artikel komposisi

Upload: kartika-trianita

Post on 14-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMURNIAN DAN ENKAPSULASI ENZIM LIPASE MENGGUNAKAN SILIKA DARI DIATOM

Anisah Erika RahayuLaboratorium Penelitian dan Tugas Akhir Biokimia Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan [email protected]

ABSTRAK

PENDAHULUANEnzim lipase (EC. 3.1.1.3) merupakan enzim yang dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis triasilgliserol menjadi diasilgliseol, monogliserol, asam lemak, dan gliserol bebas. Selain itu, lipase juga dapat digunakan sebagai katalis reaksi transesterifikasi yang mengubah minyak/lemak dan alkohol menjadi FAME (Fatty Acid Methyl Ester). Enzim lipase dapat digunakan dalam berbagai industri seperti industri farmasi, kedokteran, makanan, detergen, dan industri biodiesel. Pada industri biodiesel, enzim lipase ini dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel (campuran alkil ester). Lipase ini merupakan katalis yang paling baik dibandingkan dengan katalis asam dan basa karena memiliki efektivitas yang cukup tinggi dalam mengkatalisis reaksi transesterifikasi dalam lingkungan air maupun non-air. Selain itu, enzim lipase ini akan lebih mudah dipisahkan dari produk samping, yaitu gliserol. Biodiesel ini merupakan energi alternatif yang dapat menggantikan sumber bahan bakar minyak (fossil fuel) yang semakin menipis. Banyak peneliti di berbagai negara sedang meneliti dan mencari cara untuk menghasilkan biodiesel dalam jumlah banyak. Terkait dengan jumlah biodiesel yang diharapkan ada dalam jumlah banyak, maka lipase sebagai katalis dalam proses pembuatan biodiesel pun diharapkan tersedia dalam jumlah banyak dan murah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang mengarah pada produksi lipase dalam jumlah banyak dan murah. Pada penelitian terdahulu, Khairunnisa (2013) telah mengonstruksi dan mengekspresikan lipase Staphylococcus WL1 rekombinan yang berasal dari lumpur aktif. Lipase FWS (LipFWS) yang berasal dari isolat Staphylococcus WL1 telah diketahui dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi biodiesel dan produk yang dihasilkan menunjukkan hasil positif pada uji nyala (Handayani, 2011). LipFWS tersebut memiliki karakteristik dengan nilai KM 9,8 mM dan aktivitas optimum pada 55oC dan pH 7 cocok untuk diaplikasikan pada industri biodiesel. Lipase FWS (LipFWS) yang telah direkombinan oleh Khairunnisa (2013) berhasil diekspresikan secara ekstraseluler pada sistem ekspresi B. megaterium MS941 dan secara intraseluler pada sistem ekspresi E. coli BL21 (DE3). Produksi enzim lipase ini perlu dilakukan pada kondisi optimum untuk menghasilkan aktivitas yang tinggi. Selain itu, perlu dilakukan pemurnian supaya enzim yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi dan aktivitas spesifik yang lebih baik terhadap substratnya. Kemudian, untuk menghasilkan biodiesel yang lebih efisien maka enzim lipase harus dapat mengkatalisis reaksi beberapa kali (dapat digunakan beberapa kali). Oleh karena itu, dilakukan proses enkapsulasi enzim dengan menggunakan silika dari mikroalga diatom sehingga dihasilkan enzim lipase yang terimobilisasi pada silika nanopartikel. Dengan begitu, lipase tersebut dapat digunakan beberapa kali sehingga lebih tahan lama dan efisien dalam menghasilkan biodiesel.Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi optimum produksi enzim lipase sehingga dihasilkan enzim dalam jumlah banyak dan aktivitas tinggi. Melakukan proses pemurnian enzim dengan menggunakan silika mikroalga diatom. Melakukan proses enkapsulasi enzim lipase dengan menggunakan silika mikroalga diatom. Menentukan berapa kali pemakaian enzim lipase hasil enkapsulasi yang masih menghasilkan aktivitas dan efisiensi cukup tinggi. Penelitian ini meliputi variasi kondisi produksi enzim lipase, yaitu variasi konsentrasi inducer dan variasi waktu inkubasi setelah induksi. Untuk pemanenan dilakukan sentrifugasi dan lisis sel dengan menggunakan sonikator. Hasil sonikasi berupa ekstrak kasar enzim yang kemudian diukur kadar protein serta aktivitasnya menggunakan spektrofotometer. Selanjutnya ekstrak kasar tersebut dimurnikan dengan menggunakan silika mikroalga diatom berdasarkan prinsip gel filtrasi. Setelah enzim lipase ini lebih murni, proses selanjutnya adalah enkapsulasi dengan menggunakan silika dari mikroalga diatom dan diuji kembali aktivitasnya.

