aplikasi metode n.j. habraken pada studi transformasi...

12
Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 51 Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional Elya Santa Bukit (1) , Himasari Hanan (2) , Arif Sarwo Wibowo (3) (1) Mahasiswa Program Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (2) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (3) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Abstrak Rumah tradisional sebagai salah satu ciri khas suatu suku bangsa, lebih banyak diungkapkan dari segi tradisi dan adat-istiadat budaya, tetapi tidak dimaknai sebagai suatu lingkungan kehidupan yang harus dipertahankan keberlanjutannya dan harus dapat mengakomodasi perkembangan kehidupan penghuninya. Saat ini, rumah tradisional banyak yang ditinggalkan sehingga menjadi terlantar dan hancur. Namun, pada beberapa suku bangsa masih terdapat rumah tradisional yang bertahan dan dihuni, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi perubahan- perubahan fisik yang dapat langsung terlihat. Kondisi ini menyebabkan diperlukannya suatu kerangka untuk mengkaji transformasi yang terjadi pada permukiman tradisional masa kini. Tujuan penelitian ini adalah mengadaptasi teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan oleh N.J. Habraken ke dalam konteks permukiman tradisional, untuk dapat mempelajari lingkup perubahan fisik rumah tradisional. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif berupa kajian literatur dan survei. Analisis dilakukan dengan mengadaptasikan variabel- variabel transformasi yang dikemukakan N.J. Habraken untuk diaplikasikan pada kondisi aktual permukiman tradisional, kemudian dilakukan penyesuaian pada setiap variabel transformasi yang meliputi transformasi pada tatanan fisik, teritorial, dan kultural. Dari hasil analisis diketahui bahwa teori transformasi tersebut secara umum dapat diterapkan untuk menelaah transformasi pada lingkungan permukiman tradisional. Namun, terdapat beberapa poin yang kurang sesuai untuk digunakan, karena kondisi permukiman tradisional yang masih menerapkan prinsip kebersamaan dan sistem sosial yang mengacu pada adat-istiadat suku bangsanya. Kata-kunci: kehidupan masa kini, permukiman tradisional, transformasi Pendahuluan Indonesia merupakan Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang dicirikan salah satunya oleh karya-karya arsitektur dari suku- suku bangsa tersebut. Rumah tradisional sebagai bentuk karya arsitektur khas yang didirikan oleh masyarakat, merupakan perwujudan dari budaya dan tata kehidupan mayarakat yang lahir dan berkembang dari tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat lokal tanpa dipengaruhi oleh norma baku dalam khasanah arsitektur global. Hal ini menyebabkan rumah tradisional seringkali menjadi representasi dari suatu suku bangsa dan memiliki peran yang besar di dalam masyarakatnya. Dengan banyaknya suku bangsa yang berkembang di wilayahnya, Indonesia sangat kaya akan ragam bentuk rumah tradisional. Namun demikian, kekayaan budaya ini seringkali hanya dikenali sebagai ragam visual semata. Hingga saat ini kajian mengenai rumah tradisional lebih banyak membahas tata nilai, tradisi dan adat istiadat yang digariskan

Upload: dangmien

Post on 08-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 51

Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

Elya Santa Bukit(1), Himasari Hanan(2), Arif Sarwo Wibowo(3)

(1) Mahasiswa Program Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung

(2) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (3) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung

Abstrak Rumah tradisional sebagai salah satu ciri khas suatu suku bangsa, lebih banyak diungkapkan dari segi tradisi dan adat-istiadat budaya, tetapi tidak dimaknai sebagai suatu lingkungan kehidupan yang harus dipertahankan keberlanjutannya dan harus dapat mengakomodasi perkembangan kehidupan penghuninya. Saat ini, rumah tradisional banyak yang ditinggalkan sehingga menjadi terlantar dan hancur. Namun, pada beberapa suku bangsa masih terdapat rumah tradisional yang bertahan dan dihuni, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi perubahan-perubahan fisik yang dapat langsung terlihat. Kondisi ini menyebabkan diperlukannya suatu kerangka untuk mengkaji transformasi yang terjadi pada permukiman tradisional masa kini. Tujuan penelitian ini adalah mengadaptasi teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan oleh N.J. Habraken ke dalam konteks permukiman tradisional, untuk dapat mempelajari lingkup perubahan fisik rumah tradisional. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif berupa kajian literatur dan survei. Analisis dilakukan dengan mengadaptasikan variabel-variabel transformasi yang dikemukakan N.J. Habraken untuk diaplikasikan pada kondisi aktual permukiman tradisional, kemudian dilakukan penyesuaian pada setiap variabel transformasi yang meliputi transformasi pada tatanan fisik, teritorial, dan kultural. Dari hasil analisis diketahui bahwa teori transformasi tersebut secara umum dapat diterapkan untuk menelaah transformasi pada lingkungan permukiman tradisional. Namun, terdapat beberapa poin yang kurang sesuai untuk digunakan, karena kondisi permukiman tradisional yang masih menerapkan prinsip kebersamaan dan sistem sosial yang mengacu pada adat-istiadat suku bangsanya. Kata-kunci: kehidupan masa kini, permukiman tradisional, transformasi Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang dicirikan salah satunya oleh karya-karya arsitektur dari suku-suku bangsa tersebut. Rumah tradisional sebagai bentuk karya arsitektur khas yang didirikan oleh masyarakat, merupakan perwujudan dari budaya dan tata kehidupan mayarakat yang lahir dan berkembang dari tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat lokal tanpa dipengaruhi oleh norma baku dalam khasanah arsitektur global. Hal ini

menyebabkan rumah tradisional seringkali menjadi representasi dari suatu suku bangsa dan memiliki peran yang besar di dalam masyarakatnya.

