artikel penelitian oleh
TRANSCRIPT
ETNOMATEMATIKA PADA PENJUALAN BUAH
DI LAPAK RAMBIPUJI JEMBER
ARTIKEL PENELITIAN
Oleh:
Gilang Angga Wijayantyo
NIM 1510251002
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
2021
ETNOMATEMATIKA PADA PENJUALAN BUAH
DI LAPAK RAMBIPUJI JEMBER
Gilang Angga Wijayanto
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP
Universitas Muhammadiyah Jember
Email: [email protected].
Abstrak
Latar belakang penelitian ini diantaranya adalah karena kemampuan
pedagang dalam menentukan harga jual serta adanya penghitungan matematika yang
dapat mendukung adanya pembelajaran yang inovatif dan diterapkan oleh
sekelompok masyarakat dalam budaya tertentu. Beberapa pedagang yang memiliki
pendidikan rendah namun mereka mampu untuk menggunakan konsep matematika
dengan cara mereka sendiri untuk memperkirakan harga barang yang akan dijual dan
menggunakan konsep perbandingan yang nantinya dapat mengetahui terkait dengan
untung dan rugi yang akan didapatkan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif. Pelaksanaan penelitian yaitu 14 Januari 2021 di Lapak
Rambipuji Jember. Peneliti ini menggunakan tiga metode pengumpulan data
diantaranya, yaitu menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa pedagang cenderung
mengabaikan angka 0 sebagai ribuan, puluh ribuan, maupun ratusan ribu. Mereka
cenderung mengucapkan 0, 1, 2, …, 9 untuk ribuan. 10, 11, 12, …, 99 untuk puluhan
ribu dan 100, 101, 102, …, 999 untuk ratusan ribu tentunya dengan Bahasa Jawa.
Simpulan penelitian ini adalah Algoritma berhitung dalam transaksi
penjualan buah yang dilakukan oleh pedagang buah di lapak rambipuji jember,
terkait dengan penjumlahan yaitu mendapatkan hasil para pedagang dalam proses
transaksi jual beli adalah dengan menjumlahkan nilai pada tempat ribuannya terlebih
dahulu, dan mengabaikan angka nol di belakangnya. Berdasarkan pengurangan
didapatkan hasil perhitungan pengembalian dengan menggenapkan pengurangnya
terlebih dahulu pada puluhan keatasnya (melengkapkan ke atas) atau dikenal dengan
istilah counting up. Hasil perkalian yaitu penjual membuang angka nol serta sengaja
menghitung dengan cara bertahap dimana pada perkalian dengan jumlah besar
penjual akan mengalikan dengan jumlah setengahnya kemudian ditambahkan.
Sedangkan terkait dengan pembagian yaitu didapatkan hasil pedagang selalu
mencari nilai tengah dimana pedagang selalu membagi dua dan kemudian dibagi lagi
jika inggin mengetahui satuan lebih terkecil.
Kata Kunci: Etnomatematika, Algoritma Berhitung, Penjual
Abstract
The background of this research is the ability of traders to determine the
selling price and the existence of mathematical calculations that can support
innovative learning and are applied by a group of people in certain cultures. Some
traders have low education but they are able to use mathematical concepts in their
own way to estimate the price of goods to be sold and use the concept of comparison
which can find out related to the profit and loss that will be obtained.
The type of research used in this research is descriptive qualitative research.
The research was carried out on January 14, 2021 in Rambi Puji Jember. This
researcher uses three methods of data collection including, using observation,
interviews and documentation.
Based on the research results obtained that traders tend to ignore the
number 0 as thousands, tens of thousands, or hundreds of thousands. They tend to
pronounce 0, 1, 2, …, 9 for thousands. 10, 11, 12, …, 99 for tens of thousands and
100, 101, 102, …, 999 for hundreds of thousands of course in Javanese.
The conclusion of this research is the arithmetic algorithm in fruit sales
transactions carried out by fruit traders at the Rambi Puji Jember stall, related to
addition, namely getting the results of traders in the buying and selling transaction
process is to add up the value in the thousands place first, and ignore the zeros
behind it Based on the subtraction, the results of the calculation of the return are
obtained by completing the deduction first in the tens and above (complete to the
top) or known as counting up. The result of multiplication is that the seller discards
zeros and deliberately calculates in a gradual way where in multiplication with a
large number the seller will multiply by half and then add it. Meanwhile, related to
the division, the result is that traders always look for the middle value where traders
always divide by two and then divide again if they want to know the smallest unit.
