artikel penjualan motor (menrisk)

Upload: stevanny-talapessy

Post on 10-Jul-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Penjualan Sepeda Motor Meningkat Dan Dilema Surveyour!!!oleh PT.FIF (FEDERAL INTERNATONAL FINANCE) pada 14 Agustus 2011 jam 23:00 Penjualan sepeda motor di Indonesia masih sangat menjanjikan. Penurunan suku bunga ditengarai menjadi salah satu pemicu naiknya penjualan sepeda motor. Pemicu yang lain adalah gencarnya pabrikan sepeda motor mengeluarkan produk dengan teknologi dan desain baru. Munculnya produk baru biasanya membuat orang tergoda. Mereka pun kemudian mengganti sepeda motor yang lama dengan yang baru.Hadirnya lembaga pembiayaan (multifinance) yang memberikan fasilitas kredit sepeda motor juga disinyalir menjadi salah satu penyebab naiknya angka penjualan sepeda motor. Lembaga ini sangat berperan dalam menaikkan angka penjualan sepeda motor di Indonesia. Apalagi, kini, 90% dari seluruh penjualan sepeda motor melalui kredit. Memiliki sepeda motor saat ini memang sangat mudah, dengan uang muka (down payment atau DP) Rp. 400.000 atau Rp. 500.000 saja, orang sudah bisa membawa pulang sebuah sepeda motor baru dengan kisaran harga Rp11 juta-Rp15 juta. Cicilan bisa dibayarkan dengan jangka waktu 12-36 bulan dengan besaran mulai dari Rp.450.000 hingga Rp. 700.000. Prosesnya pun mudah dan cepat (Mudah dan Cepat = Kompetisi tidak sehat antar lembaga pembiayaan, demi mendapat pengaruh mayoritas pada satu merk/dealer). Bahkan dengan Non DP alias tanpa uang muka (terselubung), hal ini terjadi karena adanya subsidi-subsidi (subsidi dari lembaga pembiayaan per type product berkisaran antara Rp. 500.00,-an) + Subsidi dari ATPM (berkisaran antara Rp. 500.00,- s/d Rp. 1.000.000,-) + Subsidi dari dealer (biasanya dalam bentuk barang/merchandise seperti TV 14, DVD Player, atau Kupon Belanja, dll) hal ini yang membuat uang muka seolah-olah ada, jadi sebenarnya calon kreditur cukup bermodalkan data-data standard seperti Photo copy a/l : KTP, KK, Rekening listrik, dan Surat keterangan Usaha dari pejabat daerah setempat point ini mudah didapat, biasanya akan dibantu oleh pihak Sales untuk menyediakannya, asli atau tidaknya .. siapa yang tahu ? yang penting document kredit tersedia) Sayangnya ada beberapa lembaga pembiayaan yang mensyahkan/melegalkan kebutuhan dokumen ASPAL ini hanya demi kelengkapan saja (formalitas belaka), lalu apa fungsi MANAJEMEN RESIKO jika sudah seperti ini ? = FRAUD

