artikel ilmiah

Download Artikel Ilmiah

If you can't read please download the document

Upload: sefrilia

Post on 03-Jul-2015

185 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

ARTIKEL ILMIAH

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAKTERIOSIN SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA CELUP PUTING SAPI PERAH UNTUK PENCEGAHAN MASTITIS SUBKLINIS MELALUI UJI ALKOHOL

Oleh : ALI JULIANTO NIM 060610205

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2010

EFFECTIVITY OF BAKTERIOCIN AS ANTIBACTERIA ON DAIRY CATTLE OF TEAT DIP TO PREVENT SUBCLINICAL MASTITIS WITH ALCOHOL TEST1)

Emy Koestanti Sabdoningrum, 2)Ali Julianto, 3) Djoko Galijono Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner, 2)Mahasiswa, 3)Departemen Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Abstract

1)

This research purpose was to observe effectivity of bacteriocin which as antibacteria was produced by Lactic acid bacteria of Pediococcus pentosaceus in dairy cattles as an effort to decrease the case of subclinical mastitis by using as a teat dip substance to prevent subclinical mastitis which was evaluated by Alcohol Test. The samples of 18 milk are taken from 7 dairy cattles which positive teat subclinical mastitis and not on barn dry term. Material those are utilized on this research consist of obtained milk is direct of each dairy cattle which teat of diagnosis by California Mastitis Test (CMT) method with IPB-1 reagent, bakteriocin as to prevent subclinical mastitis which its examination conducted at barn, diagnosis was analysed with Alcohol Test by using alcohol 70% which is conducted in Laboratory of Veterinary Public Health, Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University. The results were analysed by using Wilcoxon signed-rank test and sign-test. Both of the analysis are use SPSS rel 13.00 windows. These tests were done to find the difference of pre-test to post-test. Result of research showed the existence ability antibacterial of bakteriocin was able to decrease the case of subclinical mastitis. that decrease is also followed without negative reaction of alcohol test. Key Words : Subclinical Mastitis, Bacteriocin, alcohol test.

Menyetujui untuk dipublikasikan Surabaya, 02 Agustus 2010 Mahasiswa Menyetujui Dosen Pembimbing I Menyetujui Dosen Pembimbing II

(Ali Julianto) NIM. 060610205 Menyetujui Dosen Terkait I

(Emy Koestanti S., drh., M.Kes. NIP. 197012101999032002 Menyetujui Dosen Terkait II

(Djoko Galijono, drh., MS.) NIP. 130687295 Menyetujui Dosen Terkait III

(Dr. Nenny Harijani, drh., MSi.) (Wiwiek Tyasningsih, drh., M.Kes NIP. 195806021988032001 NIP. 196203281988032001

(Dr. Rr. Sri Pantja Madyawati,drh., M.Si.) NIP. 131837006

Pendahuluan

Usaha ternak sapi perah dapat menyediakan susu yang cukup bagi masyarakat dengan harga yang layak namun produktifitasnya belum mencapai optimum. Penyakit radang ambing merupakan salah satu kendala dalam usaha peningkatan produktifitas sapi perah tersebut. Penyakit radang ambing atau yang dikenal sebagai mastitis merupakan masalah utama dalam peternakan sapi perah karena menyebabkan kerugian yang besar akibat penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Kejadian mastitis 97 98% merupakan mastitis subklinis, sedangkan 2 3% merupakan mastitis klinis yang terdeteksi (Sudarwanto, 1999). Menurut Mellenberger (1997) Penyebaran penyakit ini dapat melalui pemerahan yang tidak memperhatikan kebersihan, alat pemerahan, kain pembersih ambing, dan pencemaran dari lingkungan kandang. Pengendalian penyakit mastitis subklinis dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya infeksi terutama yang ditimbulkan oleh kesalahan manajemen dan higiene pemerahan yang tidak baik dan benar. Penelitian pemanfaatan hasil metabolit Bakteri Asam Laktat (BAL) mulai banyak dilakukan saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Salah satu hasil metabolit yang dihasilkan oleh BAL adalah bakteriosin. Bakteriosin merupakan antibakteri alami yang bersifat bakteriosidal atau bakteriostatik, tidak toksik dan mudah mengalami biodegradasi karena merupakan senyawa protein (Harijani, 2007).

