artikel
DESCRIPTION
artikelTRANSCRIPT
Nama : Azhura Mutia
NIM : 1335133674
Jurusan : Pendidikan Luar Biasa 2013
IDENTIFIKASI DAN ASSESMEN ANAK DENGAN HAMBATAN
MAJEMUK
Menurut saya, anak yang saya lihat pada video tersebut adalah anak dengan hambatan
majemuk yang terdiri dari hambatan fisik dan motorik dan hambatan pendengaran yang juga
disertai dengan ADD (Attention Deficit Disorder) atau GPP (Gangguan Pemusatan Perhatian.
Proses yang harus saya lakukan ketika menentukan jenis anak yang saya lihat pada
video tersebut adalah proses identifikasi. Proses identifikasi merupakan kegiatan awal yang
mendahului assesmen. Identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau
menemukenali. Istilah identifikasi anak berkebutuhan khusus dimaksudkan sebagai usaha
seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah
seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan
atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya (anak-anak normal). Dalam Kamus Kontemporer (1958 : 921), dijelaskan
bahwa yang dimaksud identifikasi adalah (1) pengenalan, (2) penyamaan, dan (3) tanda bukti
pengenal.
Identifikasi tersebut berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik yang ada pada anak.
Menurut saya, karakteristik atau ciri-ciri pada anak berkaitan dan menjadi dasar bagi
instrumen perkembangan. oleh karena itu, saya mengembangkan instrument perkembangan
untuk mengidentifikasi jenis hambatan pada anak.
Identifikasi jenis anak dalam video tersebut yang berkaitan dengan hambatan fisik dan
motoriknya adalah bahwa anak tersebut menggunakan kursi roda saat proses belajar
mengajar. Menurut saya, ada 2 kemungkinan alasan seseorang menggunakan kursi roda, yaitu
1). Fungsi anggota gerak bawah (kaki) tidak berfungsi salah satu atau keduanya, 2). Orang
tersebut terkena penyakit polio yang menyebabkan kakinya lebih kecil dibandingkan berat
tubuhnya. Dan kemungkinan-kemungkinan tersebut terdapat dalam karakteristik atau ciri-ciri
dalam hambatan fisik dan motorik.
Identifikasi yang berkaitan dengan hambatan pendengaran menurut Cartwright dan
Cartwright (1984) dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu identifikasi melalui dictator
perilaku, tanda-tanda fisik serta keluhan yang dikemukakan anak. Menurut Berlin, Geyer, dan
Yankaver dalam Cartwright dan Cartwright (1984), hal yang terlihat dalam indicator
perilaku diantarannya :
Ketidakmampuan memberikan perhatian
Mengarahkan kepala atau telinga ke arah pembicara
Gagal mengikuti instruksi lisan, terutama dalam situasi kelompok
Meminta pengulangan, terutama untuk pertanyaan
Memiliki masalah wicara
Berkonsentrasi secara berlebihan pada wajah atau mulut lawan bicaranya.
Respons-respons tidak sesuai atau inkonsisten.
Dalam ciri-ciri yang dikemukakan diatas, tampak bahwa anak dalam video tersebut
memiliki beberapa ciri-ciri tersebut, yaitu anak mengarahkan kepala atau telinga kea rah
pembicara, anak memiliki masalah wicara. Dan tambahannya adalah guru mengajar anak
dengan bahasa isyarat dan guru juga harus mengulang perkataannya untuk membuat anak
fokus untuk mengerjakan soal.
Identifikasi bahwa hambatan anak disertai dengan ADD atau GPP adalah anak sulit
untuk memusatkan perhatian pada pelajaran. Bukan karena hambatan pendengarannya
melainkan anak tampak terlalu mudah menerima rangsang oleh inderanya. Akhirnya anak
dengan mudahnya mengalihkan pandangan pada sesuatu yang menarik bagi anak.
Dalam proses belajar anak pada video tersebut, saya yakin bahwa anak memiliki
kemampuan dan keinginan untuk belajar. Untuk mengetahui hal tersebut dibutuhkan
penilaian kemampuan pada anak atau yang biasa disebut dengan asesmen. Asesmen adalah
proses pengumpulan informasi dengan mempergunakan alat dan teknik yang sesuai untuk
membuat keputusan pendidikan berkenaan dengan penempatan dan program pendidikan bagi
siswa tertentu.
Menurut Hargrove dan Poteet (1984 : 1) asemen merupakan salah satu dari tiga
aktivitas evaluasi pendidikan. Ketiga aktivitas tersebut adalah 1). Asesmen, 2). Diagnostik,
dan 3). Preskriptif. Dengan demikian, asesmen yang dilakukan untuk dilakukan untuk
menegakkan diagnosis, dan berdasarkan diagnosis tersebut dibuat preskripsi. Preskripsi
tersebut dalam bentuk aktualnya adalah berupa program pendidikan yang diindividualkan
(individualized education program). Meskipun asesmen pertama kali dilakukan sebelum
kegiatan pembelajaran, asesmen sesungguhnya berlangsung sepanjang proses pembelajaran.
