apoteker

70
Memahami Efek Samping Obat Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran. Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini. Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau

Upload: andi-nova

Post on 11-Aug-2015

480 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Apoteker

 

 

Memahami Efek Samping Obat

 

Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak

diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh

suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya

efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja

dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran.

Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab

efek samping. Hal ini terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter,

apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa obat yang dikonsumsi

oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak

diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit

pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi yang

banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini.

Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan

makanan/minuman. Bahkan tanaman yang digunakan dalam

pengobatan alternatif yang disangka aman oleh sebagian besar

masyarakat juga dapat berinteraksi dengan obat lainnya.

Contohnya adalah tanaman St. John's wort (Hypericum

perforatum), yang digunakan untuk pengobatan depresi sedang.

Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450

yang berperan dalam metabolisme dan eliminasi banyak obat-

obatan di tubuh, sehingga pasien yang mengkonsumsi St John's

wort akan mengalami pengurangan kadar obat lain dalam darah

 

Page 2: Apoteker

yang digunakan bersamaan.

Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya

terjadi:

1. Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang

digunakan untuk pencegahan (gastric ulcer) borok lambung yang

disebabkan oleh obat anti inflamasi non steroid.

2. Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti

diazepam serta morfin.

3. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.

4. Pendarahan usus, akibat Aspirin.

5. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.

6. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.

7. Kematian, akibat Propofol.

8. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.

9. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik

neuroleptik.

10. Diare, akibat penggunaan Orlistat.

11. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.

12. Demam, akibat vaksinasi.

13. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.

14. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan

kanker atau leukemia.

15. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA

mencabut status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin)

sebagai suplemen makanan.

16. Kerusakan hati akibat Parasetamol.

17. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat

penggunaan antihistamin.

18. Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil

Page 3: Apoteker

(Viagra).

19. Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan.

 

 

 

EFEK SAMPING OBATI. PENDAHULUANFarmakoterapi merupakan intervensi terapi yang akan paling banyak dilakukan dalam praktek klinik, sehinggakemungkinan untuk menghadapi kasus efek samping obat bagi seorang praktisi medik mungkin tidak dapatdihindari sepenuhnya. Seringkali, kejadian efek samping obat ini pada seorang pasien tidak dengan mudahdikenali, kecuali kalau efek samping yang terjadi adalah bentuk yang berat dan menyolok. Mahasiswa perlumengenali bentuk-bentuk efek samping obat, faktor-faktor penyebab atau yang mendorong terjadinya, upayapencegahan dan penanganannya.II. TUJUANSesudah kuliah dan diskusi ini diharapkan mahasiswa dapat,1. Memahami bentuk-bentuk efek samping obat yang sering terjadi dalam klinik.2. Memahami faktor-faktor yang mendukung terjadinya efek samping obat.3. Memahami upaya pencegahan dan penanganan efek samping obat dan efek toksik obat.4. Memahami tindak lanjut yang diperlukan bila menjumpai efek samping.III. PERSIAPAN1. Membaca catatan kuliah/diskusi A-05/CKD mengenai EFEK SAMPING OBAT2. Jika anda sendiri, keluarga, teman dll. ada yang pernah mengalami/diduga mengalami efek sampingobat, catat (dokumentasi) untuk didiskusikan di kelas.IV. PUSTAKA YANG DIANJURKANGrahame-Smith, D.G. & Aronson, J.K. 1985 Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy.Oxford University Press, Oxford.Laurence, D.R. & Bennett, P.N. 1992 Clinical Pharmacology, 7th edition. Churchill Livingstone, Edinburgh.Reid, J.L., Rubin, P.C. & Whiting, B. 1985 Lecture Notes on Clinical Pharmacology, 2nd edition. BlackwellScientific Publications, Oxford.Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada--------------------------------------

EFEK SAMPING OBATI. MASALAH DAN KEJADIAN EFEK SAMPING OBAT

Page 4: Apoteker

Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, oleh karena seperti halnya efekfarmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengantempat kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara ekstrim, inipunakan menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem biologik tubuh.Pengertian efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikanatau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkindihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindarifaktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui. Beberapa contoh efek samping misalnya:- reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik),- hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang berlebihan),- osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek samping karena penggunaan jangkalama),- hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian obat - withdrawal syndrome),- fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa awal kehamilan (efekteratogenik),- dan sebagainya.Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena kemungkinandampak negatif yang terjadi, misalnya:- Kegagalan pengobatan,- Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-induced disease atau iatrogenicdisease), yang semula tidak diderita oleh pasien,- Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi, memberatnya penyakit atautimbulnya penyakit yang baru tadi (dampak ekonomik).- Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan terapi lebih lanjut misalnyamenurunnya kepatuhan berobat.- Dll.Sayangnya tidak semua efek samping dapat dideteksi secara mudah dalam tahap awal, kecuali kalau yangterjadi adalah bentuk-bentuk yang berat, spesifik dan jelas sekali secara klinis.Angka kejadian yang dilaporkan cukup beragam. Dari negara-negara Barat, ternyata angka-angka yangdidapatkan cukup mengejutkan, yakni:- Dari pasien rawat tinggal, yang rata-rata menerima 5-10 jenis obat selama 10 hari perawatan di rumahsakit, + 25% nya akan menderita 1 macam atau lebih efek samping obat dari berbagai derajad, dan 1%menderita efek samping yang membahayakan kehidupan. Pada pasien rawat tinggal ini, efek sampingyang berat paling banyak terjadi pada pengobatan kemoterapi kanker.A-05/CKDCATATAN KULIAH/DISKUSIBagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-------------------------------------- 3- Di praktek swasta, kemungkinan terjadinya efek samping jauh lebih besar. Terbukti dari pasien akut yangmasuk rumah sakit (hospital admission), + 25% nya ternyata disebabkan karena atau berhubungan

Page 5: Apoteker

dengan efek samping obat.- Dari kematian di rumah sakit, 0,24 - 2,9% adalah karena efek samping obat.- Golongan umur yang terbanyak mengalami efek samping adalah orang tua. Kelompok ini umumnyamenerima jenis obat cukup banyak, sedangkan respons farmakokinetik dan farmakodinamik tidak sama.Data di Indonesia belum banyak terungkap, namun paling tidak angka-angka ini dapat memberikan gambarankejadian dan masalahnya.II. PEMBAGIAN EFEK SAMPING OBATEfek samping obat dapat dikelompokkan/diklasifikasi dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan ada/tidaknyahubungan dengan dosis, berdasarkan bentuk-bentuk manifestasi efek samping yang terjadi, dsb. Namunmungkin pembagian yang paling praktis dan paling mudah diingat dalam melakukan pengobatan adalahpembagian seperti pada Tabel 1 berikut.Tabel 1. Jenis-jenis efek samping obat.Efek samping yang dapat diperkirakan:Efek samping yang dapat diperkirakan:- aksi farmakologik yang berlebihan- respons karena penghentian obat- efek samping yang tidak berupa efekfarmakologik utama- reaksi alergi- reaksi karena faktor genetik- reaksi idiosinkratikI.1. Efek samping yang dapat diperkirakanI.1.a. Efek farmakologik yang berlebihanTerjadinya efek farmakologik yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat disebabkan karena dosis relatifyang terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan. Keadaan ini dapat terjadi karena dosis yang diberikanmemang besar, atau karena adanya perbedaan respons kinetik atau dinamik pada kelompok-kelompok tertentu,misalnya pada pasien dengan gangguan faal ginjal, gangguan faal jantung, perubahan sirkulasi darah, usia,genetik dsb., sehingga dosis yang diberikan dalam takaran lazim, menjadi relatif terlalu besar padapasien-pasien tertentu (lihat modul Pemakaian obat pada kelompok khusus: anak, usia lanjut, kehamila,dan modul Farmakokinetika klinik dan dasar-dasar pengaturan dosis obat dalam klinik). Selain itu efek inijuga bisa terjadi karena interaksi farmakokinetik maupun farmakodinamik antar obat yang diberikan bersamaan,sehingga efek obat menjadi lebih besar (lihat A-11/03/CKD-2 Interaksi Obat dalam Klinik).Efek samping jenis ini umumnya dijumpai pada pengobatan dengan depresansia susunan saraf pusat, obat-obatpemacu jantung, antihipertensi dan hipoglikemika/antidiabetika. Beberapa contoh spesifik dari jenis efeksamping ini misalnya:- Depresi respirasi pada pasien-pasien bronkitis berat yang menerima pengobatan dengan morfin ataubenzodiazepin.

Page 6: Apoteker

Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-------------------------------------- 4- Hipotensi yang terjadi pada stroke, infark miokard atau kegagalan ginjal pada pasien yang menerimaobat antihipertensi dalam dosis terlalu tinggi.- Bradikardia pada pasien-pasien yang menerima digoksin dalam dosis terlalu tinggi.- Palpitasi pada pasien asma karena dosis teofilin yang terlalu tinggi.- Hipoglikemia karena dosis antidiabetika terlalu tinggi.- Perdarahan yang terjadi pada pasien yang sedang menerima pengobatan dengan warfarin, karenasecara bersamaan juga minum aspirin.- Dsb.Semua pasien mempunyai risiko untuk mendapatkan efek samping karena dosis yang terlalu tinggi ini, danupaya pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan perhatian khusus terhadap kelompok-kelompok pasiendengan risiko tinggi tadi (penurunan fungsi ginjal, penurunan fungsi hepar, bayi dan usia lanjut). Selain ituriwayat pasien dalam pengobatan yang mengarah ke kejadian efek samping juga perlu diperhatikan.I.1.b. Gejala penghentian obatGejala penghentian obat (= gejala putus obat, withdrawal syndrome) adalah munculnya kembali gejala penyakitsemula atau reaksi pembalikan terhadap efek farmakologik obat, karena penghentian pengobatan. Contoh yangbanyak dijumpai misalnya:- agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi yang mungkin terjadi pada penghentianpengobatan dengan depresansia susunan saraf pusat seperti barbiturat, benzodiazepin dan alkohol,- krisis Addison akut yang muncul karena penghentian terapi kortikosteroid,- hipertensi berat dan gejala aktivitas simpatetik yang berlebihan karena penghentian terapi klonidin,- gejala putus obat karena narkotika,- dsb.Reaksi putus obat ini terjadi, karena selama pengobatan telah berlangsung adaptasi pada tingkat reseptor.Adaptasi ini menyebabkan toleransi terhadap efek farmakologik obat, sehingga umumnya pasien memerlukandosis yang makin lama makin besar (sebagai contoh berkurangnya respons penderita epilepsi terhadapfenobarbital/fenitoin, sehingga dosis perlu diperbesar agar serangan tetap terkontrol). Reaksi putus obat dapatdikurangi dengan cara menghentikan pengobatan secara bertahap misalnya dengan penurunan dosis secaraberangsur-angsur, atau dengan menggantikan dengan obat sejenis yang mempunyai aksi lebih panjang ataukurang poten, dengan gejala putus obat yang lebih ringan.I.1.c. Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utamaEfek-efek samping yang berbeda dari efek farmakologik utamanya, untuk sebagian besar obat umumnya telahdapat diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara sistematik sebelum obat mulaidigunakan untuk pasien. Efek-efek ini umumnya dalam derajad ringan namun angka kejadiannya bisa cukuptinggi. Sedangkan efek samping yang lebih jarang dapat diperoleh dari laporan-laporan setelah obat dipakaidalam populasi yang lebih luas (lihat bagian IV).

Page 7: Apoteker

Data efek samping berbagai obat dapat ditemukan dalam buku-buku standard, umumnya lengkap denganperkiraan angka kejadiannya. Sebagai contoh misalnya:- Iritasi lambung yang menyebabkan keluhan pedih, mual dan muntah pada obat-obat kortikosteroid oral,analgetika-antipiretika, teofilin, eritromisin, rifampisin, dll.- Rasa ngantuk (drowsiness) setelah pemakaian antihistaminika untuk anti mabok perjalanan (motionsickness).- Kenaikan enzim-enzim transferase hepar karena pemberian rifampisin.Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-------------------------------------- 5- Efek teratogenik obat-obat tertentu sehingga obat tersebut tidak boleh diberikan pada wanita hamil (lihatModul A-04/CKD Farmakoterapi pada Kehamilan).- Penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin, sehingga memperpanjang waktu pendarahan.- Ototoksisitas karena kinin/kinidin, dsb.II.2. Efek samping yang tidak dapat diperkirakanII.2.a. Reaksi alergiAlergi obat atau reaksi hipersensitivitas merupakan efek samping yang sering terjadi, dan terjadi akibat reaksiimunologik. Reaksi ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis, danterjadi hanya pada sebagian kecil dari populasi yang menggunakan suatu obat. Reaksinya dapat bervariasi daribentuk yang ringan seperti reaksi kulit eritema sampai yang paling berat berupa syok anafilaksi yang bisa fatal.Reaksi alergi dapat dikenali berdasarkan sifat-sifat khasnya, yaitu:- gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek farmakologiknya,- seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak pertama terhadap obat dengan timbulnya efek,- reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun hanya dengan sejumlah sangat kecil obat,- reaksi hilang bila obat dihentikan,- keluhan/gejala yang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi imunologik, misalnya rash (=ruam) di kulit,serum sickness, anafilaksis, asma, urtikaria, angio-edema, dll.Dikenal 4 macam mekanisme terjadinya alergi, yakni:Tipe I. Reaksi anafilaksis: yaitu terjadinya interaksi antara antibodi IgE pada sel mast dan leukosit basofildengan obat atau metabolit, menyebabkan pelepasan mediator yang menyebabkan reaksi alergi,misalnya histamin, kinin, 5-hidroksi triptamin, dll. Manifestasi efek samping bisa berupa urtikaria,rinitis, asma bronkial, angio-edema dan syok anafilaktik. Syok anafilaktik ini merupakan efeksamping yang paling ditakuti. Obat-obat yang sering menyebabkan adalah penisilin, streptomisin,anestetika lokal, media kontras yang mengandung jodium.Tipe II. Reaksi sitotoksik: yaitu interaksi antara antibodi IgG, IgM atau IgA dalam sirkulasi dengan obat,membentuk kompleks yang akan menyebabkan lisis sel, Contohnya adalah trombositopenia karenakuinidin/kinin, digitoksin, dan rifampisin, anemia hemolitik karena pemberian penisilin, sefalosporin,rifampisin, kuinin dan kuinidin, dll.Tipe III. Reaksi imun-kompleks: yaitu interaksi antara antibodi IgG dengan antigen dalam sirkulasi,kemudian kompleks yang terbentuk melekat pada jaringan dan menyebabkan kerusakanendotelium kapiler. Manifestasinya berupa keluhan demam, artritis, pembesaran limfonodi, urtikaria,dan ruam makulopapular. Reaksi ini dikenal dengan istilah "serum sickness", karena umumnyamuncul setelah penyuntikan dengan serum asing (misalnya anti-tetanus serum).Tipe IV. Reaksi dengan media sel: yaitu sensitisasi limposit T oleh kompleks antigen-hapten-protein, yang

