artikel evprog angel

Upload: silvia-vamella

Post on 10-Jan-2016

3 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Fransisca (11-2009-192)

IKM Periode November-Desember 2011Angela Rosalina Tjidjasa (11-2009-185)6

Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Kecamatan Jatisari Periode November 2010 Sampai Dengan Oktober 2011Abstrak

Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia karena merupakan salah satu penyakit menular yang banyak diderita oleh masyarakat dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak, terutama anak usia dibawah 5 tahun. Angka kematian bayi dan balita berdasarkan survey antara lain : menurut SKRT, angka kematian bayi sebesar 9%, angka kematian balita sebesar 13%; studi Mortalitas 2005, angka kematian bayi sebesar 9,1%, angka kematian balita sebesar 15,3%; menurut RISKESDAS, angka kematian bayi sebesar 42%, angka kematian balita sebesar 25,2%. Pada tahun 2010 angka kesakitan penyakit diare menjadi 411/1000 penduduk. Diare termasuk dalam 10 besar penyakit yang ditemukan di balai pengobatan rawat jalan Puskesmas Kecamatan Jatisari selama tahun 2008 sampai 2010. Evaluasi program pengendalian penyakit diare di Puskesmas Kecamatan Jatisari periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011 dilakukan dengan metoda pendekatan sistem. Penilaian difokuskan pada keluaran pengendalian penyakit diare dibandingkan tolak ukur. Keluaran tersebut meliputi penemuan kasus diare secara pasif, penetapan diagnosis, pengobatan kasus diare, surveilans, distribusi logistik, penyuluhan baik perorangan maupun kelompok, pelatihan kader, pojok Upaya Rehidrasi Oral (URO), serta pencatatan dan pelaporan. Hasil yang diperoleh dari evaluasi menunjukkan adanya masalah pada cakupan kebutuhan oralit 47,7% dari tolak ukur 100%, cakupan distribusi logistik oralit tiap penderita 50% dari tolak ukur 100%, cakupan distribusi logistik oralit tiap kader 50% dari tolak ukur 100%, penyuluhan kelompok kepada masyarakat dan ibu-ibu di Posyandu mengenai PHBS dan diare dari tolak ukur 100%, cakupan pelatihan para kader Posyandu mengenai penanganan diare dan PHBS 1 kali per tahun 0% dari tolak ukur 100%, dan cakupan pojok URO 0% dari tolak ukur 100%. Dari masalah keluaran yang diambil menjadi prioritas masalah adalah tidak tercukupinya kebutuhan oralit dan kurangnya pelaksanaan penyuluhan kelompok kepada masyarakat dan ibu-ibu di Posyandu mengenai PHBS dan diare. Oleh karena itu, Puskesmas perlu membentuk struktur organisasi dan pembagian tugas secara jelas dan tertulis, menambah jumlah persediaan oralit, serta lebih memperhatikan pelaksanaan penyuluhan kepada masyarakat.Kata Kunci : Pengendalian penyakit diare, evaluasi programPendahuluanOrganisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi 3 kali atau lebih selama 1 hari atau lebih. Definisi ini lebih menekankan pada konsistensi tinja daripada frekuensinya. Jika frekuensi BAB meningkat namun konsistensi tinja padat, maka tidak disebut sebagai diare. Diare paling sering menyerang anak-anak usia 6 bulan sampai 2 tahun. Organisme penyebab diare dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan gejala klinisnya. Jenis yang pertama adalah diare cair akut dimana balita akan kehilangan cairan tubuh dalam jumlah yang besar sehingga mampu menyebabkan dehidrasi dalam waktu yang cepat. Jenis kedua adalah diare akut berdarah yang sering disebut dengan disentri. Diare ini ditandai dengan adanya darah dalam tinja yang disebabkan akibat kerusakan usus. Jenis yang ketiga adalah diare persisten dimana kejadian diare dapat berlangsung 14 hari. (WHO, 2010). 1Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia karena merupakan salah satu penyakit menular yang banyak diderita oleh masyarakat dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak, terutama anak usia dibawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun dan sebagian besar terjadi di negara berkembang. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%). Angka kematian bayi dan balita berdasarkan survey antara lain : menurut SKRT, angka kematian bayi sebesar 9%, angka kematian balita sebesar 13%; studi Mortalitas 2005, angka kematian bayi sebesar 9,1%, angka kematian balita sebesar 15,3%; menurut RISKESDAS, angka kematian bayi sebesar 42%, angka kematian balita sebesar 25,2%. 2,3Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.). 1

Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (Kejadian Luar Biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut terutama disebabkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) belum sepenuhnya diterapkan oleh masyarakat Indonesia. Jumlah penderita diare tertinggi ada di daerah NTT yakni 2194 jiwa, sedangkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebesar 196 jiwa.4 Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tatalaksana yang cepat dan tepat. Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE, yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan atau menghentikan diare dan mencegah angka kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare, untuk itu Kementrian Kesehatan telah menyusun Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yaitu rehidrasi menggunakan cairan oralit osmolaritas rendah, zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut, teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik selektif, dan nasihat kepada orang tua atau pengasuh. 1,2Pada tingkat provinsi Jawa Barat, diare masih merupakan penyakit yang selalu dapat ditemukan setiap hari dan berpotensial menjadi wabah. Angka kesakitan diare pada tingkat provinsi Jawa Barat masih berfluktuasi dengan nilai CFR berkisar antar 0,51,36% pada tahun 2005 hingga 2009.4,5 Pada tingkat Kabupaten Karawang, penemuan penderita diare pada tahun 2010 meningkat kepada 79.522 orang berbanding tahun 2009 yaitu 73.857 orang.6 Total penderita diare tahun 2009 di Puskesmas Kecamatan Jatisari sebesar 2.279 orang dan pada tahun 2010 sebesar 3.234 orang. Diare termasuk dalam 10 besar penyakit yang ditemukan di balai pengobatan rawat jalan Puskesmas Kecamatan Jatisari selama tahun 2008 sampai 2010. 7 Oleh karena itu, diperlukan evaluasi untuk keberhasilan Program Pemberantasan Penyakit Diare di Kecamatan Jatisari periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011.Materi dan Metoda

Evaluasi program ini dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan data, analisis data, dan intepretasi data Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Jatisari, periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011 dengan menggunakan pendekatan sistem sehingga ditemukan masalah pada program P2Diare.Materi yang dievaluasi dalam evaluasi program terdiri dari laporan bulanan Puskesmas Jatisari, periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011 yang terdiri dari Penemuan kasus diare secara pasif, penetapan diagnosis, pengobatan kasus diare, surveilans, distribusi logistik, penyuluhan baik perorangan maupun kelompok, pelatihan kader, pojok oralit, pencatatan dan pelaporan.Hasil Evaluasi dan Pembahasan

Evaluasi program kesehatan yang menyeluruh adalah evaluasi yang dilakukan terhadap komponen-komponen yaitu masukan, proses, keluaran, lingkungan. Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi program kesehatan termasuk Program Pengendalian Penyakit Diare dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem.MasukanDalam pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Jatisari dikoordinasi oleh tujuh orang perawat dan seorang koordinator penganggung jawab dari seluruh program pemberantasan penyakit menular. Selain itu dokter sebagai petugas diagnosis diare merupakan dokter yang kerjanya merangkap sehingga tidak selalu ada di BP untuk membantu mendiagnosis diare. Sumber dana yang digunakan dalam pelaksanaan program diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tingkat II yang dinilai cukup untuk melaksanakan program. Sarana yang terdapat di Puskesmas Jatisari untuk melaksanakan P2Diare dinilai cukup untuk melaksanakan program.

Metode yang digunakan mengacu pada buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PP & PL Tahun 2009, dimana penemuan penderita Diare dilakukan secara pasif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di Unit Pelayanan Kesehatan Jatisari. Penetapan diagnosis diare dilakukan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik oleh petugas kesehatan di BPU sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Berdasarkan SOP seseorang dinyatakan diare apabila buang air besar cair dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam sehari dengan konsistensi tinja lembek atau cair.

Pengobatan kasus diare dilaksanakan dengan tepat sesuai SOP mengenai penanganan diare setiap hari kerja, yaitu sebagai berikut : Diare tanpa dehidrasi (Rencana Terapi A), Diare dengan dehidrasi ringan dan sedang (Rencana Terapi B), dan Diare dengan dehidrasi berat (Rencana Terapi C).Pengumpulan data epidemiologi diare secara terus menerus dan dilakukan analisa secara langsung untuk menemukan cara penyelesaian secara tepat dan cepat. Data didapat dari laporan harian, di mana pencatatan dilakukan setiap hari kerja terhadap penderita diare yang datang di BPU puskesmas dan dibuat laporan mingguan.

Distribusi logistik antara lain tercukupinya kebutuhan oralit, terpenuhinya kebutuhan oralit pada setiap penderita sebanyak 6 sachet, tersedianya oralit pada setiap kader minimal 10 sachet, tersedianya zinc dan antibiotik di Puskesmas.

Penyuluhan dalam Program Pengendalian Penyakit Diare dilakukan secara perorangan (tanya jawab, konsultasi) dan memberikan semua informasi tentang penyakit diare, penyuluhan kelompok oleh petugas kesehatan tentang diare. Dan seharusnya ada pelatihan kader mengenai penanganan diare. Terdapatnya URO (Upaya Rehidrasi Oral) atau Pojok Oralit dimana petugas mendemostrasikan cara membuat larutan gula garam atau membuat oralit sebagai pertolongan pertama dalam menangani kehilangan cairan tubuh akibat penyakit diare, penderita meminum oralit dan diobservasi selama waktu observasi 3 jam.