METODE PENELITIANPembuatan medium pertumbuhan bakteri Medium Luria Bertani (LB) padat dibuat dengan komposisi ekstrak ragi 0,5% (b/v), tripton 1% (b/v), agar 2% (b/v), dan NaCl 1% (b/v) dalam akuades. Bahan-bahan tersebut dicampurkan dan selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit. Medium LB cair dibuat dengan cara yang sama, tetapi tanpa penambahan agar pada komposisi medium.Peremajaan kultur bakteri dalam medium padat Peremajaan bakteri pada medium LB padat dilakukan dengan menggoreskan kultur bakteri menggunakan jarum ose, selanjutnya dilakukan inkubasi pada inkubator 37 oC selama 1618 jam. Pembuatan kultur bakteri dalam medium cair Koloni tunggal di atas permukaan medium LB padat dimasukkan ke dalam medium LB cair secara aseptik. Medium LB cair yang telah diinokulasi bakteri diinkubasi di inkubator goyang selama 16 jam pada kondisi 37 oC 150 rpm.

Elektroforesis gel poliakrilamida Gel poliakrilamid tersusun atas dua jenis gel, yaitu gel pemisah dan gel pemekat. Komposisi bahan yang menyusun kedua jenis gel ditunjukkan pada tabel berikut.Tabel 1. Bahan-bahan penyusun gel poliakrilamidKomposisi gel Gel pemisah 10% Gel pemekat 5%

dH2O 2,325 mL 1,452 mL

Akrilamida 40% 1,275 mL 0,255 mL

Bufer Tris-Cl 1,5 M pH 8,8 1,300 mL

Bufer Tris-Cl 1,0 M pH 6,8 0,250 mL

SDS 10% 50 L 20 L

APS 10% 50 L 20 L

TEMED 5 L 3 L

Pada proses pembuatan gel poliakrilamida, gel pemisah dibuat terlebih dahulu dengan mencampurkan semua komposisi penyusun. Campuran penyusun gel pemisah dimasukkan ke dalam cetakan kaca hingga batas hijau pada perangkat kaca (sekitar 1,5 cm dari batas atas kaca), selanjutnya ditambahkan akuades hingga batas atas kaca untuk meratakan permukaan gel. Setelah gel pemisah terbentuk akuades pada bagian atas gel pemisah dibuang dan digantikan dengan campuran penyusun gel pemekat hingga batas atas kaca. Selanjutnya dimasukkan sisir ke dalam kaca yang mengandung gel tersebut sehingga terbentuk cetakan sumur pada gel pemekat sebagai wadah sampel maupun protein penanda. Gel didiamkan beberapa saat hingga memadat. Penyiapan sampel dilakukan dengan mencampurkan sampel dengan bufer pemberat untuk SDS-PAGE (bufer Tris-Cl 50 mM pH 6,8, 2% (b/v) SDS, 0,1% (b/v) bromfenol biru, 10% (b/v) gliserol). Campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit dan disentrifugasi dengan kondisi 12.000 rpm selama 5 menit. Supernatan dimasukkan dalam sumur gel dan elektroforesis dilakukan pada tegangan 140 V selama 80 menit dalam bufer yang mengandung campuran glisin 250 mM, basa Tris 25 mM, dan SDS 0,1% (b/v). Pewarnaan gel untuk keperluan visualisasi protein dilakukan dengan menggunakan coomassie briliant blue dan silver stain. Pewarnaan dengan coomassie brilliant blue dilakukan dengan mencuci terlebih dahulu gel poliakrilamida dengan air selama 3 x 10 menit dan dilanjutkan dengan perendaman gel dengan menggunakan larutan pewarna (coomassie briliant blue, etanol pa, dan H3PO4 85%). Agar pewarnaan merata gel yang telah direndam tersebut digoyang di atas alat belly dancer (Stovall Life Science, USA) dengan kecepatan 3,5.

