tupoksi apoteker

55
FARMASI FORENSIK Penerapan Sains Farmasi Khususnya Good Laboratories Practice/ ISO 17025 pada Tupoksi Apoteker dalam Pengadaan Bahan Baku di Industri Farmasi Oleh: Kelompok 18 Tugas No.1 Ni Made Lis Dwi Marni (1408515057) Ni Wayan Cita Coky (1408515058) Ni Putu Sanggra Payani (1408515059) PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER JURUSAN FARMASI 1

Upload: detaboomber

Post on 09-Feb-2016

116 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

farmasi forensik

TRANSCRIPT

Page 1: tupoksi apoteker

FARMASI FORENSIK

Penerapan Sains Farmasi Khususnya Good Laboratories Practice/

ISO 17025 pada Tupoksi Apoteker dalam Pengadaan Bahan Baku

di Industri Farmasi

Oleh:

Kelompok 18

Tugas No.1

Ni Made Lis Dwi Marni (1408515057)

Ni Wayan Cita Coky (1408515058)

Ni Putu Sanggra Payani (1408515059)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2014

1

Gelgel W, 02/10/14,
Nilai 75
Page 2: tupoksi apoteker

BAB I

PENDAHULUAN

Pengadaan bahan baku di Indonesia 96% masih dilakukan secara impor, oleh karena itu

unit pengadaan harus mampu melakukan tahap impor barang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Dalam pengadaan bahan baku obat telah dijelaskan dalam Peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.1.3460

Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat pada pasal 2 bahwa yang berhak

memasukkan bahan baku obat ke dalam wilayah Indonesia adalah Industri Farmasi atau

Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang memiliki ijin sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pengadaan bahan awal juga diatur dalam Pedoman Cara

Pembuatan Obat yang Baik tahun 2006 dimana pengadaan bahan awal hendaknya hanya dari

pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan.

Apoteker memiliki peran penting dalam pengadaan dan pengawasan bahan baku Obat di

Industri. Apoteker dalam pengawasan mutu bahan baku obat memiliki peran sangat penting guna

menjamin kualitas bahan baku obat tetap baik. Apoteker dalam menjalankan tugas pokok dan

fungsinya pada proses pengadaan bahan baku ditunjang oleh berbagai peraturan, salah satunya

Kewenangan Apoteker Muda diatur pada pasal 2 pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 377/menkes/per/V/2009 yaitu “Menilai mutu dalam rangka pemilihan pemasok

perbekalaan farmasi, membuat surat pesanan dalam rangka pembelian perbekalan farmasi,

mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan persyaratan/ spesifikasi dalam

rangka pengadaan perbekalan Farmasi melalui pembelian”.

Penilaian mutu terhadap bahan baku obat dilakukan pada saat uji sampel bahan baku obat

dan setelah penerimaan bahan baku obat dari pemasok. Uji kualitas mutu bahan baku dilakukan

dengerpedoman pada Good Laboratory Practice (GLP) dan ISO 17025. Good Laboratory

Practice (GLP) adalah keterpaduan suatu organisasi, fasilitas, personel dan kondisi lingkungan

laboratorium yang benar, sehingga menjamin pengujian di laboratorium selalu direncanakan,

dilaksanakan, dimonitor, direkam, dan dilaporkan sesuai dengan persyaratan kesehatan dan

keselamatan sehingga menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang pada

akhirnya dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. ISO/IEC 17025:2005

(International Organization for Standardization /International Electrical Comission

2

Gelgel W, 02/10/14,
Secara menyeluruh sudah sangat dalam namun struktur penulisan masih belum mudah dipahami sehingga ketika apoteker bekerja akan masih susah memahami langkah2 atau SOP dalam pengadaan sesuai dengan tuntutan tupoksinyaStruktur yg diusulkan:1) Pendhaluluan, seperti usulan diatas memuat gambaran umum sebagai pengantar2) tinjauan Tupoksi apoteker 3) tinjauan umum tentang GLP dan ISO 17025 (pembahasan dikususkan pada peningkatan pelaksanaan tupoksi)4) Analisa Sain Farmasi yg dibutuhkan dalam melaksanakan tupoksi di atas5) contoh kasus penyadaan yang berbasis pada aturan diatas6) simpulan (merangkum bagaimana tupoksi dikerjakan dengan mengaplikasikan sain farmasi)
Gelgel W, 02/10/14,
Pada pendahuluan sebaiknya mengkaji pendhuluan tugas secara menyeluruh dari tugas fungsi pokok apoteker pada pengadaan dan dasar hukum yang mendasari, Sehinga kesimpulannya diperlukan kesadaran apoteker dalam memahami tugas fungsi pokok yang terdapat dalam perUUFarmasi forensik dimengerti sebagai aplikasi ilmu farmasi dalam hukum. Dalam artikel ini akan diulas Tugasfungsi pokok apoteker dalam pengadaan khususnya di Industri Farmasi Dalam menjalankan tugas itu dikaitkan pada persyaratan GLP dan ISO 17025
Page 3: tupoksi apoteker

17025:2005) merupakan persyaratan umum kompentensi laboratorium pengujian dan

laboratorium kalibrasi. Apabila telah terakreditasi maka laboratorium mempunyai kemampuan

teknis dalam menghasilkan data yang akurat dan handal. Dengan pedoman GLP dan ISO 17025

maka bahan baku obat dapat terjamin mutu dan kualitasnya sesuai dengan standar dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3

Page 4: tupoksi apoteker

BAB II

ISI

2.1 Good Laboratory Practice (GLP)/ ISO 17025

Prosedur pengujian sampel bahan baku dilakukan berpedoman pada Good

Laboratories Practise dan persyaratan laboratorium yang digunakan untuk pengujian harus

sesuai dengan spisifikasi yang ada pada ISO 17025. Good Laboratory Practice (GLP)

adalah keterpaduan suatu organisasi, fasilitas, personel dan kondisi lingkungan laboratorium

yang benar, sehingga menjamin pengujian di laboratorium selalu direncanakan,

dilaksanakan, dimonitor, direkam, dan dilaporkan sesuai dengan persyaratan kesehatan dan

keselamatan sehingga menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang

pada akhirnya dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. Menerapkan Good

Laboratory Practice (GLP) pada setiap pengujian.

a. Good planning and execution

b. Good sampling Practice

c. Good analytical Practice

d. Good measurement Practice

e. Good documentation Practice

ISO/IEC 17025:2005 (International Organization for Standardization /International

Electrical Comission 17025:2005) merupakan persyaratan umum kompentensi laboratorium

pengujian dan laboratorium kalibrasi. Apabila telah terakreditasi maka laboratorium

mempunyai kemampuan teknis dalam menghasilkan data yang akurat dan handal. Dengann

pedoman GLP dan ISO 17025 maka bahan baku obat dapat terjamin mutu dan kualitasnya

sesuai dengan standar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Syarat laboratorium sesuai ISO 17025 yaitu:

a. Laboratorium harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk pembelian, penerimaan, dan

penyimpanan pereaksi dan bahan habis pakai laboratorium yang relevan dengan

pengujian mutu dan kalibrasi.

b. Laboratorium harus memastikan bahwa perbekalan pereaksi dan bahan habis pakai sesuai

dengan persyaratan yang ditetapkan.

4

Page 5: tupoksi apoteker

c. Dokumen pembelian barang yang mempengaruhi mutu hasil laboratorium harus berisi

data yang menjelaskan tentang jasa dan perbekalan yang dibeli.

d. Laboratorium harus mengevaluasi pemasok bahan habis pakai perbekalan dan jasa yang

penting yang berpengaruh pada mutu pengujian dan kalibrasi serta harus membuat

evaluasi dan daftar yang disetujui.