Page 8: Apoteker

kemudian baru menimbulkan reaksi setelah kontak dengan suatu antigen, menyebabkan reaksiinflamasi. Contohnya adalah dermatitis kontak yang disebabkan salep anestetika lokal, salepantihistamin, antibiotik dan antifungi topikal.Walaupun mekanisme efek samping dapat ditelusur dan dipelajari seperti diuraikan di atas, namun dalampraktek klinik manifestasi efek samping karena alergi yang akan dihadapi oleh dokter umumnya akan meliputi:Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-------------------------------------- 61. Demam.Umumnya demam dalam derajad yang tidak terlalu berat, dan akan hilang dengan sendirinya setelahpenghentian obat beberapa hari.2. Ruam kulit (skin rashes).Ruam dapat berupa eritema, urtikaria, vaskulitis kutaneus, purpura, eritroderma dan dermatitis eksfoliatif,fotosensitifitas, erupsi, dll.3. Penyakit jaringan ikat.Merupakan gejala lupus eritematosus sistemik, kadang-kadang melibatkan sendi, yang dapat terjadipada pemberian hidralazin, prokainamid, terutama pada individu asetilator lambat (lihat II.2.b.).4. Gangguan sistem darah.Trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis), anemia hemolitika, dan anemia aplastikamerupakan efek yang kemungkinan akan dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang.5. Gangguan pernafasan:Asma akan merupakan kondisi yang sering dijumpai, terutama karena aspirin. Pasien yang telahdiketahui sensitif terhadap aspirin kemungkinan besar juga akan sensitif terhadap analgetika atauantiinflamasi lain.II.2.b. Reaksi karena faktor genetikPada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat mungkin dapat memberikan efekfarmakologik yang berlebihan. Efek obatnya sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang mempunyai kelainangenetik seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik (yang juga tidak mungkin dilakukanpada pelayanan kesehatan rutin). Sebagai contoh misalnya:- Pasien yang menderita kekurangan pseudokolinesterase herediter tidak dapat memetabolismesuksinilkolin (suatu pelemas otot), sehingga bila diberikan obat ini mungkin akan menderita paralisis danapnea yang berkepanjangan.- Pasien yang mempunyai kekurangan enzim G6PD (glukosa-6-fosfat dehidrogenase) mempunyai potensiuntuk menderita anemia hemolitika akut pada pengobatan dengan primakuin, sulfonamida dan kinidin.Kemampuan metabolisme obat suatu individu juga dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Contoh yang palingpopuler adalah perbedaan kemampuan metabolisme isoniazid, hidralazin dan prokainamid karena adanyaperistiwa polimorfisme dalam proses asetilasi obat-obat tersebut. Berdasarkan sifat genetik yang dimiliki,populasi terbagi menjadi 2 kelompok, yakni individu-individu yang mampu mengasetilasi secara cepat (asetilatorcepat) dan individu-individu yang mengasetilasi secara lambat (asetilator lambat). Di Indonesia, 65% dari

Page 9: Apoteker

populasi adalah asetilator cepat, sedangkan 35% adalah asetilator lambat. Pada kelompok-kelompoketnik/sub-etnik lain, proporsi distribusi ini berbeda-beda. Efek samping umumnya lebih banyak dijumpai padaasetilator lambat daripada asetilator cepat. Sebagai contoh misalnya:- neuropati perifer karena isoniazid lebih banyak dijumpai pada asetilator lambat,- sindroma lupus karena hidralazin atau prokainamid lebih sering terjadi pada asetilator lambat.Pemeriksaan untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam kelompok asetilator cepat atau lambatsampai saat ini belum dilakukan sebagai kebutuhan rutin dalam pelayanan kesehatan, namun sebenarnyaprosedur pemeriksaannya tidak sulit, dan dapat dilakukan di Laboratorium Farmakologi Klinik.Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-------------------------------------- 7II.2.c. Reaksi idiosinkratikIstilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu kejadian efek samping yang tidak lazim, tidakdiharapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan atau diperkirakan mengapa bisa terjadi. Untungnya reaksiidiosinkratik ini relatif sangat jarang terjadi. Beberapa contoh misalnya:- Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetika secara serampangan.- Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka lama tanpa pemberian progestogensama sekali.- Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya tumor limfoid.- Preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan sarkomata pada tempat penyuntikan.- Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang pernah menjalani perawataniodium-radioaktif sebelumnya.III. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG TERJADINYA EFEK SAMPING OBATSetelah melihat uraian di atas, maka kemudian dapat diidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat mendorongterjadinya efek samping obat. Faktor-faktor tersebut ternyata meliputi:III.1. Faktor bukan obatFaktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:a) Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk alergi, penyakit, sikap dankebiasaan hidup.b) Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya pencemaran olehantibiotika.III.2. Faktor obata) Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.b) Pemilihan obat.c) Cara penggunaan obat.d) Interaksi antar obat.IV. BAGAIMANA EFEK SAMPING SUATU OBAT DITEMUKAN?Dalam pengembangan suatu obat, calon obat mengalami serangkaian uji/penelitian yang sistematis danmendalam, untuk mendukung keamanan dan kemungkinan kemanfaatan kliniknya sebelum digunakan padamanusia. Dalam tahap praklinik ini, penelitian-penelitian toksikologik, farmakokinetik dan farmakodinamik mutlakharus dilakukan secara mendalam, untuk menangkap setiap kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Bila

Page 10: Apoteker

efek samping terlalu berat relatif terhadap manfaat yang diharapkan, maka calon obat ini dibatalkan. Efeksamping yang terdeteksi pada uji praklinik dan dalam batas yang masih bisa ditolerir, merupakan peganganpada waktu melakukan uji klinik. Namun pada waktu melakukan uji klinik, masih ada kemungkinan untukmenemukan efek samping lain, yang tidak dapat terdeteksi pada uji sebelumnya, misalnya keluhan mual,gangguan konsentrasi, dll mungkin tidak akan bisa terdeteksi dari hewan percobaan. Dari penelitian-penelitianBagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-------------------------------------- 8praklinik dan penelitian klinik tahap awal, umumnya akan terdeteksi jenis-jenis efek samping yang angkakejadiannya cukup tinggi.Identifikasi efek samping dari suatu obat tidak akan pernah berhenti, walaupun obat telah diijinkan dipakai padapasien. Pemakaian dalam pengobatan harus selalu diikuti dengan studi-studi maupun cara-cara tertentu untukmenjaring setiap kemungkinan kejadian efek samping. Cara-cara ini terutama digunakan untuk mencari efeksamping yang jarang namun bisa fatal, yang hanya dapat dideteksi dari populasi pemakai obat yang lebih besar.Berbagai cara/studi tersebut antara lain adalah:- Penelitian kohort:Pengamatan dilakukan secara terus menerus terhadap sekelompok pasien yang sedang menjalanipengobatan, untuk mengevaluasi efek samping yang mungkin terjadi setelah pemaparan terhadap obat.- Laporan spontan terhadap kecurigaan terjadinya efek samping:Laporan ini dibuat oleh dokter, apabila mereka menjumpai efek samping atau kemungkinan efeksamping. Laporan dikirim ke Tim khusus yang menangani masalah efek samping (di Indonesia kepadaTim Monitoring Efek Samping Obat - Departemen Kesehatan RI), yang akan mengumpulkan danmenganalisis laporan tersebut.- Penelaahan terhadap statistik vital:Penelaahan dilakukan oleh ahli epidemiologi, untuk melihat apakah ada data yang ganjil pada polaepidemiologi penyakit.- Penelitian 'case-control':Merupakan penelitian retrospektif untuk mengetahui besarnya faktor resiko paparan pemakaian obatdengan kejadian efek samping obat. Dalam penelitian ini individu-individu dengan efek samping tertentuyang diteliti, dan individu-individu dari kelompok kontrol, dibandingkan secara retrospektif riwayatpenggunaan obat yang dicurigai.Masing-masing cara mempunyai keunggulan dan kelemahan, namun hasil dari berbagai macam studi tersebutakan saling melengkapi satu sama lain.V. INFORMASI MENGENAI EFEK SAMPING OBATInformasi yang sangat bermanfaat perihal efek samping obat ditinjau dari obat penyebab dapat diperoleh daribuku Meyler's Side Effects of Drugs (editor: Dukes atau Meyler & Herxheimer) dan evaluasi tahunannya (olehDukes), Martindale's Extra Pharmacopeia edisi terakhir. Sedangkan buku Textbook of Adverse Drug Reactions

Page 11: Apoteker

(editor: DM Davies) mengulas efek samping berdasarkan organ/sistem yang dipengaruhi. Mekanisme efeksamping dapat dipelajari dari buku Goodman Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics (editor:Gilman dkk) maupun dari Meyler's Side Effects of Drugs (Buku-buku tersebut tersedia di Bagian FarmakologiKlinik FK-UGM). AMA Drug Evaluation merupakan buku yang diterbitkan oleh American Medical Association,yang mengulas manfaat vs. risiko efek samping dari berbagai obat yang beredar di Amerika. Buku ini sangatterkenal, dahulu direvisi tiap 3 tahun, dan mulai 1993 direvisi tiap tahun.VI. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN EFEK SAMPINGSaat ini sangat banyak pilihan obat yang tersedia untuk efek farmakologik yang sama. Masing-masing obatmempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing, baik dari segi manfaat maupun kemungkinan efeksampingnya. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah, jangan terlalu terpaku pada obat baru, di mana efek-efekBagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-------------------------------------- 9samping yang jarang namun fatal kemungkinan besar belum ditemukan. Sangat bermanfaat untuk selalumengikuti evaluasi/penelaahan mengenai manfaat dan risiko obat, dari berbagai pustaka standard maupun daripertemuan-pertemuan ilmiah. Selain itu penguasaan terhadap efek samping yang paling sering dijumpai ataupaling dikenal dari suatu obat akan sangat bermanfaat dalam melakukan evaluasi pengobatan.VI.1. Upaya pencegahanAgar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut:- Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada waktu-waktu sebelumpemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.- Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-farmakoterapi.- Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.- Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak dan bayi, usia lanjut, danpasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala diniefek samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya kemampuan komunikasi, misalnya untukgangguan pendengaran.- Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan obat bila dirasa tidakperlu lagi.- Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau penyakitnya memberat, selaluditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasienmemburuk, atau justru karena efek samping obat.VI.2. Penanganan efek sampingTidak banyak buku-buku yang memuat pedoman penanganan efek samping obat, namun dengan melihat jenisefek samping yang timbul serta kemungkinan mekanisme terjadinya, pedoman sederhana dapat direncanakan

Page 12: Apoteker

sendiri, misalnya seperti berikut ini:1. Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping.Telaah bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping dicurigai sebagai akibat efekfarmakologi yang terlalu besar, maka setelah gejala menghilang dan kondisi pasien pulih pengobatandapat dimulai lagi secara hati-hati, dimulai dengan dosis kecil. Bila efek samping dicurigai sebagai reaksialergi atau idiosinkratik, obat harus diganti dan obat semula sama sekali tidak boleh dipakai lagi.Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik akan lebih berat dan fatal pada kontak berikutnya terhadap obatpenyebab. Bila sebelumnya digunakan berbagai jenis obat, dan belum pasti obat yang manapenyebabnya, maka pengobatan dimulai lagi secara satu-persatu.2. Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita.Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan pengobatan yang spesifik.Misalnya untuk syok anafilaksi diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untukmengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi, diperlukan penghentian obat yang dicurigai,pemberian antihistamin atau kortikosteroid (bila diperlukan), dll. Petunjuk-petunjuk penanganan klinikuntuk efek samping masing-masing obat juga dapat dibaca dalam buku Meyler's Side Effects of Drugs(editor: Dukes).VII. TINDAK LANJUT SESUDAH MENGHADAPI KASUS EFEK SAMPING OBATJika anda menghadapi suatu kasus efek samping obat dan sudah anda tangani secara medis sebagaimanamestinya, masih diperlukan langkah-langkah tindak lanjut.Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-------------------------------------- 101. Dibuat laporan dokumentasi lengkap mengenai kasus efek samping yang bersangkutan dan dilaporkanke lembaga yang berwenang, yakni ke Panitia MESO (Monitoring Efek Samping Obat) di BadanPengawasan Obat dan Makanan, (Jalan Percetakan Negara 23, Jakarta). Ada formulir khusus (formkuning) yang tersedia dan dapat diperoleh.2. Jika anda bekerja di rumah sakit cobalah bahas di Panitia Farmasi dan Terapi rumah sakit. Denganmengacu ke sumber-sumber referensi, dicari kemungkinan faktor risiko terhadap kasus efek sampingtersebut. Apakah faktor risiko ini kemudian dapat dihindari? Tergantung kepada faktor risikonya. Jikasalah dosis maka mungkin penentuan dosis dapat lebih di cermati.3. Langkah-langkah koreksi dalam upaya pengelolaan resiko efek samping obat mencakup hal-hal berikut,* Membatasi indikasi pemakaian obat yang bersangkutan. Beberapa obat sering dipakai tidak padaindikasi yang benar.* Memperluas/mempertegas kontraindikasi.* Mempertegas cara pemakaian obat (pemberian, dosis, lama dan lain-lain).* Mengeluarkan obat dari formularium rumah sakit atau anda tidak memakai obat yang bersangkutanjika ada alternatif yang lebih aman.VIII. PUSTAKA ACUANGrahame-Smith, D.G. & Aronson, J.K. 1985 Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy.Oxford University Press, Oxford.Laurence, D.R. & Bennett, P.N. 1992 Clinical Pharmacology, 7th edition. Churchill Livingstone, Edinburgh.Reid, J.L., Rubin, P.C. & Whiting, B. 1985 Lecture Notes on Clinical Pharmacology, 2nd edition.BlackwellScientific Publications, Oxford.Santoso, B., Suryawati, S. & Dwiprahasto, I. (eds) 1987 Efek Samping Obat, edisi I. Laboratorium Farmakologi Klinik FK

Page 13: Apoteker

IX. BACAAN LEBIH LANJUT (tersedia di Bagian Farmakologi Klinik FK-UGM)American Medical Association (edisi terakhir) Drug Evaluation. American Medical Association/ W.B. Saunders &Co., Philadelphia.Dukes, M.N.G. 1988 Meyler's Side Effects of Drugs. An Encyclopedia of Adverse Drug React Interactions, 11thedition. Elsevier, Amsterdam.Davies, D.M. 1989 Textbook of Adverse Drug Reactions. Oxford University Press, Oxford.Gilman, A.G., Rall, T.W., Nies, A.S. & Taylor, P. (edisi terbaru). Goodman Gilman's The Pharmacological Basisof Therapeutics, 8th edition. Pergamon Press, New York.

EFEK SAMPING OBAT1. Seorang penderita wanita, umur 40 tahun, datang ke dokter dengan keluhan batuk pilek, tidak enakbadan, demam dan lain-lain. Oleh dokter sesudah pemeriksaan kemudian didiagnose menderita"common cold", dan mendapatkan pengobatan yang diberikan dengan resep. Pasien juga mendapatkansuntikan vitamin B kompleks. Sebelum mendapatkan suntikan, tensi diukur dan didapatkan 120/80mmHg, nadi 70/menit (normal). Lima menit sesudah menerima injeksi pasien mengeluh mual, sesak,lemas dan kesadaran menurun. Pemeriksaan menunjukkan pasien dalam keadaan syok dengan tensisistolik 40, diastolik tak terukur, nadi lemah.Pembahasan:Menurut Saudara pasien ini menderita bentuk efek samping apa? Bagaimana tindakannya?2. Seorang pasien wanita umur 25 tahun menderita asma bronkhial dan mendapatkan pengobatan teofilin2x sehari dengan sediaan kapsul lepas lambat 300 mg per pemberian. Teofilin sudah diberikan selama 5hari. Kemudian pasien mengeluh gemetar, palpitasi, pusing dan disorientasi.Pembahasan:Menurut pendapat Saudara, efek samping ini termasuk kategori yang mana?Bagaimana pencegahan dan penanganannya?

