apakah potensi desa dan kepemimpinan …

12
77 Abstrak: Abstrak: Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transfor- masional Mampu Meningkatkan Pendapatan? Penelitian ini berupaya menganalisis optimalisasi potensi desa, kepemimpinan transformasional dan kinerja terhadap peningkatan pendapatan asli desa. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda dan partial dengan sampel 40 desa yang ada di Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimalisasi potensi desa (pendirian BUMDes dan pemberdayaan masyarakat) mampu meningkatkan pendapatan asli desa. Namun, ki- nerja dan kepemimpinan transformasional (Asta Bratha) menunjukkan hasil yang sebaliknya. Hal ini dilatarbelakangi oleh filosofi bahwa ke suksesan proses kepemimpinan belum mampu menciptakan kesejahte- raan bagi seluruh masyarakat yang dimaknai sebagai kebahagiaan du- nia (sukanikang rat). Abstract: Are Village Potentials and Transformational Leadership Able to Increase Revenue? This study seeks to analyse the optimisa- tion of village potential, transformational leadership and performance to- wards increasing original village income. The analytical method used is multiple and partial regression with a sample of 40 villages in Buleleng Regency. This study finds that optimising village potential (establishment of village-owned business entity and community empowerment) was able to increase original village income. Still, transformational leadership and performance (Asta Bratha) showed the opposite result. This finding is moti- vated by the philosophy that the success of the leadership process has not been able to create prosperity for all people who are interpreted as world happiness (sukanikang rat). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya upaya Pemerintah agar pemba- ngunan di Indonesia secara terus menerus ditingkatkan guna mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Pembangunan yang dilaku- kan tidak terlepas dari campur tangan sega- la pemangku kepentingan, baik itu di tingkat pusat maupun di desa. Desa memiliki sum- ber-sumber pendapatan yang harus dike- lola secara optimal dan akuntabel, seperti yang tertuang pada APBDes. Pendapatan yang diperoleh itulah yang kemudian menja- di andalan utama desa dalam mewujudkan kemandirian wilayahnya. Hal ini juga ber- laku pada pemerintah desa yang berada di Kabupaten Buleleng. Pendapatan asli desa yang dianggarkan beberapa desa dari tahun 2016-2017 rata-rata mengalami pening- katan meskipun masih terdapat desa yang mengalami penurunan seperti Desa Wanagi- ri dan Desa Anturan dikarenakan kurangnya pendapatan yang berasal dari swadaya dan partisipasi masyarakat serta gotong royong. Terlepas dari penurunan tersebut, sebagian Volume 11 Nomor 1 Halaman 77-88 Malang, April 2020 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879 Mengutip ini sebagai: Yuniarta, G. A., & Purnamawati, I. G. A. (2020). Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transformasional Mampu Meningkatkan Pendapatan? Jurnal Akuntansi Multiparadig- ma, 11(1), 77-88. https://doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.1.05 APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN? Gede Adi Yuniarta, I Gusti Ayu Purnamawati Universitas Pendidikan Ganesha, Jl. Udayana No.11, Bali 81116 Tanggal Masuk: 21 Februari 2020 Tanggal Revisi: 01 April 2020 Tanggal Diterima: 30 April 2020 Surel: [email protected] Kata kunci: asta brata, desa, kinerja, sukanikang rat Jurnal Akuntansi Mulparadigma, 2020, 11(1), 77-88

Upload: others

Post on 08-Nov-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

77

Abstrak: Abstrak: Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transfor-masional Mampu Meningkatkan Pendapatan? Penelitian ini berupaya menganalisis optimalisasi potensi desa, kepemimpinan transformasional dan kinerja terhadap peningkatan pendapatan asli desa. Metode ana lisis yang digunakan adalah regresi berganda dan partial dengan sampel 40 desa yang ada di Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimalisasi potensi desa (pendirian BUMDes dan pemberdayaan ma syarakat) mampu meningkatkan pendapatan asli desa. Namun, ki­nerja dan kepemimpinan transformasional (Asta Bratha) menunjukkan hasil yang sebaliknya. Hal ini dilatarbelakangi oleh filosofi bahwa ke­suksesan proses kepemimpinan belum mampu menciptakan kesejahte­raan bagi seluruh masyarakat yang dimaknai sebagai kebahagiaan du­nia (suka nikang rat). Abstract: Are Village Potentials and Transformational Leadership Able to Increase Revenue? This study seeks to analyse the optimisa-tion of village potential, transformational leadership and performance to-wards increasing original village income. The analytical method used is multiple and partial regression with a sample of 40 villages in Buleleng Regency. This study finds that optimising village potential (establishment of village-owned business entity and community empowerment) was able to increase original village income. Still, transformational leadership and performance (Asta Bratha) showed the opposite result. This finding is moti-vated by the philosophy that the success of the leadership process has not been able to create prosperity for all people who are interpreted as world happiness (sukanikang rat).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya upaya Pemerintah agar pemba­ngunan di Indonesia secara terus menerus ditingkatkan guna mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Pembangunan yang dilaku­kan tidak terlepas dari campur tangan sega­la pemangku kepentingan, baik itu di tingkat pusat maupun di desa. Desa memiliki sum­ber­sumber pendapatan yang harus dike­lola secara optimal dan akuntabel, seperti yang tertuang pada APBDes. Pendapatan yang diperoleh itulah yang kemudian menja­

di andalan utama desa dalam mewujudkan kemandirian wilayahnya. Hal ini juga ber­laku pada pemerintah desa yang berada di Kabupaten Buleleng. Pendapatan asli desa yang dianggarkan beberapa desa dari tahun 2016­2017 rata­rata mengalami pening­katan meskipun masih terdapat desa yang mengalami penurunan seperti Desa Wanagi­ri dan Desa Anturan dikarenakan kurangnya pendapatan yang berasal dari swadaya dan partisipasi masyarakat serta gotong royong. Terlepas dari penurunan tersebut, sebagian

Volume 11Nomor 1Halaman 77-88Malang, April 2020ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879

Mengutip ini sebagai: Yuniarta, G. A., & Purnamawati, I. G. A. (2020). Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transformasional Mampu Meningkatkan Pendapatan? Jurnal Akuntansi Multiparadig-ma, 11(1), 77­88. https://doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.1.05

APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN?Gede Adi Yuniarta, I Gusti Ayu Purnamawati

Universitas Pendidikan Ganesha, Jl. Udayana No.11, Bali 81116

Tanggal Masuk: 21 Februari 2020Tanggal Revisi: 01 April 2020Tanggal Diterima: 30 April 2020

Surel: [email protected]

Kata kunci:

asta brata,desa,kinerja,sukanikang rat

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 2020, 11(1), 77-88

Page 2: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

78 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 1, April 2020, Hlm 77-88

besar desa yang ada di Kabupaten Buleleng telah membuktikan bahwa mereka mampu membangun desanya melalui peningkatan pendapatan asli desa.