Keywords: Ethnomathematics, Calculating Algorithm, Seller
LATAR BELAKANG
Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang banyak mengundang perhatian berbagai
elemen dari aspek kehidupan. Matematika
merupakan alat dan ilmu pendukung bagi cabang
ilmu lainnya untuk mendapatkan solusi dari
berbagai permasalahan yang timbul, selain itu
matematika juga sangat berguna dalam kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari (Lestari, 2019).
Matematika merupakan teknologi simbolis yang
tumbuh pada keterampilan atau aktivitas
lingkungan yang bersifat budaya. Aplikasi
matematika sangat banyak bermanfaat baik
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maupun
diterapkan dalam bidang ilmu lainnya. Manfaat
tersebut di antaranya adalah matematika sebagai
media melatih untuk berpikir kritis, inovatif,
kreatif, mandiri serta mampu menyelesaikan
masalah (Susanto, 2013).
Dalam kehidupan sehari-hari, matematika
digunakan untuk menghitung, menalar, atau
memecahkan masalah. Sebagian besar pendidik
mengakui bahwa matematika itu penting, namun
sebagian dari mereka sering mengalami kesulitan
dalam mempelajari matematika (Sirate, 2018).
Persoalan ini muncul karena adanya
ketidaksesuaian yang mereka temukan di luar
sekolah. Pembelajaran matematika di sekolah
terlalu bersifat formal dan berbeda dengan
kehidupan sehari-hari, sehingga matematika
dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit oleh
peserta didik (Hartoyo, 2012). Menyikapi masalah
ini, pembelajaran matematika perlu dikaitkan
dengan permasalahan kontekstual yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Berbagai budaya yang ada
di masyarakat Indonesia maupun dunia, perlu
dipelajari. Dengan menyertakan konteks budaya
ini wawasan siswa akan menjadi semakin luas,
kosakata bertambah, dan akan mudah
menyelesaikan berbagai permasalahan yang
dihadapi (Malalina et al., 2020)
Keterkaitan antara matematika dan budaya
dikenal sebagai etnomatematika. Etnomatematika
dapat dipandang sebagai suatu ranah kajian untuk
meneliti cara seseorang dari budaya tertentu dalam
memahami, mengekspresikan, dan menggunakan
konsep serta praktik kebudayaannya yang
digambarkan sebagai suatu yang matematis
(Karnilah, 2013). Pasar tradisional merupakan
contoh penerapan matematika di luar sekolah.
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya
pedagang dan pembeli serta ditandai dengan
adanya transaksi dan tawar menawar harga secara
langsung. Budaya tawar menawar di pasar
tradisional mempunyai unsur penjumlahan,
perkalian, maupun pengurangan Unsur-unsur
tersebut merupakan rumusan matematika. Budaya
sebagai keseluruhan aktivitas manusia, termasuk
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,
adat istiadat, dan kebiasaan lain (Larsen, 2013).
Budaya merupakan satu kesatuan yang utuh
dan menyeluruh dari beragam perwujudan yang
dihasilkan dan berlaku dalam suatu komunitas.
Hal tersebut memungkinkan bahwa terdapat
konsep- konsep matematika yang tertanam dalam
praktek-praktek budaya dan mengakui bahwa
semua budaya dan semua orang mengembangkan
metode unik untuk memahami dan mengubah
realitas mereka sendiri, yang kemudian disebut
etnomatematika (Rosa dan Orey, 2011).
Penerapan matematika dalam kehidupan sehari-
hari sering kali muncul, seperti halnya yang
dilakukan masyarakat Rambipuji Jember lapak
penjualan buah yang salah satu mata
pencahariannya berdagang. Pada saat
memperkirakan harga barang yang akan dijual,
mereka secara tidak langsung menggunakan
konsep perbandingan yang dalam hal ini adalah
untung atau rugi. Hal ini menarik karena sekalipun
diantara mereka ada yang memiliki Pendidikan
yang rendah, tetapi mereka dapat menggunakan
konsep matematika dengan cara mereka sendiri.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka
peneliti tertarik melakukan penelitian yang
berjudul “Etnomatematika pada Penjualan Buah di
Lapak Rambipuji Jember”
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian deskriptif dan menggunakan
pendekatan kualitatif yang lebih menekankan
analisis pada proses dan bersifat induktif
(Sugioyo, 2010:1) . Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami
teorema tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain- lain secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moleong, 2012:6).