Obat-obat Yang Berpengaruh Pada Kehamilan

Diposting oleh Admin Sabtu, 18 Agustus 2007

Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara benar agar memberikan manfaat klinik yang optimal

Pada hampir semua bahan obat harus diperhitungkan efek sampingnya, yaitu kerja yang

Page 14: Apoteker

berpengaruh selain kerja utamanya. Ini dapat berupa hal-hal yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, tidak merugikan atau parah, dapat diperkirakan sebelumnya atau tidak, tergantung kepada dosis atau tidak, bergantung kepada jenis efek samping dan kondisi khusus2. Kehamilan merupakan proses alamiah dalam kehidupan biologik wanita. Seperti halnya individu-individu lain dalam populasi, maka seorang wanita hamil suatu saat dalam masa kehamilannya memerlukan terapi obat oleh karena gangguan kesehatan yang diderita, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan proses kehamilan3. Kemungkinan seorang ibu yang sedang hamil akan memerlukan atau memakai obat lebih besar dibandingkan dengan populasi pada umumnya atau ibu yang tidak hamil, hal ini karena seorang ibu hamil kemungkinan akan menderita berbagai keluhan atau gangguan kesehatan seperti pada populasi pada umumnya, tetapi disamping itu juga dapat menderita berbagai keluhan atau gangguan pada kehamilannya, seringkali diperlukan farmakoterapi. Kenyataan ini mendorong untuk menekan serendah mungkin pemakaian obat selama kehamilan dengan menghidari pemakaian obat secara sembarangan (tidak rasional) untuk kondisi-kondisi yang tidak mutlak memerlukan obat, meskipun pada individu-individu yang tidak hamil untuk kondisi yang sama kemungkinan akan selalu diberikan obat-obatan, sebagai contoh adalah pemakaian aspirin sebagai antipiretik dan analgesik pada kondisi-kondisi dengan demam atau nyeri. Untuk individu yang tidak hamil asalkan tidak ada kontra indikasi, maka pemakaian aspirin mungkin merupakan alternatif pilihan utama . Tetapi pada individu yang sedang hamil hal ini justru harus dihindari karena kemungkinan pengaruh buruknya terhadap janin, yang berupa penutupan ductus arteriousus Botalli terlalu dini dalam kandungan sehingga terjadi hipertensi pulmonal pada neonatus. Kenyataan menunjukkan bahwa 60-90% ibu hamil selalu menggunakan berbagai macam obat dan umumnya pemakaian lebih banyak pada trimester pertama kehamilan. Hai ini memprihatinkan karena terjadinya organogensis pada trimester pertama kehamilan sehingga terjadinya cacat anotomik juga lebih besar. Karena kemungkinan pengaruh buruk obat selama kehamilan terutama terhadap janin umumnya menetap, maka pemakaian obat selama kehamilan harus dengan pertimbangan manfaat dan resiko yang ketat. Masalah pemakaian obat pada kehamilan merupakan masalah farmakoterapi yang cukup rumit dalam praktek kedokteran3. Setiap pemakaian obat, selain manfaat klinik yang akan diperoleh, akan selalu disertai dengan kemungkinan terjadinya efek samping dalam berbagai derajat3. Upaya-upaya menghindari atau menekan kemungkinan terjadinya efek buruk obat terhadap janin , kehamilan atau ibu hanya dapat dicapai dengan seseksama mungkin mengikuti prinsip-prinsip farmakoterapi yang rasional dalam kehamilan, meliputi keputusan indikasi (alasan pemakaian obat), pemilihan jenis obat, cara pemberian dan penentuan dosis obat. Indikasi farmakoterapi harus jelas, manfaat yang diperoleh harus melebihi kemungkinan resiko dan pemilihan jenis obat harus tepat dengan memakai obat-obat yang diketahui secara pasti paling aman dalam kehamilan3. Dampak efek samping obat pada seorang ibu yang hamil sangat berlainan dengan orang yang tidak hamil. Efek samping obat pada orang tidak hamil umumnya reversibel, sedangkan efek samping obat pada pada kehamilan dapat bersifat irreversibel bila terjadi pada janin dalam kandungan3. Bersifat irreversibel dalam bentuk cacat bawaan, apakah cacat anatomik, fisiologik, atau biokemik. Walaupun mungkin agak sulit dibayangkan secara langsung, tetapi jelas bahwa upaya untuk menghindari senyawa-senyawa

Page 15: Apoteker

(termasuk obat) yang dapat menimbulkan cacat janin dalam kandungan selama masa kehamilan, akan menentukan mutu generasi yang akan lahir di masa datang. Kebiasaan pemakaian obat secara sembarangan dapat merupakan faktor risiko meningkatnya cacat bawaan pada populasi3.Umumnya obat-obat yang digunakan wanita hamil dapat melintasi plasenta serta memberikan pemaparan pada embrio dan janin yang tumbuh terhadap efek farmakologik dan teratogeniknya. Pemaparan tunggal suatu obat selama kehamilan dapat mempengaruhi struktur tubuh janin yang tumbuh pesat pada waktu tersebut. Mekanisme terjadinya efek teratogenik akibat obat-obat sulit diketahui dan mungkin mengandung pelbagai faktor. Pemaparan terus menerus terhadap teratogen dapat menimbulkan efek kumulatif atau mempengaruhi beberapa organ yang mengalamai berbagai tahap perkembangan4.Efek farmakologik dan efek toksik pada janin merupakan suatu proses yang kompleks. Kehamilan wanita normal disertai dengan perubahan fisiologi dimana disposisi dan efek obat dapat berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Perbedaaan tersebut penting tidak hanya untuk terapi maternal tetapi juga untuk memahami efek paparan obat terhadap janin5 .

B. Tujuan PenulisanMenambah ilmu pengetahuan tentang obat-obat yang berpengaruh pada kehamilan, dan diharapkan dapat diterapan pada praktek klinik.

BAB IIPEMBAHASAN

a. Pengaruh Obat Pada JaninPengaruh buruk bahan-bahan asing, termasuk obat, terhadap janin didalam kandungan dapat terjadi melalui mekanisme langsung atau tidak langsung melalui terjadinya gangguan fungsi pada plasenta, uterus atau perubahan-perubahan sistemik seperti keseimbangan hormon dan biokimiawi ibu. Tergantung pada sifat masing-masing senyawa asing dan umur kehamilannya, maka pengaruh buruk terhadap janin dalam kandungan dapat berupa pengaruh fetal, teratogenik dan toksik. Pengaruh letal yakni terjadinya kematian embrio dalam kandungan. Pengaruh teratogenik terjadi pada dosis sub-letal yakni terjadinya malformasi anatomik pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh toksik adalah terjadinya kelainan atau gangguan fisiologik atau biokimiawi dalam berbagai derajat pada janin tanpa disertai malformasi anatomik3.Terjadinya pengaruh buruk senyawa asing, termasuk obat terhadap janin dalam kandungan sangat bergantung pada umur kehamilan atau fase pertumbuhan janin itu sendiri. Pengaruh buruk yang terjadi dapat beragam sesuai dengan masing-masing fase3.1.Fase implantasi, yakni pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pengaruh buruk yang mungkin timbul menganut pola ”all or none”, yakni terjadi atau tidak terjadi sama sekali. Bila timbul pengaruh buruk akan mengakibatkan kematian embrio sehingga

Page 16: Apoteker

terjadi abortus3.2.Fase embrional atau organogenesis, yakni pada umur kehamilan antara 3 -8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensisi pertumbuhan untuk pembentukan organ-organ tubuh, sehingga merupakan fase yang paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Selama embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan terjadi, karena selama waktu itu organ-organ dibentuk dan blastula mengalami deferensiasi pada waktu yang berbeda-beda. Jika blastula yang dipengaruhi masih belum berdeferensiasi dan kerusakan tidak letal maka terdapat kemungkinan untuk restitutio ad integrum. Sebaliknya jika bahan yang merugikan mencapai blastula yang sedang dalam fase deferensiasi maka terjadi cacat (pembentukan salah)2. Pengaruh buruk yang dapat timbul pada fase ini ada beberapa kemungkinan:a. Pengaruh letal, dimana terjadinya kematian janin dan abortusb. Pengaruh subletal, dimana tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik (struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata teratogenik sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti monster3.c. Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang baru nampak kemudian, artinya tidak langsung nampak atau timbul pada saat kelahiran3.3.Fase letal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan dimana pada fase ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. Tetapi masing mungkin masih dapat terjadi gangguan pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokemik organ-organ. Juga pengaruh senyawa asing yang dapat terjadi pada induk, dapat pula terjadi pada janin dalam derajat yang berbeda3.Umumnya obat-obat yang digunakan wanita hamil dapat melintasi plasenta serta memberikan pemaparan pada embrio dan janin yang tumbuh terhadap efek farmakologik dan teratogeniknya . Faktor kritis yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta dan dan efek obat pada janin antara lain4:1.Sifat fisikokimia obat2.Kecepatan obat melintasi plasenta dan jumlah obat yang sampai pada janin.3.Lama pemaparan obat4.Distribusi khas dalam jaringan janin yang berbeda5.Tahapan perkembangan plasenta dan janin pada waktu pemaparan obat 6.Efek kombinasi obatObat yang melintasi plasenta bergantung pada kelarutan lipid dan derajat ionisasi obat. Obat lipofilik cenderung berdifusi dengan mudah melintasi plasenta dan masuk sirkulasi janin. Misalnya, tiopental obat yang sering digunakan untuk seksiosesarea, melintasi plasenta agak cepat dan menimbulkan sedasi atau apne pada bayi baru lahir. Obat yang terionisasi banyak seperti suksinilkolin dan tubokurarin yang juga digunakan untuk seksiosesarea melintasi plasenta secara lambat dan mencapai konsentrasi sangat rendah pada janin. Impermeabilitas plasenta terhadap senyawa polar lebih bersifat relatif daripada absolut. Jika gradien konsentrasi antara ibu-janin yang dicapai cukup tinggi, maka senyawa polar melintas plasenta dalam jumlah yang dapat diukur. Salisilat yang hampir seluruhnya terionisasi pada PH fisiologik melintasi plasenta dengan cepat. Hal ini terjadi karena sejumlah kecil salisilat yang tidak terionisasi merupakan lipid yang kelarutannya tinggi4.Berat molekul obat juga mempengaruhi kecepatan transfer dan jumlah obat yang

Page 17: Apoteker

ditransfer melalui plasenta. Obat-obat dengan berat molekul 250-500 dapat melintasi plasenta dengan mudah, bergantung pada kelarutan lipidnya dan derajat ionisasi. Obat dengan berat molekul 500-1000 lebih sulit melintasi plasenta dan obat dengan berat molekul lebih dari 1000 sangat sulit melintasi plasenta. Dalam klinik sifat yang demikian digunakan untuk memilih heparin sebagai antikoagulan pada wanita hamil . Karena obat ini memiliki molekul sangat besar dan polar, heparin tidak dapat melalui plasenta. Berbeda dengan warfarin yang bersifat teratogenik dan harus dihindari selama trimester pertama, heparin dapat digunakan secara aman pada wanita hamil yang memerlukan anti koagulan 4. Derajat ikatan obat dengan protein plasma (albumin) dapat pula mempengaruhi laju transfer dan jumlah obat yang dipindahkan. Namun jika obat sangat mudah larut dalam lipid (misal beberapa anastetik gas), tidak akan banyak dipengaruhi ikatan protein . Transfer obat yang mudah larut dalam lipid ini dan laju keseimbangan keseluruhan lebih bergantung pada aliran darah plasenta. Hal ini karena obat yang sangat larut dalam lipid mudah berdifusi melewati membran plasma dengan cepat sehingga laju keseimbangan keseluruhan tidak bergantung pada konsentrasi obat bebas yang sama pada kedua sisi. Jika suatu obat kelarutan lipidnya kurang dan diionisasi , transfernya lambat dan mungkin terhambat oleh ikatannya pada protein plasma maternal . Perbedaan ikatan protein juga penting karena beberapa obat memperlihatkan ikatan protein pada plasma maternal yang lebih besar daripada pada plasma janin karena afinitas ikatan protein janin menurun. Hal ini terlihat pada sulfonamid, barbiturat, fenitoin dan obat anastetik lokal 4.Terdapat dua mekanisme yang memberikan perlindungan janin dari obat dalam sirkulasi darah maternal 1.Plasenta sendiri berperan baik sebagai sawar semipermeabel dan sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melaluinya. Beberapa jenis reaksi oksidasi aromatik yang berbeda (misal hidroksilasi, N-dealkilasi, demetilasi) telah terjadi dalam jaringan plasenta. Etanol dan fenobarbital teroksidasi dengan cara ini. Sebaliknya mungkin bahwa kapasitas metabolik plasenta dapat menyebabkan pembentukan metabolit yang toksik dan karena itu plasenta meningkatkan toksisitas (misal etanol, benzipiren) 4.2.Obat yang telah melewati plasenta masuk dalam sirkulasi janin melalui vena umbilikalis. Kira-kira 40-60% aliran darah vena umbilikalis masuk ke dalam hati janin sisanya tidak lewat hati dan dan masuk dalam sirkulasi umum janin. Obat yag masuk hati sebagian dapat dimetabolisir sebelum masuk sirkulasi janin. Sebagai tambahan, sebagian besar obat yang berada dalam arteri umbilikalis (kembali ke plasenta) dapat masuk melalui plasenta kembali ke vena umbilikasi dan kembali ke hati lagi. Perlu diketahui bahwa metabolit beberapa obat dapat lebih aktif daripada senyawa asli dan memberikan pengaruh jelek pada janin4. Efek obat pada jaringan reproduksi wanita hamil (payudara, uterus dan lin-lain), kadang-kadang diubah oleh lingkungan endokrin yang sesuai dengan tahap lingkungan. Efek-efek obat pada jaringan maternal (hati, paru, ginjal, Sistem Saraf Pusat dan lain-lain) dan memerlukan obat yang sebenarnya tidak diperlukan wanita hamil pada saat tidak hamil. Misalnya glikosida jantung dan diuretik mungkin diperlukan untuk gagal ginjal kongestif yang diperberat dengan peningkatan kerja jantung pada kehamilan atau insulin diperlukan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes akibat kehamilan 4.

b. Kelainan pada janin karena Pemakaian Obat Selama Kehamilan

Page 18: Apoteker

Beberapa contoh kelainan yang terjadi pada fase janin karena pemakaian obat pada ibu selama kehamilan antara lain sebagai berikut :1.Sindrom warfarin. Kurang lebih 25 % janin yang terpapar (exposed) dengan warfarin selama trimester pertama kehamilan akan menderita berbagai malformasi congenital yang meliputi hipoplasia tulang hidung, tulang-tulang falanges yang pendek, berbagai abnormalitas tulang3, kelainan-kelainan oftalmologik seperti atropi optik , katarak dan kelainan-kelainan lain sampai kematian janin dalam kandungan. Warfarin tidak dapat dipakai selama kehamila. Antikoagulan yang relative lebih aman dan dianjurkan adalah heparin3.2.Sindrom hidantoin. Pemakaian hidantoinuntuk epilepsy pada kehamilan dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan intra-uterin, defisiensi mental, gangguan pertumbuhan muka terutama hidung tertekan (“pesek”), ptosis, bibir dan atau langit-langit sumbing (cleft lips & cleft palate), gangguan fungsi jantung dan abnormalitas genitalia. Sering juga disertai tidak tumbuhnya kuku pada jari tangan dan kaki. Sindrom hidantoin terjadi kurang lebih pada 10 % kasus yang terpapar dengan hidantoin3.3.Sindrom alkohol . Bayi-bayi yang lahir dari ibu-ibu peminum alkohol mempunyai ciri muka yang khas, dahi rendah, pangkal hidung tenggelam, hidung kecil dan tegak ke atas, retraksi bibir dan deformitas telinga. Gangguan fungsi jantung dan keterlambatan pertumbuhan sangat umum dijumpai. Kelainan ini terjadi pada kurang lebih 30 % dari bayi-bayi yang lahir dari ibu-ibu peminum alkohol. Kebiasaan minum alkohol harus dihindari selama kehamilan3.4.Sindrom dietilstilbestrol (DES). Pemakaian dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan ternyata diketahui berkaitan dengan terjadinya berbagai anomali pada organ-organ reproduksi . Pada jenis kelamin wanita dapat terjadi adenosis sampai kemudian adenokarsinoma vagina atau serviks uterus. Pada jenis kelamin laki-laki dapat timbul abnormalitas testes, kista epididimis dan infertilitas. Keganasan pada vagina mungkin baru timbul kemudian. Pemakaian stilbestrolataupun senyawa-senyawa estrogen selama kehamilan tidak dianjurkan3.5.Sindrom VACTERL ( Vertebral, Anal, Cardiac, Tracheal, Esophageal and Limbs ). Yakni terjadinya abnormalitas pada organ-organ tersebut karena pemakaian hormone steroid kelamin selama kehamilan. Pemakaian kontrasepsi oral sesudah terjadi kehamilan sangat riskan untuk terjadinya pengaruh-pengaruh buruk pada janin. Juga pemakaian hormone kelamin steroid untuk diagnosis kehamilan tidak lagi dapat dibenarkan karena resiko diatas. Pemakaian senyawa progestin untuk mencegah abortus sebenarnya juga diragukan manfaat dan keamanannya3.6.Embriopati talidomida. Talidomida yang pada mulanya digunakan untuk antiemetik dan hipnotik ternyata kemudian terbukti mempunyai pengaruh teratogenik yang kuat. Pengaruh teratogenik yang utama adalah terjadinya berbagai abnormalitas pertumbuhan anggota tubuh. Sebelum obat ini ditarik dari peredaran kurang lebih telah tercatat 10.000 bayi lahir cacat3.

