artikel kamp. kota

8
Jalan-Jalan di Kampung Kreatif di Kota Kembang Oleh: Doni Ramdhani Pariwisata - Minggu, 3 November 2013 | 11:14 WIB http://www.inilahkoran.com/read/detail/2043859/jalan-jalan-di- kampung-kreatif-di-kota-kembang INILAH.COM, Bandung - Warga didukung Pemerintah Kota Bandung kian gencar merintis kampung kreatif di lima lokasi. Di Dago Pojok, Cicadas, Cicukang, Pasundan, dan Leuwianyar. Semua cocok dikunjungi sebagai destinasi wisata. Berjalan kaki di kampung ini kita bisa merasakan sentuhan berbeda. Seperti yang terlihat di Kampung Kreatif Dago Pojok. Dinding rumah dan tembok di pinggir jalan disulap menjadi kanvas raksasa. Berbagai macam mural dicoretkan dengan tema berbeda. Warna-warni seni budaya menghiasi kampung padat penduduk itu. Penggagas Kampung Kreatif Dago Pojok Rahmat Jabaril menyebutkan, kelima kampung kreatif memiliki karakter berbeda. Dago Pojok lebih fokus pada kampung kreatif. Lalu, Cicadas mengedepankan kampung bernuansa musik dan Cicukang seni rupa. Sedangkan, Pasundan dan Leuwianyar akan disulap menjadi kampung industri oleh-oleh. Dia menjelaskan, bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat pihaknya bercita-cita mengubah wajah kampung. Sebab, kini kampung dikatakannya bukan lagi merupakan tempat bercengkrama. “Kampung yang berada di daerah perkotaan itu sekarang hanya seperti tempat transit saja. Pagi hingga sore orang kerja, rumah hanya ditinggali untuk tidur saja. Budaya yang dulu berkembang di kampung itu sudah enggak ada lagi. Hilang!” kata Rahmat kepada INILAH.COM saat ditemui di kediamannya, belum lama ini. Apalagi, seiring dengan waktu kini di kampung terbilang relatif minim ruang ekspresi yang notabene kebutuhan manusia. Justru, kini kampung secara pelan-pelan direbut dan mulai dikuasai penguasa kota. Berangkat dari situasi dan kondisi seperti itu, Rahmat mulai menggodok ide mengembangkan kampung kreatif di Kota Bandung. Sejak

