, begitu pula hasil belajar dari siswa menjadi lebih baik dari siklus I ke siklus II.

PENUTUPKesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya dapat diambil simpulan berikut ini : Penerapan model pembelajaran inkuiri untuk peningkatan kemampuan menemukan unsur-unsur intrinsik cerpen pada murid kelas IX MTsN Matangkuli Kabupaten Aceh Utara Tahun Ajaran 2012/2013 menunjukkan peningkatan kemampuan murid yang signifikan dengan nilai skor hasil tes pada siklus I sebesar 53,13% siswa memperoleh di atas nilai KKM dan meningkat pada siklus II dengan skor 84,38% siswa memperoleh di atas nilai KKM. Hasil observasi kegiatan murid dan guru dalam mengikuti pembelajaran model inkuiri dalam upaya peningkatan kemampuan menemukan unsur-unsur intrinsik cerpen menunjukkan hasil positif dan masih memungkinkan untuk ditingkatkan lagi.

Saran

Dari hasil simpulan penelitian maka saran yang dapat disampaikan berikut ini: Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat mempertimbangkan penggunaan model pembelajaran inkuiri, karena model pembejaran tersebut bagi siswa dapat membangkitkan kemauan siswa untuk belajar baik secara pribadi maupun dengan sistem berkelompok.

DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Damono, D.S. 2004. Teori dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Makalah Pelatihan Teori dan Kritik Sastra, 27-30 Mei

Endraswara, Suwardi: 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Nugroho Notosusanto. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC

Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Rahmanto, B. 1998. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius

Sanjaya, Wina. Dr. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group: Jakarta