arkeologi islam nusantara : masalah dan solusinya

25
Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya * Oleh Prof Dr H Budi Sulistiono, MHum Tahun 1963 sejumlah ahli dan peminat sejarah Islam berdatangan ke Medan untuk partisipasi aktif dalam Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara. Hasil seminar merekomendasikan antara lain untuk dilakukan seminar jilid dua dalam tema yang sama. Maka tahun 1978, mereka berketetapan hati untuk hadir di Banda Aceh. Nyatanya, melalui pengalaman berdiskusi hingga berdebat dalam seminar jilid dua, mereka pun semakin penasaran untuk menyelenggarakan seminar jilid tiga untuk tema yang tidak jauh beda, dan diputuskan di Peureulak, Aceh tahun 1981. Mudah-mudahan untuk hari ini di Batam kita lebih berkonsentrasi kepada persoalan, antara lain : 1. Sumbangan apa saja, kapan, dimana, yang pernah dipentaskan masyarakat Muslim Nusantara ? * Makalah disampaikan pada acara Orientasi Peningkatan dan Pengembangan Kualitas Kinerja SDM Lektur Keagamaan, Badan Litbang Depag, RI, di Batam, 24 Februari sd 1 Maret 2009

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya*

Oleh Prof Dr H Budi Sulistiono, MHum

Tahun 1963 sejumlah ahli dan peminat sejarah Islam berdatangan

ke Medan untuk partisipasi aktif dalam Seminar Sejarah Masuk

dan Berkembangnya Islam di Nusantara. Hasil seminar

merekomendasikan antara lain untuk dilakukan seminar jilid dua

dalam tema yang sama. Maka tahun 1978, mereka berketetapan

hati untuk hadir di Banda Aceh. Nyatanya, melalui pengalaman

berdiskusi hingga berdebat dalam seminar jilid dua, mereka pun

semakin penasaran untuk menyelenggarakan seminar jilid tiga

untuk tema yang tidak jauh beda, dan diputuskan di Peureulak,

Aceh tahun 1981. Mudah-mudahan untuk hari ini di Batam kita

lebih berkonsentrasi kepada persoalan, antara lain :

1. Sumbangan apa saja, kapan, dimana, yang pernah dipentaskan

masyarakat Muslim Nusantara ?

* Makalah disampaikan pada acara Orientasi Peningkatan dan Pengembangan Kualitas

Kinerja SDM Lektur Keagamaan, Badan Litbang Depag, RI, di Batam, 24 Februari sd 1

Maret 2009

Page 2: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

2

2. Dengan cara apa Islam berhasil dipentaskan di tengah-tengah

multietnis di tebaran kepulauan dalam ukuran terbesar hingga

terkecil - Nusantara, dan kini mereka dapat dipersatukan,

menjadi sebuah bangsa modern dan dengan bangga kita selalu

menyebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ?

Tanpa mengurangi hasil jerih payah kepejuangan dan

kepahlawanan para sesepuh (wali, kyai, tuan guru, teungku,

teuku, datuk, bangsawan, lasykar, santri, tentara, simpatisan),

nyatanya jawaban dua pertanyaan di atas tidak cukup melalui

data Sejarah melainkan sudah “keharusan diungkap data

materialnya”. Penyebutan kata “keharusan” bukan hasil akal-

akalan, karena memang realitas keberadaan masyarakat Muslim

telah berhasil himpun kekuatan politik dalam wujud berdirinya

kekuasaan dalam bentuk “Kesultanan”, antara lain :

1. Kesultanan Samudera Pasai

2. Kesultanan Aceh Darussalam

3. Kesultanan Asahan

4. Kesultanan Banten

5. Kesultanan Bima

6. Kesultanan Bulungan

7. Kesultanan Buton

8. Kesultanan Selaparang, Lombok

Page 3: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

3

9. Kesultanan Cirebon

10.Kesultanan Deli

11.Kesultanan Dompu

12.Kesultanan Demak

13.Kesultanan Kotawaringin

14.Kesultanan Pajang

15.Kesultanan Gowa

16.Kesultanan Jambi

17.Kesultanan Kota Pinang

18.Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura

19.Kesultanan Langkat

20.Kesultanan Mataram (Islam)