C. Klasifikasi Obat Berdasarkan Resiko Pemakaian Selama Kehamilan Pembagian berbagai jenis obat dalam kaitannya dengan kemungkinan resiko untuk pemakaian selama kehamilan telah dikembangkan oleh berbagai badan kebijaksanaan obat, misalnya Food and Drug Administration ( USA ) atau Australian Drug Evaluation Committee. Sebagai contoh adalah kategorisasi yang dibuat oleh Australian Drug

Page 19: Apoteker

Evaluation Committee (1999), yang secara garis besar obat-obat masuk dalam 5 kategori6:1.Kategori A : Obat yang telah dipakai oleh sejumlah wanita hamil dan wanita mampu hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap janin. Contoh obat yang masuk kategori ini misalnya antipiretik parasetamol, antibiotika penisilin, isoniazid, glikosida jantung, eritromisin , bahan-bahan hemopoetik seperti besi dan asam folat, dan lain-lain.2.Kategori B : Obat-obat dimana pengalaman pemakaian oleh wanita hamil atau mampu hamil masih terbatas tetapi tidak ada kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk secara langsung maupun tidak langsung terhadap janin. Karena riwayat pengalaman pemakaian pada manusia terbatas, maka kelompok ini terbagi-bagi berdasarkan penemuan-penemuan studi toksikologi pada binatang. a. B1 : Penelitian pada binatang tidak menunjukkan adanya kenaikan kejadian kerusakan janin ( fetal damage ). Misalnya obat-obat simetidin, dipiridamol, spektinomisin. b. B2 : penelitian pada binatang tidak memadai dan masih kurang, tetapi data yang ada juga tidak menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan janin. Sebagai contoh adalah amfoterisin, dopamine, asetil kistein, alkaloid beladona, dan lain-lain.c. B3 : penelitian pada binatang menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan janin , tetspi belum tentu bermakna pada manusia. Contoh karbamasepin, pirimetamin, griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol.3. Kategori C : obat-obat yang karena efek farmakologiknya dapat menyebabkan pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik. Pengaruk ini kemungkinan dapat membaik kembali ( reversible ). Misalnya fenotiazin, analgetika narkotika, antiinflamasi non steroid, aspirin, rifampisin, antiaritmia, Ca-channel blocker, diuretika dan lain-lain.4. Kategori D : Obat-obat yang telah menyebabkan kenaikan kejadian malformasi janin pada manusia atau menyebabkan menyebabkan kerusakan pada janin yang tidak dapat membaik lagi. ( ireversibel ). Obat-obat ini juga mempunyai efek farmakologik yang merugikan terhadap janin . Contoh : Fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, valproat, klonasepam, kinine, kaptopril, obat-obat sitotoksik, antikoagulan, androgen, dan steroid anabolic dan lain-lain. Pemakaian pada kehamilan harus dihindari sedapat mungkin.5. Kategori X : obat-obat yang telah terbukti mempunyai resiko tinggi untuk dipakai pada kehamilan karena pengaruh yang menetap ( ireversibel ) terhadap janin. Kontraindikasi mutlak pada kehamilan atau kemungkinan hamil. Termasuk disini misalnya isotretionin, dan dietilstilbestrol.

D. Daftar Obat-Obat Yang Berpengaruh Pada Kehamilan61. OBAT SALURAN PENCERNAANa. Hiperasiditas, refluks, ulkus1.Alginat/ antasid A2.Bismuth subsitrat B23.Simetidin, cisaprid, famotidin, ranitidin, sucralfat B14.Lansprazol, nizatidin, omeprazol, pantoprazol B35.Misoprostol XMisoprostol merupakan suatu analog prostaglandin E1 yang diminum secara oral untuk mencegah dan mengobati ulkus gaster yang disebabkan penggunaan obat anti inflamasi

Page 20: Apoteker

non steroid (AINS). Mobius sydrome (faralisis fasial kongenital) dan defek limb terjadi pada infant dimana ibunya meminum misoprostol pada timester pertama. Pada suatu penelitian dari 4673 bayi malformasi dan bayi kontrol 4980. The Latin American Collaborative Study of Congenital Malformations mencatat terjadi peningkatan frekuensi defek limb transversa, ring shaped contrictios of the extrremitas, arthogryposis, hidrocephalus, hoprosencephaly dan ekstrophy og bladder tapi tidak syndrom Mobius pada bayi yang terpapar miroprostol in utero7.

b. Antisapamodik1.Atropin A2.Glycopyrrolate, hyoscine-N-butylbromide, mebeverine, propantheline B2

c. Laksatif1. Bisacodyl, cascara, docusate sodium, senna A2. Dicyclomine hydrochloride B13. Phenolphthalein B2

d. Anti Diare1.Diphenoxylate CObat ini secara struktur kimia berhubungan dengan petidin, dapat menyebabkan depresi respirasi pada neonatus6.2.Hyoscyamine B23.Loperamid B34.Mesalazine, olsalazine CTermasuk NSAID (Non Steroid Anti inflamantory drug), menghambat sintesis prostaglandin dapat menyebabkan penutupan dini ductus arteriousus janin, gangguan ginjal, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran6.5.Sulfasalazin ATrimester 3 . Kemungkinan hemolisis dan kern ikterus pada neonatus3.6.Budesonid sistemik B3

e. Kolelithiasis 1.Asam Chenodeoxycholic B3

2. OBAT SISTEM KARDIOVASKULARA. Anti hipertensi1. Clonidine, doxazosin B3Obat ini cukup aman bagi ibu maupun janin. Pada dosis besar terjadi efek samping seperti sedasi, mulut kering serta gairah menurun10.2. Diazoxide CObat ini menyebabkan bradikardi pada janin. Hiperglikemi pada neonatus. Diazoxide adalah relaksan otot uterus sehingga mengahambat kontraksi uterus jika diberikan selama persalinan6. 3. Guanethidine, methyldopa AMetildopa : efek samping seperti tinnitus, kurang gairah, kelelahan dan pusing kepala. Obat ini mampu melintasi barier plasenta dengan kadar yang hampir sama tinggi dengan

Page 21: Apoteker

kadar maternal dan umbilical. Juga terdeteksi dalam jumlah kecil dalam air susu ibu10.4. Hydralazine CDiberikan secara IV, berhubungan dengan fetal distress dan aritmia janin pada trimester akhir kehamilan6.5. Minoxidil CObat ini berhubungan dengan hipertirokosis pada neonatus6.6. Prazosin, terazosin B27. Sodium nitroprusside CPemakaian jangka pendek untuk mengendalikan hipertensi aman selama pH dan konsentrasi sianida di darah ibu di monitor6.

B. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors (Captopril, cilazapril, enalapril, fosinapril, lisinopril, perindopril, quinapril, ramipril, trandalapril) DPada trimester dua dan tiga, ACE inhibitor dapat menyebabkan disfungsi renal dan olighidramion sehingga menyebabkan janin meninggal dalam kandungan4. Wanita hamil yang meminum ACE inhibitor untuk mengendalikan hipertensinya harus berganti ke obat hipertensi dari golongan lain . Disarankan agar tidak menggunakan ACE inhibitor untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil6.

C. Angiotensin II Receptor Antagonists (ARAS)(Candesartan cilexetil, eprosartan, irbesartan, losartan, valsartan) DPada trimester dua dan tiga, obat-obat yang bereaksi langsung terhadap sistem renin-angiotensin dapat menyebabkan janin cedera atau bahkan meninggal. Meskipun tidak ada efek samping pada trimester pertama, tetapi jumlah paparan terhadap obat golongan ini terlalu sedikit untuk menyimpulkan bahwa ARAs aman pada trimester pertama. Wanita hamil yang menjalani pengobatan dengan ARAs harus diubah secepat mungkin dengan obat anti hipertensi lainnya untuk menjaga tekanan darahnya6.

D. Calcium Channel Blockers (Amlodipine, diltiazem, felodipine, isradipine, nicardipine, nifedipine, nimodipine, nisoldipine, verapamil) CVerapamil, nifedipin, dan diltiazem : menunjukkan kecenderungan hipoksia fetal yang dihubungkan dengan hipotensi maternal. Pada percobaan binatang, nifedipin pada trimester pertama menunjukkan sifat teratogenik10.

E. Beta-Adrenergic Blocking Agents (Alprenolol, atenolol, betaxolol, bevantolol, carvedilol, esmolol, labetalol, levobunolol, metoprolol, oxprenolol, pindolol, propranolol, sotalol, timolol) C Obat-obat tersebut menyebabkan efek farmakologik bradikardi pada janin6 . Atenolol cukup efektif untuk mengendalikan hipertensi ringan maupun sedang pada kehamilan. Dilaporkan tak ada efek samping yang nyata hanya sebagian neonatus mengalami bradikardi temporer. Metoprolol dan Labetalol mempunyai efek serupa dengan kedua obat tersebut diatas. Pemakaian obat penyekat adrenoseptor beta pada kehamilan trimester III dengan hipertensi dilaporkan menyebabkan hipoglikemi dan bradikardi pada

Page 22: Apoteker

neonatal dan risiko ini dipertinggi pada hipertensi berat10.

F. DiureticsPerlu dihindari pemakaiannya pada hipertensi dengan kehamilan, oleh karena disamping mengurangi volume plasma juga mengakibatkan berkurangnya perfusi plasenta. Tiazida dilaporkan menimbulkan trombositopeni dan perdarahan paad neonatal10.1. Carbonic anhydrase inhibitorAcetazolamide B32. Thiazides, related diuretics and loop diuretics (Bendrofluazide, bumetanide, chlorothiazide, chlorthalidone, clopamide, cyclopenthiazide, ethacrynic acid, frusemide, hydrochlorothiazide, indapamide, mefruside, methychlothiazide, metolazone, quinethazone) CObat-obat tersebut menyebabkan gangguan elektrolit janin. Trombositopenia neonatus telah dilaporkan dengan tiazid dan diuretik yang berhubungan. Loop diuretik seperti furosemid dan bumetanid berhubungan dengan resiko ini. Selama kehamilan obat-obat ini diberikan sesuai dengan indikasi dan dosis efektif terendah6.

3. Diuretik Hemat Potassium a. Amiloride, triamterene CObat ini menyebabkan gangguan elektrolit janin.b. Spironolactone B3Obat ini karier potensial menyebabkan feminisasi pada janin laki-laki dan sebaiknya dihindari selama kehamilan6.

G. Anti Aritmia1. Adenosine, disopyramide, procainamide B22. Amiodarone C Karena waktu paruhnya lama dan potensial menyebabkan abnormalitas fungsi tiroid dan bradikardi janin, amiodarona dan metabolitnya dihindari tiga bulan sebelum dan selama durasi kehamilan. Pada saat tidak bisa dihindarkan, fungsi tyroid (termasuk TSH) harus dinilai saat neonatus6. 3. Bretylium tosylate CObat ini berpotensi menyebabkan hipoksia janin berhubungan dengan hipotensi pada ibu6.4. Flecainide B35. Lignocaine A6. Mexiletine B17. Quinidine CStruktur obat ini sama dengan kuinin yang dalam dosis tinggi menyebabkan kerusakan janin6.

H. Obat Anti Angina 1. Glyceryl trinitrate, isosorbide mononitrate, perhexilene B22. Isosorbide dinitrate, tirofiban hydrochloride B13. Nicorandil B3

Page 23: Apoteker

I. Obat Hypolipidaemic Hiperlipidemia fisiologi pada kehamilan tidak memerlukan terapi.1. Atorvastatin, cerivastatin, fluvastatin, pravastatin, simvastatin CKolesterol dan produk biosentesis kolesterol merupakan komponen penting untuk perkembangan janin, termasuk sintesis steroid dan membran sel. Karena ketersedian inhibitor HMG-CoA reductase menurunkan sintesis kolesterol dan mungkin produk lainnya, obat-obat tersebut berbahaya bagi janin ketika diberikan pada wanita hamil6.2. Cholestyramine, colestipol, nicotinic acid B23. Clofibrate, probucol B14. Gemfibrozil B3

J. Obat Cardiac Inotropic 1. Digoxin and other cardiac glycosides A2. Milrinone B3

K. Adrenergic Stimulants1. Adrenaline, ephedrine, fenoterol, isoprenaline, orciprenaline, rimiterol, salbutamol, terbutaline ASalbutamol pada kehamilan aterm akan menghambat jalannya persalinan. Hal ini disebabkan salbutamol disamping berefek bronkodilatasi juga berakibat relaksasi uterus10.2. Dobutamine, phenylephrine, phenylpropanolamine, pseudoephedrine B23. Dopamine B34. Metaraminol CObat ini menyebabkan hipoksia janin disebabkan kontraksi pembuluh darah uterus sehingga mengurangi perfusi plasenta6.

L. Vasodilator1. Betahistine, glyceryl trinitrate, nicotinic acid B22. Dipyridamole, isosorbide dinitrate, nicotinyl alcohol, oxpentifylline, phentolamine, sildenafil citrate B13. Isoxsuprine CPemberian isoxsuprine pada ibu untuk mencegah persalinan prematur berhubungan denan takikardi, hipoglikemi, hipokalsemi, ileus dan hipotensi pada neonatus6.4. Papaverine A5. Phenoxybenzamine B2Obat ini telah diketahui mutagenik dan karsinogenik pada mencit6.