Dengan banyaknya suku bangsa yang berkembang di wilayahnya, Indonesia sangat kaya akan ragam bentuk rumah tradisional. Namun demikian, kekayaan budaya ini seringkali hanya dikenali sebagai ragam visual semata. Hingga saat ini kajian mengenai rumah tradisional lebih banyak membahas tata nilai, tradisi dan adat istiadat yang digariskan

Page 2: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

52 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

oleh nenek moyang yang terwujud dalam bentukan-bentukan fisik bangunan. Rumah dan perkampungan tradisional tidak dimaknai sebagai lingkungan kehidupan komunitas yang terus berkembang untuk mengakomodasi perkembangan kehidupan para penghuninya.

Saat ini perkampungan dan rumah tradisional di Indonesia semakin banyak yang terlantar karena ditinggalkan oleh komunitasnya yang lebih memilih untuk merantau, yang menyebabkan keberadaan rumah-rumah tradisional semakin menyusut. Meskipun demikian, pada beberapa suku bangsa masih cukup banyak perkampungan dan rumah tradisional yang bertahan dan tetap dihuni oleh masyarakatnya, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu terjadi perubahan-perubahan fisik yang dapat langsung terlihat pada rumah dan perkampungan tradisional tersebut.

Selama ini penelitian tentang rumah tradisional masih sangat didominasi oleh romantisme kekayaan budaya masa lalu yang hanya mengkaji bentuk visual, pola spasial, teknologi konstruksi tradisional dan simbolisme budaya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh: Wasilah (2011) dalam Comparative Study of Traditional Architecture Toraja and Mamasa; Funo (2005) dalam Consideration on Typology of Kampung House and Betawi House of Kampung Luar Batang (Jakarta); Setiada (2003) dalam Desa Adat Legian ditinjau dari Pola Desa Tadisional Bali; Mentayani (2008) dalam Jejak Hubungan Arsitektur Tradisional Suku Banjar dan Suku Bakumpai; dan Chen (2008) dalam The Typological Rule System of Malay House in Peninsula Malaysia.

Sedangkan pada kondisi saat ini, rumah tradisional yang masih dihuni sebagian besar telah mengalami perubahan fisik. Namun masih sedikit penelitian yang mengkaji perubahan-perubahan pada rumah tradisional, diantaranya adalah: Rukwaro (2001) dalam Architecture of Societies in Transition – the case of Maasai of Kenya; Gruber (2006) dalam

Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development; Patandianan (2005) mengenai Perubahan Fungsi dan Bentuk Rumah Tradisional Toraja (Tongkonan).

Diantara penelitian-penelitian mengenai perubahan pada permukiman atau rumah tradisional yang telah dilakukan, belum ada suatu metode yang dapat digunakan secara general untuk mengkaji transformasi pada lingkungan tradisional. Sementara itu, kondisi aktual menunjukkan bahwa lingkungan permukiman tradisional dapat bertahan apabila dimungkinkan terjadinya perubahan-perubahan sesuai konteks kehidupan masa kini dalam batas-batas tata nilai adat istiadat yang berlaku. Untuk itu diperlukan suatu metode ilmiah yang dapat menggali secara mendalam transformasi yang terjadi pada lingkungan tradisional dengan adanya tata nilai adat istiadat yang mengikat.

Kajian Literatur

Istilah tradisional merujuk pada prosedur dan objek material yang telah diterima sebagai norma pada suatu masyarakat, dimana elemen-elemen tersebut diturunkan dari generasi ke generasi, umumnya secara verbal atau melalui dokumen-dokumen yang disusun berdasarkan cerita verbal, yang mentransfer pengetahuan, instruksi, dan prosedur (Nobel, 2009). Namun, hal ini tidak berarti bahwa proses tradisional maupun objek tradisional tidak dapat berubah seiring waktu. Ley dan Duncan (dalam Pratiwi 2009) menyatakan bahwa tradisi berakar pada budaya, dan budaya berakar pada tempat. Kebiasaan-kebiasaan dan praktek yang diwariskan secara turun-temurun ini merupakan bagian dari evolusi budaya. Ini menunjukkan keberlanjutan dari ‘proses perbaikan’ pada suatu peradaban atau komunitas.

Pengertian transformasi dalam The New Grolier Webster International Dictionary of English Language adalah perubahan dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan dan

Page 3: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Elya Santa Bukit

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 53

fungsi.1 Sedangkan menurut Antoniades (1992) transformasi adalah sebuah proses perubahan bentuk secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap akhir, perubahan dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh perubahan unsur eksternal dan internal. Max Weber (dalam Sachari 2001) menilai bahwa transformasi merupakan proses ahistoris-multilinier-berpola dengan berbagai variasi dan modifikasi, tetapi menunjukan terjadinya ‘persetujuan sementara’, ‘kompromi’, dan ‘kesimpulan bersama sementara’ untuk menyangga suatu kebudayaan agar tetap berdiri dan menjawab tantangan yang dihadapinya.

Perkembangan Teori Transformasi N.J. Habraken

N. John Habraken adalah seorang arsitek Belanda yang lahir di Bandung, Indonesia pada tahun 1928. Habraken mendapatkan pendidikan dasar di Surabaya dan Jakarta, Indonesia, namun mendapat pendidikan arsitektur di Delft Technical University Belanda pada tahun 1948-1955, dan mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Eindhoven Technical University pada tahun 2005. Habraken pernah menjadi Profesor sekaligus ketua Departemen Arsitektur di Eindhoven Technical University dan Massachusetts Institute of Technology. Selama menjadi profesor, Habraken selalu mengajar mengenai metode dan teori arsitektur dan urban desain.