21.Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

22.Pakualaman- Puro Pakualaman

23.Kesultanan Pagaruyung

24.Kesultanan Palembang

25.Kesultanan Sambas

26.Kesultanan Sanggau

27.Kesultanan Pontianak

28.Kesultanan Serdang

29.Kesultanan Siak Sri Inderapura

30.Kesultanan Tanjung Pura - Pontianak

31.Kesultanan Ternate

32.Kesultanan Gunung Tabur

33.Kesultanan Sambaliung

34.Kesultanan Bulungan

35.Kesultanan Tidore

Mudah-mudahan melalui keberadaan sejumlah Kesultanan di

atas telah menghantarkan kita untuk tidak sebagai penonton

belaka, tapi lebih mau memperoleh pengetahuan hingga

Page 4: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

4

memahami untuk mau mengerti “Peninggalan budaya Islam

macam apa saja” yang pernah dipentaskan dari masing-masing

kesultanan dan masyarakat pendukungnya ?

Melalui sejumlah pengamatan lapangan dan dukungan sejumlah

sumber tertulis mengungkapkan adanya tinggalan budaya Islam

baik material maupun non material, yang tidak sedikit.

Tinggalan Budaya Islam berupa material, antara lain berupa :

a. Situs Keraton

b. Situs Benteng

c. Situs Masjid

d. Situs Kota

e. Nisan Makam

f. Situs Pesantren/Dayah/Surau

g. Situs Pemukiman

h. Situs Pasar

i. Kerajinan, al. radisi ukir, arsitektur, batik, desain kapal-

kapal

j. Senjata

k. Alat Rumah Tangga

l. Film dokumen asli

m. Pernaskahan

n. Situs Dermaga

o. Dsb

Page 5: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

5

Tinggalan Budaya Islam tinggalan non-material, antara lain

dalam wujud dongeng, kisah, cerita, tentang peristiwa, nama

tempat, atau tokoh kharismatis – yang tumbuh dan berkembang

di kalangan masayarakat pendukungnya. Contohnya, kasus

masyarakat Muslim Kudus yang hingga kini masih enggan

mengonsumsi “daging sapi/lembu”. Penulis secara sadar

mengakui memang belum pernah melakukan penelitian tentang

kasus ini, tapi sekedar pengalaman manakala ketemu teman asal

Kudus, ia selalu penulis ajak makan bareng di warung sate, dan

langsung pesan. Teman asal Kudus ini selalu interupsi “maaf

daging satenya apa ?”. Saya bilang “untuk di daerah Aceh,

khusus pinggiran laut / pantai, anda tidak akan pernah

merasakan Sate Kambing, tapi di sini sangat terkenal Sate Lembu.

Spontan teman asal Kudus bercerita panjang lebar tentang mitos-

mitos di seputar diri lembu, hingga menghambatnya untuk tidak

mengonsumsi masakan apa saja yang menggunakan daging

lembu. Penulis spontan teringat tentang pengalaman perjalanan

ketika di Kudus, dan nyatanya memang Kudus terkenal dengan

sebutan Kota Menara Kudus. Lebih misteri lagi di dalam

bangunan masjid Kudus ada dua buah Candi. Nah, adakah

Page 6: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

6

hubungan masyarakat, mitos, dan keberadaan bangunan

komplek Masjid Kudus sehingga masyarakat Muslim asal Kudus

enggan mengonsumsi daging lembu ?

Budaya tutur / lisan sangat boleh dijadikan sumber sejarah dalam

kategori “sejarah lisan”– hal ini terkait dengan sejumlah peristiwa

pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan – utamanya masa

Revolusi Kemerdekaan. Di sini-sana banyak peristiwa heroik

yang pernah dipentaskan oleh kekuatan “lasykar” antara lain

lasykar Rakyat, Lasykar Rakyat Medan Area, Hisbullah, Tentara

Islam Indonesia, Tentara Keamanan Rakyat, Tentara

Keduapuluhlima, dan sebagainya hingga kekuatan individu

terdiri dari Teungku, Kyai, Ajeungan, Tuan Guru, bersama

santri/murid pesantren/surau/ dayah, dan yang semisal. Nah,

seberapa banyak kita pernah mau mendengar tentang proses

hingga mereka siap berkorban Bela Tanah Air Indonesia yang

baru menyatakan Kemerdekaannya ?