Bakteri

Asam

Laktat

(BAL)

penghasil

bakteriosin dapat

adalah

bakteri

Pediococcus

pentosaceus.

Bakteriosin

tersebut

dimanfaatkan

sebagai antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae dan

Escherichia coli (Harijani, 2007). Pengujian kualitas susu meliputi uji organoleptik, uji alkohol atau alcohol test, uji didih atau clot on boiling test, uji keasaman dan uji reduktase (Rachmawan, 2001). Berdasarkan kemampuan bakteriosin sebagai antibakteri alami maka peneliti ingin mengetahui sejauh mana efektifitas bakteriosin tersebut dengan diaplikasikan sebagai antibakteri pada celup puting sapi perah untuk pencegahan mastitis subklinis melalui uji alkohol pada peternakan sapi perah sebagai langkah untuk mencegah serta mengurangi kejadian mastitis subklinis. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratorium selama 10 hari yaitu dari tanggal 13 Juli sampai 22 Juli 2009. Penelitian di lapangan dilakukan di peternakan sapi perah di Desa Cemeng Bakalan Kecamatan Sidoarjo, kabupaten Sidoarjo dan penelitian laboratorium dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Airlangga. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel susu yang digunakan pada penelitian ini adalah susu yang diambil dari 18 puting

yang positif mastitis subklinis, reagen IPB-1, bakteriosin, air bersih, alkohol 70% yang digunakan pada uji alkohol. Pemakaian Bakteriosin terhadap Mastitis Subklinis Pemberian bakteriosin diberikan secara celup puting pada puting (kuartir) ambing yang mempunyai hasil diagnosa uji CMT +1, +2 dan +3. Pemberian bakteriosin dilakukan setelah pemerahan dengan dosis

bakteriosin yang mengandung bahan aktif bakeriosin 80 AU per mililiter. Ambing dibersihkan dari kotoran dan dilap sampai bersih dengan lap kain bersih setelah pemerahan, kemudian memastikan susu yang ada di dalam ambing telah terperah sampai habis. Masing-masing puting pada awalnya telah dilakukan diagnosa mastitis subklinis dengan cara CMT. Bakteriosin dimasukkan kedalam alat lower teat dipper kemudian dilakukan celup puting pada puting yang di diagnosa mastitis subklinis selama 10 detik. Diamkan puting yang telah dicelup oleh bakteriosin dan jangan

dibersihkan. Pemberian bakteriosin dilakukan setiap hari selama 7 hari dan dilakukan pemeriksaan jumlah sel radang dengan uji CMT pada waktu sore harinya atau pagi harinya untuk mengetahui efektifitas dari Bakteriosin yang telah diberikan melalui celup puting. Pemeriksaan Susu Melalui Uji Alkohol Prinsip dari uji alkohol pada susu yaitu kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada selubung air yang menyelimuti susu. Susu yang dicampur dengan alkohol yang mempunyai sifat dehidrasi maka protein

tersebut dikoagulasikan sehingga tampak terjadi koagulasi pada susu tersebut (Rachmawan, 2001). Sampel yang telah diambil dimasukkan kedalam tabung reaksi untuk di uji di laboratorium . Sesampainya di laboratorium, masing masing sampel susu diambil 3 ml dimasukan tabung reaksi ditambah dengan alkohol 70 % yang sama banyaknya. Susu tersebut dikocok pelan pelan selama 1 - 2 menit. Amati terhadap adanya koagulasi. Adanya koagulasi pada susu berarti menunjukkan reaksi positif dan apabila tidak terjadi koagulasi berarti reaksi negatif (Prawesthirini dkk., 2009). Hasil dan Pembahasan Hasil uji statistik non parametrik dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon pada tingkat keparahan mastitis subklinis dari hasil pemeriksaan uji CMT terdapat perbedaan yang sangat nyata dari sebelum pemberian

bakteriosin sampai sesudah pemberian bakteriosin. Hal ini tercermin dari p-value (0,000) yang lebih kecil dari 1% atau 0,01. Tabel 4.1. Hasil Uji CMT Sapi Puting (letak sampel) Puting Puting Puting Puting Kanan Puting Puting Puting Puting Kanan Depan Kiri Depan Kanan Belakang Kiri Belakang Depan Kiri Depan Kanan Belakang Kiri Belakang Uji CMT Pos Pre t +3 +3 +2 +1 +1 0 Keterangan Puting mati Puting mati Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mati