Komponen penting yang semesti nya mampu untuk mewujudkan peningkat­an kesejahteraan masyarakat dalam hal pendapatannya yaitu melalui optimalisasi potensi desa. Upaya tersebut melalui pem­bentukan sebuah usaha bersama berbentuk BUMDes. Pembentukan BUMDes tersebut bukan saja sebagai instrumen penguatan otonomi desa, melainkan lebih kepada upa­ya meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan potensi, kebutuhan serta ke­mampuan desa itu sendiri (Antlöv et al., 2016; Nirathron & Whitford, 2012). Hal ini menjadi dorongan pemerintah desa dalam membentuk BUMDes, tidak terkecuali yang dilakukan oleh pemerintah desa di Kabu­paten Buleleng, BUMDes di Kabupaten Buleleng cukup banyak yaitu berjumlah 94 BUMDes dengan rata­rata mencapai 73%. Pengaruh pembentukan BUMDes terhadap pendapatan asli desa dinyatakan oleh Ang­graeni (2016) dan Nuraini (2019), bahwa ek­sistensi BUMDes dapat meningkatkan hasil usaha ataupun pendapatan bagi desa, serta memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakatnya. Namun, inkonsistensi pene­litian tersebut ditunjukkan melalui Fitriyani et al. (2018) bahwa terbukti badan usaha yang dimiliki belum mampu memberikan peningkatan pada pendapatan ataupun ke­sejahteraan masyarakat.

Sikap kepemimpinan transformasional dan bersinergi dirasa perlu untuk mengelola aset desa dengan optimal dan akuntabel ber­dasarkan ajaran moral serta cita­cita kuat. Jika dikaitkan dengan filsafat kepemim­pinan Hindu melalui Manawadharmasastra, di nyatakan bahwa delapan sifat dewa harus diwujudkan oleh seorang pemimpin. Kepemi­mpinan tersebut dikenal dengan Asta Brata, terdiri dari: Indrabrata, kepemimpinan yang mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Yamabrata, kepemimpinan yang adil bagi rakyat. Suryabrata, kepemimpinan yang se­lalu berusaha meningkatkan pelayanan yang bertanggung jawab. Candrabrata, sifat otori­tatif pemimpin. Bayubrata, sifat dari kepen­tingan pemimpin rakyat. Kuwera, kepemim­pinan yang mempromosikan kemakmuran. Warunabrata, sifat pemimpin yang mampu memberantas rasa sakit dan penyakit di ma­syarakat. Agnibrata, sifat kepemimpinan se­bagai pengorganisasi komunitas. Kepemim­

pinan yang direfleksikan dalam pengelolaan aset oleh pemerintah desa di Kabupaten Buleleng belum sepenuhnya dikatakan baik. Hal ini dikarenakan pada Desa Pengelatan ditemukan masalah mengenai sengketa tanah. Selain itu, di Desa Dencarik terjadi juga penyelewengan APBDes tahun anggar­an 2015­2016, yang dilakukan oleh Kepala Desa. Seperti yang diungkapkan Selvarajah et al. (2017), yaitu kepemimpinan Asta Bra-ta secara langsung mempengaruhi kinerja pengelolaan organisasi secara keseluruhan. Lassou et al. (2018) dan Triani & Handayani (2018) menunjukkan bahwa profesionali­tas pengelolaan aset desa berpengaruh sig­nifikan dalam mewujudkan otonomi dan meningkatkan kesejahteraan desa. Hal ini memiliki inkonsistensi hasil seperti dinya­takan oleh Eti­Tofinga et al. (2017), yaitu pendapatan asli desa tidak dipengaruhi oleh profesionalitas pengelolaan aset desa.

Peningkatan pendapatan asli desa se­harusnya mampu melibatkan peran ma­syarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan pemahaman, sikap, kemam­puan, keterampilan, serta penyadaran akan pemanfaatan sumber daya seperti penetap­an program dan kebijakan, kegiatan, pen­dampingan dan evaluasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat serta ken­dala yang dihadapi (Eti­Tofinga et al., 2017). Jika masyarakatnya ikut berpartisipasi, pemberdayaan bisa terjadi. Tidak terke­cuali yang terjadi pada desa di Kabupaten Buleleng, di mana keberhasilan salah satu desa yang mampu melibatkan pemerintah dengan masyarakat yaitu Desa Pemuteran yang kini menjadi desa wisata, melalui be­berapa tokoh masyarakat yang memberi­kan edukasi pelestarian terumbu karang. Penelitian yang dilakukan oleh Arfianto & Balahmar (2014) dan Kiryluk­Dryjska & Beba (2018), menyatakan bahwa pemerin­tah sangat berperan dalam pemberdayaan masyarakat melalui beberapa kebijakan. Namun, tidak sejalan dengan penelitian Id­ziak et al. (2015) di mana pemberdayaan ma­syarakat tidak dipengaruhi oleh pendapatan asli desa. Pemerintah desa dalam eksisten­sinya melayani kepentingan publik memili­ki kewajiban untuk mengakomodasi segala kepentingan masyarakat dengan memberi­kan pelayanan yang prima dan berkualitas, seperti diungkapkan oleh Qi et al. (2019). Adapun beberapa pengukuran pencapaian kinerja pemerintah berdasarkan argumen­tasi Keerasuntonpong & Cordery (2018)

Page 3: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

Yuniarta, Purnamwati, Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transformasional Mampu... 79

dan Sciulli (2018) terdiri atas unsur tata kelola pemerintahan yang baik yaitu kuali­tas pelayanan, produktivitas, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Seperti yang dipaparkan oleh Chen & Kung (2016), Guo & Sun (2016), dan Munti & Fahlevi (2017) bahwa pemerintah desa yang memi­liki kinerja baik mampu meningkatkan ke­sejahteraan masyarakat. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian Clark (2015) dan Finau et al. (2019) yang menyatakan bahwa pendapat an asli desa tidak dipengaruhi oleh peran pemerintah desa itu sendiri.

Urgensi penelitian ini yaitu pemerin­tah desa berupaya mengandalkan sumber pendapatan asli desa dalam pembiayaan se­gala kegiatan. Namun, kinerja yang belum optimal berdampak pada ketidakmampuan desa dalam meningkatkan pendapatan asli desa. Kebaruan penelitian ini yaitu peneliti mengembangkan indikator dan instrumen melalui landasan spiritual dalam A gama Hin­du sebagai dimensi kepemimpinan transfor­masional. Penelitian ini dimotivasi oleh upa­ya menggali fenomena permasalahan dalam masyarakat desa, terkait dengan pendapat­an asli desa yang sangat dibutuhkan saat ini untuk mewujudkan kemandirian desa. Permasalahan yang diangkat pada peneli­tian ini yaitu meskipun BUMDes bermanfaat dalam membangun perekonomian desa, be­berapa oknum melakukan penyelewengan terhadap aset BUMDes. Penyeleweng an aset juga terjadi di beberapa desa yang disebab­kan kurangnya sumber daya manusia yang profesional dalam pengelolaannya. Kurang­nya partisipasi masyarakat berakibat pada penurunan strategi pemerintah desa dalam peningkatan pendapatan. Penelitian ini di­harapkan memiliki kontribusi praktis bagi peningkatan pendapatan, kinerja peme­rintah desa, dan kesejahteraan masyarakat khususnya di Kabupaten Buleleng. Secara teoritis penelitian ini sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya agar diperoleh kesesuaian antara teori dengan fakta yang terjadi, khususnya pada penelitian akuntan­si dan budaya.

METODE Subjek penelitian ini meliputi seluruh

desa yang memiliki BUMDes di Kabupaten Buleleng. Objek penelitian ini adalah op­timalisasi potensi desa yang diproksikan oleh pendirian BUMDes (X1), pemberdayaan masyarakat (X3), dan kinerja pemerintah desa (X4). Kepemimpinan transformasional

diproksikan oleh kepemimpinan Asta Brata (X2) dan peningkatan pendapat an asli desa (Y).