Berangkat dari persoalan “proses” hingga terwujudnya tindakan

bersama mempertahankan kemerdekaan, menarik untuk dilacak

Page 7: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

7

kemudian dikaji untuk diperoleh datanya, kemudian difahami

untuk dimengerti hingga kemungkinan dapat dilakukan

rekonstruksi keberadaan peran-peran individu muslim dari masa

ke masa yang berkait erat dengan ajaran dan pemikiran

keagamaan hingga pengaruhnya sebagaimana terwujud dalam

perilaku dan tindakan dalam realitas sosial mereka - secara

empiric dapat berwujud dalam “Team Work” yang memiliki

kekuatan yang dahsyat – dengan pernyataan INDONESIA

MERDEKA ! MERDEKA ! MERDEKA !

Pengenalan individu Muslim Nusantara secara nyata dapat

dikenali dari sejumlah nama lengkap dengan angka tahun

kelahiran atau angka tahun wafatnya. Contoh, di Samudera

Pasai, desa Beuringin, Kecamatan Samudera, Kabupaten Lhok

Seumawe, Aceh Utara ada makam Malik as-Sholeh wafat 1296 M.

Di Leran, Gresik, Jawa Timur ada temuan makam Fatimah binti

Maimun, wafat 1082 M. Melalui data arkeologi dua makam

tersebut, apa yang bisa kita katakan, untuk kemudian dianalisa

lebih cermat ? Menurut sejumlah sumber, Majapahit sebagai

kerajaan Hindu di Jawa - dengan mitos SUMPAH PALAPA-nya,

Page 8: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

8

baru berdiri 1292 yang ditandai Raden Wijaya sebagai raja

pertama. Andai tiga angka tahun itu dapat dijadikan pedoman,

akan sangat mungkin ada sejumlah data arkeologi Islam yang

bertebaran atau bahkan dibuat pada masa Sriwijaya dan masa

Majapahit. Lebih-lebih posisi letak dua kerajaan raksasa itu di

daerah agraris, dan masyarakat Muslim hampir pasti bertinggal

di daerah pantai. Data arkeologi Islam macam apa saja, dan

dimana bisa ditemukan untuk kemudian dilihat untuk

direkonstruksi ? Keberadaan Pusat Kerajaan Majapahit sampai

saat ini masih diyakini terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa

Timur. Di wilayah pusat kerajaan, justru kedapatan komplek

makam Troloyo† . Di Komplek makam ini terdapat sekitar 10

makam dengan nisan berprasasti aksara Arab, aksara Jawa Kuna.

Menurut LC Damais (1957 :392-408) ‡, angka tahun tertua yang

termuat dalam sejumlah nisan yang beraksara Jawa Kuna itu,

menunjuk angka tahun 1203 Caka atau 1281 Masehi, sementara

angka tahun termuda adalah 1533 Caka atau 1611 Masehi. sebuah

† Komplek makam ini terletak di desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan,

Mojokerto. ‡ L.C.Damais, 1957, "Etudes Javanais I, Les Tombes Musulmanes Detees de

Tralaya", BEFEO, XLVIII.

Page 9: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

9

makam yang memuat nama tokoh, angka tahun wafatnya dengan

aksara dan bahasa Arab, yang berbunyi, antara lain

”...Zainuddin, wafat tahun 874 Hijriah”.

Selain kaligrafi Arab dan Jawa Kuna, di kompleks makam

ini juga dijumpai pola hias "Sinar", dan karena bertempat di

lokasi bekas kerajaan Majapahit, maka sangat dikenal dengan

sebutan pola hias "Sinar Majapahit". Pola hias semacam ini

nampak secara jelas juga mewarnai hiasan dinding terletak di

atas bangunan mihrab masjid Demak. Dan kini, pemanfaatan

pola hias yang semisal nampak secara cerdas pada lambang

organisasi pembaharu, Muhammadiyah.

Dalam kaitan kajian kita hari ini, ada hal yang sulit

dilupakan bahwa makam atau kuburan para raja/ sultan Islam,

tokoh penyebar Islam memperoleh perlakuan tertentu dari

sebagian masyarakat. Sehingga sebagian makam atau kompleks

makam seperti berada dalam konteks sistem perilaku, yakni

sebagai obyek peziarahan (pilgrimage). Dampaknya antara lain

adanya sejumlah makam yang dikramatkan dan secara keliru

sebagai media/ tempat meminta sesuatu.