Upload: nanabee-damn-damn

Post on 22-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kampung kota

TRANSCRIPT

Jalan-Jalan di Kampung Kreatif di Kota KembangOleh: Doni RamdhaniPariwisata - Minggu, 3 November 2013 | 11:14 WIBhttp://www.inilahkoran.com/read/detail/2043859/jalan-jalan-di-kampung-kreatif-di-kota-kembangINILAH.COM, Bandung - Warga didukung Pemerintah Kota Bandung kian gencar merintis kampung kreatif di lima lokasi. Di Dago Pojok, Cicadas, Cicukang, Pasundan, dan Leuwianyar. Semua cocok dikunjungi sebagai destinasi wisata.Berjalan kaki di kampung ini kita bisa merasakan sentuhan berbeda. Seperti yang terlihat di Kampung Kreatif Dago Pojok. Dinding rumah dan tembok di pinggir jalan disulap menjadi kanvas raksasa. Berbagai macam mural dicoretkan dengan tema berbeda. Warna-warni seni budaya menghiasi kampung padat penduduk itu.Penggagas Kampung Kreatif Dago Pojok Rahmat Jabaril menyebutkan, kelima kampung kreatif memiliki karakter berbeda. Dago Pojok lebih fokus pada kampung kreatif.Lalu, Cicadas mengedepankan kampung bernuansa musik dan Cicukang seni rupa. Sedangkan, Pasundan dan Leuwianyar akan disulap menjadi kampung industri oleh-oleh.Dia menjelaskan, bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat pihaknya bercita-cita mengubah wajah kampung. Sebab, kini kampung dikatakannya bukan lagi merupakan tempat bercengkrama.Kampung yang berada di daerah perkotaan itu sekarang hanya seperti tempat transit saja. Pagi hingga sore orang kerja, rumah hanya ditinggali untuk tidur saja. Budaya yang dulu berkembang di kampung itu sudah enggak ada lagi. Hilang! kata Rahmat kepada INILAH.COM saat ditemui di kediamannya, belum lama ini.Apalagi, seiring dengan waktu kini di kampung terbilang relatif minim ruang ekspresi yang notabene kebutuhan manusia. Justru, kini kampung secara pelan-pelan direbut dan mulai dikuasai penguasa kota.Berangkat dari situasi dan kondisi seperti itu, Rahmat mulai menggodok ide mengembangkan kampung kreatif di Kota Bandung. Sejak 2003, dia bergumul dengan gagasan dan pihak-pihak yang memiliki visi sama.Seperti yang dilakukan baru-baru ini. Akhir Oktober lalu, di kawasan yang masuk dalam Kecamatan Coblong Kota Bandung itu digelar Perayaan Kampung Wisata Kreatif Dago Pojok dan Tanggulan.Pria yang terkenal sebagai penyair dan pelukis itu menyebutkan, gelaran tersebut merupakan agenda tahunan yang akan terus diadakan. Selain seni pertunjukan, di situ pun digelar beraneka macam makanan dan minuman khas perkampungan.Ada juga lomba-lomba kaulinan zaman baheula yang mendapat respons positif pengunjung. Tentu, saat itu pun dihelat beberapa musik tradisional dan kontemporer, ujar pria gondrong dan brewok itu. [hus]

Menghidupkan Lagi Nyawa Kampung Kota #1Oleh : Naufal Rospriandanahttp://lifestyle.kompasiana.com/urban/2013/04/07/menghidupkan-lagi-nyawa-kampung-kota-1-548829.html07 April 2013

Pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia cenderung berpihak kepada masyarakat kelas menengah ke atas, dan meminggirkan masyarakat menengah ke bawah. Akibatnya fungsi ruang publik semakin melemah di perkotaan. Contoh yang paling jelas adalah menyusutnya area-area terbuka seperti lapangan dan taman kota di Bandung. Area-area tersebut kerap beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan, kompleks permukiman atau perkantoran yang notabene hanya diperuntukkan bagi kalangan atas. Namun, di tengah kecenderungan pertumbuhan seperti itu, masih ada harapan akan munculnya ruang-ruang publik di perkotaan. Harapan ini muncul dari wilayah-wilayah yang terselip di antara glamornya gedung-gedung perkotaan. Masyarakat di wilayah ini masih memiliki keterikatan sosial sedemikian rupa, yang mencirikan perkampungan tradisional. Karena itu, wilayah-wilayah yang terselip ini dapat disebut sebagai kampung kota.Bandung telah tumbuh baik terencana maupun tidak terencana. Dua hal besar yang dihadapi kota ini: Urbanisasi dan Kampungisasi. Urbanisasi jelaslah merupakan suatu masalah dasar perkotaan ketika terjadi eksodus besar-besaran masyarakat desa ke kota (umumnya mencari pekerjaan). Kampungisasi mungkin merupakan istialah baru, istilah tidak resmi yang saya ambil dari Prof. Bakti Setiawan (Dosen Teknik Arsitektur UGM). Secara perlahan kota menghadapi suatu pembentukan kampung-kampung kumuh representasi kemiskinan penduduk dan kegagalan pemerintahnya dalam menata kota, inilah Kampungisasi.Laju pertambahan penduduk di Kota Bandung mencapai 1,14% per tahun, dengan angka urbanisasi hingga 2,39 persen per tahun. Berdasarkan hitungan sementara dalam Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Bandung 2.393.633 jiwa. Hal ini di antaranya menggiring kota dan masyarakatnya pada suatu proses yang disebut kampungisasi kota, yakni lahirnya kampung-kampung urban kumuh di tengah kota. Persaingan lahan perumahan dan kenaikan harga bahan/material berdampak pada kenaikan harga rumah. Hal tersebut mendorong pada penurunan kualitas rumah dan lingkungan. Sebagai salah satu kebutuhan yang mendasar, pengadaan rumah pun dapat dilakukan baik oleh pengembang (formal) maupun yang berasal dari swadaya masyarakat. Namun, dengan kondisi perekonomian tidak stabil, mengakibatkan masyarakat berpenghasilan rendah tidak mampu bersaing mendapatkan rumah. Indikasi yang muncul adalah banyaknya tuna wisma, perumahan kumuh di bantaran sungai, dan sebagainya. Dengan membandingkan antara jumlah penduduk dan jumlah rumah yang ada dapat diketahui bahwa angka kekurangan rumah (backlog) di Kota Bandung ini cukup tinggi. Dari 1.388.000 jumlah kekurangan rumah di Jawa Barat tahun 2010, sejumlah 69. 102 unit diantaranya merupakan kebutuhan rumah yang perlu disediakan di Kota Bandung.Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu masalah yang ada di kota besar adalah munculnya kampung atau permukiman kumuh, baik dalam bentuk slum mapun squatter. Slum memiliki pengertian kawasan kumuh yang dicirikan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, tidak adanya ruang cahaya antar bangunan, minimnya sistem drainase, tata bangunan yang tidak teratur, dan lain-lain. Walaupun begitu, kawasan slum berada pada daerah yang legal, artinya secara kepemilikan lahan tersebut dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di lokasi tersebut. Sementara squatter merupakan kawasan yang jelas-jelas ilegal, dalam hal ini masyarakat tinggal pada lokasi yang umumnya tidak dimiliki leh mereka dan bukan lahan tempat hunian. Kawasan ini menjadi representasi dari kemiskinan penduduk dan kurangnya kendali pemerintah mengendalikan pertumbuhan dan menyediakan layanan kota yang memadai.Menata Urbanitas Kampung KotaPagi itu cerah dan menjadi hari yang menarik bagi saya tatkala saya mencoba blusukan ala Jokowi. Menerobos lorong ajaib Kota Bandung, itulah Kampung Babakan Ciamis. Sebuah kampung tak lebih dari 15 hektar yang terletak di tengah-tengah Kota Bandung, tepat di seberang Balai Kota Bandung. Kita tidak dapat mengamatinya langsung dari Balai Kota, karena kampung ini terhalang oleh bangunan-bangunan lain seperti SMK 1, BMC (Bandoengsche Milk Center), dan bangunan sepanjang Jalan Wastukencana.Berdasarkan pengamatan dari citra Google Earth dan pemetaan batas wilayah, Kp. Babakan Ciamis ini tampak menarik, selain kumuh dan padat, ternyata letak kampung ini benar-benar strategis. Berada di tengah kota Bandung, di antara himpitan lokasi-lokasi tujuan wisata kota seperti Stasiun Bandung, Braga, Pendopo Gubernur, Gedung Indonesia Menggugat, Balai Kota, Bandung Indah Plaza, Bandoengsche Milk Center (BMC), dan Masjid Wastukencana, kampung yang terdiri dari gang-gang sempit ini berpotensi sebagai urban connector kota Bandung. Sayangnya pembangunan tidak terencana dari kota Bandung telah merenggut sisi tak terungkap Kp. Babakan Ciamis ini. Kawasan ini menjadi representasi dari kemiskinan penduduk dan kurangnya kendali pemerintah mengendalikan pertumbuhan dan menyediakan layanan kota yang memadai.