Penelitian yang telah dilakukan ini
dimaksudkan untuk mendeskripsikan
etnomatematika pada proses transaksi penjualan
yang dilakukan pedagang buah di Lapak Penjualan
Buah Rambipuji Jember. Penelitian ini
menyajikan pandangan peneliti terhadap aktivitas
etnomatematika dalam transaksi penjualan,
pandangan yang mewakili pelaku budaya terhadap
transaksi penjualan dan analisis etnomatematika
dalam transaksi penjualan tersebut serta deskripsi
tentang cara pedagang buah dalam menghitung
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian dalam transaksi penjualan yang
dilakukan.
Tekhnik Pengumpulan Data
a. Observasi
Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui obyektivitas dari kenyataan yang akan
ada tentang keadaan kondisi obyek yang akan
diteliti
b. Wawancara
Wawancara mendalam, yaitu
Mengumpulkan sejumlah data dan informasi
secara mendalam dari informan dengan
menggunakan pedoman wawancara atau peneliti
melakukan kontak langsung dengan subyek
meneliti secara mendalam utuh dan terperinci
c. Dokumentasi
Langkah-langkah yang harus ditempuh
dalam perencanaan ini, yaitu: 1) Menetapkan
tujuan pembelajaran, 2) Membuat dan menyiapkan
instrumen penelitian berupa lembar observasi, 3)
Menyusun instrumen, baik instrumen proses
maupun instrumen hasil.
Instrumen Penelitian
a. Pedoman Wawancara
Pedoman ini disusun tidak hanya
berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga
berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah
yang ditelit
b. Pedoman Observarsi
Pedoman observasi disusun berdasrkan
hasil observasi terhadap perilaku subjek selama
wawancara dan observasi terhadap lingkungan
atau setting wawancara, serta pengaruhnya
terhadap perilaku subjek dan informasi yang
muncul pada saat berlangsungnya wawancara.
c. Alat Perekam
Dalam pengumpulan data, alat perekam
baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari
subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada
saat wawancara berlangsung.
Tekhnik Analisis Data
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses analisis data
yang dilakukan untuk mereduksi dan merangkum
hasil-hasil penelitian dengan menitikberatkan
pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti.
Reduksi data bertujuan untuk mempermudah
pemahaman terhadap data yang telah terkumpul
sehingga data yang direduksi memberikan
gambaran lebih rinci.
b. Display Data
Display data adalah data-data hasil penelitian
yang sudah tersusun secara terperinci untuk
memberikan gambaran penelitian secara utuh.
Data yang terkumpul secara terperinci dan
menyeluruh selanjutnya dicari pola hubungannya
untuk mengambil kesimpulan yang tepat.
Penyajian data selanjutnya disusun dalam bentuk
uraian atau laporan sesuai dengan hasil penelitian
diperoleh.
c. Kesimpulan/Varifikasi
Kesimpulan merupakan tahap akhir dalam
proses penelitian untuk memberikan makna
terhadap data yang telah dianalisis. Proses
pengolahan data dimulai dengan penataan data
yang dilakukan penulis dapat memperoleh data
yang memenuhi kriteria keabsahan suatu
penelitian
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN
Hasil Validitas Pedoman Observasi
Uji validitas instrumen pedoman observasi
bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian
setiap item pengamatan pada pedoman observasi.
Dari data hasil validasi kemudian dianalisis sesuai
dengan metode analisis data. Analisis data hasil
validasi dimuat pada lampiran. Berdasarkan
perhitungan yang diperoleh peneliti mendapatkan
nilai rata-rata total untuk semua aspek (Va) = 4
termasuk dalam kategori baik. Jika dilihat dari
tingkat kevalidan instrumen dari data hasil validasi
pedoman observasi berada pada kategori valid
Hasil Validitas Pedoman Wawancara
Uji validitas instrumen pedoman wawancara
bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian
setiap pertanyaan pada pedoman wawancara. Dari
data hasil validasi kemudian dianalisis sesuai
dengan metode analisis data.