Page 10: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

10

Konon, kekeramatan para wali itu tidak saja dapat

menimbulkan kebaikan atau barkah (berkat) kepada ummat

manusia di masa hidupnya wali yang bersangkutan, tetapi juga

setelah mereka meninggal dunia. Karena itu terjadilah amalan-

amalan tertentu di makam-makam para wali atau kyai untuk

meminta berkahnya. Demikian juga amalan-amalan yang dapat

mengingatkan manusia kepada para wali itu, seperti membaca

riwayat hidup atau manaqib seorang wali dianggap sangat besar

berkahnya, khususnya pada hari-hari tertentu. Dari situlah

timbulnya kebiasaan membangun makam seorang kyai atau wali

yang dilengkapi dengan serambi untuk mengaji atau melakukan

amalan-amalan.§ Tokoh Syekh Abdul Qadir Jaelani, di Indonesia

dipercaya sebagai wali tertinggi. Manaqib Syekh Abdul Qadir

Jaelani (wafat 1116 M) dibaca setiap tanggal 11 Bulan Arab.

Tanggal itu juga bertepatan dengan tanggal wafatnya (11 Rabi’ul

akhir). Pada setiap Jum’at sesudah sembahyang Asyar atau

Maghrib itu juga dibaca bersama sambil khataman (penutupan)

amalan tarekat dalam seminggu, di Pesantren Pagentongan** Di

§ Sudjoko Prasodjo, (ed.), Profil Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1974: 41 ** Ibid : 41.

Page 11: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

11

sini juga dibacakan Manakib Badar (313 para peserta Perang

Badar, perang pertama yang amat menentukan dipimpin oleh

Nabi Muhammad SAW;dan berikutnya Haikal (Azimat) berupa

tujuh surat al-Qur’an.††. Ternyata ketokohan Syekh Abdul Qadir

Jaelani tidak cukup dengan bacaan-bacaan itu, bahkan dibuatkan

kubur lengkap dengan nisan, dapat dijumpai di komplek makam

muslim Tralaya, Mojokerto. Di lokasi ini juga terdapat makam

tokoh-tokoh kenamaan yang lain. Pertanyaannya adalah apa saja,

kapan, bagaimana, perlakuan terhadap makam tersebut ?

Dalam kaitannya dengan bangunan makam, sebagian

masyarakat mempunyai suatu anggapan bahwa arwah nenek

moyang memiliki suatu kekuatan gaib, yang dapat menolak

segala kekuatan jahat serta dapat memberikan perlindungan.

Akibatnya, melahirkan perilaku pembuatan makam dalam

bentuk-bentuk tertentu, yang erat sekali dengan pemujaan

kepada arwah nenek moyang yang selalu dihormati, dimintai

perlindungan dan keselamatan bagi seluruh masyarakat atau

bagi keluarga yang ditinggalkannya.

†† Ibid : 45.

Page 12: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

12

Di Sulsel,dilihat dari cara penggarapannya menampilkan

bentuk yang unik dan bentuk-bentuk nisan tipe Aceh, Demak-

Troloyo, dan Ternate-Tidore. Keunikan terutama tampak pada

kenyataan bahwa unsur megalithik tampil dominan pada awal

perkembangan Islam di Sulsel. Hal itu dapat ditunjukkan dengan

nisan kubur berbentuk "menhir" dan "phallus" yang diletakkan

tanpa atau dengan jirat berundak. Kesederhanaan bentuk ini

sering diasosiasikan dengan nisan tipe lokal, karena pada tiap-

tiap tempat di luar Sulsel pun dapat dijumpai nisan demikian.

Apabila diamati secara seksama, sesungguhnya nisan kubur

di Sulsel memiliki bentuk yang heterogen. Pada setiap nisan

terdapat kebebasan untuk digarap sesuai dengan keinginan

pemahat. Namun setelah diklasifikasi menurut bentuk yang

spesifik ternyata hanya ada dua tipe dilihat dari pola dasar nisan,

yaitu bentuk silindrik dan bentuk dasarnya kemudian menjadi

samar.

Kedua tipe dasar itu dapat memberi keterangan tentang

jenis kelamin orang yang dikuburkan pada suatu makam. Tipe

Page 13: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

13

silindrik adalah untuk makam laki-laki, dan tipe pipih untuk

perempuan. Menjadi menarik jika dipermasalahkan mengapa

nisan kubur dijadikan pembeda kelamin serta instrumen apa saja

yang menjadi simbol genetalia sehingga terdapat spesifikasi yang

jelas antara kedua bentuk nisan antagonis tersebut.