Peningkatan kualitas ruang publik kampung kumuh berbasis kampung wisata kreatif sangat penting untuk dilakukan guna terbentuknya suatu pemberdayaan komunitas masyarakat ekonomi kreatif. Mengingat letaknya yang strategis di pusat kota, suatu poin penting bahwa Kp. Babakan Ciamis ini perlu mengambil peran dalam geliat pembangunan kota Bandung. Pada konteks ini, peran Babakan Ciamis sebagai ruang publik kota menjadi signifikan. Selain sebagai wadah bertemunya (meeting point) warga kota dengan berbagai ragam nilai yang dianutnya, kampung yang terletak di tengah kota ini dapat pula menjadi katalisator kegiatan-kegiatan sosial-rekreasi-budaya-ekonomi warga kota. Melalui interaksi sosial yang diakomodasi dalam ruang publik maka terjadi pembelajaran antara manusia satu dengan yang lain, komunitas satu dengan komunitas yang lain, berlangsung terus menerus hingga akhirnya terdapat kesatuan pemahaman bersama bahwa heterogenitas yang ada dalam satu kota merupakan keniscayaan yang harus dijalani dan diterima bersama-sama. Pada tahap inilah konsepsi urbanitas yang solid seutuhnya terbentuk, dan hal ini menunjukkan bahwa kampung-kampung di kota Bandung khususnya Babakan Ciamis sebenarnya memegang peran menuju transformasi dan pembentukan nilai-nilai kehidupan baru kota Bandung. Di sisi lain, dengan aktifnya fungsi ruang publik Babakan Ciamis menjadi suatu kampung wisata kreatif, taraf hidup masyarakat kampung kumuh ini pun dipastikan akan meningkat dan akan mampu menstimulus pengembangan ruang publik di kampung-kampung kota Bandung lainnya.

Menghidupkan Lagi Nyawa Kampung Kota #2Oleh : Naufal Rospriandanahttp://lifestyle.kompasiana.com/urban/2013/04/07/menghidupkan-lagi-nyawa-kampung-kota-2-548834.html07 April 2013 *sambungan dari Menghidupkan Lagi Nyawa Kampung Kota #1Kp. Babakan Ciamis adalah suatu kampung kumuh yang tumbuh berkembang di tengah kota Bandung. Secara geografis, kampung seluas lebih kurang 16 hektar ini dihimpit oleh lokasi-lokasi tujuan wisata di sekelilingnya. Suatu hal yang ironis, ternyata nafas dan geliat kampung di tengah kota seolah tidak tersentuh dan tidak menjadi bagian subjek pengembangan kota, malah cenderung terpinggirkan. Padahal sejatinya kampung ini dapat menjadi suatu penghubung atau urban connector antar lokasi tujuan wisata kota yang otomatis mampu mengangkat nilai terpendam kampung tersebut dan mengembangkan potensi industri kreatif di dalamnya. Bayangkan apabila wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata sekitarnya memanfaatkan Kp. Babakan Ciamis sebagai channel way mereka dan masyarakat berkegiatan sosial-ekonomi-budaya kreatif yang menarik wisatawan, sudah barang tentu akan terjadi hubungan timbal balik yang mampu memperpanjang nafas kampung kota tersebut. Namun pada nyatanya, kawasan ini hanya menjadi representasi dari kemiskinan penduduk di tengah kota.Pagi itu beberapa anak kecil berkumpul, mereka bermain bola bersama. Namun apa yang terjadi, mereka ternyata biasa bermain bola di atas jembatan selebar 2 meter yang menghubungkan dua RW yang terpisah oleh Kali Cikapundung. Inilah bukti bahwa masyarakat, terlebih lagi calon-calon pemimpin bangsa yakni anak-anak kecilnya kehilangan suatu ruang untuk berkreasi. Di tengah dominasi gedung-gedung tinggi dan hiruk pikuk kota Bandung yang melelahkan, modal sosial masyarakat Kp. Babakan Ciamis kian luntur waktu demi waktu. Keberadaan Kali Cikapundung di tengah kampung tersebut hanya menjadi pelengkap penderita degradasi lingkungan dan masyarakat yang terjadi. Masyarakat tampak perlu diingatkan kembali untuk bergotong-royong menghidupkan kampungnya menjadi suatu bagian dari entitas sosial budaya dan ekonomi. Buruknya kualitas dan minimnya kuantitas ruang publik adalah akar utama permasalahan lunturnya modal sosial masyarakat tersebut. Tidak ada wahana berkumpul untuk bertukar pikiran, transfer heterogenitas, dan beraktivitas kreatif bagi warga.