Populasi penelitian berjumlah 94 desa yang telah terdaftar memiliki BUMDes, ter­diri dari: 13 desa (Kecamatan Gerokgak), 11 desa (Kecamatan Busungbiu), 15 desa (Ke­camatan Seririt), 9 desa (Kecamatan Banjar), 5 desa (Kecamatan Sukasada), 8 desa (Keca­matan Buleleng), 13 desa (Kecamatan Kubu­tambahan), 11 desa (Kecamatan Sawan) dan 9 desa (Kecamatan Tejakula). Sampel pada penelitian diperoleh menggunakan teknik purposive. Sampel harus memenuhi bebe­rapa karakteristik yaitu desa yang memiliki BUMDes dengan: kepemilikan aset di atas Rp 1 miliar, memanfaatkan aset desa yang di­miliki, mampu mewujudkan pemberdayaan masyarakat desa ke arah yang mandiri; me­libatkan peranan penting ki nerja.

Berdasarkan karakteristiknya, peneli­tian ini menggunakan sampel sejumlah 40 desa, yaitu 6 desa di Kecamatan Gerokgak, 3 desa di Kecamatan Busungbiu, 7 desa di Kecamatan Seririt, 6 desa di Kecamatan Banjar, 3 desa di Kecamatan Sukasada, 2 desa di Kecamatan Buleleng, 7 desa di Keca­matan Kubutambahan, 2 desa di Kecamatan Sawan, dan 4 desa di Kecamatan Tejakula. Sampel penelitian menggunakan desa­desa di kabupaten Buleleng karena pendapat an asli desa yang dianggarkan dari tahun 2016 hingga tahun 2017 rata­rata meng alami pe­ningkatan, tetapi masih terdapat desa yang mengalami penurunan yaitu Desa Wanagiri dan Desa Anturan.

Pengumpulan data penelitian dengan menggunakan kuesioner. Penyebaran kue­sioner ditujukan kepada kepala desa atau bendahara. Melalui kuesioner, pengukuran pernyataan responden dinyatakan dengan rentang 1 sampai 5 (likert), mulai dari krite­ria jawaban sangat tidak setuju sampai de­ngan sangat setuju.

Beberapa tahapan pengujian yang dilakukan pada data adalah statistik deskriptif, validitas dan reliabilitas, normal­itas, heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan pengujian pengaruh menggunakan mul-tiple regression. Keandalan data serta kese­suaian butir kuesioner diuji menggunakan validitas dan reliabilitas. Indikator yang di­gunakan dalam mengukur variabel idepen­den adalah: pendirian BUMDes (kebutuhan, potensi, dan kapasitas desa); kepemimpinan Asta Brata yang mencakup Indrabra-ta, Yamabrata, Suryabrata, Candrabrata,

Page 4: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

80 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 1, April 2020, Hlm 77-88

Bayubrata, Kuwera, Warunabrata, Agnibrata (Selvarajah et al., 2017); pemberdayaan ma­syarakat yang mencakup penyadaran, pen­didikan dan pelatihan, penguatan jaringan, pengembangan kekuatan, penguatan modal sosial, penguatan kapasitas dan pengakuan (Eti­Tofinga et al., 2017); kinerja pemerintah desa yang mencakup produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas (Lin et al., 2018; Vel & Bedner, 2015); pendapatan asli desa yang mencakup hasil usaha desa, hasil aset desa, hasil swa­daya dan partisipasi, hasil gotong royong, lain­lain pendapatan asli desa (Idziak et al., 2015). Persamaan regresi berganda yaitu:

PAD = α + β1PB + β2AB + β3PM + β4KP + ε

Keterangan:PAD = Peningkatan Pendapatan

Asli Desaα = Konstantaβ1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi PB = Pendirian BUMDesAB = Kepemimpinan Asta

BrataPM = Pemberdayaan

MasyarakatKP = Kinerja Pemerintah Desaε = Tingkat Kesalahan

HASIL DAN PEMBAHASANPengujian menggunakan analisis

deskriptif yaitu secara rerata nilai variabel pendirian BUMDes sebesar 30,75, yang ar­tinya responden dalam menjawab pernyata­an berkisar pada pilihan mendekati nilai maksimum 35. Pada variabel kepemimpinan Asta Brata untuk nilai minimum dan maksi­

mum berkisar antara 38 sampai 50 dengan 10 butir pernyataan. Rata­rata nilai varia­bel kepemimpinan Asta Brata sebesar 43,83 yang artinya responden dalam menjawab pernyataan berkisar pada pilihan mendekat i nilai minimum 38. Pada variabel pember­dayaan masyarakat nilai minimum dan mak­simum berkisar antara 40 sampai 60 dengan 12 butir pernyataan. Rata­rata nilai variabel pemberdayaan masyarakat sebesar 51,15, yang artinya responden dalam menjawab penyataan berkisar pada pilihan mendekat­ i nilai maksimum 60. Pada variabel kinerja pemerintah desa nilai minimum dan maksi­mum berkisar antara 30 sampai 40 dengan 8 butir pernyataan. Rata­rata nilai varia­bel kinerja pemerintah desa sebesar 33,38, yang artinya responden dalam menjawab pernyataan berkisar pada pilihan mendekati nilai minimum 30. Pada variabel peningkat­an pendapatan asli desa nilai minimum dan maksimum berkisar antara 12 sampai 25 dengan 5 butir pernyataan. Rata­rata nilai variabel peningkatan pendapatan asli desa sebesar 20,65 yang artinya responden dalam menjawab pernyataan berkisar pada pilihan mendekati nilai maksimum 25.

Berdasarkan hasil tersebut dapat di­tentukan persamaan regresi linier berganda pola pengaruh variabel pendirian BUMDes (X1), kepemimpinan Asta Brata (X2), pem­berdayaan masyarakat (X3), dan kinerja pe­merintah desa (X4) terhadap peningkatan pendapatan asli desa (Y) dapat dinyatakan dengan persamaan:

PAD = α + β1PB + β2AB + β3PM + β4KP + ε

= ­5,065 + 0,390PB ­ 0,244AB + 0,374PM + 0,158KP + ε

Tabel 1. Hasil Regresi Berganda

Koefisien Tidak Distandarisasi KoefisienDistandardisasi

T Signifikansi

Beta Standar Error BetaKonstanta ­5,065 6,731 ­0,753 0,457*PB 0,390 0,164 0,376 2,379 0,023*AB ­0,244 0,157 ­0,294 ­1,553 0,130**PM 0,374 0,103 0,603 3,637 0,001*KP 0,158 0,171 0,123 0,927 0,360**

Keterangan:*) α < 0,05 = signifikan**) α > 0,05 = tidak signifikan

Page 5: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

Yuniarta, Purnamwati, Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transformasional Mampu... 81

Koefisien regresi pendirian BUMDes (X1) sebesar 0,390 berarti pendirian BUM­Des mempunyai pengaruh positif terhadap besarnya peningkatan pendapatan asli desa. Koefisien regresi kepemimpinan Asta Brata (X2) sebesar ­0,244 berarti kepemimpinan Asta Brata mempunyai pengaruh negatif terhadap besarnya peningkatan pendapat­an asli desa. Pemberdayaan masyarakat dengan koefisien regresi (X3) sebesar 0,374 berarti terdapat pengaruh positif variabel pemberdayaan masyarakat pada besarnya peningkatan pendapatan asli desa. Koefisien regresi kinerja pemerintah desa (X4) sebe­sar 0,158 berarti kinerja pemerintah desa mempunyai pengaruh positif terhadap be­sarnya peningkatan pendapatan asli desa. Berdasarkan hasil uji regresi, maka pola pengaruh antarvariabel pendirian BUMDes (X1), kepemimpinan Asta Brata (X2), pem­berdayaan masyarakat (X3), dan kinerja pemerintah desa (X4) terhadap peningkat­an pendapatan asli desa (Y) adalah nilai konstan sebesar ­5,065 yang menyatakan bahwa apabila terjadi variabel independen pendirian BUMDes (X1), kepemimpinan Asta Brata (X2), pemberdayaan masyarakat (X3), dan kinerja pemerintah desa (X4) sama den­gan nol, variabel peningkatan pendapat an asli desa (Y) senilai ­5,065.