M. Antimigraine 1. Dihydroergotamine, ergotamine, methyser C Regimen dosis standar untuk migrain pada kehamilan tidak menampakkan pengaruh pada janin. Ergotamin memacu kontraksi uterus dan kemudian menyebabkan partus prematur atau hypertonic labour6.2. Naratriptan, sumatriptan, zolmitriptan B33. Pizotifen B1

Page 24: Apoteker

N. Obat Anticoagulants and Thrombolytic Semua obat golongan ini menyebabkan perdarahan plasenta dan akhirnya menyebabkan janin prematur dan meninggal6.1. Abciximab C2. Dalteparin, danaparoid, enoxaparin, nadroparin C3. Desirudin B34. Heparin CPemakaian dalam jangka lama pada trimester I,II, dan III dapat mengakibatkan osteoporosis10.5. Phenindione DObat ini menyebabkan defek pada janin apabila di gunakan pada trimester satu6.6. Ticlopidine B17. Warfarin DWarfarin berhubungan denga perkembangan embriopathy saat paparan 6 – 9 minggu post konsepsi. Paparan pada trimester satu menyebabkan perdarahan janin sehingga bisa terjadi kerusakan sistem saraf pusat. Resiko terjadi peningkatan aborsi spontasn dan perdarahan perinatal. Tidak boleh digunakan pada minggu-minggu terakhir kehamilan6.

O. Obat Haemostatik1. Aprotinin, eptacog alfa, asam tranexamic B12. Human coagulation factor IX CKeamanan obat ini selama kehamilan belum bisa ditetapkan pada randomized controlled trial6.3. Kogenate, protamine B24. Aminocaproic acid, ornipressin B3

P. Obat Fibrinolytic 1. Alteplase, urokinase B12. Reteplase C3. Streptokinase CHanya sejumlah kecil streptokinasi melintasi plasenta, antibodi spesifik streptokinase ditemukan dalam darah janin6. Streptokinase menyebabkan prematuritas karena separasi plasenta pada 18 minggu I, hemoragi fetal10.

Q. Obat Kardiovaskular Lain1. Oxpentifylline B12. Tirilazad B2

3. ZAT BESI DAN OBAT HEMOPOETIK1. Erythropoietin, filgrastim, lenograstim, molgramostim B32. Folic acid A3. Folinic acid A4. Sedian zat besi (dengan atau tanpa asam folat, zat besi parenteral A

4. OBAT YANG BERPENGARUH PADA SISTEM SARAF PUSAT

Page 25: Apoteker

A. Analgesik antipiretik1. Analgesik opiat CAnalgesik opiat menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus. Withdrawal symptoms pada neonatus telah dilaporkan pada pemakaian jangka panjang jenis obat ini. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah alfentanil, buprenorphin, dekstromoramid, dextroproroxyphen, fentanyl, hydromorrphone, metadon, morfin, oksikodon, papaveratum, pentazosin pethidin, phenopheridin, remifantamil, tramadol. Obat-obat analgetika narkotik (narcotic/opioid-analgesics) adalah obat-obat yang dipakai untuk mengurangi rasa nyeri terutama dengan derajat sedang sampai berat dengan melalui pengaruhnya pada reseptor opioid di otak. Obat ini mengurangi nyeri dengan mengubah persepsi rasa nyeri, menimbulkan sedasi dan megurangi ketegangan emosi yang berkaitan dengan terjadinya rasa nyeri. Pemakaian obat-obatan analgetika narkotik pada kelahiran kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya depresi respirasi pada janin yang manifest sebagai asfiksia pada waktu lahir. Namun demikian ternyata berdasar penelitian, morfin sendiri tanpa disertai dengan faktor-faktor pendorong lain, baik yang berasal dari ibu atau janin, tidak secara langsung menyebabkan asfiksia. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa obat-obat opiate dapat dipakai begitu saja.dalam proses kelahiran. Risiko terjadinya depresi kardiorespirasi harus selalu diperhitungkan pada pemakaian obat-obat analgetika narkotik paada kelahiran. Kemungkinan lain juga dapat terjadi bradikardi pada neonatus8.Petidin merupakan analgetika narkotika yang dianggap paling aman untuk pemakaian selama proses persalinan (obstetric-analgesics). Tetapi kenyataannya bayi-bayi yang lahir dari ibu yang mendapatkan petidin selama proses kelahiran menunjukkan skala neuropsikologik lebih rendah dibanding bayi-bayi yang ibunya tidak mendapatkan obat apapun atau yang mendapatkan anestesi lokal. Sehingga karena alasan ini maka pemakaian petidin pada persalinan hanya dibenarkan apabila anestesi epidural memang tidak memungkinkan8. Pemakaian analgetika narkotik selama kehamilan atau persalinan dapat mengurangi kontraktilitas uterus sehingga memperlambat proses kelahiran. Terhadap ibu, karena depresi fungsi otot polos dapat terjadi penurunan motilitas usus dan stasis lambung dengan segala konsekuensinya8.Penyalahgunaan obat-obat analgetika narkotik oleh ibu hamil dapat menyebabkan ketergantungan pada janin dalam kandungan. Hal ini akan manifest dengan munculnya gejala –gejala withdrawl pada bayi yang baru lahir. Gejala-gejala tersebut meliputi muntah, diare, tremor, mudah terangsang sampai kejang8. 2. Aspirin CAspirin menghambat sintesis prostaglandin. Ketika diberikan kepada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan prematur ductus arteriousus janin, persalinan dan kelahiran tertunda. Aspirin meningkatkan waktu perdarahan pada janin maupun ibu karena efek anti plateletnya. Aspirin sebaiknya dihindari pada trimester tiga. Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) tidak mempengaruhi waktu perdarahan6. 3. Kodein, dihidrokodein APemakaian dosis tinggi secara jangka panjang sebelum persalinan dapat menyebabkan codein withdrawal pada neonatus6.4. Parasetamol A5. Non steroid anti infamantory Drug (NSAIDS) C

Page 26: Apoteker

Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelhiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic6.

B. Hipnosis dan Sedatif1. Barbiturat CObat golongan ini dapat menyebabkan hipotensi, depresi pernapasan, hipotermi pada neonatus. Pemakaian terus pada kehamilan tidak dianjurkan, dapat mengakibatkan ketergantungan obat pada neonatus4. Termasuk obat golongan ini adalah amylobarbiton, pentobarbiton6.2. Kloral hydrat, Chlormethiazole A3. Meprobamate CMenyebabkan hypotensi, depresi pernapasan dan hipotermi pada neonatus6.4. Zolpidem tartrate B35. Zopiclone CObat ini mendepresi sistem saraf pusat neonatus ketika diberikan pada waktu persalinan6.6. Hypnosis dan sedatif lainnya1. Chloral hydrate, chlormethiazole A2. Meprobamate CObat ini menyebabkan hipotensi, depresi pernapasan dan hipotermi janin6.3. Zolpidem tartrate B34. Zopiclone CObat ini sepertinya mendepresi sistem saraf pusat neonatus ketika diberikan selama persalinan6.

C. Obat Anti Anxietas 1. Buspirone B12. Benzodiazepines C (alprazolam, bromazepam, chlordiazepoxide, clobazam, clonazepam, clorazepate, diazepam, flunitrazepam, flurazepam, lorazepam, midazolam, nitrazepam, oxazepam, temazepam, triazolam) Benzodiazepin menyebabkan hypotonia, depresi pernapasan dan hipotermi neonatus jika digunakan dengan dosis tinggi pada persalianan. Withdrawal symptom pada neonatus berhubungan dengan pemakaian jangka panjang6.

D. Obat Anti Psycotic1. Phenothiazines C (Chlorpromazine, fluphenazine, pericyazine, perphenazine, promazine, thiopropazate, thioridazine, trifluoperazine) Ketika diberikan dengan dosis tinggi selama akhir kehamilan, phenothiazin

Page 27: Apoteker

menyebabkang angguan neurologis pada neonatus6. 2. Butyrophenones C(Droperidol, haloperidol) Pemberian butyropheno menyebabkan pemanjangan gangguan neurologis neonatus6. 3. Obat Anti psychotic Lainnyaa. Clozapine CEfek farmakologik dan toksik pada dewasa juga terjadi pada janin6.b. Flupenthixol CPemberian dosis tinggi pada akhir kehamilan berhubungan dengan pemanjangan gangguan neurologis pada neonatus6.c. Lithium salts DResiko defek bada bayi meningkat dengan digunakannya litium pada trimester pertama. Trimester kedua pemeriksaan USG dan echocardiography dipertimbangkan bagi wanita yang menjalani terapi dengan litium selama trimester pertama. Neonatus memperlihatkan tanda-tanda toksisitas neonatus6.d. Olanzapine, risperidone B3e. Pimozide, thiothixene B1f. Zuclopenthixol CPemberian dosis tinggi pada akhir kehamilan berhubungan dengan pemanjangan gangguan neurologis pada neonatus6.

E. Antidepressants1. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) (Citalopram, fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline) CSSRIs digunakan secara terbatas pada kehamilan tanpa laporan terjadi defek pada janin. Penggunaan SSRIs pada trimester ketiga menyebabkan keadaan withdrawal pada neonatus6.2. Tricyclic antidepressants (Amitriptyline, clomipramine, desipramine, dothiepin, doxepin, imipramine, nortriptyline, protriptyline, trimipramine) CWithdrawal symptoms pada neonatus berhubungan dengan penggunaan jangka panjang golongan obat ini oleh ibu6.3. Tetracyclic antidepressantsMianserin B24. Monoamine oxidase inhibitorsa. Phenelzine B3b. Tranylcypromine B25. Antidepressant lainnyaa. Mirtazapine, moclobemide, nefazodone B3b. Venlafaxine B2c. Caffeine Ad. Dextroamphetamine B3e. Methylphenidate B2

F. Obat Antiparkinson 1. Amantadine, apomorphine, benserazide, carbidopa, entacapone, levodopa, ropinirole

Page 28: Apoteker

B32. Benztropine, biperiden, selegiline B23. Benzhexol B14. Pergolide CPenelitian pada mencit tidak terbukti berbahaya bagi janin. Tidak ada penelitian yang adekuat pada wanita hamil. Penggunaan obat ini pada wanita hamil jika benar-benar dibutuhkan6.5. Procyclidine AG. Anticonvulsants / antiepilepticsResiko memiliki anak abnormal sebagai akibat dari terapi epilepsi lebih ringan daripada bahaya terhadap ibu dan janin dari epilepsi yang tidak terkendalikan6.Disarankan:Wanita yang menjalani terapi obat antiepilepsi menerima konseling sebelum kehamilan tentang abnormalitas janin yang akan dilahirkan6.AEDs sebaiknya dilanjutkan selama hamil dan mono terapi dipakai jika resiko abnormalitas lebih rendah dari pada terapi kombinasi.Suplementasi asam folat (5mg) selama 4 minggu sebelum dan sesedah usia konsepsi 12 minggu.Diagnosis prenatal termasuk USG mid trisemester diberikan1. Carbamazepine DSpina bifida terjadi 1% dari kehamilan dimana carbamazepin digunakan sebagai monoterapi. Carbamazepin juga berhubungan dengan defek craniofacial minor, fingernail hipoplasia dan kecacatan. Carbamazepin menyebabkan defek koagulasi sehingga beresiki terjadi perdarahan janin dan neonatus, di cegah dengan pemberian vitamin K ke ibu sebelum persalinan6.2. Phenytoin sodium DObat ini berhubungan dengan terjadinya defek craniofacial, finger nail hypolplasiy, kecacatan, retardasi dan sedikit oral cleft dan anomali jantung. Gejala klinis kadang disebut fetal hydantoin syndrom. Phenytoin juga menyebabkan defek koagulasi sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan yang dapat dicegah dengan pemberian vitamin K sebelum persalinan6.3. Methylphenobarbitone, phenobarbitone, primidone DPenggunaan primidone, phenobarbitone atau methylphenobarbitone pada kehamilan berhubungan dengan defek craniofacial minor, fingernail hypoplasia, kecacatan. Penggunaan obat tunggal atau kombinasi dengan antikonveulsan lainnya, dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang dapat dicegah dengan pemberian vitamin K sebelum persalinan6.4. Sodium valproate (valproic acid) DApabila digunakan pada trimester pertama kehamilan, sodium valproate (Asam valproic) berhubungan dengan defek neural tube khususnya spina bifida pada janin6.4. Anticonvulsants / antiepileptics lainnyaDibandingkan dengan antikonvulsan konvensional, resiko antikonvulsan golongan ini tidak diketahui.a. Clonazepam CClonazepam merupakan benzodiazepine. Obat-obat tersebut dapat menyebabkane hypotonia, depresi respirasi dan hipotermia pada janin jika diberikan dengan dosis tinggi

Page 29: Apoteker

selama persalinan, withdrawal symptom paa neonatus telah dilaporkan6.b. Ethosuximide, methsuximide, phensuximide, sulthiame, vigabatrin Dc. Gabapentin B1d. Lamotrigine, tiagabine, topiramate B3

H. Antiemetics, AntinauseaPhenothiazines(Prochlorperazine, promethazine, thiethylperazine) CJika diberikan dengan dosis tinggi selama akhir kehamilan, phenothiazine menyebabkan pemanjangan gangguan neurologis pada bayi6.

I. Obat Lainnya1. Dimenhydrinate, diphenhydramine, metoclopramide A2. Dolasetron, granisetron, ondansetron B13. Domperidone, hyoscine, hyoscine hydrobromide B24. Tropisetron B35.Tetrabenazine B25. OBAT SISTEM MUSKULO SKELETALA. Obat Anti rematik1. Aurothioglucose, sodium aurothiomalate B22. Auranofin B33. Hydroxychloroquine DApabila digunakan dengan dosis tinggi, khloroquin dan substansi lainya dapat menyebabkan gangguan neurologis disertai gangguan pendengaran,keseimbangan dan penglihaan6.4. Penicillamine DDapat menyebabkan cutis laxa pada janin..

B. Muscle Relaxants1. Baclofen, botulinum type A B32. Dantrolene, methocarbamol, orphenadrine B23. Physostigime C4. Quinine DPada dosis standar, quinin tidak berhubungan dengam kerusakan janin. Pada dosis toksik, quinin menyebabkan kerusakan janin termasuk ketulian. Quinin dapat menginduksi kontraksi uterus sehingga beresiko bisa terjadi aborsi6.