Keberadaan batu-batu nisan yang lengkap dengan prasasti

masa Islam ditemukan hampir di seluruh situs bekas kerajaan

bercorak Islam. Data yang tertuang pada prasasti tersebut, antara

lain pesan yang merujuk pada datang dan berkembang Islam di

Indonesia. Sebagai prasasti masa Islam, tulisan Arab

mendominasi di dalamnya, dan merupakan ciri khas yang

menunjukkan pengaruh Islam di Indonesia. Di antara jenis huruf

Arab yang ditemukan : Kufi. Makam di Pulau Serangan, Bali ada

yang berinskripsi huruf Arab dan Bugis. Sedang bahasa yang

dituliskan adalah Arab, Melayu/ Indonesia, dan Bugis. Ada yang

berangka tahun, berhias medalion motif ceplok kembang,

Arabesque (hiasan suluran di dalam panil)‡‡. Melalui data

‡‡ Nampaknya Bugis merupakan etnis dominan yang hadir di tempat ini, karena

orang-orang Bugis lebih dikenal mempunyai keahlian berlayar dan suka merantau. Jika

asumsi ini dapat diterima, sejak abad ke-16 M orang Bugis sudah mengenal bahkan

melakukan kontak dengan pulau Bali. Dan sejarah mencatat, bahwa pada abad ke-17

Page 14: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

14

prasasti lengkap hiasan di dalamnya, adakah pengaruh langsung

terhadap perilaku masyarakat pendukungnya ?

Bentangan angka tahun peran-peran individu Muslim

dapat dilacak hingga ke masa lampau nun jauh masa awal

kedatangan, pertumbuhan hingga perkembangan masyarakat

Muslim di Nusantara. Dalam konteks pertumbuhan dan

perkembangan masyarakat Muslim, golongan penerima dapat

menjadi pembawa atau penyebar Islam untuk orang lain di luar

golongan atau daerahnya. Kondisi ini sesuai dengan ajaran

agama Islam, setiap Muslim adalah “dai”. Para muballigh, guru

agama Islam mempunyai tugas khusus menyiarkan agama Islam.

Dalam hal ini, kontinuitas antara penerima dan penyebar terus

terpelihara dan dimungkinkan sebagai sistem pembinaan calon-

calon pemberi ajaran tersebut. Biasanya santri-santri pandai, yang

telah lama belajar seluk-beluk agama Islam di suatu tempat dan

kemudian kembali ke daerahnya, akan menjadi pembawa dan

penyebar ajaran Islam yang telah diperolehnya. Keberadaan

mereka secara khusus telah mempercepat proses

M meletus perang antar kerajaan Gowa dengan VOC. Kampung Bugis, Wajo, Bajo,

dapat dijumpai di Bali, misalnya di Membrana, Nusa Dua.

Page 15: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

15

berkembangnya wilayah pengaruh Islam. Mereka kemudian

mendirikan pondok-pesantren, rangkang, surau, dan atau

semisalnya - merupakan lembaga yang penting dalam

penyebaran agama Islam. Dalam konteks keberadaan pesantren/

dayah/ surau, dan yang semisalnya, seberapa jauh kita memiliki

data mereka dalam wujud budaya materialnya ? Di tiap

pesantren hampir pasti ada tokoh yang teladan. Keteladanan

mereka bisa berwujud antara lain pemikiran untuk kemudian

dituangkan dalam tulisan. Varian karya tulis apa saja yang

pernah mereka tulis ? Bagaimana corak bentangan varian karya

tulis melesat berkembang di antara santri alumninya di berbagai

daerah ? Bagaimana corak pemilihan lokasi, tata ruang pesantren

?

Perkembangan masyarakat Muslim Nusantara secara besar-

besaran pada abad 13 – kian memiliki kekuatan politik yang

berarti, yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan /

kesultanan bercorak Islam seperti Kerajaan Samudera Pasai, Aceh

Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate-Tidore. Dari

Malaka, Islam didakwahkan antara lain ke daerah Kampar,

Indragiri, dan Riau menjadi Islam. Dari Aceh, Islam meluas

Page 16: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

16

sampai ke Minangkabau, Bengkulu, dan Jambi. Di Pulau Jawa,

penyiaran agama Islam dilakukan terutama oleh para wali yang

dikenal dengan sebutan Walisongo. Strategi dakwah yang

mereka terapkan telah berhasil meluaskan wilayah pengaruh

Islam dari Demak ke Banjarmasin. Sultan Samudra – atas bantuan

Demak, sebagai raja pertama kerajaan Banjarmasin masuk Islam.