3

4

6

7

8

9

14

Puting Puting Puting Puting Kanan Puting Puting Puting Puting Kanan Puting Puting Puting Puting Kanan Puting Puting Puting Puting Kanan Puting Puting Puting Puting Kanan

Depan Kiri Depan Kanan Belakang Kiri Belakang Depan Kiri Depan Kanan Belakang Kiri Belakang Depan Kiri Depan Kanan Belakang Kiri Belakang Depan Kiri Depan Kanan Belakang Kiri Belakang Depan Kiri Depan Kanan Belakang Kiri Belakang

+2 +3 +3 +3 +3 +3 +3 +3 +3 +3 +3 +2 +2 +2 +3

0 0 +3 +2 0 0 +1 0 +3 0 0 0 0 0 2

Puting mati Puting mati Puting mastitis subklinis Puting Puting Puting Puting mastitis mastitis mastitis mastitis subklinis subklinis subklinis subklinis

Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mati Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis

Hasil uji statistik non parametrik dengan uji Tanda (Sign Test) terhadap hasil dari uji alkohol sebelum dan sesudah penggunaan bakteriosin terdapat perbedaan yang sangat nyata, hal ini tercermin dari p-value (0,000) yang lebih kecil 1% atau 0,01. Tabel 4.2 Hasil Uji Alkohol Puting Uji Alkohol Sa (letak sampel) pi Pre Post Puting Depan Kiri Puting Depan 3 Kanan -

Keterangan Puting mati Puting mati

Puting Belakang Kiri Puting Belakang Kanan Puting Depan Kiri Puting Depan Kanan Puting Belakang Kiri Puting Belakang Kanan Puting Depan Kiri Puting Depan Kanan Puting Belakang Kiri Puting Belakang Kanan Puting Depan Kiri Puting Depan Kanan Puting Belakang Kiri Puting Belakang Kanan Puting Depan Kiri Puting Depan Kanan Puting Belakang Kiri Puting Belakang Kanan Puting Depan Kiri Puting Depan Kanan Puting Belakang Kiri Puting Belakang Kanan Puting Depan Kiri Puting Depan

positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif

negat if negat if negat if negat if negat if positi f positi f negat if negat if negat if negat if positi f negat if negat if negat if negat

Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mati Puting mati Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis Puting mati Puting mati Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis

4

6

7

8

9

14

Kanan Puting Belakang Kiri Puting Belakang Kanan positif positif

if negat if positi f

Puting mastitis subklinis Puting mastitis subklinis

California Mastitis Test (CMT) merupakan salah satu metode diagnosa mastitis subklinis yang sampai saat ini dianggap sederhana dan cepat, yaitu metode dengan menggunakan alat yang disebut paddle dan menggunakan reagen IPB-1. Reagen IPB-1 yang digunakan sebagai pereaksi dalam penelitian ini relatif baru dan mempunyai beberapa keunggulan diantaranya adalah relatif murah, mudah penggunaannya dan bahan (pereaksinya) mudah diperoleh dipasaran (Sudarwanto, 1993). Penilaian dilakukan dengan cepat karena hasil reaksi muncul selama 10 detik. Penilaian hasil reaksi IPB-1 dengan material sel radang yaitu 0, +1, +2, +3 dan +4. Katagori tingkat

mempunyai katagori skor tersebut tergantung

dari

terbentuknya

gel berdasarkan

keparahan mastitis subklinis (Philpot, 1984; Sudarwanto, 1993). Proses penyembuhan dapat dilihat pada hasil pemeriksaan uji CMT dengan membandingkan hasil sebelum dan sesudah penggunaan

bakteriosin. Sebelum penggunaan bakteriosin, rata-rata mastitis subklinis terjadi pada skor tingkat keparahan +2 dan +3. Sesudah penggunaan terapi bakteriosin terjadi penurunan skor yaitu pada +3 menjadi +2, pada skor +2 menjadi +1, ada pula pada skor +3 menjadi 0 dan pada skor +2 menjadi 0.