C. Obat-Obat yang Dipakai Pada Gout dan HiperurisemiaAllopurinol, colchicine, probenecid, sulfinpyrazone B2

6. OBAT SISTEM ENDOKRINA. Estrogens 1.Dienoestrol X2.Ethinyloestradiol, mestranol B33.Oestradiol, oestriol, oestrone, piperazine oestrone sulfate B14.Oestrogens konjugasi D

Page 30: Apoteker

B. Progestogens Jika diminum oleh ibu setelah usia konsepsi 8 minggu, dapat menyebabkan virilisasi janin perempuan. Efek ini tergantung dosis. Sebelum usia 8 minggu tidak ada efek virilisasi tersebut6.1. Dydrogesterone, hydroxyprogesterone, megestrol, norethisterone D2. Medroxyprogesterone (oral high dose, 30-50mg daily) DC. AntiandrogensDapat menyebabkan feminisasi janin laki-laki setelah 8 minggu konsepsi dan harus dihindari selama kehamilan6.Cyproterone acetate, spironolactone B3D. Androgens dan Steroids Anabolik(Fluoxymesterone, methenolone, nandrolone, oxandrolone, oxymetholone, testosterone) DSteroid anabolik dan substansi lainnya yang berefek androgen memiliki efek maskulanisasi terhadap janin perempuan dan sebaiknya dihindari selama kehamilan5.E. KorticosteroidDalam percobaan hewan telah ditemukan kortikosteroid menyebabkan malformasi dalam berbagai bentuk misalnya celah palatum dan malformasi skeletal. Namun hal ini tidak ada relevansi pada manusia. Pada pengobatan lama menunjukkan pengurangan beratlahir maupun berat plasenta pada binatang maupun manusia. Sementara terjadi juga penekanan korteks adrenal. Oleh karenanya perlu mempertimbangkan antara kebutuhan si ibu dengan risiko fetal. Namun kortikosteroid digunakan dalam waktu pendek sebagai prevensi respiratory distress syndrome10.1. SystemikBetamethasone, cortisone, dexamethasone, fludrocortisone, hydrocortisone, methylprednisolone, prednisolone, prednisone, triamcinolone A2. Topicala. Betamethasone, fludrocortisone, flumethasone, fluocinolone, fluocortolone, halcinonide, triamcinolone Ab. Methylprednisolone aceponate Cc. Mometasone B33. Inhalasi /IntranasalKeuntungan pengendalian asma lebih baik daripada efek samping yang ditimbulkan pada kehamilan.a. Beclomethasone, flunisolide, fluticasone, triamcinolone B3 b. Budesonide A

F. Hormon Hipofisis1. Corticotrophin A2. Nafarelin, goserelin DTerdapat resiko aborsi atau abnormalitas janin jika agonis GnRH dipakai selama kehamilan6.3. Somatropin, thyrotrophin B2

G. AntidiuretikDesmopressin, lypressin, vasopressin B2

Page 31: Apoteker

H. Obat hypoglykemik (ORAL)Merupakan hal penting untuk mencapai normo glikemi selama kehamilan, yang dapat dicapai dengan terapi insulin6.1. Acarbose, miglitol B32. Chlorpropamide, glibenclamide, gliclazide, glimepiride, glipizide, metformin, tolazamide, tolbutamide CSulphonylureas dapat masuk sirkuasi janin dan dapat menyebabkan hypoglikemi neonatus6.

I. Hormon Thyroid Liothyronine, thyroxine A

J. Obat Antithyroid Obat-obat golongan ini dapat menyebabkan kongenital goiter dengan menghambat sintesis tiroksin pada janin6.Carbimazole, propylthiouracil C

K. Obat yang Mempengaruhi Metabolisme Kalsium dan Tulang1. Alendronate, clodronate, pamidronate B32. Calcitonin, salcatonin, tiludronate disodium B23. Calcitriol, dihydrotachysterol B34. Raloxifene XObat ini menyebabkan abnormalitas pada perkembangan sistem reproduksi jika diberikan kepada kelinci hamul dan mungkin mempunyai efek yang sama pada manusia6.L. Obat Hormonal Lainnya1. Aminoglutethimide DObat ini dapat menyebabkan pseudohermaphrodism 2. Octreotide CObat ini dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin, diakibatkan oleh supresi horman pertumbuhan6.

M. Inhibitor Hipofisis1. Bromocriptine (oral) A2. Bromocriptine (injection) B23. Cabergoline B14. Danazol DJika digunakan 8 minggu setelah konsepsi, danazol dapat menyebabkan virilisasi pada janin perempuan. Sebelum sampai dengan 8 minggu post konsepsi tidak ada efek virilisasi tersebut. Danazol tidak menghambat ovulasi pada wanita6.5. Gestrinone DObat ini mempengaruhi kehamilan pada binatang tes menyebabkan maskulaniasisi janin perempuan. Gestrinoe tidak menghambat ovulasi pada wanita6.5. Quinagolide B3N. Obat induksi OvulasiGonadotrophins

Page 32: Apoteker

1. Human chorionic gonadotrophin A2. Human menopausal gonadotrophin, urofollitrophin B23. Recombinant follicle stimulating hormone (FSH) B34. Clomiphene B3

7. OBAT-OBAT SISTEM GENITOURINARIUSA. Antiseptik UrinariusHexamine AB. Gangguan Fungsi Vesika Urinaria1. Bethanechol B2Bethanechol mempunyai efek terhadap otot polos dan dihindari selama kehamilan6.2. Finasteride XFinasteride menyebabkan abnormalitas genetalia externa pada janin laki-laki6. 3. Oxybutynin, pentosan polysulfate sodium B14. Terazosin B2C. Obat Yang Bereaksi Terhadap Uterus1. Ergometrine CObat ini menginduksi kontrasi uterus dan menyebabkan persalinan prematur atau hipertonik. Obat-obat yang mengandung ergometrin seharusnya dihindari selama kehamilan6.2. Gemeprost B33. Oxytocin ATerdapat sensitivitas idiosyncratic uterys mengakibatkan anoksia janin6.4. Prostaglandin E2/Dinoprostone CTerdapat sensitivitas idiosyncratic uterys mengakibatkan anoksia janin6.5. Salbutamol A

D. TOPICAL VAGINAL MEDICATION1. Clindamycin, clotrimazole, econazole, miconazole, nystatin A2. Dienosliterol B13. Soconazole B2

8. OBAT ANTIBIOTIKAAntibiotika atau antimikroba dikenal sebagai golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi. Sebagaimana kita ketahui, hampir semua obat antibiotika dapat melintasi plasenta dan memasuki sirkulasi darah janin, dengan kadar yang mungkin lebih rendah, sama atau bahkan lebih tinggi dari ibu. Hal ini tentu memberi konsekwensi yang berbeda tergantung dari jenis obat, potensi, lama pemberian hingga tingkat toksisitas obat baik terhadap ibu ataupun janin8.

A. CephalosporinCephalsoforin meskipun relatif aman, sebaiknya hanya diberikan jika alternatif pemakaian antibiotika yang lain yang jauh lebih aman, tidak efektif lagi terhadap infeksi bersangkutan8.1. Cefaclor, cefotaxime, cefotetan, cefoxitin, cefpodoxime, ceftazidime, ceftriaxone, cephamandole, cephazolin B1

Page 33: Apoteker

2. Cefodizime, cefpirome B23. Cephalexin, cephalothin A

B. PenicillinPenisilin ralatif aman jika diberikan pada masa kehamilan, meskipun dapat melintasi plasenta dan mencapai kadar terapetik, baik pada janin maupun pada cairan amnion. Kadarnya dalam cairan amnion sedikit lebih rendah jika diberikan pada trimester pertama kehamilan8. Tidak pernah dilaporkan menyebabkan kelainan pada janin, hanya kadang-kadang ditemukan reaksi alergi pada ibu9. 1. Amoxycillin, ampicillin, benzathine penicillin, benzylpenicillin, phenoxymethylpenicillin, procaine penicillin A2. Amoxycillin with clavulanic acid, flucloxacillin, mezlocillin,piperacillin, piperacillin with tazobactam B13. Azlocillin B34. Dicloxacillin, ticarcillin sodium with potassium clavulanate B2

C. TetrasiklinTetrasiklin merupakan prototipe antibiotika spektrum luas yang terutama bersifat bakteriostatik untuk beberapa bakteri gram positif dan negatif. Tetrasiklin mampu menembus mikroorganisme dengan cara difusi pasif maupun transpor aktif. Hanya sebagian yang diabsorpsi, sedang sebagian lagi tetap berada disaluran pencernaan dan mampu mengubah flora normal usus, meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada saluran pencernaan seperti misalnya kolitis pseudomembranosa8.Tetrasiklin dapat dengan mudah melintasi plasenta dan mencapai kadar terapetik pada sirkulasi fetal. Jika diberikan pada trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan deposisi tulang in utero, yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan tulang , terutama pada bayi prematur. Meskipun hal ini bersifat tidak menetap (reversibel) dan dapat pulih kembali setelah proses remodelling, tetapi sebaiknya tidak diberikan pada periode tersebut8.Pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, pemberian tetrasilin akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada warna gigi (menjadi kekuning-kuningan) yang bersifat menetap disertai hipoplasia enamel. Ada pula bukti yang menunjukkan bahwa terjadinya katarak kongenital kemungkinan besar berkaitan dengan pemberian tetrasiklin pada ibu yang mendapat tetrasiklin pada umur kehamilan 8-12 minggu8.Demeclocycline, doxycycline, minocycline, tetracycline D

D. AminoglycosidaObat-obat golongan aminoglikosida pada umumnya mempunyai sifat bakterisida dengan aksi kerja yang hampir sama, yaitu menghambat sintesis protein pada sel bakteri. Efektif untuk pengobatan infeksi yang terutama disebabkan terutama oleh bakteri gram negatif. Absorpsinya melalui saluran pencernaan sangat jelek, oleh sebab itu pada umumnya diberikan parenteral8.Obat-obat yang tergolong aminoglikosida antara lain kanamisin, gentamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, amikasin, framisetin, neomisin dan paramomisin dikenal bersifat nefrotoksis dan ototoksis, sehingga pemakiannya dalam klinik terbatas untuk infeksi-infeksi berat. Obat-obat ini dapat melintasi plasenta dan masuk kesirkulasi janin pada

Page 34: Apoteker

kadar terapetik8.Oleh karena efek nefrotoksik dan ototoksiknya, aminoglikosida tidak dianjurkan selama kehamilan. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat-obat golongan aminoglikosida dapat menimbulkan kerusakan ginjal tingkat seluler pada janin terutama jika diberikan pada periode organogenesis. Kerusakan saraf kranial kedelapan juga banyak terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat aminoglikosida pada saat kehamilan8. Streptomycin, kanamycin dapat menimbulkan komplikasi otostatik dan nefrotoksik. Timbul bila diberi dalam waktu yang lama dan dosis yang besar9. Amikacin, gentamicin, kanamycin, neomycin, netilmicin, tobramycin D

E. QuinolonAlatrofloxacin, ciprofloxacin, enoxacin, fleroxacin, norfloxacin, ofloxacin B3

F. Macrolid1. Azithromycin, roxithromycin B12. Clarithromycin B33. Erythromycin A

G. Antibiotika Jenis Lainnya1. Atovaquone, colistin IV , meropenem, metronidazole, vancomycin B2Metronidazol telah dikenal lama sebagai antiprotozoa, yang umumnya digunakan untuk mengobati trikhomoniasis, giardiasis dan amubiasis serta infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini pemakaiannya dalam klinik meningkat, baik digunakan secara tunggal maupun kombinasi dengan antibiotika lain, khususnya untuk infeksi-infeksi gastriinstastinal, dimana sering melibatkan kuman anaerob. Kadar metronidazol dalam serum dan waktu paruh eliminasi pada wanita hamil tidak berbeda dengan kadarnya pada wanita tidak hamil8.Banyak peneliti menyatakan bahwa metronidazol bersifat mutagen dan karsinogen. Metronidazol dapat meningkatkan kecepatan mutasi spontan beberapa bakteri aerob in vitro. Telah pula dilaporkan pula pemakaian pada binatang uju dengan dosis sangat tinggi memberikan efek karsinogenik, tetapi hingga saat ini data mengenai efek buruk pada janin belum diketahui. Ini bukan berarti penggunaan metrinidazol pada wanita hamil dapat dianggap aman8.pemakaian metronidazol tidak dianjurkan pada trimester I, apabila karena terpaksa harus diberikan pada trimester II dan III maka jangan diberikan dalam dosis yang besar dan dalam jangka waktu yang lama. Walaupun tidak terbukti bahwa metronidazol bersifat teratogen pada binatang uji , tetapi sebaiknya dihindari pemberiannya pada wanita hamil karena dikhawatirkan dapat memacu perubahan pada human lymphocites 8.2. Aztreonam, mupirocin, spectinomycin B13. Chloramphenicol, clindamycin, lincomycin, nalidixic acid AKloramfenikol merupakan antibiotika yang terutama bersifat bakteriostatik, dengan potensi menghambat sintesis protein bakteri . Selama ini kloramfenikol sangat populer untuk mengobati tifus abdominalis atau boleh dikata sebagai obat pilihan pertama. Jika diberikan pada wania hamil, kadar dalam plasma fetal berkisar antara 33% - 80% dari

Page 35: Apoteker

kadar dalam plasma ibu. Biotransformasi kloramfenikol terutama terjadi melalui glukorinidasi pada hepar dan eiliminasi pada ginjal. Pemberian klormfenikol pada wanita hamil, terutama trimester dua dan tiga dimana hepar belum matur dapat menyebabkan terjadinya sidrioma Grey pada bayi yang ditandai dengan kulit sianotik, sehingga bayi tampak keabu-abuan, hipotermia, muntah, abdomen protuberant dan menunjukkan reaksi menolak menghisap susu disamping pernapasan yang cepat dan tidak teratur serta letargi. Resiko ini meningkat pada bayi-bayi yang prematur8.4. Clavulanic acid B15. Fusidic acid C6. Imipenem-cilastatin combination, teicoplanin, tinidazole B37. Nitrofurantoin (terapi jangka pendek) ANitrofurintoin lebih banyak digunakan sebagai antiseptik pada saluran kencing. Karena dimetabolisme dan dieksresi secara cepat, tidak pernah terdeteksi dalam kadar yang cukup (baik di sirkulasi maupun jaringan) untuk menimbulkan efek antibikteri sistemik8.Jika diberikan pada awal kehamilan, kadar nitrofurantoin pada jaringan fetal lebih tinggi dibanding ibu, tetapi kadarnya dalam plasma sangat rendah. Dengan makin bertambahnya umur kehamilan, kadar nitrofurontoin dalam plasma janin juga meningkat8. Sejauh ini belum terbukti bahwa nitrofurontoin dapat menimbulkan terjadinya malformasi janin. Namun perhatian harus diberikan, terutama pada kehamilan cukup bulan dimana tidak mustahil pemberian nitrofurintoin harus dihindari terutama oleh karena potensinya untuk menimbulkan anemia hemolitik pada janin, mengingat belum sempurnanya sistem enzim glukose 6 phosfat dehidrogenase (G6PD)8.8. Pentamidine B39. Trimethoprim B310. SulfonamidSulfonamid (terutama dalam bentuk kombinasi, misalnya dengan trimetoprim) lebih banyak dikenal untuk mengobati infeksi saluran kemih, bahkan sebagai drug of choice. Sulfonamid dikenal sebagai penghambat kompetitif oleh karena mampu berkompetisi dengan PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang sangat diperlukan pada pembentukan asam folat bakteri dengan membentuk analog asam folat non fungsional, sehingga secara tidak langsung menghambat pertumbuhan bakteri8.Semua obat yang tergolong sulfonamid dapat melintasi plasenta dan masuk sirkulasi janin, meskipun dalam kadar yang lebih rendah atau sama dengan kadar dalam tubuh ibu. Pemakainnya pada wanita hamil harus dihindari, terutama pada akhir masa kehamilan mengingat sulfonamid mampu mendesak bilirubin dari tempat ikatannya oleh protein dan menyebabkan kern ikterus pada bayi yang baru dilahirkan. Keadaan ini mungkinn akan menetap sampai 7 hari setelah bayi lahir8. Sulfadoxine, sulfadiazine, sulfamethizole, sulfamethoxazole C11. Trimethoprim-sulfonamide combinations C

9. OBAT ANTI JAMURa. Amphotericin B3b. Fluconazole DDosis tunggal (150mg) tidak menimbulakan efek samping pada kehamilan. Dosis ulangan fluconazole (400-800mg/ hari) berhubungan dengan pola konsisten defek kelahiran sama dengan penelitian pada binatang6.