Komunikasi untuk Transaksi Jual Beli
Hasil penelitian dari wawancara dan observasi
diketahui bahwa bahasa yang digunakan untuk
transaksi jual beli buah yang digunakan oleh
pedagang adalah jawa, Indonesia dan Madura.
Namun bahasa madura mendominasi antar
pedang. Masyarakat suku Madura tidak hanya
berada di Pulau Madura saja, namun sudah
tersebar di beberapa kota di Indonesia, paling
banyak mereka imigrasi ke kota-kota di provinsi
Jawa Timur yakni sebanyak 6.520.403 jiwa.
Jember merupakan salah satu kota di Jawa Timur
dengan penduduk mayoritas ber-etnis Madura,
dapat diidentifikasi dengan bahasa yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
dapat dengan mudah ditemukan pada masyarakat
Jember yang berkomunikasi dengan
menggunakan Bahasa Madura dan berlogatkan
seperti orang Madura.
Indikator Observasi Wawancara Dokumentasi
Komunikasi
untuk
Transaksi Jual
Beli
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat
transaksi jual beli yang dilakukan oleh
pedagang buah lebih sering
menggunakan bahasa madura, hal yang
unik terlihat penyebutan 1,2,3 sdt untuk
mata uang ribuan. 10, 11, 12, …, 99
untuk puluhan ribu dan 100, 101, 102,
…, 999 untuk ratusan ribu hal yang unik
lain adalah pedangang selalu
memberikan bonus buah lebih disetiap
tansaksi nya
Iya saya lebih sering
menggunakan bahasa
Madura, tapi ya
tergantung lawan bicara
terkadang Indonesia dan
jawa.
Saya terbiasa menyebut
1,2,3 sdt untuk mata uang
ribuan. 10, 11, 12, …, 99
untuk puluhan ribu dan
100, 101, 102, …, 999
untuk ratusan ribu dan
saya selalu memberi
lebihan disetiap transaksi
-catatan dokumen di
menemukan
pedagang menganti
penyebutan ,2,3 sdt
untuk mata uang
ribuan. 10, 11, 12,
…, 99 untuk puluhan
ribu dan 100, 101,
102, …, 999 untuk
ratusan ribu
Penjumlahan
Berdasarkan hasil pengamatan
pedagang melakukan penjumlahan
dengan mengabaikan angka nol
Saya sengaja membuang
nol karena akan lebih
mudah menghitung dan
lebih cepat
Catatan dokumentasi
pada buku catatan
penjualan pedagang
melakukan
penjumlahan dengan
mengabaikan nilai
nol
Pengurangan Peneliti melihat pedagang melakukan
pengembalian dengan teknik
menggenapkan pengurangnya terlebih
dahulu pada puluhan keatasnya
(melengkapkan ke atas) atau dikenal
dengan istilah counting up
Saya akan mengenapkan
uangnya dulu misal membeli buah apel 2kg
setengah
Buah mangga 1kg =
23.000
2 kg setengah x 23.000=
57.500
Jadi , 2 kg setengah
adalah 57.500
Konsumen membayar
60.000 kembali 2.500 ,
Penjual tidak punya
kembali an 2.500 jadi
caranya penjual
berkomunikasi dengan
konsumen dengan cara
konsumen membayar
62.500 penjual
mengembalikan sisa nya
jadi 5000.
Catatan pengurangan
yang dilakukan
pedagang dengan
mengabaikan angka
nol
Perkalian Hasil pengamatan penjual membuang
angka nol serta sengaja menghitung
dengan cara bertahap dimana pada
perkalian dengan jumlah besar penjual
akan mengalikan dengan jumlah
setengahnya kemudian ditambahkan.
Kalau perkalian dalam
jumlah banyak saya
kalikan 2 dulu baru sya
tambahkan
Catatan penjal pada
buku jual beli
terlihat penjual
mengalikan
daganganya dalam
jumlah kecil
kemudian
ditambahkan
Pembagian Pengamatan peneliti menemukan
pedagang selalu mencari nilai tengah
dimana pedagang selalu membagi dua
dan kemudian dibagi lagi jika inggin
mengetahui satuan lebih terkecil.