Dalam karirnya, Habraken telah menghasilkan banyak tulisan berupa buku, laporan penelitian dan artikel terutama mengenai teori arsitektur, metode, peran arsitek, perumahan, serta aplikasi teknologi. Buku pertama yang ditulis Habraken adalah Support: an Alternative to Mass Housing (1962, english edition 1972) yang memisahkan antara struktur bangunan (support) dan bagian pengisi (infill) pada desain dan konstruksi rumah tinggal. Pemisahan ini terutama sebagai bentuk kontrol dan tanggung jawab desain, dan juga bersifat teknis. Dengan tujuan untuk memperbaiki apa yang disebut ’hubungan alami’ antara bentuk lingkungan dan

penghuninya seperti pada zaman dulu. Buku ini menimbulkan berbagai pendapat, terutama pendapat negatif bahwa buku ini mengacu pada industrialisasi dan kapitalisasi perumahan. Buku kedua yang dihasilkan oleh Habraken adalah Variations: the Systematic Design of Supports (1974, english edition, 1976). Buku ini merupakan pengembangan dari buku sebelumnya yang berisi metode desain struktur bangunan (supports) untuk dikembangkan lebih lanjut oleh penghuninya. Metode yang ditawarkan adalah dengan menyediakan suatu desain struktur bangunan yang dibangun secara massal, untuk kemudian dikembangkan oleh penghuni sehingga menjadi desain rumah tinggal yang bervariasi. Pada kedua buku ini, Habraken menawarkan metode pengembangan perumahan dengan tetap melibatkan penghuni sebagai bagian dari tim perancang bagi rumah tinggalnya sendiri, sehingga tetap terjalin ’hubungan alami’ antara bangunan dan penghuninya.

Komponen teoritis dari tulisan-tulisan Habraken sebagian besar berhubungan dengan teori lingkungan binaan sebagaimana adanya. Faktanya, dapat dilihat sebagai usaha untuk membuat lingkungan binaan menjadi tampak/terlihat dan berbeda dari arsitektur. Pandangan saya tentang perumahan, seperti yang pertama kali dituangkan dalam Supports, secara tegas menghargai lingkungan binaan sebagai entitas kehidupan dimana bentuk dan penghunian adalah dua hal yang berbeda tapi tidak dapat dipisahkan.

Buku ketiga yang ditulis oleh Habraken adalah Transformation of the Site (1983), yang merupakan cikal bakal dari buku The Structure of the Ordinary (1998). Pada kedua buku ini, Habraken mencoba melihat lingkungan binaan berdasarkan transformasi yang terjadi di dalamnya. Buku Transformation of the Site merupakan eksposisi rinci mengenai bagaimana suatu ’hukum’ yang konstan dapat ditemukan pada lingkungan binaan dengan melihat transformasi yang terjadi. Dalam buku ini, transformasi lingkungan binaan dijelaskan dalam tiga ’pergerakan’, yaitu: 1) seperangkat istilah yang digunakan untuk mengamati

Page 4: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

54 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

lingkungan binaan, yang menjadi teori dasar dalam memahami transformasi lingkungan binaan. Seperangkat istilah inilah yang kemudian dijelaskan secara lebih rinci dalam buku The Structure of the Ordinary. 2) metodologi, yang berisi contoh-contoh bagaimana menganalisis lingkungan binaan, serta bagaimana suatu lingkungan binaan dapat terus berjalan setelah mengalami transformasi. 3) Pembelajaran berdasarkan pengalaman Habraken dalam menerapkan teori dan metode yang telah dijelaskan dalam dua bab sebelumnya pada lingkungan binaan yang telah mengalami transformasi.

Buku The Structure of the Ordinary: Form and Control in the Built Environment menjelaskan dengan lebih detil mengenai seperangkat istilah yang dibahas pada bagian pertama buku Transformation of the Site. Pada buku ini, perangkat teori dan metodologi yang telah disebutkan pada buku sebelumnya digunakan dalam penyelidikan terhadap hukum yang mengatur suatu lingkungan binaan sebagaimana terlihat dari pola-pola transformasi yang terjadi. Buku ini mengingat kembali pameran Bernard Rudofski pada tahun 1964 beserta bukunya yang berjudul ”Architecture without Architects”, dan secara tegas merumuskan tatanan dari arsitektur tanpa arsitek, kekayaan dari sesuatu yang umum, keunggulan dari yang terabaikan, dan motif dari hubungan dari berbagai sisi dan tak berkurang. Buku ini menyadarkan tentang kecilnya peran arsitek dalam proses pembentukan arsitektur. Habraken menjelaskan dan mengkategorikan struktur arsitektural pada dasar dari keteraturan yang dapat diamati. Penggunaan metode penelitian dan pendekatan sosiologis menjadi sah karena pada lingkungan binaan, sebagaimana dalam masyarakat, keteraturan terbentuk dari perilaku individu. Seperti jika terdapat ”kebenaran sosial” yang tidak dapat dikurangi lebih jauh dan harus dihargai sebagai bagian dari bentuk tradisional. Selama ribuan tahun lingkungan binaan dengan segala kompleksitas dan kekayaannya bertahan dan berkembang secara informal. Pengetahuan

tentang bagaimana membuat suatu lingkungan yang umum adalah biasa, terwujud dalam interaksi sehari-hari antara pembangun, pelindung, dan pengguna. Lingkungan binaan berkembang dari struktur yang samar/implisit berdasarkan pemahaman umum. Pengetahuan mengenai lingkungan tidak pernah eksplisit karena tidak diperlukannya artikulasi. Lingkungan binaan hidup dengan sendirinya, berkembang dan memperbarui diri, seringkali bertahan hingga ribuan tahun.barangkali mereka hanya mencapai usia lanjut karena mereka terus menerus berubah dan beradaptasi dengan kondisi baru.