(Komite Akreditasi Nasional, tt)

2.2 TUPOKSI apoteker dalam pengadaan bahan baku di insuatri farmasi

Apoteker dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya pada proses pengadaan bahan

baku ditunjang oleh berbagai peraturan, salah satunya UU Nomor 36 tahun 2009 yang

menyebutkan “Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu

sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,

pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,

bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Perryataan serupa juga disebutkan pada PP 51 tahun 2009. Pada Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 377/menkes/per/V/2009 pasal 3 tentang Petunjuk

Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya menyebutkan “Apoteker

mempunyai tugas pokok melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang meliputi penyiapan

rencana kerja kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik, dan

pelayanan farmasi khusus”. Kewenangan Apoteker Muda diatur pada pasal 2 yaitu “Menilai

mutu dalam rangka pemilihan pemasok perbekalaan farmasi, membuat surat pesanan dalam

rangka pembelian perbekalan farmasi, mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak

sesuai dengan persyaratan/ spesifikasi dalam rangka pengadaan perbekalan Farmasi

melalui pembelian”. Sedangkan tugas Apoteker Madya pada pasal 3 adalah “Menganalisis

usulan pembeliaan dalam rangka pengadaan perbekalan Farmasi melalui jalur pembelian”.

Pemerintah berupaya untuk meningkatkan pembangunan kesehatan nasional dimana

beberapa langkah yang dilakukan meliputi pemenuhan ketersediaan obat, meratanya

pendistribusian obat, penjaminan mutu obat serta terjangkaunya harga obat oleh masyarakat.

Upaya ini dipertegas pada pasal 98 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

2009 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 tahun 1998 tentang Kesehatan dimana

5

Page 6: tupoksi apoteker

dijelaskan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/ bermanfaat, bermutu,

dan terjangkau. Selain itu pada pasal 105 ayat 1 dan 2 dijelaskan mengenai persyaratan yang

harus dipenuhi oleh sediaan farmasi dimana untuk obat dan bahan baku obat harus

memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. Dalam pengadaan bahan

baku obat telah dijelaskan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.1.3460 Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan

Bahan Obat pada pasal 2 bahwa yang berhak memasukkan bahan baku obat ke dalam

wilayah Indonesia adalah Industri Farmasi atau Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang

memiliki ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengadaan bahan awal juga diatur dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik tahun

2006 dimana pengadaan bahan awal hendaknya hanya dari pemasok yang telah disetujui dan

memenuhi spesifikasi yang relevan. Pengadaan bahan baku di Indonesia 96% masih

dilakukan secara impor, oleh karena itu unit pengadaan harus mampu melakukan tahap

impor barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Apoteker sebagai

penanggung jawab harus mampu menjamin mutu bahan baku obat. Seperti yang tercantum

pada peraturan kepala BPOM Nomor 28 tahun 2013 “Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional,

Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah

Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu. Selain

harus memenuhi ketentuan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat dan mutu, juga harus

memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor”.

Berdasarkan penjabaran peraturan perundang-undangan di atas, dapat dirangkum

tupoksi apoteker di unit pengadaan bahan baku obat di Industri farmasi sebagai berikut:

a. Perencanaan jenis dan jumlah bahan baku yang akan diadakan.

b. Menilai mutu sampel bahan baku dalam rangka pemilihan pemasok dengan prinsip

GLP dan laboratorium yang tersertifikasi ISO 17025.

c. Membuat kontrak/kesepakatan kerja dengan pemasok yang dipilih.

d. Melakukan pengujian mutu dari bahan baku yang akan digunakan dengan prinsip GLP

dan laboratorium yang tersertifikasi ISO 17025.

e. Membuat surat pesanan dalam rangka pembelian bahan baku dan melakukan impor

bahan baku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6

Page 7: tupoksi apoteker

f. Penerimaan, pemeriksaan dan pelabelan bahan baku yang telah dipesan serta

mendokumentasikannya.

g. Pengujian kembali untuk memastikan mutu bahan baku dengan prinsip GLP dan

laboratorium yang tersertifikasi ISO 17025.

h. Pemindahan bahan baku lolos uji ke gudang penyimpanan.

i. Pengembalian atau pereturnan bahan baku yang tidak lolos uji ke pemasok.

2.2.1 Penerapan Sains Farmasi Dalam Pengadaan Bahan Baku Obat

Ilmu farmasi (pharmaceutical science) sangat berperan dalam pengendalian mutu

obat, untuk menjamin bahwa obat tersebut aman, bermutu, dan berkhasiat bagi

masyarakat. Penjaminan mutu bahan baku obat dilakukan dengan berpedoman pada

Good Laboratories Practise dan ISO 17025. Untuk dapat melaksanakan tupoksi

apoteker terkait dengan pengadaan bahan baku obat di Industri Farmasi, diperlukan

kajian ilmu farmasi terkait yang mendasari kompetensi apoteker dalam menjalankan

tupoksi tersebut. Ilmu farmasi (Pharmaceutical science) yang dibutuhkan antara lain:

- Ilmu Manajemen Farmasi

Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan ilmu dan seni

untuk mencapai tujuan organisasi (Seto dkk, 2008).

- Ilmu Farmasi Forensik

Ilmu farmasi forensik sangat penting bagi apoteker dalam menjalankan peran

dan fungsi pokoknya dalam bidang pengadaan bahan baku obat di industri farmasi.

Ilmu farmasi forensik dapat diaplikasikan untuk kepentingan peradilan, dimana

ilmu ini sangat berguna bagi apoteker untuk menghindari kesalahan-kesalahan

dalam hukum terutama dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Selain itu agar

apoteker dapat lebih disiplin dan fokus dalam melaksanakan tugasnya. Ilmu farmasi

forensik ini digunakan untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan pengadaan bahan baku di Industri Farmasi.

- Ilmu Komunikasi

- Ilmu Mikrobiologi

- Good Laboratory Practice (GLP) dan ISO 17025

7

Page 8: tupoksi apoteker

- Analisis Farmasi

- Kimia Analisis

2.2.2 Tupoksi Apoteker dalam Pengadaan Bahan Baku Obat di Industri Farmasi

Tugas pokok dan fungsi apoteker dalam pengadaan bahan baku obat di industri farmasi

meliputi:

A. Perencanaan Jenis dan Jumlah Pengadaan Bahan Baku

Proses pengadaan obat di industri farmasi mengacu pada Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB), Good Pharmaceutical Procurement (GPP), Good Laboratories

Practice (GLP) dan ISO 17025. Perencanaan bahan baku dibuat oleh apoteker di PPIC

berdasarkan forecast marketing yang dibuat oleh DepartementMarketing. Apoteker

bagian pengadaan menganalisis usulan jenis dan jumlah bahan baku yang akan dibeli,

analisis dapat dilakukan dengan menerapkan ilmu manajemen farmasi yaitu dengan:

a. Perhitungan kebutuhan bahan baku

Perhitungan kebutuhan bahan baku dapat menggunakan metode sebagai berikut :

- Metode konsumsi yaitu perhitungan kebutuhan bahan baku yang dibuat

berdasarkan data real kebutuhan bahan baku periode sebelumnya.

- Metode epidemiologi yaitu perhitungan kebutuhan bahan baku yang dibuat

berdasarkan penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi

dimasyarakat.

- Metode kombinasi antara metode epidemiologi dan metode konsumsi, dimana

metode ini yang paling sering digunakan oleh Industri Farmasi.

b. Analisa penghitungan jenis dan jumlah kebutuhan bahan baku

Analisa penghitungan jenis dan jumlah kebutuhan bahan baku dengan metode

yang dapat digunakan adalah metode analisa pareto (ABC). Analisis Pareto dibagi

menjadi tiga kelas berdasarkan volume persediaan secara keseluruhan dan nominal

(rupiah) dari setiap item barang.

Langkah-langkah untuk menentukan kelompok A, B dan C:

- Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing bahan baku dengan

cara kuantum bahan baku x harga bahan baku.

- Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.

8

Page 9: tupoksi apoteker

- Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.

- Hitung kumulasi persennya.

- Bahan baku Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.

- Bahan baku Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%.

- Bahan baku Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s.d 100%.