Pencatatan dan pelaporan dengan menggunakan sistem SP2TP dimana setiap kasus diare di Puskesmas Jatisari dicatat dalam laporan mingguan dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan pada tanggal 5 tiap bulannya dalam bentuk laporan bulanan.

Proses

Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen kesehatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam upaya mencapai tujuan dari suatu program. Di Puskesmas Jatisari dilakukan perencanaan setiap tahun terhadap masing-masing metode program yang akan dijalankan. Penemuan kasus penderita secara pasif akan dilakukan setiap hari kerja, yaitu Senin-Sabtu pukul 08.00-12.00 WIB

Diagnosis diare akan dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh petugas kesehatan di BPU Puskesmas dan dilakukan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur), dilakukan setiap hari kerja.

Perencanaan pengobatan kasus diare sesuai SOP akan dilakukan sesuai dengan SOP diare yaitu Diare tanpa dehidrasi (rencana terapi A), Diare dengan dehidrasi ringan dan sedang (rencana terapi B), dan Diare dengan dehidrasi berat (rencana terapi C). Prinsip pengobatan diare adalah dengan mencegah dehidrasi, mengobati dehidrasi, pemberian ASI atau makanan, pemberian antibiotik pada kasus tersangka disentri (tinja mengandung lendir atau darah). Pengobatan kasus diare dilakukan setiap hari dan waktu kerja di Puskesmas Kecamatan Jatisari.Tercukupinya kebutuhan oralit, pemberian oralit untuk setiap penderita diare sebanyak 6 sachet di Puskesmas. Pemberian oralit untuk tiap kader minimal 10 sachet. Tersedianya zinc dan antibiotik di Puskesmas.Penyuluhan perorangan dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara dan memberikan semua informasi mengenai diare kepada semua pasien yang berobat di Puskesmas, setiap hari kerja (Senin-Sabtu), pukul 08.00-12.00 WIB. Tidak ada perencanaan tertulis tentang penyuluhan kelompok. Tidak ada perencanaan tertulis tentang pelatihan kader.

Pencatatan dilakukan setiap hari dan pelaporan dilaksanakan secara bulanan oleh petugas kesehatan di Puskesmas.Pengorganisasian

Di Puskesmas Jatisari tidak terdapat struktur organisasi tertulis dalam menjalankan Program Pengendalian Penyakit Diare.PelaksanaaanPenggerakan pelaksanaan merupakan fungsi kedua dari manajemen kesehatan. Penggerakan dan pelaksanaan di puskesmas merupakan tahapan yang perlu dilakukan setelah tahap perencanaan selesai dikerjakan. Pada Puskesmas Jatisari pelaksanaan Program Penanggulangan Diare meliputi antara lain penemuan kasus diare secara pasif, penetapan diagnosis, pengobatan kasus diare, surveilans, distribusi logistik, penyuluhan baik perorangan maupun kelompok, pelatihan kader, pojok oralit, pencatatan dan pelaporan. Semua kegiatan tersebut dilakukan setiap hari kerja (Senin-Sabtu) pukul 08.00-12.00 WIB. Namun penemuan penderita dan penentuan diagnosis diare yang seharusnya dilakukan oleh dokter dan perawat tidak sepenuhnya dilakukan oleh dokter namun oleh perawat karena dokter tugasnya merangkap dan tidak selalu ada baik di BP maupun di poli MTBS. Tidak tercukupinya kebutuhan oralit di Puskesmas Jatisari, pemberian oralit untuk setiap penderita diare hanya sebanyak 3 sachet di Puskesmas dan pemberian oralit untuk tiap kader hanya sebanyak 5 sachet. Selain itu penyuluhan kelompok dan pelatihan kader juga tidak dilakukan di Puskesmas Jatisari. Hal ini dikarenakan petugas P2M dan petugas pencatatan dan pelaporan adalah satu orang yang sama dengan jabatan yang merangkap sehingga mengakibatkan kurangnya tenaga yang siap untuk melakukan penyuluhan kelompok dan pelatihan kader. Pojok oralit di Puskesmas Jatisati juga tidak ada dan tidak aktif. Pencatatan kasus dilakukan tiap hari di Puskesmas Jatisari dan pelaporan dilakukan sebelum tanggal 5 tiap bulan ke Puskesmas Kabupaten Karawang serta diadakan lokakarya mini bulanan di puskesmas untuk mengetahui masing-masing program yang ada.Keluaran