Dalam buku ini, Habraken menguji seluruh aparatur sosiologi, sejauh berhubungan dengan space/ruang, dan menggabungkan berbagai tingkat intervensi dan kontrol, mulai dari apartemen, bangunan, jalan hingga kawasan, dan kota sebagai suatu kesatuan, dengan berbagai pendekatan teoritis mulai dari teori permainan dengan asumsi tentang keseimbangan hingga teori living and dead configuration dari Norbert Elias, interaksi simbolis, teori tentang peran dan penelitian perilaku, serta kontrol teritori secara horizontal dan vertikal. Bentuk selalu mendapatkan keberadaannya dari persetujuan antara individu dan masyarakat. Lingkungan binaan selalu mengorganisasi dirinya sendiri. Meskipun berkembangnya kemampuan kita yang menyebabkan perubahan besar dan ambisi untuk memperluas, lingkungan binaan mengikuti aturannya sendiri. Kenyataan menerjemahkan perbuatan kita. Oleh sebab itu kita perlu berusaha untuk memahami lingkungan kita saat ini, sangat berbeda dengan kondisinya pada masa lalu, sebagai hasil dari pencarian kolektive terhadap pengetahuan baru. Kita bisa memulai dari melihat kembali apa yang pada masa penemuan dan revolusi telah diterima secara umum, dan kini dianggap sebagai sesuatu yang pasti.

Pada artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan Habraken pada dua

Page 5: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Elya Santa Bukit

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 55

bukunya, yaitu Transformation of the Site (1983) dan The Structure of the Ordinary (1998).

Analisis dan Interpretasi Teori Transformasi N.J. Habraken

Transformation of the Site

Pada buku Transformation of the Site, Habraken menyebutkan bahwa suatu lingkungan binaan yang akan diamati harus memiliki batasan tertentu (limitation) untuk kemudian disebut sebagai tapak (site). Pada tahap ini, tapak yang diamati tersebut sepenuhnya hanya dilihat sebagai bentukan fisik, tanpa perilaku ataupun pergerakan dari penghuni. Suatu tapak terbentuk dari beberapa elemen (elements), yaitu objek fisik yang memiliki volume dan dapat dipindahkan/diganti, seperti pagar, rumah, pohon, dll. Elemen-elemen tersebut merupakan bagian padat (solid) dari suatu tapak. Keberadaan dan posisi dari elemen-elemen pada suatu tapak membentuk suatu konfigurasi (configuration) dalam tapak tersebut. Konfigurasi elemen-elemen tersebut membentuk ruang-ruang (spaces) diantara objek-objek fisik. Ruang-ruang ini merupakan bagian kosong (void) dari tapak. Komposisi dari objek-objek fisik serta ruang-ruang di dalam tapak menghasilkan suatu susunan (arrangement) tapak yang pada akhirnya membentuk suatu kesatuan (unity) lingkungan binaan yang akan diamati. Sehingga yang dimaksud tapak adalah fenomena fisik dari suatu lingkup lingkungan binaan dengan batasan tertentu yang terdiri atas beberapa elemen yang membentuk suatu konfigurasi dan menghasilkan ruang-ruang kosong diantaranya sehingga tercipta suatu susunan dan kesatuan dari seluruh komponen tapak.

Dalam konteks fisik, suatu tapak dikatakan bertransformasi apabila terjadi perubahan pada elemen-elemen tapak. Bentuk transformasi dapat berupa penambahan elemen yang berarti bahwa tapak mengalami pertumbuhan; pengurangan elemen yang berarti bahwa tapak mengalami

erosi/pengurangan; atau perubahan posisi dari elemen yang berarti bahwa pada tapak telah terjadi pergerakan. Namun umumnya transformasi lingkungan binaan terjadi akibat kombinasi dari ketiga perubahan tersebut. Selain akibat perubahan elemen, transformasi juga dapat berupa perubahan ruang pada tapak yang terjadi karena manipulasi atas pelingkup.

Transformasi pada tapak terjadi karena adanya kekuasaan (powers) yang mengubah keberadaan objek fisik pada tapak. Kekuasaan untuk mengubah suatu tapak disebut kendali (controls). Perubahan yang terjadi dibawah kendali dari satu penguasa disebut live configuration. Kekuasaan dan kendali pada tapak dapat dikenali berdasarkan transformasi fisik yang terjadi pada tapak tersebut. Sehingga, transformasi pada objek fisik di dalam suatu tapak terjadi karena adanya kekuasaan yang mengendalikan konfigurasi tapak tersebut, yang pada akhirnya menjadi identitas dari tapak tersebut.

Keberadaan tapak sebagai entitas fisik berbenturan dengan adanya kekuasaan yang mengendalikan kondisi fisik dalam tapak. Keterkaitan antara entitas fisik dan kekuasaan pada suatu tapak terjadi dalam tiga bentuk, yaitu: form yang merupakan hubungan antara elemen-elemen tapak berdasarkan posisinya, contohnya dinding-dinding ruangan membatasi posisi furnitur dalam ruangan tersebut; place yang merupakan hubungan antara keberadaan elemen-elemen pada tapak atau understanding yang merupakan kesamaan diantara beberapa konfigurasi elemen karena adanya suatu pemahaman yang dianut secara bersama-sama diantara masyarakat yang menghuni suatu tapak. Di dalam suatu tapak, bisa terdapat beberapa kekuasaan yang mengendalikan kondisinya. Diantara kekuasaan-kekuasaan tersebut, akan ada suatu kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan kekuasaan lainnya. Seiring meluasnya batasan dari tapak yang diamati, maka semakin banyak kekuasaan yang mengendalikan tapak tersebut.

Page 6: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

56 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

The Structure of the Ordinary

Dalam buku ini, Habraken menyebutkan bahwa lingkungan binaan dengan segala kompleksitasnya adalah suatu hasil karya manusia yang dibentuk oleh masyarakat, sebuah benda fisik, sebuah artefak. Namun, dalam perkembangannya lingkungan binaan senantiasa berkembang dan memperbarui diri seiring dengan perkembangan zaman. Sehingga lingkungan binaan tidak lagi sekedar artefak melainkan menjadi suatu ‘organisme’ yang senantiasa berkembang, bertahan hidup dengan cara terus bertransformasi. Namun, meskipun terus mengalami transformasi lingkungan binaan senantiasa merepresentasikan tata nilai yang dianut sejak nenek moyang hingga generasi yang akan datang. Lingkungan binaan berperan dalam mempersatukan masa lalu dan masa yang akan datang.