Untuk mengontrol persediaan barang di gudang maka dilakukan buffer stock yaitu

bahan baku atau produk jadi yang harus tersedia, untuk produk pareto atau fast

moving (kelas A), buffer stock dilakukan minimal 2 bulan penggunaan, sedangkan

untuk produk yang bukan pareto atau slow moving (kelas B,C) dilakukan minimal 1 

bulan penggunaan. Buffer stock biasanya 10% dari pemesanan bahan awal.

c. Sistem perencanaan bahan baku

Rancangan kebutuhan bahan baku disesuaikan dengan prinsip farmakoekonomi yaitu

total cost efective dengan pemanfaatan biaya minimal dan mutu bahan baku yang

maksimal. Sistem perencanaan bahan baku dapat dilakukan sebagai berikut:

- Penentuan kuantum stok ditetapkan berdasarkan hasil produksi tahun sebelumnya

dibagi 12 bulan dan stok minimum adalah persediaan untuk tiga bulan.

- Penentuan jumlah ditentukan dengan cara RE Order Level ( ROL ), yaitu kuantum

yang menyebutkan waktu dilakukan order kembali.

- Jadwal penerimaan pesanan untuk bahan baku adalah 3 bulan dari tanggal SPPB

(Surat Permohonan Pemesanan Bahan).

- Jumlah yang di butuhkan termasuk untuk buffer stock, bila kurang akan dibuatkan

SPPB ( Surat Permohonan Pemesanan Bahan ).

d. Jumlah permintaan pemesanan bahan baku

Jumlah permintaan pemesanan bahan baku dengan mempertimbangan beberapa

kemungkinan yaitu :

- Pesanan dipenuhi 100 % karena bahan baku tersedia, SDM mencukupi dan

kapasitas mesin besar.

- Pesanan tidak dipenuhi sama sekali karena bahan baku kosong atau mesin

produksi rusak.

- Pesanan dipenuhi sebagian atau kurang dari 100 % karena keterbatasan bahan dan

kapasitas produksi.

9

Page 10: tupoksi apoteker

- Jumlah pesanan dapat ditambah atau dikurangi, hal tersebut terjadi karena adanya

beberapa faktor, yaitu kapasitas produksi terbatas, stok obat di pasaran masih

banyak, serta bahan baku tidak lengkap.

Bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat

yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku

farmasi (CPOB, 2012). Misalnya pada suatu Industri Farmasi memproduksi sediaan non

steril, maka bahan baku yang dibutuhkan untuk tablet adalah:

- Bahan Aktif

Adalah bahan baku yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit.

- Bahan Pengisi

Bahan pengisi adalah bahan tambahan yang berfungsi untuk membuat kecocokan

berat dan ukuran tablet. Bahan ini diperlukan untuk formulasi tablet dengan dosis

kecil. Contoh bahan pengisi tablet:

o Bahan pengisi yang larut : Laktosa, sukrosa, mannitol dan sorbitol

o Bahan pengisi yang tidak larut : Ca-sulfat, Ca-carbonat, Ca-fosfat dibasa,

amilum, amilum termodifikasi dan mikrokristalin selulosa

- Bahan Pengikat

Bahan ini membantu mengikat granul-granul menjadi tablet dalam proses

pengempaan. Contoh bahan pengikat tablet: Mucilago gom arab dan

Polivinilpirolidon (PVP).

- Bahan Penghancur

Bahan yang dapat membantu pemecahan atau penghancuran tablet setelah

pemberian sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, sehingga lebih

mudah terdisolusi dan diabsorbsi oleh tubuh. Contoh bahan penghancur: Amylum

manihot kering, Gelatinum, Agar-agar, Natrium alginat.

- Bahan Pelicin

Bahan yang dapat meningkatkan aliran granul memasuki cetakan tablet dan

mencegah melekatnya granul pada punch dan die serta membuat tablet-tablet

menjadi bagus dan mengkilat. Contoh bahan pelican: Talcum 5%, Magnesium

Stearat, dan Asam Stearat.

- Bahan Tambahan

10

Page 11: tupoksi apoteker

Bahan tambahan termasuk dalam Coringen saporis, Coringen Odoris dan

Coringen Colouris (Pewarna, Perasa, Aroma).

B. Pemilihan Pemasok

Apoteker memilih pemasok dengan beberapa pertimbangan seperti pemasok harus

memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku, mutu bahan baku yang ditawarkan,

ketersediaan bahan baku, aspek ekonomi dan lead time dari pemesanan bahan baku

sampai diterima oleh Industri Farmasi. Pembelian bahan awal adalah salah satu proses

produksi yang penting sehingga harus melibatkan staff yang mempunyai pengetahuan

khusus dan menyeluruh tentang pemasok. Pada pemilih pemasok, apoteker harus

mengetahui kriteria pemilihan pemasok bahan baku, yaitu:

a. Pemasok telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan

produksi dan penjualan (telah terdaftar)

b. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku

c. Pemasok telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000

d. Pemasok memiliki reputasi yang baik

e. Pemasok dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab PBF tidak sedang

dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian

f. Pemasok selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok bahan

baku.

Hal-hal yang perlu dipertimbangan dalam memilih pemasok bahan baku di industri

adalah sebagai berikut:

1) Harga Bahan Baku

Harga bahan baku merupakan hal penting dalam penyusunan perhitungan besarnya

dana yang harus disediakan untuk mengadakan bahan baku tersebut. Seorang

apoteker hendaknya mampu untuk menjamin dana yang tersedia mencukupi untuk

mengadakan semua bahan baku yang diperlukan (WHO, 1999).

2) Biaya Pengadaan

Biaya yang dimaksud disini adalah biaya pemesanan atau pembelian dan biaya

penyimpanan ketika bahan tersebut sudah ada atau tersedia (WHO, 1999).

3) Waktu Tunggu

11

Page 12: tupoksi apoteker

Waktu tunggu adalah tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan

baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu ini berhubungan erat

dengan penentuan saat pemesanan kembali. Dengan waktu tunggu yang tepat maka

industri akan dapat membeli pada saat yang tepat pula, sehingga resiko penumpukan

persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin (WHO,

1999).

Pembelian bahan baku dilakukan dengan memilih pemasok yang telah memenuhi

spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan langsung dari produsen untuk

memperoleh harga yang lebih murah. Pabrik pemesan bahan baku dapat membicarakan

spesifikasi bahan baku yang diinginkan dengan pemasok. Dalam melakukan pengadaan

bahan, seorang apoteker harus memperhatikan spesifikasi bahan awal yang meliputi:

a. Deskripsi bahan, termasuk:

- Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal

- Rujukan monografi farmakope, bila ada

- Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan

- Standar mikrobiologis, bila ada

b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian

c. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan

d. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.

C. Pembuatan Kontrak dengan Pemasok

Setelah memilih pemasok bahan baku, apoteker harus melaksanakan kontrak

pembelian dengan pemasok. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat

secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang

dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas

yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus

menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch produk untuk diedarkan yang

menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (CPOB, 2012). Aspek

teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten yang mempunyai

pengetahuan yang sesuai di bidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat

12

Page 13: tupoksi apoteker

yang Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan

disetujui oleh kedua belah pihak (CPOB, 2012). Kontrak juga harus dapat menguraikan

secara jelas penanggung jawab pengadaan, pengujian dan pelulusan bahan, produksi dan

pengendalian mutu, termasuk pengawasan selama proses, dan penanggung jawab

pengambilan sampel dan fungsi analisis.

Adapun metode yang dapat digunakan dalam kesepakatan tentang jaminan mutu

bahan yang dipasok yaitu:

- Penyertaan data inspeksi atau pengujian yang ditetapkan dan catatan pengendalian

proses dari pemasok.

- Evaluasi praktik pengendalian mutu pemasok secara berkala oleh pembeli.

- Inspeksi atau pengujian penerimaan bahan baku dengan melakukan pengambilan

contoh oleh pemasok.

