artikel anthony dio martin-eksekutif bereq rendah
TRANSCRIPT
7/31/2019 Artikel Anthony Dio Martin-Eksekutif BerEQ Rendah
http://slidepdf.com/reader/full/artikel-anthony-dio-martin-eksekutif-bereq-rendah 1/2
62 HC September 2010
inspirasional
T
Anthony Dio Martin
Eksekutif Ber-EQ
Rendah
ulisan ini merupakan salah satu topik yang
saya angkat di siaran radio Smart Emotion
yang saya bawakan baru-baru ini, di salah satu
jaringan radio bisnis di Indonesia. Ternyata
responsnya sangat luar biasa. Banyak SMS dan
email yang saya terima setelah siaran ini. Ada
yang isinya curhat, ada pula yang membenarkan. Ada yang tak
habis pikir mengapa keadaan ini bisa terjadi. Ya, bayangkan
saja, seorang CEO di posisi paling puncak di sebuah organisasi,
tetapi level Kecerdasan Emosionalnya rendah? Apa jadinya?
Tapi, realitas semacam itulah yang terjadi. Setidak-tidaknya,
ada beberapa contoh yang bisa memberikan gambaran
bagaimana seorang CEO bisa memiliki level EQ yang rendah.
Misalkan saja, kisah CEO terburuk di dunia tahun 2009,
John Thain. Bayangkan, dia termasuk salah satu CEO dengan
bayaran tertinggi di dunia, yakni US$ 83 juta. Namun, tahun
2008, saat perusahaannya Merrill Lynch merugi hingga US$
27 miliar, dengan enaknya ia minta agar bonusnya sebesar US$
30-40 juta dibayarkan.
Tak hanya itu. Manakala perusahaannya dibantu oleh
pemerintah melalui Bank of America, ia justru membagi-
bagi bonus kepada para eksekutifnya senilai hampir US$ 10
miliar. Dan lebih parahnya, di saat banyak terjadi PHK dan
pemangkasan dana, ia justru mendekorasi ruang kerjanya
sendiri senilai hampir US$ 1,2 juta. Itulah yang membuat
banyak lapisan marah kepadanya yang berakhir dengan
hilangnya jabatan John Thain.
Termasuk pula, salah satu kisah yang membuat banyak pihak
geleng-geleng kepala adalah kekonyolan Walt Baker, CEO
Tennessee Hospitality Association. Apa yang dia lakukan?Menyebarkan email yang menyamakan frst lady Amerika,
Michelle Obama, dengan Cheetah, simpanse yang merupakan
sahabatnya Tarzan. Email yang dia anggap lucu ini ternyata
beredar kemana-mana. Meskipun akhirnya Walt Baker sempat
buru-buru meminta maaf dengan mengatakan, ”I am sorry for
my actions. I am sorry for the offensive contents of the email.”
(Saya minta maaf atas tindakan saya. Saya menyesal atas isi
email yang bisa menyakiti orang). Akan tetapi, langkahnya
terlambat. Seharusnya, Walt Baker berpikir dulu sebelum
mengirimkan email tersebut. Akhirnya, ia pun dipecat dar
posisinya.
Sudah Tahu Buruk, Kenapa Diangkat?
Kedua kisah di atas menjadi cerminan menarik bagi kit
bahwa orang dengan posisi tinggi tidak selalu identik dengaEQ yang tinggi. Masalahnya, banyak di antara mereka yan
dipilih untuk menduduki posisi di atas karena perusahaan
buru-buru ingin mencapai target dalam waktu singkat. Nah
banyak di antara para CEO ini adalah jagoan dalam mencapa
target dan menyajikan angka-angka. Soal bagaimana caranya
perusahaan kadangkala tutup mata. Akibatnya, banyak CEO
yang menjalankan manajemennya dengan tangan besi, otoriter
dan tidak peduli dengan suara-suara di bawah. Memang, dalam
waktu yang singkat mereka menunjukkan hasilnya. Namun
dalam jangka panjang, banyak yang hasilnya berantakan
Konsekuensinya adalah: buruknya semangat kerja, tim yan
tidak kompak, orang keluar masuk, tim proyek yang bongkapasang, kepuasan kerja yang rendah. Itulah akibat-akibatnya
yang tentunya untuk jangka panjang, justru amat merugika
organisasi!
Itu sebabnya dalam salah satu wawancaranya, Travis Bradberry
penulis buku ” Emotional Intelligence 2.0” – yang bukunya jug
menjadi salah satu sumber inspirasi workshop Kecerdasa
Emosional yang rutin kami lakukan lebih dari 9 tahun d
Indonesia, mengatakan dengan kalimat menarik, ”..man
CEO are being promoted for being a good nancial managers
not as people managers.” (Banyak CEO yang diangkat karen
mereka adalah manajer fnansial yang baik, bukan manaje
orang). Mereka bagus dalam mengelola angka, tetapi burudalam berinteraksi atau memperlakukan manusia.