Lingkungan binaan tidak hanya terdiri dari entitas fisik seperti bangunan, jalan, atau infrastruktur, tetapi juga masyarakat yang tinggal di dalamnya. Penghuni atau masyarakat yang hidup dalam suatu lingkungan binaan memiliki peran besar dalam mengendalikan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Penghuni merupakan agen yang memiliki kekuasaan untuk mengendalikan lingkungan binaan, mentransformasi lingkungan binaan agar sesuai dengan keinginannya dan menjaga agar segala sesuatu dalam lingkungan binaan berjalan sesuai dengan keinginannya, dalam teritori yang dimilikinya.

Berdasarkan teori ini, dapat disimpulkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik rumah tidak terlepas dari perubahan budaya dan pola aktivitas penghuninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rukwaro (2001) yang menyebutkan bahwa pola perkampungan masyarakat cenderung berubah seiring dengan perubahan nilai budaya yang dianut oleh masyarakatnya.

Tranformasi lingkungan binaan dapat terjadi pada tiga tatanan, yaitu tatanan fisik (physical

order), tatanan teritorial atau daerah kekuasaan (territorial order), dan tatanan budaya (cultural order). Tatanan transformasi fisik adalah perubahan yang terjadi pada elemen pembentuk lingkungan binaan yang disebut nominal classes, dari level terendah yaitu utensils hingga level tertinggi yaitu major arteries. Tatanan yang kedua adalah transformasi teritorial yang merupakan transformasi pada ruang yang terbentuk dari konfigurasi elemen-elemen pada nominal classes, sebagai akibat adanya perubahan yang dilakukan oleh agen-agen yang berkuasa pada setiap level lingkungan binaan tersebut. Sedangkan tatanan ketiga adalah transformasi kultural yang tidak hanya melibatkan unsur fisik tetapi juga pemahaman dan konsensus dari para agen yang terlibat. Kesatuan dari elemen-elemen fisik pembentuk lingkungan binaan, ruang-ruang yang terbentuk dari konfigurasi elemen fisik, serta pemahaman suatu kelompok masyarakat atas bentuk fisik tersebut yang menyebabkan terjadinya transformasi kultural dalam lingkungan binaan (Habraken, 1998). Berikut adalah variabel-variabel analisis transformasi lingkungan binaan berdasarkan teori Habraken (1983 dan 1998).

No 1.

Nominal classes

2. Configuration

3. “Whole”

f. Major Artery City structure

Neighborhood e. Roads District

Block d. Building

Elements Building “Built Space”

c. Partitioning Floor plan “Room”

b. Furniture Interior arrangements

a. Body&Utensils “Place”

Gambar 1. Hierarki level lingkungan binaan Sumber: Habraken (1998)

Page 7: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Elya Santa Bukit

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 57

Gambar 2. Tatanan transformasi lingkungan binaan Sumber: Analisis Penulis (2011) Gambar 1 merupakan diagram hirarki level pada lingkungan binaan yang dikemukakan oleh Habraken (1983 dan 1998). Kolom nomor menunjukan bahwa urutan level dimulai dari bawah ke atas, dimana level a lebih rendah dibandingkan level f. Kolom satu menampilkan klasifikasi elemen-elemen pembentuk lingkungan binaan. Elemen-elemen ini merupakan unsur fisik yang membentuk suatu lingkungan binaan, bagian ini disebut juga sebagai solid part. Kolom dua menampilkan konfigurasi dari elemen-elemen pada level yang sama yang disebutkan pada kolom satu. Konfigurasi dari elemen-elemen fisik ini menghasilkan ruang-ruang diantaranya, sehingga merupakan void part pada suatu lingkungan binaan. Kolom tiga menampilkan kesatuan dari apa yang disebutkan pada kolom satu dan dua. Kolom ini juga menunjukan bahwa suatu level kesatuan terbentuk dari kombinasi dua level fisik pembentuk lingkungan binaan (Gambar 2).

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, transformasi lingkungan binaan mencakup tiga tatanan, yaitu transformasi pada tatanan fisik, teritorial, dan kultural. Transformasi pada elemen-elemen pembentuk lingkungan binaan yang tercantum dalam kolom satu merupakan transformasi fisik pada lingkungan binaan. Tatanan kedua dalam transformasi lingkungan binaan adalah transformasi teritorial yang mengacu pada perubahan spasial karena adanya kendali pengguna atas ruang yang dihasilkan dari konfigurasi elemen-elemen fisik pada kolom satu. Namun penelitian ini hanya

membahas bentukan fisik dalam lingkungan binaan tanpa mengkaitkannya secara langsung dengan penggunanya, sehingga dilakukan penyesuaian atas transformasi pada tatanan teritorial dengan tidak menganalisis aspek kontrol dari para pengguna. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini transformasi yang terjadi pada unit-unit ruang yang terdapat pada kolom dua dinyatakan sebagai transformasi spasial, yaitu perubahan atas bentuk fisik ruang. Sedangkan transformasi pada kesatuan elemen dan ruang yang disebutkan pada kolom tiga merupakan transformasi kultural (Gambar 2).

Berikut adalah variabel-variabel untuk menelaah transformasi lingkungan binaan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh N.J. Habraken, beserta hasil adaptasi teori tersebut setelah disesuaikan dengan kondisi aktual lingkungan permukiman tradisional pada masa kini (Tabel 1).

1. Nominal Classes; tatanan transformasi fisik

1.a. Body & Utensils (Penghuni & Perabot)

Body diartikan sebagai penghuni yang menempati suatu bangunan, sedangkan utensils diartikan sebagai objek-objek yang berada disekeliling penghuni rumah (Habraken, 1983). Hasil adaptasi pada poin ini, body diartikan sebagai penghuni rumah, sedangkan utensils diartikan sebagai perabotan rumah tangga yang digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari para penghuni. Mengingat adaptasi ini hanya bertujuan untuk menelaah transformasi objek-objek fisik yang berkaitan dengan hunian, maka pada poin ini hanya akan dibahas mengenai utensils yang terdapat di dalam rumah, tanpa menganalisis para penghuni rumah tersebut. Meskipun demikian, data demografis mengenai penghuni rumah dapat tetap dikumpulkan untuk lebih memahami transformasi yang terjadi.