- Inspeksi atau pengujian atau penyortiran oleh pembeli (Industri Farmasi).

Setelah terjadinya kesepakatan antara apoteker pihak pengadaan dengan pemasok, maka

pemasok akan mengirimkan sampel bahan baku yang akan dipesan.

Dalam hal pemilihan pemasok, pemasok harus memenuhi persyaratan hukum

seperti: pemasok telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan

produksi dan penjualan (telah terdaftar), memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF)

yang masih berlaku, pemasok telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan

ISO 9000, pemasok memiliki reputasi yang baik, pemasok dan atau Apoteker/Asisten

Apoteker penanggung jawab PBF tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan

yang berkaitan dengan profesi kefarmasian. Dengan pengetahuan hukum yang dimiliki,

apoteker dapat memilih pemasok yang memenuhi syarat hukum, sehingga tidak akan

terjadi kendala hukum dalam proses pembelian bahan baku dan kemungkinan untuk

menerima bahan baku palsu kecil.

Apoteker harus mengetahui peraturan-peraturan mengenai impor bahan baku.

Importasi Bahan Baku Obat  (BBO), diatur dalam:

a. SK MenKes RI No. 287/Men.Kes/SK/XI/76 Tahun 1976 tentang Pengimporan,

Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Baku Obat,

pasal1:

Pengimporan bahan baku obat hanya dapat dilakukan oleh :

13

Page 14: tupoksi apoteker

(1)  Pedagang Besar Farmasi Penyalur Bahan Baku Obat yang memiliki ijin impor.

(2)  Pabrik Farmasi yang memiliki ijin impor, untuk digunakan sendiri.

b. Peraturan Ka Badan POM RI No. HK.00.05.1.3460 Thn 2005 tentang Pengawasan

Pemasukan Bahan Baku Obat,

- pasal 2 : Yang berhak memasukkan bahan baku obat ke dalam wilayah Indonesia

adalah Industri farmasi atau Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang memiliki

ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- pasal 3 : Pemasukan bahan baku obat oleh Industri Farmasi atau Pedagang Besar

Bahan baku Farmasi selain harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku di bidang impor, juga harus mendapat persetujuan

pemasukan bahan baku obat dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

- Pasal 4

1) Persetujuan pemasukan bahan baku obat diberikan atas dasar permohonan.

2) Setiap permohonan hanya berlaku untuk satu kali pemasukan.

3) Permohonan diajukan oleh Industri Farmasi atau Pedagang Besar Bahan Baku

Farmasisecara tertulis kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

4) Proses persetujuan pemasukan bahan baku obat diberikan dalam waktu

selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja.

- Pasal 5

1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, harus dilengkapi

dengan:

a. Surat permohonan yang ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab;

dan

b. Sertifikat analisa yang sah dari produsen untuk setiap bets bahan baku

obat yang dimasukkan

- Pasal 6: Semua pemasukan bahan baku obat harus didokumentasikan dengan

baik sehingga mudahdilakukan pemeriksaan dan penelusuran kembali serta

setiap saat dapat diperiksa oleh petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan

dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan format

Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik berdasarkan Keputusan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.2522 Tahun 2003.

14

Page 15: tupoksi apoteker

- Pasal 7

1). Setiap Industri Farmasi atau Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang

memasukan bahanbaku obat ke dalam wilayah Indonesia tanpa persetujuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dikenakan tindakan

administratif.

2). Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa:

a) Peringatan tertulis

b) Penghentian sementara kegiatan, atau

c) Tindakan administratif lain dan atau tindakan pidana sesuai dengan

ketentuan peraturanperundang-undanagan yang berlaku.

D. Pengujian sampel dari bahan baku yang akan digunakan

Dalam proses pengujian sampel bahan baku unit pengadaan bekerjasama dengan

unit Quality Control (QC). Unit pengadaan memberikan instruksi kepada QC untuk

melakukan pengujian terhadap sampel yang akan dibeli. Sampel diambil oleh personil

QC dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian pengawasan mutu. Sampel

bahan awal hendaklah di uji sesuai dengan spesifikasinya. Pemenuhan terhadap sebagian

atau keseluruhan spesifikasi dapat ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang dapat

diperkuat dengan pengujian yang dilakukan sendiri. Pada tahap ini bagian pengadaan

diharapkan dapat memberikan daftar data pengujian yang dibutuhkan, untuk dapat segera

ditindak lanjuti oleh bagian QC. Unit pengadaan tidak terlibat dalam pengujian sampel

bahan baku, tetapi harus mengetahui pengujian-pengujian yang dilakukan oleh unit QC.

Jenis Pengujian-pengujian yang perlu dilakukan terhadap bahan baku adalah sebagai

berikut:

- Uji Organoleptis: Warna, Bau, Rasa

- Uji Sifat Fisika Kimia: Pemerian, Kelarutan, PH, Titik didih dan titik lebur, Rotasi

optik

- Uji mikroba

Uji mikroba dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam

semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi, dan

untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu.

15

Page 16: tupoksi apoteker

- Uji sterilitas

Uji ini dapat digunakan untuk menetapkan apakah bahan baku steril memenuhi

persyaratan seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Mengingat

kemungkinan adanya bahan kontaminan dari lingkungan.

- Uji Batas:

a. Aluminium

Prosedur ini disediakan untuk menunjukkan bahwa kandungan dari aluminium

(Al) tidak melebihi batas yang diberikan dalam monografi. zat diberi label

dimaksudkan untuk digunakan dalam hemodialisis

b. Arsen (As)

Prosedur ini dimaksudkan untuk menentukan adanya sesepora arsen. Kandungan

arsen pada bahan baku tidak boleh melebihi batas yang tertera dalam masing-

masing monografi.

c. Besi (Fe)

Uji batas besi digunakan untuk menunjukan bahwa kandungan besi, dalam bentuk

besi (III) atau besi (II) tidak melebihi dari batas besi yang tertera pada masing-

masing monografi.

d. Dioksin

Uji batas berikut diberikan sebagai prosedur umum, bila tertera pada monografi

masing-masing. Untuk penetapan cemaran 1,4-dioksin secara kromatografi gas.

e. Klorida dan Sulfat

Uji batas Cl dan S merupakan prosedur umum menetapkan batas klorida dan

sulfat yang tertera pada masing-masing monografi.

f. Logam Berat

Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa cemaran logam dengan ion

sulfide menghasilkan warna pada kondisi penetapan dan tidak melebihi batas

logam berat yang tertera pada masing-masing monografi, dinyatakan dalam %

(bobot) timbal dalam bahan yang diuji.

16

Page 17: tupoksi apoteker

g. 4-Epianhidro-tertrasiklin

Cara uji dengan kromatografi ini digunakan untuk menunjukkan kandungan 4-

epianhidrotetrasiklin sebagai hasil uraian tetrasiklin tidak melebihi batas yang

tertera pada masing-masing monografi.

- Uji Bahan Tambahan dalam Vaksin dan Imunoserum

Fenol kecuali dinyatakan lain dalam monografi. Vaksin dan imunoserum yang

mengandung fenol sebagai pengawet tidak lebih dari 0,25%, Formaldehida bebas

tidak lebih dari 0,02%, bila ditetapkan dengan prosedur dalam Farmakope.

- Uji Bahan Partikulat

Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut dan melayang, kecuali gelembung

gas yang tidak sengaja ada dalam larutan parenteral. Kandungan bahan partikulat

dalam sediaan larutan harus sesuai dengan persyaratan pada masing-masing

monografi.