Sama dengan perkalian
pembagian juga saya
selalu menggunakan
teknik bagi 2 kemudian
saya bagi lagi
Catatan penjal pada
buku jual beli
terlihat penjual
membagi 2 pada
setiap pembagian
untuk mengetahui
harga jual buah
Pada umumnya sebagian besar pedagang
buah di lapak buah Jember tidak menyebutkan
bilangan menggunakan bahasa Indonesia,
melainkan menggunakan Bahasa Jawa atau
Madura. Sebagian besar pedagang cenderung
mengabaikan angka 0 sebagai ribuan, puluh
ribuan, maupun ratusan ribu. Mereka cenderung
mengucapkan 0, 1, 2, …, 9 untuk ribuan. 10, 11,
12, …, 99 untuk puluhan ribu dan 100, 101, 102,
…, 999 untuk ratusan ribu tentunya dengan
Bahasa Jawa. Hal ini menarik karena secara tidak
langsung mengetahui nilai tempat suatu bilangan
karena mereka hanya menyebut puluhan, ratusan,
ribuan saja. Hal lain yang ditemukan saat
penelitian adalah pedagang buah selalu
memberikan bonus buah di setiap transaksi jual
belinya.
PEMBAHASAN
Komunikasi untuk Transaksi Jual Beli
Alat komunikasi yang digunakan oleh pedagang
buah untuk transaksi jual beli menggunakan
bahasa Indonesia, Jawa dan Madura, namun
bahasa madura mendominasi proses jual beli.
Aktifitas membilang yang dilakukan pedagang
buah di lapak buah Jember tidak menyebutkan
bilangan menggunakan bahasa Indonesia,
melainkan menggunakan Bahasa Jawa atau
Madura. Sebagia besar
pedagang cenderung mengabaikan angka 0
sebagai ribuan, puluh ribuan, maupun ratusan
ribu. Mereka cenderung mengucapkan 0, 1, 2, …,
9 untuk ribuan. 10, 11, 12, …, 99 untuk puluhan
ribu dan 100, 101, 102, …, 999 untuk ratusan ribu
tentunya dengan Bahasa Jawa. Pedagang
membuat nilai angka lebih kecil. Mereka
menggunakan ribuan sebagai satuan. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah perhitungan.
Hal ini menarik karena secara tidak langsung
mengetahui nilai tempat suatu bilangan karena
mereka hanya menyebut puluhan, ratusan, ribuan
saja. Hal lain yang ditemukan saat penelitian
adalah pedagang buah selalu memberikan bonus
buah di setiap transaksi jual belinya.
Temuan penelitian menunjukan cara yang
berbeda pada perhitungan hal ini sesuai pendapat
Hartoyo, (2012) mengenai tujuan dari
etnomatematika adalah untuk mengakui bahwa
ada cara-cara berbeda dalam melakukan
matematika dengan mempertimbangkan
pengetahuan matematika akademik yang
dikembangkan oleh berbagai sektor masyarakat
serta dengan mempertimbangkan modus yang
berbeda dimana budaya yang berbeda
merundingkan praktik matematika mereka (cara
mengelompokkan, berhitung, mengukur,
merancang bangunan atau alat, bermain dan
lainnya). Temuan tersebut juga membuktikan
bahwa terdapat konsep- konsep matematika yang
tertanam dalam praktek-praktek budaya dan
mengakui bahwa semua budaya dan semua orang
mengembangkan metode unik untuk memahami
dan mengubah realitas mereka sendiri, yang
kemudian disebut etnomatematika (Rosa dan
Orey, 2011).
Memahami temuan dalam aktivitas
membilang pada masyarakat jawa, khususnya
Jember ini, seharusnya dapat dimunculkan dalam
kegiatan pembelajaran khususnya bagi para
siswa yang tinggal di Jember. Dari sini juga akan
membuat wawasan siswa tentang budayanya
akan menjadi semakin luas dan kosakata yang
dimiliki juga semakin kaya, sehingga hal ini akan
mengaktualisasi nilai-nilai budaya bangsa dan
meminimalisir nilai-nilai bangsa yang mulai
perlahan terlupakan seiring dengan gencarnya
arus budaya asing yang masuk di Indonesia.
Algoritma berhitung dalam transaksi
penjualan buah yang dilakukan oleh
pedagang buah di Lapak Rambipuji Jember
Operasi hitung yang dilakukan pedagang buah di
Lapak Rambipuji Jember terdiri dari operasi
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian.
a. Penjumlahan
Penyelesaian operasi penjumlahan
dilakukan oleh pedagang dengan menjumlahkan
nilai tempat ribuan dan mengabaikan angka nol.