Koefisien determinasi R2 (lihat Tabel 2) menunjukkan hasil uji sebesar 0,390, den­gan interpretasi yaitu 39% dari besar nya variasi peningkatan pendapatan asli desa bisa dijelaskan oleh variabel­variabel bebas yaitu pendirian BUMDes, kepemimpinan Asta Brata, pemberdayaan masyarakat, dan kinerja pemerintah desa, sedangkan sisa­nya 61% dapat dipengaruhi oleh faktor lain­nya. Maka, variabel independen tersebut mampu mewakili memprediksi peningkatan pendapatan asli desa.

Tabel 3 merupakan hasil pengujian yang dilakukan oleh peneliti terhadap pendi­rian BUMDes, kepemimpinan Asta Brata, pemberdayaan masyarakat, dan kinerja pe­merintah desa terhadap variabel dependen yaitu peningkatan pendapatan asli desa. Pe­nelitian ini menggunakan 40 sampel dengan nilai df sebesar 2,0301.

Pengaruh pendirian BUMDes terha-dap peningkatan pendapatan asli desa. Melalui hasil pengujian secara parsial maka pendirian BUMDes berpengaruh positif dan signifikan pada peningkatan pendapatan asli desa. Hasil ini dapat diketahui berdasar­kan analisis regresi yang dilakukan dengan ditunjukkan pada Tabel 3, variabel pendi­rian BUMDes (X1) diperoleh t­hitung de ngan nilai 2,379 > t­tabel dengan nilai 2,0301 dan signifikansi untuk variabel ini sebesar 0,023 (<0,05). Regresi tersebut dapat dipa­hami bahwa pendirian BUMDes memiliki pengaruh signifikan positif terhadap pening­katan pendapatan asli desa. Jika dipahami melalui sudut pandang teoritis, berdasarkan aturan yang dikeluarkan pemerintah menge­nai desa (PP No. 72/2005), yaitu selaras de­ngan tujuan peningkatan pendapatan desa, BUMDes didirikan de ngan menyesuaikan pada kemampuan desa. Di samping itu, kebijakan lainnya mengenai desa ditetap­kan melalui UU No. 6/2014. Undang­Un­dang tersebut juga menjelaskan mengenai kewenangan desa yang merupakan sumber dari pendapatan asli desa de ngan didasar­kan atas hak asal mula serta skala lokal desa seperti halnya hasil usaha BUMDes, serta pendapatan lainnya.

BUMDes kini memang telah banyak dibentuk di desa­desa khususnya desa yang berada di Kabupaten Buleleng dengan memi­liki 94 BUMDes. Jumlah ini jelas menunjuk­kan bahwa desa yang berada di Kabupaten Buleleng sangat antusias dalam meningkat­kan ekonomi di desa sehingga kesejahte raan masyarakat pada desa dapat terjamin.

Berdasarkan kuesioner yang telah di­jawab oleh responden dan pengujian ter­hadap data penelitian, dinyatakan bahwa pembentukan BUMDes sangat memberikan pengaruh yang sangat positif bagi suatu desa. Pendirian BUMDes sebagian besar te­lah mampu memenuhi kebutuhan baik pro­duktif maupun konsumtif, serta optimali­sasi potensi desa sehingga kesejahteraan masyarakat desa mengalami peningkatan. Ditambah pula pe ran serta pemerintah desa sebagai kesa tuan hukum yang berlandaskan pada ketentuan dan kebijakan yang ditetap­kan dan disesuaikan melalui kesepakatan

Tabel 2. Hasil Uji Determinasi

R2 yang Disesuaikan Kesalahan Standar Estimasi0,390 2,283

Page 6: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

82 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 1, April 2020, Hlm 77-88

bersama di antara masyarakat desa. Peneli­tian ini memiliki konsistensi dengan Anggre­ani (2016) yaitu eksistensi BUMDes berman­faat bagi ma syarakat di Desa Ponggok jika dipandang dari aspek kesehatan, kesejahter­aan pendidikan, dan peningkatan pendapa­tan. Sejalan pula dengan penelitian Nuraini (2019) yang mengungkapkan bahwa eksis­tensi dari BUMDes terhadap peningkatan pendapat an asli desa dapat dilihat dari pen­ingkatan PADes. Beberapa penelitian terse­but semakin meyakinkan bahwa pendirian BUMDes memberikan pengaruh yang sig­nifikan positif pada peningkatan pendapatan asli desa.

Desa yang telah memiliki BUMDes di Kabupaten Buleleng sebagian besar te­lah menjadi desa yang mandiri karena de­sa­desa tersebut mampu meningkatkan kesejahte raan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat di sini sebagian besar dapat dilihat dengan pemberian pinjaman bagi ma syarakat tanpa jaminan terutama bagi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang bergu­na dalam memenuhi kebutuhan produk­tif ataupun konsumtif masyarakat. Poten­si­potensi desa telah dimanfaatkan secara maksimal dengan pengadaan unit usaha air bersih, unit pengadaan traktor, unit pe­ngelolaan sampah, unit pertokoan, unit pa­sar desa, dan lain sebagainya yang mampu menunjang peningkatan perekonomian desa de ngan cara mengoptimalkan potensi desa agar selaras dengan kapasitasnya.

Implikasi penelitian ini adalah pendi­rian BUMDes merupakan salah satu usaha yang mampu menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan perekonomian melalui peningkatan pendapatan asli desa. Jika di­dasarkan pada sudut pandang lainnya yaitu pemerintah desa berupaya untuk mewujud­kan keinginan dan cita­cita bersama menuju masyarakat yang maju dan mandiri. Keingin­

an pendirian BUMDes itu sendiri oleh ma­syarakat desa tentunya dengan melalui per­timbangan adanya dukungan potensi desa yang optimal, iuran pajak, serta kesadaran masyarakatnya untuk patuh pada pemenuh­an kewajibannya dengan melibatkan pe ran pemerintah di tingkat kabupaten. Sikap kerja sama, partisipasi menyeluruh, eman­sipasi, transparansi, akuntabilitas, dan ke­berlanjutan dalam pengelolaan BUMDes di­dasarkan pada sistem berbasis keanggotaan dan saling membantu dengan berpegang pada prinsip kemandirian dan profesionali­tas. Untuk itu, pemerintah desa harus terli­bat dalam penyertaan modal mayoritas pada BUMDes dan berperan bersama masyarakat dalam pendiriannya, sesuai harapan un­tuk pemenuhan standar pelayanan minimal dengan melindungi masyarakat atas mo­nopoli dan tekanan pihak ketiga yang tidak menguntungkan, baik eksternal maupun internal. Maka, secara langsung pemerintah desa juga harus berperan serta mendirikan BUMDes sebagai salah satu bentuk badan hukum yang berlandaskan pada peraturan perundangan dan kebijakan yang berlaku, dengan berpijak pula pada kesepakatan ber­sama dengan masyarakat desa.