- Uji Serbuk Kaca

- Uji Biologi Plastik dan Polimer lain

- Uji Kimia Fisika Plastik

(USP, 2006; Depkes RI, 1995)

Prosedur pengujian sampel bahan baku dilakukan berpedoman pada Good

Laboratories Practise dan persyaratan laboratorium yang digunakan untuk pengujian

harus sesuai dengan spisifikasi yang ada pada ISO 17025. Syarat laboratorium sesuai ISO

17025 yaitu:

a. Laboratorium harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk pembelian, penerimaan,

dan penyimpanan pereaksi dan bahan habis pakai laboratorium yang relevan dengan

pengujian mutu dan kalibrasi.

b. Laboratorium harus memastikan bahwa perbekalan pereaksi dan bahan habis pakai

sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

c. Dokumen pembelian barang yang mempengaruhi mutu hasil laboratorium harus

berisi data yang menjelaskan tentang jasa dan perbekalan yang dibeli.

d. Laboratorium harus mengevaluasi pemasok bahan habis pakai perbekalan dan jasa

yang penting yang berpengaruh pada mutu pengujian dan kalibrasi serta harus

membuat evaluasi dan daftar yang disetujui.

17

Page 18: tupoksi apoteker

Setelah hasil pengujian didapat, unit pengadaan harus melakukan pengecekan

hasil uji dengan buku acuan standar yang berlaku yaitu Farmakope Indonesia. Misalnya

dalam produksi tablet Parasetamol, bahan baku yang digunakan adalah bahan aktif

Parasetamol bahan pelicin Magnesium stearat, bahan pengisi laktosa, bahan penghancur

gelatinum dan bahan pengikat Polivinilpirolidon (PVP). Dilakukan pengujian mutu dari

masing-masing bahan baku tersebut, dimana bahan baku yang baik atau yang lolos uji

adalah bahan baku yang memenuhi persyaratan di Farmakope Indonesia atau buku

acuan standar lainnya.

Hasil pengujian dari masing-masing bahan baku harus dicatat oleh unit

pengadaan, dimana hal-hal yang harus dicatat seperti:

a. Nama bahan atau produk, dan bentuk bahan baku

b. Nomor bets, produsen dan/atau pemasok

c. Referensi ke spesifikasi yang relevan dan prosedur pengujian

d. Hasil uji, termasuk observasi, kalkulasi, dan referensi ke sertifikat analisis

e. Tanggal pengujian

f. Paraf analis yang melakukan pengujian

g. Paraf orang yang melakukan verifikasi pengujian dan kalkulasi

h. Pernyataan yang jelas tentang pelulusan atau penolakan atau status lain,

tanggal dan tanda tangan dari personil penanggung jawab.

Apabila sampel bahan baku memenuhi spesifikasi uji yang ditetapkan dan telah

diverifikasi sesuai dengan Farmakope Indonesia dan acuan standar lainnya, maka dapat

dilakukan pemesanan bahan baku skala bulk ke pemasok yang telah dipilih.

E. Pemesanan Bahan Baku

Apoteker yang berada dalam unit pengadaan harus mampu melaksanakan impor

bahan baku sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Bahan baku di Indonesia

95% adalah bahan impor sehingga Apoteker harus bisa melakukan prosedur impor

dimulai dari:

a. Membuat surat Persetujuan Pemasukan Bahan Baku Obat yang di kirim ke Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan

18

Page 19: tupoksi apoteker

b. Membuat surat keterangan impor (SKI) dengan melampirkan: sertifikasi analisis,

lembar data keamanan dan atau spesifikasi bahan (nomor batch, kode produksi,

tanggal produksi, tanggal kadaluarsa).

c. Surat pernyataan tujuan penggunaan, faktur (invoice), packing list, dokumen

Certificate of Analysis (CoA) untuk setiap batch, invoice dan Air Way Bill (AWB)

atau Bill of Loading (BOL) dan bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP).

d. Sertifikat CPOB yang masih berlku dari otoritas setempat. Dokumen tersebut

diupload ke aplikasi e-bpom atau diserahkan dalam bentuk hard copy ke Kantor

BPOM, kemudian BPOM akan meneruskan berkas pemesanan ke pemasok

bersangkutan.

(BPOM, 2013)

F. Penerimaan dan Pelabelan

Penerimaan bahan baku obat dilakukan oleh apoteker, dimana apoteker harus

memastikan bahwa kiriman bahan baku obat yang diterima benar. Hal itu dilakukan

dengan cara :

a) Mencocokkan surat pesanan dengan Faktur atau nota barang

b) Mencocokkan barang datang dengan faktur atau nota barang

c) Mencocokkan barang datang dengan surat pesanan

Selain itu apoteker juga harus mengecek kualitas barang seperti:

- Expired date, memastikan barang yang datang tidak kadaluarsa.

- Pemeriksaan secara visual kualitas kemasan, produk (utuh, warna, dan bau),

memastikan tidak terjadi perubahan selama proses pengiriman.

- Suhu waktu datang, untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, memastikan stabilitas

tidak berubah selama proses pengiriman barang hingga barang datang

Pada proses penerimaan bahan baku obat juga perlu adanya pendokumentasian bahan

yang datang, meliputi:

- Nama Perusahaan

- Nama Bahan/ Pengemas

- Nomer Batch

19

Page 20: tupoksi apoteker

- Tanggal penerimaan

- Jumlah Bahan

- Nama Pemasok

- Paraf penerima bahan

Gambar 1. Catatan Penerimaan Bahan Awal ditanda tangani oleh Kepala Gudang Bahan

Jika telah sesuai, bagian pembelian membuat surat bukti titipan barang sementara

(BTBS) dan diberi label kuning sebagai tanda bahwa barang tersebut berstatus karantina.

Nama Industri :KARANTINA

Nama Bahan :

20

Page 21: tupoksi apoteker

Jumlah Bahan : Tanggal Penerimaan

No. Batch Tanggal Pengambilan

ED bahan No. Wadah

Nama

Pemasok

Tanggal Pengujian

Gambar 2. Contoh Label Bahan Baku dalam Proses Karantina

Label yang menunjukkan status bahan baku ditempel oleh personil yang ditunjuk

oleh kepala bagian pengawasan mutu. Untuk mencegah kekeliruan bahan baku, label

tersebut hendaknya berbeda dengan label yang digunakan oleh pemasok (misal dengan

mencantumkan nama atau logo perusahaan). Bila status bahan mengalami perubahan,

maka label penunjuk status juga harus diubah.

G. Pengujian Kembali untuk Memastikan Mutu Bahan Baku Sebelum di Produksi

Setelah proses pendokumentasian bahan baku yang diterima dilakukan proses

pengujian ulang terhadap bahan baku. Sebelum bahan baku masuk gudang bagian QC

akan melakukan pemeriksaan. Bahan baku yang diperiksa dimasukkan ke daerah

karantina (diberi rantai kuning/ diberi label Quarantined berwarna kuning) hingga

dikeluarkan pernyataan released dari QC. Jika dinyatakan released maka dalam waktu

yang sama rantai segera dilepas oleh petugas QC dan petugas gudang menempelkan

label Released (hijau), sedangkan barang yang ditolak QC diberi label Rejected (merah)

dan dipindahkan ke lokasi reject atau ditolak. Penetapan status (ditolak atau diluluskan)

berdasarkan hasil pemeriksaan. Pelulusan ataupun penolakan harus dibuat secara tertulis

dan dikomunikasikan kepada bagian terkait, misalnya produksi, pembelian, logistik dan

sebagainya. Diberikan tanda pelulusan atau penolakan secara fisik pada kemasan bahan

tersebut dan dicatat pada sistem dokumen yang digunakan. Bahan awal yang diterima

harus mempunyai label identitas dan label status yang jelas. Dapat juga diberikan label,

keamanan, label penanganan yang disarankan, label tempat penyimpanan, informasi

tentang alat pelindung yang harus dipakai dan sebagainya. Label tersebut tidak boleh

menutupi label identitas asli bahan awal.

21

Page 22: tupoksi apoteker

Pengujian dilakukan oleh unit QC dengan prosedur yang sama seperti pada

pengujian sampel sebelum pembelian. Untuk menghindari tercampurnya bahan baku

maka perlu dilakukan proses dokumentasi dan pelabelan mengenai status bahan baku

yang mencakup data sebagai berikut:

a) Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan

b) Nomor batch/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan, tanggal

penerimaan bahan awal, nama pemasok, tanggal kedaluwarsa bahan (bila ada), dan

paraf penerima

c) Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak), tanda tangan/paraf

bagian pengawasan mutu,

d) Tanggal daluarsa atau tanggal uji ulang bila perlu (CPOB, 2012).