Ia kemudian memakai gelar Maharaja Suryanullah. Ketika

Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah

mengakui kekuasaannya, yakni daerah Sambas, Batanglawai,

Sukadana, Kotawaringin, Sampit. Adapun Lombok, menurut

tradisi diislamkan oleh Sunan Prapen, dari Giri, Gresik, Jawa

Timur. Banten yang diislamkan oleh Demak meluaskan dan

menyebarkan Islam ke Sumatra Selatan.

Kesultanan terbesar di Kepulauan Maluku abad ke 14-16 M

adalah Kesultanan Ternate. Sejak abad ke-10 M terkenal sebagai

pusat perdagangan rempah-rempah.Kapal-kapal dari Jawa,

Malaka, dan Arab secara teratur berlayar ke sana. Pada awalnya,

Kesultanan itu menganut animisme. Namun setelah Sultan Zainal

Abidin (1486-1500), raja Ternate ke-19 kembali dari Giri, Gresik

dan menyandang gelar Sultan, agama Islam menjadi agama resmi

Page 17: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

17

kerajaan. Dari Ternate semakin meluas meliputi pulau-pulau di

seluruh Maluku, daerah pantai timur Sulawesi, Hitu, Buton,

Selayar, serta Lombok.

Sejak Gowa-Tallo§§ atau Makassar tampil sebagai pusat

perdagagan laut, kerajaan ini menjalin hubungan yang baik

dengan Ternate, suatu kerajaan pusat cengkeh, yang telah

menerima Islam dari Gresik / Giri, di bawah kekuasaan Sultan

Babullah, Ternate mengadakan perjanjian persahabatan dengan

Gowa Tallo. Pada saat yang sama, raja Ternate berusaha

mengajak penguasa Gowa Tallo untuk ikut menganut agama

Islam, tetapi gagal. Baru pada waktu Dato’ ri Bandang*** datang

§§ Letak Kerajaan Goa Tallo di semenanjung barat daya pulau Sulawesi sangat

strategis dilihat dari sudut perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara ini.

Sebagai suatu daerah pelabuhan transito, Kerajaan Goa-Tallo memainkan peranan

penting. Di sekitar tahun 1600 M, rempah-rempah yang dapat dibeli di pelabuhan ini

seringkali lebih murah daripada di Maluku sendiri. Lihat Meilink Roelofs, Asian Trade

and European Influences in the Indonesian Archipelago Between 1500 and about 1630, (The

Hague : Martinus Nijhoff, 1962) *** Tokoh yang kemudian dikenal Dato’ ri Bandang ini adalah salah seorang

tokoh Ulama asal Minangkabau bernama Abdul Ma’mur Chotib Tunggal (Abdurrazak

Daeng Patunru, Sedjarah Gowa, (Makassar, Jajasan Kebudajaan Sulawesi Selatan,1969).

Dua temannya Chotib Sulaiman yang kemudian bergelar Dato’ri Pattimang,

mengislamkan daerah Luwu dans eorang temannya lagi, Chotib Bungsu mengajarkan

Tasawuf dan mengislamkan daerah Tiro, sehingga ia lebih dikenal dengan nama Dato’

ri Tiro (Ibid). Nama Dato’ri Bandang juga dikenal di Buton, Selayar, dan Lombok

sebagai penyebar Islam di daeah tersebut (Hasan M Ambary, Menemukan Peradaban

:Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, (Jakarta ; Logos, 1998).

Page 18: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

18

ke Gowa Tallo, agama Islam masuk ke kerajaan ini. Sultan

Alauddin (1591-1636) adalah sultan Gowa Tallo yang pertama

menganut Islam pada tahun 1605†††. Dua tahun berikutnya,

rakyat Gowa dan Tallo diislamkan seperti terbukti dengan

dilakukannya sembahyang Jum’at bersama di Tallo pada 19

Rajab 1068 H/ November 1607 M‡‡‡.