1.b. Furniture (Furnitur)

Habraken (1983) mengartikan furniture sebagai tempat meletakkan objek-objek yang

1. Nominal Classes

Solid Part

Transformasi Fisik

2. Configu-ration

Void Part

Transformasi Spasial

3. “Whole”

Whole-ness

Transformasi Kultural

Page 8: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

58 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

terdapat di dalam rumah, maupun para penghuni, agar tidak berada di lantai/tanah. Furniture juga dapat membentuk pola spasial, namun tetap berhubungan intim dengan para penghuni, mengarahkan dan memperpanjang pola pergerakan di dalam rumah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Habraken, hasil adaptasi pada poin ini, furniture juga diartikan sebagai tempat untuk meletakkan perabot rumah tangga, maupun para penghuni rumah agar tidak berada di lantai/tanah.

1.c. Partitioning (Bidang penyekat)

Partitioning adalah dinding atau tirai yang membagi atau menyekat ruang. Namun bidang penyekat ruang ini bukanlah merupakan elemen struktur bangunan (Habraken, 1983). Hasil adaptasi pada poin ini, partitioning juga dipahami sebagai dinding atau tirai yang menyekat ruangan.

1.d. Building elements (Elemen bangunan)

Builing elements adalah segala sesuatu yang diperlukan demi berdirinya suatu bangunan, seperti lantai, dinding, atap, dan fasade bangunan. Meskipun elemen-elemen tersebut berkaitan erat dengan material bangunan, namun yang dimaksud sebagai elemen bangunan disini lebih merupakan konsep, bukanlah produk (Habraken, 1983). Demikian pula yang dimaksudkan sebagai building elements pada adaptasi ini adalah konsep-konsep mengenai elemen pembentuk bangunan, namun tetap akan dibahas pula mengenai material yang digunakan pada masing-masing elemen bangunan.

1.e. Roads (Pencapaian bangunan)

Roads merupakan objek fisik tempat kita bergerak/berpindah. Roads mencakup segala sesuatu yang membatasi lahan/tanah agar dapat dijangkau oleh kegiatan manusia. Roads adalah cara tertentu dalam berhubungan dengan ruang spasial (Habraken, 1983). Roads diartikan sebagai jalan.

Keterbatasan lingkup permukiman tradisional menyebabkan tidak dimungkinkan untuk menganalisis jalan, karena umumnya tidak terdapat elemen fisik berupa jalan di dalam permukiman tradisional. Oleh sebab itu, konsep roads diadaptasi menjadi akses/pencapaian di dalam kampung menuju rumah/bangunan.

1.f. Major artery (Jalur utama)

Habraken (1983) mengartikan major artery sebagai suatu peralihan. Level ini merupakan batas skala ruang terbesar yang masih dapat dirasakan oleh manusia. Pada skala kota, major artery diartikan sebagai jalur utama tempat bermuaranya jalan-jalan (roads), sehingga merupakan area peralihan dari setiap jalan di kota tersebut.

Pada lingkup permukiman tradisional ini, major artery diartikan sebagai area peralihan dari setiap jalan dalam suatu kawasan. Oleh sebab itu, pada skala perkampungan tradisional, major artery diterjemahkan menjadi objek fisik yang merupakan jalur utama sekaligus ruang peralihan di dalam perkampungan tradisional tersebut.

2. Configuration; tatanan transformasi spasial

2.b. Interior arrangement (Pola spasial)

Interior arrangement merupakan konfigurasi dari furnitur, susunan yang dihasilkan oleh perlengkapan-perlengkapan suatu ruang yang bukan sebagai elemen dekorasi interior (Habraken, 1998). Untuk lebih memahami interior arrangement, digunakan pula teori yang dikemukakan oleh Ching (2000) mengenai unsur horizontal pembentuk ruang. Sehingga interior arrangement diadaptasikan menjadi konfigurasi furnitur dan/atau bidang-bidang horisontal yang membentuk suatu pola spasial.

Page 9: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Elya Santa Bukit

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 59

2.c. Floorplan (Ruangan/kamar)

Floorplan merupakan susunan dari elemen-elemen penyekat ruangan (Habraken, 1998). Pengertian ini diperkuat dengan yang dikemukakan oleh Ching (2000) mengenai unsur vertikal pembentuk ruang. Setelah diadaptasi, floorplan diartikan sebagai ruangan-ruangan yang terbentuk dengan adanya bidang-bidang vertikal sebagai pembatas ruang.

2.d. Building (Sosok bangunan)

Building merupakan konfigurasi dari elemen-elemen pembentuk bangunan, selain elemen penyekat ruang. Kesatuan dari elemen-elemen ini menghasilkan sosok bangunan secara utuh (Habraken, 1998). Sebagai hasil adaptasi,

building diartikan sebagai sosok massa bangunan/rumah tradisional pada masa kini, sehingga poin ini dianalisis berdasarkan tampak massa bangunan.

2.e. District (Teritori)

Pada skala kota, district terbentuk dari konfigurasi beberapa buah jalan (Habraken, 1998). Namun mengingat bahwa umumnya tidak adanya bentukan fisik berupa jalan di dalam perkampungan tradisional dan terbatasnya area yang termasuk area pengamatan, sehingga district diadaptasi menjadi area dalam batas luar bangunan dan/atau yang dapat diakses pada setiap rumah serta berada dalam batas-batas fisik perkampungan.