Hasil dari Skor uji CMT Sebelum pemberian bakteriosin yaitu pada +3 menunjukkan sebanyak 13 sampel menderita mastitis. Hasil ini

didapatkan karena pada susu yang diuji terdapat lendir yang jelas, campuran menebal, serta mulai terbentuk jel. Sebanyak 5 sampel menderita +2 yang menunjukkan terdapat pengendapan yang jelas namun jel belum terbentuk. Pembentukan jel dapat terjadi karena infeksi yang terjadi menyebabkan peningkatan jumlah sel somatik (sel darah putih dan sel epitelial) pada susu (Rice, 1997). Hasil pemeriksaan uji CMT dan uji alkohol memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat keparahan mastitis subklinis maka semakin cepat terjadinya koagulasi pada susu sehingga nilai kualitas susu menjadi semakin menurun. Adanya bakteri pada susu dapat menyebabkan susu tersebut bersifat asam sehingga pada uji alkohol akan terjadi koagulasi (reaksi positif). Bakteri pada susu dapat berkurang ataupun mati dengan pemberian bakteriosin yang merupakan antibakteri alami yang bersifat bakteriosidal atau bakteriostatik sehingga pada uji alkohol tersebut tidak terjadi koagulasi (reaksi negatif). Pemeriksaan dalam uji alkohol setelah dilakukan celup puting

bakteriosin selama 7 hari juga mengalami penurunan dari tingkat keparahan mastitis subklinis jika dibandingkan antara sebelum dan

sesudah dilakukan celup putting dengan bakteriosin yaitu susu yang sebelum dilakukan celup puting dengan bakteriosin mengalami koagulasi dan setelah dilakukan celup puting dengan bakteriosin selama 7 hari

mengalami penurunan yaitu susu tersebut tidak terjadi koagulasi dan sebagian kecil masih terjadi koagulasi dikarenakan hal ini disebabkan adanya kontaminasi pada saat dilakukannya uji CMT atau uji alkohol. Hasil yang diperoleh setelah pemberian bakteriosin yang dilakukan selama 7 hari mengalami angka penurunan derajat mastitis subklinis yang baik. Data yang diperoleh dari uji CMT akan di analisa menggunakan uji peringkat bertanda Wilcoxon dan data yang diperoleh dari uji alkohol akan di analisa menggunakan uji tanda (sign test). Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat kemungkinan bahwa kejadian mastitis subklinis ini dapat disebabkan oleh karena ketidaktahuan peternak tentang mastitis subklinis. Peternak tidak pernah melakukan celup puting saat selesai pemerahan dan tidak adanya penanganan sapi pada masa kering kandang. Kesimpulan Pemberian bakteriosin efektif sebagai antibakteri melalui celup puting pada sapi perah penderita mastitis subklinis yaitu mengurangi serta membunuh bakteri sehingga pada uji alkohol tidak terjadi koagulasi (reaksi negatif). Daftar Pustaka Harijani, N. 2007. Studi Bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat dalam Peranannya pada Biopreservasi Susu Pasteurisasi dan Terapeutika Mastitis Sub Klinis pada Sapi Perah [Disertasi Pascasarjana], Universitas Padjajaran, Bandung. Mellenberger, R.W. 1997. Vaccination against mastitis. J. Dairy Sci. 60(6): 1016 1021.

Philpot, N. 1984. Mastitis Management. Hill Farm Research Station Louisiana Agriculture Experiment Station, Louisiana State University Agriculture Center. Homer, Louisiana 71040, USA. Prawesthirini, S., H.P. Siswanto, A.T.S. Estoepangestie, A.M. Lusiastuti dan M.H. Effendi. 2009. Analisa Kualitas Susu dan Daging. Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Kasehatan Masyarakat Veteriner. Universitas Airlangga. Hal 34-35. Rachmawan, O. 2001. Penanganan Susu Segar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bandung. Hal 30. Rice, D, N, 1997. Using the California Mastitis Test (CMT) to Detect Subclinical Mastitis. Institute of Agriculture and Natural Resources University of Nebraska Lincoln File G556. Sudarwanto, M. 1993. Mastitis sub klinis dan cara diagnosa. Makalah dalam Kursus Kesehatan Ambing dan Program Pengendalian Mastitis. IKA-IPB. Sudarwanto, M. 1999. Usaha Peningkatan Produksi Susu Melalui Program Pengendalian Mastitis Sub klinis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner, Bogor 22 Mei 1999. FKH-IPB.