Selain gerak estafet yang pernah dipentaskan oleh

sejumlah kesultanan tersebut menarik untuk kita lebih

mencermati keberadaan dan fungsi pelabuhan-pelabuhan yang

ditumbuh kembangkan oleh masyarakat Muslim, juga tahapan

pemberdayaan varian komoditas yang menjadi kehidupan

masyarakat. Dalam sejarah pelayaran Nusantara, Jauh sebelum

kedatangan orang-orang Eropa di perairan Nusantara pada

paruh pertama abad XVI, pelaut-pelaut negeri ini telah

menguasai laut dan tampil sebagai penjelajah samudra. Kronik

China serta risalah-risalah musafir Arab dan Persia

menorehkan catatan agung tentang tradisi besar kelautan

nenek moyang bangsa Indonesia. Sebutan kalimat “nenek

††† Mattulada,”Sulawesi di Sulawesi Selatan”, dalam Taufik Abdullah, (ed.),

Agama dan Perubahan Sosial, (Jakarta : Rajawali Press, 1985). ‡‡‡ Noorduyn, Islamisasi Makassar, (terj.), (Jakarta : Bhratara, 1972).

Page 19: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

19

moyang bangsa Indonesia”, siapa mereka sebenarnya ? Bukti-

bukti yang tidak dapat dielakkan adalah pertumbuhan lokasi-

lokasi persinggahan secara geografis tumbuh menjadi

perkotaan lebih cepat dibandingkan dengan lokasi-lokasi yang

jarang disinggahi atau hanya sebagai lokasi lintasan pelayaran

saja. Inilah proses pertumbuhan baik kota-kota di pantai Selat

Malaka, pantai utara Jawa dan lainnya. Kehadiran dan

keberadaan kota-kota Muslim, sudah saatnya untuk dicermati,

utamanya di seputar Tataruang kota.

Tatakota, menurut Wertheim§§§, dibuat secara tradisional dan

direncanakan oleh penguasa yang lebih tinggi atas perintah raja. Tata

kota yang masih asli itu mudah dikenal pada denah-denah kota-kota

keraton kuno di Jawa, yaitu adanya alun-alun yang terletak di tengah-

tengah kota, bagunan-bangunan terpenting didirikan secara tradisional

di jalan-jalan lurus berpotongan membentuk bujur sangkar. Demikian

halnya dengan arah hadap keraton - pada masa pertumbuhan dan

perkembangan Islam di Jawa umumnya mengarah ke utara, keraton

Banten, Surosowan, misalnya. Bangunan-bagunan lain yang didirikan di

sisi barat alun-alun adalah Masjid. Sesuai dengan fungsinya sebagai

masjid yang terletak di pusat kota dan dipergunakan untuk sholat

§§§ W.F.Wertheim, Indonesia Society in Transition, 1956, h.147.

Page 20: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

20

Jum'at dan sholat hari-hari raya Islam, maka masjid semacam itu

dinamakan masjid Jami', masjid Agung, masjid Raya. Di Banten, kecuali

masjid Agung didapatkan juga masjid di dekat kampung Pacinan yang

kini tinggal reruntuhannya.

Kecuali tempat peribadatan yang biasanya juga menjadi ciri

penting bagi kota adalah adanya pasar, meskipun tidak hanya terdapat

di kota-kota. Jika kota merupakan tempat himpunan masyarakat dari

berbagai tempat yang kehidupannya lebih menitik beratkan pada

perdagangan , maka jelaslah fungsi pasar sebagai pusat perekonomian

kota, sangat penting. Di dalam kota, ada lebih dari satu pasar dan

letaknya tidak selalu dekat dengan alun-alun tetapi ada juga yang dibuat

dekat dengan perkampungan para pedagang. Di Banten, sekitar abad ke-

16 M terdapat beberapa pasar, di antaranya ada yang terletak di Pacinan

dan Karangantu.

Di dalam kota, selain terdapat tempat peribadatan, pasar,

bangunan untuk penguasa, terdapat juga perkampungan-

perkampungan. Perkampungan itu ada yang didasarkan pada status

sosial-ekonomi, status keagamaan, status kekuasaan dalam pemerintah.

Biasanya tempat perkampungan untuk para pedagang Asing ditentukan

oleh masing-masing penguasa kota. Di Banten, terdapat perkampungan

pedagang dari Persia, Arab, Turki, kemudian untuk menyebut lokasi

Page 21: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

21

pemukiman itu muncul istilah "Pakojan"****. Juga datang pedagang dari

Cina, kemudian muncul istilah "Pecinan" - di tempat ini ditemukan dan

masih dapat dikenali sisa rumah kuno bercorak Cina dan sejumlah

orang-orang Cina. Di lokasi pemukiman ini juga ditemukan keramik

dari masa Sung (960-1280), Yuan (1280-1368), Ming (1368-1643), Ching

(1644-1912)††††. Selain orang Asing, masyarakat pribumi di Banten juga

membentuk semacam perkampungan pedagang yang berasal dari

berbagai daerah : Melayu, Ternate, Banda, Banjar, Bugis, Makassar.