Sebenarnya, bagi mereka yang mengerti hitung-hitungan kredit sepeda motor ini, bunga yang diberikan perusahaan pembiayaan cukup tinggi, terutama untuk yang berani memasang uang muka rendah atau non dp. Maklum, perusahaan pembiayaan harus menelan risiko tinggi bila terjadi kredit macet. Kendati demikian, khususnya kalangan menengah ke bawah, tak begitu mempermasalahkan bunga yang tinggi itu asalkan mereka masih mampu membayar cicilan. Dan sayangnya kemapuan bayar kreditur ini menjadi hal yang abu-abu tidak jelasnya kemampuan bayar ini adalah karena tidak jujurnya kreditur dalam memberikan informasi lisan dan tertulis, atau surveyor yang terpaksa membuat perhitungan income calon kreditur seolah-olah mampu agar pengajuan aplikasi kreditnya disetujui, belum lagi hamper banyak dealer yang meminta kepada surveyor untuk NO REJECT alias tidak boleh ada pengajuan kredit yang ditolak, atau jika hal itu terjadi maka bersiaplah surveyor tersebut akan disisihkan di dealer alias tidak dapat aplikasi pengajuan kredit lagi, atau jadi second surveyor yang artinya akan mendapatkan aplikasi sisa (sudah ditolak lembaga pembiayaan lain).. lalu apa fungsi MANAJEMEN RESIKO jika sudah seperti ini ? = FRAUD Spread bunga yang didapat perusahaan pembiayaan dengan memberikan kredit sepeda motor ini memang cukup besar. Biasanya, bunga yang diterima perusahaan pembiayaan dari bank berkisar 14%-15%. Sedangkan, bunga yang dibebankan perusahaan pembiayaan kepada konsumen berkisar 30%-40%. Sungguh bisnis yang sangat menguntungkan. Sebuah lembaga pembiayaan A, misalnya, memberikan suku bunga 29%-31% kepada konsumen. Penentuan bunga berdasarkan kemampuan nasabah dan nilai sepeda motor. Saat ini, penjualan sepeda motor bekas lumayan menggairahkan. Komposisinya mencapai 35% dari seluruh total pembiayaan sepeda motor di lembaga pembiayaan A. Tahun ini, lembaga pembiayaan A menargetkan membiayai hingga 450.000 unit sepeda motor, naik sekitar 15% ketimbang tahun lalu yang 400.000 unit. Sama dengan lembaga pembiayaan A, lembaga pembiayaan lainnya B juga mengakui adanya kegairahan baru dalam pasar pembiayaan sepeda motor bekas. Di lembaga pembiayaan lainnya B, komposisinya mencapai 22%. Bahkan, lembaga pembiayaan lainnya B telah membiayai 20.000 unit sepeda motor bekas dari total 90.000 unit sepeda motor senilai Rp7,2 triliun. Seperti apa persaingan pembiayaan sepeda motor saat ini? Kita lihat lembaga pembiayaan lainnya C. Perusahaan ini sangat memerhatikan pelayanan. Selain bersaing di pelayanan, beberapa perusahaan pembiayaan bersaing di uang muka atau DP. Ini merupakan persaingan yang tak sehat di industri pembiayaan. Hal yang sama juga diungkapkan kubu lembaga pembiayaan lainnya C. Pembiayaan yang satu ini tidak pernah mau ikut perang DP atau perang tarif. Kuncinya hanya menerapkan DP minimal sebesar 25%. Itu merupakan salah satu cara penyeleksian nasabah untuk mengantisipasi terjadinya kredit macet. Masalahnya, beberapa perusahaan pembiayaan justru banyak yang mendobrak aturan ini. Perang DP dilakukan secara jorjoran. Makanya, ketika terjadi lonjakan permintaan, khususnya menjelang Lebaran, biasanya diikuti dengan kenaikan NPL pasca-Lebaran. Hal itu diakui beberapa pelaku bisnis pembiayaan sebagai kejadian yang selalu berulang setiap tahun. Lalu, apa biasanya yang menyebabkan terjadinya kredit macet?

Salah seorang nasabah yang mengkredit sepeda motor di salah satu perusahaan pembiayaan mengakui, dia sering kali terlambat membayar cicilan saat menjelang Lebaran dan pascaLebaran. Menurut dia, hal itu terjadi karena biasanya kebutuhan menjelang Lebaran selalu menjadi prioritas utama ketimbang mencicil sepeda motor. Nah, setelah Lebaran, kocek pun sudah sangat tipis dan membuat dia menunda membayar cicilan sepeda motor. Langkah apa yang diambil perusahaan pembiayaan ketika nasabah mulai membandel membayar cicilan? Sementara itu, sistem dan prosedur yang diterapkan lembaga pembiayaan lainnya bila terjadi penunggakan cicilan oleh nasabah adalah mulai dari melayangkan surat, menelepon, sampai dengan penarikan sepeda motor. Penarikan (sepeda) motor dilakukan jika dua kali berturut-turut nasabah tidak melakukan pembayaran cicilan, atau jika kreditur kooperatif akan di arahkan untuk melakukan restrukturisasi hutangnya. Ada dua kemungkinan yang akan dihadapi perusahaan pembiayaan jika menarik sepeda motor. Kalau uang mukanya rendah, sementara sepeda motor baru dicicil dua hingga tiga kali, perusahaan pembiayaan kemungkinan bisa rugi. Tapi, bila uang mukanya tinggi atau sepeda motor sudah dicicil 12 hingga 24 kali, kerugian bisa ditutup. Kalaupun rugi, tidak terlalu besar. Untuk mengantisipasi kredit macet, ada perusahaan pembiayaan yang mengaku menaikkan besaran uang muka menjadi dua kali lipat. Ada pula yang memperketat penyeleksian dokumen persyaratan pengajuan kredit, dan hal ini biasanya yang pertama kali menolak adalah dealer dan ATPM, alasannya tidak bisa menjual, bukan calon kreditur yang menolak, aneh bukan ? Secara umum, sebenarnya, yang perlu ditingkatkan perusahaan pembiayaan adalah pengelolaan manajemen risiko. Manajemen risiko sudah lama diterapkan di industri perbankan. Di industri pembiayaan, yang risikonya justru lebih besar, manajemen risikonya belum begitu mapan seperti halnya di perbankan. Bahkan, manajemen risiko bisa dibilang hal baru di industri pembiayaan. Penerapan manajemen risiko sangat penting agar perusahaan bisa lebih solid dan prudent. adanya pembenahan di bidang manajemen risiko dan perbaikan manajemen sistem informasi saat ini akan membuat lembaga-lembaga pembiayaan tersebut lebih tangguh terhadap berbagai guncangan, seperti kredit macet. Bila pengelolaan manajemen risiko di perusahaan pembiayaan sudah baik, tentu, hal itu akan lebih memudahkan perusahaan pembiayaan dalam menggelontorkan kreditnya. Apalagi, peluang kredit sepeda motor di Indonesia masih sangat besar, tidak seperti di Malaysia dan Thailand yang sudah jenuh. Ke depan, potensi ini bisa dimanfaatkan perusahaan pembiayaan dengan pemberian kredit yang lebih hati-hati. Penerapan manajemen risiko bias sukses jika Lembaga Pembiayaan dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) , ATMP/Dealer dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Konsumen/Kreditur dan Pemerintah dalam hal ini BAPEPAM-LK serius dalam menerapkannya. Perusahaan/Lembaga pembiayaan harus tegas dan tidak mentolerir pengajuan kredit kreditur yang pernah wanprestasi di suatu lembaga pembiayaan lainnya (dan belum ada clearance atas