Sesuai dengan teori pertumbuhan ekonomi neo­klasik, kewirausahaan me­rupakan elemen utama dalam mengembang­kan perekonomian. Dalam pengembangan ekonomi desa pemerintah desa mampu me­ngandalkan hasil usahanya untuk mening­katkan pendapatan asli desa bukan hanya berharap pada bantuan pemerintah di ting­kat atas.

Pengaruh kepemimpinan Asta Bra-ta terhadap peningkatan pendapatan asli desa. Melalui hasil pengujian secara par­sial dinyatakan bahwa kepemimpinan Asta Brata tidak berpengaruh pada peningkatan pendapatan asli desa. Hasil ini dapat diketa­

Tabel 3. Hasil Pengaruh Parsial

Variabel Bebas Probabilitas t(hitung) t(tabel) Probabilitas

Pendirian BUMDes 2,379 2,0301 0,023*Kepemimpinan Asta Brata ­1,553 2,0301 0,130**Pemberdayaan Masyarakat 3,367 2,0301 0,001*Kinerja Pemerintah Desa 0,927 2,0301 0,360**

Keterangan:*) α < 0,05 = signifikan**) α > 0,05 = tidak signifikan

Page 7: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

Yuniarta, Purnamwati, Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transformasional Mampu... 83

hui berdasarkan analisis regresi pada Tabel 3 yang ditunjukkan melalui t­hitung sebesar 2,0301, dengan signifikansi 0,130 (>0,05). Berdasarkan hasil analisis, kepemimpinan Asta Brata tidak berpengaruh signifikan ter­hadap pe ningkatan pendapatan asli desa yang arti nya kurangnya sikap kepemim­pinan transformasional dari aparatur pe­merintah desa dalam melakukan pengelo­laan aset desa.

Sikap kepemimpinan dalam Hindu sa­ngat berkaitan erat dengan etika. Seorang pemim pin dengan sifat dan sikap yang dimi­likinya menjadi penentu keberhasilan atau kegagalannya untuk menjalankan tugasnya dalam mengelola pemerintahan. Penyempur­naan sikap dan sifat kepemimpinan tersebut dilakukan melalui pendalaman ajaran serta filsafat ilmu pengetahuan, serta berpegang pula pada pengamalan ajaran­ajaran terse­but, seperti halnya ajaran yang melekat pada filsafat Asta Brata.

Sumber daya alam dan manusia yang dimiliki Kabupaten Buleleng pun bisa di­andalkan untuk mengelolanya, asalkan pemimpinnya cerdas, jujur, dan bijaksana. Untuk menjadi pemimpin yang cerdas dan bijaksana, seorang pemimpin harus mam­pu memahami dan menjalankan ajaran Asta Brata, serta menerapkan manajemen kepemimpinan Hindu dalam organisasi nya.

Meskipun demikian, tampaknya sifat kepemimpinan tersebut belum sepenuh­nya diimplementasikan oleh aparatur desa dalam pengelolaan aset yang dimiliki oleh desa khususnya di Buleleng. Selain itu, be­lum sepenuhnya terjalin harmonisasi kerja sama, koordinasi, dan komunikasi yang baik dalam pemerintahan desa. Hal ini meng­ingat masyarakat Buleleng menganut sistem kekeluargaan dan kepercayaan yang masih sangat kental. Sama halnya dalam orga­nisasi desa. Dalam pengelolaan aset desa hendak nya harus ada transparansi dan pertanggungjawaban lembaga desa dengan aparatur desa, yang nantinya menciptakan hubungan yang harmonis dan aset desa ter­kelola dengan baik.

Berdasarkan kuesioner yang telah di­jawab oleh responden yaitu salah satu pe­merintah (perangkat desa), peneliti melihat bahwa peme rintah (perangkat desa) kurang bersinergi khususnya dalam menangani pengelolaan aset desa dalam pemanfaatan,

penghapus an, serta pemindahtanganan aset melalui persetujuan kepala desa. Hal ini menyebabkan implementasi kepemimpinan Asta Brata tidak memiliki pengaruh pada peningkatan pendapatan asli desa.

Temuan ini konsisten dengan penelitian Bradly (2015) dan Marini et al. (2017) yaitu pengelolaan barang milik desa belum mampu dilaksanakan dengan optimal dikarenakan adanya kendala­kendala yang berkaitan dengan aspek keorganisasian, kompeten­si aparatur sumber daya manusianya, dan implementasi pengelolaan aset yang belum sejalan dengan kebijakannya. Hasil yang berbeda juga ditunjukkan oleh Lassou et al. (2018) yang menyatakan bahwa adanya pe­ngaruh signifikan pengelolaan aset desa un­tuk menuju otonomi dan kemandirian desa. Hasil penelitian Selvarajah et al. (2017) juga menyatakan bahwa kepemimpinan transfor­masional melalui kepemimpinan asta brata menunjukkan pengaruh langsung pada ki­nerja dan manajemen lembaga keuangan yang ada di desa.

Melalui indikator yang telah ditetapkan untuk mengukur variabel kepemimpinan Asta Brata menunjukkan telah dikelolanya aset desa dengan baik oleh aparatur ataupun perangkat desanya meskipun belum dilak­sanakan maksimal dengan masih ada bebe­rapa yang belum dilaksanakan dengan tepat. Hal ini yang menyebabkan kepemimpinan Asta Brata menjadi tidak berpengaruh ter­hadap peningkatan pendapatan asli desa. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa tidak berpengaruhnya variabel kepemimpinan Asta Brata terhadap peningkatan pendapat­an asli desa pada penelitian ini memang ber­tentangan ajaran filsafat Asta Brata, di mana dalam implemetasi pengelolaan aset desa itu sendiri tidak terlepas dari perubahan pola pikir dan kepercayaan masyarakat yang mu­lai bergeser dengan mengesampingkan inte­grasi nilai­nilai luhur kearifan budaya lokal dalam proses kepemimpinan, sedangkan dalam penelitian ini ada desa yang pada ke­nyataannya masih sulit melakukan perubah­an yang diamanatkan. Telah banyak kasus yang menunjukkan adanya degradasi yang mengkhawatirkan dalam kepemimpinan di tengah kuatnya pengaruh globalisasi yang membungkus nilai­nilai budaya dan ke­arifan lokal, sehingga kesuksesan sebuah kepemimpinan hanya diukur berdasarkan

Page 8: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

84 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 1, April 2020, Hlm 77-88

kecerdasan intelektual. Sebagai dampaknya, menipisnya etika dan empati menjadi fokus utama dalam membentuk sikap kepemim­pinan dalam organisasi pemerintah.

Meskipun hasil penelitian menyatakan bahwa variabel kepemimpinan Asta Bra-ta tidak berpe ngaruh, delapan sifat dewa atau watak alam sebagai kesatuan konsep yang integral tersebut dapat diteladani ti­dak hanya oleh pemim pin (aparatur desa) tetapi juga seluruh masyarakat tanpa terke­cuali. Berdasarkan konsep etika Hindu si­fat kepemimpinan dalam asta brata terkait dengan profesionalisme pengelolaan aset desa. Meskipun lahir pada masa lampau, ajaran tersebut bersifat universal dan bisa diterapkan di mana saja sepanjang masa. Ajaran Hindu melalui Kautilya Arthasastra mengungkapkan mengenai tujuan dalam kepemimpinan yaitu:

“apa yang membuat Raja senang bukanlah kesejahteraan, tetapi yang membuat rakyat sejahtera itulah kesenangan seorang Raja”.