Pembuatan larutan substrat pNPP (p-nitrofenil palmitat) Larutan substrat pNPP 100 M dibuat dengan mencampurkan larutan pNPP 10 mM, etanol pa, dan bufer kalium fosfat 50 mM pH 7,0 dengan perbandingan 1:4:95. Larutan stok pNPP 10 mM berasal dari sejumlah pNPP yang dilarutkan dalam asetonitril. Uji aktivitas lipase Lipase ekstrak kasar 100 L dicampurkan dengan larutan substrat pNPP 100 M 900 L. Campuran reaksi diinkubasi pada 55 oC dan pada saat yang bersamaan absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Pengukuran dihentikan setelah reaksi berlangsung selama 7,5 menit. Data yang diperoleh digunakan untuk membuat aluran kurva A410 terhadap waktu. Aktivitas enzim ditentukan melalui persamaan

Yang mana menunjukkan laju perubahan absorbansi setiap menit yang diperoleh sebagai garis singgung pada kurva kinetik pada t = 0. Satuan aktivitas lipase dinyatakan dengan IU, yang didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mampu menghasilkan 1 mol pNP sebagai produk reaksi selama 1 menit pada kondisi reaksi yang digunakan.Pembuatan kurva standar BSA dan penentuan konsentrasi protein Larutan standar dibuat dengan melarutkan sejumlah padatan BSA dalam air hingga konsentrasinya mencapai 10 g/ml, 12 g/ml. 15 g/ml, 18 g/ml dan 20 g/ml. Sebanyak 500 L larutan standar direaksikan dengan 500 L pereaksi Bradford selama 5 menit. Absorbansi setiap larutan diukur pada panjang gelombang 595 nm. Sebagai blanko digunakan campuran 500 L air yang direaksikan dengan 500 L pereaksi Bradford selama 5 menit. Untuk pengukuran kadar protein sampel, 500 L larutan sampel direaksikan dengan 500 L pereaksi Bradford selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi protein ditentukan dari aluran kurva strandar BSA.Produksi lipase Kultur bakteri ditumbuhkan dalam 100 ml media LB cair selama 12 jam pada suhu 37C dan 150 rpm. Sebanyak 2% (v/v) kultur dimasukkan ke dalam fermentor yang berisi 5 L media LB baru dan diinkubasi pada suhu 37C dan 150 rpm (agitasi 10x). Setelah OD600 mencapai sekitar 0,6-0,8 maka ditambahkan penginduksi (IPTG) dengan konsentrasi akhir 0,5 mM. Inkubasi dilanjutkan selama 4 jam, kemudian kultur dipanen dengan menggunakan sentrifuga U-320 R dengan kecepatan 8000 rpm, 4oC selama 15 menit. Pelet disimpan untuk selanjutnya dilisis dan diuji aktivitas enzimnya. Fraksinasi Amonium Sulfat dan DialisisFraksinasi dengan amonium sulfat dilakukan dengan cara menambahkan amonium sulfat sedikit demi sedikit pada larutan ekstrak kasar enzim sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Pengadukan diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan busa sampai seluruh amonium sulfat larut dalam larutan enzim. Setiap endapan protein enzim yang didapat dipisahkan dari filtratnya dengan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Pelet yang dihasilkan didialisis untuk menghilangkan amonium sulfat yang ada. Pelet tersebut dilarutkan dalam buffer kalium fosfat pH 7 50 mM. Kemudian, dimasukkan ke dalam kantong selofan dan didialisis menggunakan buffer kalium fosfat pH 7 25 mM selama 24 jam pada suhu 4C.Pemurnian dengan Menggunakan Kolom Silika DiatomPerlakuan enzim selanjutnya adalah pemurnian berdasarkan ukuran dengan kolom kromatografi filtrasi gel menggunakan silika dari diatom sebagai fase diam. Sampel diteteskan pada bagian atas kolom gel silika diatom yang berfungsi sebagai fase diam dan larutan buffer fosfat pH 7 yang berfungsi sebagai fase gerak. Sampel enzim yang memiliki bobot molekul lebih besar dari pori-pori gel akan melewati ruang antar pori-pori sehingga akan lebih dahulu keluar dari kolom sebaliknya yang berbobot molekul lebih kecil akan masuk ke dalam pori-pori matriks sehingga akan keluar lebih lambat. Setelah proses kolom berlangsung, eluen ditampung pada wadah sebesar 15 ml. Eluen yang telah ditampung pada wadah kemudian diukur kadar protein dan aktivitas enzimnya. Fraksi yang memberikan aktivitas tinggi dikumpulkan dan dikarakterisasi serta ditentukan aktivitas esterifikasinya.Enkapsulasi Enzim Lipase dengan Silika Diatom