hutangnya), jika mendaftar hitamkan (Black List Customer) kreditur wanprestasi pada APPI, dan APPI membagi kepada semua lembaga pembiayaan di bawah asosiasinya, tentu dapat memberikan efek jera pada kreditur-kreditur nakal (mana bisa mengajukan kredit motor lagi). Pada kenyataan yang terjadi saat ini banyak masyarakat yang beranggapan macet/wanprestasi bahkan menggadaikan objek kredit disatu lembaga pembiayaan, masih bisa mengajukan kredit lagi di lembaga pembiayaan lainnya, dan banyak anggapan itu BENAR !!! hal ini yang menyebabkan mengapa pengajuan kredit sepeda motor dengan uang muka rendah atau bahkan tanpa uang muka sangat beresiko tinggi, padahal harapan dari lembaga pembiayaan adalah agar bisa membantu calon kreditur kelas bawah bisa memiliki sepeda motor baru/bekas dan meraih keuntungan. Proses pembelajaran pada masyarakat/kreditur tidak akan pernah berhasil jika lembaga-lembaga pembiayaan dan asosiasinya, ATPM dan asosiasinya menutup sebelah mata dalam mengatasi hal ini. Memang dalam memfasilitasi agar lembaga-lembaga pembiayaan bersedia memberikan daftar kreditur wanprestasinya (Black List Customer) harus ada peranan dari pemerintah dalam hal ini BI dan BAPEPAM-LK. Sebab tidak semua lembaga pembiayaan mau membuka database black list customernya (rahasia kata mereka) disinilah peranan pemerintah, agar mengharuskan dengan nyata bukan hanya dalam kata dalam undang-undang saja, perlu audit/pemeriksaan yang detail, agar lembaga-lembaga pembiayaan wajib mematuhinya. Jika hal ini dapat terlaksana maka setidaknya banyak hal yang terbantu untuk menekan kerugian, maka menejemen resiko yang sebenarnya dapat berjalan baik, bukan sekedar suatu divisi kosmetik yang wajib ada hanya karena desakan dari BI. Tulisan ini saya dedikasikan (boleh ditambah oleh rekan-rekan lainnya) kepada semua rekanrekan SURVEYOR dimanapun kalian berada, saya sangat tahu dan memahami pekerjaan sebagai SURVEYOR di lembaga pembiayaan sepeda motor = memegang ujung mata pisau, sedikit saja bergerak salah, SURVEYOR selalu di identikkan dengan melakukan penyimpangan jabatan = FRAUD, dan kalian tambahkan dengan performance buruk karena banyak kreditur kalian yang macet/delay bayar/tarik-sita unit dan akhirnya dipaksa untuk mundur dari pekerjaan. Saya tahu benar kalian memang melakukan sedikit penyimpangan karena tekanan dan tuntutan profesi, surveyor harus banyak jual dengan resiko macet sekecil-kecilnya, padahal jika kalian menolak/reject calon debitur yang tidak layak, maka manager marketing kalian akan memusuhi, dealer akan menyisihkan, dan paling parah manajemen akan melihat kalian tidak produktif, karena ratio productifity rendah, maka pintar-pintarlah dalam melhat situasi biasanya lembaga pembiayaan akan merekrut SDM SURVEYOR sebanyak-banyaknya pada awal tahun, dan mulai menekan surveyor dengan produktifitas rasio pada 3 bulan di akhir tahun. Akhir Kata tanpa bermaksud untuk meyudutkan siapa/lembaga apapun RISK MANAGEMENT hanya kalimat bagus, tanpa bisa menjalankan fungsinya jika semua institusi yang terlibat didalamnya tidak dengan sungguh-sungguh menjalankanya. Apakah Manajemen Risiko Mampu Menangkal NPL Sepeda Motor di Indonesia ?