Maka dalam proses kepemimpinan yang menjadi tujuan utamanya adalah jika mampu mewujudkan anggota masyarakat (organisasi) yang sejahtera, secara general dimaknai sebagai kebahagiaan dunia (su-kanikang rat). Hal tersebut kemudian diper­tegas kembali dalam kakawin Ramayana XXIV.52:

“Sang Hyang Indra, Yama, Surya, Candra dan Bayu, Sang Hyang Kwera, Baruna dan Agni, henda­knya semua hal tersebut menjadi kepribadian sang raja. Oleh kare­nanya, seorang raja harus memu­ja Asta Brata untuk mewujudkan kepemimpinan yang makmur un­tuk rakyat”

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sifat bijaksana harus dimiliki dalam sebuah kepemimpinan. Hal ini terutama da­lam mengelola aset desa sehingga selalu ter­patri keinginan untuk melakukan tindakan yang tidak menyimpang

Pengaruh pemberdayaan masyarakat pada peningkatan pendapatan asli desa. Melalui hasil pengujian secara parsial di­nyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat berpengaruh positif dan signifikan pada peningkatan pendapatan asli desa. Hasil ini

dapat diketahui berdasarkan analisis regre­si yang ditunjukkan pada Tabel 3, dengan t­hitung sebesar 3,367 dan nilai signifikansi 0,001 (< 0,05).

Hasil regresi menyatakan bahwa pem­berdayaan masyarakat melalui pelibatan masyarakat mampu terlaksana dengan baik sehingga meningkatkan kesejahteraan ma­syarakat desa. Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah upaya untuk mengu­bah masyarakat desa dengan keterbatasan sumber dayanya sehingga dapat mengata­si kendala­kendala pembangunan di desa­nya dengan menyadarkan dan membentuk sikap menuju transformasi kemampuan in­telektual di tingkat individu, kelompok, dan sistem sehingga tercipta masyarakat yang berdaya (Imawan et al., 2019; Satriajaya et al., 2017; Wilfahrt, 2018).

Hasil penelitian ini juga didukung oleh Arfianto & Balahmar (2014) yang menjelas­kan mengenai beberapa kebijakan yang diberikan oleh pemerintah untuk pember­dayaan masyarakat. Kebijakan tersebut terutama dengan pemberian fasilitas, serta mampu membina, mengarahkan, dan me­ngendalikan kegiatan masyarakat sehingga ekonomi di desa mampu meningkat. Ha­sil ini sejalan pula dengan penelitian Kiry­luk­Dryjska & Beba (2018) yang mengung­kapkan mengenai pengaruh pemberdayaan masyarakat desa pada pembangunan desa.

Dari indikator­indikator yang digu­nakan dalam pernyataan kuesioner mem­buktikan bahwa peran pemerintah desa da­lam pemberdayaan masyarakat khususnya di Kabupaten Buleleng mampu memberikan pengaruh yang positif. Pemberdayaan mas­yarakat mampu memenuhi kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapa­tan asli desa.

Implikasi penelitian ini yaitu pember­dayaan mampu mewujudkan keberdayaan masyarakat terutama golongan lemah, tidak terlepas dari pengaruh kondisi dalam diri masyarakat itu sendiri, serta tekanan yang terjadi di luar seperti ketidakadilan yang terjadi dan mengakibatkan adanya penin­dasan oleh pihak yang berkuasa. Tidak ha­nya pemerintah desa yang berupaya dalam membangun desa dengan menjalankan usa­ha­usaha, tetapi ada pula partisipasi ma­syarakat yang telah diberdayakan.

Jika dipandang dari aspek teoritis pemberdayaan khususnya di Kabupaten Buleleng mampu meningkatkan kesejahte­raan masyarakat. Hal ini membuktikan de­

Page 9: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

Yuniarta, Purnamwati, Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transformasional Mampu... 85

ngan semakin tingginya pemberdayaan yang dilakukan akan mampu mempengaruhi pendapatan asli desa. Bentuk keberhasil­an pemberdayaan yang dilakukan tersebut adalah melatih dan mewujudkan keinginan masyarakat desa yang membuka usaha de­ngan memberikan dana melalui peminjaman di BUMDes serta dapat memasarkan usaha­nya jika usaha dalam bentuk konsumsi se­hingga penjualan hasil usaha akan menam­bah pemasukan atau pendapatan bagi desa itu sendiri.

Pengaruh kinerja pemerintah desa pada peningkatan pendapatan asli desa. Melalui hasil pengujian secara parsial di­nyatakan bahwa variabel kinerja pemerintah desa tidak berpengaruh pada peningkatan pendapatan asli desa. Hasil tersebut dapat diketahui melalui Tabel 3, berdasarkan ha­sil regresi diperoleh t­hitung sebesar 0,927 (<t­tabel sebesar 2,0301) dan signifikansi se­nilai 0,360 (>0,05). Penelitian jelas menun­jukkan bahwa kinerja pemerintah desa tidak berpengaruh pada peningkatan pendapatan asli desa, artinya belum mampunya peme­rintah desa meningkatkan kinerjanya secara optimal. Kinerja umumnya digambarkan se­bagai tingkatan dalam pencapaian sebuah sasaran kegiatan melalui serangkaian kebi­jakan.

Jika tingkatan atau pencapaian pelak­sanaan dalam mewujudkan program yang telah disusun dilaksanakan dengan baik, maka berdampak positif di mana tidak ha­nya kinerja pemerintah desa yang baik teta­pi keuangan, khususnya pendapatan asli desa yang telah diupayakan untuk mem­bangun desa, mampu terus meningkat dan tidak adanya penyelewengan untuk sumber pendapatan tersebut. Hal ini berarti pemerin­tah desa dituntut pula untuk mengutamakan kepentingan masyarakat sehingga senantia­sa peduli dengan meningkatkan akuntabili­tas dan kualitas pelayanan sehingga penye­lewengan untuk sumber pendapatan dapat dihindari. Berdasarkan jawaban responden yaitu pemerintah desa di Kabupaten Bule­leng belum secara maksimal menunjukkan keberhasilannya dalam pencapaian kinerja. Seperti dalam pengelolaan pendapatan asli beberapa desa belum menunjukkan hasil yang optimal dalam mengelola pendapatan asli desa seperti masih tidak tanggapnya pe­merintah desa dalam melakukan perbaikan jalan yang masih rusak. Seharus nya pe­merintah desa sudah dapat melakukan per­baikan ini karena pendapatan asli desa yang

telah didapatkan. Namun, pada kenyataan­nya belum dilakukan perbaikan. Selain itu, para perangkat atau pemerintah desa yang mungkin belum profesional dalam melaku­kan strategi meningkatkan pendapat an asli desa seperti masih kurangnya pelatih­an dalam mengelola pendapatan asli desa yang menyebabkan tidak berfokusnya upa­ya pemerintah desa untuk meningkatkan pendapatannya. Hal ini berarti kinerja pe­merintah desa belum optimal terlaksana.