Page 36: Apoteker

c. Flucytosine, griseofulvin, itraconazole, ketoconazole B3d. Terbinafine B1e. Nystatin A

10. OBAT ANTI TUBERKULOSIS DAN ANTI LEPRAa. Ethambutol, isoniazid AEtambutol terbukti tidak bersifat teratogenik dan dapat menimbulkan malformasi janin. Pemberiannya pada penderita tuberkulosis cukup aman bersama-sama dengan obat lini pertama lainnya8. Segi keamanan isoniazid relatif cukup terjamin bahkan jika diberikan pada wanita hamil sekalipun, oleh karena tidak menunjukkan efek teratogenik maupun malformasi janin . Obat ini juga direkomendasikan oleh The American Thoracic Society sebagai obat lini pertama tuberkulosis (bersama-sama dengan rifampisin atau etambutol) pada wanita hamil.b. Clofazimine CClofazimine dapat menyebabkan diskolorisasi pada kulit bayi. Efek ini reversibel tetapi dapat tertunda karena clofazimin memiliki waktu paruh dalam serum 70 hari6.c. Dapsone, pyrazinamide B2d. Rifabutin CPerdarahan karena hypoprothrombinaemia telah dilaporkan pada neonatus dan ibu yang memakai rifamputin selama kehamilan. Jika rifabutin dipakai selama minggu-minggu terakhir kehamilan, vitamin K harus diberikan pada ibu dan neonatus6.e. Rifampisin CRifampisin bersama-sama dengan etambutol dan isoniazid saat ini dipakai sebagai obat lini pertama pengobatan antituberkulosis. Pada studi terhadap binatang uji, pemakaian rifampisin dalam dosis besar dapat menimbulkan abnormalitas pada janin. Untuk itu biasanya rifampisin diberikan dengan perhatian khusus selama kehamilan, terutama trimester I. Sejauh ini efek teratogenis rifampisin tidak terbukti, sehingga The American Thoracic Society rifampisin juga direkomendasikan sebagai obat antitiberkulosis bersama isoniazid dan etambutol sekalipun untuk wanita hamil. Perdarahan karena hypoprothrombinaemia telah dilaporkan pada neonatus dan ibu yang memakai rifamputin selama kehamilan. Jika rifampisin dipakai selama minggu-minggu terakhir kehamilan, vitamin K harus diberikan pada ibu dan neonatus8.

11. OBAT ANTI MALARIAPenggunaan obat-obat malaria dapat diterima karena resiko terhadap janin kecil dibandingkan keuntungan terhadap ibu dan janin.a. Chloroquine (prophylaxis) Ab. Chloroquine (treatment), hydroksi kloroquine DKlorokuin dan hidroksi klorokuin terbukti menyebabkan gangguan neurologik pada janin dan terutama berkaitan dengan alat-alat pendengaran keseimbangan dan penglihatan. Pada dosis rendah sebagai profilaksis malaria, kemungkinan manfaat baik pada ibu maupun janin lebih besar dibanding resiko terhadap janin. Namun demikian pemberiannya hendaklah diputuskan dengan pertimbangan yang seksama, mengingat pemberian klorokuin pada wanita hamil ternyata meningkatkan angka kejadian malformasi janin yang bersifat irreversibel8.Pada saat diberikan dengan dosis tinggi dan waktu yang lama, klorokuin dan substansi

Page 37: Apoteker

lainnya dapat menyebabkan gangguan neurologis pendengaran, keseimbangan dan penglihatan janin6.c. Doxycycline Dd. Mefloquine, kombinasi pyrimethamine-dapsone B3e. Primaquine phosphate DDihindari pada trimester ketiga karena dapat menyebabkan hemolisis dan methaemoglobinemia pada neonatus6.f. Proguanil B2Jika diberikan selama kehamilan, suplemen asam folat harus diberikan. Proguanil telah luas dipakai dengan tanpa efek samping terhadap kehamilan6.g. Pyrimethamine B3Obat ini berpengaruh pada metabolisme asam folat dan eksperimen pada binatang menunjukkan bahwa pemberian dosis tinggi pyrimethamin selama pembentukan organ menimbulkan defek pada janin. Jika pyrimethamin diberikan selama kehamilan, suplemen asam folat harus diberikan6.h. Kombinasi Pyrimethamine-sulfadoxine CPyrimethamine berpengaruh pada metabolisme asam folat, jika idiberikan selama kehamilan, suplemen asam folat harus diberikan. Sulfonamid menyebabkan jaundice dan anemia hemolitik pada neonatus6.i. Kina (terapi) DKemanfaatan kina sebagai pengobatan malaria telah diakui secara luas, tetapi pemakaian pada wanita hamil harus dihindari. Ini mengingat selain mampu menginduksi kontraksi uterus (dengan konsekuensi terjadinya abortus), kinin juga menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, ketulian, dan malformasi pada anggota gerak dan tempurung kepala, terutama jika diberikan dalam dosis yang besar8.

12. OBAT ANTI VIRUSa. Aciclovir , indinavir, ritonavir, valaciclovir B3b. Cidofovir DMenyebabkan kehilangan janin dan kecacatan waktu lahir6.c. Delavirdine, foscarnet, lamivudine, nevirapine, stavudine, zidovudineB3d. Didanosine B2e. Famciclovir , saquinavir B1f. Ganciclovir DTeratogenik dan embriotoksik pada binatang6.g. Nelfinavir B2h. Ribavirin XRibavirin teratogenic dan atau r embryolethal pada spesies binatang yang di tes. Malformasi tengkorak, palatum, mata, rahang, dan traktus gastrointestinal6. i. Zalcitabine DTeratogenic pada binatang.

13. OBAT ANTI CACINGa. Albendazole DAlbendazole teratogenic pada beberapa spesiesb. Ivermectin, mebendazole, thiabendazole B3

Page 38: Apoteker

c. Praziquantel B1d. Pyrantel embonate, diethylcarbamazine B2

14. OBAT ANTI NEOPLASI Jaringan embrional pada dasarnya mirip dengan jaringan tumor/ kanker, ini berarti bahwa jaringan embrional peka terhadap obat-obat antikanker. Sebagaimana diketahui obat-obat anti kanker bersifat sitotoksik, dengan demikian obat-obat tersebut tidak hanya menyerang sel-sel kanker tetapi juga sel-sel yang mirip dengan sel kanker. Ini berarti bahwa obat antikanker yang manapun, jika diberikan pada seorang wanita yang sedang hamil dapat meningkatkan terjadinya malformasi atau abnormalitas janin8. Obat antikanker yang pertama kali diketahui menunjukkan efek teratogenik adalah aminopterin, dimana bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang mendapat aminopterin selama periode kehamilan diketahui mangalami cacat lahir, antara lain defek pada lengan dan tungkai, defek pada sistem saraf pusat5 ataupun tidak terbentuknya ginjal dan ureter. Sejak itu beberapa obat antikanker yang diperkenalkan kemudian juga menyebabkan abnormalitas pada janin. Obat-obat tersebut antara lain obat-obat antimetabolit dan bahan-bahan obat alkilasi, termasuk disini siklopospamid, klorambusil, metotreksat, merkapturin dan busulfan8. Obat Cytotoxic dapat menyebabkan aborsi spontan, kehilangan janin, dan cacat lahir6a. Obat AlkilasiBusulfan, carmustine, chlorambucil, cyclophosphamide, estramustine, fotemustine, ifosfamide, lomustine, melphalan, mustine, thiotepa Db. Anti MetabolitCladribine, colaspase, cytarabine, docetaxel, fluorouracil, gemcitabine, hydroxyurea, methotrexate, mercaptopurine, paclitaxel, raltitrexed, thioguanine, topotecan Dc. Vinca AlkaloidsVinblastine, vincristine, vindesine, vinorelbine tartrate Dd. Obat Antibiotik SitotoksikBleomycin, dactinomycin, daunorubicin, doxorubicin, epirubicin, fludarabine, idarubicin, mitomycin, mitozantrone De. Obat Antineoplasma Hormonal1. Aminoglutethimide DObat ini pernah dilaporkan pada kasus pseudohermaphrodism dan pemakaiannya dalam kehamilan62. Anastrozole CObat ini merusak kadar estrogen yang mempengaruhi metabolisme dan memberikan hasil pada kasus abortus6.3. Goserelin, letrozole, leuprorelin DSecara teori menyebabkan abortus atau abnormalitas pada janin bila GnRH agonists digunakan selama kehamilan.64. Medroxyprogesterone (oral danIM dosis tinggi) DDapat menyebabkan maskulinisasi pada janin jika diberikan 8 minggu setelah konsepsi6.5. Tamoxifen, toremifene B3

f. Obat Anti Neoplasma Lainnya1. Altretamine, amsacrine, carboplatin, cisplatin, dacarbazine, etoposide, irinotecan,

Page 39: Apoteker

procarbazine, samarium[153 Sm], teniposide D2. Tretinoin (Oral) XObat-obat ini berpotensi teratogenik jika dipakai teratur selama kehamilan muda, yang menyebabkan kelainan congenital berupa embriopati asam retinoat. Efek teratogenik ini tergantung pada dosis obatnya6.g. Terapi Suportiv Non Sitotoksik1. Amifostine B32. Mesna B1

h. Obat Penurun Berat Badan dan AnorektalPenurunan berat badan dengan menggunakan obat penekan nafsu makan tidak boleh dipakai selama kehamilan6.1. Dexfenfluramine, mazindol, phentermine B32. Diethylpropion, fenfluramine B2i. Obat lain yang digunakan untuk kelainan metabolismeAlglucerase, cysteamine bitartrate B3

15. OBAT SISTEM RESPIRASIa. AntitusifTergantung pada aksinya, yaitu pada pusat batuk di medulla atau pada tempat iritasi di saluran pernafasan, biasanya antitusiva digolongkan sebagai antitusiva yang beraksi sentral (misal : kodein, hidrokodon, hidromorfon, noskapin, dekstrometorfan) dan yang beraksi perifer (misal :anestetika lokal). Dekstrometorfan merupakan antitusiva yang paling aman bila digunakan pada masa kehamilan11.Alkaloid opium dan derivatnya: codeine, dextromethorphan, dihydrocodeine, pholcodine Ab. Ekspektoran dan MukolitikSeperti ammonium klorida, bromheksin, emetin, guaifenesin, ipekakuanha, saponin, digunakan untuk merangsang alir dahak sedang mukolitika (asetilsisteina) untuk mencairkan atau mengurangi kekentalan dahak. Obat-obat ini relative aman bila digunakan pada masa kehamilan11.Acetylcysteine (inhalasi) B2Ammonium chloride, bromhexine, emetine, guaiphenesin, ipecacuanha, saponins Ac. DekongestanPhenylephrine, phenylpropanolamine, pseudoephedrine B2d. Obat InhalasiObat inhalasi yang terdiri dari norfluran seperti propelan jarang digunakan. Norfluran telah terbukti aman pada hewan. Seorang dokter harus tetap melakukan konsul terlebih dahulu untuk mendapatkan informasi lebih lengkap6. e. Bronchospasm relaxants1. Eformoterol, salmeterol B32. Ephedrine, fenoterol, isoprenaline, orciprenaline, rimiterol, salbutamol, terbutaline, theophylline derivatives A3. Ipratropium bromide B1

Page 40: Apoteker

Yakni obat-obat aerosol atau inhalasi untuk mencegah bronkospasme6.4. Beclomethasone, budesonide, fluticasone, salmeterol B3Bermanfaat untuk mengontrol asma tetapi merugikan bagi wanita hamil6.a. Nedocromil B1b. Sodium cromoglycate Af. Obat Respirasi yang lain1. Acetylcysteine B22. Dornase alfa, montelukast, zafirlukast B1

16. OBAT SISTEM IMUNOLOGIa. Antihistamin1. Azatadine, cetirizine, diphenylpyraline, fexofenadine, methdilazine, terfenadine B22. Brompheniramine, chlorpheniramine, clemastine,cyproheptadine, dexchlorpheniramine, diphenhydramine, diphenylamine, doxylamine, pheniramine, triprolidine A3. Chlorcyclizine, cyclizine, hydroxyzine A4. Levocabastine B3Pemakaian jangka pendek obat-obat antihistamin selama kehamilan trimester pertama tidak membahayakan bagi janin tetapi obat-obat ini bersifat teratogenik pada hewan dan beberapa pada manusia berdasarkan data yang tersedia. Hal ini berkemungkinan besar untuk terjadinya efek teratogenik6.5. Loratadine B16. Trimeprazine, promethazine CPemakaian dosis tinggi selama kehamilan, seperti phenothiazines dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf dalam jangka panjang pada janin6.

17. VAKSINASIa. Vaksinasi melemahkan hidup virusBerdasarkan penelitian yang ada membuktikan bahwa vaksinasi tidak menyebabkan efek teratogenik pada manusia. NHMRC, sebuah lembaga konsultan imunisasi di Australia dapat memberikan informasi lebih jelas6.1. B.C.G., campak, gondok, rubella, gondok, typhoid (oral), yellow fever B22. Poliomyelitis (oral), typhoid (injection) A3. Rubella B2Wanita hamil harus dilakukan tes alergi terlebih dahulu sebelum pemberian vaksin rubella. Wanita dengan seronegatif terbukti tidak hamil seharusnya diberikan langsung vaksin rubella. Sebelum diberikan vaksin, diberikan informasi terlebih dahulu pada wanita bahwa sebaiknya mereka tidak hamil dulu sekurang-kurangnya 2 kali siklus menstruasi/ selama 2 bulan karena vaksin rubella menyebabkan infeksi pada janin. Sebab berdasarkan penelitian terakhir, ditemukan tidak ada kelainan pada janin akibat vaksin rubella dari 400 kelahiran pada ibu yang mendapat vaksin rubella sebelum hamil. Berdasarkan pengalaman diatas, pemberian vaksin rubella tidak dibenarkan selama kehamilan6.b. Killed vaccines1. Cholera, haemophilus influenzae type B, hepatitis A, hepatitis B, influenza, meningococcal, pneumococcal, poliomyelitis (injection) B2

Page 41: Apoteker

2. Diphtheria, tetanus A3. Rabies vaccine B2Bermanfaat untuk menekan risiko setelah terpapar6.c. Immunomodifiers1. Azathioprine DObat ini meningkatkan risiko pada malformasi janin, menekan sistem imun neonatus, dan menekan pembentukan sum-sum tulang janin6.2. Cyclosporin CObat ini dapat menyebabkan penekanan sistem imun pada bayi63. Interferon alpha-2a, interferon alpha-2b, interferon gamma-1b B34. Interferon beta-1a DInterferon beta-1a mengakibatkan aborsi pada kera6 4. Interferon beta-1b DAborsi spontan dilaporkan pada suatu penelitian pada pasein multiple sklerosis6.5. Levamisole B36. Mycophenolate mofetil DMycophenolate terbukti teratogen pada 2 jenis hewan yang telah diujikan. Obat ini merusak pembentukkan asam nukleat dan menyebabkan malformasi/ kematian pada janin6. 7. Rituximab CKelompok antibodi ini melewati sistem barier plasenta dan menyebabkan deplesi sel B dan/ atau efek yang lain6.8. Tacrolimus CObat ini menyebabkan penekanan sistem imun pada janin. Penggunaannya selama kehamilan bisa mengakibatkan hiperkalemia dan disfungsi ginjal pada neonatus6.9.Benzydamine (topical oropharyngeal) B2

18. OBAT MATAa. Acetazolamide, apraclonidine, dorzolamide, latanoprost, levocabastine B3b. Betaxolol, levobunolol, timolol CObat Beta-Adrenergik Bloker dapat menyebabkan efek seperti takikardi pada janin dan bayi baru lahir6. c. Brimonidine tartrate, lodoxamide trometamol B1d. Chloramphenicol Ae. Ecothiopate B2f. Flurbiprofen B2g. Idoxuridine B3

19. OBAT DERMATOLOGIA. SISTEMIK1. Acitretin, etretinate XObat ini bersifat teratogenik berdasarkan dosis terapinya. Kerja obat ini yakni mereka tersimpan untuk beberapa bulan setelah selesai pemakaiannya. Obat ini tertimbun dalam lemak dalam jangka panjang, pasien diberi penjelasan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan selama 2 tahun setelah penggunaan obat ini karena dapat menyebabkan kelainan pada janin6.

