apalah

3
Nadhilah Gitarani 140410140071 Kelas A Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Ironi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya kejadian atau situasi yg bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi, tetapi sudah menjadi suratan takdir. Satu kata itu muncul ketika membaca karya Taufiq Ismail yang ditulis tahun 1998 dengan judul “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”. Membaca judulnya pun sudah bisa mengerutkan dahi. Kata itu mungkin belum muncul saat membaca bait-bait awalnya. “Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia” “Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda”, begitu kata pemuda pada jaman itu. Menjadi bagian dari bangsa Indonesia merupakan hal yang membuat dada mereka tegap bila berdiri. Pantaslah mereka berbangga hati, karena mereka memperjuangkan bangsa ini dengan sekuat jiwa dan raga mereka. Hanya demi bangsa ini, yang bernama Indonesia. Namun Indonesia yang sekarang membuat pemuda- pemuda itu merunduk. “Langit-langit akhlak rubuh di atas negeriku”, menggambarkan perasaan mereka saat ini.

Upload: nadhilah-gitarani

Post on 15-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

apalah

TRANSCRIPT

Nadhilah Gitarani140410140071Kelas AMalu (Aku) Jadi Orang IndonesiaIroni, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya kejadian atau situasi yg bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi, tetapi sudah menjadi suratan takdir. Satu kata itu muncul ketika membaca karya Taufiq Ismail yang ditulis tahun 1998 dengan judul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia. Membaca judulnya pun sudah bisa mengerutkan dahi. Kata itu mungkin belum muncul saat membaca bait-bait awalnya. Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda, begitu kata pemuda pada jaman itu. Menjadi bagian dari bangsa Indonesia merupakan hal yang membuat dada mereka tegap bila berdiri. Pantaslah mereka berbangga hati, karena mereka memperjuangkan bangsa ini dengan sekuat jiwa dan raga mereka. Hanya demi bangsa ini, yang bernama Indonesia.Namun Indonesia yang sekarang membuat pemuda-pemuda itu merunduk. Langit-langit akhlak rubuh di atas negeriku, menggambarkan perasaan mereka saat ini. Kelima kalimat yang berhasil mereka buat dengan perjuangan yang tak mudah itu sekarang rasanya hanya sebagai ucapan yang rutin dibacakan dengan lantang setiap hari senin pagi. Jika sila pertama membahas mengenai ketuhanan, maka sekarang budi pekerti hanya ada dalam kitab suci, namun dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum yang hilang di tumpukan jerami. Ketika budi pekerti itu hilang, keempat sila lainnya pun sudah sulit untuk diwujudkan. Ulah oknum yang membakar pasar pedagang jelata demi pusat belanja bermodal raksasa jelas tidak memiliki sifat perikemanusiaan. Sekongkol bisnis dan birokrasi, nepotisme dikalangan elit politik, juga korupsi yang sudah dianggap hal lumrah membuat kata wakil yang tersemat pada para wakil rakyat tersebut kembali dipertanyakan. Lalu orang-orang yang memperjuangkan keadilan demi haknya seperti para buruh terbunuh dengan sia-sia, ditambah keputusan pengadilan untuk para koruptor yang dapat diperbincangkan kembali. Dengan semua itu rasanya sulit untuk membuat persatuan di negeri ini. Jika suatu golongan hanya mementingkan golongannya sendiri. Ironi, padahal dahulu rasa kebanggaan itu muncul ketika kita bersatu. Bersatu hingga dapat membusungkan dada karena merebut merdeka dari Belanda. Namun tak perlu malu menjadi bagian bangsa ini. Malulah jika menjadi orang Indonesia yang egois. Malulah jika menjadi orang Indonesia yang tidak berbudi. Malulah jika menjadi orang Indonesia yang tidak Indonesia.