Penjumlahan yang dilakukan oleh para pedagang
dalam proses transaksi jual beli adalah dengan
menjumlahkan nilai pada tempat ribuannya
terlebih dahulu, dan mengabaikan angka nol di
belakangnya. Hal ini dilakukan pedagang demi
kemudahan dalam penyelesaian perhitungan,
karena dalam berdagang sebagian besar pedagang
tersebut tidak menggunakan kalkulator. Namun
meskipun demikian proses penjumlahan dapat
secara cepat dilakukan oleh para pedagang
tersebut. Penjumlahan (+) merupakan salah satu
operasi algoritma dasar. Penjumlaha merupakan
penambahan dua bilangan menjadi satu bilangan
yang disebut dengan jumlah. Jika penambahan
bilangan tersebut lebih dari dua bilangan dapat
disebut sebagai operasi penambahan berulang atau
penjumlahan total (summation) yang juga
mencakup penambahan dari barisan bilangan tak
hingga (infinite) (Fajariyah, 2018). Secara teori
ekonomi, hal ini dikenal dengan istilah
redenominasi yang artinya adalah
menyederhanakan pecahan mata uang menjadi
pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi
digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata
uang tersebut (Euphrasia dan Suhendra, 2012).
Beda halnya dengan istilah sanering yang
merupakan pemotongan nilai uang atau
mengurangi nilai uang namun nilai uang tersebut
juga ikut berubah. Penjumlahan memiliki sifat
komutatif dan assosiatif, sehingga urutan
penjumlahan tidak berpengaruh pada hasilnya.
Penjumlahan memiliki elemen identitas nol, jika
sembarang bilangan ditambahkan dengan identitas
nol maka bilangan tersebut tidak berubah.
Selanjutnya elemen bilangan invers dari
penambahan adalah negatif dari bilangan itu
sendiri, penambahan bilangan dengan inversnya
maka akan menghasilkan identitas yaitu nol
(Fajariyah, 2018).
b. Pengurangan
Hasil penelitian menemukan dalam
penelitian ini narasumber melakukan perhitungan
pengembalian dengan menggenapkan
pengurangnya terlebih dahulu pada puluhan
keatasnya (melengkapkan ke atas) atau dikenal
dengan istilah counting up. Counting up adalah
melengkapkan ke atas sehingga mencapai uang
yang dibelanjakan. Dalam penelitian ini
pedagang juga melewati angka nol hal ini sesuai
dengan teori yang diungkapkan oleh Wijaya,
(2012:173) pengurangan dengan melewati nol
terjadi apabila di dalam bilangan tersebut
terdapat nol. Maka teknik yang dilakukan adalah
meminjam ke nilai tempat yang lebih tinggi atau
meminjam dua kali. Misal dan maka perlu
meminjam . Meminjam 1 dari . merupakan 10
untuk 0. Karena amempunyai nilai tempat
ratusan sedangkan 0 mempunyai nilai tempat
puluhan. Jadi sekarang 0 bukanlah 0 tetapi
bernilai 10. Kemudian meminjam 1 dari 10 untuk
dikurangkan dengan . Sedangkan yang mulanya
bernilai 0 berubah menjadi 10 dan kini menjadi
9. Teknik ini sama dengan teknik meminjam,
hanya perlu meminjam dua kali karena nilai 0
tersebut.
Pengurangan (-) merupakan lawan dari
operasi penjumlahan. Pengurangan juga dapat
diartikan sebagai mencari perbedaan antara dua
bilangan A dan B (A-B) yang hasilnya
merupakan selisih dari dua bilangan tersebut.
Jika nilai A lebih besar dari B maka selisih dua
bilangan tersebut bernilai positif. Jika nilai
bilangan A dan B sama maka selisih dua bilangan
tersebut adalah nol dan jika bilangan A lebih
kecil dari B maka selisih dua bilangan tersebut
bernilai negatif. Pengurangan tidak memiliki sifat
komutatif maupun assosiatif sehingga terkadang
pengurangan dipandang sebagai penambahan
suatu bilangan dengan negatif bilangan lainnya,
A-B=A+(-B). Dengan cara penulisan ini maka
sifat komutatif dan assosiatif dapat terpenuhi
(Ariyanto, 2011:78).
c. Perkalian
Keunikan yang ditemukan pada
perhitungan perkalian adalah penjual membuang
angka nol serta sengaja menghitung dengan cara
bertahap dimana pada perkalian dengan jumlah
besar penjual akan mengalikan dengan jumlah
setengahnya kemudian ditambahkan. Cara unik
oprasi perkalian yang ditemukan mendukung
teori yang diungkapkan oleh Ariyanto,
(2011:144) dimana jika dan merupakan suatu
bilangan yang akan dikalikan menggunakan cara
bersusun pendek maka mengalikan bilangan dan
menggunakan teknik menyimpan tanpa ada
proses penjumlahan tetapi langsung
mendapatkan hasil.