Tabel 1. Penyesuaian kerangka analisis

No Habraken (1998) Penyesuaian 1. Nominal classes; Tatanan transformasi fisik

a. Body & Utensils Perabot

b. Furniture Furnitur

c. Partitioning Bidang penyekat

d. Building Elements Elemen bangunan

e. Roads Pencapaian bangunan

f. Major Artery Jalur utama dalam kampung

2. Configuration; Tatanan tansformasi spasial b. Interior arrangements Pola spasial

c. Floor plan Ruangan

d. Building Sosok bangunan

e. District Teritori

f. City structure Pola sirkulasi kampung

3. “Whole”; Tatanan tansformasi kultural

a. “Place” Makna tempat/ruang Makna ruang, ditinjau dari pola sirkulasi dalam bangunan

b. “Room” Ruang dan ruangan yang terbentuk

Pola spasial dan ruangan yang terbentuk, menunjukan pola aktivitas dalam bangunan

c. “Built Space” Luas terbangun Luas massa bangunan tambahan

d. Block Bangunan dan lingkungan sekitarnya

Area selebar setengah dari jarang antar bangunan tradisional di kanan dan kiri bangunan

e. Neighborhood Kawasan perkampungan Keseluruhan elemen fisik dan spasial dalam perkampungan

Sumber: Analisis penulis (2011)

Page 10: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

60 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

2.f. City structure (Pola sirkulasi kampung)

City structure terbentuk dari konfigurasi major arteries dalam suatu kota, yang membentuk jaringan jalan di dalam kota tersebut. Lebih lanjut city structure mendefinisikan batasan kepekaan atas ruang dan teritori yang masih intim untuk manusia (Habraken, 1983). City structure diadaptasi menjadi struktur jaringan kampung berdasarkan jalur-jalur sirkulasi yang terbentuk di dalam suatu lingkup perkampungan tradisional.

3. “Whole”; tatanan transformasi kultural

3.a. “Place” (Makna tempat/ruang)

Habraken (1983) mendefinisikan “place” sebagai tempat dimana penghuni tinggal. Lebih lanjut Habraken (1998) menyebutkan bahwa “place” merupakan ruang yang disediakan oleh konfigurasi furnitur beserta perabotan dan segala barang milik penghuni rumah yang ditempatkan dalam suatu furnitur atau disekitarnya.

Pengertian “place” yang digunakan sebagai dasar pengadaptasian adalah pengertian pertama bahwa “place” merupakan tempat/ruang berlangsungnya kegiatan kehidupan sehari-hari para penghuni.

Poin ini dianalisis berdasarkan pergeseran pemaknaan tempat/ruang pada rumah tradisional masa kini dibandingkan makna ruang pada rumah tradisional berdasarkan tata aturan budayanya.

3.b. “Room” (Ruang dan ruangan tambahan)

“Room” didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diletakkan furnitur didalamnya (Habraken, 1983), baik berupa ruangan dengan bidang penyekat pada sisi-sisinya, maupun pola spasial yang terbentuk oleh suatu objek. “Room” diadaptasikan menjadi bentukan-bentukan ruang dan ruangan pada rumah tradisional masa kini yang mengindikasikan perubahan pola aktivitas di dalam bangunan.

3.c. “Built space” (Luas terbangun)

“Built space” didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat dibagi menjadi ruangan-ruangan (Habraken, 1983). Sedangkan terjemahan harfiah dari built space adalah area terbangun. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, “built space” diartikan sebagai luas area terbangun pada rumah tradisional masa kini, yang pada kenyataannya area ini terbagi menjadi ruangan-ruangan. Poin ini dianalisis berdasarkan luas penambahan bangunan dibandingkan kondisi asli rumah tradisional.

3.d. Block (Bangunan dan lingkungan sekitarnya)

Block didefinisikan sebagai tempat suatu bangunan berada (Habraken, 1983). Block diadaptasikan menjadi area yang terpengaruh oleh keberadaan suatu rumah tradisional. Sehingga, yang dimaksud block dalam penelitian ini adalah area di sisi-sisi rumah tradisional selebar setengah dari jarak antar bangunan.

3.e. Neighborhood (Kawasan perkampungan)

Neighborhood merupakan kesatuan dari objek fisik bangunan dan jalan serta pola-pola spasial yang terbentuk disekitarnya yang membentuk suatu kawasan. Pada teori Habraken (1983), neighborhood meliputi kawasan suatu lingkungan binaan yang terlingkup oleh batasan penelitian.

Hasil adaptasi terhadap poin ini, neighborhood dimaksudkan sebagai satu kampung tradisional. Keseluruhan elemen fisik dan pola spasial yang terbentuk dalam kampung pada masa kini merupakan bentuk transformasi dari kondisi asli perkampungan tradisional. Poin ini dianalisis berdasarkan keberadaan elemen fisik dan pola spasial baru di dalam perkampungan yang diidentifikasi dengan cara membandingkannya dengan hasil studi kepustakaan mengenai kondisi asli pola perkampungan tradisional yang diamati.

Page 11: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Elya Santa Bukit

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 61

Kesimpulan

Berdasarkan pengadatasian yang telah dilakukan, diketahui bahwa teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan oleh N.J. Habraken pada buku Transformation of the Site (1983) dan The Structure of the Ordinary (1998) secara umum dapat diterapkan untuk menelaah transformasi yang terjadi pada lingkungan permukiman tradisional. Beberapa penyesuaian yang dilakukan terhadap teori tersebut tidak mengubah substansi yang dikemukakan oleh Habraken.

Meskipun demikian, terdapat beberapa poin dari teori Habraken yang tidak sesuai untuk diterapkan secara langsung dalam menelaah transformasi yang terjadi di lingkungan permukiman tradisional. Hal ini dikarenakan kondisi permukiman tradisional yang masih menerapkan prinsip kebersamaan dan sistem-sistem sosial yang mengacu pada adat-istiadat suku bangsanya, yang tidak berlaku pada permukiman di perkotaan. Poin-poin yang tidak sesuai tersebut antara lain adalah major artery, district, dan block.