HASIL DAN PEMBAHASANKondisi Optimum Produksi Enzim LipasePada penelitian terdahulu Khairunnisa (2012) telah melakukan overekspresi gen pengode lipase Staphylococcus WL1 (LipFWS) ke dalam vektor ekspresi, yaitu pMM 1525 dan pET 30a. Lipase rekombinan ini diekpresikan secara ekstraseluler pada Bacillus megaterium dan secara intraseluler pada Escherichia coli. Kemudian, pada penelitian kali ini lebih ditekankan pada lipase rekombinan yang diekspresikan secara intraseluler pada Escherichia coli. Hal ini dilakukan karena pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang lebih mudah dan cepat. Produksi lipase dilakukan dengan membuat dua variasi untuk mengetahui kondisi optimumnya. Variasi yang pertama adalah variasi waktu induksi dan yang kedua adalah variasi konsentrasi inducer. Setelah dilakukan variasi tersebut, hasil yang didapatkan dapat tercermin dari hasil uji aktivitas total dan spesifik, serta kadar proteinnya. Variasi waktu induksi yang dilakukan adalah induksi 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam. Dari hasil uji aktivitas enzim didapatkan bahwa aktivitas enzim paling tinggi berada pada waktu induksi 4 jam. Hasil uji aktivitas ditunjukkan oleh grafik berikut.

4 jam3 jam2 jam1 jamHasil grafik tersebut dapat disimpulkan menjadi tabel berikut.Tabel 2. Tabel Kadar Protein dan Aktivitas dengan Variasi Waktu Variasi WaktudA/dtAktivitas (U)Kadar Protein (mg/ml)Aktivitas Spesifik (U/mg)

1 jam0,00006730,0818513510,4042553190,202474395

2 jam0,00006780,0824594590,6241134750,132122543

3 jam0,00007850,0954729730,648936170,147122286

4 jam0,00008510,10350,5531914890,187096154

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa enzim yang dihasilkan memiliki aktivitas spesifik yang paling baik saat waktu induksi 1 jam dan 4 jam. Akan tetapi, saat waktu induksi 1 jam kadar protein yang dihasilkan masih sedikit dan aktivitas totalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan waktu induksi 4 jam. Oleh karena itu, untuk produksi enzim selanjutnya digunakan waktu induksi 4 jam untuk memaksimalkan enzim yang terekspresi dengan kadar dan aktivitas yang paling tinggi.

0,5 mM0,25 mMVariasi konsentrasi inducer yang digunakan, yaitu 0,25 mM, 0,5 mM, 0,75 mM, dan 1,0 mM. Dari hasil uji aktivitas enzim didapatkan bahwa aktivitas enzim paling tinggi berada pada konsentrasi inducer 0,5 mM. Hasil uji aktivitas ditunjukkan oleh grafik berikut.

1,0 mM0,75 mMHasil grafik tersebut dapat disimpulkan menjadi tabel berikut.Tabel 3. Tabel Kadar Protein dan Aktivitas dengan Variasi Konsentrasi InducerVariasi IPTGdA/dtAktivitas (U)Kadar Protein (mg/ml)Aktivitas Spesifik (U/mg)

0,25 mM0,00007990,0971756762,9397163120,033056141

0,5 mM0,000129850,1579256764,2411347520,037236656

0,75 mM0,00011420,1388918924,6241134750,030036437

1,0 mM0,0001550,1885135146,0248226950,031289471

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa enzim yang dihasilkan memiliki aktivitas spesifik yang paling baik saat konsentrasi inducer 0,5 mM. Meskipun aktivitas total dan kadar protein lebih banyak saat konsentrasi inducer 1,0 mM tetapi aktivitas spesifik lebih baik saat inducer 0,5 mM. Oleh karena itu, untuk produksi enzim selanjutnya digunakan konsentrasi inducer 0,5 mM untuk memaksimalkan enzim yang terekspresi dengan inducer sesedikit mungkin. Pemurnian