Perkalian (×) merupakan penjumlahan
yang berulang-ulang. Perkalian dua bilangan
menghasilkan hasil kali (product). Karena
perkalian merupakan penjumlahan yang berulang
maka perkalian memiliki sifat komutatif dan
assosiatif, selain itu perkalian juga memiliki sifat
distributif atas penambahan dan pengurangan.
Elemen identitas dari perkalian adalah satu.
Bilangan berapapun jika dikalikan dengan satu
maka hsilnya adalah bilangan itu sendiri.
Sedangkan invers dari perkalian adalah adalah
satu per bilangan itu sendiri. Bilangan yang
dikalikan dengan inversnya maka hasilnya adalah
identitas yaitu satu (Wijaya, 2012:175).
d. Pembagian
pertanyaan yang ditujukan juga
menyesuaikan dengan harga dan barang-barang
yang dijual. Keunikan yang ditemukan pada saat
perhitungan pembagian adalah pedagang selalu
mencari nilai tengah dimana pedagang selalu
membagi dua dan kemudian dibagi lagi jika inggin
mengetahui satuan lebih terkecil. Pada operasi
pembagian, jika bilangan yang dibagi nilainya
besar maka pedagang menyelesaikannya dengan
mencari bilangan yang mendekati dan bisa dibagi
oleh pembagi.
Jika masih memiliki sisa maka dibagi Kembali
hingga habis. Proses penyelesaian pada beberapa
operasi hitung ini juga sejalan dengan
penyelesaian operasi hitung yang terdapat pada
penelitian Indrawati (2015) dan Munawwaroh
(2016). Algoritma pembagian memiliki sifat
sebagaimana algoritma pengurangan yaitu tidak
memenuhi sifat pertukaran atau komutatif, tidak
memenuhi sifat identitas, dan tidak memenuhi
sifat pengelompokan atau asosiatif. Algoritma
pembagian tidak memenuhi sifat pertukaran atau
komutatif (Wijaya, 2012:179).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa Etnomatematika pada
Penjualan buah di Lapak Rambipuji Jember
komunikasi meggunakan bahasa Indonesia , jawa
dan Madura, aktifitas membilang yang digunakan
yaitu menghilangkan angka 0 dimana puluhan
menjadi satuan, ribuan menjadi puluhan dan
ratusan menjadi ribuan.
Algoritma berhitung dalam transaksi
penjualan yang dilakukan oleh pedagang buah di
Lapak Rambipuji Jember cara penjumlahan
dilakukan dengan menjumlahkan nilai angka
ribuan dengan mengabaikan angka nol, pada
pengurangan dilakukan dengan menggunakan
system counting up. Pada perkalian dilakukan
dengan mengalikan jumlah belanja dengan angka
ribuan dan dengan menggunakan perkalian
bertahap yang kemudian hasil perkalian tiap tahap
dijumlahkan. Sedangkan pada pembagian
dilakukan dengan cara membagi antar angka
paling tinggi dan juga dilakukan pembagian secara
bertahap.
SARAN
a. Bagi pembelajaran matematika
Hasil penelitian menemukan banyak cara-
cara unik yang dgunakan pedagang dalam
transaksi jual beli, disarankan untk pembelajaran
matematika dapat mengkaji lebih dalam mengenai
etnomatematika pada transaksi jual beli karena
ilmu tersebut digunakan sampai akhir hayat
b. Peneliti Selanjutnya
Sebaiknya tidak salah dalam melakukan
penafsiran terhadap definisi yang digunakan
dalam penelitian. Sebaiknya lebih banyak lagi
mencari aktivitas etnomatematika, sehingga dapat
mengetahui lebih lengkap aktivitas matematika
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari pada
suatu kebudayaan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto. (2011). Pembelajaran Aritmatika
Sekolah Dasar. Surakarta : PSKGJFKIP
Univ. Muhammadiyah Surakarta.