Perkiraan penderita diare di Puskesmas Jatisari adalah sebanyak 22.072 penderita. Cakupan penemuan penderita diare secara pasif di Puskesmas Kecamatan Jatisari periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011 mempunyai target penemuan penderita 2.207 penderita, dan persentase cakupan pelayanan program diare adalah 96,19%. Persentase cakupan diagnose yang sesuai SOP 100%, cakupan pengobatan terhadap penyakit diare yang sesuai SOP 100%, dan cakupan survelans diare 100%. Persentase cakupan kebutuhan oralit hanya 47,7%, distribusi oralit untuk tiap penderita dan tiap kader hanya 50%, disebabkan pemberian oralit untuk tiap penderita yang seharusnya 6 sachet, yang diberikan hanya 3 sachet dan pemberian oralit untuk tiap kader yang seharusnya minimal 10 sachet, yang diberikan hanya 5 sachet.

Dari hasil Evaluasi Program P2Diare di Puskesmas Kecamatan Jatisari Periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011 didapatkan enam masalah dengan prioritas dua masalah antara lai tidak tercukupinya kebutuhan oralit di Puskesmas dan tidak dilakukannya penyuluhan kelompok. Masalah dari masukan antara lain pemberian oralit untuk tiap penderita yang seharusnya 6 sachet, yang diberikan hanya 3 sachet dan pemberian oralit untuk tiap kader yang seharusnya minimal 10 sachet, yang diberikan hanya 5 sachet, dan tidak adanya pojok oralit. Masalah dari proses antara lain tidak tercukupinya kebutuhan oralit di puskesmas, tersedianya oralit setiap penderita hanya sebanyak 3 sachet dan kepada setiap kader hanya sebnayak 5 sachet, tidak terdapat penjadwalan untuk penyuluhan kelompok dan untuk pelatihan kader mengenai PHB rumah tangga dan diare, tidak terdapat bagan struktur pengorganisasian program pengendalian diare di Puskesmas Jatisari. Masalah dari lingkungan adalah mayoritas dari penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jatisari berpendidikan rendah dan memiliki sosial ekonomi kurang.Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan dari hasil Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Jatisari dengan cara pendekatan sistem dapat diambil kesimpulan bahwa Program P2Diare di Puskesmas Jatisari Karawang periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011 belum berhasil karena masih tidak sesuai dengan tolak ukur yang telah ditentukan. Didapatkan dua prioritas masalah yang ditemukan dari keluaran yaitu tidak tercukupinya cakupan kebutuhan oralit dan belum dilakukannya penyuluhan kelompok.Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam Program Penanggulangan Diare di Puskesmas Jatisari di tahun yang akan datang, maka yang harus dilakukan adalah Pengawasan oleh dokter dan koordinator P2M lebih ditingkatkan agar petugas dapat mengerjakan tugasnya sesuai dengan prosedur terutama dalam tatalaksana penderita diare sehingga sesuai dengan prinsip pengobatan diare, antara lain memberikan oralit sebanyak 6 sachet untuk tiap penderita agar terpenuhinya target pemberian oralit pada penderita sebesar 100 %, memberikan persediaan oralit untuk setiap kader di wilayahnya masing-masing sebanyak 10 sachet untuk tiap kader agar terpenuhinya target pemberian oralit pada penderita sebesar 100 %, menambah jumlah persediaan oralit di Puskesmas, dapat memanfaatkan ruangan yang ada untuk dimanfaatkan menjadi pojok oralit, meningkatkan pelaksanaan penyuluhan kelompok agar menjadi kegiatan rutin setiap bulannya (12 kali per tahun) dan meningkatkan pelaksanaan program Puskesmas Keliling untuk menjangkau masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari Puskesmas, sehingga akhirnya dapat memberikan perubahan pada pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang penyakit Diare dan PHBS Rumah Tangga.Daftar Pustaka

1. Situasi Diare di Indonesia, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Bakti Husada, Kementerian Kesehatan RI, Triwulan II; 2011, hal 1-2, 26-8, 33.2. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada Balita Untuk Petugas Kesehatan, 2011, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, hal 4-10, 15.3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1216/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, edisi ke 4, 2005, Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM&PL, hal 1, 15-7.4. Pedoman Instrumen Penilaian Kinerja Puskesmas Provinsi Jawa Barat. 2010. Cetakan 1. Bandung

5. Buku Saku Lintas Diare Untuk Petugas Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Hlm 29-306. Data Kesehatan di Kabupaten Karawang tahun 2009 dan 2010, diunduh dari http://www.karawangkab.go.id/informasi-umum/data-hasil-pembangunan/kesehatan.html , diakses pada 23 November 20117. Puskesmas Kecamatan Jatisari. 2010. Data Laporan Tahunan Program Pemberantasan Penyakit Diare.