Poin major artery dirasa tidak sesuai untuk diterapkan pada semua lingkungan permukiman tradisional karena umumnya pada kampung tradisional tidak terdapat suatu jalur khusus yang menjadi tempat bermuaranya jalur-jalur sirkulasi. Umumnya pada kampung tradisional hanya terdapat suatu ruang terbuka yang menjadi tempat berkumpul seluruh penduduk kampung. Pada beberapa suku bangsa, ruang komunal ini juga menjadi muara dari seluruh jalur sirkulasi yang terdapat di dalam kampung. Namun, pada beberapa suku bangsa yang lain ruang komunal ini terpisah dari jalur-jalur sirkulasi di dalam kampung.

Sedangkan poin district dan block secara umum tidak dapat diterapkan pada lingkungan permukiman tradisional. Hal ini dikarenakan pada lingkungan permukiman tradisional umumnya tidak dikenal batasan teritori atau kepemilikan atas suatu wilayah hunian. Sehingga secara spasial tidak dapat ditelaah

transformasi yang terjadi akibat pergeseran teritori dari suatu bangunan. Adaptasi yang paling sesuai untuk poin district adalah perubahan daerah disekitar bangunan yang menjadi area sirkulasi penghuni suatu rumah, sebagai akibat perubahan fisik rumah tradisionalnya baik berupa penambahan luas bangunan maupun letak pintu rumah. Sementara pengadaptasian poin block cukup sulit untuk dilakukan, mengingat pola kehidupan di permukiman tradisional yang masih menerapkan sistem sosial berdasarkan tata aturan adat istiadat dari suku bangsanya.

Teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan oleh N.J. Habraken cukup mampu untuk menelaah perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lingkungan permukiman tradisional. Namun, tidak dapat mengkaji perubahan fisik yang berkaitan erat dengan tata nilai dan tradisi masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian-penelitian lanjutan untuk menemukan teori yang paling sesuai untuk digunakan dalam menelaah transformasi di lingkungan permukiman tradisional yang sarat akan tata nilai tradisi yang menjiwai kehidupan bermukim anggota suku bangsanya.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Dr. Ir. Wiwik Dwi Pratiwi, MES atas ilmu dan pengetahuan pada mata kuliah AR 6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi. Terima kasih juga kepada Indah Widiastuti, ST. MT. Ph.D dan Dr. Eng. Bambang Setia Budi, ST. MT. atas masukan-masukan bagi perbaikan materi.

Daftar Pustaka

Antoniades, A. C. (1992). Poetics of Architecture: Theory of Design. John Wiley and Sons

Chen, Y.-R., Ariffin, S. I., & Wang, M.-H.

(2008). The Typological Rule System of Malay Houses in Peninsula Malaysia. Journal of Asian Architecture and Building Engineering Vol.7 No.2 , 247-254

Page 12: Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p051-p062... · Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development;

Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

62 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Ching, F. D. (2000). Arsitektur: Bentuk, Ruang,

dan Tatanan. Jakarta: Erlangga Funo, S., Ferianto, B. F., & Yamada, K. (2005).

Considerations on Typology of Kampung House and Betawi House of Kampung Luar Batang (Jakarta). Journal of Asian Architecture and Building Engineering Vol.4 No.1 , 129-136

Groat, L., & Wang, D. (2002). Architectural

Research Methods. John Wiley and Sons Gruber, P., & Herbig, U. (2006). Settlements

and Housing on Nias Island Adaptation and Development. In Trans Urban (pp. 70-87). Wien: Verlag des Instituts für vergleichende Architekturforschung IVA

Habraken, N. J. (1998). The Structure of the

Ordinary. Cambridge, Massachusetts: MIT Press

Habraken, N. J. (1983). Transformation of the

Site. Cambridge, Massachusetts: A Water Press

Habraken, N., Boekholt, J., Thyssen, A., &

Dinjens, P. (1976). Variations, The Systematic Design of Support. MIT Press

Klaufus, C. (2000). Dwelling as representation:

Values of architecture in an Ecuadorian squatter settlement. Journal of Housing and the Built Environtment , 341-365

Mentayani, I. (2008). Jejak Hubungan

Arsitektur Tradisional Suku Banjar dan Suku Bakumpai. Dimensi Teknik Arsitektur Vol.36 No.1 , Surabaya: Univ. Kristen Petra, 54-64

Noble, A. G. (2009). Traditional Buildings.

I.B.Tauris Patandianan, M. V. (2005). Perubahan Fungsi

dan Bentuk Rumah Tradisional Toraja (Tongkonan). Bandung: Tesis Magister ITB

Pebriano, V. (2006). Budaya Bermukim Masyarakat Dayak Dosan di Kalimantan Barat dari Rumah Panjang ke Rumah Tunggal. Bandung: Tesis Magister ITB

Pratiwi, W. (2009). Tourism in Traditional Bali

Settlement: Institutional Analysis of Built Environment Planning. Verlag Dr Muller

Rapoport, A. (1969). House Form and Culture.

Prentice Hall Rukwaro, R. W., & Mukno, K. M. (2001).

Architecture of Societies in Transition - The Case of the Maasai of Kenya. Habitat International , 81-98

Sachari, A., & Sunarya, Y. Y. (2001). Desain

dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya. Bandung: Penerbit ITB

Schefold, R., Domenig, G., & Nas, P. (2004).

Indonesian Houses: Tradition and Transformation in Vernacular Architecture. Singapore: Singapore University Press

Setiada, N. K. (2003). Desa Adat Legian

Ditinjau dari Pola Desa Tradisional Bali. Jurnal Pemukiman Natah Vol.1 No.2 , 59-64

Wasilah, Prijotomo, J., dan Rachmawati, M.

(2011). Comparative Study of Traditional Architecture Toraja and Mamasa. International Journal of Engineering Science and Technology , 5507-5514.

Waterson, R. (1990) The Living House: an

Anthropology of Architecture in South-East Asia. Oxford University Press

Catatan Kaki 1 Materi Kuliah AR 6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi (2010)