Bonner, E. P. (2010). Promoting culturally
responsive teaching through action
researchina mathematics methods
course. Journal of Mathematics and
Culture, 5(2), pp.16-30.
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-
mathematics- culture
Fajariyah, Nur dan Defi Triratnawati. (2008).
Cerdas Berhitung Matematika Kelas 3.
Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Fajriyah, E. (2018). “Peran Etnomatematika
Terkait Konsep Matematika dalam
Mendukung Literasi”. PRISMA,
Prosiding Seminar Nasional
Matematika. Vol 1
Fradi, L. O., Laurens, T., & Mataheru, W.
(2019). Etnomatematika Dalam
Transaksi Jual Beli Yang Dilakukan
Pedagang Di Pasar Tradisional
Kabupaten Kaimana. JUMADIKA :
Jurnal Magister Pendidikan
Matematika, 1(1), 1–8.
https://doi.org/10.30598/jumadikavol1i
ss1year2019page1-8
Hartoyo, A. (2012). Eksplorasi
Etnomatematika pada Budaya
Masyarakat Dayak Perbatasan
Indonesia-Malaysia Kabupaten Sanggau
Kalbar. Jurnal Penelitian Pendidikan
Irawan, A.,& Kencanawaty, G. (2017).
“Implementasi Pembelajaran
Matematika Realistik Berbasis
Etnomatematika”. Journal of
Mathematics Education IKIP Veteran
Semarang. 1 (2) 74-81
Karnilah, N. (2013)..Study
Ethnomathematics: Pengungkapan
Sistem Bilangan Masyarakat Adat
Baduy. Jurnal Study Ethnomatematics
KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). [Online] Available at:
http://kbbi.web.id/rehabilitasi
Larsen, T. (2013). E.B. tylor, religion and
anthropology. British Journal for the
History of Science.
https://doi.org/10.1017/S0007087412
000039
Lestari, M. (2019). Etnomatematika pada
Transaksi Jual Beli Pasar Tradisional di
Solo. STRING (Satuan Tulisan Riset
dan Inovasi Teknologi), 3(3), 318.
https://doi.org/10.30998/string.v3i3.359
0
Malalina, M., Ilma, R., Putri, I., Zulkardi, Z.,
& Hartono, Y. (2020).
Ethnomathematics : Treasure Search
Activity in the Musi River. Numerical:
Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika
http://journal.iaimnumetrolampung.ac.i
d/index.php/numerical
DOI:https://doi.org/10.25217/numerical
.v4i1.870 Ethnomathematics:, 4(1), 31–
40.
Munawaroh. (2016). Etnomatematika Pada
Transaksi Jual Beli Yang Dilakukan
Pedagang Sayur Dalam Masyarakat
Madura Di Paiton Probolinggo. Skripsi :
Universitas Jember, 8(3), 6–10.
Maryanti. (2012). Peningkatan Literasi
Matematika Peserta didik Melalui
Pendekatan Metacognitive Guidance.
Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia
Moleong, L. (2014). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Rosa, M., & Orey, D. C. (2011).
Ethnomathematics: the cultural aspects
of mathematics. Revista
Latinoamericana de Etnomatemática.
Sirate, F. (2018).Implementasi
Etnomatematika Dalam Pembelajaran
Matematika Pada Jenjang Pendidikan
Sekolah Dasar.LenteraPendidikan :
Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan.
https://doi.org/10.24252/lp.2012v15n
1a4
Sirate, S. F. (2011). Studi Kualitatif Tentang
Aktivitas Etnomatematika dalam
Kehidupan Masyarakat Tolaki. Jurnal
Lentera Pendidikan. Vol. 14, (2).
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : Alfabeta, CV
Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan
Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Suwarsono. 2014. A/at PeragaMatematika
dalam budaya.Yogyakarta: PPPG
Matematika Yogyakarta
Umslah. (2019). Etnomatematika pada
transaksi jual beli oleh pedagang sayur
etnis madura di pasar puring siantan
artikel penelitian. Artikel Publikasi
Universitas Tanjungpura Pontianak.
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan
Matematika Realistik. Yogyakarta :
Graha Ilmu. Indrawati (2015) dan
Munawwaroh (2016).