Untuk memperoleh informasi asesmen kemampuan anak dapat dilakukan melalui
wawancara, observasi, dan tes. Semua itu dilakukan dengan memerhatikan pedoman dari
masing-masing metode. Sebelum melakukan metode tersebut terlebih dahulu dibuat
instrument asesmen untuk membantu memperoleh informasi asesmen kemampuan pada anak.
Menurut saya, instrument yang digunakan dapat mencakup aspek akademik, yaitu membaca
dan menulis. Namun, sebelum masuk pada aspek membaca dan menulis, anak membutuhkan
penguasaan bahasa terlebih dahulu sebagai awal dari belajar membaca dan menulis. Karena,
anak pada video tersebut mengalami hambatan pendengaran, sehingga kemungkinan anak
tidak memperoleh bahasa sejak lahir. Oleh karena itu, selain aspek belajar membaca dan
menulis, anak perlu dikembangkan kemampuan bahasa dan kemampuan motoriknya dalam
aspek perkembangan.
Ketika anak sudah melalui proses asesmen, maka dapat dibuatkan Program
Pembelajaran Individual bagi anak. Menurut The United State Codes, P.L. 94-142, seperti
dikutip Kitano dan Kirby (1986: 158), PPI hendaknya memuat lima pernyataan, yaitu 1).
Taraf kemampuan anak, 2). Tujuan umum (goals) yang akan dicapai dalam satu tahun dan
penjabarannya ke dalam tujuan-tujuan pembelajaran khusus ( Instructional Objectives), 3).
Pelayanan khusus yang tersedia bagi anak dan perluasannya untuk mengikuti program
regular, 4). Proyeksi tentang kapan dimulainya kegiatan dan waktu yang akan dipergunakan
untuk memberikan pelayanan, dan 5). Prosedur evaluasi dan kriteria keberhasilan atau
kegagalan program.
Menurut saya, selain anak dibuatkan Program Pembelajaran Individual di sekolah,
anak juga harus mengasah atau mengulang kembali pembelajaran disekolah saat anak berada
dirumah. Karena program pembelajaran tersebut dibuat agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khas mereka dan kebutuhan mereka bukan hanya dilakukan disekolah saja, melainkan juga
dirumah. Karena PPI dibuat dengan mempertimbangkan informasi dari orang tua anak. PPI
untuk anak juga dinilai oleh orang tuanya yang selaku bagian dari Tim Penilai Program
Pendidikan Individual (TP-3I). Tim tersebut terdiri dari guru PLB yang memiliki keahlian
khusus dalam bidang pendidikan bagi Anak dengan hambatan majemuk, guru regular, orang
tua anak, ahli yang berkaitan dengan anak (dokter atau psikolog), dan anak itu sendiri. Oleh
karena itu, orang tua juga berperan dan berkerjasama dalam pelaksanaan PPI bagi anak serta
melatih dan menerapkannya juga dirumah.
Area belajar yang dilakukan disekolah yang mungkin dapat diterapkan dirumah
adalah area belajar membaca, dan dapat dimungkinkan juga area belajar menulis diterapkan
dirumah. Namun, seperti yang saya tulis sebelumnya. Anak terlebih dahulu dikembangkan
bahasa dan kemampuan motoriknya dirumah baik motorik kasar maupun motorik halus.
Karena dengan anak mengulang dan mengembangkan kembali dirumah, anak akan terbiasa
melakukannya disekolah dan program pembelajaran akan lebih cepat didapat oleh anak.
Dengan demikian dapat disimpulkan, menurut saya anak dalam video tersebut memiliki
hambatan majemuk yang terdiri dari hambatan fisik dan motorik dan hambatan pendengaran
yang disertai juga dengan gangguan pemusatan perhatian (GPP) yang diketahui dengan
menggunakan proses identifikasi pada anak yang didalamnya dikembangkan instrument
perkembangan untuk mengidentifikasi anak tersebut. Kemampuan anak juga dapat diketahui
dengan melakukan asesmen terhadap kemampuan anak yang hasilnya dapat dijadikan acuan
untuk mengembangkan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak baik
dirumah maupun disekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: DEPARTEMEN
PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN.
Gunawan, D. (n.d.). Identifikasi ABK_Revisi _FINAL. Retrieved Juni 12, 2014, from
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196211211984031-DUDI_GUNAWAN/
IDENTIFIKASI_ABK-REVISI_FINAL.pdf
Hildayani, r. d. (2013). Penanganan Anak Berkelainan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Kurniansyah, A. (2013, Maret 2). Ainun Kurniansyah. Retrieved Juni 12, 2014, from Identifikasi dan
Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus:
http://ainunkurniansyah.wordpress.com/2012/03/02/identifikasi-dan-asesmen-abk/
Muslim, A. T., & Sugiarman, M. (1996). Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Rahardja, D. (n.d.). Identifikasi dan Asesmen Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Retrieved Juni 12,
2014, from http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195904141985031-
DJADJA_RAHARDJA/IDENTIFIKASI_&_ASESMEN_[Compatibility_Mode].pdf
Semiawan, C. R., & Mangunsong, F. (2010). Keluarbiasaan Ganda. Jakarta: Kencana.