Page 42: Apoteker

2. Isotretinoin XIsotretionin yang dipakai sebagai anti akne ternyata sekarang terbukti secara luas sebagai eratogen yang cukup poten pada manusia dan sama sekali tidak boleh dipakai selama kehamilan. Pemakaian isotretionin selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya kelainan janin berupa hidrosephalus, mikrosefali, mikrotia, agenesis dari lubang telinga, atresia arkus costae, defek septum jantung, dismorfisme muka, mikrooftalmus, mikrognatia, dan langit-langit sumbing4.B. TOPIKAL1. Adapalene DPemakaian obat ini menyebabkan kelainan pada janin selama kehamilan. Karena berefek mengganggu perkembangan janin. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil atau yang berencana akan hamil selama pengobatan6.2. Azelaic acid, calcipotriol B13. Desonide B34. Finasteride XFinasteride dapat menyebabkan kelainan pada alat genital janin laki-laki.5. Isotretinoin DIsotretinoin terbukti berefek teratogenik pada pemberian oral pada manusia. Obat ini mengakibatkan kelainan pada janin dan berisiko ringan pada abortus spontan6. 6. Methoxsalen B27. Tretinoin DPemakaian tretinoin bentuk cream selama hamil trimester pertama menyebabkan kelainan pada janin. Semua bentuk seharusnya tidak diberikan selama kehamilan. Penggunaan obat ini sudah tidak dibenarkan lagi, beberapa kesamaan terjadi juga pada pemakaian obat retinoat oral. Penelitian cohort secara retrospektif menyatakan penggunaan tretinoin pada kehamilan trimester pertama, tetapi penelitian ini kemungkinan kecil diterima karena mempengaruhi keselamatan janin selama kehamilan6.9. TOPICAL ANTIFUNGALS, ANTISEPTICSa. Amorolfine, bifonazole B3b. Cetylpyridinium, chlorhexidine, chlorquinaldol, clotrimazole, econazole, hydroxyquinoline, miconazole A 10. TOPICAL ANTIPARASITICSa. Benzyl benzoate, bioallethrin, crotamiton, maldison (malathion), permethrin, pyrethrins B2b. Lindane B3Penetrasi lindane pada kulit manusia telah dilaporkan dapat menyebabkan gejala iritasi CNS, karenanya hal ini berpotensial toksik dan perlu dilakukan medikasi selama kehamilan6.c. Piperonyl butoxide B311. TOPICAL ANTIVIRALa. Aciclovir B3b. Idoxuridine, imiquimod, penciclovir B1

20. OBAT ANESTESIA. Anestesi umumPada kehamilan, gas dan cairan mudah menguap digunakan sendiri atau campuran untuk

Page 43: Apoteker

menimbulkan anestesi selama persalinan. Efek anestetika umum pada fungsi fetal sulit dievaluasi karena biasanya digunakan bersama sedative, hipnotika dan penenang. Selain itu perubahan ventilasi maternal, sirkulasi dan perfusi uterus merupakan faktor yang harus ikut dipertimbangkan.Halotan, kloroform, trikloroetilen dan siklopropan merupakan senyawa yang larut lipid, karenannya mudah masuk sirkulasi janin. Halotan dan kloroform didalam hati termetabolisme menjadi metabolit hepatotoksik. Meskipun demikian, diduga janin lebih tahan terhadap efek toksik senyawa hidrokarbon halogen tersebut.. hal ini dapat dimengerti mengingat kapasitas metabolisme janin belum begitu berkembang.Yang paling sering digunakan untuk anestesi obstetric meliputi nitrooksida, metoksifluran dan enfluran, tetapi karena potensi analgesinya rendah serta aksi hambatan terhadap kontraksi uterus, maka halotan jarang digunakan11. Enfluran termasuk relatif aman pada janin, tidak mudah terbakar, mula kerja cepat dan induksi berlangsung dengan halus. Hampir semua anestika intravena larut lipid, sehingga mudah melintas sawar darah otak maupun plasenta. Metabolisme hati merupakan jalur utama eliminasi semua anestika intravena, kecuali propanidid yang terhidrolisis oleh pseudokolinesterase plasma dan etomidat oleh esterase plasma dan hati. Bila diberikan pada dosis terapi, ketamin relative aman bagi si janin. Ketamin memiliki efek stimulasi kardiovaskuler, karenanya jangan diberikan pada ibu yang memiliki riwayat hipertensi11. Semua ansestesi umum berpotensi mendepresi sistem saraf pusat pada neonatus6.a. Enflurane, halothane, ketamine, thiopentone Ab. Desflurane, isoflurane B3c. Methohexitone, sevoflurane B2d. Methoxyflurane Ce. Nitrous oxide Af. Propofol C

B. Anastesi LokalPenggunaan anestetika lokal pada praktek obstetric dan ginekologi semakin meningkat. Oleh Australian Drug Evaluation Committee, bupivakaina, sinkokaina, lignokaina, mepivakaina dan prilokaina sampai saat ini dinyatakan relatif aman. Akibat tingginya kadar obat bebas dalam janin, mungkin berkaitan dengan kasus bradikardi dan kematian janin setelah pemberian blok paraservikal anestetika lokal. Bupivakaina relative lebih sering menyebabkan kematian janin. Keseringan bradikardi janin karena prilokaina kurang lebih setengahnya lignokaina dan mepivakaina. Namun prilokaina menunjukkan kontraindikasi dengan persalinan karena risiko methemoglobinemia pada ibu dan bayinya11.1.Bupivacaine, cinchocaine, lignocaine, mepivacaine, prilocaine A2.Etidocaine, ropivacaine B13.Procaine hydrochloride B2

21. NEUROMUSCULAR BLOCKING AGENTa. Alcuronium, mivacurium, pancuronium, rocuronium B2b. Atracurium, gallamine, pipecuronium, tubocurarine, vecuronium Cc. Suxamethonium A

Page 44: Apoteker

22. OBAT KONTRASEPSI a. Medroxyprogesterone (IM contraceptive dose) Ab. Kontrasepsi oralKombinasi , progestogen B3c. vaginal spermicidesNonoxynol 9, octoxinol A23. OBAT UNTUK KEPERLUAN DIAGNOSISA. OBAT RADIOGRAPHIC 1. Ioversol B12. Gadodiamide, iomeprol B33. Galactose and palmitic acid B2B. TES RESPON PITUITARY-ADRENAL 1. Metyrapone B22. Tetracosactrin DAda laporan terjadi aborsi atau malformasi janin pada wanita yang diterapi dengan tetracosactrin6.

24 OBAT DETOKSIFIKASI, ANTIDOTUM1. Acetylcysteine (intravenous), digoxin immune fab B22. Desferrioxamine, flumazenil B33. Naloxone B14. Penicillamine DPenicillamine menyebabkan cutis laxa pada janin6.

25. OBAT CHOLINERGIC DAN ANTICHOLINERGIC a. Atropine, hyoscine methobromide, papaverine Ab. Atropine methonitrate, belladonna, glycopyrrolate, hyoscine, hyoscine-N-butylbromide, hyoscyamine, propantheline B2c. Bethanechol B2Obat ini berefek pada otot polos dan sebaiknya dihindari saat hamil6.d. Donepezil B3e. Tacrine CObat ini menghasilkan efek cholinergic pada janin6.

26. OBAT MYASTHENIA GRAVISa. Ambenonium chloride, neostigmine B2b. Pyridostigmine CKebutuhan ibu terhadap terapi ini adalah mutlak. Efek kolinergik pada neonatus jarang6.

27. OBAT PADA KEADAAN KETERGATUNGANa. Calcium carbimide Ab. Disulfiram B2Pada trimester pertama dapat mengakibatkan malformasi anggota bawah dan sindrom VACTERL4.c. Methadone CDapat menyebabkan depresi respirasi dan wihtdrawal symptom pada neonatus6.

Page 45: Apoteker

d. Naltrexone B3e. Nicotine — transdermal D— in chewing gum DEfek berbahaya dari asa[ rokok pada ibu dan janin sudah jelas6.

28.VITAMINSuplementasi multivitamin pada wanita hamil dapat mengurangi resiko terjadinya defek kardiovaskular, bibir terbelah (oral cleft) dan defek traktus urinarius pada bayinya. (Diaz et al, 2000).1. Nicotinic acid B22. Vitamin A DKelebihan vitamin A dapat menyebabkan defek pada bayi. Ibu harus mempertimbangkan diet vitamin A nya sebelum memakan suplemen

BAB IIIKESIMPULAN

1.Pemakain obat selama kehamilan selalu disertai resiko terjadinya pengaruh buruk baik terhadap janin,ibu maupun proses kehamilannya. Besar kecilnya resiko sangat beragam tergantung pada jenis obat, cara pemakaian maupun berbagai karakteristik biologik individual.2.Alasan ( indikasi ) pemakaian obat pada kehamilan harus mutlak, dalam arti tidak ada alternative lain selain farmakoterapi yang memberikan manfaat yang sepadan danfarmakoterapi adalah satu-satunya alternative terapi yang kemungkinan paling bermanfaat.3.Manfaat terapi dari suatu obat harus jelas. Manfaat yang diperoleh harus benar-benar melebihi kemungkinan resiko yang terjadi.4.Pemilihan obat dari suatu kelas terapi dilakukan dengan mengambil obat yang kemungkinan pengaruh buruknya terhadap janin, ibu dan proses kehamilannya relative paling kecil menurut berbagai sumber yang layak.5.Penentuan besar dosis, cara dan lama pemberian harus mempertimbangkan perubahan-perubahan farmakokinetika dan farmakodinamika karena proses kehamilannya. Sebagai contoh proses eliminasi obat pada wanita hamil umumnya berlangsung lebih cepat disbanding wanita tidak hamil.6.Dalam keadaan ragu=ragu untuk memutuskan pemilihan obat , dianjurkan jika mungkin, menunda pemberian obat dan mengacu pada pustaka-pustaka yang ada dan sumber informasi-informasi yang layak.7.Pemakaian kombinasi obat sedapat mungkin dihindari, terutama kombinasi obat yang kemungkinan memberikan efek aditif atau potensiasi terhadap timbulnya pengaruh buruk.8.Obat-obat yang jelas diketahui bersifat teratogenik pemakaiannya harus dihindari pada wanita hamil, juga pada wanita usia mampu hamil, kecuali kalau dipastikan bahwa

Page 46: Apoteker

wanita yang bersangkutan tidak sedang dalam proses kehamilan.9.Efek samping yang terjadi pada janin mungkin tidak berkaitan dengan efek farmakologik obat, dan dapat terjadi kemudian setelah kelahiran.

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

1.IONI2.(Ernest Mutschler, 1996)3.(Santoso, 1990). 4.(Koren dkk, 1998). 5.(CD ROM)6.Australia7.8.(Wood, 2001)Wood, A. J. J, Drug in Pregnancy, 1998, Volume 338 Number 16 1128- 1137Wood, A. J. J, Misoprostol dan Pregnancy, N Eng J Med Vol 344 No. 1 January 4 2001Koren, G., Cohen, M.S., 1998, Aspek khusus dari Farmakologi Perinatal dan Pediatrik dalam Farmakologi dasar dan klinik edisi VI Diaz, S. H., Werler, M. M., Walker, A. M., Mitchell, A. A., 2000, Folic Acid Antagonist During Pregnancy And The Risk Of Birth Defects, November 30, 2000, Volume 343 Numbe 22, 1608 – 1614.nejmSuryati, S., Dwiprahasto, I., Santoso, B., 1990, Kumpulan makalah seminar pemakaian obat pada kehamilan Yogyakarta, 27 Januari 1990, Laboratorium farmakologik klinik FK UGMSantoso, B., 1990, Masalah pemakaian oabt pada kehamilan

SELAMAT DATANG, WELCOME

INTERAKSI OBATPosted by Emmy on Feb 14, '08 7:55 AM for everyone

Ada obat yang harus diminum sebelum atau sesudah makanan. Mengapa dan apa akibatnya bila dilanggar?

Page 47: Apoteker

Saat kita mendapatkan obat dari apotik, kita sering diberi tahu bahwa obat sebaiknya diminum sebelum atau sesudah makan. Kita kadang tidak tahu, untuk apa sebenarnya hal tersebut harus dilakukan. Mengapa obat tertentu harus diminum sebelum makan dan obat lainnya harus diminum sesudah makan. Hal itu sebenarnya berkaitan dengan masalah interaksi obat, sebagai salah satu langkah unttuk menghindari terjadinya interaksi dari suatu obat yang merugikan.

Obat-obatan tertentu seperti tetrasiklin, misalnya, penyerapannya akan berkurang jika di dalam saluran cerna kita terdapat makanan yang berprotein tinggi seperti susu, daging dan sebagainya. Maka, obat itu sebaiknya diminum sebelum makan. Atau, bisa juga, 2 jam sesudah makan. Pengertian interaksi obat secara luas adalah bahwa suatu obat atau makanan mengubah efek obat lain, sehingga kerja obat diubah menjadi lebih efektif (sinergis) atau menjadi kurang aktif (antagonis). Obat-obatan seperti antihistamin (antialergi) yang kerjanya menekan sistem syaraf pusat, dengan akibat mengurangi sejumlah fungsi tubuh seperti koordinasi dan kewaspadaan, akan memberikan efek depresi jika diberikan bersamaan dengan obat penekan sistem syaraf pusat lainnya seperti obat antidepresan.

Hal ini merupakan salah satu contoh sinergisme. Di sisi lain, pemberian obat diabetes bersama-sama dengan obat flu yang mengandung pelega hidung, akan mengurangi efek dari obat diabetes itu sendiri. Dengan demikian, suatu obat yang saling memberikan efek sinergis atau pun antagonis, jika terpaksa harus diberikan bersama sama, haruslah diperhatikan besaran dosisnya.

Obat yang kita minum, di dalam tubuh akan mengalami 4 tahapan proses dasar. Setelah melalui mulut, di dalam lambung obat tersebut mengalami disintegrasi, lalu berada dalam larutan tubuh di dalam usus. Selanjutnya, mengalami tahap pertama berupa penyerapan/absorbs. Setelah itu, obat di distribusikan keseluruh tubuh melalui aliran darah, yang akhirnya akan memberikan efek terapi. Obat tersebut kemudian diurai di dalam hati, menjadi bentuk metabolit yang tidak aktif. Baru setelah itu, obat diekresikan ke dalam urin melalui ginjal. Interaksi obat dapat terjadi pada ke-empat tahapan tersebut.

Jika interaksi terjadi pada dua tahapan pertama, yaitu proses absorbsi dan distribusi, maka akan mempercepat atau memperlambat proses efek terapi obat tersebut. Sementara pada dua tahapan terakhir, yaitu proses penguraian dan eksresi, akan berdampak pada lamanya aksi obat.

Interaksi obat merupakan sarana bagi semua pihak. Pasien, dokter dan farmasis harus bekerjasama, untuk upaya memaksimalisasi pemakiaan obat demi kepentingan pasien. Di era informasi yang serba cepat dan mudah seperti sekarang ini, masyarakat mestinya semakin menyadari untuk menjadi mitra aktif dalam menjaga pemeliharaan kesehatannya sendiri dan keluarga.

Sumber : OTC DIGEST/edisi 2/tahun I/ 9 Oktober 2006.

Page 48: Apoteker