Warna Babakan Ciamis dalam BatikBatik nyere (Gambar 3) sebenarnya merupakan suatu potensi pengembangan kreativitas berbasis industri kreatif masyarakat di Kp. Babakan Ciamis. Suatu teknik konvensional pembuatan batik dengan menggunakan lidi yang digalakkan oleh Pak Yuyu selaku ketua RW 07, namun sayangnya ide ini belum mendapat sambutan positif dari masyarakat. Masyarakat menginginkan sesuatu yang instan dan langsung menghasilkan keuntungan ketimbang menggali kreativitasnya. Masyarakat belum bisa melihat potensi peningkatan ekonomi di balik kerajinan batik nyere. Dalam pemaparannya, Pak Yuyu selaku penggiat merasa kekurangan pasukan sumber daya manusia untuk bergerilya mengubah cara pandang masyarakat terhadap potensi pengembangan kampung kreatif Babakan Ciamis. Di samping itu, tentunya permasalahan dana menjadi soal klasik dalam perwujudan ide beliau mengubah kampung menjadi lebih berwarna. Konon katanya batik nyere Babakan Ciamis pernah dipakai Raffi Ahmad di acara Dahsyat sebelum ia ditangkap BNN-Kepolisian.Proses Pembuatan Batik NyereWarna warni Babakan Ciamis dalam BatikGeliat Penggerak Babakan CiamisDalam pengamatan kami blusukan dan berinteraksi ke gang-gang sempit Kp. Babakan Ciamis tersebut ditemukan banyak sekali dinding-dinding polos tidak termanfaatkan. Padahal dinding-dinding tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu green wall atau potensi lahan tanam urban farming yang tentunya akan mampu meningkatkan gairah hidup sosial masyarakat. Adalah Pak Iwan, seorang seniman lepas yang tinggal mengontrak rumah di Kp. Babakan Ciamis yang juga memiliki ide pembentukan kampung kreatif. Beliau menginisiasi terbentuknya Komunitas Preman Urban yang saat ini digerakkan untuk membuat kampung lebih berwarna dengan lukisan-lukisan mural di sepanjang dinding kampung. Namun dalam penuturannya, Pak Iwan pun terkendala permasalahan minimnya sumber daya manusia untuk bersama mewarnai dan menghijaukan kampung disebabkan masih minimnya tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut peduli menata kampungnya. Perlu suatu solusi yang lebih kreatif namun memperlihatkan keuntungan dari segi ekonomi untuk menggerakkan kembali warga Babakan Ciamis peduli pada kampungnya.Kp. Babakan Ciamis ini memiliki banyak sekali potensi, dimulai dari letaknya yang strategis, dikelilingi lokasi wisata, memiliki komoditi seperti batik nyere, dibelah oleh Kali Cikapundung, dan banyak lagi. Namun sayangnya belum semua warga belum menyadari potensi-potensi kampungnya tersebut. Padahal dengan mengoptimalkan dan bahkan mengembangkan jenis potensi yang ada, banyak sekali keuntungan yang didapat baik oleh warga maupun kampungnya.Di sinilah diperlukan kepekaan pemerintah kota dalam menata kotanya. Memetakan setiap masalah, dan meyelesaikannya dengan cara kreatif berbasis community development dan bukan hanya sekedar menjadikan warganya sebagai obyek dari proyek pembangunan. Peran serta kreativitas warga Bandung pun penting, Bandung itu kumpulan warga yang guyub dan memiliki social power yang besar. Keberadaan komunitas seni budaya dalam menghidupi ruang-ruang publik dan mengakomodasi ruang secara kreatif akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat