“i don‟t believe in fate”€¦ · “i don‟t believe in fate” bagian 2 by : merumi aku...
TRANSCRIPT
“I Don‟t Believe In Fate”
Bagian 2
By : Merumi
Aku suka , berasa nonton drama kalo baca tulisan eonni yang satu ini, dan
jadi pens berat tulisan tulisan eonni karena pertama kalinya aku baca ff
itu. Iya ff ini miris emang. dan satu lagi , bahasanya , kata kata kiasan ,
greget nya dapet dan semuanya deh aku suka , gaya tulisannya itu keren
beda dari tulisan lain. (Rizki Mahmudah Nur Alifia)
“I Don‟t Believe In Fate”
2
Penulis : Mentari Puteri Utami
Twitter : @MissKyungSoo
Facebook : Mentari Lee
Email : [email protected]
Copyright © 2013 by Merumi
All rights reserved
Design Sampul : Amirra Lee ( @amirralee )
Layout & Editting : Amirra Lee ( @amirralee)
Penerbit :
AFL Club
www.facebook.com/AFreelance
Hak cipta dilindungi oleh Undang Undang
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa seizin penerbit
Diterbitkan melalui:
3
Ayah, Ibu dan kedua saudara saya,
Asril Rizky Amalia dengan Aulia Rochmanis
Sidqi.
Terimakasih kepada Rizka Ifanda
Akbar untuk bantuan dalam perbaikan
penulisan naskah.
Terimakasih kepada penerbit yang
bersedia menerbitkan karya saya.
Terimakasih kepada teman-teman yang
selalu senantiasa mendukung setiap karya-
karya saya, exotic.
Love
* Merumi
4
P r e v i e w “I Dont Believe In Fate : Bagian 1”
Cho Narri sudah memperhatikan mereka dari
kejauhan. Gadis itu berdiri dan berpegangan pada
dinding. Ia merasa sangat kesal saat melihat Do Kyung
Soo lebih memilih bergabung dengan saudara kembarnya
dibandingkan dengannya di perpustakaan dan
mengerjakan sesuatu bersama. Padahal gadis itu baru
saja bersikap marah pada Kyung Soo. Dan nampaknya
Do Kyung Soo sama sekali tidak khawatir dengannya.
“Jadi kau mau bermain-main denganku, Do
Kyung Soo?” Narri mengernyit dan terus menatap Kyung
Soo dari tempatnya berdiri. Kini Kyung Soo terlihat
begitu senang dan sibuk ngobrol bersama teman-
temannya.
“Sekali kau menyalakan api, jangan harap aku
mau memadamkannya untukmu. Kau sudah
mempermainkanku,” desisnya lagi. Kini tangannya
mengepal menahan emosi.
Dalam hatinya sudah tertanam amarah yang
begitu besar. Tanpa sebab yang ia ketahui Do Kyung Soo
bersikap aneh padanya. Tidak seperti biasanya yang
selalu bersikap manis dan mengkhawatirkan dirinya.
5
CHAPTER 5
“Trully”
6
Seseorang telah menyentuh pundaknya Sontak
Narri menoleh.. Ia menatap Narri tanpa ekspresi. Namja
itu terlihat berbeda wajahnya begitu dingin. Tatapan
lembut yang biasa ia berikan sudah menghilang.
“Sekarang apa yang sedang kau rencanakan?”
Joon Myeon melihat kearah Eun Soo dan teman-
temannya. Ia tahu bahwa mantan wanita spesialnya itu
sedang memperhatikan dua bocah kembar yang ada
didekat taman.
“Jangan merusak kebahagiaan orang lain lagi.
Kau punya hati, „kan?” Joon Myeon tersenyum, walaupun
ia tidak bisa bersama Cho Narri lagi, setidaknya ia bisa
menyadarkan gadis yang pernah singgah dihatinya. Dan
baru saja perasaan itu ia hapus dengan mudah. Seperti
debu yang tertiup angin.
Joon Myeon ingat dengan baik apa yang Cho
Narri katakan padanya, „Tidak ada cinta abadi didunia
ini‟. Termasuk cintanya kepada Cho Narri. Cinta yang
selama ini ia harapkan.
**
“Kemarin sungguh bombastis.” Baekhyun
membuka lebar-lebar kedua lengannya. Ada sesuatu yang
bergejolak didadanya, sebuah perasaan yang tak pernah ia
rasakan sebelumnya. Begitu bahagia.
“Kalau saja kau ikut, aku yakin suasana akan
menjadi lebih menyenangkan.” Kini ia menatap Kim
Yumi yang duduk dihadapannya lebih dekat lagi. Kyung
Soo mengernyit tidak mengerti.
7
“Aku dan Kyung Soo membuat seisi studio
rekaman itu menjadi bergetar. Semuanya terdiam
membisu, seperti sedang mendengar suara malaikat dari
surga bernyanyi.” Kini Baekhyun menangkupkan kedua
tangannya dipipi kiri dan kanannya sendiri. Sedangkan
Kyung Soo berdesis heran melihat tingkah konyol saudara
angkatnya yang sedang menunjukkan ekspresi hatinya.
Sontak Eun Soo berpura-pura batuk saat
mendengar kalimat terakhir yang Baekhyun ucapkan.
Yumi hanya terkekeh melihat tingkah abnormal
Baekhyun. Baekhyun selalu bersikap berlebihan.
Sedangkan Kyung Soo mulai terbiasa dengan sikap
saudaranya yang seperti itu. Bahkan sebelum tidur,
Baekhyun sering sekali melakukan berbagai ritual agar ia
bisa tidur dengan nyenyak.
Dimulai dengan menggunakan kaos kaki terlebih
dahulu, itupun sengaja ia pinjam dengan paksa dari Kyung
Soo yang bertujuan menghangatkan kakinya. Meminjam
piama terbagus milik Kyung Soo karena ia tidak punya
piama, dan membuat tempat tidur Kyung Soo semakin
sempit, yah dia bergonta-ganti posisi tidur. Kemudian
yang terakhir ia akan mendengking sampai ia benar-benar
tertidur. Jika tidak begitu, Baekhyun tidak bisa tidur
dengan nyenyak. Dan Kyung Soo hanya bisa memaklumi
dan mengalah padanya.
“Lalu kapan kalian mulai sibuk?” sahut Yumi
menghentikan kalimat Baekhyun.
“Semua itu kami serahkan kepada bu manager.”
Baekhyun menyentuh pundak Eun Soo yang duduk
disampingnya.
“Na?” Eun Soo menunjuk dirinya sendiri.
8
“Bukankah kau sendiri yang meminta untuk
menjadi manager kami?” sahut Baekhyun sembari
merapikan kotak bekalnya.
“Um, tentu. Aku akan segera mengatur jadwal
kalian,” ujar Eun Soo ragu. Bahkan ia tidak tau apa-apa, ia
tidak tau apa saja tugas sebagai seorang manager.
“Aku tidak bisa membayangkan jika kau benar-
benar menjadi managerku.” Kyung Soo menatap Eun Soo
ragu.
**
Kai membaringkan tubuhnya. Ia mengangkat
kedua kakinya diatas sofa tanpa melepas sepatunya
terlebih dahulu. Jam kuliah hari ini membuat kepalanya
semakin pusing. Kemudian ia meletakkan lengannya
menutupi kedua matanya. Ia mencoba untuk tidur. Hari ini
sangat melelahkan setelah ia harus mengikuti semua mata
kuliah yang ia tinggalkan kemarin. Dan untuk pertama
kalinya ia langsung pulang kerumah sebelum mampir ke
studio terlebih dahulu.
Kamar yang dipenuhi dengan gambar seorang
drumer terkenal itu tampak sedikit berantakan. Tapi Kai
tidak usah khawatir atau terburu membersihkannya,
karena ada ahjumma yang bisa membantunya
membersihkan kamar itu.
“Hey, Kamjong-ah? Kau sudah tidur?” seorang
gadis yang berusia 3 tahun lebih tua darinya berusaha
membangungkan adik laki-lakinya yang baru saja terlelap.
Kemudian gadis yang bernama Kim Jae In itu
duduk ditepian ranjang adiknya dan memperhatikan tubuh
adiknya yang tergeletak diatas sofa. Ia selalu memanggil
adiknya dengan sebutan si hitam Jong, Kam berarti hitam
9
dan Jong adalah nama adiknya. Itu karena kulit Kai lebih
gelap dari kulitnya.
Jae In mengulas senyum. Ia masih menatapi tubuh
Kai yang benar-benar sedang tidur. Sebenarnya Jae In
sangat merindukan keberadaan Kai dirumah. Lebih
tepatnya karena Kai jarang pulang kerumah dan lebih
memilih untuk tinggal distudio sebagai markas barunya
bersama dengan dua pria berkaki panjang lainnya.
Semenjak kepergian Yixing ke China, Kai adik
kesayangannya itu berubah total.
Senyuman dan tawa Kai yang renyah sudah tak
pernah Kai tunjukkan padanya. Padahal Jae In sangat
menyukai gelak tawa adiknya yang akan membuatnya
tertawa juga. Masa-masa indah saat mereka masih kecil
sangat ia rindukan.
“Kau cepat sekali tumbuh besar. Padahal aku
merasa baru kemarin kau kupaksa bermain boneka
bersamaku.” Jae in memelankan volume suaranya. Ia tau
bahwa adiknya sangat lelah.
“Kemana saja kemarin? Kau membuatku
khawatir, aboji menanyakanmu. Ia juga khawatir
denganmu.” Jae In mendekat. Ia menurunkan lengan Kai
yang menutupi kedua mata yang sedang terpejam itu.
Perlahan ia melepas sepatu yang masih terpasang rapi
dikedua kaki adiknya. Dan membantu memperbaiki posisi
tidur Kai.
“Huh, bahkan kakimu berat sekali.” Desis Jae In
sembari memukul pelan kaki Kai. Dan namja itu masih
terlelap. Ia tidak merasa terganggu sama sekali.
“Baiklah, semoga kau mimpi indah.” Jae In
mengecup pelan pipi kanan Kai. Kemudian berjalan keluar
10
dari kamar Kai. Ia tidak ingin berlama-lama menganggu
aktifitas tidur adiknya.
**
Namja kurus dan berbadan tinggi itu meletakkan
topi yang baru saja ia kenakan diatas meja. Kemudian
perlahan melepas tas gitar yang sedari tadi menggantung
dipunggungnya. Jemarinya dengan cepat melepas tali
sepatu yang bersimpul kupu-kupu itu dan mengeluarkan
kedua kakinya dari sana. Ia merebahkan tubuhnya diatas
ranjang kecil kamarnya dengan menghela nafas lega. Hari
ini cuaca sangat cerah. Terik matahari nyaris membakar
kulit seputih susu yang dimilikinya.
Sehun melihat seisi kamarnya. Kedua orang
tuanya sedang keluar kota dan hanya tinggal dia dan
kakak laki-lakinya yang berada dirumah. Dan Sehun
sudah membaca isi memo yang tertempel didepan pintu
kamarnya.
„Sehun, eomma dan aboji akan pulang beberapa
hari lagi. Kau jangan lupa makan. Semua sudah eomma
siapkan didalam kulkas, kau hanya tinggal
menghangatkannya. Ada tteobbokki kesukaanmu. Tapi
ingat jangan membawa teman pulang kerumah. Dan
jangan terlalu sering membeli bubble tea, uang jajanmu
sekarang eomma batasi. Araseo? Jangan lupa mengunci
pintu dan mematikan air setelah kau mandi. Ingat.. ingat!
telpon eomma jika kau merindukan eomma.‟
Sehun mernghela nafas. Baru saja ia
membayangkan ibunya mengomel panjang lebar
menyampaikan isi pesan dalam memo itu. Sehun sangat
menyayangi ibunya. Wanita itu adalah wanita yang satu-
satunya ia cintai didunia ini. Sekalipun Sehun tidak pernah
melanggar apa yang dikatakan ibunya. Sebab itulah ibu
11
Sehun tidak mengkhawatirkan memo yang ia tulis akan
diabaikan putra bungsunya.
“Hyeong!!! Na paegopayo1.” Sehun berteriak dari
dalam kamarnya dan hyeong-nya bisa dengan jelas
mendengarnya kerena kamar mereka bersebelahan.
“Mwo moggosip‟oyo2?” balas hyeong-nya yang
berada dikamar sebelah.
“Molla, terserah hyeong saja. Aku mau bubble
tea!” Teriak Sehun lagi. Kini perutnya sudah keroncongan
kehabisan isi.
Beberapa saat kemudian seseorang membuka
pintu kamarnya. Sehun sontak mengangkat kepalanya.
Pria yang berusia 2 tahun lebih tua darinya itu berjalan
mendekat dan duduk disampingnya. Ditangannya sudah
memegang dua gelas cup berisi bubble tea rasa coklat dan
susu.
Sehun tersenyum seraya bangun dan duduk. Ia
segera meraih minuman itu dan menyeruputnya.
“Eomma sudah siapkan makanan didalam kulkas.
Jadi kita tidak usah membeli makanan diluar.” Tukas pria
itu yang kemudian ikut menyeruput minumannya.
“Aku bosan dengan tteobbokki3, walaupun aku
sangat menyukainya,” jelas Sehun. Hampir setiap hari ia
memakan makanan yang sama dan tidak berani protes
kepada eomma untuk mengganti menu.
1 Paegopayo = Lapar
2 mwo moggosip‟oyo = Kau mau makan apa?
3 Tteobbokki = makanan yang terbuat dari tepung beras
12
“Sudah kukira, apa kau pikir aku tidak begitu,”
sahut pria yang berada disamping Sehun.
“Katakan pada eomma kalau kita sudah benar-
benar bosan.” Kini Sehun mengoncang-goncangkan tubuh
kakaknya dan membuat minuman yang dipegang
kakaknya sedikit tumpah.
“Hentikan! Bubble tea-ku tumpah.” Luhan
memegangi tangan Sehun. Ia terburu membersihkan
tumpahan gelembung tapioka yang mengenai celananya.
Sehun melanjutkan minum bubble tea itu sampai
habis. Kemudian dengan anggun melempar gelas cup itu
kedalam tong sampah yang ada didalam kamarnya. Luhan
berdiri, ia meletakkan gelas cupnya diatas meja dekat
dengan gitar milik Sehun.
“Bagaimana soal rekaman?” Luhan beralih duduk
dikursi yang ada didekat meja. Celana selututnya sedikit
basah karena tumpahan bubble tea tadi.
“Sukses. Kau tau tidak kalau pemilik studio yang
akan merekrut kami memberikan oplos tanpa henti sampai
kami keluar dari dapur rekaman. Itu rasanya sangat
menyenangkan. Seolah aku sudah menjadi artis terkenal.”
“Tapi bergabung dengan anak SMA apa cukup
menguntungkan band-mu?”
“Tentu saja. Suara mereka sangat bagus. Bahkan
kau tidak ada apa-apanya. Hahaha.” Sehun tergelak. Ia
selalu mengejek hyeong-nya, padahal suara yang Luhan
miliki tidak buruk, bahkan bagus. Karena Luhan juga
memiliki band sendiri dan dia juga sebagai vokalis dalam
bandnya. Hanya saja sampai sekarang Luhan dan teman-
temannya belum pernah masuk kedapur rekaman karena
biaya. Berbeda dengan band Sehun, Chanyeol adalah
13
putra orang kaya yang bisa kapan saja mengeluarkan uang
dan berapapun jumlahnya.
“Aku ingin tau sebagus apa band-mu? Kalau
diluar dugaan. Gitar bass-mu ini untukku.” Ancam Luhan
dengan nada sinis. Ia menunjuk kearah gitar yang berdiri
disampingnya, tepatnya diatas meja kamar Sehun.
“Enak saja. Gitar itu lebih mahal dari gigimu. Jika
satu gigimu dijual hanya mampu membeli senarnya saja,
itu juga mungkin beberapa centi.”
Luhan semakin tergelak. Kemudian ia melepaskan
sandal yang ia kenakan dan melemparnya ke Sehun dan
mengenai dada bidang dongsaeng-nya yang duduk diatas
ranjang kecil itu.
**
Baekhyun memegang bolpoin hitam milik Kyung
Soo ditangan kanannya. Ia berdiri diatas ranjang Kyung
Soo dengan posisi kaki terbuka lebar. Kyung Soo duduk
diatas kursi belajar dan menoleh karah Baekhyun. Ia
dengan heran memperhatikan tingkah saudaranya yang
aneh itu.
“Apa yang akan kau lakukan?”
“Aku sedang latihan. Apa kau tidak melihatnya?”
“Latihan untuk apa? Kau bisa merusak ranjangku,
apa kau mau tidur dibawah? Huh?” Kyung Soo
membalikkan tubuhnya. Ia memutar kursinya sampai
menghadap Baekhyun yang berada diatas ranjang.
“Ah, hanya sebentar. Aku sedang latihan
bernyanyi.
Penampilan saat dipanggung juga harus diperhatikan Do
Kyung Soo.”
14
“Sudah cepat turun. Atau kau mau kulempari
bolpoin?” Kyung Soo berdiri.
“Kenapa kau pelit sekali. Apa perlu aku berdiri
diatas meja saja?” Tawarnya seraya turun dari atas ranjang
dan duduk.
“Coba saja kalau kau berani,” balas Kyung Soo
dengan ketus. Ia kembali pada posisi duduknya.
Menghadap sebuah buku yang ada diatas meja.
Baekhyun berjalan mendekat. Ia meletakkan
bolpoin yang ia pinjam kembali kemeja Kyung Soo.
Kyung Soo menatapnya.
“Apa kau tidak ingin membaca komik Doraemon
milik Eun Soo?” Baekhyun mencoba menggodanya. Tak
ada jawaban dari Kyung Soo, ia hanya mencoretkan
segaris hitam bolpoinnya ditangan kanan Baekhyun dan
kembali menatap bukunya.
“Iks, aku tau kenapa kau punya banyak sekali
bolpoin cadangan,” decak Baekhyun sembari
membersihkan tangannya.
“Kau mau lagi?” Kyung Soo sudah mengangkat
tangan kanannya dan menunjukkan bolpoinnya pada
Baekhyun.
Sontak Baekhyun melangkah mundur. Kemudian
ia berjalan menuju pintu dan menyeret kakinya keluar dari
kamar. Ia menuruni anak tangga, dibawah tangga sudah
terlihat eomma dan Eun Soo sibuk memasak. Mereka
berdua sama-sama mengenakan apron mereka masing-
masing. Eomma dengan motif kotak-kotak berwarna
merah muda dan Eun Soo dengan corak bunga berwarna
biru.
15
“Apa kalian perlu bantuan?” tawar Baekhyun
yang masih berdiri dipertengahan tangga. Ia menundukkan
kepalanya kebawah, tepatnya kearah dapur.
“Kau sudah selesai belajar?” tanya eomma yang
masih sibuk
mengaduk masakannya. Sedangkan Eun Soo membantu
eomma memotong lobak.
“Hari ini tidak ada tugas.” Jawab Baekhyun
sembari dengan cepat menuruni anak tangga. Ia tidak
takut jatuh seperti Kyung Soo.
“Ah bagus sekali, setelah makan tolong temani
aku belajar.” Sahut Eun Soo yang masih memotong
lobaknya.
“Gaure4, dengan senang hati.” Baekhyun sangat
bersedia menjadi tutor dadakan Eun Soo.
“Hari ini bahasa inggris ya?” ujar Eun Soo
sembari meletakkan pisaunya. Ia sudah selesai memotong
lobak.
Eomma terlihat heran dengan sikap putrinya.
Belajar? eomma memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
Beberapa saat kemudian ketika mereka sibuk
memasak dan Baekhyun sibuk memperhatikan, bel rumah
berdenting. Mereka bertiga saling memandang. Seorang
tamu datang ketika makan malam dimulai adalah hal
kurang sopan dan tidak biasanya.
4 Gaure = tentu
5 Yoboseyo = siapa itu?, bisa diartikan sebagai halo saat menerima
telpon
16
“Biar aku saja yang bukakan pintu.” Baekhyun
berlari kecil menuju pintu depan. Untuk pertama kalinya
ia membuka pintu untuk seorang tamu dirumah ini. Dalam
benaknya mengira bahwa appa-lah yang datang, tapi appa
tidak akan menekan tombol bel sebelum masuk. Appa
akan langsung masuk dan menyapa semua menghuni
rumah.
“Yoboseyo5?” tanya Baekhyun seraya memegang
knop pintu dan membukanya dengan cepat.
“Ternyata benar kau disini rupanya!”
plak….
Tubuh Baekhyun menabrak dinding dan merosot
duduk. Kepalanya sempat membentur dinding. Wanita
berambut putih itu tidak puas dengan sekali tamparan, ia
menghantam kepala Baekhyun dengan tangan kanannya.
“Ampuni aku, ampuni aku.” Baekhyun merintih
dan terus berusaha menghindar. Tapi tangan wanita itu
dengan cekatan meraih tubuh Baekhyun dan memukulinya
berkali-kali.
Eun Soo berlari mendekat. Ia begitu terkejut
ketika melihat seorang nenek-nenek menghajar saudara
angkatnya dengan brutal. Eun Soo berteriak memanggil
eomma. Mendengar teriakan itu, eomma langsung
mendatangi mereka, begitu juga dengan Kyung Soo.
“Tolong hentikan, hentikan.” Eomma meraih
tubuh Baekhyun dan memeluknya erat. Kini punggung
eomma menjadi sasaran empuk pukulan nenek itu.
17
Kyung Soo segera menolong. Ia menahan tubuh
nenek itu dengan bantuan Eun Soo. Dua anak kembar ini
hampir kehabisan tenaga karena nenek itu memberontak
dengan sangat kuat.
“Eun Soo-ah, kita dorong sama-sama.” Bisik
Kyung Soo dan semakin menguatkan pegangannya. Ia
memegangi tangan kanan nenek itu dan Eun Soo tangan
kirinya.
“hana.. tull.. set6!”
Akhirnya tubuh nenek itu roboh didekat sofa.
Baekhyun yang masih dalam pelukan eomma terlihat
begitu ketakutan. Tangannya
bergetar dan terus memegangi lengan eomma semakin
erat.
“Haramoni7! Kau ini siapa? Malam-malam
menganggu kami!” Teriak Eun Soo menatap tajam kedua
mata nenek itu.
“Kau mau tau siapa aku? Huh? Aku adalah
neneknya Baekhyun!”
Sontak mereka bertiga terkejut. Baekhyun
semakin mengeratkan pegangannya pada eomma.
“Beraninya kalian menculik cucuku? Kenapa
kalian ambil cucuku, huh?”
“Kami tidak menculiknya!” balas Kyung Soo
kesal. Suaranya terdengar sangat marah.
6 Hana Dul Set = 1, 2, 3
7 Haramoni = nenek
18
“Hey, bocah ingusan. Diam kau! Seenaknya saja
kau ambil cucuku. Aku sudah mengeluarkan banyak uang
untuk merawatnya dari kecil.” Teriak nenek itu seraya
berdiri. Eun Soo mencoba menahannya, tapi tiba-tiba ia
takut dengan wajah menyeramkan yang ditunjukkan nenek
itu.
“Berapa yang kau minta? Kami akan
membayarnya.” Jawab eomma sembari melepaskan
pelukannya dari tubuh Baekhyun.
“Eomma, jangan..” ujar Baekhyun lirih. Ia masih
berjongkok ketakutan dan menghimpit tubuhnya pada
dinding.
“Dia memanggilmu apa? Hahaha. Aku tidak habis
pikir kau bisa masuk kekeluarga sekaya ini dan
membiarkan aku terlantar dirumah. Kau harus pulang dan
bekerja lagi untukku. Ingat, Baekhyun. Siapa yang
membesarkanmu, huh?”
“Berapa? Berapa aku harus memberimu uang?”
Sahut eomma dan kembali menegaskan dirinya.
“Apa kau pikir nyawa seseorang bisa dibayar
dengan uang? Dia cucuku, jadi kembalikan padaku!”
Bentak nenek itu dan memberi satu tamparan pada pipi
kiri eomma.
Kyung Soo dan Eun Soo terkaget. Dengan segera
Eun Soo berlari masuk dan meraih telpon rumah yang ada
didekat televisi. Ia menghubungi appa.
“Kau tidak boleh menyentuh ibuku!” Kyung Soo
mendorong tubuh nenek itu sekuat tenaganya. Ia sangat
marah dengan sikap kasar nenek Baekhyun pada ibunya.
19
Dan nenek itu meraih rambut Kyung Soo. Ia
menjambak rambut Kyung Soo dengan keras. Membuat
Kyung Soo berteriak kesakitan.
“Lepaskan anakku, jebal! Kami akan memberimu
uang, berapapun yang kau minta asalkan kau jangan
pernah datang lagi kemari.” Eomma melerai, Kyung Soo
berlari kebelakang punggung eomma dan memegangi
Baekhyun.
Suasana dalam rumah itu sangat kacau. Lebih
hebatnya lagi nenek itu bisa menerobos gerbang depan
yang selalu terkunci. Tapi sepertinya memang Eun Soo
lupa mengunci kembali karena appa akan segera datang
saat jam makan malam tiba.
“Apa yang kau lakukan dirumahku!”
“Appa?”
“Nampyon8?”
Appa berdiri diambang pintu. Melihat anggota
keluarganya berantakan membuatnya sangat terkejut.
Dengan kasar appa menarik tangan nenek itu dan
menyeretnya keluar. Nenek itu tampak
memberontak, ia sempat memukuli appa dengan
tangannya.
Melihat hal itu, hati Baekhyun serasa tercabik. Ia
mencoba berdiri dan mengikuti langkah appa dengan
sedikit terseok. Bagaimanapun Baekhyun merasa tidak
tega melihat neneknya meronta dan menangis
menginginkan dirinya kembali. Kyung Soo menahannya.
Ia memegangi lengan Baekhyun erat. Sontak Baekhyun
8 Nampyon = suami
20
menoleh, wajahnya terlihat mengerikan. Kyung Soo
menggelengkan kepalanya. Ia melarang Baekhyun untuk
keluar.
“Kyung Soo?”
“Aniyo, jangan lakukan itu.”
**
Eomma membersihkan luka yang ada dipipi
Baekhyun dengan air hangat. Sedangkan Eun Soo
membantu Kyung Soo mengompres kepalanya. Kepalanya
masih terasa sakit. Dan appa duduk memperhatikan
mereka dengan berfikir.
“Mianhae, mianhaeyo,” ujar Baekhyun terus
menerus.
“Gwenchana. Sekarang kami tau seperti apa
nenekmu,” ujar eomma sembari mengelus pelan pundak
Baekhyun.
“Dia lebih mengerikan dari monster,” sahut
Kyung Soo sembari mengelus kepalanya. Appa dan
eomma berdecak.
“Kau tidak boleh mengatakan seperti itu.” Eomma
memukul dahi Kyung Soo. Sekarang Kyung Soo beralih
mengelus dahinya.
“Dia memang monster. Yang dikatakan Kyung
Soo benar.” Sahut Baekhyun. Wajahnya tertunduk dan
tangannya bermain sendiri. “Itu sebabnya aku tidak tahan
dengannya,” lanjutnya.
“Sekarang kalian harus lebih berhati-hati lagi,
mengunci pintu sangat penting dan jangan asal membuka
pintu untuk sembarangan tamu. Besok appa akan
menganti gerbang rumah yang lebih tinggi lagi dan
21
tertutup. Dan memasang cctv didepan. Sekarang kita
makan, untuk menenangkan pikiran.”
Perlahan mereka semua beranjak menuju ruang
makan. Eun Soo berlari dengan cepat menuju dapur,
eomma lupa mematikan kompor dan membuat sayuran
yang dimasaknya hangus.
“Sepertinya, kita harus makan diluar,” ujar Eun
Soo seraya menunjukkan panci berwarna kehitaman itu
kepada appa.
“Ya Tuhan, aku lupa.” Eomma menepuk jidatnya
sendiri.
“Eomma, bukankah itu panci serba guna yang
baru saja kau beli.” Kyung Soo menunjuk panci yang ada
ditangan Eun Soo.
“Omo9, panciku. Itu mahal sekali harganya.”
Seketika eomma menjadi panik. Dan seisi rumah tertawa
memperhatikan eomma frustasi melihat pancinya.
**
“Tahun ini mereka sendiri yang akan
menjemputmu, jadi nenek tidak usah mengantarmu
kebandara.”
Yumi menoleh. Kedua tangannya yang sibuk
mengupas bawang kini berhenti. Ia menatap neneknya
yang berkutat dengan masakan yang ada didepannya.
Neneknya seorang penjual jajanan dipinggiran jalan.
Walaupun sebenarnya keluarga Yumi sangat
berkecukupan, neneknya tidak ingin menganggur. Ia
menjadikan aktifitas itu sebagai hoby-nya.
9 Omo = Astaga
22
“Benarkah? Apa mereka menelpon nenek?”
“Iya, tadi saat kau masih disekolah. Apa kau tidak
merindukan mereka dan negeri sakura tempat
kelahiranmu,” ujar neneknya dan menatap cucunya sesaat.
“Bogosippoyo10, tapi aku lebih nyaman tinggal
disini bersama nenek. Aku mempunyai banyak teman
dan…”
“Kau tidak bisa meninggalkan Korea begitu saja-
kan?”
“Tepat sekali.” Yumi mengulas senyum. Ia akan
sangat merindukan Korea jika harus pulang ke Jepang.
Tapi kesempatan ia bertemu dengan kedua orang tuanya
hanya ada di liburan akhir tahun.
“Bagaimana dengan Yuki? Apa dia sudah
sekolah?” Bahkan Yumi tidak tau kabar tentang adiknya
sendiri. Ia jarang sekali menghubungi kedua orang tuanya
terkecuali ia sedang membutuhkan uang untuk
sekolahnya. Yumi tidak pernah protes jika kedua orang
tunya tidak bisa tinggal di Korea bersamanya, tapi setelah
Yumi lulus SMA. Ia akan dibawa pulang ke Jepang dan
tinggal disana, termasuk juga neneknya.
“Sebentar lagi, suara adikmu itu sangat lembut.
Tidak ada bedanya denganmu. Kau mengenal internet,
tidak? Ibumu bilang ia akan mengirimkan foto Yuki lewat
internet, tapi nenek tidak tau internet itu siapa? Apa dia
bekerja dikantor pos?”
Yumi hanya tertawa menanggapi neneknya. Ia
melanjutkan mengupas kulit bawang.
10 Bogosippo = rindu, kangen
23
“Kenapa kau tidak beri tau nenek, siapa internet
itu? Apa dia teman ibumu.”
Yumi menoleh. Tergambar senyuman tipis
dibibirnya. “Internet itu jaringan social, haramoni. Dia
bukan orang atau barang..”
“Apa yang kau bicarakan, nenek tidak mengerti.”
“Nanti akan kutunjukkan pada nenek,” tukas
Yumi. Ia tidak mau panjang lebar menjelaskan tentang
internet pada neneknya,
karena itu hanya akan membuang-buang tenaganya saja.
**
Suasana sekolah serasa tidak terlalu nyaman. Eun
Soo mengetuk-ngetukan bolpoinnya kelembaran buku
yang ada didepannya. Ia terlihat tidak bersemangat hari
ini. Akhir-akhir ini tidak terlalu menyenangkan baginya.
“Apa yang kau pikirkan?” Yumi menepuk pundak
Eun Soo pelan.
“Ujian,” jawabnya tidak bersemangat.
“Um, aku juga khawatir. Tapi kita harus optimis
berhasil melewatinya.”
“Dengan cara apa? Bagaimanapun aku tidak
yakin. Bagaimana kalau aku tinggal kelas?”
“Tidak boleh, apa yang sedang kau bicarakan?
Jangan menyerah begitu.” Eun Soo menyandarkan
dagunya diatas meja. Ia benar-benar putus asa.
Kyung Soo berjalan menyusuri koridor bersama
Baekhyun. Hari ini Baekhyun mengenakan masker untuk
menutupi pipinya yang bengkak karena incident semalam.
Ia berjalan dengan sesekali menundukkan kepalanya. Ia
24
merasa malu jika tatapan-tatapan aneh itu
memperhatikannya.
“Kyung Soo-ah, apa tidak sebaiknya kita dikelas
saja?” Baekhyun meraih lengan Kyung Soo dan terus
berjalan mengikuti Kyung Soo.
“Kau tidak membawa bekalkan? Kita makan
dikantin, apa kau tidak lapar?”
“Tentu saja aku lapar, tapi aku malu dengan
keadaan seperti ini.”
“Sudahlah, jangan perdulikan mereka. Anggap
mereka tidak
melihatmu.” Ujar Kyung Soo dengan entengnya.
Baekhyun sontak melotot kesal. Tapi ia terus berjalan
mengekori Kyung Soo.
Perlahan Baekhyun melepas masker yang
menutupi wajahnya. Bekas biru kemerahan itu terlihat
jelas disudut pipi kirinya, tepat dibawah mata. Ini akibat
pukulan dan cakaran yang neneknya berikan. Seperti
semasa ia duduk disekolah dasar, luka itu selalu menghiasi
wajahnya.
Sekelilingnya perlahan memperhatikan. Mereka
ngeri melihat luka yang menempel diwajah imut
Baekhyun. Namja itu mulai terlihat tidak nyaman. Ia turut
memperhatikan sekelilingnya. Hampir semua yang ada
didekatnya melihat kearahnya.
“Aku habis terjatuh, makanya pipiku bengkak,”
tiba-tiba Baekhyun bersuara dan membuat seisi kantin itu
25
mengangguk mengerti. Ia tersenyum aneh, dan mulai
memakan jajangmyeon11 pesanannya.
Kyung Soo hanya menatapnya tanpa ekspresi
sembari melahap makanannya. Ia memesan spaggeti dan
memaksa untuk membuatkan menu itu, padahal nemu itu
tidak tersedia dalam daftar.
Eun Soo tiba-tiba duduk disamping Kyung Soo. Ia
membuat kedua saudaranya terkejut karena hampir
membuat makanan mereka tumpah. Eun Soo dengan keras
menggebrak meja. Kemudian menyembunyikan wajahnya
diatas meja dengan melipat kedua tangannya.
“Kau kenapa?” tanya Baekhyun heran. Ia masih
mengaduk-aduk makanannya untuk mencampur mie dan
bumbu dalam mangkuknya.
“Huh.” Eun Soo hanya menghela nafas.
Kemudian ia mengangkat sedikit kepalanya, ia melirik
kearah mangkuk yang ada didepan Kyung Soo. Kemudian
dengan sangat antusias Eun Soo menatap makanan yang
ada dihadapan Kyung Soo.
“Waeyo?” Menyadari hal itu Kyung Soo segera
menggeser mangkuknya. Ia menghalangi Eun Soo dengan
lengannya.
“Itu spaghetti ya?” Eun Soo menatap mata Kyung
Soo lekat.
“Belilah sendiri,” jawab Kyung Soo ketus
kemudian kembali menggeser mangkuknya dan berpindah
tempat.
11 Jajangmyeong = mie hitam, makanan khas Korea.
26
“Pelit. Belikan aku juga..” suaranya terdengar
manja. Kyung Soo hanya berdecih tanpa memperdulikan
adiknya yang sedang berusaha merayunya.
Akhirnya dengan senang hati Baekhyun mau
berbagi makanannya dengan Eun Soo. Mereka berdua
makan dalam mangkuk yang sama. Wajah Kyung Soo
terlihat jijik melihatnya, dia kehilangan selera makannya.
“Dari kecil Kyung Soo itu pelit. Bahkan dia tidak
mau berbagi makanan denganku,” bisik Eun Soo pada
telinga Baekhyun dan Kyung Soo mendengarnya.
“Apa yang kau bicarakan? Bukannya kau yang
pelit, aku selalu berbagi denganmu. Karena jika tidak, kau
pasti akan menggigit jariku,” jelas Kyung Soo dan Byun
Baekhyun sontak menjaga jaraknya dari tempat duduk
Eun Soo.
“Itukan dulu, sekarang tidak. aku tidak akan
menggigitmu, Byun Baekhyun.”
Baekhyun kembali pada posisi duduknya semula
dan mulai menyantap makanannya lagi. Beberapa saat
kemudian seseorang menghampiri mereka. Ia duduk
disamping Kyung Soo. Kyung Soo tertegun, mereka
bertiga sama-sama tertegun.
“Maaf aku menganggu kalian,” ujarnya seraya
meletakkan
sesuatu diatas meja.
Ia mendorong barang bawaannya kearah Eun Soo,
Eun Soo menelan makanannya bulat-bulat. Kedua
matanya terbuka lebar.
27
“Kuharap ini bisa berguna untukmu.” Joon Myeon
mendorong buku itu sampai menyentuh tangan Eun Soo.
Eun Soo kebingungan.
“Aku menulisnya sendiri, untukmu.”
Baekhyun dan Kyung Soo tersentak kaget.
Mereka berdua tidak percaya dengan apa yang baru saja
Joon Myeon katakan. Kemudian Joon Myeon pergi dari
tempat mereka. Eun Soo mengerjapkan kedua matanya, ia
terus memandangi tubuh Joon Myeon yang semakin
menjauh.
“Hari ini hari apa?” Baekhyun menatap Kyung
Soo yang masih menatap Eun Soo dengan bibir sedikit
terbuka.
“Aku tidak percaya.” Sekali lagi Eun Soo
mengerjapkan kedua matanya.
“Apa itu? Cepat lihat.” Baekhyun meraih buku itu
dan membukanya. Ia terbelalak saat melihat tulisan yang
terjajar rapi disana.
Kyung Soo menyambar buku itu dan melihatnya.
Ia juga penasaran dengan apa yang Joon Myeon berikan
pada adiknya.
“Apa dia hilang ingatan?” Kyung Soo menatap
Eun Soo lagi.
Baekhyun dan Eun Soo menggelengkan kepala
mereka berdua kemudian mengangkat bahu bersamaan.
Buku catatan tentang ringkasan rumus matematika itu
masih Kyung Soo pegang dengan kedua tangannya. Ia
menatap setiap tulisan yang ada didepannya. Kyung Soo
tidak meragukan lagi, Joon Myeon memang cerdas, ia
28
menulis semua rumus itu dengan detail dan memberikan
cara cepat untuk mengerjakannya.
Kyung Soo menutup buku itu dan menyodorkan
pada adiknya. Ia tersenyum tipis pada Eun Soo.
“Sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak
belajar.” Kyung Soo menyingkirkan mangkuk yang ada
dihadapannya. Padahal ia belum menghabiskan setengah
makanan dari mangkuknya.
Eun Soo tertegun. Ia menurunkan sumpit yang
menunjuk bibirnya. Sejenak pikirannya menjadi hilang
arah. Joon Myeon, Eun Soo pernah mencintai namja itu.
Tapi entah kenapa kebencian lebih memenuhi hatinya
dibandingkan dengan cinta yang ia miliki untuk Joon
Myeon. Eun Soo sudah berpaling kepada cinta yang lain.
**
Kyung Soo memegang knop pintu. Ia
melongokkan kepalanya masuk kedalam kamar Eun Soo.
Disana ia sedang melihat gadis itu duduk tenang di meja
belajarnya. Adiknya sedang belajar, bahkan ia tidak
menyadari bahwa Kyung Soo mencoba masuk kedalam
kamarnya. Dibawah meja belajar itu ada meonggu yang
menemaninya. Anjing itu rupanya sudah melupakan
pemilik aslinya.
“Ehm.” Dehem Kyung Soo sembari memperlebar
pintu. Eun Soo menoleh.
“Ada apa?”
“Cepat turun, makan malam sudah siap.” Kini
separuh tubuh Kyung Soo mulai masuk.
29
“Em, nanti aku akan menyusul. Hari ini aku tidak
nafsu makan,” ujar Eun Soo dan kembali memfokuskan
dirinya pada buku yang ada didepannya.
“Benarkah? Jangan menyesal jika Baekhyun
menghabiskan jatah bulgogi-mu juga?” Kyung Soo
perlahan manarik knop pintu dan akan menuntupnya.
“Bulgogi?” Eun Soo tertegun. Ia tidak bisa
menolak bulgogi begitu saja. “Eh, eh.. tunggu. Aku ikut
makan.”
Tanpa banyak berfikir ia langsung berlari
menyusul Kyung Soo. Sesuai dengan perkiraan Kyung
Soo, adiknya tidak mungkin melewatkan makan malam
kali ini.
Kyung Soo dan Eun Soo duduk pada kursi mereka
masing-masing. Baekhyun sudah standby sedari tadi
menunggu kedatangan adik perempuannya. Hari ini appa
pulang terlambat, jadi mereka makan malam lebih dulu.
Dan eomma akan menemani appa makan malam setelah
appa datang.
“Ah, hampir saja aku menolak untuk makan.”
Ujar Eun Soo seraya meraih sumpitnya dan mengambil
satu potongan cumi-cumi yang ada didepannya.
“Umm.” Eun Soo mulai menikmati makan
malamnya. Ia terus menyantap makanannya dengan
bersemangat.
Disampingnya, Kyung Soo juga mencoba
menikmati menunya malam ini. Ia tidak bisa makan
makanan yang sama dengan saudaranya. Eomma
menyiapkan sereal yang sekarang menjadi makanan pokok
untuknya. Ia tidak boleh makan cumi-cumi, udang dan
telur burung puyuh seperti yang dokter anjurkan. Semua
30
makanan itu mengandung kolesterol yang tinggi dan tidak
boleh Kyung Soo konsumsi. Atau semua makanan itu
akan mempercepat perkembangan penyakitnya.
“Um? Kenapa kau makan sereal? Ini sudah
malam.” Tanya Eun Soo heran melihat makanan yang ada
dalam mangkuk Kyung Soo.
“Aku tidak suka cumi-cumi,” jawab Kyung Soo
singkat.
“Iks, bohong sekali.”
“Cumi-cumi tidak baik untuk Kyung Soo. Kau
harus tau itu.” Sahut Baekhyun yang kemudian
menyingkirkan mangkuk yang berisi
bulgogi itu dari hadapannya.
Kemudian meraih mangkuk lain dan mengisinya
dengan sereal yang sama seperti yang Kyung Soo makan.
Melihat hal itu Eun Soo terheran. Perlahan ia mulai
mengerti. Ia memakan potongan terakhir cumi-cuminya
dengan sedikit perasaan yang tidak rela.
“Baiklah, aku juga mau makan sereal.” Teriak
Eun Soo seraya tersenyum lebar. Ia juga menyingkirkan
santapan yang sangat ia sukai dari hadapannya. Kemudian
mengambil makanan yang sama seperti yang dimakan
dua saudaranya itu.
Kyung Soo tertegun. Ia merasa sangat bahagia.
Bahkan ingin sekali melonjak-lonjak melihat perhatian
kedua saudaranya pada dirinya. Hatinya serasa terbalut
sesuatu yang lebih lembut dari pelukan eomma dan appa.
Tanpa sadar air bening itu mengaliri pipinya.
Kyung Soo menatap kedua saudaranya yang
terlihat jelas sedang memaksakan untuk memakan
31
makanan yang sama dengannya. Sereal ini tidak enak,
outmeal ini jauh lebih buruk dibandingkan Kimchi atau
bawang putih fermentasian.
Eun Soo mencoba tersenyum. Ia tau bagaimana
perasaan kakaknya. Sakitnya melebihi kulit yang melepuh
karena tertempel bara api. Bahkan lebih sakit dari luka
yang menempel menghiasi wajah Baekhyun. Mereka
bertiga menikmati makan malam mereka dengan
menangis bersama-sama.
“Gwenchana, kita akan makan ini untuk
seterusnya,” ujar Baekhyun mencoba menenangkan
hatinya. Perasaannya sangat kacau. Bukan hanya karena
neneknya yang tiba-tiba datang kerumah Kyung Soo, tapi
melihat kondisi Kyung Soo yang semakin melemah.
**
Gadis berambut almond itu meraih tangan seorang
namja yang duduk disampingnya. Ia menatap jemari-
jemari yang semakin terlihat kurus itu dengan sendu.
Perlahan ia mengenggam jemari itu kuat-kuat, hatinya
mulai sakit. Perasaan aneh itu tiba-tiba muncul tanpa ia
sadari.
Namja yang masih focus dengan makan siangnya
itu tidak memperdulikan dirinya yang telah diperlakukan
berlebihan oleh Cho Narri. Kyung Soo membiarkan gadis
itu dengan seenaknya memainkan jemarinya.
“Aku khawatir denganmu. Apa kau baik-baik
saja?” Cho Narri membelai pipi kanan Kyung Soo. Sontak
Kyung Soo menjauhkan pipinya dari sentuhan Narri.
Ada sesuatu yang berbeda. “Kau berbeda.
Ada apa denganmu?” Cho Narri menatap kedua mata
32
Kyung Soo dalam. Ia benar-benar khawatir kehilangan
Kyung Soo.
“Aku baik-baik saja. Jangan
mengkhawatirkanku.” Kyung Soo mencoba tersenyum.
Kemudian gadis itu memeluk lengannya.
Kedua mata Kyung Soo semakin melebar. Kini
seisi kantin memperhatikan mereka berdua. Bahkan
dulunya Cho Narri dan Joon Myeon tidak pernah
melakukan hal itu. Joon Myeon sama sekali tidak
menyentuh Cho Narri dengan sembarangan. Ia sangat
menghormati seorang wanita.
“Kumohon, lepaskan tanganku. Apa kau tidak
bisa menempatkan diri dengan baik?” Kyung Soo terlihat
panik.
“Aku tidak peduli. Biarkan saja mereka
memperhatikan kita.”
“Aku tidak suka jika kau seperti ini.” Kyung Soo
mengernyit kesal.
Eun Soo menarik tangan Yumi memasuki kantin.
Mereka berdua berniat membeli air minum karena Yumi
lupa menuangkan air kedalam botol kesayangannya itu.
Langkah Eun Soo dan Yumi terhenti. Yumi tanpa sadar
menjatuhkan botol minumannya. Ia terkejut ketika melihat
Kyung Soo dan Cho Narri duduk dimeja yang tak jauh
dari tempatnya berdiri.
Kyung Soo terkesiap. Ia sontak berdiri dan
pelukan Narri dilengannya itu terlepas. Kini mereka
berdua bertatapan. Yumi menundukkan kelapanya, ia
meraih botol yang sempat terjatuh dari tangannya.
Kemudian menarik tangan Eun Soo pergi dari kantin.
33
Kedua tangan Kyung Soo mengepal kesal. Ia
menahan amarah yang sudah meledak-ledak dalam
hatinya. Rasa itu muncul lagi, rasa sakit yang luar biasa
yang timbul diantara kedua paru-parunya. Ia memegangi
dadanya dengan tangan kanannya. Dan tangan kiri
bersangga pada meja.
“Kyung Soo-ah? Waeyo? Ada apa? Kyung Soo-
ah?” Cho Narri berteriak histeris ketika melihat tubuh
Kyung Soo perlahan roboh.
**
Yumi menundukkan kepalanya. Ia meletakkan
botol itu tepat dihadapannya. Baekhyun dan Eun Soo
hanya menatap sendu pada sahabatnya yang sedang sedih
melihat sesuatu yang terjadi dikantin.
“Kyung Soo tidak melakukannya. Kau tau-kan
kalau Narri yang memeluk lengan Kyung Soo. Aku tau
bagaimana kakakk,” jelas Eun Soo meyakinkan. Ia sendiri
tidak percaya akan melihat hal seperti itu.
“Apa lagi yang mereka lakukan. Aku benar-benar
kesal dengan Cho Narri.” Balas Baekhyun. Ia masih
menatap sendu Yumi yang sedari tadi belum mengangkat
kepalanya.
“Eun Soo-ya, apa yang kau lakukan disini! Kyung
Soo sedang di UKS, dia baru saja pingsan di kantin.”
Seorang yeoja dengan nafas terengah-engah itu berdiri
sembari memegangi lututnya dan menyampaikan pesan itu
pada Eun Soo.
Eun Soo dan kedua sahabatnya itu berlari terburu
menuju UKS. Disana sudah ada Cho Narri yang duduk
disamping ranjang Kyung Soo.
34
Gadis itu menangis. Ia merasa ketakutan.
Dengan kasar Eun Soo meraih rambut gadis itu
dan menariknya dengan keras sampai terjatuh dari
kursinya. Amarahnya sudah sangat meledak-ledak.
Tatapan benci itu ia tunjukkan tanpa ditahan lagi. Sekali
lagi Eun Soo mendekat, dan menampar gadis itu dengan
penuh kebencian. Baekhyun mencoba melerai, sikap Eun
Soo sudah diluar batas.
“Kau!” Eun Soo menunjukkan jemarinya tepat
diwajah Narri. Sedangkan Baekhyun sudah menahan
tubuhnya. “Aku sangat membencimu.” Eun Soo menatap
Narri tajam. Yumi menatap Kyung Soo yang terbaring
diatas ranjang dan takut untuk mendekat.
“Aku tidak tau kenapa Kyung Soo bisa pingsan?”
kata Narri seadanya. Kini ia mencoba untuk berdiri.
“Kau mau tau kenapa kakakku pingsan? Huh?”
“Eun Soo hentikan. Jangan katakan hal ini.” Pekik
Baekhyun, ia nampak khawatir.
“Kenapa? ada apa dengan Kyung Soo?” Narri
mengernyit bingung.
“Kyung Soo terkena gangguan jantung!” bentak
Eun Soo.
Tubuh Yumi dan Narri seketika mengejang.
Mereka berdua tidak percaya dengan apa yang baru saja
mereka dengar.
“Eun Soo-ah!” Teriak Baekhyun. Ia menatap Eun
Soo dengan kecewa.
“Mianhae. Mianhaeyo.” Eun Soo merosot
kelantai. Ia terbawa emosi. Ia sangat menyesal
mengatakan hal ini.
35
Eun Soo menutupi wajahnya dengan kedua
telapak tangannya. Ia menangis. Tidak hanya Eun Soo,
Yumi tidak bisa menahan air matanya untuk keluar.
Tubuhnya bergetar, hatinya terasa penuh. Penuh dengan
kesakitan, sesak.
**
Kai berjalan menuju mobilnya. Tanpa pamit ia
keluar dari rumah dan berniat menuju studio hari ini.
Perlahan langkahnya terhenti. Kedua matanya terfokus
pada seseorang yang berdiri didepan rumah mantan
sahabatnya. Namja berambut pirang itu sedang menari di
halaman rumahnya, terdengar suara musik yang tidak
terlalu keras dari sana.
Kai tersenyum miring. Ia berfikir bahwa namja itu
sudah kehilangan pusarnya sehingga menari didepan
rumah orang tanpa malu. Terlebih lagi ia menggunakan
masker yang menutupi separuh wajahnya.
Namja itu terhenti. Ia berdiri menatapi Kai yang
sedang menatap dirinya disamping mobil Mercedes hitam
milik Jae In. Mereka berdua bertatapan sejenak, kemudian
Kai membuka pintu mobil miliknya dan masuk. Dengan
segera ia melaju. Kedua matanya melirik kearah spion
mobil. Kini mereka bertatapan dari spion kecil itu.
“Apa dia tidak pernah melihat orang setampan
diriku?” desis Kai dalam hatinya.
Pikirannya berubah. Tujuannya datang ke studio
ia rubah menjadi kesekolah untuk menjemput Eun Soo.
Akhir-akhir ini ia ingin selalu melihat wajah Eun Soo.
Tiba-tiba rasa rindu itu menyelimuti hatinya. Rasa yang
tak pernah ia tau sebelumnya, rasa yang tak pernah Kai
rasakan sebelumnya.
36
Kedua matanya berpencar. Ia turun dari mobil
silver itu dengan langkah khas dari kedua kakinya.
Perlahan ia mengenakan kaca mata hitam yang ia
keluarkan dari sakunya. Membuat gaya maskulinnya
semakin terpancar jelas. Kedua tangannya ia masukkan
kedalam saku celana skinny hitam yang ia kenakan.
Sweeter pelangi itu membalut dada bidang yang membuat
dirinya semakin terlihat sempurna, begitu keren.
“Uwah, artis itu lagi.”
“Sudah kukira. Do Eun Soo berganti pasangan.
Aku tidak pernah melihat namja berambut emas itu datang
menjemputnya.” Bisik seorang yeoja yang sempat
berpapasan dengan Kai.
Kai bersandar pada dinding pagar sekolah Eun
Soo. Ia menunggu gadis yang ia rindukan disana. Namja
berambut emas? Siapa? tanya Kai dalam hatinya. Ia tidak
mengerti dengan ucapan-ucapan yang baru saja ia dengar.
Eun Soo sudah mengayuh sepedanya. Ia tidak lagi
dibonceng oleh Kyung Soo. Sedangkan Kyung Soo, sudah
berdiri dibelakang punggung Baekhyun. untung saja
Kyung Soo bisa sadar kembali setelah pinsang hampir
selama 10 menit lamanya.
“Kau harus meminum obatmu. Jangan sampai
terlambat lagi.” Gerutu Eun Soo sembari menjajari sepeda
yang Baekhyun naiki.
“Iya, kami ini mengkhawatirkanmu.” Balas
Baekhyun dan berusaha menyeimbangkan sepedanya yang
mulai oleng.
Mereka bertiga keluar dari gerbang sekolah. Kai
langsung berteriak setelah melihat Kyung Soo dan dua
saudaranya keluar. Namja itu berlari kecil mengejar Eun
37
Soo. Lengan panjangnya meraih bagian belakang sepeda
Eun Soo dan membuat gadis itu terhenti mendadak.
Eun Soo menoleh dengan wajah kagetnya. Ia
menatap senyum smirk itu lagi. Baekhyun dan Kyung Soo
juga berhenti.
“Aku menjemputmu pulang.” Kai terlihat
terengah-engah.
“Um?” Eun Soo nampak kebingungan.
Eun Soo membuka pintu mobil. Ia membantu
Kyung Soo masuk. Keadaan kakaknya tidak cukup baik.
Setidaknya sinar matahari tidak
membuat kulitnya kemerahan, dan kondisi tubuhnya
masih lemah.
“Mianhae, merepotkanmu. Tapi kurasa Kyung
Soo-lah yang harus kau antar pulang.” Eun Soo
membungkukkan badannya. Kemudian berjalan menuju
sepedanya dan berlalu bersama Baekhyun.
Kai menatap punggung Eun Soo yang semakin
menjauh. Ia menghela nafas, kemudian dengan kecewa
memasuki mobilnya.
“Sebenarnya aku tidak terlalu yakin akan sampai
dirumah dengan selamat.”
Kai menoleh. Wajahnya terlihat kurang
bersemangat. Ia juga melihat pelupuk mata Kyung Soo
sedikit kebiruan. Bibir semarah semangka itu juga terlihat
pucat pasi.
“Aku akan mengantarmu dengan hati-hati. Kau
sakit lagi?” Kai memutar kunci mobilnya.
“Seperti yang kau lihat.”
38
“Sebenarnya kau sakit apa? Kau tidak boleh sakit,
sebentar lagi kita akan diundang diacara promnite di
Kirin.”
“Benarkah? Aku akan berusaha sembuh.”
“Jangan lemah begitu. Separah apa penyakitmu
sampai kau seperti ini, apa separah leukemia?” Kai
menoleh. Tatapan itu Kyung Soo terima, tatapan seperti
sebuah penyesalan. Tatapan yang terlihat aneh yang Kai
tunjukkan padanya.
Kai pun mulai menarik pedal gasnya. Ia melaju
dengan hati-hati menyusuri jalanan yang ramai dengan
pelajar yang pulang kerumah mereka masing-masing.
Hari ini langit sangat cerah. Jalanan serasa
diselimuti semilir angin yang begitu lembut membelai
rerumputan yang ada ditepi jalan. Warna biru itu semburat
menghiasi langit. Gelombang-gelombang putih yang
indah. Mereka berdua terdiam membisu tanpa
membicarakan
sesuatu. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing.
Kai masih memikirkan namja berambut emas
yang ia dengar dari gadis yang tak dikenalnya. Sedangkan
Kyung Soo, dalam benaknya masih mengganjal satu
pikiran tentang Yumi. Mereka sama-sama terluka.
Kai memakirkan mobilnya diluar gerbang. Ia
membantu Kyung Soo keluar dari mobilnya. Mereka
berdua berjalan menyusuri jalan setapak menuju pintu
utama rumah Kyung Soo. Mereka melihat Eun Soo dan
Baekhyun baru saja keluar dari garasi untuk meletakkan
sepeda mereka.
39
Kai duduk dikursi ruang tamu. Eun Soo sudah
menyiapkan minuman yang ia taruh diatas meja, tentunya
dengan beberapa camilan yang menemaninya. Usai
mengganti baju, Baekhyun ikut menemati Eun Soo
diruang tamu. Sedangkan Kyung Soo, eomma tengah
menyiapkan obat untuknya dikamar. Dan menemani
putranya untuk istirahat.
“Kyung Soo, sakit lagi?”
Eun Soo dan Baekhyun mengangguk. Mereka
berdua terdiam. Kedua mata Eun Soo masih sembab usai
menangis disekolah tadi. Tangan kanannya merah memar
karena menampar wajah Cho Narri dengan ganas. Ia tidak
menyadari pukulannya itu terlalu keras dan melukai
dirinya sendiri.
Kemudian meonggu datang. Ia duduk disamping
Eun Soo. Kai tersenyum miring. Anjing itu tidak asing
baginya, seperti kata Sehun.
“Anjingmu memang lucu,” ujar Kai sembari
menyeruput minumannya.
“Nde, dia sangat manis, bukan?” Eun Soo
mengelus bulu kepala anjing itu.
“Siapa namanya?”
“Meonggu. Sebenarnya aku mempunyai dua ekor
anjing. Yeonggu namanya,” jelas Eun Soo lagi.
“Lalu kemana dia? Apa dia juga kembar seprtimu
dan Kyung Soo?” Kai terlihat mulai bersemangat.
Baekhyun meraih camilan yang ada diatas meja dan
memakannya perlahan.
“Oh ya, dulu aku pernah menabrak seekor anjing
betina, yah kira-kira hampir sama dengan anjing milikmu.
40
Incident yang aku ceritakan padamu, pengalaman
mengemudi keduaku bersama Sehun. Kau masih ingat
tidak?”
Eun Soo tertegun.“Anjing betina?” Eun Soo
mencoba meyakinkan.
“Yah, karena anjing itu memakai pita merah
ditelinganya. Aku sangat gugup. Sebenarnya aku ingin
turun dan membantu anjing itu pulang, tapi kau tau aku
selalu lupa dimana pedal remku. Bahkan aku sempat
menabrak pagar dan harus membawa mobilku kebengkel.”
Kai tertawa. Itu sama sekali tidak lucu.
Baekhyun dan Eun Soo terdiam. Eun Soo
mencoba memastikan satu hal. Ia harap apa yang
diceritakan Kai hanyalah omong kosong.
“Dimana kau menabraknya?” Eun Soo menatap
Kai dalam. Ia sangat ingin tau seperti apa kejadian yang
Kai alami.
“Um, seingatku didekat daerah in..” Seketika Kai
menghentikan kalimatnya. Ia merasa aneh dengan dirinya
sendiri. Tiba-tiba Ia ingat dengan baik kejadian yang ia
alami bersama Sehun.
Kai menatap Eun Soo semakin dalam. Gadis itu
terlihat kecewa. Seharusnya Kai ingat saat anjing ras
terrier airedale yang ada disamping Eun Soo itu sempat
mengejar mobilnya karena temannya sudah ia tabrak. Ia
ingat bagaimana gonggongan anjing itu mengharapkan
pertanggung jawabannya.
Mereka bertiga terdiam membisu. Rasanya dada
Eun Soo semakin sesak. Hampir saja ia berhasil
melupakan masalah itu, tapi kini teringat kembali.
41
“Aku tidak akan memaafkan orang yang
menabrak yeonggu.”
“Nado..”
Selintas ucapan Kyung Soo terdengar
ditelinganya. Eun Soo mencoba meredam amarahnya. Ia
meraih tubuh meonggu dan masuk tanpa pamit. Baekhyun
menatap Kai tajam. Ia mengerti dengan apa yang terjadi
pada Eun Soo.
Jemari Kai mengepal. Dadanya terasa sakit. Ia
menyesal telah mengatakan kalimat itu pada Eun Soo.
Seharusnya Kai tidak usah menceritakan incident itu.
**
Kai menatapi layar ponsel yang ada ditangan
kanannya. Ada nomor ponsel Sehun tertera disana.
Kemudian kembali meletakkan ponsel itu dimeja yang ada
dihadapannya. tangannya meraih sebotol soju12 yang
sudah ia pesan sebelumnya. Kai sedang duduk disebuah
kedai tempat langganannya minum kopi.
“Ahjumma. Ahjumma?” Kai berteriak memanggil
bibi pemilik kedai itu.
“Ada apa? Bukankah aku sudah memberi
pesanananmu.”
“Nde! Tapi tolong pegang ponselku. Ini.” Kai
menyodorkan ponselnya. Ia meletakkan ponsel itu
ditangan kanan bibi yang ada dihadapannya. Bibi itu
mengernyit bingung.
12 Soju = minuman beralkohol khas Korea
42
“Tolong hubungi nomor itu setelah aku mabuk
nanti. Katakan padanya untuk menjemputku.” ujar Kai
sembari meneguk segelas soju-
nya.
“Kau sedang frustasi, huh? Tidak biasanya kau
memesan soju padaku.”
“Nde, aku sedang patah hati.” Ujarnya lagi tanpa
ekspresi kemudian meneguk segelas soju lagi.
“Sudahlah, jangan memaksakan dirimu seperti ini.
Aku tau kau tidak biasa mabuk.”
“Biarkan saja. Aku ingin melupakannya! Rasanya
kepalaku mau pecah. Gadis itu membuatku sakit. Disini.”
Kai mengacak-acak rambutnya frustasi setelah menunjuk
uluh hatinya.
Kini kepalanya sudah bersandar diatas meja. Ia
setengah sadar dan terus menuang soju itu kedalam
gelasnya. Dia baru meminum dua gelas dan yang ini
ketiga kalinya.
“Wanita, terkadang memang sulit dimengerti.”
“Yah, aku tidak mengerti seperti apa wanita.
Bukankah aku pria yang bodoh?” Kai mengangkat
kepalanya. Kedua matanya terlihat sayu seperti sedang
mengantuk, tapi berbeda. Ia mulai mabuk.
“Memangnya kesalahan apa yang kau lakukan?”
“Ah, sudahlah. Yang penting aku sangat
menyesal.” Kai kembali meletakkan kepalanya diatas
meja. Ia sudah tidak sadarkan diri.
43
“Percuma saja kau menyesal tapi tidak minta maaf
padanya.” Gerutu bibi itu sembari memandangi ponsel
Kai.
Beberapa saat kemudian Sehun datang setelah
menerima panggilan dari ponsel Kai tapi bukan Kai yang
berbicara. Ia melihat hyeong-nya tertidur di kedai itu
dengan keadaan menjijikkan, mabuk.
“Ada apa denganmu? Kenapa kau mabuk begini!”
Sehun memukul pundak Kai. Sedangkan namja itu sudah
tertidur pulas.
“Um, nafasmu bau alcohol!” Sehun menahan
nafasnya. Ia sedang berusaha mengangkat tubuh Kai.
“Ah, dia sudah habiskan 4 botol sekaligus.” ujar
bibi itu sembari membantu Sehun mengangkat tubuh Kai.
Selama Kai menunggu Sehun, ia minum sampai 4 botol.
“Mwo? Apa dia sudah gila.” Sehun terkaget.
Langkah Sehun terhenti. Ia kebingungan melihat
mobil Kai. Jelas saja karena ia tidak bisa menyetir mobil.
Perlahan Sehun membuka pintu mobil Kai dan
meletakkan tubuh Kai yang berat di sofa tengah.
**
Kyung Soo mengangkat tangannya. Ia sedang
memegang pita merah itu ditangan kanannya dan
menunjukkannya pada Eun Soo. Dengan senyuman penuh
arti ia meraih tangan Eun Soo dan meletakkan pita merah
itu ditelapak tangan kanan Eun Soo.
“Pakailah, aku suka jika kau memakai pita ini saat
pergi kesekolah. Tapi aku hanya melihatmu sekali saja.”
Eun Soo masih membisu. Ia memandangi pita
merah yang sedang ia pegang dengan tatapan sendu.
44
Perlahan tangan kirinya meraih rambut hitam yang terurai
itu dan mengikatnya dengan pita merah pemberian Kyung
Soo. Ia memakai pita itu dihadapan Kyung Soo.
Segaris senyuman tersungging dibibirnya. Kini ia
beralih menatap mata kakaknya yang duduk disampingnya
dan masih terjaga.
“Yeppuji13.” Ujar Kyung Soo dan dengan sengaja
mencubit pipi Eun Soo gemas. Untuk pertama kalinya ia
menyentuh pipi adik kembarnya itu.
Pengakuan yang tak terduga itu membuat hati Eun
Soo kembali muram. Kai tidak tau jika sepenggal
pengalaman hidupnya yang ia ceritakan tanpa sengaja
akan membuat gadis yang ia cintai menjadi benci
padanya.
Kai menceritakan pengalaman mengemudinya
yang paling buruk. Ketika ia bersama Sehun dan melewati
kompleks rumah Kyung Soo dan sebelum mereka
berkenalan. Kai tanpa sengaja menabrak seekor anjing
betina ras terrie aider itu. Ia tidak bermaksud melarikan
diri, tapi Kai selalu melupakan pedal remnya ketika gugup
menggerayangi hatinya.
Ia tidak ada niatan melarikan diri, bahkan usai
menabrak anjing milik Eun Soo, Kai menabrak pembatas
jalan dan mobilnya sulit sekali ia kendalikan.
“Kau menyukainya? Sedikit atau banyak?” Kyung
Soo tersenyum jail, ia mencoba menggoda adik
kembarnya yang sedang sedih itu.
13 Yeppu = cantik
45
“Empati, itulah yang kurasakan padanya. Dia
butuh teman.”
“Aku tau kau sedang berbohong.”
“Entahlah, Kyung Soo. Aku tidak mengerti
bagaimana perasaanku. Aku tidak pernah merasakan ini
sebelumnya.”
“Seperti apa perasaanmu pada Chanyeol?” Kyung
Soo menatap Eun Soo lekat. Gadis itu menundukkan
kepalanya.
“Aku, menyukainya. Dia sangat baik, entahlah.
Aku merasa senang jika bersamanya.”
“Lalu? Kai?”
“Terlalu sulit menjelaskan. Aku merasa ia
membutuhkanku. Atau hanya perasaanku sendiri yang
mengatakan hal ini. Aku melihat sesuatu yang berbeda
darinya, namja itu butuh sesuatu yang bisa
mengembalikan dirinya yang sebenarnya. Ada sesuatu
yang berbeda dibalik wajah dinginnya.”
“Apa maksudmu?”
“Aku pernah melihatnya menangis.”
“Apa?” Kyung Soo mengernyit tak percaya. Eun
Soo menatap Kyung Soo penuh keyakinan.
“Dia tidak seperti itu, dia lebih lemah dari yang
kau lihat. Bahkan lebih lemah darimu, kurasa.”
End Of
Chapter 5
46
CHAPTER 6
“Miss”
47
Kyung Soo dan Baekhyun memandangi
rerumputan yang berayun-ayun terkena semilir angin
malam. Bunga-bunga yang Kyung Soo tanam beberapa
bulan yang lalu kini semakin tumbuh besar. Mereka
tumbuh dengan baik. Pikiran mereka melayang-layang.
Keduanya sama-sama terhanyut oleh perasaan masing-
masing.
Kesakitan, air mata dan kebohongan menyelimuti
hati mereka. Baekhyun masih menatap daun-daun yang
berhamburan tergulung angin. Suara riuh dedaunan
berterbangan menambah suasana hening malam itu.
Seperti angin, hatinya tidak pernah tentu seperti apa.
Hati Kyung Soo masih terbalut oleh luka, sakit
seperti tersayat pecahan kaca. Terlalu sulit untuk
disembuhkan. Bahkan luka itu terlalu dalam. Gadis itu,
Kim Yumi. Mungkin dia akan benar-benar melupakan
dirinya. Sesak rasanya jika mengingat kejadian itu.
48
“Aku merindukannya?” Baekhyun memecah
keheningan.
Kyung Soo menoleh. Ia menatap wajah sendu
Baekhyun. Ada genangan air mata yang sedang ia tahan.
Bibirnya mengatup dan bergetar. Matanya menatap tak
terarah. Batinnya begitu tersiksa.
“Nuguya?”
“Haramoni. Monster itu.” Baekhyun menoleh
sembari tersenyum, air matanya sudah jatuh membanjiri
pipinya. Terasa begitu perih untuk mengatakan bahwa ia
merindukan neneknya.
Kyung Soo menatapnya sendu. Baekhyun
berusaha tetap tersenyum dan menghapus air mata yang
dengan sendirinya berjatuhan tanpa keinginannya.
“Aneh bukan? Sempat-sempatnya aku
merindukan orang seperti dia.” Sekali lagi Baekhyun
tertawa dalam tangisnya. “Tapi..” bibirnya bergetar,
sejenak Baekhyun menahan kata-katanya. “Setiap aku
melihatnya aku seperti melihat wajah ayahku.” Sekarang
ia benar-benar membiarkan tangisnya pecah. Kedua
tangannya terangkat menutupi wajahnya.
Kyung Soo masih memandanginya. Ia tidak bisa
mengatakan apa-apa pada Baekhyun. Kemudian perlahan
Kyung Soo melingkarkan tangannya dibahu Baekhyun. Ia
memeluk saudara angkatnya yang tengah terisak itu.
“Kau bisa datang menjenguknya. Jangan
khawatir.” Hibur Kyung Soo lirih. Kini suasana hati
mereka tidak jauh berbeda, sama-sama kesakitan.
Eun Soo yang memperhatikan mereka dari balik
pintu hanya bisa melihat dengan pilu kepada kedua
49
saudaranya. Hatinya ikut menjadi sesak. Seperti saat
mengetahui penyakit Kyung Soo.
“Aku akan menjaga kalian dengan baik.” Ucap
Eun Soo dalam hatinya.
**
Chanyeol menutup pintu mobilnya. Ia datang ke
studio sendirian dan berharap semua personelnya bisa
berkumpul hari ini. Ada jadwal yang ingin ia sampaikan
pada keempat personelnya. Ia memandangi layar
ponselnya. Disana tertera nomor ponsel milik Eun Soo.
Tiba-tiba saja hatinya benar-benar merindukan gadis itu.
Selama rekaman kemarin ia tidak sempat menemui Eun
Soo karena sibuk sendiri.
“Yoboseyo?”
“Yoboseyo?” Jawab seseorang diseberang sana.
Chanyeol sedang berbicara dengan Eun Soo melalui
telepon.
“Eun Soo-ah, um. apa yang kau lakukan
sekarang?”
“Aku sedang belajar, oppa.”
“Ah, benarkah? Apa aku mengganggumu?”
“Aniyo. Aku hampir selesai. Ada apa kau
menelponku?”
“Aku merindukanmu.”
“Huh?” Eun Soo memastikan bahwa ia tidak salah
dengar.
“Um, maksudku aku sudah lama tidak mengobrol
denganmu. Apa hari ini Kyung Soo akan datang latihan?”
Chanyeol mulai gugup dengan sendirinya.
50
“Um, molla. Aku sudah dirumah. Kyung Soo dan
Baekhyun sampai sekarang belum pulang, mungkin
sedang menuju ketempatmu.”
“Ah begitu ya. Baiklah kalau begitu.”
“Huh?”
“Um, maksudku lanjutkan saja belajarnya. Maaf
aku sudah menganggu.”
“Um, oppa?” Panggil Eun Soo dari seberang
sana.
“Nde?” Chanyeol baru saja akan menutup
telponnya.
“Apa kau tidak ingin bertemu denganku?”
Chanyeol tersenyum. Itulah tujuannya menelpon
Eun Soo. Ia ingin sekali bertemu dengan Eun Soo. Dan
pergi bersama ke suatu tempat. Seperti saat mereka berdua
kesungai Han, tapi tanpa Kyung Soo dan Baekhyun.
“Aku akan menjemputmu akhir pekan nanti.
Sekarang belajarlah dengan rajin.”
“Nde..” Eun Soo tersenyum girang.
“Sampai bertemu akhir pekan?”
“Nde, aku akan menunggu.”
“Baiklah, sampai jumpa.”
“Sampai jumpa.” Mereka berdua sama-sama
terdiam dan belum menutup telepon mereka masing-
masing. Keduanya sama-sama menatap layar ponsel
dengan wajah sumringah.
“Kenapa tidak kau matikan?” Ujar Eun Soo
kemudian.
51
“Kau saja yang menutup duluan.”
“Aniyo, kau yang menelponku duluan.”
“Ah baiklah.” Chanyeol menatap layar ponselnya.
Beberapa saat kemudian ia mendekatkan bibirnya pada
layar ponsel. “Saranghae.” Bisik Chanyeol lirih yang
kemudian dengan segera memutus teleponnya dengan Eun
Soo.
Chanyeol merasa lega. Setidaknya rasa rindu yang
merayapi hatinya sedikit terobati dengan mendengar suara
gadis itu melalui telepon.
Brak.
“Ya!” Chanyeol berteriak kaget. Bibirnya terbuka
dan kedua matanya melebar.
Kai melongok keluar jendela mobil. Kemudian ia
tersenyum miring tanpa bersalah. Baru saja ia
menabrakkan mobilnya kebagian belakang mobil milik
Chanyeol.
“Maaf, aku terlambat untuk mengeremnya.” Ujar
Kai setelah berhasil memarkirkan mobilnya. Sehun segera
keluar. Ia terlihat begitu lega sesampainya di studio.
“Hari ini aku senam jantung lagi,” ujar Sehun
yang kemudian berpegangan pada tubuh Chanyeol.
Kepalanya pusing, sepertinya Sehun sedang mabuk darat.
“Sudah kubilang kau harus belajar lagi.” Sahut
Chanyeol dan segera membantu Sehun untuk berjalan. Ia
tak kuat berdiri dan menegakkan kakinya dengan baik.
“Huh, menyebalkan!” Kai menendang ban mobil
bagian belakang milik Chanyeol. Kemudian berjalan
menyusul kedua temannya memasuki studio.
52
Chanyeol membersihkan gitarnya. Kemudian Kai
membersihkan tempat duduknya. Sedangkan Sehun
berbaring diatas sofa.
“Jelaskan padaku apa yang terjadi padamu?
Kenapa kau minum sampai mabuk begitu.” Sehun
berusaha untuk membuka matanya walaupun kepalanya
terasa pusing.
Chanyeol menatap Sehun dengan bingung. Ia
tidak mengerti dengan apa yang baru saja Sehun tanyakan.
Sedangkan Kai berpura-pura tak mendengarnya.
“Siapa maksudmu?” tanya Chanyeol tidak
mengerti.
“Kai hyeong! Kau tuli!” Namja itu sontak duduk
dan melempar bantalan kursinya kearah Kai.
Kai menangkapnya. Kemudian meletakkan bantal
itu diatas kursinya dan ia duduki. Tangannya sudah
mengayun-ayunkan stik pada drum yang ada
dihadapannya. Sehun mendengus kesal, jelas saja karena
ia harus membayar sewa supir untuk mengantarkan Kai
pulang saat mabuk kemarin. Dan ia juga harus melunasi
semua minuman yang Kai pesan di kedai itu.
“Hyeong! Ini bill-nya.” Sehun mendatangi Kai
dan menyerahkan selembar kertas.
Kai menatap Sehun tanpa ekspresi. Dan tak
kunjung menerima kertas pemberian dari Sehun. Kepala
Kai masih terasa pusing, semalam ia minum terlalu
banyak. Ini pertama kalinya Kai mabuk, biasanya ia hanya
akan memesan segelas kopi.
“Aku sedang frustasi.”
53
Kai memukul piringan baja yang ada didepannya.
Kemudian berdiri dan merampas kertas itu dari tangan
Sehun. Sebentar ia melihat lembaran itu kemudian ia
mengeluarkan beberapa Won dari dompetnya.
“Frustasi? Kau frustasi? Karena siapa?” Chanyeol
berdiri sembari membenarkan senar gitarnya.
“Seorang yeoja. Ah, sudahlah jangan dibahas
lagi.” Kai melengos.
Chanyeol dan Sehun melongo. Mereka terkejut
mendengar Kai frustasi karena seorang gadis karena
biasanya ia yang membuat yeoja frustasi terlebih dahulu.
Kini ketiganya sibuk dengan alat musik mereka
masing-masing. Suasana di studio terlihat berbeda dari
biasanya. Mereka berkumpul seperti orang asing. Kai
sibuk dengan pikirannya, kacau. Chanyeol terlalu bahagia,
itu karena Eun Soo. Dan Sehun masih normal seperti
biasanya.
“Ini, jadwal kita sebulan kedepan. Mulai bulan
depan kita akan tampil di acara-acara sekolah. Terutama
Kirin, itu sekolah musik yang sangat bagus jadi kita harus
sering latihan,” jelas Chanyeol sembari menyodorkan
selembar kertas itu pada Sehun dan Kai.
Kyung Soo dan Baekhyun tidak kunjung datang.
Sudah satu jam lebih mereka bertiga menunggu, tapi sama
sekali tidak ada tanda-tanda kedatangan mereka. Sampai
Kai memutuskan untuk pulang dan mengacuhkan
perkataan Chanyeol begitu saja.
“Tunggu, kau tidak bisa pulang begitu saja.”
Chanyeol menghentikan langkah Kai.
“Kita belum latihan. hyeong.” Sehun ikut berdiri.
54
“Mereka tidak datang, percuma saja. Lebih baik
kita pulang dan beristirahat. Besok kita akan latihan lagi.
Aku sedang tidak bersemangat.” Ucapnya seraya
mengenakan jaket merah ketubuhnya. Kemudian ia
kembali melanjutkan langkahnya dan keluar dari studio.
“Hyeong, kau mau mengantarku pulang?” Sehun
beralih menatap Chanyeol yang berdiri memandangi Kai
yang semakin menjauh.
**
Kai turun dari mobilnya. Ia sudah melewati
hampir 2 jam perjalanan menuju rumah. Itu bukan karena
jalanan sedang macet. Namja berkulit „tan‟ itu bersandar
pada mobilnya kemudian mengepalkan tangannya dan
memukul kepalanya pelan.
“Bodoh, bodoh!” ucapnya lirih. “Sekarang apa
yang bisa kau lakukan untuknya, Kim Jong In!” Lanjutnya
lagi.
Sebuah kelereng mendarat dikakinya. Kai
menginjaknya dan hampir saja jatuh terpeleset. Beberapa
saat kemudian terdengar gelak tawa seseorang yang ada
disamping rumahnya.
Kai menyeimbangkan tubuhnya. Kemudian ia
bersandar pada mobil yang ada disampingnya. Kedua
telinganya mendengar jelas gelak tawa itu. Bukan suara
yeoja, tapi namja. Biasanya Kim Jae In akan
menertawainya jika Kai akan terjatuh. Perlahan Kai
melangkah dan mencari sumber suara itu berasal.
Ia menatap seseorang yang berpegangan pada
pagar pembatas rumahnya dengan rumah mantan
sahabatnya, Yixing. Namja itu melempar senyum.
Tampak lesung pipit yang begitu manis menghiasi
55
wajahnya. Senyuman itu tidak asing bagi Kai. Kemudian
Kai berjalan mendekat. Seseorang yang ada didepannya
semakin mengembangkan senyumnya.
“Chogiyo!” Tanya Kai sembari melipat kedua
tangannya didepan dada. Pria itu tertawa saat melihat
wajah dingin Kai kembali menyapanya. “Apa kau mau
cari gara-gara denganku? huh?” Kai terlihat kesal.
“Um, apa aku menganggumu?”
“Nde, kau hampir membuatku jatuh. Untuk apa
kau melempariku dengan kelerengmu?”
“Aku tidak sengaja. Mianhae?” ujarnya sembari
mengulas senyum.
“Lalu kenapa kau tertawa? Apa kau pikir itu tadi
lucu?” Kai berjalan semakin mendekat.
“Aku memang sengaja melemparnya padamu.
Aku ingin menyapamu.”
“Apa? Aneh! kau orang baru ya? Rumah itu tidak
disewakan. Kenapa kau menempatinya.” Kai melirik
kearah rumah yang ada didepannya. Sudah lama rumah itu
tidak ditempati.
“Untuk apa aku menyewa rumahku sendiri.”
Jawab namja itu santai.
“Rumahmu?” Kai mengernyit bingung.
Sedangkan namja yang ada dihadapannya tertawa gemas
melihat wajah Kai.
Kai semakin memfokuskan dirinya. Ia menatap
namja itu lekat. Ia mencoba mengingat sesuatu. Mata
coklat, lesung pipit dan senyum yang khas. juga gelak
tawa yang dulu sering ia dengar dulu.
56
“Tidak mungkin.” Ucap Kai sembari
mengerjapkan kedua matanya.
Sontak Kai membalikkan badan dan berlari
menerobos gerbang rumahnya. Ia melompat pagar yang
menghalangi pijakannya dan dengan penuh perasaan yang
luar biasa bahagia Kai melempar tubuhnya pada seorang
pria yang mempunyai lesung pipit itu.
“Hyeong!!! Aku sangat merindukanmu!!!!
Jeongmal!!! aaaa..”
Kini tubuh mereka berdua sama-sama jatuh diatas
tanah. Dengan posisi Kai berada diatas tubuh Yixing dan
memeluk namja itu dengan erat. Sedangkan Yixing
meronta tidak tahan dengan hembusan nafas Kai yang
mengenai lehernya.
“Ah, hentikan. hentikan!” Ia mencoba mendorong
tubuh Kai yang terasa semakin berat. Tapi Kai masih tetap
saja memeluknya dengan erat.
“Hey, apa yang kalian lakukan?” yeoja itu
berkacak pinggang dan memandang ngeri atas sikap
adiknya yang memalukan.
Kai melepaskan pelukannya. Ia menatap seorang
namja yang terlihat lega setelah terlepas dari pelukan
menyakitkan itu. Senyumnya masih tetap terjaga. Kai
membantu Yixing untuk berdiri. Sementara Jae In
mencoba memastikan apa yang ia lihat bukanlah sekedar
bayang-bayang saja.
“Yixing? Jinja?” Jae in mendekat. Ia mencoba
melihat wajah namja itu lebih dekat. Dulu Jae In dan
Yixing adalah teman sekolah saat masih duduk dibangku
dasar, walaupun usia Jae In satu tahun lebih tua darinya.
57
Yixing tersenyum. Wajahnya terlihat begitu sehat,
tidak seperti terakhir mereka bertemu. Dengan perlahan
Yixing meletakkan tangannya di bahu Kai. Kini ia kalah
tinggi dengan badan dongsaeng-nya.
“Kau sudah besar.” Ucapnya sembari terus
menepuk bahu Kai.
“Hahaha, tentu saja. Apa kau pikir aku tetap
pendek seperti dulu? Aku rajin berolah raga.” Ucap Kai
bangga. Tidak jauh berbeda dengan semasa kecilnya, ia
tidak pernah mau kalah.
“Hyeong… bagaimana kabarmu? Kenapa kau
tidak memberitahuku kalau kau sudah kembali? Hyeong,
apa saja yang kau lakukan di China?”
“Hentikan, Kamjong. Lebih baik kalian
mengobrol di dalam saja. Sambil meminum susu.” Tawar
Jae In. ia menatap wajah Yixing
sembari tersenyum. Yixing semakin terlihat tampan
setelah dewasa.
“Aku mau kopi, aku tidak mau minum susu lagi.
Apa nuna pikir aku ini masih berusia 7 tahun?” Protes Kai
kemudian menarik tangan sunbae-nya dengan penuh
semangat. Ia sangat bahagia dengan kedatangan Yixing.
**
“Dari mana saja kau?” Eun Soo memergoki
Kyung Soo dan Baekhyun berjalan mengendap-endap
memasuki kamar mereka. Ditangan mereka berdua sudah
menenteng sepasang sepatu milik mereka masing-masing.
“Haha, kau sudah sampai dirumah?” ujar
Baekhyun sembari menegapkan punggungnya.
58
“Aku sampai 3 jam lebih awal dari kalian.” Jawab
Eun Soo dan sebelah alisnya terangkat.
“Kami ada perlu. Jadi pulang terlambat.” Tukas
Kyung Soo dan segera menarik tangan Baekhyun untuk
memasuki kamarnya.
“Ya! kenapa kalian aneh begitu?”
Baekhyun kembali keluar kamar. Ia mendekati
Eun Soo dan berbisik padanya.
“Um, jangan katakan pada eomma. Kami tadi
berniat pergi kerumah nenekku, tapi tidak jadi,” jelas
Baekhyun, wajahnya terlihat murung.
Mereka berdua pulang sekolah dengan terburu-
buru dan pulang lebih dulu tanpa pamit kepada Eun Soo.
Baekhyun sangat merindukan neneknya, itulah yang ia
rasakan. Pukulan, jambakan dan bentakan yang selalu
neneknya berikan padanya membuatnya rindu. Tapi dia
juga sangat menyayangkan jika harus meninggalkan
keluarga Kyung Soo yang dengan senang hati
menerimanya dalam keluarga mereka.
“Kau lupa dengan pesan appa? Kau jangan
menemuinya lagi! Aku saja selalu berhati-hati. Oh ya, apa
kau sudah mengunci gerbang depan? Besok gerbang kita
akan direnovasi.” Eun Soo tampak kesal.
“Aku senang kalian peduli padaku, tapi
menurutku apa ini tidak terlalu berlebihan?”
Eun Soo menatap Baekhyun kaget. Kyung Soo
berjalan keluar kamar. Ia berdiri disamping Eun Soo.
Anak kembar itu menatap saudara angkat mereka dengan
tatapan tidak percaya.
59
“Kami menyayangimu, tapi kenapa kau
mengatakan seperti itu?” tanya Kyung Soo kecewa.
“Huh, Byun Baekhyun! jangan biarkan aku
mengatakannya.” Bentak Eun Soo seraya meninggalkan
Kyung Soo dan Baekhyun kemudian ia memasuki
kamarnya.
Baekhyun memandangi langkah Eun Soo. Ia tidak
mengerti dengan apa yang baru saja Eun Soo katakan.
Kemudian ia beralih menatap Kyung Soo yang ada
didepannya. Sepertinya Kyung Soo juga tidak tau maksud
kalimat yang Eun Soo katakan.
“Ada yang dia sembunyikan dariku.” Baekhyun
menatap Kyung Soo penuh tanya. Dan Kyung Soo hanya
menggelengkan kepalanya.
Eun Soo melempar buku harian berwarna biru itu
kelantai. Ia memberantakkan seisi mejanya. Perasaannya
sedang cemburu. Yah, Eun Soo cemburu dengan
Baekhyun. Perhatian eomma dan appa sedikit teralihkan.
Ia merasa semua perhatian eomma lebih mengedepankan
Baekhyun. Setiap mereka memasak bersama, eomma
selalu menanyakan Baekhyun dan Kyung Soo, sedangkan
dirinya mulai kurang diperhatikan.
Awalnya Eun Soo mengira itu adalah hal yang
wajar karena Baekhyun anggota keluarga baru yang butuh
adaptasi. Tapi hati Eun Soo merasakan hal yang berbeda,
eomma dan appa berubah.
Eun Soo melipat kedua tangannya diatas meja.
Kemudian kepalanya menuduk dengan derai air mata
amarah. Ia ingin sekali marah, hatinya ingin sekali
memberontak. Perasaannya dipenuhi kecewa, kepada
kedua orang tuanya dan namja itu, Kai.
60
Entah ia bisa memaafkan atau tidak. Tapi hatinya
sudah terlanjur membatu. Kai telah menabrak Yeonggu.
Dan membuat anjing kesayangannya itu mati.
“Meonggu, aku sedih sekali.” Eun Soo menunduk
kesamping, tempat Meonggu tengah menatapi dirinya.
“Kau kenapa?”
Eun Soo terkesiap. Ia masih menunduk dan
berusaha menyembunyikan air matanya. Kyung Soo
memperhatikan punggung adiknya. Ia berjalan mendekat
dan menyentuh pundak Eun Soo.
“Kau baik-baik saja?” Kini kedua tangan Kyung
Soo berada pada bahu kiri dan kanan Eun Soo.
“Kyung Soo-ya!!!” Dengan cepat Eun Soo
membalikkan tubuhnya dan memeluk Kyung Soo dengan
posisi duduk. Kyung Soo tertegun. Gadis yang memeluk
pinggangnya itu menghamburkan air mata dengan deras.
“Apa kau tidak merasakan hal itu? Apa eomma
dan appa sudah tidak menyayangi kita?” Tanya Eun Soo
getar yang masih memeluk Kyung Soo erat.
“Apa maksudmu?”
“Baekhyun. Aku merasa eomma lebih
memperhatikan Baekhyun.”
“Jangan berfikir yang tidak-tidak. Baekhyun
seperti saudara kandung kita sekarang.”
Eun Soo mulai sesenggukan. Kyung Soo
melepaskan kedua tangan Eun Soo yang melingkari
pinggangnya. Kemudian berjongkok menjajari wajah
adiknya. Kyung Soo melihat banyak sekali luka disana.
Tergambar jelas dari kedua bola mata Eun Soo yang basah
terkena air mata.
61
“Kau sudah memaafkan Kai?” Eun Soo
menggelengkan kepalanya. Kemudian tertunduk.
“Kenapa? Dia tidak sengaja melakukan hal itu.”
“Ingat janji kita Kyung Soo. Kau bilang tidak
akan memaafkan orang yang sudah membunuh Yeonggu.”
Kepalanya terangkat, Eun Soo menatap Kyung Soo kesal.
“Apa kita tidak boleh melanggar janji demi
kebaikan? Coba jelaskan padaku?”
“Memaafkan tidak semudah saat kau
memasukkan jarimu kelubang hidung,” gerutu Eun Soo. Ia
tidak pernah melupakan motto hidupnya.
“Lalu sampai kapan kau akan marah padanya?”
“Kenapa hanya aku yang marah. Kau tidak marah
saat tau Kai menabrak Yeonggu?” Eun Soo menatap
Kyung Soo tajam. Tangisnya mulai reda.
“Aku marah. Tapi aku berusaha memaafkannya.
Karena Kai tidak sengaja, jadi kita tidak berhak marah
padanya.”
“Do Kyung Soo!”
“Dan satu lagi, hapus semua pikiran burukmu
tentang Baekhyun. Yang perlu kau pikirkan hanyalah
belajar.” Kyung Soo beralih berdiri.
“Tidak, aku benci dengan Baekhyun, aku benci
dengan Kai. Aku benci dengan mereka!”
“Do Eun Soo, cukup!”
“Apa kau tidak berfikir bahwa eomma dan appa
memperlakukannya seperti Jeong Soo oppa? Jeong Soo
oppa tidak bisa digantikan.”
62
“Cukup, Eun Soo. Jangan diteruskan lagi, hyeong
sudah lama pergi!”
Eun Soo kembali menangis. Hatinya tersentak
mendengar apa yang Kyung Soo katakan. Ia sangat
merindukan Jeong Soo. Kakak laki-laki pertamanya. Dia
meninggal diusia muda karena kecelakaan motor. Bukan
dia yang mengendarai motor, tapi tertabrak oleh motor
dan membuat tubuhnya terlempar sampai berkilo-kilo
meter. Kecelakaan maut itu seketika merenggut
nyawanya. Do Jeung Soo meninggal saat usia mereka
masih 5 tahun.
Berminggu-minggu eomma frustasi. Mengurung
diri sampai 3 hari didalam kamar. Bahkan melakukan hal
apapun yang berhubungan dengan Do Jeong Soo
membuatnya menangis. Tapi semenjak kehadiran
Baekhyun. Sosok Jeong Soo sangat lekat padanya.
Membuatnya merasakan putra sulungnya hadir kembali,
begitu juga dengan Baekhyun. Ia merasakan kehadiran
kedua orang tuanya dalam keluarga Kyung Soo.
Baekhyun mengatupkan bibirnya. Ia menahan
pukulan menyakitkan dihatinya. Baekhyun mendengar
dengan jelas apa yang sedang Kyung Soo dan Eun Soo
bicarakan. Ia tidak pernah mengira akan seperti ini.
Baekhyun hanya berfikir semuanya akan baik-baik saja.
**
Eun Soo duduk disofa paling belakang.
Sedangkan Kyung Soo
dan Baekhyun berada disofa tengah. Bagian depan diisi
oleh eomma dan appa. Sore ini waktunya Kyung Soo
untuk chek-up. Dan seluruh keluarganya mengantar.
63
“Sebentar lagi kalian kelas tiga. Setelah lulus
kalian mau kuliah dimana?” Eomma memutar kepalanya
kebelakang. Tatapannya menuju pada Baekhyun.
“Baekhyun. Kau mau kuliah mengambil jurusan
apa?” Tanya eomma lembut.
“Kuliah, aku tidak pernah terfikir soal itu.” Jawab
Baekhyun ragu. Hatinya benar-benar ragu.
“Bagaimana kalau kalian bertiga mengambil
jurusan yang sama saja. Dengan begitu kalian bisa pulang
dan berangkat bersama-sama.” Eomma tersenyum.
“Ah, itu ide yang sangat bagus,” timpal appa.
“Eun Soo otte14? Gwenchana?” Sahut eomma
yang melonggok kearah Eun Soo.
“Nde.” Jawab Eun Soo dengan malas. Ia
mendengus kesal dan melemparkan padangannya keluar
jendela.
Mendengar jawaban itu, Baekhyun sontak
menjadi murung. Ia tau Eun Soo sedang tidak enak hati
padanya.
**
“Jadi menurutmu bagaimana? Apa aku harus
terus bersembunyi darinya?” Kai menyeruput secangkir
kopi buatan Jae In. Kopi itu sedikit pahit.
“Datanglah padanya dan minta maaf dengan cara
yang baik.” Yixing hanya menatap wajah Kai yang terlihat
baik-baik saja.
14 Otte/ottoekke/oddokke = bagaimana?
64
“Ah, itu yang sulit hyeong. Seharusnya aku tidak
usah menceritakan hal itu padanya! Sial!” Kai mengumpat
sudah kesekian kalinya.
Yixing tersenyum. Kai sedikit berbeda. Wajah
polosnya sudah hilang tak berjejak. Dongsaeng-nya itu
terlihat begitu manly jauh dari dugaannya. Bocah manja
dan cengeng yang ia kenal dulu berubah menjadi seorang
namja yang penuh dengan karisma.
“Seperti apa dia sampai kau bersikap seperti itu?”
Yixing ikut menyeruput kopi dalam gelasnya.
“Um, dia gadis yang aneh. Tapi aku sangat
menyukainya. Wajahnya itu menggemaskan.” tersungging
senyuman tipis dibibirnya. Tapi seketika menghilang
setelah tau Yixing memperhatikannya.
“Jadi begitu. Aku mengerti,” jawab Yixing
sembari mengangguk-anggukan kepalanya.
“Apa? kau bisa membantuku tidak?” kini kopi
dalam gelas Kai sudah habis. “Oh ya hyeong. Kau baik-
baik saja, „kan?” Kai menatap pria yang duduk
didepannya itu dengan khawatir.
Yixing mengerutkan keningnya.
“Leukemia?” Kini tatapan itu semakin menjadi-
jadi. Yixing hanya tertawa lebar.
“Kenapa kau tertawa?” Kai menjadi bingung.
“Aku membohongimu. Hahaha.” Yixing berusaha
menertawai wajah Kai yang sama sekali tidak terlihat
lucu.
“Apa maksudmu?” Kai menatapnya tidak
mengerti. Baru saja ia terlihat untuk serius.
65
“Sudahlah, jangan membuatku tertawa lagi.”
Tukas Yixing dan menyeruput kopinya sampai habis.
Sedangkan Kai masih menatapnya tidak percaya. “Kau
mau menemaniku jalan-jalan? Aku ingin melihat apa saja
yang berubah disini. Atau kita pergi ketaman bermain
tempat kita bermain kelereng dulu?”
Mereka berdua pergi ketaman bermain itu, dengan
berjalan
kaki. Menikmati suasana taman yang tidak banyak
perbedaan dengan beberapa tahun yang lalu. Kembali
mengingat tiap chapter kehidupan masa kecil mereka.
Terlalu indah. Yixing kecil dan Kai yang suka menangis.
“Kau tidak tau seperti apa aku saat kau pergi,
hyeong.” Kai menundukkan kepalanya. “Rasanya seperti
sekarang ini. Saat yeoja itu membenciku,” lanjutnya lagi.
“Aku tidak bisa bergaul dengan baik. Aku tidak
mempunyai banyak teman. Selama kau pergi, aku seperti
tidak punya siapa-siapa lagi.”
“Babo! Kenapa kau bersikap seperti itu, kau
memang payah.” Umpat Yixing seraya memukul kepala
Kai. Rasanya tidak sakit sama sekali.
“Yah, beginilah aku,” jawab Kai malas. Ia
memaksakan duduk di ayunan kecil itu. Pinggangnya
sudah tak sekecil dulu. Sampai akhirnya ia menyerah dan
beralih duduk di dekat kotak pasir.
**
Kai memandangi sebuah gerbang yang berdiri
jauh beberapa meter darinya. Ia sudah hampir satu jam
hanya berdiri bersandar pada mobilnya dan tak ada
pertanda akan beranjak dari tempat itu. Ditangan
66
kanannya mengenggam sebuket bunga yang ia beli
sebelum berangkat ketempat ini.
Hari ini adalah akhir pekan. Seoul sedang cerah.
Tidak ada kuliah atau latihan band seperti biasanya. Park
Chanyeol bilang dia sedang ada urusan yang sangat
penting dan membatalkan latihan. Dan dalam benak Kai
mengatakan ini adalah kesempatan yang baik untuk
meminta maaf pada Eun Soo.
Kai menghela nafas berat. Hembusannya sampai
terdengar. Meskipun sorot matahari sore menerobos tiap
cela dedaunan, tapi udara begitu dingin sampai membuat
nafasnya berasap. Tubuhnya sedikit menggigil karena
hanya jaket hitam tipis itu yang membalut tubuhnya.
Perlahan kakinya melangkah. Terlalu sulit untuk
membuat pijakan. Ia ragu bertemu dengan Do Eun Soo.
Lebih tepatnya ia belum siap. Hanya tiga langkah kakinya
berjalan, tapi sudah terhenti kembali. Kedua matanya
terfokus pada sebuah mobil antik hitam yang baru saja
terparkir didepan gerbang rumah Eun Soo. Mobil itu tidak
asing baginya, bahkan ia sangat mengenalnya. Matanya
beralih terfokus pada pintu mobil yang akan segera
terbuka. Namja jangkung itu keluar. Ditangannya samar-
samar terlihat sebuket bunga berwarna putih. Dan sebuah
kotak bewarna biru.
Tidak salah lagi. Dia adalah Park Chanyeol. Kai
berubah murung, ia melangkah mundur dan melupakan
niatnya untuk meminta maaf pada yeoja itu. Dan beberapa
saat kemudian Kai melihat yeoja dengan blues putih
selutut itu keluar dari balik gerbang. Hatinya semakin
hancur. Senyuman yang tidak ada bedanya dengan milik
Kyung Soo itu terpancar jelas. Begitu indah, gadis itu
sedang bahagia. Berbeda dengan dirinya.
67
Kai segera masuk kedalam mobilnya. Ia
menginjak pedal gasnya dan berlalu pergi. Ia mengendarai
mobilnya dengan keadaan tidak stabil. Berbaur dengan
emosi.
**
“Hari ini tanpa Baekhyun dan Kyung Soo.”
Ucapnya seraya tersenyum. Chanyeol sangat senang
karena tidak ada yang akan menganggu kencan mereka
untuk hari ini.
“Kau mau membawaku kemana?”
“Setelah sampai, kau akan tau. Kau berlebihan
hari ini.” Chanyeol memegangi setir mobilnya.
Eun Soo memandangi kostum yang ia kenakan.
Terlalu
berlebihan. Bahkan ini sangat cocok dengan acara kencan
mereka. Eun Soo terlihat kecewa.
“Apa perlu aku menganti baju terlebih dahulu?”
jawabnya lesu.
“Untuk apa? Maksudku kau terlalu berlebihan
cantiknya hari ini,” jawab Chanyeol tanpa ragu. Wajah
Eun Soo seketika memanas. Ia melempar pandangannya
keluar jendela dengan menahan senyum.
Sesampainya mereka di sebuah restaurant yang
tak jauh dari tempat cherry blossom festival. Chanyeol
dengan sangat anggun membawa gadisnya masuk. Yang
mereka datangi adalah restoran yang sangat terkenal
dengan ke-elite-annya. Disana sudah tertata lilin dan gelas
kaca. Beberapa pelayan berdiri didekat meja mereka.
Semua sudah Chanyeol siapkan dengan baik.
68
Chanyeol mempersilahkan gadis itu untuk duduk.
Eun Soo merasa sangat canggung. Ia tidak pernah datang
ketempat seperti ini sebelumnya. Ia juga tidak bisa
melakukan table manner dengan baik.
“Chanyeol oppa. Bukankah lebih baik kita makan
dipinggir jalan? Aku tidak terbiasa.” Bisiknya lirih. Ia
merasa salah tempat.
Chanyeol hanya tersenyum. Ia tidak mengabulkan
permintaan gadis itu dan membiarkan waktu berjalan
selama yang ia inginkan.
**
“Tolong selamatkan adikku?” Jae In terus
membututi Dokter yang berjalan tergesa menuju ruang
ICU. Dibelakangnya sudah ada Yixing yang
menemaninya.
Yixing dan Jae In berhenti tepat didepan pintu
kamar ICU itu, seorang perawat menahan mereka. Hati
Jae In benar-benar sakit, begitu juga dengan Yixing. Ia
sangat terkejut saat menerima telepon dari Polisi bahwa
mobil Kai mengalami kecelakaan. Mobilnya menabrak
truk besar pengangkut cairan pembakar, gas untuk
kompor. Mobil Kai sudah tidak tau seperti apa bentuknya,
sedangkan Kai masih beruntung terpental dari tempat itu
cukup jauh. Walaupun keadaannya sekarang sangat kritis,
tapi setidaknya ada kesempatan untuk bertahan. Meskipun
hanya sedikit.
Jae In merosot duduk diatas lantai. Tubuhnya
seketika kehilangan tenaga. Kedua orang tuanya masih
tidak bisa dihubungi, terlalu sibuk dengan pekerjaan
masing-masing. Yixing membantunya duduk dikursi
69
tunggu, tepat didepan ruangan itu. Perasaannya juga
sangat khawatir.
“Kita hanya bisa berdoa, biarkan dokter berusaha
dengan baik,” ucap Yixing dengan paksa. Ia tidak bisa
menenangkan hati nuna Kai. Karena perasaannya sendiri
juga sama buruknya.
7 jam berlalu. Belum ada satupun orang yang
keluar dari ruangan itu. Jae In semakin khawatir. Yixing
berdiri didepan pintu ruangan itu, ia teringat dengan
kejadian waktu itu. Masa-masa kritis yang ia lalui
diruangan serba putih itu. Dokter bilang, ia tidak akan bisa
hidup lebih lama lagi, hanya tinggal menghitung bulan.
Tapi keajaiban datang padanya, ia masih bisa bernafas
hingga sekarang. Dan hal itu ia percaya akan terjadi pada
Kai juga. Kai akan tetap bertahan. Dia tidak boleh mati
begitu saja.
**
“Baekhyun tidak membawa ponselnya, eomma.”
Ujar Kyung Soo sembari menunjukkan ponsel milik
Baekhyun ditangan kanannya kepada eomma.
“Kemana dia pergi, apa dia tidak
memberitahumu?”
“Aniyo, aku dari tadi hanya tidur,” ucap Kyung
Soo seadanya. Eomma terlihat sangat panik. Ia berjalan
kesana kemari dan berkali-kali melihat kearah jam yang
tertempel di dinding.
“kenapa adikmu jam segini belum pulang?”
Eomma teringat bahwa putrinya juga tidak sedang
dirumah. “Apa dia juga bersama Baekhyun?”
70
“Eun Soo tidak bersama Baekhyun. Dia dengan
orang lain,” jelas Kyung Soo seraya menekan layar
ponselnya dan menghubungi Eun Soo. Ia mengantongi
ponsel milik Baekhyun.
Belum sempat telpon Kyung Soo terhubungi, Eun
Soo sudah memasuki rumah dengan wajah yang begitu
sumringah. Eomma dan Kyung Soo menatapnya, panik.
“Ada apa? Kenapa kalian melihatku seperti itu?”
Eun Soo menatap bingung.
“Kenapa jam segini baru sampai di rumah?”
Eomma terlihat marah.
“Aku lupa menghubungi kalian. mianhae.” Eun
Soo menundukkan kepalanya takut.
“Baekhyun pergi dari rumah.” Celetuk Kyung Soo
dan membuat wajah gadis itu terkejut.
“Mwo?”
“Bagaimana ini, ini sudah malam. Seharusnya dia
sudah bersama dirumah bersama kita,” eomma kembali
mondar mandir.
Eun Soo terdiam sejenak, ia melihat wajah Kyung
Soo mulai kesal. “Dia-kan laki-laki, eomma tidak usah
khawatir.” Lanjutnya kemudian berjalan menaiki tangga.
“Bagaimana kalau dia bertemu dengan
neneknya?” tanya eomma lagi.
“Biarkan saja. Kenapa eomma
mengkhawatirkannya begitu.” Sahut Eun Soo dan
membuat langkahnya terhenti.
“Dia kakakmu, jelas saja eomma khawatir. Dia
juga putra eomma.”
71
“Hentikan eomma. Kalau tau begini aku juga
tidak akan pulang,” jawab Eun Soo ketus.
“Do Eun Soo? Apa yang sedang kau bicarakan?
Kenapa kau bilang seperti itu?”
“Aku tidak suka dengan sikap eomma yang
berlebihan padanya.”
“Eun Soo!”
“Eomma! Aku juga pulang malam tapi eomma
tidak mengkhawatirkanku.”
“Eomma juga mengkhawatirkanmu. eomma
mengkhawatirkan kalian berdua.”
“Tidak, tapi lebih besar pada Baekhyun.”
Kyung Soo yang berada diantara mereka mulai
bingung. Ia tidak bisa melerai perang mulut ibunya juga
adik perempuannya. Terlalu sulit baginya untuk
menghentikan mereka, salah-salah dialah yang terkena
batunya.
Kyung Soo menunduk. Ia memegangi dadanya
erat. Wajahnya tampak kesakitan. Dengan panik eomma
menghampirinya, begitu juga dengan Eun Soo. Mereka
berdua membantu Kyung Soo untuk duduk. Tidak ada
cara lain yang bisa Kyung Soo lakukan selain berpura-
pura sakit untuk menghentikan mereka berdua.
**
“Hyeong, Kai kecelakaan.” Chanyeol dan Sehun
sedang berbicara melalui telpon.
“Dimana dia? Apa sangat parah?”
72
“Keadaanya sangat kritis. Cepatlah datang kesini,
aku sudah berada dirumah sakit. Jangan lupa beri tau
Kyung Soo dan Baekhyun.”
“Baiklah.”
Tut.
Sehun menutup teleponnya terlebih dahulu. Kini
Chanyeol beralih menghubungi Kyung Soo, yang saat ini
sedang tidur diranjangnya dan ditemani oleh eomma dan
Eun Soo. Kyung Soo sukses melakukan aksinya. Berpura-
pura sakit agar pertengkaran itu selesai.
“Kau sudah minum obatmu-kan?” eomma
membelai rambut hitam Kyung Soo. Namja itu masih
berbaring diatas ranjangnya dan dibalut dengan selimut
tebal.
Eun Soo duduk ditepian ranjangnya. Ia
memperhatikan wajah kakaknya dengan seksama. Tidak
pucat. biasanya Kyung Soo akan berubah menjadi pucat
jika kambuh. Hanya saja ia terlihat lesu.
“Kau harus lebih menjaga kesehatanmu, jangan
sakit lagi,” Ucap eomma kesekian kalinya. Kyung Soo
menatapnya sendu. Tapi ia berusaha untuk tenang dengan
posisinya sekarang ini.
Eun Soo segera meraih ponsel Kyung Soo yang
terletak tidak jauh dari tempatnya. Ponsel Kyung Soo
memekik keras, ia melihat Chanyeol sedang memanggil.
Sejenak perasaannya menjadi aneh.
“Yoboseyo?”
“Oppa?”
“Eun Soo-ah? Ah, kenapa kau yang mengangkat
telpon?”
73
“Kyung Soo sedang sakit. Jadi aku yang
mengangkatnya. Ada apa? Akan kusampaikan pesanmu
padanya.”
“Kai, Kai kecelakaan. Keadaannya sangat kritis.
Kuharap kalian bisa datang kerumah sakit. Atau aku
jemput sekarang juga?”
“Um.” Eun Soo menatap Kyung Soo, Nafasnya
tersengal. Eomma ikut memperhatikan. Kemudian Eun
Soo berjalan mendekat dan memberikan ponsel itu pada
Kyung Soo.
“Ada apa?”
“Ah, kenapa kalian bertukar-tukar begini.
Bagaimana? Aku jemput sekarang atau tidak?”
“Ini sudah malam, hyeong. Tidak mungkin kami
dapat izin untuk keluar. Aku juga sedang sakit.”
“Ah, besok. Aku akan menjemput kalian. Besok
hari liburkan.”
“Memangnya ada apa?”
“Kai kecelakaan, keadaannya sangat parah, baru
saja aku mendapat telpon dari Sehun.”
“Mwo?” Kyung Soo terkejut.
“Yasudah, aku mau melihatnya dulu.”
tut.. tut..
Kyung Soo menurunkan ponselnya. Ia beralih
menatap Eun Soo. Baekhyun pergi dari rumah dan Kai
kecelakaan. Apa yang terjadi pada mereka. Eomma hanya
menatap mereka bingung tanpa mengeluarkan pertanyaan
apapun.
74
Kini hati Eun Soo mengharu biru. Ia tidak tau jika
Baekhyun pergi karena dirinya, karena Eun Soo tidak
menyukainya. Yang ia rasakan adalah penyesalan. Eun
Soo juga tidak tau apa penyebab kecelakaan Kai. Namja
itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh
sedangkan ia tidak mahir mengendarai mobil. Dan
kecelakaan na‟as itu terjadi.
Eomma memutuskan keluar dari kamar dan
membiarkan kedua buah hatinya menyelesaikan masalah
mereka.
“Kau merasa puas?” Kyung Soo berdiri
mematung didepan Eun Soo yang terduduk disofa sambari
menundukkan kepalanya.
“Kau membenciku?” Ucap Eun Soo yang masih
menundukkan kepalanya. Ia sudah membendung deraian
air mata bersalah yang siap tumpah kapan saja.
“Ada apa denganmu, Do Eun Soo? Kau seperti
bukan dirimu sendiri.”
Hatinya sangat kalut. Itulah yang Eun Soo rasakan
sekarang ini. Eun Soo sudah mencederai perasaannya
sendiri. Byun Baekhyun, dengan berat hati pergi dari
rumah yang sudah ia anggap sebagai surganya. Tapi tidak
ada tujuan lain baginya selain kembali ketempat orang
yang sudah dengan susah payah merawatnya. Mungkin
semua kesakitan itu akan kembali menyilimuti dirinya,
tapi Baekhyun tidak punya pilihan lain.
Kim Jong In, untuk pertama kalinya ia merasakan
perasaan yang berbeda saat bertemu dengan Do Eun Soo.
Gadis itu mampu mewarnai hidupnya selain sebuah drum
yang setiap hari ia pukul sebagai luapan perasaannya. Dan
untuk pertama kalinya Kai merasakan cemburu yang
75
begitu dalam. Ini bukan kegagalan cinta, tapi sebuah
perasaan yang harus ia kubur dalam.
**
Hari semakin gelap. Jalanan mulai terlihat sepi.
Semilir angin semakin terasa mengigit dikulit. Dedaunan
yang berlari-lari tertiup angin menjadi satu-satunya teman
baginya. Tubuhnya serasa siap terhempas angin dan
melayang bagai debu, terlalu lemah. Hatinya terluka,
bahkan lebih sakit yang ia rasakan dibandingkan saat
kehilangan kedua orang tuanya.
Sampai semalam ini ia masih duduk termenung
ditrotoar jalan dan hanya berbekal backpack
dipunggungnya. Jarum panjang berhenti di angka
sembilan dan jarum pendek berada di angka sebelas. Ia
memandangi jam yang melingkar di pergelangan
tangannya. Tatapannya kosong, pikirannya melayang-
layang tak tentu arah.
“Aku menyayangimu, Eun Soo.” Bibirnya
bergetar. Ia masih menatap jalanan gelap dan sunyi yang
ada dihadapannya.
Perlahan ia menguatkan kakinya untuk berdiri.
Rasanya sendi-sendi dalam tulangnya kering. Ia kembali
melanjutkan langkahnya menuju rumah itu. Rumah yang
pernah menjadi tempat berlindung satu-satunya.
Baekhyun menghela nafas, terlalu berat. Ia
menatapi rumah itu dengan nanar. Perasaannya ragu untuk
kembali ketempat itu. Tapi dengan langkah yang enggan
ia inginkan, Baekhyun berhasil berdiri tepat didepan pintu
rumah yang dulu ia tempati.
“Haramoni, aku pulang.” Baekhyun mengetukkan
jemarinya kearah pintu kayu yang ada dihadapannya.
76
Beberapa saat kemudian lampu menyala, dan si pemilik
rumah membuka pintu.
Tatapan angkuh itu tak henti memandanginya.
Bibirnya mengatup rapat dan sedari tadi tak bersuara.
Baekhyun hanya tertunduk, semakin dalam. Ia sudah
menyiapkan diri untuk kembali menerima pukulan-
pukulan menyakitkan dari neneknya. Kepergiannya dari
rumah juga ia lakukan karena terpaksa. Dan kini ia
kembali, ia hanya ingin tinggal bersama keluarganya
sendiri.
“Kenapa kau pulang? Bukankah kau sudah sangat
bahagia tinggal bersama mereka?”
Baekhyun hanya diam membisu. Ia tidak mau
mengeluarkan komentar apapun. Terlalu sulit untuk
menjelaskan dan hanya percuma baginya untuk
menceritakan kepada orang yang tidak mau perduli
dengannya.
“Ini bukan rumahmu lagi, jadi cepat pergi dari
sini.”
Baekhyun mengangkat kepalanya. Ia terkejut
mendengar hal itu. “Nenek?”
“Aku bukan nenekmu, jadi jangan panggil aku
dengan sebutan itu lagi.”
Lebih baik Baekhyun merasakan hantaman
dikepalanya dari pada dihatinya. Ada genangan air mata
dipelupuknya. Ia tidak tau harus pergi kemana lagi.
“Lebih baik kau ikut mereka, untuk apa kau ikut
denganku. Mereka lebih tau untuk masa depanmu. Aku
hanya akan menyuruhmu bekerja dan menghasilkan uang,
77
jika kau bersama mereka, hidupmu akan lebih baik. Jadi
kembalilah, jangan pedulikan aku.”
“Nenek?” bibir Baekhyun kembali bergetar.
“Aku ini sudah tua, kapan saja Tuhan bisa
mencabut nyawaku. Aku juga tidak bisa merawatmu
dengan baik. Dari kecil hidupmu tidak menyenangkan,
kau harus bekerja. Membelikan minuman soda saja aku
tidak mampu. Jadi pergilah.” mereka berdua saling
bertatapan dalam.
Neneknya menyembunyikan rasa itu. Rasa
kehilangan cucunya selama beberapa bulan. Bahkan air
mata nyaris menetes ketika melihat bocah yang sering ia
pukuli kembali menghampirinya.
“Apa lagi yang kau tunggu, kembali-lah ke
keluarga itu.”
Baekhyun menatapnya tidak percaya. Kemudian
neneknya masuk kedalam kamarnya, dan beberapa saat
kemudian ia keluar membawa sesuatu.
“Kalau kau pulang, berikan ini pada orang tua
angkatmu. Hanya ini yang tersisa dari sepeninggalan
orang tuamu. Aku tidak tau harus kuapakan semua ini,
tapi kurasa kau sudah cukup dewasa. Jadi kau bisa
mengurusnya sendiri.” Neneknya menyodorkan berkas-
berkas itu
pada Baekhyun.
Baekhyun terdiam. Ia masih tidak mau menerima
benda itu. Yang ia butuhkan adalah neneknya, bukan
lembaran-lembaran yang tidak tau harus diapakan.
“Apa lagi yang kau pikirkan, cepat ambil ini dan
cepat pergi dari rumah ini.”
78
Sebentar neneknya melihat kearah jam dinding
yang tak jauh dari tempatnya. Sudah terlalu larut, tidak
mungkin Baekhyun kembali kerumah Kyung Soo selarut
ini.
“Baiklah, kau boleh kembali ke kamarmu untuk
malam ini dan cepat pergi saat pagi tiba.”
Baekhyun masih tertunduk diam. Sedangkan
neneknya sudah pergi dari hadapannya. Kemudian
Baekhyun menatap langkah gontai itu pergi, hatinya
semakin larut dalam kesedihan. Rumah ini, kecil tapi
begitu berarti baginya. Walaupun tak sebesar rumah milik
orang tua Kyung Soo, tak selengkap fasilitas yang ada
dirumah orang tua Kyung Soo tapi ia tumbuh dirumah ini.
Rumah mewah yang pernah ia tinggali bersama
kedua orang tuanya dulu kini sudah diambil alih oleh
bibinya, adik ayahnya. Ironisnya mereka tidak mau
merawat Baekhyun.
**
Terik matahari pagi baru saja menerobos
dedauanan pohon yang berdiri dipekarangan itu. Tapi niat
Eun Soo menanti Baekhyun pulang masih bulat. Ia ingin
menyambut kedatangan Baekhyun kembali kerumahnya.
Perasaan bersalah itu masih menghantui dirinya. Menjadi
mimpi buruknya setiap malam tiba.
Tatapannya semakin sendu. Tidak ada tanda-tanda
seseorang berdiri dibalik pagar rumahnya. Kyung Soo
memperhatikannya dari dalam, ia berdiri dibalik jendela
dan terus mengawasi Eun Soo. Kyung Soo menghela
nafas, kemudian ia berjalan keluar dan duduk disamping
Eun Soo.
79
“Dia belum pulang? Ini masih terlalu pagi,
sebaiknya kita sarapan terlebih dahulu.” Tawar Kyung
Soo sembari berusaha meraih tangan Eun Soo.
“Aniyo.” Eun Soo menepis tangan Kyung Soo.
“Kau masih ingin menunggu? Eomma sudah
siapkan sarapan untuk kita. Jangan membuatnya kecewa
dengan kau tidak mau makan.” Kyung Soo berusaha
sabar.
“Aku tidak butuh nasihatmu! kalau kau mau
makan silahkan, tidak usah menungguku. Aku bisa
menyusul nanti!” Eun Soo beralih berdiri. Kyung Soo
mendongakkan kepalanya.
“Kenapa kau marah padaku? Kenapa kau
membentakku seperti itu!” Kyung Soo ikut berdiri, ia
menjajari Eun Soo.
“Siapa yang marah padamu, siapa yang
membentakmu! Kau yang mulai duluan.” Eun Soo mulai
kesal. Ia melipat kedua tangannya didepan dada.
“Baru saja. Bicara dengan nada pelan-kan lebih
enak didengar dari pada kau berteriak seperti itu!” Kedua
mata Kyung Soo semakin melebar.
“Lebih baik kau diam!” Balas Eun Soo ketus.
Kyung Soo mulai naik darah. Ia sangat kesal
dengan semua ucapan Eun Soo. Rasa khawatir yang
sebelumnya ia rasakan seketika menghilang. Dengan
gemas Kyung Soo meraih rambut Eun Soo dan
menariknya. Tangannya serasa gatal ingin melakukan
sesuatu, dan hanya itu yang bisa Kyung Soo lakukan.
80
“Ah, appo!” Eun Soo mengelus kepalanya. Ia
menatap Kyung Soo tajam. Sedangkan Kyung Soo sudah
menjaga jarak dari Eun Soo.
“Kenapa kau menjambakku! Kenapa hari ini kau
sangat
menyebalkan Do Kyung Soo!”
“Aku kesal melihatmu! Kau membuatku marah!.”
“Kau juga membuatku marah. Jangan melototiku
seperti itu!” Bentak Eun Soo yang masih memegangi
kepalanya. Tepat dibagian yang terasa sakit.
Kyung Soo mengernyit. “Siapa yang melototimu!
Mataku memang besar!”
“Argh, pergi kau dari hadapanku. Aku tidak ingin
melihatmu!”
“Nado!” Kyung Soo membalikkan tubuhnya. Ia
berjalan menuju pintu. Dengan cepat tangan kirinya
meraih knop pintu.
plak..
“Ya!.” Kyung Soo sontak membalikkan
badannya. Dan gadis yang berdiri sekitar dua meter dari
tempatnya sedang tertawa lebar.
Baru saja Eun Soo melempar sandal miliknya dan
mengenai bagian belakang kepala Kyung Soo. Kali ini
Kyung Soo benar-benar melotot. Dengan cepat ia
melangkah dan meraih sandal Eun Soo yang tergeletak
disamping kakinya. Kemudian berjalan dengan langkah
penuh emosi menuju tempat Eun Soo berdiri.
81
Melihat reaksi Kyung Soo, sontak Eun Soo berlari
kecil menghindari Kyung Soo. Tapi rupanya Kyung Soo
tidak berniat untuk membalas perbuatan adiknya.
“Apa yang kau lakukan?” Eun Soo mengernyit
bingung. Ia menatap gerak gerik kakaknya yang kini
berdiri menghadap rumah. Kepalanya mendongak keatas,
menatapi langit.
“Ucapkan selamat tinggal untuk sandal
Doraemon-mu ini.” Yah, sandal dengan boneka Doraemon
yang ada ditangan kiri Kyung Soo itu terlempar keatas
genting rumahnya.
Kemudian dengan senyuman miring yang khas
dari bibirnya, Do
Kyung Soo berjalan masuk meninggalkan Do Eun Soo
yang terlihat ironis menatapi genting rumahnya.
“Ya!!! Do Kyung Soo! cepat ambil sandalku!!!!
Ppalli!” Eun Soo berteriak sekuat tenaganya. Ia sangat
kesal karena kehilangan sebelah sandal kesangannya.
**
Kyung Soo memegangi tangga dengan kedua
tangannya sedangkan Eun Soo memberanikan diri menaiki
satu persatu anak tangga itu untuk mengambil sandalnya.
Ia tidak berani menoleh kebawah, behkan kedua matanya
terpejam karena takut.
“Ya Tuhan, tubuhku bergetar.” Desisnya tapi terus
menaiki tangga itu tanpa ragu.
Kyung Soo mendongakkan kepalanya. Ia tahu
benar bahwa adiknya itu sama dengannya, pobia
ketinggian. Kyung Soo tersenyum miring. Dipikiranya
terbesit ingin selalu menggoda Eun Soo. Dia paling suka
82
jika melihat Eun Soo marah-marah karena ulahnya.
Berteriak-teriak dan melakukan segala hal untuk
membalas perbuatan Kyung Soo.
Dengan sengaja Kyung Soo menggoyang-
goyangkan tangga yang sedang ia pegang. Dan bibirnya
menahan tawa melihat Eun Soo dengan panik merangkul
tangganya.
“Kyung Soo-ya!!! Apa yang kau lakukan!! huh!”
Eun Soo menundukkan kepalanya. kedua matanya
melebar. “Hah? Tinggi sekali.” Tubuhnya semakin
bergetar. Padahal ia masih berada dipertengahan tangga.
“Menaiki satu tangga saja kau menghabiskan
waktu 5 menit. Apa kau pikir aku tidak bosan, huh?”
teriak Kyung Soo dan lagi-lagi ia menggoyang tangga
yang ada didepannya.
“Uwah, aku hampir jatuh bodoh! Ini ulahmu!”
Eun Soo mempererat pegangannya.
“Kalau kau tidak melempari kepalaku, tentu saja
aku tidak akan melakukannya,” protes Kyung Soo.
“Apa yang kalian lakukan?”
Kyung Soo dan Eun Soo sontak menoleh kearah
sumber suara yang ada didekat mereka. Kedua mata bocah
kembar itu melebar. “Baekhyun!!!”
Kyung Soo berlari kecil menuju Baekhyun dan
memeluk sahabat sekaligus saudaranya yang baru saja
kembali kerumah.
“Ya!! Do Kyung Soo! Pegangi tanggaku, babo!”
Eun Soo berteriak histeris.
Kyung Soo tersenyum miring. Ia hanya menatapi
adiknya yang hampir saja menangis ketakutan karena
83
tidak berani turun dari tangga. Terlebih lagi tidak ada
seorangpun yang memegangi tangga itu.
“Kemana saja kau, huh? Apa kau tau, kami seisi
rumah mengkhawatirkanmu!” Eun Soo berkacak pinggang
didepan Baekhyun. Ia sudah berhasil turun juga karena
bantuan dari Baekhyun.
Baekhyun menundukkan kepalanya. Ia tidak
berani menatap wajah Eun Soo dan Kyung Soo yang ada
dihadapannya.
“Sudahlah, yang penting Baekhyun sudah
pulang.” Kyung Soo menurukan tangan Eun Soo. Tapi
Eun Soo kembali pada posisinya.
“Aniyo. kita harus memarahinya.” Elak Eun Soo
dan masih menatap tajam Baekhyun. “Jangan pergi lagi.
Kau membuat kami khawatir. Kau tidak tau bagaimana
eomma mengkhawatirkanmu. Tidak hanya eomma, aku,
Kyung Soo dan appa juga. Kami semua.” Eun Soo
mengernyit kesal, nafasnya tiba-tiba tersengal.
Baekhyun menatapnya bersalah. “Aku minta
maaf. Maaf aku sudah bersikap seperti itu padamu.”
Kyung Soo menatap Eun Soo tidak percaya,
begitu juga dengan Baekhyun. Gadis itu terlihat tulus.
“Jadi jangan pergi lagi. Kalau kau pergi lagi, aku tidak
akan meminjamkan sepedaku untukmu.” Lanjutnya.
Baekhyun tersenyum lega.
Baekhyun berjalan mendekat. Wajahnya nampak
lusuh, kedua matanya sembab karena semalaman
menangis dan tidak bisa tidur dengan tenang. Ia pergi dari
rumah neneknya sebelum pagi tiba dan tidur dikursi taman
84
yang dekat dengan rumah Kyung Soo. Sampai akhirnya ia
memutuskan untuk kembali pulang kerumah Kyung Soo.
“Nado mianhaeyo. Aku mengerti bagaimana
perasaanmu.” Baekhyun menepuk pundak Eun Soo pelan.
“Kenapa kalian berisik sekali. Apa kalian tidak
lelah dari pagi bertengkar terus?” Eomma keluar dari pintu
depan. Ketiga buah hatinya menatapnya. Senyum eomma
mengembang ketika melihat seseorang yang sangat ia
khawatirkan berdiri tidak jauh dari hadapannya.
“Baekhyun? Benar itu kau?” Eomma berlari kecil
menuju mereka. Langkahnya begitu tergesa. Ada sesuatu
yang meledak-ledak dihatinya.
Kedua tangannya ia lebarkan untuk merangkul
tubuh putra angkatnya itu. Ia merasa sangat bahagia.
Kemudian Eun Soo ikut melebarkan kedua tangannya dan
memeluk tubuh eomma yang tengah memeluk Baekhyun.
Kyung Soo memutar bola matanya, ia tidak percaya kalau
dirinya juga ingin sekali melakukan hal yang sama. Kyung
Soo juga memeluk eomma, tepat dipunggung Baekhyun.
End Of Chapter 6
CHAPTER 7
85
“Night Mare”
Langkahnya begitu terburu. Sepasang kaki yang
terbungkus sepatu hitam itu berlari sekuat tenaganya
menyusuri koridor. Ia menerobos tidak peduli
86
sekelilingnya yang hampir terjatuh karena tertabrak
tubuhnya.
“Eun Soo-ah!” Teriaknya lantang. Membuat
orang yang berada disekelilingnya ikut memperhatikan.
Tatapan mereka begitu sinis, tentu saja karena itu
perpustakaan.
Langkahnya sekarang mulai pelan. Ia menuju
seorang gadis yang tengah duduk tenang mengerjakan
tugasnya, sendirian.
“Eun Soo-ah?” Panggilnya lirih. Tatapannya
berbeda, sangat sendu. Tidak seperti biasanya yang selalu
terlihat angkuh.
Eun Soo mengangkat kepalanya. Memperhatikan
sosok yeoja yang berdiri dihadapannya dengan tatapan
yang sebenarnya tak ingin ia berikan. Terlalu malas dan
memuakkan melihat gadis menyebalkan seperti dia.
“Ada yang ingin ku sampaikan padamu.” Ia mulai
duduk disamping Eun Soo, tanpa permisi. Eun Soo
menatapnya sinis.
Eun Soo menghela nafas. Ada sesuatu yang serasa
mengganjal dalam hatinya. “Apa?” Eun Soo kembali
fokus mengerjakan tugasnya.
Cho Narri memainkan jemarinya. Tatapannya
berlari-lari entah kemana. Seperti ada yang ia pikirkan
terlebih dahulu sebelum mengatakan isi hatinya pada Do
Eun Soo. Sedangkan gadis yang ada dihadapannya
nampak jengkel melihat perilaku Cho Narri yang tidak
dengan segera menyampaikan sesuatu yang ia maksud.
“Pergilah, waktumu sudah habis,” ucap Eun Soo
kemudian. Narri terperanjat.
87
“Tunggu. Untuk pertama kalinya aku memohon
padamu.”
Ucapnya lirih. Nyaris tidak terdengar. Gadis itu
mengatupkan bibirnya rapat. Menahan sesuatu agar tidak
keluar dari bibirnya secara sembarangan.
“Maksudmu?” tanya Eun Soo tidak mengerti.
Kesabarannya hampir habis menanggapi sikap berbelit-
belit yang Cho Narri berikan padanya.
“Aku sangat mencintai Kyung Soo. Aku mohon
padamu, biarkan aku menjaganya. Aku akan melakukan
apapun untuknya. Beri aku kesempatan. Aku berjanji. Aku
tidak akan menyakitinya. Aku tidak ingin kehilangan
Kyung Soo.” Bibirnya bergetar. Buliran air bening itu
mengaliri pipi putih gadis itu. Eun Soo menatapnya
bingung. Ia sedikit tidak percaya.
“Kau bercanda?” Eun Soo tersenyum sinis.
“Aku serius. Aku mohon padamu.” Gadis itu
menatapnya dalam. Tidak ada kebohongan yang terpancar
dari mata coklat gadis itu.
“Apa yang bisa kau lakukan untuknya? Huh?”
“Apapun. Aku bisa lakukan untuknya.”
“Mwo?” Eun Soo tertawa kecil. Ia melemparkan
pandangannya ketempat lain. “Apa kau bisa memberikan
jantungmu untuk Kyung Soo? Kau hampir membuat
kakakku sekarat. Sekarang kau ingin menjaganya?”
Lanjutnya.
“Apa aku tidak terlihat tulus? Aku masih terlihat
ingin menghancurkan hatinya? Aku benar-benar tulus.”
Cho Narri menatapnya sendu. Gadis itu sudah lama
merasakan hal aneh pada dirinya sendiri. Entahlah,
88
perasaannya terombang-ambingkan karena memikirkan
Kyung Soo.
“Cih.” Decak Eun Soo. Ia segera menutup buku
yang ada dihadapannya kemudian berlalu begitu saja dari
hadapan Cho Narri.
Langkahnya semakin ia percepat untuk segera
pergi dari tempat itu. Baru saja ia merasa tenang bisa
belajar dan dengan keyakinan bisa menyelesaikan ulangan
akhir semester dengan baik. Tapi kedatangan gadis itu
merusak suasana hatinya seketika.
Di persimpangan koridor ia bertemu dengan
Yumi. Gadis itu terlihat begitu sumringah. Wajahnya
berbinar saat bertemu dengan wajah Eun Soo yang sedari
tadi tertekuk kesal.
“Kau tidak ingin melihat Baekhyun? Hari ini dia
menjadi pemandu sorak dilapangan sepak bola.” Yumi
meraih tangan Eun Soo dan menyeret gadis itu untuk
datang melihat aksi saudara angkatnya.
Disana sudah ada Kyung Soo yang duduk tenang
memandangi lapangan yang ada didepannya. Tidak hanya
dia, masih banyak sekali yang berkerumun ditepi lapangan
untuk melihat pertandingan antar kelas itu.
Baekhyun hari ini menjadi supporter kelasnya. Ia
sudah siap dengan sesuatu yang berwarna warni ditangan
kanan dan kirinya. Gayanya itu benar-benar menyita
perhatian orang-orang disekitarnya. Suaranya yang sedikit
ia buat cempreng dan gerakan-gerakan aneh yang enerjik.
Semuanya itu menjadi pusat perhatian.
Kyung Soo menatapnya aneh. Ia merasa malu
dengan sikap Baekhyun. Sedangkan Eun Soo tidak pernah
89
membayangkan jika Baekhyun bertingkah seperti itu
dihadapan banyak orang.
“B-B-B!! Ciayo! Fighting!! Yo Yo Yo.”
“Apa dia meniru gaya cheerleader tim basket?”
Bisik Yumi yang saat itu mereka sudah duduk disamping
Kyung Soo.
“Entahlah.” Eun Soo memutar bola matanya.
Sebenarnya Eun Soo tidak tertarik dengan
pertandingan sepak bola. Tapi demi Baekhyun, ia rela
menonton permainan yang menurutnya membosankan itu.
Yumi beranjak pergi dari tempat duduknya, ia bilang ingin
mengambil air minum. Ia membiarkan Eun Soo duduk
berdua dengan Kyung Soo. Tatapan mereka berdua sama,
benar-benar bosan.
Kyung Soo menyangga dagunya. Ia tidak
mengerti dengan pertandingan ini walaupun ia seorang
anak laki-laki yang pada umumnya gemar dengan
permainan berebut bola itu. Berkali-kali Kyung Soo
menguap dan menatap lapangan itu dengan mata setengah
terbuka.
Eun Soo yang berada disampingnya berkali-kali
menganti posisi duduknya. Tidak berbeda jauh dengan
Kyung Soo, ia juga tidak suka dengan sepak bola. Lebih
tepatnya Eun Soo tidak suka dengan olahraga yang
berhubungan dengan bola. Ia kesal jika melihat permainan
sepak bola yang berlarian hanya untuk berebut satu bola
saja.
“Kyung Soo-ah, apa kau tidak berfikir bahwa
permainan ini aneh?” Eun Soo menatap Kyung Soo.
Tergambar diwajahnya sedang ada yang ingin ia jelaskan
pada Kyung Soo. Kyung Soo hanya menatapnya datar.
90
“Ish, mereka berebut satu bola. Itu hanya
membuang tenaga,” lanjutnya. Kyung Soo mendengus
tidak percaya. Bibirnya sedikit terbuka dan terus menatap
gadis yang ada disampingnya. “Kalau aku jadi presiden
nanti, akan ku-ubah permainan aneh ini.” Timpalnya lagi.
Kyung Soo tidak memperhatikan.
“Mau kau rubah seperti apa juga memang
peraturannya seperti itu?” Tukas Kyung Soo.
“Aku akan membuat para pemain membawa bola
mereka masing-masing. Dengan begitu mereka tidak akan
berebut lagi.” Ucapnya dengan ekspresi sangat datar.
Kyung Soo berdecak.
“Babo.” Gumam Kyung Soo kemudian. Ia
mengalihkan pandangannya kembali kelapangan dan ia
melewatkan gol pertama kelasnya.
Baekhyun meloncat kegirangan. Kyung Soo
mendengus, ia tidak bisa melihat aksi teman sekelasnya
saat melakukan gol. Kim Jong Dae sangat ahli dalam
permainan yang dianggap konyol oleh Eun Soo. Dia
bintang dalam permainan sepak bola di sekolahnya,
sekaligus menjadi ketua tim sepak bola di sekolah mereka.
“Gara-gara kau! Aku tidak tau kalau Jong Dae
membuat Gol.” Kyung Soo melirik kesal kearah Eun Soo.
“Salahnya sendiri kau mau mendengarkanku.”
Balasnya ketus dan tidak merasa bersalah sama sekali.
Kyung Soo berdecih, hampir saja ia akan memukul kepala
Eun Soo tapi Yumi datang mengurungkan niatan
buruknya.
**
91
Baekhyun menyeka keringatnya dengan punggung
tangan. Ia berlari menuju tempat duduk Kyung Soo dan
Eun Soo juga Yumi. Mereka bertiga tersenyum, namja itu
tampak begitu bersemangat. Pertandingan berlangsung
sampai dua jam. Dan kelas Kyung Soo mendapatkan
juaranya, itu karena pemain terbaik disekolah mereka ada
dikelas Kyung Soo.
“Bagaimana penampilanku menurut kalian?”
Tanya Baekhyun sembari mengumbar senyum.
Mereka bertiga bertatapan bergantian. Kemudian
menunjukkan senyuman yang sama. Tidak ada sesuatu
yang „spesial‟ yang bisa mereka sampaikan pada
Baekhyun. Penampilannya sangat sempurna sebagai
pemandu sorak. Sangat cocok dengan karakter dirinya
yang selalu ceria, dan usahanya berteriak-teriak tadi tidak
sia-sia karena kelasnya mendapat juara pertama.
“Bagus, kau yang terbaik. Akan lebih baik jika
kau mentraktir kami minum.” Eun Soo menepuk kedua
tangannya didepan dada. Ia menunjukkan jajaran giginya
yang rapi dan bersih pada Baekhyun.
Baekhyun mengernyit kemudian ia tersenyum
hambar. Dan meng-iya-kan permintaan Eun Soo dengan
terpaksa. Mereka berempat berjalan menuju kantin
sekolah.
Kyung Soo dan Yumi sama sekali tidak bertegur
sapa walaupun sedari tadi mereka bersama. Kim Yumi
lebih memilih diam dari pada berbicara dan
mengeluarkan kata-kata yang tidak ia inginkan.
Sedangkan Kyung Soo, ia tidak punya topik pembicaraan
untuk gadis itu.
92
“Setelah ulangan akhir tahun, apa rencana
kalian?” Tanya Eun Soo sembari mengaduk-aduk
minuman yang ada didepannya.
“Aku seperti biasanya.” Jawab Yumi. Dia tidak
terlihat bahagia saat mengungkapkan kalimat itu.
“Kau pulang ke Jepang?” Eun Soo menunjuknya
dengan sendok yang ia pegang. Yumi hanya mengangguk
dan tersenyum tipis. “Ah, sebelum kau pulang ke Jepang,
pergilah ke rumahku terlebih dahulu.”
“Nde, itu ide yang sangat bagus.” Sahut
Baekhyun penuh semangat, sedangkan Kyung Soo tidak
memberi komentar apapun. Sebentar ia melirik kearah
Yumi kemudian ia berusaha menyibukkan diri dengan
minuman yang ada didepannya, Es Cappucino.
“Apa rencana kalian diakhir tahun?”
“Molla, sepertinya kami tidak punya schedule.”
Eun Soo menggosok hidungnya yang sama sekali tidak
gatal. Memang mereka tidak punya rencana untuk liburan
akhir tahun dan akhir semester ini. Yang Eun Soo pikirkan
adalah belajar dan komiknya kembali.
“Sepulang sekolah nanti aku akan menjenguk Kai,
apa kalian mau ikut?” Kyung Soo mulai bersuara. Ia
menatap satu persatu wajah teman-temannya, terutama
Eun Soo. Seketika ekspresinya berubah.
“Ada apa dengan Kai? Dia sakit?” tanya
Baekhyun. Yah, dia belum tau kalau teman bandnya itu
sedang meringkuk dirumah sakit dalam keadaan koma.
“Kai?” Yumi menatap Eun Soo. Tapi gadis itu
hanya memperhatikan minumannya.
93
“Dua hari yang lalu dia kecelakaan. Chanyeol
bilang keadaannya sangat kristis,” ujar Kyung Soo
kemudian. Ia masih menatap wajah adiknya yang
tertunduk tidak memperhatikan.
“Jinja? Kenapa kalian tidak memberitahuku?”
Baekhyun mulai terlihat khawatir.
“Aku lupa, karena sangking senangnya kau
kembali pulang.” Jawab Kyung Soo seadanya. Yumi
semakin tidak mengerti, ia tidak tau dengan keadaan yang
terjadi.
“Um,” gumam Baekhyun kemudian perlahan
menyeruput minumannya.
“Eun Soo-ah, aku ingin melihat keadaan Kai. Kau
jelas ikut kan?” Yumi menyentuh lengan Eun Soo. Tapi
Eun Soo tidak memberikan respon apapun.
“Ada apa denganmu? Hum?” Yumi menundukkan
wajahnya. Memperhatikan Eun Soo lebih dekat.
“Bukankah kau tidak menyukai Kai? Kenapa kau
ingin menjenguknya?” Eun Soo menatap Yumi datar.
Yumi mengatupkan bibirnya rapat. Kemudian ia menghela
nafas panjang.
“Um, aku tidak menyukai Kai bila dekat
denganmu. Selebihnya aku tidak mempermasalahkan hal
itu.”
Eun Soo mengangkat pundaknya. Ia berdecak
kesal. Kemudian pergi meninggalkan meja itu tanpa
alasan. Ia melangkah cepat menjauhi tempat itu. Kyung
Soo tau jelas bahwa Eun Soo masih tidak ingin
memaafkan namja itu. Dan setiap mendengar nama itu,
hatinya menjadi sakit.
94
Langkah kakinya tidak tau kemana, tidak ada
tujuan yang
jelas dan tiba-tiba ia sudah berdiri didepan pintu
perpustakaan. Tanpa berfikir panjang Eun Soo berjalan
masuk dan meraih buku dengan sembarangan. Ia berusaha
untuk duduk dengan tenang dan membaca sebuah buku
yang baru saja ia ambil dari rak.
Eun Soo menghela nafas berat. Ada sesuatu yang
sedang mengganjal dihatinya. Ia berusaha untuk tidak
mengingat kembali semua kenangan yang ia lalui dengan
Kai. Baginya Kai bukanlah orang yang baik, dia jahat.
Eun Soo memejamkan kedua matanya. Perlahan
kepalanya jatuh diatas buku yang terbuka lebar. Ia ingin
tidur sebentar. Dengan begitu hatinya akan tenang.
Joon Myeon merapikan semua buku yang baru
saja ia pinjam dari tempat itu. Ia mengembalikan buku-
buku itu sesuai dengan nomor urut yang tertulis di
punggung buku. Banyak sekali buku yang ia pinjam untuk
persiapan akhir semester ini karena ia akan segera masuk
ke Universitas dan mulai belajar di lingkungan baru.
Beberapa tes akan ia jalani, jadi tidak ada kesempatan
untuk bermain-main lagi. Ujian semakin dekat setelah
semester adik-adik kelasnya selesai.
Ia berjalan mencari tempat duduk. Pendangannya
tersebar keseluruh sudut perpustakaan. Cukup sepi disaat
jam istirahat seperti ini. Ia sudah tidak pernah lagi melihat
Cho Nari datang ketempat ini. Tapi Joon Myeon merasa
beruntung dengan hal itu, tidak akan ada lagi yang
menganggu konsentrasi belajarnya.
Langkahnya terhenti, kedua matanya membulat
kaget ketika melihat seorang gadis dengan manisnya tidur
ditempat seperti ini. Joon Myeon berjalan mendekat. Ia
95
tidak berniat menganggu gadis itu tapi hanya untuk
memastikan ia tidak salah lihat.
Joon Myeon duduk dibangku yang ada disamping
gadis itu. Ia memperhatikan gadis itu sambil tersenyum
tipis. Bibirnya sedikit terbuka. Kedua matanya terpejam
rapat seolah benar-benar kelelahan. Rambut hitamnya
terurai rapi tanpa ada sesuatu yang menghiasinya. Kedua
tangannya menggantung dibawah meja. Benar-benar
bukan seperti seorang wanita. Tidak ada kesan anggun
yang ia tunjukkan, tapi saat tidurpun ia terlihat sangat
menggemaskan.
Joon Myeon duduk dengan tenang disampingnya.
Perlahan kepalanya menunduk dan jatuh diatas meja. Ia
menghadap tepat dengan wajah Eun Soo. Ia masih
memperhatikan wajah gadis yang terlelap disampingnya.
Kini wajah mereka hanya berjarak 3 jengkal saja. Joon
Myeon menatap Eun Soo dengan tatapan penuh arti.
“Kau sedang berusaha? Belajar memang sangat
melelahkan. Tapi aku yakin kau bisa. Kau sudah berusaha
dengan baik.” Gumam Joon Myeon dalam hati. Segaris
senyuman itu kembali tersungging dibibirnya. Kedua
matanya terus menatapi wajah Eun Soo tanpa sadar.
Ada sesuatu yang ia tak mengerti tumbuh
dihatinya. Penyesalan itu menjadi sebuah cinta. Yang akan
terus tumbuh walau dia tidak merawatnya. Seperti pohon
Cherry Blossom, yang akan terus tumbuh sesuai dengan
musimnya. Jatuh saat musim gugur tapi akan berkembang
dan besar dimusim semi. Bertahan ketika musim panas
dan tetap tumbuh saat dimusim dingin. Itulah cinta.
**
96
Jae In menggenggam erat tangan kanan Kai.
Sampai saat ini ia belum menunjukkan reaksi apapun.
Gadis itu belum beranjak dari tempat duduknya setelah
adiknya keluar dari ruang ICU. Sesekali ia terisak tangis
saat menatap wajah Kai yang semakin kurus. Baru dua
hari, tapi tulang pipi adiknya sudah terlihat menonjol.
Sebagian dari tubuh Kai terbalut oleh perban. Ada
gulungan perban yang menghiasi kepala namja berkulit
„tan‟ itu. Kepalanya mengalami benturan keras. Dokter
menjelaskan mungkin beberapa saat setelah sadar ingatan
Kai akan terganggu.
Banyak sekali selang yang terhubung dengan
tubuh Kai. Ada Canul oksigen yang terpasang dibagian
hidungnya. Suara bipp yang tak henti mengisi ruangan itu
membuat hati Jae In sedikit khawatir. Ia takut jika tiba-
tiba suara bipp itu berhenti.
Ruangan serba putih itu begitu sunyi. Sebelumnya
Yixing masih menemani gadis itu, tapi ia memutuskan
pulang sebentar untuk beristirahat dan akan kembali
setelah keadaannya lebih segar.
Jae In mengusapkan handuk basah itu pada wajah
adiknya. Ia membersihkan wajah Kai yang terlihat pucat.
Kemudian ia beralih mengelap kaki Kai dengan hati-hati.
“Terus berbaring pasti akan membuatmu lelah.
Tapi jika dibersihkan seperti ini kau akan merasa baik,”
ujarnya sembari memaksakan senyum.
“Aku sudah bolos kuliah selama dua hari. Kau
mau aku mengulang? Tentu tidak-kan? Jadi cepatlah
bangun. Aku berjanji tidak akan memaksamu untuk terus
menemaniku dirumah. Setelah kau pulang dari studio aku
tidak akan membiarkanmu kepalaran, aku akan memasak
makanan kesukaanmu. Aku akan lebih memperhatikanmu.
97
Aku juga tidak akan menyuruhmu untuk menelpon eomma
dan appa lagi. Dengan begitu mereka tidak akan
memarahimu.” Sebulir air bening itu tiba-tiba mengaliri
pipinya. Isakkan tangis kembali terdengar setelah
beberapa jam yang lalu reda.
“Bahkan sampai dua hari kau menginap dirumah
sakit eomma dan appa belum menengokmu. Mereka
jahat,” gumamnya lagi. Tangisnya mulai pecah. Hatinya
benar-benar terluka jika melihat perlakuan kedua orang
tuanya yang lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan
putra putri mereka.
Tok.. tokk…
Jae In langsung terkesiap. Ia segera menghapus air
matanya dan memperhatikan pintu yang sedikit terbuka.
Mungkin Yixing datang, batinnya. Dengan segera ia
membereskan handuk yang baru saja ia gunakan untuk
membersihkan tubuh adiknya.
“Chogiyo?” Kyung Soo melongokkan kepalanya.
Ia melihat ruangan serba putih itu begitu hening. Hanya
terdengar suara bipp ECG(electrocardiography) yang
terus beruntun.
Kyung Soo berjalan masuk, dibelakang
punggungnya sudah ada Baekhyun dan Chanyeol.
Sedangkan Yumi masih menunggu diluar, tiba-tiba ia
mengurungkan niatannya untuk melihat Kai. Dan Eun Soo
benar-benar tidak ingin ikut. Ia memutuskan pulang
sendirian dan berfikir dirumah. Entah apa yang sedang
dipikirkan gadis itu.
Wajah Kai terlihat begitu kurus. Disudut bibirnya
ada segaris luka merah. Matanya sembab, mungkin efek
obat bius selama dia diruang ICU. Terlihat jelas banyak
98
sekali goresan ditubuh namja itu. Seperti goresan-goresan
yang menyayat hatinya.
Baekhyun dan Kyung Soo menatap sendu.
Mereka sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada Kai.
Beberapa saat kemudian Jae In keluar dari kamar mandi.
Ia mencuci wajahnya agar tidak terlihat sama
mengerikannya seperti wajah adiknya.
“Um, kalian? Kapan datang?” Tegur Jae In dan
memaksakan dirinya untuk tersenyum.
“Nuna. Kami baru saja datang.” Kyung Soo
membungkukkan badannya, kemudian diikuti oleh
Chanyeol dan Baekhyun.
“Apa Kai sudah ada perkembangan?” Tanya
Chanyeol khawatir. Jae In menggeleng pelan, kemudian ia
menatap tubuh adiknya yang masih tertidur pulas.
“Bagaimana kejadiannya? Kenapa bisa dia
mengalami kecelakaan seperti ini?” Baekhyun benar-
benar tidak tau apa yang sudah terjadi pada teman-
temannya.
“Entahlah, sebelum kecelakaan dia hanya
berpamitan pergi kesuatu tempat. Dia tidak memberi
tahuku akan pergi kemana. Dia berdandan sangat rapi dari
biasanya.” Jelas Jae In seraya mendekat
dan membelai pipi adiknya dengan pelan.
Kyung Soo terdiam. Ia menghapus pikirannya
tentang sebab kecelakaan Kai, karena Kyung Soo tidak tau
dengan pasti kejadian yang menimpa Kai. Kini mereka
bertiga duduk terdiam disofa yang ada di ruangan itu.
Kemudian seseorang masuk. Ia membawa beberapa
bungkusan ditangan kiri dan kanannya. Mereka bertiga
99
memperhatikan, kemudian namja itu tersenyum dan
memberikan salam.
“Kalian teman Kai?” Tanyanya seraya
menyodorkan tiga botol minuman bersoda kepada mereka.
“Nde, kami teman bandnya.” Jawab Chanyeol
sembari meraih botol minuman yang ada diatas meja.
“Ah, sudah kukira. Aku Yixing, teman Kai juga.”
Brak..
“Um, jangan tergesa begitu.” Yumi berjalan cepat
mengikuti langkah Eun Soo. Kedua tangannya tidak bisa
menahan tubuh Eun Soo dan membiarkan gadis itu masuk
kedalam kamar bernomor 12.
Seisi ruangan itu terkejut. Mereka sontak berdiri
dan terfokus pada Eun Soo yang dengan sopan masuk
kedalam ruangan itu tanpa permisi.
Eun Soo berdiri disamping ranjang Kai. Kedua
matanya berkaca-kaca memandangi tubuh Kai yang
terbaring diatas ranjang itu. Yumi menunduk, ia merasa
bersalah karena tidak bisa menahan Eun Soo.
“Ini rumah sakit, bukan rumahmu sendiri.” Ucap
Kyung Soo yang terdengar kesal.
Eun Soo mengabaikan orang-orang yang berada
disekelilingnya. Perlahan ia meraih tangan Kai, kemudian
mengenggamnya dengan lembut. Perlahan air bening itu
mengaliri pipinya. Melihat hal itu, Chanyeol tersentak
kaget. Tubuhnya seketika mengejang. Ada pukulan yang
luar biasa dihatinya, begitu menyakitkan.
Kyung Soo memperhatikan. Ia melihat Eun Soo
dan Chanyeol secara bergantian. Dengan cepat Kyung Soo
100
mendekat ketempat Eun Soo berdiri. Ia memegangi lengan
adiknya dengan erat.
“Eun Soo-ah, hentikan.” Bisik Kyung Soo.
“Kai-ssi, ironnayo!” Ucapnya getar. Tangisnya
seketika pecah.
Chanyeol berjalan cepat keluar kamar. Ia sempat
menabrak tubuh Yumi yang sedari tadi berdiri tenang
didekat pintu. Seisi kamar itu terlihat bingung. Jae In
mendekat kearah Eun Soo. Ia memperhatikan Eun Soo
dengan tajam. Tatapannya tidak bisa dibilang biasa saja.
“Kau siapa?” Tanya Jae In dingin. Eun Soo
menyeka air matanya. Ia masih terisak tangis.
“Dia adikku, dia sahabat baik Kai. Mianhae nuna,
kami membuatmu tidak nyaman.” Kyung Soo
membungkukkan badannya, kemudian ia meraih tangan
Eun Soo dan membawa adiknya keluar dari ruangan yang
seketika berubah riuh.
Yixing memperhatikan, sepertinya ia mengetahui
sesuatu. Kini dalam pikirannya gadis itulah yang sempat
Kai ceritakan padanya.
Diluar kamar, Kyung Soo menarik tangan Eun
Soo dengan kasar dan membuat adiknya tersandar di
dinding. Kyung Soo terlihat begitu kesal. Ia menatap Eun
Soo dengan kedua matanya yang semakin melebar.
“Kau memalukan.” Umpat Kyung Soo. Wajahnya
semakin mendekat kewajah Eun Soo. “Seharusnya kau
bisa menahan diri! Kenapa kau melakukan hal seperti itu,
huh?” Tangan kanan Kyung Soo bersangga pada dinding.
Eun Soo hanya menunduk.
101
“Hentikan, Kyung Soo-ya! Untuk apa kau
memarahinya?”
Sontak Kyung Soo dan Eun Soo menoleh. Lelaki
berperawakan tinggi itu berjalan mendekat. Dengan
seuntai senyum terpaksa Chanyeol berdiri disamping
teman kembarnya itu.
Ia mencoba menganalisir getaran menyakitkan
diseluruh ruas tulangnya. Otaknya mulai melupakan
kejadian manis yang terjadi di restoran mewah kemarin.
Chanyeol sudah mengatakan isi hatinya saat makan
malamnya bersama Eun Soo. Tapi gadis itu menjanjikan
setelah ujian akhir akan memberi jawaban, tapi melihat
apa yang baru saja terjadi membuat Chanyeol merasa
tidak membutuhkan lagi jawaban dari gadis itu.
“Aku tidak tau apa yang terjadi diantara kalian,
tapi aku harap sebaiknya jangan menganggu Kai.
Keadaannya belum sepenuhnya membaik.” Ucapnya
seraya tersenyum, terlihat begitu dipaksakan.
“Oppa?” Eun Soo menatap Chanyeol dalam. Ia
tahu ada yang sedang ia sembunyikan.
“Kau sudah makan? Hem?” Tanya Chanyeol
sembari menyentuh pipi kiri Eun Soo dengan tangan
kanannya. “Lebih baik kita makan dulu.” Kemudian
Chanyeol meraih tangan Eun Soo.
Kyung Soo mengernyit bingung. Ia terus
mengamati tingkah aneh mereka berdua.
“Kau mau ikut dengan kami?” Tawar Chanyeol
dan perlahan kepala Kyung Soo menggeleng.
Ia menatap langkah Chanyeol dan Eun Soo. Ia
tidak habis pikir mereka berdua bisa melakukan hal seperti
102
itu. Tapi Kyung Soo tahu benar jika chanyeol cemburu
dengan sikap Eun Soo pada Kai.
“Aku tidak tau apa yang kau rasakan pada Kai,
Eun Soo. Tapi aku akan tetap menunggumu. Kuharap kau
bisa mengerti perasaanku. Sekarang terserah apa saja
yang kau lakukan dengan namja itu, aku masih
memberimu waktu.” Chanyeol semakin mengeratkan
genggaman tangannya. Eun Soo menatap wajah namja
yang berada disampingnya dengan menyesal.
**
Semua murid berkerumun didepan ruangan itu.
Suasana sekolah menjadi ramai saat kabar tak sedap
muncul. Ada seorang gadis yang nekat mengantung
dirinya diruang perpustakaan.
Ketua osis yang mengetahui pertama kali saat
akan mengadakan rapat di perpustakaan. Xiumin, dia
segera melapor kepada kepala sekolah setelah melihat
tubuh seorang gadis menggantung diatas meja, tepatnya
disudut perpustakaan. Kejadiannya masih sangat pagi.
Tidak ada orang yang akan berkunjung keruang
perpustakaan pada jam 06.00 pagi. Bahkan penjaga
perpustakaan juga belum masuk kedalam ruangan itu.
Hanya Xiumin dan Joon Myeon yang pertama memasuki
ruangan itu. Keduanya sama-sama terkejut saat melihat
seorang gadis dengan seragam lengkapnya menggantung
diatas meja. Tidak ada tanda-tanda pembunuhan. Hanya
kursi roboh yang ada diatas meja sebagai bukti gadis itu
memang bunuh diri.
“Ha?? Kau yakin?” Eun Soo terkejut tidak
percaya. Baru saja teman sekelasnya menceritakan berita
panas yang sudah ramai dibicarakan dari pagi. Sedangkan
Eun Soo belum tau sama sekali kabar itu, sesampainya ia
103
di sekolah bersama Kyung Soo, ia hanya duduk manis
didalam kelas dan terus mempelajari sebuah buku
bersampul merah pemberian Joon Myeon.
Eun Soo berlari cepat menuju tempat itu.
Keadaannya masih begitu ramai bahkan ada segerombolan
polisi tengah melakukan evakuasi. Itu menghalanginya
untuk melihat keadaan yang terjadi didalam sana.
“Cho Narri.” Gumamnya dalam hati. Kini langkah
kakinya berbalik arah, ia berlari menuju kelas Kyung Soo.
Suasana sekolah benar-benar bising dengan banyaknya
kerumunan siswa-siswi yang
membicarakan incident bunuh diri itu.
Eun Soo sudah berdiri diambang pintu, kedua
matanya terpencar mencari keberadaan Kyung Soo. Dan
akhirnya ia dapati saudara kembarnya itu duduk terdiam di
kursi dengan kedua tangan yang saling menggenggam
dengan rapi diatas bangku.
Eun Soo berjalan mendekat. Ia melihat Kyung
Soo sibuk memandangi kedua tangannya yang bermain
sendiri. Kini gadis itu duduk dihadapan Kyung Soo.
Kyung Soo tidak memperhatikan, ia sibuk dengan
tangannya. Tatapannya begitu cemas. Peluhnya terus
berjatuhan.
“Kau baik-baik saja?” Ucap Eun Soo seraya
meletakkan tangan kanannya pada kedua tangan Kyung
Soo. Ia menghentikan kesibukan Kyung Soo agar Kyung
Soo bisa terfokus padanya.
Kyung Soo mengangkat kepalanya. Ia menatap
Eun Soo dengan tatapan sendu. Disana berhamburan
sejuta rasa bersalah dan penyesalan.
104
“Kau sudah melihatnya?” Tanya Eun Soo
kemudian. Kyung Soo menggelengkan kepalanya. Ia
kembali tertunduk setelah menghela nafas dalam.
Dadanya menjadi sesak.
“Aku benar-benar terkejut. Apa yang membuatnya
bunuh diri?” Eun Soo kembali menarik tangannya,
melepaskan genggamannya dari tangan Kyung Soo. “Apa
kalian sebelumnya ada masalah?” Eun Soo mengangkat
kepalanya, ia menerawang langit-langit.
“Aku jarang bertemu dengannya. Karena aku juga
sekarang jarang datang ke perpustakaan.”
Eun Soo tersentak, nafasnya seolah tersenggal
saat mengingat sebuah perpustakaan. Eun Soo menelan
ludah. Perasaan khawatir mulai merayapi hatinya.
“Dia hanya meminjamiku novel terbarunya,
setelah itu kami tidak pernah bertemu,” ucap Kyung Soo
kemudian. Ia menatap Eun Soo
yang sontak terlihat panik. “Kau kenapa?”
“Aniyo.” Jawabnya gugup.
Kyung Soo mengernyit heran. Ada sesuatu yang
telah Eun Soo sembunyikan darinya. Eun Soo melempar
pandangannya ke tempat lain untuk menghindari tatapan
mencurigakan dari Kyung Soo.
“Sekarang mayat Narri sudah dibawah kerumah
sakit. Sementara perpustakaan ditutup selama satu
minggu.” Tiba-tiba Baekhyun berdiri diantara mereka
berdua. Ia baru saja keluar dari tempat evakuasi.
Baekhyun nekat ikut berkerumun dan mengaku sebagai
kerabat Cho Narri. Dengan begitu ia bisa dengan mudah
masuk untuk ikut melakukan evakuasi.
105
Insiden itu diduga terjadi pada malam hari.
Melihat kondisi mayat yang sudah dingin dan sedikit
kaku. Dan mendengar penjelasan dari orang tua Cho Narri
bahwa putri mereka memang tidak pulang. Tapi Cho Nari
mengirim pesan kepada orang tuanya akan menginap
dirumah temannya karena tugas yang sangat penting dan
hal ini adalah kali pertama Cho Nari berpamitan untuk
menginap dirumah teman.
“Kyung Soo-ya?” Desahnya lirih. Ia menatapi
sebuah buku yang dulunya sering Kyung Soo pegang. Air
matanya mengalir deras, hatinya seperti tercabik-cabik.
Begitu sakit.
Sampai selarut ini gadis itu tidak beranjak dari
tempat duduknya. Ia masih duduk termenung dan
membiarkan air matanya berjatuhan begitu saja. Pintu
perpustakan sudah terkunci sejak bel pulang sekolah
berdering. Ia memang sengaja bersembunyi dari penjaga
perpustakaan agar tetap bisa didalam ruangan itu.
Bahkan ruangan itu gelap, ia tidak menyalakan satupun
penerangan yang tersedia disana.
“Chagia15? Niga inneun gose?16.” Suara itu
terdengar khawatir. Cho nari sedang berbicara dengan
ibunya melalui telpon.
“Um, eomma.. aku tidak pulang hari ini, aku
sedang ada tugas dan mengerjakan dirumah hyejin.”
15 Changia = sayang
16 Niga inneun gose = kemana kau pergi?
106
“Jeongmal? Kenapa harus menginap? Eomma
mengkhawatirkanmu.”
“Tugasnya sangat penting.” Sebentar Nari
terdiam. “Sharanghae eomma.”
“Nado. Waeyo?”
Tut. Tut. Tut.
Nari menutup teleponnya begitu saja. Ia
mengantongi ponselnya usai melepas baterai dari ponsel
itu. Dan kembali menatap buku yang ada dihadapannya.
Kemudian ia berdiri dan berjalan dengan gontai menuju
rak buku. Perlahan tangannya meletakkan buku itu disela-
sela jajaran yang lain.
Seperti tubuhnya mati rasa ketika hatinya
menyadari bahwa ia benar-benar jatuh cinta kepada
Kyung Soo. Namja itu sudah tidak pernah peduli padanya,
untuk sekedar bertemu saja Kyung Soo langsung
menghindar. Dan sejak saat itu nilai-nilai sekolahnya
menurun drastis.
Keinginannya menjaga Kyung Soo tidak akan
pernah terjadi, Eun Soo sudah bersikeras menolak
tawaran baiknya. Kini yang bisa ia lakukan hanya
berdiam diri dan tidak ada yang mau bergaul dengannya.
“Nari-ah? Bagaimana bisa nilaimu menjadi
sangat jelek? Bukankah kau pandai dalam bahasa
inggris?” ujar Hyejin seraya menyerahkan selembar
kertas ulangan pada Nari. Gadis itu dengan kaget
menerima lembaran hasil ulangannya.
“Ini aneh? Tugasmu selalu mendapat nilai A-
kan? Tapi kenapa ulangan seperti ini kau tidak bisa
107
mengerjakanya.” Cibir Hyejin kemudian pergi dari
hadapan Nari.
Semuanya berubah. Begitu berbeda dengan
keistimewahan yang selalu ia dapatkan. Bahkan teman
yang selalu bersamanya dengan tiba-tiba menghindar
begitu saja. Ia merasa frustasi dengan semua yang terjadi
dalam hidupnya. Dan keputusan untuk mengakhiri
semuanya itu tertanam dalam benaknya.
“Kyung Soo-ya? Kau tidak menyukaiku? Kau
membenciku? Kau tidak tau bahwa aku benar-benar
menyukaimu! Bahkan lebih dari suka.” Teriaknya
memenuhi ruangan hampa penghuni itu. Tangisnya
semakin pecah. “Aku sekarang sangat membencimu!
Sangat membencimu. Karena kau tidak membalas
cintaku.” Nari memegangi sebuah tali yang sudah ia
pasang sendiri dengan terisak tangis.
Brak.. sebuah kursi yang tadinya menjadi tempat
pijakan kakinya sengaja ia robohkan. Tepat tengah malam
gadis itu menahan sakit cekikan yang sengaja ia buat
sendiri dari sebuah tali yang entah dari mana ia
dapatkan. Siksa itu berlangsung selama 15 menit sampai
akhirnya ia sudah tidak menunjukkan reaksi.
**
Pemakaman berlangsung dengan cepat. Kyung
Soo dan Eun Soo datang untuk melihatnya. Mereka
berdua mengenakan pakaian hitam, Eun Soo dengan pita
berwarna putih yang tertempel dirambutnya.
Bagaimanapun juga Cho Narri pernah terlibat dalam hidup
mereka.
Keduanya tertegun. Padangannya berubah begitu
sendu ketika melihat wajah periang Cho Narri, tatapan
108
angkuh dan semua tentang gadis itu dilingkari oleh
karangan bunga.
Eun Soo dan Kyung Soo menoleh. Mereka berdua
mendengar tangisan dari seorang namja yang berdiri tepat
dihadapan foto besar itu. Ia terlihat begitu kehilangan.
Tangisnya berhamburan tak tertahan. Eun Soo datang
mendekat. Tubuh namja itu terlihat menggigil karena
tangis yang terasa begitu menyayat hatinya.
“Oppa?” Panggil Eun Soo pelan. Tangannya
sengaja ia letakkan dibahu namja itu. Dengan lembut Eun
Soo mengelus bahu Joon Myeon.
“Dia pergi, sekarang dia pergi,” ucapnya getar
tanpa memandang gadis yang berdiri disampingnya.
“Nde.” Balas Eun Soo dan turut memperhatikan
sebuah foto besar yang ada dihadapannya.
**
“Jadwal kita dibatalkan. Semua acara mereka
cancel karena kita tidak pernah datang ketempat
rekaman.” Chanyeol terduduk dikursi. Ia begitu kecewa,
usahanya untuk menuju dapur rekaman dan
mempromosikan „single‟ mereka memang hanya sekedar
mimpi.
Melihat keadaan Kai yang masih tidak
memungkinkan. Bahkan sudah seminggu namja itu masih
terlelap dalam tidurnya. Chanyeol harus merelakan uang
jutaan Won yang sudah ia keluarkan untuk promosi single
mereka menghilang begitu saja. Ia berniat untuk
mengundur jadwal yang sudah ditetapkan oleh produser
mereka untuk menunggu sampai Kai bisa kembali
bergabung. Tapi ternyata usahanya sia-sia.
109
“Ini belum waktunya, hyeong. Aku yakin setelah
Kai sembuh kita bisa berdiri dipanggung pertama kita.
Dan aku akan menabung untuk membantumu membayar
semua keperluan kita.” Ucap Sehun dan berusaha
menenangkan Chanyeol yang sudah hampir gila
kehilangan semua yang sudah ia keluarkan dengan Cuma-
Cuma.
“Bukan itu, aku tidak peduli berapapun yang
sudah hilang. Tapi
kesempatan kita, kesempatan emas ini.” Chanyeol
menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Tapi kita tidak mungkin tampil tanpa Kai.”
Sehun menatapnya dalam. “Kai adalah bagian penting
dalam band kita. Kau harus ingat itu.”
“Arrgghh!” Chanyeol menepis tangan Sehun dari
bahunya. Ia berdiri. Wajahnya terlihat begitu marah.
Kemudian tatapan tajam itu ia tunjukkan pada Sehun.
“Yah. Aku sudah hampir gila karenanya!”
Sehun ternganga. Ia tidak mengerti dengan ucapan
Chanyeol. Ia membiarkan Chanyeol keluar dari studio itu
tanpa menahannya terlebih dahulu. Chanyeol melangkah
dengan penuh amarah. Ia melampiaskan amarahnya
dengan menendang sebuah kursi yang menghalangi
pijakannya.
“Ada apa dengan kalian?” tanya Sehun dalam
hatinya. Dia benar-benar tidak mengerti.
Dengan cepat Sehun beranjak dari duduknya dan
mengejar langkah Chanyeol. Chanyeol membuka pintu
mobil, wajahnya terlihat emosi.
110
“Tunggu, hyeong!” Sehun meraih pintu mobil dan
menghentikan tangan Chanyeol. Ia menoleh, dan kembali
menurunkan kakinya yang sempat terangkat akan masuk
mobil.
“Aku ingin tau, ada apa dengan kalian? Aku
merasa aneh. Apa kau dan Kai sedang ada masalah?
Kenapa kalian merahasiakannya dariku?” Sehun
memegangi lengan Chanyeol. Ia menatap wajah Chanyeol
dengan curiga.
“Huh! Aku tidak akan mengatakan padamu.”
“Hyeong! Aku ini juga temanmu!”
“Benarkah? Kalau begitu katakan padaku, apa Kai
dan Eun
Soo sebelumnya pernah berkencan? Apa mereka
mempunyai hubungan khusus yang tidak ku tahu
sebelumnya?”
Sehun sontak terdiam. Ia lebih tidak mengerti
dengan maksud ucapan Chanyeol. Sehun hanya
menatapnya bingung dan tidak bisa memberikan
penjelasan apapun karena memang Sehun tidak
mengetahui hubungan Eun Soo dan Kai. Kai tidak pernah
menceritakan hal itu pada Sehun.
“Kenapa kau diam saja?” teriak Chanyeol kesal.
“Mianhae, hyeong. Bahkan aku sama sekali tidak
tau kalau Kai dan Eun Soo mempunyai hubungan
khusus.” Perlahan Sehun melepas tangannya. Chanyeol
melemparkan tubuhnya diatas sofa sembari menghela
nafas.
“Kalian menyukai gadis itu? Benar begitu? Ah,
sudah kukira akan seperti ini. Wanita memang
111
menyebalkan. Dia bisa merusak segalanya, bahkan
persahabatan,” ucap Sehun santai. Chanyeol sontak
mengangkat tubuhnya. Ia berdecak dan menatap Sehun
tajam. “Apa aku salah bicara? Um, maksudku tidak semua
wanita seperti itu. Yah, ibuku juga tidak termasuk. Dia
wanita yang baik.” Sehun mengulas senyum hambar. Ia
berusaha meredam Chanyeol.
“Ngomong-ngomong soal ibuku, apa kau mau
makan malam dirumahku. Hari ini dia bilang masak enak
dan banyak sekali menu. Nanti juga akan kukenalkan kau
dengan kakakku. Oke?” Sehun beranjak memasuki mobil
Chanyeol. Ia duduk dikursi belakang, yang biasanya ia
tidak pernah mau duduk dikursi tengah mobil dan akan
memaksa duduk didepan. Untuk kali ini ada sedikit
toleransi karena ia takut jika Chanyeol akan memarahinya.
**
Hari ini Kyung Soo dan Baekhyun terpaksa
menemani Eun Soo untuk menjenguk Kai. Hanya ada
Yixing disana, sementara Jae In beristirahat dirumah
setelah beberapa hari berjaga dirumah sakit.
Eun Soo masih menatapi wajah namja berkulit
„tan‟ yang tertidur dengan pulas. Alat-alat itu masih
lengkap menghiasi tubuhnya. Bibir tebal yang hanya bisa
mengeluarkan kata-kata ganas itu begitu pucat. Lebih
mengerikan dibandikan bibir domentor.
“Kau seperti tupai yang sedang hibernasi.”
Gumam Eun Soo memecah suasana yang hening dalam
ruangan itu. “Kapan kau akan bangun? Aku
merindukanmu.” Eun Soo menatap wajah Kai dalam.
112
Yixing terus memperhatikan. Bahkan ia sempat
kaget mendengar apa yang Eun Soo katakan. Ia masih
belum yakin dengan dugaannya.
“Sillehamnida?17” Mereka bertiga sontak
menoleh kearah Yixing. “Ireumi muosiyeyo?18”
“Eun Soo imnida? Ne?”
“Yixing imnida.” Yixing menuduk. Eun Soo
melebarkan kedua matanya tak percaya.
“Jinja?” Sontak Eun Soo mengangkat tubuhnya.
Kyung Soo dan Baekhyun mengernyit bingung.
“Waeyo?”
“Ah, aniyo. Aku hanya terkejut.” Eun Soo masih
menatapi Yixing tidak percaya. Yah, bukankah leukemia
sulit disembuhkan? Tapi namja itu terlihat segar bugar dan
tidak seperti pernah merasakan penyakit mengerikan itu.
End Of Chapter 7
CHAPTER 8
“Take Care”
17 Sillehamnida? = permisi
18 irumi muosiyeyo = siapa namamu?
113
Eun Soo membawa seikat bunga berwarna putih
terang yang mempunyai harum yang khas. Bunga yang
mempunyai nama latin Rosalba itu ia letakkan kedalam
vas dan merapikannya. Perlahan tangannya membuka tirai
kamar itu agar cahaya matahari bisa masuk dan
menggantikan cahaya lampu yang sudah bertugas
semalaman.
114
Ia sengaja datang sendirian tanpa meminta untuk
ditemani oleh Kyung Soo ataupun Baekhyun. Mengingat
pesan dokter agar Eun Soo selalu menemani namja itu dan
membantu ingatannya kembali. Eun Soo tidak ingin
mengecewakan Jae In ataupun keluarga Kai. Walaupun ia
dengan sangat terus terang sudah menyayat hati Chanyeol.
Perasaan yang tiba-tiba bisa ia ubah dengan
sesuka hatinya. Ia sudah menaruh harapan besar kepada
Chanyeol dan meyakinkan namja itu dengan sepenuh
hatinya, itu sebabnya Eun Soo tidak pernah menolak
untuk berkencan dengan Chanyeol. Tapi semua terjadi
diluar dugaannya. Ia sangat mengkhawatirkan Kai.
Hari ini Dokter sudah melepas kop oksigen yang
sudah hampir berminggu-minggu bertengger di hidung
Kai. Namja itu baru saja terbangun, ia melihat gadis yang
sangat ia cintai sedang sibuk merapikan sesuatu disamping
ranjangnya. Kai tersenyum. Entah kenapa yang bisa ia
kenali hanyalah Eun Soo. Benturan keras itu mampu
menghilangkan semua ingatannya terkecuali kepada Eun
Soo.
“Kau sudah bangun?” Eun Soo meletakkan mawar
putih itu sembarangan kemudian mendatangi Kai. Kai
hanya tersenyum. “Kau mau sarapan? Kau mau makan
apa?” tawar Eun Soo sembari menunjukkan beberapa
gambar menu yang sengaja ia bawa.
Kai memandangi lembaran kertas yang ada
ditangan Eun Soo. Ia tidak tau harus memakan apa. Tapi
sepertinya hidangan dari rumah sakit-lah yang paling tepat
untuk Kai.
“Lebih baik kau makan ini saja.” Eun Soo
tersenyum lebar. Ia menunjukkan sepiring bubur yang
115
sudah rumah sakit siapkan untuk pasien dengan nomor
kamar 12 itu.
Sekali lagi Kai hanya tersenyum dan
menunjukkan jajaran giginya yang rapi pada Eun Soo.
Dengan telaten Eun Soo menyuapi namja itu dan
membersihkan sisa-sisa makanan yang belepotan
menghiasi bibirnya.
Eun Soo tertawa. Ia tidak bisa menahan geli saat
melihat ada setitik bubur yang menempel diujung hidung
Kai. “Kau lucu sekali,” ucapnya dengan gelak tawa. Kai
melongo, perlahan bibirnya ikut tersenyum dan akhirnya
ikut tertawa.
“Hahaha, cepat bersihkan.” Tukas Kai kemudian.
Eun Soo terkejut. Baru saja ia mendengar Kai berbicara.
“Kau sudah bisa berbicara? Coba ulangi lagi.”
Pinta Eun Soo dan menatap lurus mata namja itu.
“Benarkah? Baru saja aku bicara?” Tanya Kai.
Eun Soo mengerucutkan bibirnya. Dengan gemas ia
menekan perban yang melingkari kepala Kai.
“Ah, appo.” Teriak Kai sembari mengernyit
kesakitan.
Semakin hari Kai sudah menunjukkan banyak
perkembangan. Ia sudah bisa duduk diranjangnya. Bisa
menggerakkan tangannya dan mencoba berjalan menuju
kamar kecil. Tapi satu hal, sampai sekarang ini ia tidak
bisa mengenali keluarganya sendiri.
Eun Soo merapikan selimut Kai. Ia membungkus
tubuh Kai sampai menutupi dada. Kemudian memperbaiki
letak bantal dan guling yang ada diranjangnya. Kembali
116
menutup tirai karena hari beranjak gelap. Menyalakan
lampu ruangan itu dan menurunkan volume AC-nya.
“Kau mau kemana?” Kai menahan tangan Eun
Soo. Ia memegangi tangan Eun Soo dengan erat dan
menatap kedua mata
bulat itu dengan harapan untuk tidak beranjak dari tempat
ini.
“Ini waktunya aku pulang.” Eun Soo melempar
senyum.
“Tolong jangan pergi. Jangan tinggalkan aku,”
pintanya kemudian. Tatapan Kai semakin dalam.
Eun Soo terdiam. Ia menunduk sembari berfikir.
“Aku tidak bisa, besok aku harus sekolah. Tapi setelah
pulang sekolah aku akan datang lagi kemari.” Eun Soo
menyentuh tangan Kai dan dengan perlahan melepas
genggaman tangan Kai.
“Jebal. Kajima.” Kai menunjukkan permohonan
yang dalam. Dan kembali mengeratkan genggamannya.
**
Jarum jam semakin naik ke-angka yang lebih
besar. Kyung Soo dan appa sudah menunggu diluar
ruangan. Sedangkan Eun Soo masih duduk termenung
disamping ranjang Kai dengan pergelangan yang masih
digenggam oleh jemari Kai. Namja itu belum sepenuhnya
terlelap. Didalam ruangan bernomor 12 itu juga sudah ada
Yixing dan Jae In. Mereka berdua tidak menyangka jika
Kai akan sampai seperti ini. Bersikap diluar dugaan.
“Apa yang sudah kau lakukan pada Kai sampai
dia seperti ini padamu. Apa kau menggunakan paranormal
agar adikku mengejar-ngejarmu. Huh. Kenapa yang
117
diingatnya hanya kau. Seharusnya aku, akukan kakaknya.”
Gerutu Jae In sembari melipat kedua tangannya didepan
dada dan menatap lurus pada Eun Soo. Ia berkali-kali
mengumpat dalam hatinya. Yixing yang mendengar
semua ocehan pelan itu hanya tersenyum geli.
Beberapa saat kemudian Kyung Soo masuk. Ia
sudah terlalu lama menunggu Eun Soo untuk keluar dari
ruangan itu. Jae In dan Yixing menoleh kearah pintu.
Kyung Soo membungkukkan tubuhnya sembari
tersenyum. Ia masih memegangi knop pintu dan
menunjukkan separuh
tubuhnya.
“Ehm, Eun Soo-ah. Appa sudah menunggu.” ujar
Kyung Soo pelan agar tidak membangungkan seseorang
yang mulai terlelap diatas ranjang itu. Eun Soo menoleh,
tangannya ia tarik perlahan dan melepaskan jemari-jemari
itu dari pergelangannya dengan sangat hati-hati.
Kemudian dengan lembut meletakkan tangan namja itu
diatas perutnya. Sebentar Eun Soo menatap wajah Kai dan
berpamitan pulang pada Jae In dan Yixing.
“Bukankah dia gadis yang manis? Apa kau
cemburu jika adikmu dekat dengan yeoja lain,” bisik
Yixing tepat ditelinga kanan Jae In. Jae In hanya
memicingkan matanya dan membiarkan langkah Eun Soo
dan Kyung Soo berlalu.
“Apa dia sekarang lebih baik?” Kyung Soo
berjalan sejajar dengan Eun Soo menyusuri lantai putih
itu.
“Nde, dia sudah bisa berbicara. Dan banyak hal
yang bisa ia lakukan.”
118
“Aku senang mendengarnya. Semoga saja dia
cepat sembuh. Apa dia juga tidak mengingatku?” Tanya
Kyung Soo kemudian.
“Jangankan dirimu, kakaknya sendiri saja dia
tidak tau.” Eun Soo mulai menaiki mobil. Disana sudah
ada appa yang duduk didepan kemudi. Kemudian Kyung
Soo juga mengambil tempat duduk ditengah bersama Eun
Soo. Baekhyun bertugas menjaga eomma dirumah.
“Lalu, kau dan Chanyeol?” Kyung Soo menatap
Eun Soo dengan tatapan yang mengintimidasi. Eun Soo
terdiam. Ia membalas tatapan Kyung Soo penuh tanya.
Untuk apa Kyung Soo menanyakan hal itu.
“Aku masih memikirkannya.” Jawabnya
kemudian dan membiarkan suasana hening dalam mobil
itu terus mengalir.
Lampu-lampu jalanan yang ramai menghiasi jalan
dengan lalu lalang mobil yang tak ada hentinya. Suasana
Seoul yang selalu dipadati oleh kendaraan berasap itu
tidak menghilangkan keindahan kota ini. Jalanan yang
selalu tertib dan bersih, juga keramaian yang seolah kota
ini tidak pernah tidur.
Eun Soo dengan lesu menuruni mobil.Kyung Soo
memperhatikan wajah adiknya yang terlihat jelas penuh
dengan beban. Bukan hanya beban belajar darinya tapi
dengan beban-beban yang lainnya juga. Sebuah beban
yang tidak Kyung Soo ketahui sepenuhnya.
**
“Hey Park Chanyeol. Apa yang kau lakukan?”
119
Chanyeol mengernyitkan keningnya. Ia masih
memejamkan kedua matanya tapi bisa mendengar dengan
baik suara yang sudah menganggu ketenangannya.
Chanyeol masih diam. Ia membaringkan tubuhnya diatas
sofa dan meletakkan kakinya diatas meja dengan sepatu
lengkapnya.
Park Yura membanting tubuhnya disofa tempat
Chanyeol tidur dan membuat tubuh Chanyeol goyah.
Dengan susah payah Chanyeol masih memejamkan kedua
matanya erat. ia memalingkan wajahnya dari Yura, kakak
perempuannya.
“Aku tau kau hanya pura-pura tidur.” Yura
menyentil telinga kanan Chanyeol. Membuat namja itu
sontak membuka kedua matanya.
“Nuna!!!!” Teriak Chanyeol kesal. Membuat
tubuh Yura mengejang kaget kemudian tertawa.
“Kau kenapa? Kenapa kau berteriak. Huh?” Yura
mencubit kecil pipi Chanyeol. Dan Chanyeol hanya
menunjukkan wajah kesalnya.
“Nuna!!” Chanyeol menepis tangan Yura. Ia
menunduk dan menurunkan kakinya.
“Kau sedang ada masalah? Hari ini kau bolos
kuliah-kan? Ada
apa? Kau mau eomma dan appa mencabut semua
fasilitasmu?” tanya
Yura berturut-turut.
“Tentu saja tidak. Aku memang sedang banyak
sekali masalah. Band-ku batal kontrak.”
“Ah, sudah kukira. Untuk apa kau memberatkan
ide konyolmu menuju dapur rekaman. Hanya membuang-
120
buang biaya dan yang pasti hanya kau yang memenuhi
semua tagihannya. Aku tau semua teman-temanmu itu
hanya memanfaatkanmu.”
“Bukan begitu!” Chanyeol berteriak lebih keras
dari sebelumnya. Ia menatap kedua mata Yura dengan
tajam. “Bukan itu masalahnya! Nuna tidak mengerti lebih
baik diam saja.” Chanyeol beranjak dari duduknya dan
pergi meninggalkan Yura yang kebingungan.
Ia membanting pintu kamar dengan sangat keras.
Bahkan kalau itu pintu murahan mungkin sudah roboh
sejak satu kali ia melempar pintu itu menuju engselnya.
Terdengar jelas suara dari bagian atas rumah mereka. Park
Chanyeol mulai menggila bersama dengan gitarnya. Ia
memutar volume tertinggi tape compo yang ada
dikamarnya. Music yang ia mainkan senada dengan isi
hatinya yang terombang-ambingkan karena gadis itu.
Gadis yang tanpa terasa sudah mengisi hari-harinya.
Membiarkan waktu berlalu hanya untuk
memikirkannya. Melewati dan membuat setiap
kesempatan untuk bertemu dengannya. Tapi semua terasa
hambar. Tidak ada penyesalan, tapi hanya kecewa dengan
dirinya sendiri. Kenapa gadis itu terlalu mudah untuk
dicintai. Sikapnya berbeda dengan gadis yang sebelumnya
ia kenal. Sikapnya yang terlalu polos, ceria dan tidak
membosankan, itulah yang selama ini Chanyeol rasakan
saat bersama dengan Eun Soo.
“Aisssshhh!” Chanyeol berhasil membanting gitar
kesayangannya itu keatas lantai dan membuat gitar mahal
dengan merk gibson les paul itu terbagi menjadi dua
bagian.
Nafasnya menjadi tidak stabil. Ia membanting
tubuhnya sembarangan dan akhirnya terjatuh diatas karpet
121
merah bercorak bola yang terpasang rapi didepan ranjang.
Yura yang masih terdiam diatas sofa hanya mendengar
semua suara yang berasal dari kamar adiknya.
Chanyeol mengepalkan tangannya. Kemudian ia
memejamkan kedua matanya dan berusaha menghela
nafas untuk menahan amarahnya. Kehilangan gitar
kesayangan tidak sesakit kehilangan seorang gadis yang ia
cintai.
“Kenapa kau lakukan ini padaku, Do Eun Soo.”
Gumamnya dalam hati. Kedua matanya mendapati
sesosok gadis yang tersenyum manis kearahnya. Yang
kemudian menghilang begitu saja. “Aku akan
menunggumu.”
**
Yumi mengerjapkan kedua matanya berkali-kali.
Ia menatapi lembaran itu dengan seksama. Penglihatannya
benar, tidak ada kesalahan. Dengan tergesa Yumi kembali
kebangkunya dan menatap tubuh Eun Soo yang tertidur
diatas mejanya.
Mereka baru saja melewati ulangan harian
matematika dan baru saja guru mata pelajaran matematika,
Kim Taeyeon. Membagikan hasil ulangan mereka.
“Eun Soo-ah. lihat ini.” Yumi menggoncang-
goncangkan tubuh Eun Soo yang memaksakan untuk
tidur. Ia tidak mau melihat hasil ulangannya karena sangat
yakin akan mengulang dipelajaran berikutnya.
“Um, sudahlah. Aku yakin hasilnya sama saja
atau naik 10 point seperti biasanya.” Eun Soo
memalingkan wajahnya.
122
“Eh, coba lihat dulu!” Yumi menjambak rambut
Eun Soo dengan sengaja dan membuat yeoja itu
mengangkat kepalanya.
“Ah! waeyo!!” Teriaknya kesal. Tidak ada yang
memperhatikan teriakan itu karena kelas memang sedang
gaduh. Setelah membagikan hasil ulangan mereka, guru
metematika itu lantas pergi meninggalkan kelas.
“Ini!!” Yumi meletakkan lembaran itu tepat
dihadapan Eun Soo. Kedua matanya seketika melebar tak
percaya. Ia menatap Yumi ragu. kemudian memandangi
lagi lembaran itu.
“Imposibble.” Gumamnya. Kata itu ia dapat dari
Kyung Soo. “Kya….! Apa benar ini punyaku.” Eun Soo
berdiri dan menenteng lembaran itu dengan bahagia.
Gadis itu terus melonjak kegirangan. Diluar
dugaan jika ia mendapat nilai 85 dalam pelajaran
metematika. Dengan begini setidaknya sebagian komiknya
yang tersita oleh Kyung Soo dapat kembali.
“Kyung Soo-ya! Apa kau tidak mau mengucapkan
selamat pada adikmu ini?” Eun Soo sudah berdiri didepan
Kyung Soo yang sibuk mengerjakan tugas didalam kelas
saat jam istirahat.
“Untuk apa?” Jawab Kyung Soo datar. Baekhyun
sudah menikmati bekalnya dikantin bersama Yumi.
“Lihat ini.” Eun Soo mengeluarkan lipatan kertas
itu dari saku kemejanya dan dengan bangga menunjukkan
kepada kakak kembarnya itu.
“Mwo?” Kedua mata Kyung Soo melebar. Ia
benar-benar terkejut dengan hasil ulangan Eun Soo kali
ini.
123
“Chukkhae. Kau sudah berhasil.” Kyung Soo
tersenyum dan Eun Soo tertawa puas.
“Huh.” Eun Soo menghela nafas, lega. “Apa
komikku bisa kembali?” tanyanya dengan tenang pada
Kyung Soo dan kembali mengantongi lembaran itu.
“Kau bisa mengambilnya dikamarku nanti. Tapi
hanya satu komik saja.” Kyung Soo tersenyum jahil.
“Mwo? Hanaman?”
“Yah, satu pelajaran satu buah komik. Kalau kau
bisa memperbaiki semua mata pelajaran maka kau bisa
mengambil seluruhnya dariku.”
“Do Kyung Soo! Kau mulai lagi! Kau tidak
mengatakannya padaku sebelumnya.”
“Sekarang kau sudah tau, „kan? Kaukan juga tidak
bertanya padaku.”
“Huh, kenapa kau sangat menyebalkan!” Eun Soo
menepuk keras meja Kyung Soo. Kyung Soo mengangkat
bukunya sembari mengerjapkan mata ketika mendapat
tatapan horror dari Eun Soo.
“Eun Soo-ya. Apa urusanmu sudah selesai? Kau
tidak makan bekalmu?” Baekhyun yang berdiri diambang
pintu melambaikan tangan berkali-kali. dan Eun Soo
masih fokus menatap Kyung Soo.
“Ah, anak kembar itu tiada hari tanpa bertengkar,”
gumamnya dalam hati setelah tau ada pertarungan sengit
kedua bocah yang saling beradu tatapan tajam itu.
“Awas kau ya! Aku akan membalasmu, Do
Kyung Soo,” gerutu Eun Soo dalam hati. Sedangkan
Kyung Soo yang tersandar pada bangkunya dan
124
meletakkan buku pelajarannya didepan dada
mengernyitkan keningnya.
“Kenapa kau melihatku seperti itu. Kau semakin
terlihat jelek. Kau tidak akan dengan mudah mendapatkan
komik-komikmu kembali jika kau tidak mau
mendengarkanku.” Batin Kyung Soo.
Kemudian Eun Soo beranjak pergi dari hadapan
Kyung Soo. Ia berjalan menuju Baekhyun dan pergi
meninggalkan kelas Kyung Soo. Mereka menuju taman
sekolah. Ia melihat kotak bekal Baekhyun dan Yumi
masih terbungkus rapi dan belum tersentuh.
“Kalian belum makan?” tanya Eun Soo sembari
mengambil posisi duduknya disamping Baekhyun.
“Kami menunggumu.” Yumi menyodorkan kotak
bekal milik Eun Soo tepat didepannya. Eun Soo meraih
sumpitnya dengan malas. Yah, itu karena Kyung Soo baru
saja membuatnya kesal.
Eun Soo membuka kotak bekalnya dengan cepat.
Ia melihat ada sepotong daging asap yang sangat
menggoda selera. Dengan cepat sumpitnya ia tusukkan
pada daging itu dan mengigit makanan itu dengan ganas.
“Yumi-ah? Kau suka daging? Ini untukmu,
cicipilah, masakan ibu kami sangat enak,” ujar Baekhyun
sembari meletakkan potongan daging miliknya kedalam
kotak bekal Yumi. Eun Soo membuka lebar kedua
matanya dan memperhatikan Baekhyun.
“Kenapa kau berikan pada Yumi, aku juga suka.”
Sahut Eun Soo dan menjulurkan sumpitnya pada daging
yang ada dalam kotak milik Yumi. Dengan cepat
Baekhyun menepis tangan Eun Soo dengan sumpit yang ia
pegang.
125
“Hey, kau kan sudah ada.” Tukas Baekhyun dan
memberi isyarat untuk menyingkirkan tangannya dari
kotak bekal Yumi. Yumi hanya tersenyum geli
menunjukkan jajaran giginya.
“Tapi aku juga mau. Bagi jadi dua, otte?” Tawar
Eun Soo dengan menunjukkan wajah termanisnya pada
Baekhyun.
“Ani.” Baekhyun memelototkan kedua matanya.
Eun Soo hanya mendengus dan menghentikan aksi
permohonannya. Baekhyun tersenyum, tentu saja kearah
Yumi dan mempersilahkan gadis itu untuk menikmati
daging asap masakan ibunya.
Baekhyun terlihat berbeda. Akhir-akhir ini ia
sering berdua
dengan Yumi. Dan selalu bersikap manis pada gadis itu,
tapi dari awal Baekhyun selalu bersikap manis. Dia tidak
pernah mengeluarkan kata-kata menyakitkan seperti
Kyung Soo. Namja itu memang berbeda, sesedih apapun
perasaannya, dia akan selalu terlihat ceria.
Aktifitas makan mereka terhenti. Kyung Soo
diam-diam sudah duduk disamping Yumi dan menatap
Eun Soo penuh arti.
“Bagi makananmu denganku, aku lapar.”
Ucapnya kemudian setelah cukup lama mengamati
makanan yang ada didalam kotak bekal adiknya.
“Tumben sekali? Tidak biasanya.” Eun Soo
mengernyitkan keningnya.
Yumi menyodorkan kotak bekal miliknya kepada
Kyung Soo. Wajahnya hanya tertunduk tak menatap
keberadaan namja itu. Kemudian ia mengelap ujung
126
sumpitnya dengan tissue dan meletakkannya disamping
tangan Kyung Soo. Baekhyun dan Eun Soo melongo.
Sedangkan Kyung Soo menatapnya tidak percaya.
“Kau bisa makan punyaku. Aku tidak terlalu
lapar,” ujar Yumi kemudian. Ia menyembunyikan kedua
tangannya dibawah meja.
Baekhyun langsung meraih kotak bekal milik
Yumi dan kembali menggesernya kedepan Yumi. Eun Soo
mengerjapkan kedua matanya. Kyung Soo hanya
melongo.
“Kau makan punyaku saja. Biarkan Yumi makan
miliknya sendiri.” Tukas Baekhyun kemudian
memberikan kotak bekalnya sendiri. Eun Soo mengernyit
heran.
“Ah, gwenchanayo. Aku tidak lapar.” Balas Yumi
dan kembali menggeser kotak bekalnya pada Kyung Soo.
“Sudahlah, biarkan Kyung Soo makan punyaku
saja,” sahut Baekhyun dan berusaha menggeser kotak
milik Yumi. Eun Soo mulai merasa geli, ia tidak
memperdulikan kedua temannya dan terus
menikmati makan siangnya.
“Aku makan punya Eun Soo saja,” ujar Kyung
Soo setelah berhasil merampas makanan adiknya dan
membuat gadis itu melakukan protes keras. Tapi dengan
santai Kyung Soo melahap makanan yang tinggal separuh
dalam kotak itu dan tidak memperdulikan adiknya yang
sudah mengomel dan berusaha mengambil kotak bekalnya
kembali.
“Bagaimana dengan kematian Cho Narri? Berita
ini masih hangat dibicarakan satu sekolah.” ujar Baekhyun
127
setelah lama berkutat dengan makanannya. Ia mengelap
bibirnya dengan tissue kemudian membersihkan mejanya.
“Um, aku tidak tau,” ucap Kyung Soo dan
menyudahi makan siangnya. Tinggal beberapa sendok lagi
tapi nafsu makanannya sudah menghilang.
“Terakhir kita bertemu denganya saat dia
mengambil novel padamu, „kan?” Baekhyun menatap
Kyung Soo, dan Kyung Soo mengiyaikan dengan
mengangguk pelan.
Eun Soo menghela nafas. Terakhir ia bertemu
dengan gadis itu dalam keadaan yang kurang
menyenangkan. Ia sempat membentak dan mengelak
semua ucapan Cho Narri, bahkan mengatakan hal yang
sangat menyakitkan padanya. “Huh, aku merasa bersalah,”
gumam Eun Soo. Pandangannya langsung jatuh kemeja.
“Ada apa? Kau bertengkar dengannya?” Yumi
terlihat penasaran. Dan ketiga pasang mata itu menatap
Eun Soo penuh mengintimidasi.
“A.. aku hanya menolak permohonannya. Hanya
itu,” ucap Eun Soo gugup. Ia tidak berani menatap mata
Kyung Soo karena ia yakin Kyung Soo akan marah
padanya.
“Permohonan apa?” Kyung Soo berujar dan
memfokuskan
pandangannya pada Eun Soo.
“Dia bilang dia ingin menjagamu. Aku rasa terlalu
terlambat untuk gadis itu menyadari kesalahannya.
Seharusnya dari awal dia tidak usah melakukan hal bodoh
ini, tentu semua tidak akan seperti ini. Benarkan apa yang
kukatakan? Kalau saja gadis itu tetap bersama Joon
128
Myeon oppa dan tidak mengganggu kau dan Yumi, pasti
juga tidak akan seperti ini.”
Yumi langsung terperanjat. Eun Soo mengatakan
hal itu tanpa sadar dan diluar kendalinya. Yumi menunduk
canggung, ia merasa sangat malu. Sedangkan Kyung Soo
sempat menatap gadis yang duduk disampingnya
kemudian mengembalikan pandangannya pada Eun Soo.
Baekhyun hanya tersenyum janggal menatapi Eun Soo.
“Apa yang kau katakan, Do Eun Soo.” pekik
Yumi dan melirik kesal pada gadis itu.
“Apa? Memangnya apa yang aku katakan?” Eun
Soo bingung dengan sendirinya. Kyung Soo mengumpat
bodoh pada adiknya kemudian memukul kening gadis
yang ada didepannya.
**
“Oppa? Ghamsahamida. Ini semua berkat
bantuanmu. Aku sangat senang. Aku tidak pernah tau jika
aku bisa melaluinya dengan baik. Sekali lagi terimakasih
banyak.” Eun Soo membungkukkan tubuhnya. Ia
tersenyum lebar dan sangat berterimakasih kepada seorang
namja yang memberinya bantuan. Ia datang seperti
malaikat dan memberi Eun Soo sesuatu yang sangat ia
butuhkan.
Joon Myeon tersenyum. Ia menutup buku yang
ada didepannya. Jam sekolah sudah berakhir 10 menit
yang lalu. Dan dengan percaya diri Eun Soo datang
kekelas Joon Myeon hanya untuk mengucapkan
terimakasih karena sudah mendapatkan pertolongan
darinya. Ini akan menjadi berita baik sesampainya
dirumah nanti dan yang pasti eomma dan appa akan
mendapatkan kejutan yang tak pernah mereka kira.
129
Joon Myeon berdiri dari duduknya. Ia berjalan
mendekat pada Eun Soo yang berdiri disamping
bangkunya dengan tatapan terfokus pada mata gadis itu.
Eun Soo menjadi gugup, ia tersenyum aneh dan selangkah
memundurkan kakinya. Dengan santai Joon Myeon
meraih tubuh gadis itu jatuh kedalam pelukannya. Kedua
tangannya melingkar rapat pada tubuh Eun Soo.
Kedua mata Eun Soo semakin melebar. Degupan
jantungnya terdengar jelas sampai ketelinganya. Rasanya
syaraf-syaraf ditubuhnya berhenti beraktifitas detik itu
juga. Nafasnya tersengal. Ia kesulitan untuk menelan
ludahnya sendiri. Degupan jantungnya semakin cepat
ketika Joon Myeon menaruh jemarinya menyisir helaian
rambutnya. Kelas saat itu sudah sangat sepi. hanya tinggal
mereka berdua disana. Eun Soo masih terdiam membisu
dan sulit mengeluarkan kata-kata dari kerongkongannya
yang tiba-tiba mengering.
“Chukkaeyo.” Bisik Joon Myeon tepat ditelinga
kiri Eun Soo. Eun Soo menelan ludah dengan susah
payah.
Kyung Soo dan Yumi menghentikan langkahnya.
Mereka berdua langsung bersembunyi dibalik dinding dan
melongokkan kepala kedalam pintu. Yumi menunduk dan
menunjukkan sebelah matanya kedalam kelas, begitu juga
dengan Kyung Soo yang berdiri diatasnya hanya
menunjukkan separuh wajahnya. Kyung Soo mengernyit.
“Apa yang mereka lakukan?” Desis Kyung Soo
pelan. Yumi mendongak dan menggelengkan kepalanya.
Kemudian ia kembali melihat apa yang terjadi didalam
ruangan hampa penghuni itu.
130
Joon Myeon semakin mengeratkan pelukannya. Ia
mendekap tubuh gadis itu dan membuatnya kesulitan
bernafas. Yumi terbelalak. Ia menatap Kyung Soo panik.
“Kyung Soo-ya, apa kau akan membiarkan
mereka tetap seperti itu? Dia bisa mati,” gumam Yumi
khawatir. Ia melihat Eun Soo menjinjitkan kakinya karena
tertarik oleh pelukan Joon Myeon.
“Memangnya apa yang bisa kita lakukan. Aku
yakin Eun Soo juga sedang menikmatinya. Sudahlah, kita
ketempat Parkir saja. Untuk apa kita menjadi penonton
seperti ini. Ini bukan drama.” Kyung Soo menarik tangan
Yumi dan membawanya pergi.
“Eh? Tapi.. tapi...” Yumi sesekali masih mencoba
mengintip kejadian yang ada didalam ruangan itu.
Eun Soo sama sekali tidak membalas pelukan
Joon Myeon. Ia hanya terdiam dan ruangan itu semakin
hening. Joon Myeon tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia
melihat sosok Cho Narri dalam diri Eun Soo. Seperti saat
gadis itu dengan girang mengucapkan terimakasih
padanya.
“Oppa, aku tidak bisa bernafas,” ujar Eun Soo
lirih. Joon Myeon melonggarkan pelukannya dan enggan
melepas kedua tangannya dari tubuh Eun Soo. Kemudian
ia tertawa kecil dan terus mendekap gadis itu.
“Kau sedang ada masalah?” Ucap Eun Soo
kemudian. Kedua tangannya kini menahan tubuh Joon
Myeon. Ia berusaha melepas pelukan itu.
“Jangan menghindar. Aku mohon.”
Eun Soo kembali diam. Ia menurunkan kedua
tangannya. Hatinya tiba-tiba menjadi kalut. Ketakutan
131
yang selama ini ia khawatirkan datang. Ia takut jika harus
kembali mencintai Joon Myeon, ia takut perasaannya
semakin kacau. Ia masih punya janji dengan Chanyeol dan
tidak mungkin membuat pria itu semakin lama menunggu.
Sedangkan Kai, Eun Soo masih punya hutang untuk
menyembuhkan ingatan Kai.
**
Yumi memandagi punggung namja yang sedang
membawanya
pergi. Ia membiarkan dirinya terseret tanpa
pemberontakan sama sekali. Tangan kanannya masih
dipegang erat oleh Kyung Soo. Mereka berdua berjalan
menyusuri halaman sekolah yang tinggal beberapa anak
manusia saja. Yumi tersenyum, ia tidak pernah menyentuh
Kyung Soo sekalipun. Tapi kali ini ia bisa merasakan
dengan nyata sentuhan yang begitu lembut dari namja
yang sudah membuat hatinya gelisah selama ini.
Kyung Soo menatap lurus jalan yang ada di
depannya. Ia tidak berani menoleh kebelakang atau akan
menghancurkan adegan yang selama ini ia nantikan.
Langkahnya ia buat selambat mungkin agar waktu bisa ia
kendalikan dengan baik. Hatinya cukup bahagia, tapi
Kyung Soo harus ingat konsekuensinya. Ia tidak boleh
bahagia berlebih. Dan Kyung Soo tidak bisa
menyembunyikan perasaan ini, detak jantungnya terasa
semakin cepat. Ia menghela nafas dan berusaha
mengendalikan emosi yang berlonjak-lonjak dihatinya.
Dari kejauhan Baekhyun mendapati kedua
sahabatnya sedang bergandengan tangan dan seperti akan
menuju ketempatnya berdiri. Ia sudah menunggu ditempat
Parkir. Baekhyun tersenyum miring. Ada sesuatu yang
serasa menusuk hatinya. Bukan bahagia, tapi sebuah luka.
132
Baekhyun akan tetap dengan baik menyembunyikan
perasaannya, ia tidak akan membuat Kyung Soo kecewa
dan tidak akan melukai hati orang yang sudah bersikap
sangat baik padanya.
Baekhyun berteriak sembari melambaikan tangan.
Hanya tinggal sepeda mereka berdua yang ada diparkiran.
Langkah Kyung Soo semakin dekat. kemudian Kyung
Soo menoleh kebelakang seraya melempar senyum dan
perlahan melepas tangannya dari tangan Yumi. Yumi
membalas senyuman Kyung Soo. Ia mengenggam
tangannya sendiri. Dan berjalan dibelakang Kyung Soo
menuju Baekhyun.
“Mana Eun Soo?” Baekhyun mencari keberadaan
Eun Soo.
“Dia masih ada urusan. Kita tunggu sebentar
lagi,” jelas Kyung
Soo sembari duduk diatas sepedanya.
“Um, kali ini biarkan aku saja yang membonceng
Eun Soo. Sudah lama aku ingin membuatnya berteriak
karena tidak mengerem sepeda.” Baekhyun tertawa lebar.
Sama sekali tidak terlihat guratan kesedihan diwajahnya.
Kyung Soo dan Yumi hanya tertawa.
Sementara Eun Soo yang masih menjadi korban
kepedihan hati Joon Myeon. Gadis itu masih membiarkan
Joon Myeon memeluknya sampai hati namja itu menjadi
tenang.
“Eun Soo-ah. Katakan kalau kau mencintaiku?”
Ujar Joon Myeon lirih. Eun Soo tersentak. “Aku tau kau
sudah tak mencintaiku, tapi aku ingin mendengarmu
mengatakan itu.”
133
Eun Soo mengatupkan bibirnya rapat. Tiba-tiba
saja kedua matanya mendapati siluet senyuman Chanyeol,
namja itu berdiri dan tersenyum dengan membuka
lengannya lebar. Hati Eun Soo terasa sesak. “Mianhae,
oppa. Aku tidak bisa.”
“Jebal. sharanghae”
“Aniyo. Aku tidak bisa mengatakannya.” Eun Soo
mendorong tubuh Joon Myeon. Joon Myeon menabrak
bangku yang ada dibelakangnya. Eun Soo menatapnya
tajam, nafasnya menjadi tidak stabil. “Aku mencintainya.
Bukan mencintaimu!” kemudian ia berlari sekuat
tenaganya meninggalkan kelas itu.
Joon Myeon merosot kelantai. Ia menertawai
dirinya sendiri. Tapi kemudian air mata mengalir di
pipinya.
**
Kai terdiam diatas ranjangnya. Ia memainkan
selang infuse yang tertancap di tangan kirinya. Kemudian
memperhatikan pintu yang tak ada tanda-tanda seorang
akan masuk. Biasanya Kai akan tidur dan bangun saat Eun
Soo datang, tapi rupanya Eun Soo melupakan janjinya
untuk datang menjenguknya.
“Kau mau tidur? Akan kurapikan selimutmu,
berbaringlah. Kau sudah terlalu lama duduk.” Jae In
meraih selimut Kai. Kai hanya memandangnya datar. Ia
masih menatap asing pada Jae In dan tidak berusaha
mengingat kakak perempuannya itu.
“Aku akan tidur nanti,” jawab Kai dan matanya
masih terfokus pada pintu.
134
“Kau menunggunya? Sepertinya hari ini dia tidak
datang, mungkin dia sedang sibuk.” Tukas Jae in dan
berusaha membantu Kai berbaring. Tapi Kai menepis
tangan Jae In yang menyentuh pundaknya.
Jae In terkejut. Kedua matanya melebar dan
menatap wajah adiknya yang kesal. “Jangan
menyentuhku,” ucap Kai tegas. Kai membaringkan
tubuhnya sendiri dan meraih selimut untuk membungkus
tubuhnya.
“Saengi, apa kau benar-benar melupakan aku. Kau
tidak ingat padaku? Aku kakakmu, sejak kecil kita selalu
bersama-sama. Apa sedikitpun aku tidak ada dalam
ingatanmu.” Jae In memandangi punggung Kai karena Kai
membelakanginya.
**
Kyung Soo dengan sengaja menjatuhkan sebelah
earphone-nya. Ia mengayuh sepedanya dengan sangat
tenang. Dibelakang punggungnya ada seorang gadis yang
duduk sembari berpegangan pada pinggangnya.
Sedangkan Baekhyun dan Eun Soo yang dengan riang
menyusuri jalan itu dengan bernyanyi dan mengayuh
sepedanya dengan semangat. Mereka berdua melantunkan
lagu anak-anak semasa kecil mereka, tiga ekor beruang.
“Mendengar suara mereka hanya akan membuat
telingamu sakit. Jadi pakai saja earphone ini.” Ujar Kyung
Soo sembari melepar sebelah earphone-nya kearah
belakang. Yumi meraihnya dan memasang earphone itu
ditelinga kanannya.
135
“Appa kom, eomma kom, aegi kom.19” Yumi
tertawa kecil, tetap saja suara Baekhyun dan Eun Soo bisa
ia dengar dengan sangat jelas walaupun Kyung Soo sudah
menaikkan volume mp3-nya.
“Kurasa sama saja,” gumam Yumi sembari
menepuk pelan bahu Kyung Soo. Kyung Soo tersenyum
miring. Ia mempercepat kayuhan sepedanya agar dapat
menjajari sepeda Baekhyun dan Eun Soo.
“Ya? Apa kalian tidak bisa berhenti bernyanyi.
Kalian hanya membuat polusi suara.” Ketus Kyung Soo.
Baekhyun dan Eun Soo melengos. Mereka langsung
menaikkan volume suara mereka masing-masing.
“Baekhyun, percepat saja mengayuhnya. Biar
Kyung Soo tidak bisa menyusul kita.” Bisik Eun Soo.
Setelah itu ia menoleh kebelakang. Disana Kyung Soo
sedang berusaha menyusulnya. Dengan wajah yang penuh
dengan pikiran nakal, Eun Soo menjulurkan lidahnya pada
Kyung Soo dan meledeknya berkali-kali karena tidak
berhasil menyusulnya.
“Akhirnya sampai juga.” Baekhyun menghentikan
sepedanya. Kini mereka berempat sudah sampai didepan
rumah Yumi dan menurunkan gadis itu dari boncengan
Kyung Soo.
“Terimakasih atas tumpangannya,” ujar Yumi
sembari menundukkan kepalanya. Ia tersenyum penuh arti
pada Kyung Soo. Kyung Soo pun membalas senyuman
itu, tanpa mereka sadari Baekhyun memperhatikan mereka
19 Appa kom, eomma kom, aegi kom = ayah beruang, ibu beruang dan anak beruang.
136
dan tersenyum perih. Kemudian mereka bertiga berlalu
untuk masuk ke rumah.
**
“Aku mau yang ini. Karena ini edisi terbaru tapi
sudah satu bulan lebih belum kubaca.” Eun Soo
memandangi buku bersampul biru dengan animasi
kesangannya yang ada ditangannya. Kyung Soo segera
mengikat kembali kantung itu rapat-rapat setelah adik
perempuannya menangih satu buah komik yang ia
janjikan akan kembali.
“Kalau begitu cepat keluar dari kamarku.”
Ekspresi Kyung Soo tampak datar. Eun Soo mendengus
sembari berdiri.
“Aku akan dapatkan nilai seratus dalam bahasa
inggris, tapi dengan satu syarat?” Eun Soo mengangkat
jari telunjuknya.
“mwo?” tanya Kyung Soo dengan malas yang
sebenarnya tidak ingin tau syarat itu.
“Kembalikan semua komikku? Otte?” Eun Soo
terlihat sangat serius. Kyung Soo memutar bola matanya.
“Baiklah, terserah kau saja,” jawabnya dan
dengan segera mendorong tubuh Eun Soo kearah pintu.
“Aku bisa jalan sendiri.” Eun Soo memberontak.
Dengan cepat tangannya memukulkan buku komik itu
tepat dikening Kyung Soo.
“Aw!” Kyung Soo mengelus keningnya karena
benar-benar sakit.
“Rasakan! Ini hukuman untukmu Do Kyung Soo.”
Dan tak lama dari itu Eun Soo menghilang dibalik pintu.
137
Ia berlari kecil menuruni tangga. Siap memamerkan nilai
terbaiknya pada eomma.
“Chajan!!” Eun Soo sudah membuka lebar
lembaran itu didepan wajah eomma. Baekhyun yang
berada disamping eomma hanya tersenyum dan terus
menikmati camilannya.
“Apa ini?” eomma meraih lembaran itu dan
memcoba membacanya. Kedua matanya melebar,
kemudian tersungging sebuah senyuman dibibir eomma.
Ia bernafas lega dan menatap putrinya itu penuh arti.
“Eomma senang sekali. Sebagai hadiahnya kau
mau makan apa malam ini?”
Eun Soo berfikir sejenak. Ia menatap Baekhyun
dan melihat sebuah isyarat dari mata dan bibir Baekhyun.
Setelah cukup lama mencerna bahasa aneh yang
Baekhyun berikan, akhirnya Eun Soo mengerti.
“Bagaimana kalau kita makan diluar? Aku mau
makan di restoran keluarga dan merayakan hari bahagia
ini bersama-sama,” ucapnya dengan girang dan penuh
permohonan. Baekhyun bersorak semangat menyetujui
keinginan Eun Soo.
Eomma menggeleng-gelengkan kepalanya
sembari menatap kedua buah hatinya. Eun Soo mulai
kecewa. “Jebal, eomma?” pintanya dengan merengek.
Kemudian eomma tersenyum dan mengangguk. Tapi
bagaimanapun juga eomma harus meminta izin dulu
kepada appa.
Kyung Soo mengernyitkan keningnya. Kepalanya
menunduk dan menatap suasana yang ada dibawah tangga
dengan sembunyi-sembunyi. “Iks, ini tidak adil. setiap aku
138
mendapat nilai bagus, mereka tidak pernah memberiku
hadiah.” Umpatnya dalam hati.
Kyung Soo menuruni tangga dan setelahnya
sampai diruang tengah, ia duduk disamping Eun Soo
sembari meraih remote yang tergeletak diatas meja.
Jemarinya dengan santai menekan tombol untuk
mengganti channel yang sedari tadi mereka tonton. Jam 4
sore adalah jadwal untuk tayang „pororo‟ distasiun tv
anak-anak. Sedangkan Baekhyun dan Eun Soo sudah
menantikan drama yang hampir setengah jam mereka
tunggu, Summer Scent. Walaupun drama tersebut sudah
berkali-kali diputar di salah satu channel tv, tapi Eun Soo
tidak bosan-bosannya menonton drama yang mengisahkan
percintaan yang sulit itu.
“Hey!” Kedua mata Eun Soo dan Baekhyun
melotot setelah sadar bahwa adegan romantic yang
mereka tonton berubah menjadi pororo melompat dari
rumah es-nya.
Kyung Soo tergelak melihat aksi lucu yang ada
didepannya. Pororo dan Krong sedang berkejar-kejaran
merebutkan sesuatu. Baekhyun dan Eun Soo melirik
kearah Kyung Soo. Tapi namja itu sama sekali tidak
memperdulikannya. Ia masih terfokus dengan animasi
yang diputar setiap jam 4 sore itu.
“Hahaha, lucu sekali. Lucu sekali,” ujar Kyung
Soo sembari menahan perutnya geli. Eun Soo mendengus,
Baekhyun mengerucutkan bibirnya. Jika remote tv mereka
sudah berada ditangan Kyung Soo, maka hanya ada
sedikit kesempatan untuk mereka bisa mendapatkannya
kembali.
139
“Setelah iklan kau harus segera menganti ke
channel yang tadi.” Gerutu Baekhyun. Episode kali ini
sangat ia nantikan.
“Yang mana?” Tanya Kyung Soo tanpa ekspresi.
“Ke TvN20, Do Kyung Soo!” Teriak Baekhyun
dan Eun Soo bebarengan. Mereka berdua sudah hampir
meledak-ledak kesal.
Kyung Soo bergidik. Tapi kemudian ia kembali
keposisi semula dan menuruti permintaan kedua
saudaranya. Mengikuti setiap adegan yang menurut
Kyung Soo sangat membosankan, bagi Kyung Soo
dimana-mana serial drama pasti akan menunjukkan inti
cerita yang sama. Berkelit-kelit dan dibuat se-dramatis
mungkin. Dan Kyung Soo lebih baik menonton film
horror ataupun kolosal yang membosankan dibanding
dengan serial drama yang hanya dipenuhi dengan
kesedihan. Baginya, kisah hidupnya sudah sangat
menyedihkan.
“Eun Soo-ah, hari ini kau tidak menemui Kai?”
Kyung Soo membuyarkan imajinasi adiknya yang hampir
sama persis dengan drama yang sedang ia tonton. Eun Soo
mengerjapkan kedua matanya, ia melupakan sesuatu. Ia
berjanji akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Kai
sepulang sekolah, tapi Eun Soo lupa dengan hal itu. Dan ia
tidak tau bahwa namja itu sangat menantikan
kedatangannya sejak ia bangun dari tidur malam.
“Eomma, makan bersamanya lain kali saja. Aku
lupa jika mempunyai janji dengan seseorang. Aku akan
20 TvN = salah satu nama Channel Tv di Korea. Biasanya menayangkan berbagai drama.
140
kembali setelah jam makan malam tiba.” Mendengar hal
itu Baekhyun merengut kecewa. Eun Soo tergesa
menuruni tangga dan berlari keluar rumah. Kyung Soo
memperhatikannya.
“Kau tidak ingin kami menemanimu?” teriak
Kyung Soo dan menghentikan langkah Eun Soo. Ia
menoleh kearah Kyung Soo, Baekhyun langsung
mengangkat tubuhnya.
“Yah, tidak baik jika kau pergi sendirian. Biarkan
kami pergi bersamamu,” sambung Baekhyun. Eun Soo
tergopoh panik, kemudian ia memperhatikan jam digital
yang melingkari tangannya. Sudah hampir jam 5 sore.
“Ah, kajja!” Ucapnya pasrah dan memberi waktu
untuk kedua lelaki itu mengganti baju.
Eun Soo melempar pandangannya keluar jendela.
Ia tidak bisa tenang. mereka bertiga menaiki bus menuju
rumah sakit. Kyung Soo duduk dengan tenang
disampingnya dan hanya menatap tingkah gelagapan
adiknya dengan ekspresi biasa saja. Menurut Kyung Soo,
gadis itu terlalu berlebihan.
“Jangan terlalu cemas, yang penting kau sudah
meluangkan waktumu untuknya.” Kyung Soo mengelus
bahu Eun Soo pelan. Perjalanan terasa begitu lama bagi
Eun Soo. Dalam keadaan seperti ini, secepat apapun
waktu berlalu tetap saja akan seperti ada jangkar yang
membebaninya.
Eun Soo merasa lega ketika kedua matanya
menangkap tulisan besar yang terpasang didepannya.
Seoul National University Hospital, merupakan rumah
sakit termahal dan mewah yang sekarang menjadi tempat
Kai dirawat.
141
Langkah Eun Soo semakin cepat. Baekhyun dan
Kyung Soo sampai kewalahan menyusul jejak gadis itu.
Baekhyun memegang pundak Kyung Soo. Kyung Soo
sedang membungkuk sembari bersangga pada lututnya
karena kelelahan berlari dan hampir kehabisan nafas.
“Kau lelah? Biarkan saja Eun Soo sampai duluan,
kita akan menyusulnya. Sekarang lebih baik kita mencari
tempat duduk dulu.” Baekhyun memegangi lengan Kyung
Soo dan membawanya ketempat duduk yang ada
didekatnya, kebetulan tempat itu sedang kosong.
Tangan kanan Eun Soo menyambar knop pintu
dan membukanya dengan terburu. Ia sudah berhasil masuk
kedalam kamar Kai. Pandangannya mendapati tubuh
namja berkulit „tan‟ itu terlelap diatas ranjangnya. Terlihat
begitu lemah. Eun Soo berjalan mendatanginya. Ia
menyentuh pelan tangan kanan Kai.
“Mianhae, aku lupa dengan janjiku,” gumam Eun
Soo penuh penyesalan dalam hatinya. Kai menunggunya
sampai benar-benar tertidur.
“Kenapa kau lakukan ini padanya?”
Eun Soo tersentak. Tubuhnya seketika mengejang
saat mendengar teriakan itu. Dengan cepat Eun Soo
membalikkan tubuhnya dan tanpa sadar melepas
genggaman tangannya dari Kai. Kedua mata bulatnya
langsung tertunduk saat Jae In menunjukkan amarah yang
berkobar-kobar dari mata hitam itu. Nafas Jae In
tersenggal, gadis itu berjalan mendekat kearah Eun Soo. Ia
ingin sekali melampiaskan amarahnya pada Eun Soo.
“Dari tadi adikku menunggumu! Ia tidak mau
makan dan tidak mau kubantu melakukan apapun! Yang
ada dipikirannya hanyalah dirimu, tapi kenapa kau
142
membuatnya menunggu lama, huh?” Jae in berusaha
mengatur nafasnya. Ia juga tidak ingin menganggu
aktifitas Kai karena namja itu baru saja bisa tidur.
“Kau tidak hanya menyakiti adikku, tapi kau juga
menyakitiku! Apa yang kau lakukan padanya sampai
membuatnya seperti ini? Kenapa diingatan adikku
hanyalah dirimu! Seberarti apa dirimu bagi adikku?
Kenapa kau membuatnya sampai seperti ini? Apa kau
membuatnya sakit hati? Kau mencampahkannya? Katakan
padaku!” Teriakan terakhirnya berhasil keluar begitu saja
tanpa tertahan.
“Mianhae, eonni. Jeongmal mianhae.” Ucap Eun
Soo lirih. Tubuhnya seketika bergetar ketakutan.
“Apa kau pikir hanya dengan meminta maaf bisa
mengembalikan ingatan adikku dengan cepat! Lebih baik
kau jangan lagi datang kemari. Kau hanya membuatnya
semakin buruk. Kai tidak membutuhkanmu.” Jae In mulai
terengah-engah. Ada gejolak menyakitkan dihatinya.
“Um, aku akan berusaha. Aku akan membantunya
semampuku, beri aku kesempatan untuk
memperbaikinya.”
Plak.
Eun Soo merosot kelantai. Ia berpegangan pada
meja yang hampir saja ia tabrak. Sangking kerasnya
tamparan Jae In membuatnya terjatuh dan membuat Kai
terganggu. Kyung Soo dan Baekhyun terbelalak hebat saat
menyaksikan adiknya jatuh karena tamparan kakak Kai.
Mereka baru saja memasuki kamar Kai, tapi sedang terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan didalam ruangan itu.
“Nuna!” tanpa sadar Kyung Soo meneriaki Jae In.
Kai terbangun dari tidurnya. Ia menatap seseorang yang
143
berdiri disamping ranjangnya, kemudian beralih pada
seorang gadis yang tidak ia tau apa sebabnya sampai
membuat gadis itu terduduk diatas lantai sembari
memegangi pipi kirinya.
Kemudian terdengar isakan kecil dari Eun Soo.
Rasanya benar-benar sakit, bahkan lebih sakit dari
pukulan balok kayu. Baekhyun dan Kyung Soo menatap
kesal pada Jae In, mereka berdua mempercepat
langkahnya dan segera meraih tubuh Eun Soo.
“Kenapa kau menampar adikku?” Kyung Soo
menatap Jae In tajam. Kedua manik hitam itu
menunjukkan amarah yang begitu dalam. Pukulan itu ikut
terasa sakit dalam hatinya. Membuatnya ikut merasa
tersiksa saat melihat Eun Soo terjatuh.
Kai tersentak. Ia dengan nekat bangun dari
ranjangnya. Melihat Jae In yang dengan siap seperti akan
menampar Kyung Soo juga.
“Hentikan!” Kai berteriak setelah ia berhasil
duduk walaupun terasa menyiksa pinggangnya yang
belum sembuh total. “Apa yang kau lakukan? kenapa kau
melakukan itu pada gadisku!”
Jae In terkesiap. Ia menatap wajah adiknya
dengan nanar dan mata yang mulai memanas. Bahkan Kai
membentaknya karena Eun Soo. Eun Soo tertunduk, ia
menyeka air matanya dengan bantuan Baekhyun yang
berada disampingnya dan menjaganya dalam pelukannya.
“Nan gwenchana21.” Ucap Eun Soo lirih. Ia
menatap wajah Kai dengan segaris senyuman yang terlihat
21 Nan Gwenchana = aku baik-baik saja.
144
begitu menyakitkan. Tatapan Kai berubah sendu, terlihat
dengan jelas sebuah luka memar pada pipi kiri Eun Soo.
“Lebih baik kita pulang sekarang,” ucap Kyung
Soo sembari meraih tangan Eun Soo dan menyeret gadis
itu menuju pintu. Baekhyun mengikuti mereka dan
melempar tatapan sinis saat melintas didepan Jae In.
“Kajima! Jebal.” Teriakan itu membuat langkah
tiga makhluk yang akan mendekati pintu terhenti.
Eun Soo menoleh. Kemudian menatap Kyung
Soo, sedangkan Kyung Soo masih terfokus menatap lurus
yang ada didepannya. Beberapa saat kemudian Kyung Soo
menggelengkan kepalanya dan kembali menarik Eun Soo
untuk ikut pergi bersamanya.
Mereka bertiga terdiam membisu didalam bus saat
perjalanan pulang. Ini sudah hampir jam 7 malam, mereka
harus sampai dirumah sebelum jam makan malam
dimulai. Kyung Soo dan Baekhyun terdiam, pandangan
mereka lurus kedepan walaupun tampak jelas
mengambang. Tidak ada yang mereka lihat. Sedangkan
Eun Soo menatap keluar jendela sembari menahan perih
yang ada dipipi kirinya. Tamparan itu membuat pipinya
sedikit lebam kemerahan. Ia memandangi ramainya
jalanan Seoul, seperti ada sesuatu yang tertinggal. Hatinya
masih tertinggal dirumah sakit.
Mereka sampai dirumah pukul 20.00 pm waktu
Seoul, tepat jam makan malam. Taxi yang mereka
tumpangi berlalu pergi. Tetapi Eun Soo masih terdiam
didepan gerbang rumahnya. Kyung Soo yang berniat akan
masuk mejadi terhenti. Ia menatap Eun Soo dan
memegang lengan gadis itu, kemudian menarik tubuhnya
agar menghadap pada dirinya.
145
“Kau masih memikirkannya? Seharusnya dia
berterimakasih padamu karena kau mau membantu
pemulihan adiknya, bukan malah memberimu hadiah
sebuah tamparan seperti itu.” Kyung Soo mengomel kesal.
Eun Soo hanya meliriknya kemudian berjalan masuk
melintasi gerbang.
“Huh!” Decak Kyung Soo dan ikut berjalan
mengekori Eun Soo.
“Kalian sudah datang?” Sambut eomma dan ia
sibuk menata makanan diatas meja makan. Ketiga buah
hatinya terlihat lesu. “Waeyo? Kalian kenapa?” eomma
menatapi satu persatu wajah buah hatinya yang masing-
masing menutup bibirnya rapat.
“Eun Soo-ah? Ada apa dengan wajahmu, huh?”
tanya eomma
setelah menyadari ada luka lebam dipipi kiri putrinya.
Eun Soo segera menutupi pipinya dengan tangan.
Ia tersenyum dan mencoba menyembunyikan rasa
sakitnya. “Gwenchana eomma. Tadi aku sempat terjatuh,”
elaknya dan segera mengalihkan perhatian ibunya dengan
melihat masakan yang ada dimeja.
“Rasanya pasti sakit, bagaimana bisa kau sampai
terjatuh? Kyung Soo, Baekhyun? Kenapa kalian tidak bisa
menjaga adik kalian dengan baik, huh? Kemana saja
kalian berdua sampai membiarkan Eun Soo terjatuh.”
Kyung Soo dan Baekhyun melongo. Mereka
gelagapan mencari alasan. Eun Soo tertunduk dan yakin
bahwa Kyung Soo sudah melototkan kedua matanya
padanya.
146
“Uri, um.. uri22..” Baekhyun benar-benar
kehilangan alasan.
“Karena Eun Soo berlari, kakinya terpeleset tanpa
sepengetahuan kami. Karena kami tidak bisa
mengejarnya.” Kyung Soo menoleh kearah Eun Soo dan
Eun Soo hanya mengangguk.
“Kenapa sampai seperti itu. Untuk apa kau berlari.
Cepat makan, setelah itu eomma siapkan air panas untuk
mengompres lukamu. Dan kalian berdua cepat mandi.”
“Nde eomma.”
**
“Chanyeol-ssi? Apa benar Kai berpacaran dengan
gadis itu? Gadis kembar itu?” Jae In sedang berbicara
dengan Chanyeol melalui telepon.
“Aniyo. Dia gadisku! adikmu yang merebutnya
dariku.” Chanyeol langsung terbangun dari ranjangnya.
“Jeongmal? Kalau begitu jauhkan gadis itu dari
Kai.”
“Huh?”
“Jika dia memang gadismu, kenapa kau
membiarkannya dekat dengan adikku?”
Chanyeol tidak membalas ucapan Jae In.
“Yoboseyo? kalo masih mendengarku, „kan? Aku
harap kau bisa melakukannya dengan baik. jangan sampai
Kai dekat dengan gadis itu.”
22 Uri = kami
147
“Huh.” Chanyeol tertawa kecil. “Kau tidak ingin
adikmu cepat sembuh, huh?”
“Ya! tapi tidak dengan gadis seperti dia! Aku
tidak menyukainya.”
“Apa alasanmu membenci Eun Soo. Dia gadis
yang baik. Kau tidak mengenalnya jadi jangan seenak
jidatmu mengatakan tentang Eun Soo.”
Jae In menjauhkan ponsel Kai dari telingannya
karena teriak Chanyeol sangat keras. Kemudian
menempelkan kembali pada telinganya setelah Chanyeol
meredam.
“Baiklah, terserah kau saja asalkan gadismu itu
menjauh dari adikku.”
Jae In menekan layar ponsel milik Kai dan
mengakhiri telponnya begitu saja. kemudian ia meraih
ponselnya sendiri dan mengirim beberapa fotonya pada
ponsel Kai.
Jae In berjalan masuk kedalam kamar Kai. Namja
itu terdiam diatas ranjangnya dan belum menyentuh
makanan yang ada diatas meja, tepat dimeja kecil yang
ada dihadapannya. Jae In menyodorkan ponsel itu pada
Kai.
“Gomawo23
,” ucap Jae In seraya tersenyum. Ia
memandangi makanan yang ada didepan adiknya. “Kau
belum memakannya? Apa mau kusuapi saja?”
Kai berdecih dan melempar tatapannya ketempat
lain. Kemudian ia melipat kedua tangannya didepan dada
setelah meletakkan ponselnya diatas meja.
23 Gomawo = terimakasih (pengucapan secara informal)
148
“Jika kau terus seperti ini? Bagaimana kau bisa
mengingatku kembali. Aku ini kakakmu? Kita selalu
bersama sejak kecil.”
“Aku tidak punya seorang kakak sejahat dirimu,”
ucap Kai tanpa menoleh. Jae In menatapnya kesal. Ia
mengatur nafasnya yang mulai tidak stabil.
“Kim Jong In! Karena aku begitu menyayangimu
sampai membuatku seperti ini.” Jae In berusaha
menyentuh pipi Kai tapi dengan kasar Kai menepisnya.
“Apa aku masih punya orang tua?” tanya Kai
dengan menatap tajam mata Jae In.
“Gaure. Kita masih punya orang tua lengkap.”
“Lalu dimana mereka? Kenapa aku tidak
melihatnya sama sekali.”
Jae In menghela nafas, kemudian menatap kedua
mata adiknya lagi. “Mereka sangat sibuk, itulah sebabnya
mereka tidak bisa menjengukmu.”
“Walaupun disaat putra mereka sakit seperti ini?
Orang tua macam apa itu?” Kai tersenyum miring. Ia
meraih ponselnya dan menyentuh layar ponsel itu.
Keningnya saling terpaut ketika melihat fotonya bersama
dengan seseorang, yang tak lain adalah Jae In. Foto itu
diambil saat Kai tertidur dan disampingnya Jae In sedang
tersenyum lebar.
“Huh?” Kai melirik kearah Jae In yang masih
terdiam disampingnya. Gadis itu tersenyum. Dengan cepat
Kai menghapus foto itu dan mengantongi ponselnya. “Aku
sedang tidak lapar, jadi tolong ambil meja ini dari tempat
tidurku.”
149
“Tapi kau belum makan apa-apa dari pagi.” Ucap
Jae In khawatir.
“Siapa yang peduli dengan hal itu.”
**
Sehun berlari-lari kecil mengitari rumahnya. Ia
membolos kuliah hari ini karena tidak ada yang
menemaninya pergi ke Universitas. Chanyeol tidak masuk
lagi sedangkan Kai masih dirumah sakit.
Namja yang mengenakan celana diatas lutut dan t-
shirt putih polos itu bersandar pada pintu. Ia menatapi
adiknya yang sibuk berolahraga dipagi yang sangat cerah
ini.
“Sehun-ah?” teriaknya tapi tidak mendapat
respon. Sehun tetap berlari-lari memutari halaman
rumahnya.
“Ya! Sehun-ah!” Teriak Luhan sekali lagi. Kini ia
berjalan mendekat dan menghentikan Sehun sejenak.
Ia berdiri dihadapan Sehun dan membuat Sehun
mengerem kakinya cepat. Sehun kini terduduk diatas
rerumputan karena terpeleset oleh embun sisa semalam.
“Ahhh.” Desah Sehun sembari mengelus
pantatnya karena sakit. Luhan terkekeh dan membantu
adiknya untuk berdiri.
“Apa yang kau lakukan, hyeong.” Pekik Sehun
dan terus memegangi pantatnya.
“Haha, aku tidak pernah melihatmu berpamitan
untuk ke studio? Wae?”
Sehun langsung merubah ekspresinya. “Ah, itu
karena kami sedang libur.”
150
“Libur latihan maksudmu?” tanya Luhan lagi, ia
selalu mengorek-ngorek urusan Sehun sampai jelas. Dan
Sehun adalah orang yang tidak pandai berbohong.
“Nde. sebelum naik keatas panggung kami
beristirahat terlebih dahulu,” ucapnya dengan
mengangguk-anggukan kepalanya. Menunjukkan kesan
bahwa dia berbicara apa adanya.
“Bukankah latihan akan diperketat jika kalian
akan melakukan penampilan pertama?”
Sehun tertegun. Ia menatap wajah licik namja
yang ada dihadapannya. Kemudian menelan ludah dan
memperbaiki pita suaranya. “Ah, um. Band kami itu
berbeda,” balas Sehun kemudian berlalu dari hadapan
Luhan.
Luhan tertawa licik dan berjalan dibelakang
punggung Sehun. Ia tau ada sesuatu yang Sehun
sembunyikan darinya. Sehun juga tidak mungkin
mengatakan kegagalan bandnya kepada Luhan, karena itu
akan membuat harga dirinya terjatuh setelah bersikap
congkak pada kakaknya dan ia akan kehilangan gitar bass
kesayangannya.
“Kau tidak ada kuliah, traktir aku minum bubble
tea.” pinta Luhan sembari meletakkan tangannya pada
bahu Sehun. Tinggi badannya kalah dengan adiknya.
“Aku tidak punya uang. Minta saja pada eomma,”
jawab Sehun malas. Ia membanting tubuhnya diatas sofa
dan mulai melepas satu persatu tali sepatu yang mengikat
kakinya.
“Ck, dasar pelit,” Luhan mencibir dan ikut
menjatuhkan tubuhnya disamping Sehun. Tangannya
meraih remote yang tergeletak di
151
meja dan mulai menekan tombolnya bergantian.
**
Yumi datang menghampiri Eun Soo yang sibuk
membaca sesuatu. Berbeda dari biasanya. Gadis itu
tertawa dengan sangat keras dan focus pada buku yang ia
baca. Ia memperhatikan cover buku yang dipegangi Eun
Soo dengan erat. Kemudian tatapan serius berubah ketika
sadar bahwa yang Eun Soo baca adalah sebuah komik.
“Sejak kapan kau dapatkan komikmu kembali?”
Yumi menarik komik itu dari tangan Eun Soo.
“Sejak Kyung Soo melakukan pengakuan dosa,”
jawab Eun Soo asal dan menarik kembali komiknya.
Yumi mengernyit bingung kemudian ia tersenyum dan
duduk dihadapan Eun Soo setelah membalikkan bangku
yang ada didepan Eun Soo.
Yumi tersenyum. Eun Soo menjadi tidak fokus
pada komiknya. Ia tidak mengangkat kepalanya tapi hanya
menggerakkan kedua matanya menatap gadis yang hari ini
sangat aneh duduk didepannya.
“Kau kenapa?” Eun Soo menatapnya tanpa
ekspresi. Yumi tertawa kecil.
“Aku sangat bahagia,” ucapnya pelan sembari
berbisik kearah Eun Soo.
“Bahagia karena kepergian Cho Narri?” Eun Soo
menyeringai. Kemudian Yumi memukul gemas dahi
sahabatnya itu.
“Kau mau mati juga! Aku bahagia sebelum Cho
Narri bunuh diri. Apa kau pikir aku sekejam itu.”
“Karena Kyung Soo?” tanya Do Eun Soo sembari
menengadahkan tangannya.
152
“Em.” Yumi mengangguk malu. Wajahnya tiba-
tiba memanas.
“Sudah kuduga. Apa kau siap menjadi kakak
iparku?” goda
Eun Soo sembari berpura-pura berfikir. “Aku rasa itu
bukan ide yang baik.” Lanjutnya.
“Ah, kau ini.” Sekali lagi Yumi menjitak kening
Eun Soo.
Mereka berdua terus tergelak membayangkan
sesuatu tentang Kyung Soo dan Yumi. Menerka-nerka
masa depan mereka dan membuat jalan hidup sesuai
keinginan mereka.
“Kau sudah dengar gossip tidak?” gadis yang tiba-
tiba saja mendatangi Yumi dan Eun Soo membuat tawa
mereka seketika mereda.
“Apa?” tanya Yumi tidak mengerti.
“Sebaiknya kau segera cari tau. Semoga saja ini
cuma gossip. Aku yakin dia tidak melakukannya.”
“Maksudmu apa?” Eun Soo terlihat tidak sabaran.
“Ah, Cho Narri. Ada yang bilang ia meninggal
karena sebab yang sangat jelas, bukan karena masalah
dalam keluarganya. Ada seseorang yang membuatnya
gantung diri seperti itu. Orang tuanya akan menyuruh
kepala sekolah mengeluarkan anak itu.”
Yumi dan Eun Soo mengernyit bingung. Mereka
berdua bertatapan sejenak dan membiarkan yeoja yang
memberi berita tidak jelas itu berlalu.
153
End Of Chapter 8
154
CHAPTER 9
“Hard Time”
155
“Kyung Soo-ssi, bisa kau ikut denganku?”
panggil seseorang yang entah sejak kapan sudah berdiri
disamping bangku Kyung Soo. Kyung Soo mengalihkan
pandangannya, ada perlu apa sampai ketua osis
memanggilnya. Kemudian Kyung Soo meletakkan pensil
yang hampir setengah jam membantunya mengerjakan
tugas.
Kyung Soo bangkit dari duduknya, kemudian
berjalan mengikuti langkah seseorang yang ada
didepannya. Dia Xiumin, yang menjabat sebagai ketua
osis disekolah Kyung Soo. Entah apa yang membuat
Xiumin harus memanggil Kyung Soo, tapi Xiumin tidak
akan mendatangi seseorang jika tidak ada urusan yang
penting.
Kyung Soo menatap pintu ruang osis sejenak,
kemudian ia melangkah masuk dan duduk setelah
dipersilahkan oleh kepala sekolah. Disana ada staf guru,
kepala sekolah dan dua wali murid yang tidak Kyung Soo
tau wali dari siapa. Selain Xiumin, ada Joon Myeon juga
yang duduk disamping kepala sekolah. Kyung Soo
menjadi cemas. Ada urusan apa sampai ia harus datang
ketempat ini, dan berhadapan dengan kepala sekolah
secara langsung.
Kyung Soo memegangi lututnya dengan gemetar.
Degupan jantungnya semakin terasa cepat.
156
“Kami menemukan buku ini diperpustakaan saat
melakukan evakuasi. Apa kau pernah melihat buku ini
sebelumnya? Apa ini buku milik Cho Narri.” Kepala
sekolah menatapnya tajam. Terlalu mengintimidasi
dengan guratan-guratan penuh curiga kepada Kyung Soo.
Kyung Soo memandangi buku yang memang tak
asing baginya. Buku itu dulu sering ia bawa karena
membantu Cho Narri mengerjakan tugas. Kyung Soo
tertegun, rasanya terlalu sulit meng-iyakan pertanyaan
kepala sekolah. Ia hanya menganggukkan kepalanya
kepada kepala sekolah tanpa mengeluarkan komentar
apapun.
“Coba kau baca halaman terakhir buku itu, ada
sebuah pesan
untukmu,” ujar kepala sekolah dan masih menatap Kyung
Soo dengan tatapan yang kurang menyenangkan.
Kyung Soo tertegun. Ia menatap buku itu dan
sejenak mengalihkan pandangannya kearah dua orang wali
yang memperhatikannya dengan tatapan yang kurang
ramah. Dengan segera Kyung Soo membuka halaman
terakhir buku itu. Hanya ada sebaris kalimat disana,
dengan sebuah tanda tangan kecil yang berakhir bentuk
hati diujungnya. Tapi kalimat itu membuat hati Kyung
Soo menjadi sesak. Hatinya menciut seperti terendam
dalam air raksa. Dengan bibir yang sedikit terbuka karena
terkejut, Kyung Soo menutup kembali buku itu dan
meletakkannya diatas meja. Kyung Soo menunduk
semakin dalam.
“Apa kau yang menyebabkan Cho Narri
mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini? jelaskan
pada kami.” Bentakan kepala sekolah membuat tubuh
157
Kyung Soo mengejang kaget. Nafasnya menjadi tersengal.
Sulit bagi Kyung Soo untuk menjelaskan.
“Na, na..” Kyung Soo memperbaiki suaranya
yang menjadi serak. Tiba-tiba ia merasakan sakit yang
luar biasa pada ulu hatinya. Peluh dingin mulai bercucuran
dan kelihatan jelas mengaliri wajah pucatnya. Tatapannya
menjadi kabur. Keadaan begitu mencekam dan
membuatnya langsung tak sadarkan diri.
“Kyung Soo-ssi?” Teriak penghuni ruangan itu
dengan panik.
**
“Semua itu tidak ada urusannya dengan kakakku.”
Eun Soo berusaha menjelaskan kepada kepala sekolah dan
dua orang wali yang ternyata wali dari Cho Narri.
Sementara Kyung Soo sudah diantar kerumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
“Kau yakin?” tanya kepala sekolah yang masih
tidak percaya dengan ucapan Eun Soo.
“Hwakshirhan mitta24, bukankah kau juga tau
masalah ini?” Eun Soo beralih menatap Joon Myeon yang
masih terdiam disamping kepala sekolah. Joon Myeon
langsung terperanjat. Tatapan mereka beralih pada Joon
Myeon.
“Apa maksudmu?”
“Kau jangan berpura-pura tidak tau, oppa. Kau
yang lebih lama dekat dengan Cho Narri dibandingkan
dengan Kyung Soo, aku yakin kau pasti hafal dengan
semua buku milik Cho Narri. Terlebih lagi kau sering
24 hwakshirhan mitta= sangat yakin sekali
158
mengerjakan tugas bersamanya, „kan?” ungkap Eun Soo
panjang lebar. Joon Myeon seketika kehilangan kata-kata.
Seisi ruangan itu menjadi bingung dan tidak mengerti
maksud dari penuturan Eun Soo.
Eun Soo meraih buku yang tergeletak diatas meja
dan membukanya dengan kasar. Kemudian membuka satu
halaman dan menunjukkannya pada Joon Myeon.
“Bukankah ini tulisanmu?” tanya Eun Soo dan Joon
Myeon tidak bisa mengelak.
“Um. Apa yang sedang kau bicarakan! Dari mana
kau tau kalau itu tulisanku?” Joon Myeon menatap Eun
Soo tajam, ia bangkit dari duduknya dan berdiri menjajari
Eun Soo.
“Huh, lucu sekali. Kau meminjamiku buku
matematika, jelas saja aku hafal dengan tulisanmu, oppa,”
ujar Eun Soo dengan santai. Kemudian ia meletakkan
buku milik Cho Narri kembali diatas meja. “Aku rasa
semua sudah jelas, Kyung Soo oppa tidak ada
hubungannya sama sekali dengan kasus ini. Kalaupun Cho
Narri menulis pesan untuk Kyung Soo, kakakku tidak
membunuh gadis itu. Maaf atas kelancanganku kepala
sekolah. Maaf ahjussi, ahjumma. Aku akan kembali ke
kelas.”
Usai membungkukkan tubuhnya Eun Soo lantas
pergi dari
tempat itu. Seisi ruangan itu masih kebingungan dan tidak
mendapat alasan yang jelas. Tidak ada yang tau jawaban
yang pasti kenapa gadis itu nekat menggantung dirinya,
dan kenapa ia lakukan hal itu disekolah.
159
“Eun Soo-ah, Eun Soo-ah.” Xiumin berlari
mengejar langkah Eun Soo yang semakin cepat.
“Tunggu.”
Eun Soo menghentikan langkahnya dan
membalikkan badan untuk melihat seseorang yang telah
tergesa mengejarnya. Xiumin menarik nafas dalam untuk
mengisi rongga dadanya yang serasa kehilangan udara
karena habis berlari. Kemudian ia menatap Eun Soo
sembari memegangi kedua bahu gadis itu, membuat gadis
itu merasa aneh dengan sikap ketua osis yang sebelumnya
mereka tak pernah bertemu.
“Aku ingin mendengar lebih banyak lagi, tentang
Kyung Soo dan Narri, juga Joon Myeon. Mungkin aku
bisa membantu Kyung Soo menyelesaikan tuduhan ini.”
“Yang jelas Kyung Soo adalah praduga tak
bersalah.”
“Kita bicarakan hal ini dikelasmu.”
Akhirnya mereka berdua berjalan menuju kelas
Eun Soo. Disana Yumi terdiam khawatir. Ia berfikir
kenapa kasus ini sampai berhubungan dengan Kyung Soo.
Semua siswa ribut membicarakan ini.
“Jadi yang menyebabkan kematian Cho Narri
adalah Do Kyung Soo? Kau yakin?”
“Padahal menurutku Kyung Soo itu namja yang
pendiam, „kan?”
“Yah tapi jelas saja. Apa kau tidak tau setelah
dekat dengan presiden Joon Myeon, Kyung Soo berhasil
merebut Cho Narri
160
darinya.”
“Ah, nde. Apa mungkin Kyung Soo sudah
menodai Cho Narri sampai membuatnya frustasi?”
“Ah yang benar saja. Kau jangan mengada-
ngada.”
Eun Soo berdecak kesal. Sepanjang perjalanannya
menuju kelas ia mendengar gadis-gadis itu membicarakan
kakaknya sedangkan kakaknya sekarang sedang dirumah
sakit karena gangguan jantungnya kambuh.
Xiumin yang juga mendengar pembicaraan itu
hanya menatap sinis pada gadis-gadis yang dengan
sengaja membicarakan sesuatu yang belum jelas
kebenarannya saat tau Eun Soo melintas didepan mereka.
“Tapi Kyung Soo sudah tidak berhubungan
dengan gadis itu sebelum gadis itu bunuh diri. Tapi kurasa
Cho Narri mengalami depresi berat karena dia tidak punya
seseorang yang bisa ia manfaatkan lagi. Dan, dia juga
mengatakan padaku sangat mencintai Kyung Soo.”
Begitulah Eun Soo mengakhiri cerita panjangnya. Xiumin
mencoba memahami dan menghubungkan semua kejadian
pasca insiden gantung diri di perpustakaan itu.
“Kurasa memang yang kau katakan benar. Jika
memang Cho Narri mengalami hal buruk dirumahnya,
jelas saja gadis itu mengakhiri hidupnya dirumahnya
sendiri, tapi ia menggantung diri disekolah. Terutama
tempat itu sering ia datangi. Ah, aku mengerti sekarang.”
“Apa?” Eun Soo seketika menatap namja itu
tajam. Yumi juga terlihat sangat antusias untuk mendengar
penjelasan Xiumin.
161
“Apa Kyung Soo menolak cinta Cho Narri?” Eun
Soo berfikir sejenak. Kemudian mengangguk karena
melihat sikap Kyung Soo
beberapa waktu yang lalu terlihat begitu dingin pada Cho
Narri.
“Dia mengatas namakan Kyung Soo dalam
pesannya. Itu berarti dia putus asa karena tidak bisa
mendapatkan cinta Kyung Soo, tapi pesan itu tidak hanya
tertuju pada Kyung Soo.”
Xiumin kembali memutar otaknya. Melihat isi
pesannya yang tertulis „kalian menjauh dariku, kalian
pergi dariku, aku kehilangan segalanya termasuk kau
Kyung Soo‟ . Xiumin menganggukan kepala yakin, ia
mencoba memahami kalimat itu dan mulai mengerti
maksud pesan Cho Narri.
Jika dalam pesan itu tertulis dengan „kalian‟ maka
pesan itu bukan hanya tertuju pada Kyung Soo saja,
melainkan ada beberapa orang yang ia maksud. Bisa Joon
Myeon dan orang-orang yang menjadi bagian hidupnya
disekolah. Itu pertanda banyak orang yang sudah
meninggalkan dirinya. Dan yang terakhir ia menulis
„termasuk kau Kyung Soo‟ itu karena memang Cho Narri
tidak bisa mendapatkan cinta Kyung Soo. Dan sekarang
sudah jelas bahwa kematian gadis itu bukan hanya karena
Kyung Soo, tapi juga karena ada faktor lain yang masih
belum mereka ketahui.
“Akan kujelaskan hal ini kepada kepala sekolah
dan wali Cho Narri. Dan aku akan menginterogasi teman
yang pernah dekat dengan Cho Narri.” Xiumin beranjak
dari duduknya.
162
“Xiumin-ssi. Ghamsahamida.” Eun Soo
menghentikan langkah Xiumin. Namja itu hanya
tersenyum kemudian pergi dari kelas Eun Soo.
“Semoga semuanya tidak menjadi semakin buruk.
Eun Soo-ah, bagaimana dengan keadaan Kyung Soo?”
Yumi merangkul lengan Eun Soo.
Gadis itu juga tidak tau bagaimana keadaan
kakaknya sekarang.
**
Eun Soo, Baekhyun dan Yumi sontak terkejut
melihat sebuah mobil hitam antic itu terparkir di depan
sekolah mereka. Disana berdiri seorang pemilik mobil
yang terlihat sedang menunggu seseorang. Namja itu
memakai kaca mata hitam besar dengan rambut yang
tertata kurang sedikit rapi tapi tidak mengurangi kesan
glamor dan ketampanannya. Ia tersenyum ketika kedua
matanya melihat seorang gadis yang tengah ia tunggu
selama bermenit-menit lamanya. Eun Soo datang
mendekat. Ia mengayuh sepedanya menuju tempat
Chanyeol berdiri.
“Oppa?”
“Chanyeol-ie, anyeong,” sapa Yumi sembari
turun dari boncengan Baekhyun. Sudah lama sekali ia
tidak berjumpa dengan sahabatnya yang berbadan tinggi
itu.
“Anyeong. Kalian mau pergi kemana?” tanya
Chanyeol sembari melepas kaca mata hitamnya.
“Kami akan pergi kerumah sakit,” jawab Eun Soo
seadanya. Chanyeol seketika merubah mimik wajahnya.
163
“Kau akan menjenguk Kai?” tanya Chanyeol
dengan malas.
“Aniyo. tapi Kyung Soo.”
“Kyung Soo?” Chanyeol tidak mengerti.
Kemudian Eun Soo menceritakan kejadian disekolah
sampai membuat penyakit Kyung Soo kambuh. Dan
sampai akhirnya Chanyeol menawarkan diri untuk
mengantar Eun Soo datang kerumah sakit. Sedangkan
Baekhyun dan Yumi harus pulang dengan membawa
sepeda Kyung Soo. Walau sebenarnya Kim Yumi sangat
menginginkan datang kerumah sakit untuk melihat
keadaan Kyung Soo.
Selama perjalanan pulang Yumi mengayuh
sepedanya dengan melamun. Baekhyun bisa menebak
dengan jelas apa yang sedang
dirasakan gadis itu. Ia terus menjajari sepeda yang Yumi
naiki.
Hanya wajah Kyung Soo yang menghiasi dinding
hati Yumi, namja itu tidak bisa ia hilangkan dalam
ingatannya. Walaupun tanpa sadar Kyung Soo sering
membuat hatinya terluka, tapi Kim Yumi sama sekali
tidak membenci Kyung Soo. Walaupun Kyung Soo
bukanlah yang pertama baginya tapi perasaan kali ini
sangat berbeda. Bahkan Yumi pernah berfikir akan dengan
rela mendonorkan jantungnya jika Kyung Soo
membutuhkannya.
Baekhyun menatap sendu wajah Yumi yang
terfokus kedepan menatapi jalanan. Rambut gadis itu
melambai-lambai tertiup angin dan membuat wajah yang
biasanya tertunduk kini terlihat jelas saat rambutnya
tersibak kebelakang. Membuat hati Baekhyun menjadi
164
goyah dengan keputusannya. Ia juga merasakan hal yang
sama sedihnya, ia tidak ingin kehilangan Kyung Soo
karena masalah ini. Ia tidak ingin kehilangan segala
kebahagiaannya bersama keluarga Kyung Soo. Perasaan
cinta bisa kapan saja datang dan pergi tanpa ia sadari.
Eun Soo dan Chanyeol sudah sampai dirumah
sakit. Disana eomma dan appa duduk termenung disofa.
Sampai sekarang Kyung Soo belum sadarkan diri. Hampir
dua jam lebih dokter memberikan bantuan tabung oksigen
pada Kyung Soo dan menormalkan detak jantungnya yang
tidak stabil.
“Semuanya akan baik-baik saja. Aku akan
membantumu menyelesaikannya,” gumam Eun Soo
sembari mengelus pipi Kyung Soo. Wajah kakaknya
sangat pucat.
Chanyeol memperhatikan Eun Soo. Betapa
banyak sekali problema yang menumpuk dihatinya.
Ditambah lagi dengan adanya kasus Kyung Soo di
sekolah, tapi dengan sangat yakin Eun Soo memastikan
bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan
berakhir seperti yang tidak ia harapkan.
“Biarkan dia istirahat.” Chanyeol menyentuh
pundak Eun Soo agar tidak menganggu tidur Kyung Soo.
Kemudian mereka berdua duduk disofa tepat disamping
eomma dan appa.
“Dokter bilang, jika Kyung Soo dalam dua hari
masih belum sadar, maka dia harus segera melakukan
transplantasi jantung,” ucap eomma dengan sendu.
Mendapatkan transplantasi jantung bukanlah hal yang
mudah. tapi appa akan berusaha untuk mencari pendonor,
bagaimanapun mereka tidak ingin kehilangan putra
mereka untuk yang kedua kalinya.
165
Eun Soo menghela nafas. Begitu juga dengan
Chanyeol yang turut merasakan kesedihan keluarga
Kyung Soo. Ini juga sangat berpengaruh pada band milik
Chanyeol. Kyung Soo adalah vocal utama. Tidak mungkin
ia harus kehilangan vokalis yang sudah lama ia cari untuk
bandnya.
**
Baekhyun menatap foto-foto yang terjajar rapi
dimeja belajar Kyung Soo. Beberapa hari yang lalu Kyung
Soo memasang foto masa kecilnya dimeja itu, satu-
satunya kenangan yang masih Baekhyun simpan. Tertata
rapi dengan foto masa kecil mereka berdua.
Baekhyun merasakan kedua matanya mulai
memanas. Dadanya menjadi sesak. Ia menahan air mata
itu dipelupuknya. Kini tangannya memegangi frame yang
terpasang rapi fotonya bersama Kyung Soo.
“Eomma, appa..” teriaknya sembari mengurai
tangis. Dadanya semakin sesak. Ia sangat khawatir dengan
keadaan Kyung Soo. “Kyung Soo-ya!!! Kau harus
sembuh!” tangis Baekhyun semakin pecah.
“Aku tidak akan memaafkanmu jika kau
meninggalkanku begitu saja! Kau tidak boleh pergi. Tidak
boleh.” Baekhyun tertunduk didepan meja belajar Kyung
Soo. Biasanya sepulang sekolah saudara angkatnya akan
sibuk belajar dimeja itu dan tidak bisa diganggu atau
Kyung Soo akan mencoret tangannya dengan bolpoin
yang dipegangnya. Kebiasaan itu menjadi hal yang sangat
ia rindukan.
Bagi Baekhyun tidak ada manusia sebaik Kyung
Soo yang mau berbagi kamar dengannya. Berbagi segala
fasilitasnya dirumah ini. Dia bukan hanya sekedar saudara
166
angkat, kebaikannya melebihi seorang malaikat yang
tersesat di dunia dan bertemu dengannya. Semua yang
Kyung Soo lakukan padanya terlalu baik sampai
Baekhyun tidak bisa membalasnya dengan apapun
didunia. Bahkan ribuan mutiara hitam tidak sebanding
dengan kebaikan Kyung Soo.
Baru saja Eun Soo mengabarkan berita
menyedihkan itu pada Baekhyun dan Eun Soo akan segera
pulang bersama Chanyeol. Sedangkan eomma dan appa
tetap berjaga dirumah sakit.
Baekhyun berjalan keluar rumah, memandangi
pekarangan luas yang ada didepannya. Rerumputan hijau
itu tertutupi semburat merah karena maple berguguran.
Bebatuan marmer putih yang terjajar rapi menjadi jalan
setapak yang menghubungkan pintu gerbang dengan pintu
utama. Baekhyun duduk di teras, yang hanya tersedia tiga
kursi dan satu meja bundar, disana biasanya akan duduk
Kyung Soo dan Eun Soo yang menemani. Angin
berhenbus menelusupi sela baju rajutnya. Membuat pot-
pot yang tergantung berisi bunga bluebells itu berayun
pelan.
Kedua matanya berpencar, mengitari pekarangan
luas dihadapannya. Rumah yang terlihat kecil dari depan
ini begitu hening. Tidak ada keempat pemilik asli rumah
yang biasa mengisi setiap sudutnya. Kini ia beralih
membuka pintu kayu dengan aroma yang khas itu,
kemudian kembali menutupnya agar angin yang berbau
musim gugur tidak masuk kedalam.
“Eun Soo-ah, cepat pulang. Aku kesepian.”
Gumamnya dalam hati sembari menatap layar ponsel yang
tidak ada satupun pesan dari adik angkatnya.
167
Kakinya berjalan menuju belakang pekarangan
rumah Kyung Soo. Tempat yang biasanya ia gunakan
untuk merenung bersama dengan Kyung Soo. Menikmati
wewangian black eyed susan yang berhasil tumbuh
dengan sangat baik disana. Warna kekuningan yang
membuat indra penglihatan mereka kembali segar, dan
aroma yang tidak bisa dilewatkan penciuman mereka.
Angin kembali menghembus dan membuat
tanaman dipekarangan itu jatuh berguguran. Musim gugur
akan segera tiba dan musim semi berlalu meninggalkan
Korea.
“Baekhyun?”
Dengan cepat Baekhyun menoleh. Ia mendapati
wajah gadis berpipi gembul itu begitu sembab. Dan
disampingnya berdiri seorang namja berkaki panjang
dengan pakaian santainya menatapnya sendu.
“Bagaimana dengan Kyung Soo?” Baekhyun
hanya mendapat gelengan pelan dari kepala Eun Soo.
“Ada apa?”
“Keadaannya mengkhawatirkan. Kita hanya
mempunyai waktu 2 hari saja,” jelas Eun Soo singkat.
Baekhyun tersentak.
“Dua hari untuk apa?” tanya Baekhyun lagi.
“Untuk mendapat donor jantung.” Bibir Eun Soo
bergetar, tak kuasa menahan kesedihan yang terpupuk
dihatinya. Ia menutupi bibirnya dengan tangan kanan dan
mencoba menahan tangis yang sudah kesekian kalinya
untuk ia ungkapkan.
Chanyeol memegang bahu gadis itu, mencoba
menenangkan perasaan sedih yang begitu mendalam. Dua
168
hari bukanlah waktu yang panjang, dua hari hanya waktu
singkat 24 jam yang dikali dua dan akan berlalu begitu
saja jika kita terburu melewatinya. Dan mendapat donor
jantung tidak semudah memunguti guguran maple di
pekarangan rumah mereka.
“Beristirahatlah, kau terlihat begitu lelah.” Tukas
Baekhyun
dan membawa gadis itu kedalam kamarnya.
Baekhyun menarik knop pintu kamar Eun Soo
dengan pelan sampai tertutup rapat. Ia bersama Chanyeol
duduk didepan televisi tanpa menyalakan alat elektronik
itu. Jemari Baekhyun saling tertaut satu sama lain. Ia
menatap lurus kedepan dan berfikir dengan keras.
Chanyeol hanya menatapi sekelilingnya, banyak sekali
terpasang rapi foto-foto masa kecil Eun Soo dan Kyung
Soo, tapi ia tidak menemukan satupun foto masa kecil
Baekhyun.
“Sebentar lagi liburan musim gugur akan tiba dan
ujian semester akhir hanya tinggal menghitung hari.
Maafkan kami sudah mengecewakanmu.” Baekhyun
membuka suara.
“Araseo. Aku tau bagaimana keadaan kalian.
jangan terlalu memikirkan hal itu.”
“Lalu bagaimana dengan kontrak kita?”
“Kita akan memulainya lagi setelah semua baik-
baik saja. Soal Kyung Soo, apa yang bisa aku bantu
untuknya?”
“Aku juga tidak tau.” Guratan kesedihan itu
kembali muncul. Baekhyun tertunduk dan terhanyut oleh
pikirannya, begitu juga dengan Chanyeol.
169
**
Kai kembali memandangi pintu ber-cat biru itu
dan berharap gadis yang selalu ia tunggu datang.
Semenjak kejadian itu Eun Soo tak pernah menginjakkan
kakinya diruangan serba putih itu. Bunga yang ia tata rapi
dimeja Kai sudah hampir layu dan menjatuhan kelopaknya
satu per satu.
Yixing menatap tubuh Kai. Yang ia lihat
dongsaengnya tidur dan bangun hanya untuk menanyakan
kedatangan Eun Soo. Menolak untuk makan dan
melakukan segala aktifitas yang membuat tubuhnya
semakin terlihat kurus.
“Dokter sudah mengizinkanmu untuk keluar
kamar, apa kau ingin berjalan-jalan melihat taman rumah
sakit? Tamannya sangat indah, aku bisa membantumu
mendorong kursi roda untuk kesana.”
Karena hari ini tidak ada Jae In, Kai merasa
sangat bebas tanpa perlu terawasi oleh yeoja
menyeramkan itu. Setelah Yixing membantunya duduk
dikursi roda, dan membenarkan posisi tangannya yang
baru saja terlepas oleh jarum infus, Yixing mendorong
kursi beroda itu berjalan keluar kamar. Kai mengawasi
sekelilingnya, berharap ada seseorang yang sangat ia
harapkan berada diantara lalulalang mengunjung rumah
sakit itu. Tapi hasilnya tetap nihil, gadis itu tidak ada
disana. Dia tidak akan datang lagi ketempat itu, dia tidak
akan membantu Kai menyembuhkan ingatannya.
Tepat disini, Kai duduk menghadap sebuah kolam
air mancur yang terletak dipertengahan taman. Didalam
kolam itu banyak sekali ikan Koi yang berenang dengan
leluasa. Dipinggiran kolam itu tertanam rapi canna merah
yang bermekaran begitu indah. Yixing duduk ditepian
170
kolam dan menghadap pada Kai. Sebentar mereka saling
bertatapan.
“Kau tidak mengingatku? Aku yang mempunyai
pacar leukemia dan orang yang mengajarimu bermain
kelereng. Dan juga orang yang menyuruhmu datang ke
China dengan naik sepeda. Kau lupa dengan semua itu,
Kim Jong In?”
Kai menatap lamat wajah Yixing. dalam
ingatannya kalimat-kalimat itu tidak asing, tapi ia tidak
tau apa maksud dari semua kalimat Yixing. Bahkan
namanya sendiri Kai hampir melupakannya.
“Yang kuingat hanya gadis itu, jantungku bergetar
setiap melihatnya, aku merasa tenang jika ia berada
disampingku.”
“Do Eun Soo maksudmu?”
Kai menoleh. “Jadi namanya Do Eun Soo.”
Ucapnya datar kemudian kembali melempar
pandangannya kearah kolam. Yixing mengernyit, baru ia
sadari jika Kai sendiri tidak tau nama Eun Soo.
Chanyeol berjalan cepat, ia melangkahkan kaki
panjangnya dengan tergesa. Dibelakang punggungnya ada
Baekhyun yang mengejar langkahnya. Dan disampinya
ada Eun Soo. Mereka bertiga mendapat telpon dari eomma
bahwa Kyung Soo sudah siuman. Hari berganti dan doa
mereka terkabulkan. Ketiga anak manusia itu berebut
memasuki pintu, sampai tubuh jangkung itu berhasil
masuk lebih dulu.
Chanyeol tersenyum lebar. Dengan hati yang luar
biasa bahagia Chanyeol langsung memeluk tubuh mungil
Kyung Soo. Kyung Soo tersenyum tipis, wajahnya
menunjukkan bahwa kondisinya masih sangat lemah. Ada
171
kantung hitam di sekitar matanya, bibir tebal yang
biasanya semerah semangka terlihat pucat.
Eun Soo berdiri mematung didepan ranjang itu.
Kedua mata bulatnya menatap ranjang yang menjadi
tempat istirahat saudaranya kembarnya.
“Aku yakin Tuhan mendengar do‟aku.” Eun Soo
berjalan mendekat. Mendengar itu Chanyeol melepaskan
pelukannya. Kyung Soo beralih menatap Eun Soo. Mereka
berdua bertatapan.
“Aku membuatmu khawatir?”
“Nomu25.”
“Mianhae saengi. Aku tidak akan membuatmu
khawatir lagi.” Eun Soo mengangguk. Ia tersenyum
sampai membuat matanya menghilang.
“Apa kau tidak ingin memelukku?”
Eun Soo membungkukkan badannya, dengan hati-
hati ia merangkul tubuh Kyung Soo. “Sekarang aku
merasa lebih baik.” Bisik Kyung Soo.
Eomma yang melihat hal itu langsung
memalingkan wajahnya dan bersembunyi dibahu appa. Ia
tidak tahan melihat kedua buah hatinya. Baekhyun
menghela nafas lega. Ia berdiri disamping Chanyeol.
Mereka berdua hanya bisa memperhatikan dengan
perasaan yang benar-benar bahagia.
Eun Soo dan Chanyeol berjalan keluar kamar.
Bagaimanapun Kyung Soo masih harus istirahat untuk
memulihkan kondisinya. Kyung Soo sempat menanyakan
kasus yang menimpanya disekolah, Eun Soo hanya bisa 25 Nomu = sangat
172
mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan
Kyung Soo dapat belajar dengan tenang. Kyung Soo tidak
harus memikirkan masalah itu, kasus itu hanya akan
membuat kondisinya semakin buruk. Eun Soo hanya bisa
mempercayakan semuanya pada Xiumin.
Mereka berdua berjalan sejajar menyusuri lantai
putih licin itu. Tidak ada yang mereka bicarakan saat
menyusuri koridor rumah sakit. Perasaan mereka sama-
sama bahagia. Kesembuhan Kyung Soo adalah segala
jawaban dari sekian banyak pertanyaan bagi mereka
berdua.
Hari ini rumah sakit ramai pengunjung. Banyak
sekali orang sakit saat pergantian musim. Musim semi
adalah musim yang tidak terlalu disukai. Mereka harus
mengucapkan selamat tinggal pada bunga-bunga yang siap
berhibernasi dan mengugurkan daunnya. Kemudian
disusul musim dingin, musim yang lebih sulit dari musim
lainnya.
“Sebantar lagi adalah puncak cherryblossom
bermekaran,” ucap Eun Soo dan membuyarkan lamunan
Chanyeol.
“Ah, nde. Kau benar.”
Kai tertegun. Ia melihat seseorang yang selalu ia
tunggu kedatangannya. Ia menjenjangkan lehernya karena
pandangannya terhalangi oleh air mancur yang ada
didepannya. Yixing masih sibuk bermain air dan berusaha
menyentuh ikan-ikan yang berenang kesana kemari. Kai
memegangi roda kursinya, berusaha memutar roda itu agar
bisa berjalan. Dia mulai tergesa memutar rodanya agar
bisa berjalan lebih cepat, tapi seseorang sudah dengan
sigap membantunya mendorong. Yixing tertawa, sebagian
173
lengan Kai masih terbalut perban dan tentu saja sangat
sakit jika digerakkan.
“Kau masih sangat membutuhkanku, Kim Jong
In.”
Kai mengabaikan kalimat itu. Kedua matanya
masih mencari keberadaan gadis itu yang tiba-tiba
menghilang dari pandangannya hanya karena ia menoleh
kebelakang dan memperhatikan wajah Yixing yang
sedang tertawa.
“Kau mau kembali kekamar?”
“Tidak, aku melihat Eun Soo.”
Pandangan Yixing seketika berpencar. Ia
menatapi setiap wajah yang ada dikoridor. “Dimana?”
“Entahlah, baru saja aku melihatnya.” Kai sangat
yakin kalau dia tidak salah lihat. Gadis itu benar-benar
sedang dirumah sakit. Mungkin saja ia berniat untuk
menjenguknya.
“Kita kembali ke kamar, cepat.” Kai lantas
mengubah tujuannya untuk mengejar Eun Soo. Ia sangat
yakin bahwa Eun Soo sedang menuju kamarnya.
Tanpa penolakan, Yixing segera mendorong kursi
itu menuju kamar Kai. Ia berharap Kai bisa lebih tenang
agar kursi yang ia dorong tidak semakin berat. Seluruh
ototnya sedang bekerja sama menghasilkan energy.
Langkah kakinya yang mulai gontai mencoba
menyeimbangkan kembali laju roda yang tidak stabil.
Sedangkan namja yang duduk dikursi itu, hanya menatap
lurus apa yang didepannya. Ia tidak memperhatikan
seseorang yang sedang berusaha dibelakang punggungnya
dan bermandikan keringat.
174
Kai kembali terdiam. Kamar itu kosong. Bunga
yang ada diatas meja juga masih tetap sama, malah
semakin mengering. Tirai kamarnya masih terbuka, lampu
yang seharian menyala juga tidak padam. Tidak ada
perubahan dalam kamarnya, itu berarti gadis yang ia
tunggu tidak datang menjenguknya.
“Aku benci dengan Jae In,” umpat Kai kesal.
Dengan sengaja ia menjatuhkan dirinya dari kursi roda
dan membuat Yixing terperanjat.
Kepalanya yang masih tertutup perban membentur
tepian meja. Tubuhnya jatuh sembarangan diatas lantai
dengan keadaan tengkurap. Ia menangis, bukan karena
sakit yang ada ditubuhnya, tapi karena sakit yang
merayapi hatinya.
Dengan cepat Yixing menekan tombol emergency
agar ada yang membantunya mengangkat tubuh Kai.
Berkali-kali Kai menepis tangan Yixing yang akan
membantunya duduk.
“Kau jangan keras kepala!”
“Biarkan aku mati.” Teriaknya dalam tangis.
“Apa kau pikir aku suka melihatmu begini?
Tidak! Kau bukan orang yang lemah! kau lemah hanya
karena seorang wanita, itu bukan dirimu.”
Beberapa perawat dan seorang dokter masuk.
Dengan cepat mereka membawa tubuh Jong In ketas
ranjang. Namja itu sebenarnya sudah bisa berjalan dengan
normal, hanya saja pinggangnya yang terbungkus perban
kadang-kadang nyeri secara tiba-tiba. Dan luka yang
berada dikepalanya menampakkan bercak merah.
**
175
Kyung Soo berjalan menyusuri koridor. Kedua
telinganya ia tutup rapat-rapat dari segala umpatan dan
banyaknya mulut yang mencaci dirinya. Ia berusaha tetap
tenang dan tidak mendengar perkataan kotor tentang
dirinya. Gossip itu masih hangat dibicarakan disekolah,
entah dari mana sumbernya yang pasti mereka membuat
berita sendiri bahwa Kyung Soo telah menodai Cho Narri
sampai akhirnya gadis itu mengakhiri hidupnya dengan
tragis.
Wajah dingin, pendiam dan tenang itu memudar.
Hanya tatapan lesu yang selalu Kyung Soo tunjukkan.
Kyung Soo hanya tidak ingin melewatkan akhir-akhir
minggu menuju semester baru, ia memaksakan diri pergi
ke sekolah dengan hati yang sangat siap untuk
menghadapi semua konflik yang menimpa dirinya di
sekolah. Tapi Kyung Soo mencoba tetap bersikap tenang
walaupun sebenarnya banyak sekali kekhawatiran yang
menyelimuti hatinya.
Yumi menghentikan langkahnya, begitu juga
dengan Kyung Soo saat bertemu dipertengahan koridor.
Mereka berdua bertatapan. Kemudian Yumi berjalan
mendekat. Seolah dadanya menahan hembusan nafas saat
kedua matanya mendapati wajah mengerikan Kyung Soo
yang berdiri dihadapannya. Ia tidak cukup sehat.
Seharusnya Kyung Soo beristirahat dirumah dan
menenangkan dirinya, begitulah yang Yumi katakan
dalam hatinya.
“Aku mengkhawatirkanmu.” Bibirnya menjadi
kelu. “Cepat sekali kau keluar dari rumah sakit.”
Kyung Soo tersenyum. Terlihat begitu berbeda.
Terlalu berat dan begitu memaksakan. Guratan-guratan
menyakitkan itu tergambar jelas diwajahnya. Banyak
176
sekali beban yang menumpuk dan terpupuk dikedua bola
mata yang biasanya ceria.
“Hah, sekarang mungkin yang dimangsa adalah
Kim Yumi.”
Senyum Kyung Soo seketika menghilang. Ia
kembali terdiam ketika indra pendengarannya mendapati
ucapan menyakitkan yang melintas. Tanpa banyak
berkomentar Kyung Soo lantas berlalu dari hadapan Kim
Yumi, lebih baik ia duduk tenang didalam kelas dan
belajar dibandingkan harus keluyuran atau duduk ditaman
bersama dengan kedua saudaranya. Ia baru dua hari tidak
pergi kesekolah tapi suasana tempat itu sangat berbeda.
Yumi duduk termenung dibangku taman. Ia
jatuhkan pandangannya kearah meja, pikirannya
melayang-layang diudara dan entah apa yang sedang ia
pikirkan. Kedua tangannya saling terpaut diatas meja
bermain dengan sendirinya. Tempat ini begitu sepi dari
biasanya. Ketiga sahabatnya sibuk mengurus masalah
mereka masing-masing. Eun Soo dan Baekhyun sedang
berunding bersama Xiumin di ruang OSIS bersama
dengan anggota OSIS yang lain, mereka sedang berusaha
untuk memperjelas masalah yang menimpa Kyung Soo.
Sedangkan Kyung Soo hanya berdiam diri dibangkunya.
Ia memasang earphone dikedua telinganya dan memutar
mp3 dengan volume paling tinggi. Semua teman kelasnya
menjaga jarak dengannya dan terus membicarakan
dirinya.
“Dia terlalu polos untuk melakukan hal
menjijikkan itu.”
“Nde, kurasa berita itu tidak benar. Aku tau
bagaimana Kyung Soo.”
177
“Yah, kau pernah mencintainya. Setidaknya kau
harus melakukan pembelaan didepan kepala sekolah.”
“Tidak mungkin, kau tau wajah kepala sekolah
sangat mengerikan. Aku bisa-bisa terkena serangan
jantung. Aku sangat takut dengan kepala sekolah.”
Dan seterusnya pembicaran dua orang gadis itu
berlanjut. Tatapan mereka tak lepas dari punggung Kyung
Soo. Namja itu hanya menudukkan kepalanya. Banyak
sekali yang tidak percaya dengan berita konyol yang
menyebar disekolahnya. Terutama teman-teman sekelas
Kyung Soo yang sangat yakin bahwa Kyung Soo tidak ada
hubungannya dengan kematian Cho Narri. Tapi mereka
masih tidak tau dengan pasti bagaimana kejelasan
penyebab kematian Cho Narri.
“Kyung Soo-ya?” Eun Soo berjalan tergesa dan
sampai didepan bangku Kyung Soo. Eun Soo menatapi
sekelilingnya, tatapan sinis itu menyeruak tiba-tiba.
Dengan acuh Eun Soo menarik tangan Kyung Soo dan
membawa kakak kembarnya meninggalkan ruangan kelas
yang terasa seperti didalam neraka dan dihakimi oleh 10
malaikat.
“Ada apa dengan mereka!” umpat Eun Soo kesal
dan masih menyeret Kyung Soo untuk mengikutinya.
“Dimana otak mereka, siapa juga yang menyebarkan gosip
seperti ini!” Eun Soo terus mengumpat dalam hatinya dan
melalui koridor.
Keduanya sampai didalam ruangan OSIS. Dengan
sangat baik Xiumin menyambut kedatangannya. Ia
berencana akan memperjelas masalah ini langsung kepada
Kepala Sekolah. Didalam ruangan itu juga ada Hyejin,
sahabat Cho Narri. Ia sengaja diundang untuk menjawab
berbagai pertanyaan dari Xiumin.
178
“Aku tidak tau apa-apa!” Sahutnya dengan ketus.
Gadis itu mengelak setiap menerima pertanyaan tentang
kematian Cho Narri yang berhubungan dengan dirinya.
“Narri hanya memperalatku, dia memang bilang
kepada orang tuanya pergi kerumahku tapi dia memang
tidak kerumahku, jangankan menginap, datang saja tidak.”
Jelas gadis itu dengan nafas tersengal. Ia terlihat begitu
kesal.
“Lalu bagaimana sikap Cho Narri saat terakhir
bertemu denganmu?” tanya Xiumin dengan tatapannya
yang begitu mengintimidasi.
“Aku memutuskan tidak berteman dengannya
lagi. Dia membohongiku, sudah lama sekali gadis itu
berpura-pura baik. Ah, menyebalkan sekali mengingatnya.
Aku sangat bersyukur mendengarnya bunuh diri.”
Semua dalam ruangan itu tersentak kaget. Kyung
Soo yang tadinya menunduk kini mengangkat kepalanya
dan menatap wajah gadis itu. Seisi ruangan itu saling
melempar tatapan mereka satu sama lain dan kembali
memfokuskan pada Hyejin yang duduk dengan tenang
dikursi kayunya.
Setiap menyebut nama Cho Narri, tatapannya
menjadi berubah. Penuh dengan kebencian yang lama
tertahan dan sekarang ia luapkan didepan semua orang
yang pernah mempunyai hubungan dengan gadis itu.
“Baiklah, kurasa cukup Shin Hyejin. Kau boleh
keluar dari ruangan ini.” Tukas Xiumin. Gadis itu sontak
berdiri dan menatap Kyung Soo sejenak.
“Dia depresi karena dirimu. Bukan aku
penyebabnya,” gumam Hyejin kemudian berlalu dari
ruangan itu.
179
Kyung Soo menghela nafas berat. Suhu tubuhnya
meningkat. Tulang-tulangnya serasa tidak sanggup
menyangga tiap otot dalam tubuhnya. Eun Soo menyentuh
pundak Kyung Soo, ia beralih duduk disamping Kyung
Soo.
“Kau tidak sendirian, masih ada kami yang
memihakmu.”
**
Sudah terlalu lelah bagi Kai menunggu
kedatangan Eun Soo, sampai hari terakhirnya di rumah
sakit gadis itu juga tidak datang untuk menjenguknya. Kai
meraih mawar putih kering itu dari vasnya, sebentar ia
tersenyum sembari memandangi bunga yang seharusnya
sudah ia lempar kedalam tong sampah tapi dengan baik
hati Kai mau menyimpannya. Dengan hati-hati jemarinya
memasukkan bunga setengah kering itu kedalam koper
bajunya. Yixing sudah membereskan segala keperluannya
termasuk biaya selama menginap.
Jae In sedang sibuk bertengkar dengan ponselnya,
jelas saja karena ia sedang berbicara dengan kedua orang
tuanya yang dengan tega tidak menyempatkan waktu
mereka hanya untuk sekedar melihat adiknya. Walaupun
Kai juga tidak mengingat mereka sama sekali. Tapi
kesibukan pekerjaan kedua orang tuanya sudah diluar
batas.
“Baiklah, terserah kalian saja!”
“Yang penting kami sudah melunasi biaya rumah
sakit untuk penyembuhan Jong In. akhir pekan kami akan
ke Amerika, jadi kami
tidak bisa pulang karena harus menyiapkan semua
keperluan.”
180
Jae In mendengus kesal. Ia menghela nafas
panjang dan mengacuhkan suara ayahnya yang sedang
menjelaskan kesibukan pekerjaan mereka. Ia terlalu bosan
dengan sikap kedua orang tuanya. Dari kecil sampai
sekarang mereka berdua hanya mementingkan uang dan
tidak memperhatikan kedua buah hatinya. Dengan cepat
Jae In memutus telepon dan mengantongi ponselnya
kembali disaku celananya.
Ia berjalan masuk kedalam kamar Kai.
Pandangannya langsung terfokus pada tubuh tegap
adiknya yang sibuk merapikan pakaiannya. Kemudian Jae
In berjalan mendekat menyentuh punggung bidang itu
dengan hati-hati.
“Nuna mianhaeyo..” gumamnya pelan. Kai
langsung terdiam, tangannya berhenti bergerak melipat
bajunya.
“Jangan membenciku lagi. Aku tidak akan
melarangmu bertemu dengannya.”
Kai tertegun. Kemudian ia tersenyum dan kembali
melanjutkan melipat bajunya. Jae In sangat berharap Kai
mau memandangnya, memberikan senyuman yang khas
milik adiknya itu tapi sayangnya Kai tidak akan
melakukannya.
Chanyeol menerobos masuk kedalam ruangan
bernomor 12 itu. Entah kenapa ia ingin sekali menjenguk
Jong In, ia juga mengajak kakak perempuannya Park Yura
yang kebetulan hari itu dia libur bekerja.
Yixing hanya bisa melongo saat melihat dua
manusia jangkung itu masuk kedalam kamar. Chanyeol
memperhatikan sekelilingnya. Ada beberapa tas dan koper
181
yang tertata rapi disamping meja dan siap untuk diangkat
menuju mobil.
“Kau akan pulang?” Chanyeol mendekat kearah
Jong In. Ia sedang membenarkan jaketnya.
“Nde, aku akan pulang. Um, siapa namamu?”
“Park Chanyeol imnida.”
Kai berhenti mengancingkan jaketnya. Ia menoleh
menatap seorang namja berkaki panjang itu. Kedua
matanya berubah, seperti ada sesuatu yang ia ingat saat
namja itu menyebutkan namanya. Tapi beberapa saat
kemudian Kai kembali sibuk mengancingkan bajunya.
**
Kyung Soo berdiri mendekat jendela. Kedua mata
bulatnya menatap pekarangan kecil yang ada dibelakang
rumah, jendela kamar Kyung Soo menghadap pekarangan
rumah mereka yang menjadi tempat berkebun mereka
setiap hari minggu. Wajahnya semakin mendekat pada
kaca jendela, membuat permukaan kaca mengembun.
Jemarinya meraih selop kecil dan mendorongnya sampai
jendela itu terbuka. Membuat angin musim gugur tercium
dan masuk dengan leluasa kedalam kamarnya.
Kyung Soo menghembuskan nafas besar berkali-
kali. Ia memperhatikan bunga-bunga yang belum sempat
ia lihat mekarnya kini sudah jatuh berguguran. Angin
berhembus semakin kuat, menerobos tiap helai rambut
ikalnya yang ia biarkan terurai tanpa gel yang biasa ia
gunakan untuk menata rambutnya. Kyung Soo
menunjukkan jemarinya pada kaca yang ada
dihadapannya. Ia menggambar bentuk hati disana
kemudian membuka mulutnya selebar mungkin dan
182
menghembuskan udara panas dari mulutnya, membuat
gambar buatannya semakin terlihat jelas.
Beberapa saat kemudian setelah Kyung Soo
menatap lamat gambaran hati itu, dengan kasar ia
menghapusnya. Dan kembali menutup jendela kamarnya
agar tirai yang bergantung disampingnya tidak berisik
lagi.
“Kyung Soo, waktunya minum obat.”
Kyung Soo sontak menoleh kearah sumber suara.
Eomma berdiri dibalik pintu kamar Kyung Soo dan hanya
membuka pintu itu selebar wajahnya. Kyung Soo
melempar senyum, eomma juga membalas senyum
putranya yang terlihat berbeda. Tetap sama terlihat manis,
tapi menunjukkan arti yang berbeda.
“Sebentar lagi aku akan turun eomma.”
“Baiklah, eomma tunggu didapur.”
Kyung Soo menganggukkan kepalanya. Ia
berjalan menuju ranjangnya dan membereskan beberapa
buku pelajaran yang sempat ia keluarkan dari dalam
tasnya. Ia tertidur sebentar saat berniat untuk belajar.
Kemudian Kyung Soo kembali merapikan selimut tebal
yang terlihat berantakan karenanya. Kini ia melangkah
menuju pintu. Tapi berhenti saat tangan kirinya sudah
memegang knop pintu. Ia melirik kearah meja belajar.
Kyung Soo hanya menghela nafas berat kemudian
melanjutkan langkahnya keluar dari kamar. Ia berjalan
dengan cepat menuruni tangga, tidak seperti biasanya
yang selalu berhati-hati karena takut jatuh. Dan Mulai
terdengar gelak tawa Eun Soo dan Baekhyun yang berada
didepan televisi. Mereka sedang menonton drama
kesayangan mereka, Summer Scent. Sebentar Kyung Soo
183
melirik kearah dua saudaranya kemudian kembali berjalan
menuju dapur. Disana eomma sudah menyiapkan obat-
obat yang harus ia minum. Daftar obat-nya semakin
bertambah setelah keluar dari rumah sakit, jantungnya
semakin melemah dan harus segera melakukan
transplantasi jika Kyung Soo tiba-tiba pingsan lagi.
Kyung Soo meraih gelas yang berisi air bening itu
dan memasukkan beberapa kapsul kedalam mulutnya,
kemudian mendorong kapsul-kapsul itu masuk kedalam
tenggorokannya dengan air bening yang ada dalam gelas
itu. Eomma sibuk merapikan dapur. Tinggal satu butir
lagi, Kyung Soo segera memasukkan kedalam mulutnya.
“Hahahaha, bodoh sekali!” Teriak Eun Soo dan
terdengar gelak tawa Baekhyun. Kyung Soo menurunkan
gelas yang ada ditangannya, kepalanya menghadap kearah
ruang dimana kedua saudaranya sedang asyik
menyaksikan serial drama kesayangan mereka. Ia
berdecak.
“Itu suara adikmu,” ujar eomma dengan
tersenyum dan tangannya masih sibuk mengelap kompor
yang ada didepannya. Kemudian Kyung Soo kembali
meneguk air bening itu dan ritual minum obatnya sore ini
selesai.
Kyung Soo duduk terdiam dikursi dapur. Matanya
menatap kosong pada kompor yang tengah eomma
bersihkan. Eomma memperhatikannya dan terus
membersihkan. Putranya tengah melamunkan sesuatu.
Ada yang sedang ia pikirkan.
“Ada yang kau pikirkan?”
184
Kyung Soo terkejut. Ia mendapati tatapan
khawatir dari eomma. Kemudian Kyung Soo berusaha
tersenyum. “Aniyo eomma. Eomma perlu bantuanku?”
“Gwenchana, eomma bisa mengerjakannya
sendiri. Kau bergabunglah dengan Baekhyun dan Eun
Soo.”
Kyung Soo segera bangkit dari duduknya dan
beranjak menuju tempat Baekhyun dan Eun Soo. Eomma
memperhatikan langkah putrnya, dadanya tiba-tiba terasa
sesak. Eomma menggenggam erat lap yang ada ditangan
kanannya.
„Jika saja eomma bisa menanggung semua
penyakitmu, biar eomma saja yang sakit. Biar eomma saja
yang merasakan semua itu. Ambil jantung eomma jika kau
membutuhkannya, Kyung Soo-ya.‟
**
Ujian akhir semakin dekat. Mereka bertiga sibuk
berkutat pada buku mereka masing-masing. Mengerjakan
dan mencoba mempelajari kembali semua pelajaran yang
sudah mereka peroleh dari
setahun di sekolah selama duduk dikelas sebelas.
Eun Soo terlihat begitu serius, ia mengerjakan
kembali semua soal yang pernah ia kerjakan. Ia tidak
berharap banyak, tapi setidaknya ia bisa naik kelas dan
masuk ke Universitas sesuai dengan harapannya.
Baekhyun pun melakukan hal yang sama. Tapi yang ia
pikirkan bukan hanya sekedar bisa masuk ke Universitas,
ia teringat dengan pemberian neneknya. Berkas-berkas
perusahaan milik orang tuanya tidak tau harus ia apakan.
Tapi setelah ujian semester ia akan memberikan semua
berkas itu kepada appa dan menyerahkan sepenuhnya
185
pada appa. Sedangkan Kyung Soo, bayangan kematian itu
semakin menghantuinya. Mimpi-mimpi buruknya
membuatnya tidak tenang, tapi semua sudah ia pasrahkan
pada Tuhan. Semua akan baik-baik saja, seperti yang
eomma bilang, tidak ada penyakit yang tidak bisa
disembuhkan. Selama Kyung Soo tidak melanggar,
semuanya akan baik-baik saja.
Mimpinya beberapa hari yang lalu saat ia koma
dirumah sakit, Kyung Soo tidak bisa memaknainya. Ia
bertemu dengan Eun Soo. Wajah adik kembarnya terlihat
begitu cantik, memancarkan sesuatu yang berbeda.
Kemudian disamping Eun Soo ada kakaknya yang
meninggal bertahun-tahun yang lalu. Namja itu
menyerupai wajah appa. Ia tersenyum dan membuka
lengannya lebar, seolah menyuruh Kyung Soo datang
padanya dan membalas pelukannya, tapi Eun Soo
menghalanginya. Eun Soo memegangi tangannya dan
membawanya ketempat yang berbeda. Dan Kyung Soo
tersadar. Mimpi itu hanya ia pikirkan sendiri. Dan
merusak konsentrasinya belajar malam ini.
Eun Soo tiba-tiba menyentuh lengan Kyung Soo.
Kemudian menatap kedua mata Kyung Soo.
“Aku tidak mengerti soal yang ini? Tolong
jelaskan padaku.”
Kyung Soo menghela nafas. Ia mengira Eun Soo
tau bahwa ia tidak bisa belajar dengan tenang.
**
“Kau sudah gila?” Eun Soo membuka lebar kedua
matanya. Ia terfokus pada seseorang yang duduk dengan
tenang dihadapannya. Sedangkan Yumi yang masih
186
kurang paham dengan penjelasan Xiumin hanya bisa diam
dan memperhatikan saja.
“Kepala sekolah akan tetap mengeluarkan Kyung
Soo atau mungkin skorsing selama sebulan, lebih parah-
nya lagi jika ia tidak bisa ikut ujian besok. Kedua orang
tua Cho Narri tidak bisa menerima penjelasan darimu dan
penjelasanku kemarin, Eun Soo. Aku sudah berusaha, tapi
aku minta maaf karena membuat kalian kecewa. Surat
keputusan akan dikeluarkan hari ini juga.” Xiumin
menundukkan kepalanya bersalah.
“Ini tidak boleh terjadi. Kyung Soo tidak bersalah,
bagaimanapun Kyung Soo harus tetap ikut ujian kenaikan
kelas.”
Eun Soo memegangi kepalanya dengan kedua
tangannya. Kini rasanya kepalanya sangat berat. Yumi
sibuk memainkan jemarinya dengan perasaan khawatir, ia
tidak tahu harus berbuat apa.
“Aku mohon padamu jangan beri tahu Kyung Soo
soal ini, aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi
padanya. Jika kau mendapat surat dari kepala sekolah, kau
serahkan saja padaku.” Eun Soo terduduk lemas, seolah
seluruh energy tubuhnya menghilang.
Xiumin berlalu dari hadapannya. Yumi tiba-tiba
saja menangis. Ia merasa semua ini tidak adil. Masalah
yang tidak pernah ia duga tiba-tiba saja muncul dan
menjadi seperti ini. Melibatkan masa depan Kyung Soo.
“Eun Soo. Eottoekke?” Yumi meraih tubuh Eun
Soo dan menangis dibahu sahabatnya itu. Eun Soo hanya
terdiam seribu bahasa
Ia tidak tahu harus melalukan apa.
187
“Mollayo.”
Dengan tergesa Eun Soo mendatangi kelas Kyung
Soo. Tapi ia tidak melihat Kyung Soo dan Baekhyun
disana. Kemudian langkah kakinya semakin tergesa
menuju taman sekolah. Tidak salah lagi mereka sedang
duduk bersama disana. Disebuah bangku kayu yang
berada disamping pot-pot bunga dengan berbagai warna
dan harum yang khas. Baekhyun bersandar pada bahu
Kyung Soo. Ditangan mereka masing-masing memegang
buku dan fokus membacanya. Dengan perlahan Eun Soo
datang dan duduk disamping Kyung Soo.
Kyung Soo menoleh. Ia menurunkan buku yang ia
pegang. Kemudian Baekhyun juga menoleh tanpa
mengangkat kepalanya dari bahu Kyung Soo. Eun Soo
menatap wajah kedua pria itu bergantian, kemudian ia
menurunkan kepalanya dibahu Kyung Soo.
“Mwo?” Kyung Soo mengamati kepala adiknya
yang dengan sangat santai bersandar pada bahunya.
Baekhyun tersenyum.