H. Pemindahan Bahan Baku Lulus Uji ke Gudang Penyimpanan

Untuk bahan baku obat yang lolos uji diberi label hijau oleh bagian laboratorium

pengujian dan dibuat bon penerimaan. Label bahan baku obat yang lolos uji dapat

dilihat pada gambar 3.

Nama Indutri : Bagian Pengawasan Mutu

LULUS UJI

Nama Bahan : No. Batch :

Pemasok : No. Laporan Penerimaan :

No. Sertifikat Analisis : ED bahan :

Tanggal Uji Ulang :

Paraf Penguji

Gambar 3. Contoh Label Status Bahan Bahan Baku yang Lulus Uji

Penyimpanan dilakukan sesuai CPOB untuk menjamin kualitas bahan baku. Agar

dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka gudang penyimpanan harus memenuhi

persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan obat yang baik

(CPOB), diantaranya:

22

Page 23: tupoksi apoteker

a. Harus ada prosedur tetap (Protap) yang mengatur tata cara kerja bagian gudang

termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan barang,

penyimpanan, dan distribusi barang atau produk.

b. Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam keadaan

kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur.

c. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar atau

mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut-pelarut organik).

d. Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room) dengan

kualitas ruangan seperti ruang produksi (grey area).

e. Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) atau

FEFO (First Expired First Out).

Area penyimpanan harus dirancang untuk memastikan kondisi penyimpanan yang

baik sebagai berikut:

a. Kebersihan dan hygiene.

b. Kelembaban (kelembaban relatif tidak lebih dari 60%).

c. Suhu harus berada dalam batasan yang diterima (8-25°C)

d. Bahan dan material yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan

lantai.

e. Jarak antar bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi.

f. Pallet harus disimpan dalam kondisi yang bersih dan terawat

Beberapa sistem penyimpanan yang dapat digunakan yaitu:

- Penyimpanan berdasarkan status bahan baku dibedakan ke dalam status karantina,

diluluskan dan ditolak.

- Penyimpanan bahan baku berdasarkan bentuk sediaan dibedakan ke dalam bagian

solida, semi solida, dan liquida.

- Penyimpanan berdasarkan penggolongan obat dikhususkan untuk bahan baku

narkotik, psikotropik, dan prekursor. Penyimpanan bahan baku golongan ini

terdapat di tempat khusus dan terkunci.

Bahan baku yang disimpan akan diuji ulang dan dibuatkan jadwal pengujiannya.

Pemeriksaan ulang bahan aktif dilakukan tiap satu tahun sekali, sedangkan untuk bahan

tambahan dilakukan dua tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan ulang menyatakan barang

23

Page 24: tupoksi apoteker

tersebut sudah tidak memenuhi syarat lagi, maka barang tersebut diberi label DITOLAK

kemudian dikembalikan ke pemasok (Mardiah, 2008).

H. Pereturan Bahan Tidak Lolos Uji

Apabila hasil pemeriksaan ulang laboratorium tidak lulus maka bahan baku diberi

label merah dan diberi tulisan DITOLAK kemudian dikembalikan ke pemasok disertai

dengan surat pengembalian dan sesuai dengan kesepakatan pada kontrak. Label bahan

baku obat yang tidak lolos uji dapat dilihat pada gambar 4.

Nama Indutri : Bagian Pengawasan Mutu

DITOLAK

Nama Bahan : No. Batch :

Pemasok : No. Laporan Penerimaan :

No. Sertifikat Analisis : ED bahan :

Tanggal Uji Ulang :

Paraf Penguji

Gambar 4: Contoh Label Status Bahan Bahan Baku yang Ditolak

Apoteker menginformasikan kepada pemasok bahwa ada bahan baku yang tidak

lulus uji sehingga harus dilakukan pengembalian/ pereturan sesuai dengan kesepakatan

kerja dalam kontrak selama kontrak tersebut masih berlaku. Apoteker menyiapkan

dokumentasi yang lengkap tentang kondisi bahan baku yang ditolak (hasil pengujian dari

unit QC dengan acuan standar Farmakope Indonesia). Pereturan bahan baku disertai

dengan surat pengembalian.

24

Page 25: tupoksi apoteker

BAB III

CONTOH PENGADAAN BAHAN BAKU UNTUK PRODUKSI TABLET

PARASETAMOL DI INDUSTRI FARMASI

Tablet Parasetamol yang akan diproduksi pabrik memerlukan bahan baku yaitu zat aktif

parasetamol, bahan pelicin magnesium stearat, bahan pengisi laktosa, bahan penghancur

gelatinum dan bahan pengikat Polivinilpirolidon (PVP). Alur pengadaan bahan baku tablet

Parasetamol di Industri farmasi yaitu:

3.1 Perencanaan Jenis dan Jumlah Pengadaan Bahan Baku

Misalnya unntuk membuat 1 tablet parasetamol dibutuhkan bahan baku dengan jumlah

sebagai berikutL:

- Zat aktif Parasetamol 0,5%

- Magnesium stearat 4%

- Gelatinum 3%

- Polivinilpirolidon 2%

- Laktosa add 100%

Jika ingin dibuat 1000000 tablet dalam 1 batch maka semua bobot bahan dikalikan

1000000 sehingga dibutuhkan: parasetamol 500000 gram, Magnesium stearat 4000000

25

Page 26: tupoksi apoteker

gram, gelatinum 3000000 gram, Polivinilpirolidon 2000000 gram dan laktosa 90500000

gram. Jika dalam sekali produksi skalanya lebih besar maka dikalikan saja dengan bobot

masing-masing bahan baku.

3.2 Pemilihan Pemasok

Dipilih pemasok yang memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku, mutu bahan

baku yang ditawarkan, ketersediaan bahan baku, aspek ekonomi dan lead time dari

pemesanan bahan baku sampai diterima oleh Industri Farmasi. Adapun pemasok bahan

baku untuk tablet parasetamol yang dapat dipilih seperti:

- Zat aktif parasetamol : Changsu Huagang, Hebei Jiheng, China

Supplier Mervin, Ijin PBBBF : HK.07.PBBBF/I/751/09

- Magnesium stearat : Faci, Italy

Supplier Mervin, Ijin PBBBF : HK.07.PBBBF/I/751/09

- Gelatinum : Gelita, Australia

Supplier Mervin, Ijin PBBBF : HK.07.PBBBF/I/751/09

- Polivinilpirolidon : Sawittoku Chemical Laboratories

- Laktosa : Pd Anugerah, Tangerang, Banten, Indonesia

3.3 Pembuatan Kontrak dengan Pemasok

Setelah memilih pemasok bahan baku, apoteker harus melaksanakan kontrak

pembelian dengan pemasok. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat

secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang

dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak

tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang

menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Setelah terjadinya

kesepakatan antara apoteker pihak pengadaan dengan pemasok, maka pemasok akan

mengirimkan sampel bahan baku yang akan dipesan.

3.4 Pengujian sampel dari bahan baku yang akan digunakan

Dalam proses pengujian sampel bahan baku unit pengadaan bekerjasama dengan

unit Quality Control (QC). Unit pengadaan memberikan instruksi kepada QC untuk

26

Page 27: tupoksi apoteker

melakukan pengujian terhadap sampel yang akan dibeli. Sampel diambil oleh personil

QC dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian pengawasan mutu. Sampel

bahan awal hendaklah di uji sesuai dengan spesifikasinya. Pada tahap ini bagian

pengadaan memberikan daftar data pengujian yang dibutuhkan, untuk dapat segera

ditindak lanjuti oleh bagian QC.

Berikut adalah contoh syarat bahan baku yang tertera di Farmakope Indonesia

Edisi IV untuk bahan aktif Parasetamol dan bahan pelicin Magnesium stearat.