Ciri-ciri Eksekutif Ber-EQ Rendah!
Bagaimanakah kita mendefnisikan CEO ber-EQ rendah? Cir
pertama dan yang paling bermasalah adalah self awarenes
mereka yang terkadang, terlalu berlebihan. Akibatnya, merek
sering kali egois, self reference tinggi (sumber acuannya adala
7/31/2019 Artikel Anthony Dio Martin-Eksekutif BerEQ Rendah
http://slidepdf.com/reader/full/artikel-anthony-dio-martin-eksekutif-bereq-rendah 2/2
63HC September 2010
inspirasion
EQ yang rendah. Catatan dari penulis buku Executive EQ
mengatakan, 10% kenaikan skor seorang karyawan (apalag
seorang CEO) dampaknya adalah 60% pada ’bottom line’ suat
bisnis. Fakta membuktikan, seperti yang disajikan di bagia
awal tulisan ini, yang menunjukkan bahwa banyak leader yan
jatuh bukan karena kurang strategi atau teknis, tapi karena EQ
mereka yang rendah.
Berikutnya, mari kita tekankan WHAT -nya. Apanya yang perl
ditingkatkan dari seorang eksekutif? Di sinilah kit
bicara soal empat elemen kompetensi EQ
yang dikemukakan ole
Daniel Goleman
yang kemudia
direvisi oleh tim
Talentsmart. Inila
yang perl
dipelajar
o l e
s e m u
eksekutif
agar Kecerdasa
E m o s i o n a
mereka meningka
Sayangnya, banyak d
a n t a r a mereka yang skor EQ-ny
rendah tetapi tidak menyadarinya sama sekali. Itulah sebabnya
mengapa workshop dan training EQ menjadi sangat berharg
bagi mereka.
Dan akhirnya, melalui proses HOW , atau mendorong merek
untuk terus-menerus mengembangkan EQ melalui 5 tip
sederhana, yakni: to read (membaca), to learn (belajar dar
yang lebih mampu), to get mentor (meminta bimbingan
to apply (mencoba menerapkannya), dan to take risk (amb
risiko untuk melakukannya)!
Semoga dengan mempraktikkan konsep dan metode-metod
ini, para eksekutif kita menjadi lebih seimbang. Jadi bukan saj
strategi bisnis mereka yang bagus, tetapi Kecerdasan Emos
mereka pun lebih dikembangkan lagi! n
diri sendiri). Intinya, mereka sering berpikir, ”Kalau menurut
saya OK, berarti ya OK dong.”
Kedua, menyangkut self management mereka yang rendah.
Terkadang, mereka tidak bisa mengontrol diri sehingga
tampak emosional, serakah, reaktif, atau terkesan seenaknya.
Prinsipnya adalah, ”Kalau aku maunya yang ini, berarti harus
inilah mesti dipenuhi.”
Ketiga, menyangkut social awareness mereka yang rendah
sehingga mereka menjadi tidak peka terhadap perasaan orang-
orang di sekitarnya. Dan terakhir, social skills
mereka juga rendah. Akibatnya, kemampuan
berempati mereka cenderung
rendah, begitu pula
listening skills mereka
buruk. Celakanya, karena
mereka rata-rata
cukup terdidik
dan banyak b e l a j a r ,
bisa jadi
kemampuan
lip service
mereka luar
biasa. Akibatnya, di
depan publik, mereka
bisa saja bicara tentang
hal-hal yang bagus tetapi
di belakangnya mereka m e l a n g g a r
kata-kata yang baru saja mereka ucapkan. Istilahnya talk the
talk, bukan walk the talk.
Bagaimana Meningkatkan EQ Para Eksekutif?
Jawabannya sangat tidak mudah. Masalahnya, mereka berada
di posisi paling atas yang terkadang tidak membutuhkan orang
lain. Tentu, untuk mengubahnya pun tidak gampang. Jadi,
bagaimana langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk
membuat para eksekutif mau mengembangkan EQ mereka?
Dari pengalaman mengajarkan EQ selama hampir 10 tahun
kepada begitu banyak perusahaan nasional dan multinasional,
saya menganjurkan untuk melakukannya dengan metode:
WHY-WHAT-HOW . Bagaimana prosesnya? Begini caranya!
Prosesnya harus dimulai dengan memberikan gambaran
mengenai WHY dulu. Artinya, para eksekutif harus diawali
dengan diberikan kesadaran, mengapa mereka perlu
mengembangkan EQ mereka? Beberapa data statistik sering
saya tunjukkan kepada mereka agar lebih yakin. Misalnya,
saya menyajikan data dari Center for Creative Leadership
yang menyatakan bahwa 27% CEO ternyata mempunyai skor
Anthony Dio Martin
Trainer dan penulis buku-buku best seller
Host program radio Smart Emotion di SmartFM dan
Host program televisi ‘EQ Inspiration’ di Q-TV
(www.anthonydiomartin.com)