Kenyataan ini membuktikan bahwa Banten merupakan pusat

perdagangan yang ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai

wilayah Nusantara, dan dari negeri Asing.

Perkampungan-perkampungan tersebut ada yang ditempatkan di

dalam pagar tembok kota dan ada pula di luarnya. Di Banten, hingga

kini masih dapat disaksikan kampung Pakojan, meskipun tempat itu

sudah tidak dihuni, terletak di sebelah barat bekas pasar kuno

Karangantu, atau timur laut keraton Surosowan. Sampai akhir abad ke-

19 M, Serrurier yang datang ke Kota Banten Lama - walaupun telah

ditinggal penduduknya - masih dapat dicatat adanya 33 pemukiman

penduduk Islam, menurut hasil klasifikasi yang dibuatnya : (1)

**** Istilah "Pakojan" bahasa Persia untuk menyebutkan tempat-tempat

pedagang besar Muslim asal Cambay-Gujarat, Mesir,Turki,Goa. †††† Mundardjito, Hasan Muarif Ambary, dan Hasan Djafar, "Laporan

Penelitian Arkeologi Banten", dalam Berita Penelitian Arkeologi No.18, Jakarta, 1978:44.

Page 22: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

22

pengelompokan atas dasar ras dan suku, terdiri dari kebalen

(pemukiman orang Bali), karoya (pemukiman orang Koga, dari India),

dan karangantu (pemukiman orang Asing lainnya); (2) pengelompokkan

atas dasar keagamaan, terdiri dari kapakihan (pemukiman kaum

ulama), dan kasunyatan (pemukiman orang suci); (3) pengelompokan

atas dasar sosial-ekonomi, terdiri dari Pamarican (tempat menyimpan

lada), pabean (tempat menarik pajak); panjaringan (pemukiman

nelayan), pasulaman (tempat kerajinan sulam), kagongan (tempat

pembuatan gong), pamaranggen (tempat pembuatan keris), pawilahan

(tempat kerajinan bambu), pakawatan (tempat pembuatan jala), pratok

(tempat pembuatan obat), kepandean (tempat pembuatan alat-alat

senjata), dan pajaratan (tempat kerajinan tenun); (4) Pengelompokan

atas dasar status dalam pemerintahan dan masyarakat, terdiri dari

kawangsan (tempat pemukiman Pangeran Wangsa), kaloran (tempat

pemukiman Pangeran Lor), kawiragunan (tempat pemukiman Pangeran

Wiraguna), kapurban (pemukiman Pangeran Purba), kabantenan

(pemukiman pejabat pemerintah), kamandalikan (pemukiman Pangeran

Mandalika), keraton (pemukiman Sultan dan keluarganya), dan

kesatrian (pemukiman tentara)‡‡‡‡. Dengan mencontoh tataruang dan

klasifikasi hunian di kota Banten, adakah persamaan dan perbedaan

tataruang kota di pusat-pusat pemerintahan yang lain ?

‡‡‡‡ Ambary, Hasan Mu'arif, Op cit,h.119.

Page 23: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

23

Menuruti sejumlah data di atas, kian meyakinkan bahwa

pada akhir abad ke-16 dapat dikatakan bahwa Islam telah

tersebar dan mulai meresapkan akar-akarnya di seluruh

Nusantara. Ungkapan kalimat “Islam telah tersebar dan mulai

meresapkan akar-akarnya di seluruh Nusantara” sudah saatnya

untuk digali wujud budaya material apa saja yang ada ? dan

dimana saja ? Dan secara kronologi apakah sudah pernah

dilakukan untuk dilihat persamaan dan perbedaannya ? Untuk

sampai ke arah tindakan kronologisasi memang perlu dibuatkan

sejak awal upaya klasifikasi data temuan, kualitas bahan, tempat

temuannya (di dalam tanah atau di permukaan). Di sini kiprah

arkeolog di bawah koordinasi Badan Litbang, Depag RI, sangat

diperlukan.

Page 24: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

24

Page 25: Arkeologi Islam Nusantara : Masalah dan Solusinya

25