Penelitian sesuai de ngan temuan Clark (2015) dan Finau et al. (2019) bahwa peran pemerintah desa tidak menunjukkan pe­ngaruh pada pendapatan asli desa. Inkon­sistensi hasil penelitian diungkapkan oleh Boonperm et al. (2013) dan Syahza & As­mit (2019) yaitu belum optimalnya ki nerja pemerintah desa dalam meningkatkan pendapatannya, dikarenakan kemampuan yang tidak maksimal untuk mengelola da­nanya. Begitu pula dengan Chen & Kung (2016) dan Guo & Sun (2016) yang meng­ungkapkan pelaksanaan kinerja pemerin­tah yang baik mampu meningkatkan pem­bangunan infrastruktur yang ada di desa.

Pengukuran dan peningkatan kinerja dalam organisasi pemerintah perlu dilihat secara lebih menyeluruh dan komprehensif. Jumlah tuntutan untuk manajemen organi­sasi pemerintah yang transparan tidak sela­lu disertai dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja dan akun tabilitasnya. Mungkin pelaporan kinerja dan akuntabi­litas hanyalah masalah formalitas dan oleh karena itu keberadaan alat ukur yang jelas sangat penting bagi organisasi pemerintah. Pada konteks organisasi sektor publik, teo ri kelembagaan menjadi referensi untuk men­jelaskan hal tersebut (Ahyaruddin & Akbar, 2018). Lin et al. (2018) dan Vel & Bedner (2015) berargumentasi bahwa pengukuran kinerja pemerintah melalui beberapa aspek produktivitas dan kualitas pelayanan, re­sponsivitas dan responsibilitas, serta akun­tabilitas belum dilaksanakan oleh pemer­intah desa secara optimal. Hal ini sesuai dengan jawaban dari responden ya itu pe­merintah desa di Kabupaten Buleleng. Begi­tu pula dengan pelayanan dan kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan pendapat­an asli desa masih ada yang belum maksi­mal dikelola. Seperti di Kabupaten Buleleng ditemukan masih ada beberapa yang kiner­janya buruk yang diakibatkan oleh penye­lewengan dana yang dilakukan oleh aparat pemerintah desa, salah satunya di Desa

Page 10: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

86 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 1, April 2020, Hlm 77-88

Alasangker Kecamatan Buleleng. Mirisnya, penyimpangan ini dilakukan oleh aparatur desa yang memegang peranan penting yaitu antara kelian banjar dinas dengan sekretaris desa.

Implikasi penelitian ini yaitu kompe­tensi aparatur pemerintah dalam memberi­kan pelayanan kepada masyarakat sangat berpengaruh pada kinerja. Jika tingkatan atau pencapaian pelaksanaan dalam mewu­judkan program yang telah disusun tidak dijalankan secara maksimal, maka dapat berpengaruh tidak hanya terhadap bu­ruknya kinerja pemerintah desa, tetapi juga pendapatan asli desa dan adanya penyele­wengan sumber pendapatan tersebut. Hal ini mengandung implikasi agar ke depannya pe­merintah desa lebih meningkatkan kinerja­nya guna memaksimalkan apa yang menjadi tujuan dari pemerintah desa itu sendiri yang salah satunya meningkatkan kesejahte­raan masyarakat desa melalui peningkatan pendapatan asli desa. Masyarakat sangat mengharapkan agar program­program yang dijalankan pemerintah desa dapat ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat serta pem­bangunan desa yang mandiri (Wang & Li, 2018; Purnamawati & Adnyani, 2019).

Menurut teori stakeholder pemerin­tah desa sebagai pengemban amanat hen­daknya mengutamakan kepentingan mas­yarakatnya. Hal ini dapat dilakukan jika pemerintah desa berupaya memberikan kepuasan dalam pelayanan yang berkuali­tas melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitasnya.

SIMPULANPenelitian ini mengungkap bahwa pe­

merintah desa dengan pendirian BUMDes mampu berperan serta dalam mengelola dan mengawasi BUMDes sehingga menjadikan­nya sumber komponen utama bagi pening­katan pendapatan asli desa. Peme rintah diharapkan pula lebih bersinergi dalam mengelola aset desa dengan mengopti­malkan berbagai elemen yang ada dengan cara mengadakan pelatihan sehingga aset desa mampu dikelola dengan baik yang di­mulai dari perencanaan hingga pengenda­lian. Sesuai dengan ajaran Asta Brata yang memuat delapan kebaikan yang ditentukan bagi pemimpin atau aparatur desa yang di­samakan dengan kebaikan delapan dewa da­lam pantheon Hindu. Hal ini tidak sebatas pada masalah­masalah kebijakan dalam pe­merintahan desa, tetapi juga tidak melupa­

kan arti penting harta benda ataupun daya kecerdasan. Melalui implementasi kepemim­pinan Asta Brata diharapkan aparatur desa tidak mengesampingkan etika dan empati­nya dalam pelaksanaan tugasnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Kontribusi praktis penelitian ini ya­itu memberikan masukan bagi pemerin­tah dalam upaya penyusunan kebijakan, khususnya pemerintah desa, dalam upaya peningkatan pendapatan asli desa. Pening­katan mampu dicapai jika pemerintah desa itu sendiri memiliki kemampuan dalam me­ngelola sumber­sumber pendapatannya. Na­mun, jika pendapatan asli desa tidak diopti­malkan justru bisa menurunkan pendapatan itu sendiri sehingga menimbulkan tidak maksimalnya pemerintah desa dalam meng­upayakan kesejahteraan masyarakat. Kon­tribusi penelitian dari segi akademis yaitu dapat dijadikan rujukan bagi penelitian beri­kutnya terkait teori pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan transformasional yang berlandaskan nilai­nilai keagamaan.

Keterbatasan penelitian ini yaitu hanya dilakukan di Kabupaten Buleleng sehingga hasilnya belum bisa digeneralisasi. Pene­litian berikutnya disarankan untuk lebih mengembangkan variabel yang diteliti se­perti variabel swadaya dan partisipasi, serta desa wisata. Selain itu, dapat pula menam­bah indikator dan daftar pertanyaan yang dipakai dalam penelitian untuk meningkat­kan validitas hasil penelitian. Diharapkan juga dapat memperluas responden dengan pemilihan karakteristik yang lain agar varia­bel independen lebih banyak mempengaruhi variabel dependen dan ruang lingkup peneli­tian agar lebih dapat digeneralisasi.

DAFTAR RUJUKANAhyaruddin, M., & Akbar, R. (2018). Indone­

sian Local Government’s Accountability and Performance: The Isomorphism In­stitutional Perspective. Jurnal Akuntan-si dan Investasi, 19(1), 1–11. https://doi.org/10.18196/jai.190187

Anggraeni, M. R. R. S. (2016). Peranan BadanUsaha Milik Desa (Bumdes) pada Kese­jahteraan Masyarakat Pedesaan: Studi pada Bumdes di Gunung Kidul, Yogya­karta. Modul Journals, 28(2), 155­167. https://doi.org/10.24002/modus.v28i2.848

Antlöv, H., Wetterberg, A., & Dharmawan, L. (2016). Village Governance, Community Life, and the 2014 Village Law in Indo­

Page 11: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

Yuniarta, Purnamwati, Apakah Potensi Desa dan Kepemimpinan Transformasional Mampu... 87

nesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 52(2). 161­183. https://doi.org/10.1080/00074918.2015.1129047

Arfianto, A. E. W., & Balahmar, A. R. U. (2014).Pemberdayaan Masyarakat dalam Pem­bangunan Ekonomi Desa. Jurnal Kebi-jakan dan Manajemen Publik, 2(1), 53–66. https://doi.org/10.21070/jkmp.v2i1.408