1. Parasetamol

- Kesesuaian dengan monografi

Parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau dan rasa sedikit pahit.

- Kelarutan

Larut dalam air mendidih, dalan laruran NaOH 1 N, dan mudah larut dalam etanol.

- Uji kemurnian dan uji fisik

Parasetamol memiliki jarak lebur 168-1720C, sisa pemijaran tidak boleh lebih dari

0,1% dan kandungan logam beratnya tidak boleh lebih dari 10 bpj.

- Uji Identifikasi

Untuk mengidentifikasi parasetamol dapat dilakukan dengan metode

Spektrofotometri infra merah, Spektrofotometri ultraviolet, dan metode

Kromatografi lapis tipis.

- Penetapan kadar

Parasetamol yang terkandung pada bahan baku ditentukan kadarnya menggunakan

metode spektrofotometri pada panjang gelombang 244nm dengan baku

pembandingnya parasetamol BPFI. Bahan baku parasetamol memenuhi syarat jika

mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101% C8H9NO2 dihitung

terhadap zat anhidrat.

(Depkes RI, 1995)

2. Magnesium stearat

- Kesesuaian dengan monografi

Magnesium stearat berupa serbuk halus, putih, dan voluminous, bau lemah khas,

mudah melekat di kulit, bebas butiran.

- Kelarutan

27

Page 28: tupoksi apoteker

Tidak larut dalam air, etanol, dan eter.

- Uji kemurnian dan uji fisik

Susut pengeringan Magnesium stearat tidak boleh lebih dari 4% diuji pada suhu

1050C sampai bobot tetap. Uji cemaran mikroba dimana angka lempeng total tidak

boleh lebih dari 1000/gram dan tidak boleh mengandung E. coli.

- Uji Identifikasi

Untuk mengidentifikasi Magnesium stearat dapat dilakukan menggunakan pereaksi

sulfat 2N.

- Penetapan kadar

Magnesium stearat yang terkandung pada bahan baku ditentukan kadarnya dengan

reaksi asam basa menggunakan pereaksi sulfat 2N dengan bantuan kertas lakmus.

Bahan baku Magnesium stearat memenuhi syarat jika mengandung tidak kurang

dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% MgO.

(Depkes RI, 1995)

3. Laktosa

- Kesesuaian dengan monografi

Laktosa berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih, atau putih krem. Tidak

berbau dan rasa sedikit manis.

- Kelarutan

1 gram laktosa larut dalam 4,63 air, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol, dan

eter.

- Identifikasi

Laktosa dapat diidentifikasi dengan uji karbohidrat seperti uji molisch

menggunakan reagen kimia yang berupa larutan naftol dalam alkohol, dimana hasil

positif ditunjukkan dengan warna merah ungu.

(Depkes RI, 1995)

4. Polivinilpirolidon (PVP)

- Kesesuaian dengan monografi

PVP berupa serbuk halus berwarna putih sampai putih kekuning-kuningan, tak

berbau atau hampir berbau, higroskopis.

- Kelarutan

28

Page 29: tupoksi apoteker

Larut dalam asam, kloroform, etanol, metanol dan air. Tidak larut dalam eter,

hidrokarbon, dan minyak mineral.

(Depkes RI, 1995)

5. Gelatin

- Kesesuaian dengan monografi

Gelatin berupa lembaran, kepingan, serbuk atau butiran, tidak berwarna atau

kekuningan pucat, bau dan rasa lemah.

- Kelarutan

Jika direndam dalam air mengembang dan menjadi lunak, berangsur-rangsur

menyerap air 5 sampai 10 kali bobotnya. Larut dalam air panas dan jika

didinginkan terbentuk gudir, praktis tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam

kloroform P dan dalam eter P, larut dalam campuran gliserol P dan air, jika

dipanaskan lebih mudah larut, larut dalam asetat.

- Uji Identifikasi

Gelatin akan membentuk endapan dengan larutan trinitrofenol P, dengan larutan

tanin P dan dengan larutan kromtrioksida. Tidak membentuk endapan dengan asam

lain, dengan larutan encer tawas, dengan timbal asetat P dan dengan larutan besi

(III) klorida.

(Depkes RI, 1995)

Hasil pengujian dari masing-masing bahan baku dicatat oleh unit pengadaan,

dimana hal-hal yang harus dicatat seperti:

a. Nama bahan atau produk, dan bentuk bahan baku

b. Nomor bets, produsen dan/atau pemasok

c. Referensi ke spesifikasi yang relevan dan prosedur pengujian

d. Hasil uji, termasuk observasi, kalkulasi, dan referensi ke sertifikat analisis

e. Tanggal pengujian

f. Paraf analis yang melakukan pengujian

g. Paraf orang yang melakukan verifikasi pengujian dan kalkulasi

h. Pernyataan yang jelas tentang pelulusan atau penolakan atau status lain, tanggal dan

tanda tangan dari personil penanggung jawab.

29

Page 30: tupoksi apoteker

Apabila sampel bahan baku memenuhi spesifikasi uji yang ditetapkan dan telah

diverifikasi sesuai dengan Farmakope Indonesia dan acuan standar lainnya, maka dapat

dilakukan pemesanan bahan baku skala bulk ke pemasok yang telah dipilih.

3.5 Pemesanan Bahan Baku

Apoteker yang berada dalam unit pengadaan harus mampu melaksanakan impor

bahan baku sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Apoteker harus bisa

melakukan prosedur impor yaitu:

Membuat surat Persetujuan Pemasukan Bahan Baku Obat yang di kirim ke Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Membuat surat keterangan impor (SKI) dengan melampirkan: sertifikasi analisis,

lembar data keamanan dan atau spesifikasi bahan (nomor batch, kode produksi,

tanggal produksi, tanggal kadaluarsa).

Surat pernyataan tujuan penggunaan, faktur (invoice), packing list, dokumen

Certificate of Analysis (CoA) untuk setiap batch, invoice dan Air Way Bill (AWB)

atau Bill of Loading (BOL) dan bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP).

Sertifikat CPOB yang masih berlaku dari otoritas setempat. Dokumen tersebut

diupload ke aplikasi e-bpom atau diserahkan dalam bentuk hard copy ke Kantor

BPOM, kemudian BPOM akan meneruskan berkas pemesanan ke pemasok

bersangkutan.

(KBPOM, 2013)

3.6 Penerimaan dan Pelabelan Bahan Baku

Penerimaan bahan baku obat dilakukan oleh apoteker, dimana apoteker harus

memastikan bahwa kiriman bahan baku obat yang diterima benar. Hal itu dilakukan

dengan cara :

a. Mencocokkan surat pesanan dengan Faktur atau nota barang

b. Mencocokkan barang datang dengan faktur atau nota barang

c. Mencocokkan barang datang dengan surat pesanan

Selain itu apoteker juga harus mengecek kualitas barang seperti:

- Expired date, memastikan barang yang datang tidak kadaluarsa.

30

Page 31: tupoksi apoteker

- Pemeriksaan secara visual kualitas kemasan, produk (utuh, warna, dan bau),

memastikan tidak terjadi perubahan selama proses pengiriman.

- Suhu waktu datang, untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, memastikan stabilitas

tidak berubah selama proses pengiriman barang hingga barang datang

Pada proses penerimaan bahan baku obat juga perlu adanya pendokumentasian bahan

yang datang, meliputi:

- Nama Perusahaan

- Nama Bahan/ Pengemas

- Nomer Batch

- Tanggal penerimaan

- Jumlah Bahan

- Nama Pemasok

- Paraf penerima bahan

Gambar 4. Catatan Penerimaan Bahan Baku Awal Paracetamol ditanda tangani oleh Kepala Gudang Bahan

Jika telah sesuai, bagian pembelian membuat surat bukti titipan barang sementara

(BTBS) dan diberi label kuning sebagai tanda bahwa barang tersebut berstatus karantina.

Nama Industri : Sangkilis

31

Page 32: tupoksi apoteker

KARANTINANama Bahan : Paracetamol

Jumlah Bahan : 10 bulk Tanggal Penerimaan 10 sept 2014

No. Batch 123.456.789 Tanggal Pengambilan 12 sept 2014

ED bahan 21 sept 2016 No. Wadah 111.222

Nama Pemasok Changsu Huagang Tanggal Pengujian 13 sept 2014

Gambar 5. Contoh Label Bahan Baku Paracetamol dalam Proses Karantina

Label yang menunjukkan status bahan baku ditempel oleh personil yang ditunjuk

oleh kepala bagian pengawasan mutu. Untuk mencegah kekeliruan, label tersebut

hendaknya berbeda dengan label yang digunakan oleh pemasok (misal dengan

mencantumkan nama atau logo perusahaan). Bila status bahan mengalami perubahan,

maka label penunjuk status juga harus diubah.

3.7 Pengujian Kembali untuk Memastikan Mutu Bahan Baku Sebelum di Produksi

Setelah proses pendokumentasian bahan baku yang diterima dilakukan proses

pengujian ulang terhadap bahan baku. Sebelum bahan baku masuk gudang bagian QC

akan melakukan pemeriksaan. Bahan baku yang diperiksa dimasukkan ke daerah

karantina (diberi rantai kuning/diberi label Quarantined berwarna kuning) hingga

dikeluarkan pernyataan released dari QC. Jika dinyatakan released maka dalam waktu

yang sama rantai segera dilepas oleh petugas QC dan petugas gudang menempelkan label

Released (hijau), sedangkan barang yang ditolak QC diberi label Rejected (merah) dan

dipindahkan ke lokasi reject atau ditolak. Penetapan status (ditolak atau diluluskan)

berdasarkan hasil pemeriksaan. Pelulusan ataupun penolakan harus dibuat secara tertulis

dan dikomunikasikan kepada bagian terkait, misalnya produksi, pembelian, logistik dan

sebagainya. Diberikan tanda pelulusan atau penolakan secara fisik pada kemasan bahan

tersebut dan dicatat pada sistem dokumen yang digunakan. Bahan awal yang diterima

harus mempunyai label identitas dan label status yang jelas. Dapat juga diberikan label,

keamanan, label penanganan yang disarankan, label tempat penyimpanan, informasi

tentang alat pelindung yang harus dipakai dan sebagainya. Label tersebut tidak boleh

menutupi label identitas asli bahan awal.

32

Page 33: tupoksi apoteker

3.8 Pemindahan Bahan Baku Lulus Uji ke Gudang Penyimpanan

Untuk bahan yang lolos uji diberi label hijau oleh bagian laboratorium pengujian

dan dibuat bon penerimaan. Contoh label bahan baku obat yang lulus uji dapat dilihat

pada gambar 6.

Nama Indutri : Sangkilis Bagian Pengawasan Mutu

LULUS UJINama Bahan : Paracetamol No. Batch : 123.456.789

Pemasok : Changsu Huagang No. Laporan Penerimaan : 444.555

No. Sertifikat Analisis : 222333 ED bahan : 21 sept 2016

Tanggal Uji Ulang : 17 sept 2014

Paraf Penguji (ttd)

Gambar 6. Contoh Label Status Bahan Bahan Baku Paracetamol yang Lulus Uji

Bahan baku disimpan pada area penyimpanan dengan kondisi penyimpanan sebagai

berikut:

- Kebersihan dan hygiene.

- Kelembaban (kelembaban relatif tidak lebih dari 60%).

- Suhu harus berada dalam batasan yang diterima (8-25°C)

- Bahan dan material yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai.

- Jarak antar bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi.

- Pallet harus disimpan dalam kondisi yang bersih dan terawat

3.9 Pereturan Bahan Baku Tidak Lolos Uji

Apabila hasil pemeriksaan ulang laboratorium (HPL) tidak lulus maka bahan baku

diberi label merah dan diberi tulisan DITOLAK kemudian dikembalikan ke pemasok

disertai dengan surat pengembalian dan sesuai dengan kesepakatan pada kontrak. Contoh

label bahan baku obat yang tidak lulus uji dapat dilihat pada gambar 7.

Nama Indutri : Sangkilis Bagian Pengawasan Mutu

33

Page 34: tupoksi apoteker

DITOLAKNama Bahan : Paracetamol No. Batch : 123.456.789

Pemasok : Changsu Huagang No. Laporan Penerimaan : 444.555

No. Sertifikat Analisis : 222333 ED bahan : 21 sept 2016

Tanggal Uji Ulang : 17 sept 2014

Paraf Penguji (ttd)

Gambar 7: Contoh Label Status Bahan Bahan Baku Paracetamol yang Ditolak

Apoteker menginformasikan kepada pemasok bahwa ada bahan baku yang tidak

lulus uji sehingga harus dilakukan pengembalian/pereturan sesuai dengan kesepakatan

kerja dalam kontrak selama kontrak tersebut masih berlaku. Apoteker menyiapkan

dokumentasi yang lengkap tentang kondisi bahan baku yang ditolak (hasil pengujian dari

unit QC dengan acuan standar Farmakope Indonesia). Pereturan bahan baku disertai

dengan surat pengembalian.

DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor. HK.00.05.1.3460 Thn 2005 ttg Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat, Jakarta: Balai Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM. 2012. Keputusan Kepala BPOM No. HK 03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentangPenerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Balai Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM RI. 2013. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Jakarta: Balai Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Komite Akreditasi Nasional. Tt. Standar Internasional ISO 17025:2005 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.

Mardiah,A.,2008, Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta, Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri,Universitas Sumatera Utara, Medan.

34

Page 35: tupoksi apoteker

MenKes RI. 1976. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 287/Men.Kes/SK/XI/76 Tahun 1976 tentang Pengimporan, Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Baku Obat, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

MenKes RI. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2009 nomor 377/menkes/per/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya. akarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

MenKes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Presiden RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Negara Republik Indonesia.

Presiden RI b. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Negara Republik Indonesia.

Seto, Soerjono., Y. Nita, L. Triana. 2008. Manajemen Farmasi. Surabaya: Airlangga University Press.

The United States Pharmacopoeial Convention. 2006. United States Pharmacopoeia 30thRevision-National Formulary 25th Edition. USA: The USPC.

World Health Organization.1999. Operational Principles for Good PharmaceuticalProcurement. Geneva. Essential Drugs and Medicines Policy InteragencyPharmaceutical Coordination Group.

35

Page 36: tupoksi apoteker

Lampiran 1. Contoh Surat Permohonan Pesetujuan Pemasukan Bahan Baku Obat

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANNOMOR : HK.00.05.1.3460

TENTANG : PERSETUJUAN PEMASUKAN BAHAN BAKUOBAT

………………………,………….Nomor :Lampiran :Perihal : Persetujuan Pemasukan Bahan Baku ObatKepada Yth.Kepala Badan Pengawas Obat dan Makana ,JL.Percetakan Negara 23, Jakarta PusatBersama ini kami menyampaikan permohonan untuk mendapatkan PersetujuanPemasukan Bahan Baku Obat dengan data sebagai berikut:1. Perusahaan

a. Nama Perusahaan : …………………………b. Alamat kantor – no.telp –fax e-mail : …………………………c. Alamat gudang – no.telp –fax : …………………………d. Nomor Izin Usaha : …………………………e. NPWP :…………………………

2. Apoteker Penanggungjawab

36

Page 37: tupoksi apoteker

a. Nama :…………………………b. Nomor SIK : …………………………

3. Pemasukan Bahan baku obatNo.

Nama ( INN) Cas No. No. Bets Jumlah-Neto (Kg)

1.2.

Certificate of Analysis (COA) setiap bets (lampirkan)Demikian permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak, kami sampaikan terima kasih.

Pemohon

(Nama Penanggung Jawab) SIK

Tembusan Yth:Kepala Balai Besar / Balai POM setempat

37