Boonperm, J., Haughton, J., & Khandker, S. R. (2013). Does the Village Fund mat­ter in Thailand? Evaluating the Impact on Incomes and Spending. Journal of Asian Economics, 25, 3­16. https://doi.org/10.1016/j.asieco.2013.01.001

Bradly, A. (2015). The Business­Case for Community Investment: Evidence from Fiji’s Tourism Industry. Social Responsi-bility Journal, 11(2), 242­257. https://doi.org/10.1108/SRJ­05­2013­0062

Chen, T., & Kung, J. K. S. (2016). Do Land Revenue Windfalls Create a Political Resource Curse? Evidence from China. Journal of Development Economics, 123, 86­106. https://doi.org/10.1016/j.jde­veco.2016.08.005

Clark, B. Y. (2015), Evaluating the Validity and Reliability of the Financial Condi­tion Index for Local Governments. Pu-blic Budgeting & Finance, 35(2), 66­88. https://doi.org/10.1111/pbaf.12063

Eti­Tofinga, B., Douglas, H., & Singh, G. (2017).Influence of Evolving Culture on Lead­ership: A Study of Fijian Cooperatives. European Business Review, 29(5), 534­550. https://doi.org/10.1108/EBR­10­2015­0122

Finau, G., Jacobs, K., & Chand, S. (2019). Agents of Alienation: Accountants and the Land Grab of Papua New Guinea. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 32(5), 1558­1584. https://doi.org/10.1108/AAAJ­10­2017­3185

Fitriyani, L. Y., Marita, Windyastuti, & Nu­rahman, R. (2018). Determinants of Vil­lage Fund Allocation. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9(3), 526­539. https://doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9031

Guo, Z., & Sun, L. (2016). The Planning, De­velopment and Management of Tour­ism: The Case of Dangjia, an Ancient Village in China. Tourism Management, 56, 52­62. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2016.03.017

Idziak, W., Majewski, J., & Zmyślony, P. (2015). Community Participation in Sustainable Rural Tourism Experience

Creation: A Long­Term Appraisal and Lessons from a Thematic Villages Pro­ject in Poland. Journal of Sustainable Tourism, 23(8­9), 1341­1362. https://doi.org/10.1080/09669582.2015.1019513

Imawan, A., Irianto, G., & Prihatiningtias, Y.(2019). Peran Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Membangun Kepercayaan Publik. Jurnal Akuntansi Multipara-digma, 10(1), 156­175. https://doi.org/10.18202/jamal.2019.04.10009

Keerasuntonpong, P., & Cordery, C. (2018). How Might Normative and Mimetic Pres­sures Improve Local Government Ser­vice Performance Reporting? Accounting & Finance, 58(4), 1169­1200. https://doi.org/10.1111/acfi.12252

Kiryluk­Dryjska, E., & Beba, P. (2016). Region­Specific Budgeting of Rural Development Funds—An Application Study. Land Use Policy, 77, 126­134. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2018.05.029

Lassou, P. J. C., Hopper, T., Soobaroyen, T., & Wynne, A. (2018). Participatory and Incremental Development in an Af­rican Local Government Accounting Reform. Financial Accounting & Ma-nagement, 34(3), 252– 267. https://doi.org/10.1111/faam.12154

Lin, X., Chengcheng, S., & Shizong, W. (2018).Multiple Social Networks in Grassroots Governance in Rural China. Social Sci-ences in China, 39(3), 26­45. https://doi.org/10.1080/02529203.2018.1483093

Marini, L., Andrew, J., & Laan, S. V. D. (2017).Tools of Accountability: Protecting Mi­crofinance Clients in South Africa? Accounting, Auditing & Accountability Journal, 30(6), 1344­1369. https://doi.org/10.1108/AAAJ­04­2016­2548

Munti, F., & Fahlevi, H. (2017). Determinan Kinerja Pengelolaan Keuangan Desa: Studi pada Kecamatan Gandapura Ka­bupaten Bireuen Aceh. Jurnal Akun-tansi dan Investasi, 18(2), 172–182. https://doi.org/10.18196/jai.180281

Nirathron, N., & Whitford, T. (2012). The Po­litical Response to Rural Social and Economic Sustainability: A Cross­Na­tional Study of Thai and Australian Rural Policy, 1997–2007. Rural Society, 22(1), 67­77. https://doi.org/10.5172/rsj.2012.22.1.67

Nuraini, E. (2019). Strategi Manajemen Pem­bentukan Badan Usaha Milik Desa

Page 12: APAKAH POTENSI DESA DAN KEPEMIMPINAN …

88 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 1, April 2020, Hlm 77-88

(BUM Desa). Jurnal Manajemen Strate-gi dan Aplikasi Bisnis, 2(2), 183­192. https://doi.org/10.36407/jmsab.v2i2.95

Purnamawati, I. G. A., & Adnyani, N. K. S. (2019). Peran Komitmen, Kompetensi, dan Spiritualitas dalam Pengelolaan Dana Desa. Jurnal Akuntansi Multipa-radigma, 10(2), 227–240. https://doi.org/10.18202/jamal.2019.08.10013

Qi, J., Zheng, X., & Guo, H. (2019). The For­mation of Taobao Villages in Chi­na. China Economic Review, 53, 106­127. https://doi.org/10.1016/j.chie­co.2018.08.010

Satriajaya, J., Handajani, L., & Putra, I. (2017). Turbulensi dan Legalisasi Klep­tokrasi dalam Pengelolaan Keuang­an Desa. Jurnal Akuntansi Multipa-radigma, 8(2), 244­261. https://doi.org/10.18202/jamal.2017.08.7052

Sciulli, N. (2018). Weathering the Storm: Accountability Implications for Flood Relief and Recovery from a Local Go­vernment Perspective. Financial Ac-countability & Management, 34(1), 30­44. https://doi.org/10.1111/faam.12134

Selvarajah, C., Meyer, D., Roostika, R., & Sukunesan, S. (2017). Exploring Ma­nagerial Leadership in Javanese (In­donesia) Organisations: Engaging Asta Brata, the eight Principles of Javanese

Statesmanship. Asia Pacific Business Review, 23(3), 373­395. https://doi.org/10.1080/13602381.2016.1213494

Syahza, A., & Asmit, B. (2019). Regional Economic Empowerment through Oil Palm Economic Institutional Develop­ment. Management of Environmental Quality, 30(6), 1256­1278. https://doi.org/10.1108/MEQ­02­2018­0036

Triani, N. N. A., & Handayani, S. (2018). Praktik Pengelolaan Keuangan Dana Desa. Jurnal Akuntansi Multipara-digma, 9(1), 136­155. https://doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9009

Vel, J. A. C., & Bedner, A. W. (2015). Decen­tralisation and Village Governance in Indonesia: The Return to the Nagari and the 2014 Village Law. The Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law, 47(3), 493­507. https://doi.org/10.1080/07329113.2015.1109379

Wang, J., & Li, B. (2018). Governance and Fi­nance: Availability of Community and Social Development Infrastructures in Rural China. Asia and the Pacific Pol-icy Studies, 5(1), 4–17. https://doi.org/10.1002/app5.216

Wilfahrt, M. (2018). The Politics of Local Government Performance: Elite Cohe­sion and Cross­Village Constraints in Decentralized Senegal. World Devel-opment, 103, 149­161. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2017.09.010