“Hah, pantas saja Baekhyun suka sekali bersandar
pada bahumu, rasanya benar-benar nyaman,” gumam Eun
Soo. Kyung Soo tersenyum miring. “Bagaimana kalau
Yumi mencicipinya juga?”
“Huh?” Kyung Soo tertegun. Baekhyun hanya
tertawa ringan dan masih fokus pada bukunya. Kemudian
dengan sengaja Kyung Soo memukulkan buku yang ia
pegang pada kepala Eun Soo. “Apa yang kau katakan,
huh!” Decaknya gemas.
188
End Of Chapter 9
189
CHAPTER 10
“Fate”
190
Chanyeol dengan penuh percaya diri berjalan
menyusuri jalan setapak menuju pintu utama. Hari ini ia
berkunjung kerumah Kyung Soo dan bertujuan untuk
bertemu dengan Eun Soo. Ia akan menyampaikan bahwa
Kai sudah ingat dengan keluarganya. Dan Eun Soo, ia
sudah berusaha tidak memperdulikan Kai yang sangat
mengharapkan kehadirannya.
Jari telunjuknya menekan tombol bel yang
membuat penghuni rumah membuka pintu. Eomma
membuka pintu hanya selebar wajahnya. Ia menatap sosok
pria berbadan jangkung itu dari atas hingga kebawah.
Berbeda dengan awal ia bertemu dengan Chanyeol, kali
ini namja itu rapi dengan tatanan yang begitu berkelas.
Setelan baju mahal itu membuat kesan elegant yang ia
tunjukkan mendapat nilai plus.
“Chogiyo?”
Chanyeol membungkukkan tubuhnya. Dengan
sangat hati-hati ia menyampaikan keinginannya untuk
bertemu putri keluarga Do. Dengan ramah eomma
menyuruhnya untuk masuk dan mempersilahkan duduk
untuk menunggu. Putrinya sedang melakukan ritual
belajar didalam kamar Kyung Soo dengan saudara
angkatnya.
191
“Aku sudah meminta pada appa untuk menambah
satu ranjang lagi.” Eun Soo meraut pensilnya dan
berjongkok didepan tong sampah kamar Kyung Soo.
Kyung Soo sedang tengkurap diatas ranjang sembari
membaca sebuah buku. Sedangkan Baekhyun sangat
nyaman duduk diatas karpet bulu berwarna coklat gelap
itu sembari menyandarkan tubuhnya pada ranjang Kyung
Soo.
“Untuk apa? Satu ranjang sudah sangat cukup,”
ucap Kyung Soo tanpa menoleh.
“Aku tau kalian merasa kesulitan tidur dengan
ranjang sekecil ini,” jawab Eun Soo asal.
“Sudahlah, jangan meminta hal bodoh pada
appa.” Kyung Soo membalikkan tubuhnya dan
mengangkat buku yang ia pegang di hadapannya.
“Eun Soo-ya, kau ada tamu.” Eomma berteriak
dibalik pintu kamar Kyung Soo. Eun Soo menatap kedua
saudaranya bergantian, kemudian ia berjalan menuju pintu
dan tetap memegang pensilnya.
“Nugu?” Eun Soo melongokkan kepalanya dari
balik pintu.
“Temui dia dibawah.” Eomma hanya tersenyum
kemudian berlalu pergi.
Perlahan kakinya berjalan keluar kamar,
kemudian ia menundukkan kepalanya untuk melihat
seseorang yang duduk diruang keluarga tengah
menunggunya.
Kedua matanya melebar. Namja jangkung itu
masih duduk tenang disofa. Ia membaca sebuah majalah
yang tadinya tergeletak diatas meja. Eun Soo berjalan
192
membuka pintu kamarnya, kedua lelaki yang ada didalam
kamar itu menoleh. Dengan cepat Eun Soo melempar
pensil yang ada ditangannya pada Baekhyun.
“Ya?” Baekhyun berhasil menangkapnya. Eun
Soo hanya tersenyum sembari mengedipkan sebelah
matanya sebelum menghilang dibalik pintu.
Ia begitu tergesa menuruni tangga dan menemui
Chanyeol. Rambutnya terurai dan mengenakan piama
yang kebesaran untuk tubuhnya itu. Ia duduk dengan
manis dihadapan Chanyeol. Pria berperawakan tinggi itu
sontak terkejut saat mengetahui Eun Soo sudah duduk
dihadapannya.
Wajahnya nampak sumringah, senyumnya
mengembang. Kedua matanya berbinar menatapi wajah
polos gadis yang ada dihadapannya.
“Oppa, Untuk apa kau datang kerumahku malam-
malam begini?”
“Ada yang ingin kusampaikan.” Wajahnya terlihat
sangat serius. Ia beralih duduk disamping Eun Soo. Eun
Soo hanya menatapnya dan memperbaiki posisi duduknya.
“Kai, dia sudah pulang beberapa hari yang lalu.”
“Benarkah, aku tidak tau soal itu. Bagaimana
keadaannya?”
“Dia sudah bisa mengingat kakaknya. Bukan
hanya itu, dia juga sudah mengingat kita. Ingatannya
sudah kembali.” Chanyeol tersenyum lebar, begitu juga
dengan Eun Soo.
“Syukurlah, aku senang mendengarnya.”
“Apa kau tidak ingin menjenguknya?” Chanyeol
menatap gadis yang ada didepannya lekat. Eun Soo
193
menundukkan tatapannya. Kedua bibirnya mengatup
rapat.
“Aku takut, aku takut dengan Jae In eonni. Kalau
oppa mau menjenguknya bersama yang lain, sampaikan
saja salamku untuknya,” ucapnya tanpa ragu. Chanyeol
menatapnya penuh tanya.
“Ada apa?”
“Tidak ada apa-apa, aku hanya takut menganggu
Kai.”
“Kau berbohong. Apa yang sudah dilakukan Jae
In padamu?”
“Tidak ada.” Elak Eun Soo sembari
menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Baekhyun dan Kyung Soo yang mengamati
mereka dari depan kamar mereka hanya bisa mengernyit
kesal. Baekhyun berharap Chanyeol tau bahwa Eun Soo
pernah mendapat tamparan dari Jae In saat menjenguk
Kai.
Baekhyun yang tidak tahan melihatnya segera
turun. Kyung Soo mencoba menahannya tapi
genggamannya tidak cukup kuat untuk menahan tubuh
Baekhyun. Ia pun ikut berjalan dengan tergesa menyusul
Baekhyun.
“Seharusnya kau katakan pada Chanyeol bahwa
Jae In sudah menamparmu! Biarkan Chanyeol tahu. Apa
salahnya Chanyeol tahu hal ini,” ucap Baekhyun sembari
berjalan tergesa menuju sofa. Chanyeol tersentak kaget
saat mendengarnya, begitu juga eomma yang tidak sengaja
mendengar pembicaraan mereka.
194
“Jadi luka memar dipipimu itu bukan karena
jatuh?” Eomma keluar dari dapur. Ia berdiri disamping
Baekhyun dan Kyung Soo sudah berada dibalik punggung
mereka. Chanyeol menatap wajah Eun Soo. Eun Soo
hanya menunduk dan menyembunyikan bekas luka yang
sedari tadi tidak Chanyeol sadari.
Chanyeol meraih wajah Eun Soo. Tangan
kanannya memegang pipi Eun Soo dan mengangkat
wajahnya. Terlihat jelas bekas memar yang lebam dan
hampir sembuh di sudut pipinya.
“Ini keterlaluan.” Desis Chanyeol penuh emosi.
“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, kalian jangan
khawatir.” Elak Eun Soo dan terus menunjukkan ekspresi
yang benar-benar tenang. Tapi Chanyeol tetap saja terlihat
sangat emosi.
**
“Eomma, boleh aku tidur bersamamu?” Kyung
Soo memegangi knop pintu dan hanya menunjukkan
wajahnya. Ia sudah merangkul guling dan menggunakan
piama lengkap. Eomma yang berada diatas ranjang dan
siap tidur segera kembali menyalakan lampu mejanya.
“Kyung Soo? Kemarilah?” Eomma melambaikan
tangan. Ia segera menggeser tubuhnya dan memberi
tempat untuk putranya. Hari ini appa sedang sibuk di
kantor dan menginap ditempat kerjanya.
“Kau mimpi buruk?” Eomma merapikan selimut
tebal itu ke tubuh Kyung Soo. Kyung Soo membenarkan
posisi tidurnya dan tersenyum
pada eomma.
195
“Sudah lama sekali aku tidak tidur bersama
eomma.” Kyung Soo melingkarkan lengannya ketubuh
eomma. Ia memeluk tubuh ibunya dengan erat.
Eomma terdiam. Kemudian ia membalas pelukan
Kyung Soo dan mulai membaringkan tubuhnya. “Kau
manja sekali.”
Perlahan Kyung Soo memejamkan kedua
matanya. Bibirnya masih membentuk senyuman simpul. Ia
menatap wajah kurus putranya. Ia membelai pipi tirus itu
dengan penuh kekhawatiran. Setiap mengingat keadaan
Kyung Soo membuatnya ingin menangis. Setelah itu
eomma mematikan lampu meja yang ada disampingnya. Ia
memulai mimpi indahnya malam ini.
Kyung Soo kembali membuka kedua matanya.
Remang-remang ia pandangi wajah ibunya. Tergambar
jelas guratan-guratan kesedihan diwajah ibunya yang
terpejam lelah.
Kyung Soo takut jika ia tidak bisa melihat ibunya
lagi. Ia sangat takut jika tidak bisa bersama keluarganya.
Takut tidak mendengar tawa Eun Soo, takut tidak bisa
bertengkar dengan mereka. Takut jika tidak bersama
Baekhyun. Ia sangat takut jika tidak bisa bangun setelah
tidur.
“Eomma?” Desisnya pelan dengan mulut
bergetar.
Malam itu terasa begitu panjang. Sampai selarut
ini Kyung Soo masih tidak bisa tidur. Eomma terlelap
begitu cepat, sedangkan Kyung Soo masih terjaga dan
terus menatap wajah lelah ibunya.
Dengan hati-hati Kyung Soo menuruni ranjang
besar itu. Ia beranjak pergi dari kamar itu, kedua kakinya
196
berjalan menuju kamar Eun Soo. Eun Soo jarang sekali
mengunci pintu kamarnya terkecuali ia sedang bertengkar
dengan Kyung Soo. Maka dengan mudah Kyung Soo bisa
masuk kedalam ruangan serba biru itu.
Ruangan itu begitu gelap. Karena Eun Soo
terbiasa mematikan lampu ketika tidur. Kyung Soo
berjalan mendekati ranjang kecil yang ada disudut tengah
ruangan itu. Sudah lama sekali ia tidak masuk kedalam
kamar Eun Soo walaupun sekedar membangunkan
adiknya saat pagi tiba. Kedua mata bulatnya memandangi
wajah lelap Eun Soo. Kyung Soo duduk ditepian ranjang.
Ia merapikan selimut yang berantakan sampai menutupi
tubuh Eun Soo yang meringkuk kedinginan. Sebentar Eun
Soo menggeliat kemudian kembali tenang dalam posisi
tidurnya yang nampak begitu nyaman. Kyung Soo
tersenyum tipis. Ia mengelus pipi gembul adiknya dan
gadis itu sama sekali tidak terganggu.
“Kita tumbuh bersama dan dilahirkan bersama-
sama. Apa kau juga merasakan hal yang sekarang sangat
ku-khawatirkan?” Kyung Soo meraih tangan Eun Soo. Ia
mengelus punggung tangan Eun Soo dengan ibu jarinya.
“Eun Soo-ah, aku takut.” Kyung Soo mengusap air
matanya dengan segara agar tidak menetes dan mengenai
tangan Eun Soo.
**
Mereka bertiga terhenti didepan gerbang sekolah.
Tatapan mereka berubah sendu. Seperti melihat sebuah
lorong gelap yang akan membawa mereka menuju neraka.
Eun Soo berkali-kali menghela nafas dalam. Ia tidak siap
untuk menjalani hari terakhir sebelum ujian semester
kenaikan dimulai. Masalah yang semakin menunpuk
membuat mereka menjadi terpuruk.
197
“Kita hadapi sama-sama.” Baekhyun mengayuh
sepedanya pelan. Kyung Soo dan Eun Soo hanya
memandang punggung Baekhyun tanpa ada keinginan
untuk ikut mengayuh sepedanya.
“Gwenchana, apapun yang terjadi, aku dan kau
tidak boleh menyerah. Kajja.” Eun Soo menepuk bahu
Kyung Soo. Kemudian perlahan Kyung Soo mulai
mengayuh sepedanya.
Mereka berdua menyusuri halaman sekolah
menuju parkiran.
Baekhyun sudah menunggu disana. Ketiganya
mengacuhkan setiap pandangan yang tertuju pada mereka.
Membiarkan segala cemo‟ohan yang terlontar dari bibir-
bibir yang tidak mengetahui apa-apa. Biarkan suara-suara
menyakitkan itu berlalu bersama angin dan menghilang
begitu saja.
“Kau sudah dengar bahwa Kyung Soo akan
dikeluarkan dari sekolah hari ini?”
Langkahnya terhenti. Ia menoleh kearah gadis
yang ada ditepi koridor dengan tatapan yang sulit
diartikan. Baekhyun dan Eun Soo ikut memperhatikan.
Tiga orang gadis itu seketika terdiam dan berlalu pergi
dari tempatnya. Kemudian Kyung Soo kembali berjalan
menyusuri koridor setelah memasang earphone dikedua
telinganya dan memutar lagu kesayangannya dengan
volume tertinggi.
Hari ini memang surat keputusan dari kepala
sekolah akan keluar. Dan Kyung Soo tidak tau akan hal itu
karena Eun Soo merahasiakan hal ini dari kakaknya. Ia
juga menutup rapat berita ini dari kedua orang tuanya
yang seharusnya tau. Hanya Yumi yang tau soal ini karena
198
ia bersama dengan Eun Soo mendengarkan himbauan dari
Xiumin.
Yumi termenung diatas bangkunya. Ia merasa
tidak siap menghadapi hari ini. Seperti ketika Tuhan
menugaskan pada semua manusia untuk melakukan
pengakuan dosa. Ia tidak bisa membayangkan jika Kyung
Soo benar-benar dikeluarkan dari sekolah.
“Chogiyo? Apa Eun Soo sudah datang?”
Yumi terkaget. Ia sontak melihat orang yang tiba-
tiba berdiri dihadapannya. Namja itu lagi. Dia datang lebih
awal dari perkiraan. Yumi menoleh kearah bangku Eun
Soo. Bangku itu masih kosong. Gadis itu belum masuk
kedalam kelasnya.
“Dia tidak biasa terlabat. Akan kusampaikan jika
kau mencarinya.”
Xiumin beralih duduk dihadapan gadis itu.
Wajahnya terlihat sangat lesu. Seperti ada sesuatu yang
buruk.
“Aku menunggu kedatangannya diruang OSIS.”
Begitu isi pesan akhir yang Xiumin sampaikan. Kemudian
ia beranjak dari tempat duduknya dan menghilang dibalik
dinding.
Yumi segera bangkit dari tempat duduknya. Ia
berlari menyusuri koridor dengan sangat tergesa.
Perasaannya begitu kacau.
Sesampainya Yumi diambang pintu kelas Kyung
Soo. Ia mendapati tiga sahabatnya didalam kelas, tempat
dibangku Kyung Soo. Ia berjalan mendekat, menghampiri
sahabatnya yang sibuk membicarakan sesuatu.
“Xiumin mencarimu.”
199
Deg…
Tatapan mereka seketika berubah. Terlebih lagi
Eun Soo yang sangat terkejut. Kedua mata bulatnya
memancarkan puluhan juta kekhawatiran.
Eun Soo menelan ludah. Sebentar ia menatapi
wajah kedua saudaranya, kemudian pergi meninggalkan
kelas Kyung Soo.
Ruang OSIS, Eun Soo dan Yumi sudah duduk
tenang dibangku yang sengaja disiapkan disana. Wajah
Eun Soo terlihat begitu datar, tapi kekhawatiran masih
nampak jelas dimatanya. Ia sudah sangat menyiapkan diri
untuk menerima segala keputusan yang keluarkan dari
sekolah.
“Eun Soo.” Yumi mengenggam erat jemari Eun
Soo.
Xiumin duduk dihadapan mereka. Ia membawa
sebuah amplop coklat dengan ukuran sedang yang ia
sodorkan pada Eun Soo. Eun Soo tidak segera mengambil
amplop itu. Xiumin menarik nafas sebelum mulai
berbicara. “Kami sudah menghubungi orang tuamu.”
“Apa?”
“Ini perintah kepala sekolah.”
Eun Soo langsung terdiam. Ia tidak bisa
membantah jika memang permintaan dari Kepala Sekolah.
“Wali Cho Narri juga akan datang hari ini.
Mereka ingin bertemu langsung dengan orang tuamu.”
Xiumin berhenti bicara. Eun Soo mulai menatapnya. “Dan
Kyung Soo juga harus ada dalam pertemuan itu.”
“Tidak bisa. Kyung Soo tidak bisa ikut.” Elak
Yumi. Ia membuat seisi ruangan itu menjadi gadu.
200
“Ini perintah Kepala Sekolah.”
“Biarkan aku yang menggantikannya.”
“Tidak bisa Do Eun Soo!” Ucap Xiumin tegas.
“Apa kepala sekolah ingin membunuh Kyung Soo
juga!”
Seketika isi ruangan itu terdiam. Begitu hening.
Tatapan mereka kebingungan. Mereka tidak tau apa yang
sudah terjadi pada teman mereka.
“Kyung Soo sakit.” Eun Soo menundukkan
kepalanya. “Jangan membuatnya sekarat lagi. Aku
mohon.”
Suasana menjadi semakin hening. Xiumin
menatap sendu gadis yang ada dihadapannya. “Sekarang
kami hanya bisa memberikan ini.”
Eun Soo mengangguk. Ia meraih amplop itu dan
berlalu pergi dari ruangan itu. Dalam pikirannya
tergambar seperti apa reaksi eomma dan appa mengetahui
berita ini. Putra kebanggaan mereka, Do Kyung Soo.
Dikeluarkan dari sekolah karena menjadi penyebab
seorang
gadis bunuh diri.
“Katakan padaku! Apa yang sedang kau
sembunyikan.” Kyung
Soo menarik tangan Eun Soo menuju koridor yang sangat
sepi. Yumi menjadi kehilangan jejak Eun Soo.
Eun Soo hanya terdiam. Ia memalingkan
wajahnya dari Kyung Soo. Perlahan tubuhnya menggigil.
Air bening itu membanjiri wajahnya. Kedua matanya
sudah memanas saat keluar dari ruangan OSIS. Kyung
201
Soo menarik tubuh gadis itu sampai terjatuh dalam
pelukannya. Tangis Eun Soo semakin pecah. Ia meremas
amplop yang ada ditangannya. Menyembunyikan benda
itu dari Kyung Soo.
“Andwe26!” Teriak Eun Soo. Ia membalas
pelukan Kyung Soo.
Kyung Soo membisu. Ia merasakan getaran hebat
didadanya. Begitu sakit.
“Kyung Soo-ya!”
**
Eomma terdiam diruangan tamu sekolah. Dimeja
itu terdapat tiga gelas kopi hangat yang hampir
mendingin. Tidak ada satupun kata yang terlontar. Begitu
hening dan hanya berbagai macam tatapan yang mereka
tunjukkan. Seperti sedang berbicara melalui tatapan.
Eomma tidak tau sepenuhnya apa yang sedang
terjadi pada putranya. Ia merasa tidak ada masalah serius
yang sedang terjadi pada Kyung Soo. Ketiga putranya
baik-baik saja. Kembali kedua mata eomma menatap
manusia paruh baya yang ada dihadapannya. Seperti
sedang menukar pikiran, melontarkan cacian lewat
pandangan.
“Putramu, sangat pantas dikeluarkan dari sekolah
ini,” celetuk ibu Cho Narri. Eomma hanya terdiam setelah
hatinya merasa tersentak.
Kepala sekolah memasuki ruangan itu. Ia
mengambil posisi duduk dikursi tunggal diantara mereka.
Ia juga datang bersama beberapa staff guru yang
26 Andwe = tidak mau
202
bersangkutan, seperti wali kelas Kyung Soo dan Cho
Narri.
“Kami sudah memutuskan. Kyung Soo akan
dikeluarkan dari sekolah ini. Tuan dan nyonya Cho
meminta hal ini karena masih tidak bisa terima dengan
kematian putri mereka,” jelas kepala sekolah. Eomma
menatap kedua wajah angkuh itu.
“Apa yang sudah dilakukan putraku?” Tanya
eomma dengan tenang.
“Dia membunuh putriku!” Sahut Nyonya Cho
dengan penuh emosi.
“Benarkah? Putraku tidak mungkin melakukan hal
itu, apa kau yakin bahwa putraku yang membunuh
putrimu?” Eomma menatapnya, begitu tajam.
“Huh,” decak nyonya Cho. Kemudian ia
mengeluarkan sesuatu dari dalam tas coklatnya. Dengan
tatapan yang tidak mengenakkan ia menyerahkan buku itu
kepada eomma. “Itu adalah buktinya, nyonya Do.”
“Tapi putraku tidak membunuh putrimu. Dia
bunuh diri.”
“Itu karena putramu!”
Kepala sekolah mulai bingung. Ia tidak bisa
menghentikan perang mulut kedua wali yang ada
dihadapannya. Dewan guru yang ada disana berusaha
melerai, tapi tetap saja perang mulut itu masih berlanjut.
“Nyawa putriku tidak bisa kau gantikan hanya
dengan maaf. Masih beruntung putramu tidak kulaporkan
pada polisi.”
203
“Atas tuduhan apa? Kau hanya akan membuat
malu keluargamu dengan cara seperti itu?” Balas eomma
dengan entengnya
“Sudah, nyonya. Aku mohon kita selesaikan
masalah ini dengan baik.” ujar wali kelas Cho Narri pada
nyonya Cho. Ia memegangi erat lengan wanita itu. Ayah
Cho Narri hanya menyangga kepalanya yang nampak
mulai stress menyaksikan perang mulut itu.
“Hentikan.” Teriak seseorang yang ada didekat
pintu. Kedua matanya melebar menyaksikan kegaduhan
yang terjadi di ruangan yang biasanya memang ramai
karena urusan anak-anak mereka yang mempunyai
masalah disekolah.
Seketika seisi ruangan itu terdiam. Pandangan
mereka sontak tertuju pada Kim Joon Myeon. Kemudian
ia berjalan mendekat kearah tempat wali yang usai beradu
mulut itu. Joon Myeon membungkukkan badannya. Ia
sudah berdiri disamping tempat duduk kepala sekolah.
“Anyeonghaseyo.” Joon Myeon menelan ludah.
“Kyung Soo tidak bersalah.” Lanjutnya.
Kepala sekolah nenatapnya penuh tanya. Ia tidak
mengerti apa yang sedang Joon Myeon katakan.
“Kyung Soo hanyalah korban. Ia tidak tau apa-
apa.”
“Apa maksudmu, Kim Joon Myeon?” Tanya
Kepala Sekolah bingung.
“Kyung Soo tidak ada hubungannya dengan kasus
gantung diri Cho Narri disekolah. Mereka hanya teman
biasa. Bahkan baru saja dekat. Cho Narri menulis nama
Kyung Soo dalam buku itu karena memang mereka
204
sedang bertengkar. Mereka bertengkar juga karena ulah
Cho Narri sendiri. Jadi tolong segera cabut pengeluaran
Kyung Soo dari sekolah. Dia tidak ada hubungannya
dalam masalah ini.”
“Apa yang kau katakan?” Nyonya Cho bangun
dari tempat duduknya.
“Cho imo27,mianhae. Aku yang membuat putri
anda bunuh diri. Aku yang membuatnya sampai seperti
itu.”
Seisi ruangan itu tersentak kaget. Kepala sekolah
mengernyit tidak percaya. Mana mungkin kemenakannya
melakukan hal seperti itu.
“Kim Joon Myeon!” Teriak kepala sekolah.
“Mianhae, samchoon28. Jeongmal mianhae. Aku
sangat siap jika dikeluarkan dari sekolah.”
**
Eun Soo berlari sembari mendorong ranjang
beroda itu. Wajahnya sudah terbanjiri air mata. Ia terisak
tangis dan terus melangkah dengan tergesa. Langkahnya
beriringan dengan pijakan kaki perawat rumah sakit yang
juga sama-sama mendorong ranjang itu. Baekhyun dan
Yumi juga bersamanya.
Diatas ranjang itu tergeletak tubuh Kyung Soo. Ia
pingsan lagi. Serangan jantung itu membuat tubuhnya
seketika terjatuh saat dalam pelukan Eun Soo. Dan seperti
pesan dokter, jika Kyung Soo pingsan lagi, maka harus
27 Imo = Bibi (diucapkan kepada seseorang yang sudah lama kenal/ akrab)
28 Samchoon = paman (diucapkan kepada seseorang yang usdah lama kenal)
205
segera melakukan transplantasi jantung untuk
menyelamatkan nyawanya.
Langkah mereka terhenti, seorang perawat
membatasi mereka untuk masuk. Pintu ruang ICU tertutup
begitu rapat. Lampu merah didepan ruangan itu menyala.
Appa sedang melakukan registrasi agar mendapat donor
jantung dengan segera. Jemarinya sampai bergetar saat
melakukan tanda tangan didepan dokter.
“Eun Soo-ya?” Pijakan kaki itu semakin cepat.
Eun Soo menoleh. Ia berlari menghampiri wanita itu dan
segera memeluknya.
“Eomma.” Tangisnya semakin pecah.
“Gwenchana, Kyung Soo akan baik-baik saja.”
Eomma berusaha untuk tenang walaupun
sebenarnya ia juga merasa khawatir. Baekhyun mendekat
dan memeluk lengan eomma. Mereka duduk dikursi
tunggu ruang ICU. Yumi memegangi tubuh Eun Soo yang
mulai sedikit tenang.
“Berdoalah, maka semuanya akan baik-baik saja,”
bisik Yumi sembari mengelus lengan Eun Soo. Gadis itu
juga sama sedihnya. Tapi ia berhasil menahan air mata
agar tidak menetes membanjiri wajahnya. Itu hanya akan
membuat Eun Soo semakin sedih.
Berjam-jam berlalu, tanpa terasa hari sudah
semakin gelap. Mereka masih terjaga dan terhanyut oleh
pikiran masing-masing.
“Kalian pulanglah. Besok kalian ada ujian. Lebih
baik kalian belajar dan beristirahat dirumah.”
Baekhyun menatap wajah Eun Soo yang masih
diam termenung. Gadis itu sedang melamun. Perlahan
206
tangannya memegang lengan Eun Soo. “Kita pulang?”
ajak Baekhyun.
Eun Soo hanya menggeleng. Ia kembali fokus
dengan apa yang ada dihadapannya. “Aku masih ingin
menunggu sampai operasi selesai.”
Baekhyun beralih menatap Yumi. Dengan hati-
hati Yumi menyentuh bahu temannya.
“Besok kita akan kembali untuk melihatnya.”
Yumi mengelus bahu Eun Soo.
Eun Soo mengangkat tubuhnya. Tadi cukup lama
ia hanya berdiri dan memandangi pintu ruang ICU.
Baekhyun berdiri disampingnya. Ia memegangi bahu Eun
Soo dan menepuknya pelan.
“Dia akan baik-baik saja.”
“Eomma?” Eun Soo tiba-tiba menoleh dan
membuat orang yang ada disekelilingnya ikut
memperhatikan. “Apa Kyung Soo benar-benar
dikeluarkan dari sekolah?”
Eomma diam. Ia berdiri dan meletakkan tasnya
diatas kursi. Baekhyun dan Yumi menjadi sangat gugup.
Mereka masih belum tau bagaimana hasil dari pertemuan
tadi.
“Kalian masih bisa belajar bersama lagi.” Eomma
mengurai senyum. Ketiga anak manusia itu seketika
merasa lega. Senyuman Yumi semakin mengembang.
**
Dua hari berlalu. Operasi transplantasi jantung
yang Kyung Soo jalani berjalan dengan lancar. Kini
degupan jantungnya mulai stabil walaupun ia belum
sadar. Eun Soo sangat lega ketika mendapat kabar bahwa
207
Kyung Soo mulai membaik. Walaupun Kyung Soo tidak
bisa mengikuti ujian akhir semester, tapi ia bisa menyusul
nanti.
Eun Soo berjalan dengan santai menyusuri
koridor. Hari ini ia akan datang ke rumah sakit dengan
Chanyeol dan Sehun, juga kedua sahabatnya, Yumi dan
Baekhyun. Ia masih tidak berani bertemu dengan Kai.
Bahkan Eun Soo tidak tau bagaimana keadaan Kai.
Sesampainya ia didepan kelas Baekhyun, Eun Soo
berdiri didepan pintu untuk menunggu saudara angkatnya
keluar. Yumi sudah berada didepan gerbang sekolah untuk
menunggu kedatangan Chanyeol dan Sehun.
Sesekali Eun Soo melongok kedalam kelas.
Disana masih sangat ramai dengan topik pembicaraan
tentang ujian matematika yang baru saja terjadi. Eun Soo
hanya tersenyum tipis, kemudian ia beralih memandangi
kedua kakinya.
“Bagaimana keadaan Kyung Soo?”
Eun Soo menoleh. Kedua matanya melebar dan
ia sangat
terkejut. “Oppa?”
Joon Myeon tersenyum tipis. Ia tidak mengenakan
seragam. Ditangannya menggenggam berbagai macam
buku.
“Kau?”
“Ada sesuatu yang tertinggal disekolah ini. Aku
hanya mengambilnya,” jelasnya singkat.
“Benarkah?” Eun Soo terdiam. “Aku sangat
berterima kasih padamu. Kenapa kau lakukan itu?”
208
“Untuk menyelamatkan Kyung Soo. Aku sudah
mendapatkan sekolah baru walaupun harus mengulang
satu tahun lagi.”
“Apa?” Eun Soo tersentak. “Tapi syukurlah kau
bisa dengan mudah mendapatkan sekolah baru.”
“Sebab itulah kenapa aku lebih mencintai uang
dibandingkan seorang wanita.”
Eun Soo melongo. Joon Myeon hanya tertawa
kemudian pergi dari hadapan Eun Soo. Tanpa
membalikkan tubuhnya, namja itu melambaikan tangan
dan semakin menjauh.
Eun Soo tersenyum tipis. Beberapa saat kemudian
Baekhyun keluar dari kelasnya dengan wajah yang sangat
buruk. Ia terus menggerutu panjang lebar tentang
susahnya soal matematika tadi pada Eun Soo. Eun Soo
hanya mengiyakan tanpa mengeluarkan komentar apapun,
karena dia sendiri juga merasa kesulitan.
Yumi melambaikan tangan. Dengan cepat
Baekhyun dan Eun Soo memasuki mobil Chanyeol.
Disofa depan sudah ada Sehun yang mendudukinya.
Dengan segera Chanyeol menyalakan mesin mobilnya dan
berlalu pergi.
“Kai masih tidak ingin bertemu dengan siapapun,
” ucap Sehun. Ia baru saja datang kerumah Kai. Walaupun
Kai sudah mengingat siapa Sehun, namja itu bersikap
aneh. Seperti masih sangat malas menggali kisah masa
lalunya.
“Kurasa Kai masih membutuhkan banyak waktu.”
Sahut Baekhyun.
209
“Yah, setidaknya dia bisa mengingat siapa Eun
Soo.” Semua yang ada didalam mobil itu menatap
Chanyeol yang sedang menyetir.
Ada sesuatu yang aneh. Tapi Chanyeol merasa
sangat lega bahwa Kai menyadari Eun Soo bukanlah
miliknya. Gadis itu juga tidak berhak untuknya. Chanyeol
mengenalnya lebih dulu, maka Chanyeol-lah yang berhak
mencintainya.
**
Masa-masa kritis adalah mimpi buruk bagi
siapapun yang mengalaminya. Walaupun masa-masa itu
sudah berlalu tapi tetap saja akan sangat mengkhawatirkan
jika orang yang mengalaminya tidak kunjung sadar. Do
Kyung Soo, ia tidak menunjukkan reaksi apapun. Dokter
mengatakan bahwa keadaannya sangat baik. Tapi Kyung
Soo tidak kunjung membuka kedua matanya.
Semester sudah berlalu dengan cepat. Liburan
akhir semester sekaligus akhir tahun akan segera tiba.
Kim Yumi juga dengan terpaksa menyiapkan segala
keperluannya untuk pulang ke Jepang. Seminggu lagi
kedua orang tuanya akan menjemputnya. Ia sangat rindu
dengan keluarganya, tapi ia juga tidak rela meninggalkan
Korea begitu saja. Ia ingin melihat Kyung Soo sadar.
Hampir setiap hari ia datang kerumah sakit menjenguk
Kyung Soo. Membuat kedua orang tua Kyung Soo hafal
dengannya. Tapi hasilnya sama saja, pria itu belum sadar.
Yumi memejamkan kedua matanya. Ia
merebahkan tubuhnya diatas ranjang kecilnya. Ia kembali
mengingat saat Kyung Soo menggenggam tangannya.
Membawanya menyusuri lapangan seluas itu. Menikmati
hembusan angin siang dengan cuaca yang sangat panas.
210
“Kau terlalu sulit untuk dilupakan.”
Ia tersenyum tipis. Ia merasakan sentuhan itu
masih sangat membekas ditangannya. Seperti baru
kemarin ia melakukan kejadian, yang mungkin saja
setelah sadar Kyung Soo sudah melupakannya begitu saja.
**
Eun Soo berjalan mendekat. Ia tersenyum dalam
wajah sendunya. Kyung Soo menatap langkah adik
kembarnya yang terlihat begitu bahagia. Kedua sudut bibir
tebal itu lama kelamaan membentuk simpul senyum yang
begitu manis. Ada bekas air mata yang mengering dikedua
sudut mata Eun Soo. Eun Soo duduk dikursi yang
menghadap ranjang Kyung Soo. Baekhyun juga sudah
berdiri dibelakang Eun Soo.
Mereka berdua bertatapan dan saling melempar
senyum. Perlahan kedua tangan Kyung Soo yang
sebelahnya masih terpasang jarum infus itu terangkat.
Kemudian ia meraih tubuh adiknya dan memeluknya erat.
Otot-ototnya terasa begitu kaku karena lama tidak
digerakkan. Ia selalu lupa kapan terakhir memeluk tubuh
gadis itu. Baekhyun membuka lebar lengannya dan ikut
memeluk Kyung Soo. Mereka membuat suasana dalam
kamar itu semakin haru. Sampai membuat Eomma dan
appa menangis bahagia.
Kedua anaknya, terlahir dihari yang sama dan
tanggal yang sama dengan waktu yang berbeda.
Selebihnya mereka jauh berbeda karena memang bukanlah
kembar identik. Sifat mereka, bentuk fisik yang berbeda.
Seolah mereka bukanlah anak kembar. Tapi mereka
mempunyai mata, hidung dan bibir yang sama.
211
Kyung Soo menyangga dagunya pada bahu Eun
Soo. Kedua tangannya sudah memeluk semakin erat tubuh
yeoja yang ada dihadapannya. Baekhyun hanya
memeluknya sebentar kemudian melepasnya kembali.
“Kau sudah menentukan siapa yang memang kau
cintai?” Eun
Soo tersenyum, ia mengangguk pelan. “Kalau begitu
jangan membuatnya menunggu lagi. Lelaki tidak suka
menunggu, kau harus tau itu.”
“Araseo.”
“Aku menyayangimu.”
“Aku juga sangat menyayangimu.” Eun Soo
mengelus punggung Kyung Soo, ia merasa sangat
bahagia.
Kemudian pelukan itu perlahan terlepas. Kyung
Soo beralih menatap Baekhyun. “Hey, aku sangat
menrindukanmu.”
Baekhyun berjalan cepat kemudian segera
memeluk Kyung Soo. Mereka berdua tertawa bahagia.
Buliran air bening itu berjatuhan dari pelupuk mata Kyung
Soo.
“Mianhae.” Ucap Kyung Soo pelan. Baekhyun
tidak mengerti.
“Untuk apa?” Baekhyun menepuk-nepuk
punggung Kyung Soo.
“Aku tidak mau mengalah padamu. Tapi kali ini
tolong jaga dia dengan baik.” Lanjutnya lagi.
212
Baekhyun bangun dari pelukannya. Ia menatap
kedua mata bulat itu tidak mengerti. Kyung Soo mengulas
senyum.
“Aku tau kau menyukainya. Aku rasa kau lebih
pantas untuk menjaganya.” Kyung Soo tersenyum, terlihat
begitu memaksakan.
“Apa maksudmu?” Baekhyun mengernyit tidak
mengerti.
“Ah sudahlah, bagaimana semester kali ini? Apa
begitu mengerikan?”
Eun Soo berjalan mendekat. Ia menunjukkan hasil
ulangan Bahasa Inggrisnya pada Kyung Soo. Kyung Soo
mengerjap tidak percaya. Tapi kemudian ia tersenyum
lebar pada Eun Soo.
Eomma mendekat. Ia merapikan tempat tidur
Kyung Soo dan menyuruh putranya untuk segera
beristirahat. Ia baru saja sadar dan harus banyak istirahat,
masih banyak hari untuk berbicara dan bermain lagi
dengan kedua saudaranya.
“Bisa kalian tinggalkan aku dengan Eun Soo?”
Seisi ruangan itu mengangguk mengerti.
Kemudian perlahan meninggalkan tempat itu dan
membiarkan Eun Soo dan Kyung Soo berdua saja. Eun
Soo menaiki ranjang Kyung Soo dan duduk ditepiannya.
Ia tidak tau apa yang akan disampaikan padanya. Kedua
matanya masih memandangi wajah pucat kakaknya. Ia
masih belum sepenuhnya sehat.
“Datanglah kekamarku. Carilah surat Yumi dulu
yang yang ada ditempat bukuku. Dan tolong berikan pada
Yumi.” Eun Soo menatapnya heran.
213
“Kenapa tidak kau saja yang memberikannya?”
“Aniyo. Tolong aku sekali ini saja.”
“Kyung Soo? Katakan padaku, kau mencintainya,
„kan?” Eun Soo menatapnya dalam. Kyung Soo
menundukkan pandangannya.
“Ya, aku mencintainya,” ucapnya setelah lama
terdiam. Eun Soo tersenyum. Dengan cepat ia memeluk
tubuh Kyung Soo dan membuatnya kesakitan. Bekas
operasi yang masih basah itu membuatnya harus berhati-
hati.
Kedua tangan Kyung Soo menurun.
Pandangannya menjadi gelap. Eun Soo tertegun. Ia
memegangi tubuh Kyung Soo yang tiba-tiba seperti
kehabisan energi.
“Kau tidur?” Ucap Eun Soo pelan. Kemudian ia
membaringkan tubuh Kyung Soo dan menarik selimut itu
sampai menutupi dadanya.
Ia mengelus pipi Kyung Soo. Kedua mata
bulatnya terpejam erat. Kyung Soo pingsan dan Eun Soo
tidak tau itu. Bibirnya tertutup rapat dan pucat.
Mereka berdua tidak tau bahwa hari ini Kim
Yumi berangkat ke Jepang. Ada urusan mendadak yang
membuat kedua orang tuanya harus segera kembali ke
Jepang dan membuat putriya tidak sempat berpamitan
dengan taman-temannya.
Yumi menatap keluar jendela pesawat yang
menunjukkan semburat putih dan biru langit. Perasaanya
tidak bisa tenang. Ia terus memikirkan seseorang yang ia
tinggalkan di Korea. Bukan neneknya, neneknya sudah
ikut berangkat bersamanya.
214
“Kakak?” Jemari kecil itu mengenggam
tangannya. Yumi menoleh. Gadis kecil disebelahnya
tersenyum lebar. Ia sangat bahagia bisa bertemu dengan
kakaknya. Yuki sangat merindukan kakaknya, walaupun
sejak kecil mereka tidak tinggal bersama, tapi kedua orang
tuanya selalu menceritakan soal Yumi pada Yuki.
“Aku merindukan kakak. Banyak sekali yang
ingin kutunjukkan pada kakak saat sampai dirumah.”
Ucap gadis kecil itu. Yumi sedikit tidak mengerti Karena
adiknya berbicara dalam bahasa Jepang.
**
Semilir angin menggulung dedaunan yang hampir
menutupi seluruh rumput hijau yang ada di pekarangan
rumah itu, disana banyak sekali mobil terparkir rapi.
Rumah yang bagian depannya menggantung pot-pot kecil
itu berayun terkena semilir angin. Suasana begitu sunyi.
Hanya desah dan suara isak tangis menyeruak dalam
rumah yang dulunya dipenuhi dengan canda tawa itu.
Tidak ada teriakan, pertengkaran dan segala
keributan kecil disana. Semua itu menghilang begitu saja.
Eun Soo terduduk diam dengan menggunakan hanbok29
hitam dan dikepalanya ada seuntai pita putih kecil. Kedua
matanya tidak sanggup lagi untuk mencucurkan air
kesedihan itu. Air matanya serasa sudah habis menetes
karena terus menangis. Ia serasa kehilangan separuh dari
hidupnya. Nafas dari sebagian detak jantungnya. Separuh
dari seluruh kekuatannya.
Tangan kanannya menyentuh peti kayu yang ada
dihadapannya dengan perasaan yang begitu pahit. Dalam
29 Hanbok = pakaian khas Korea
215
peti itu tertidur tenang sosok namja yang sangat ia
sayangi. Setelan jas yang dikenakan namja itu
membuatnya begitu tampan walaupun wajahnya pucat
mengerikan. Bibir tebalnya tersenyum. Seolah ia baik-baik
saja.
“Kyung Soo-ah, semoga kau mimpi indah.”
Sudah kelima kalinya Eun Soo mengucapkan pesan itu.
Pesan yang tidak mungkin didengar oleh Kyung Soo.
Mendadak Kyung Soo mengalami gagal jantung,
komplikasi dengan penyakit lain yang baru diketahui
seminggu setelah oprasi . Kejadian aneh ini membuat hati
Eun Soo seolah tercambuk. Ia tidak pernah
membayangkan jika usaha Kyung Soo hanya sampai
disini. Tuhan merencanakan hal lain. Ketika takdir sudah
tidak dapat dikendalikan.
Baekhyun masih terisak tangis. Ia tertunduk
disamping Chanyeol dan Sehun. Mereka berdua ikut
merasakan apa yang terjadi. Eomma dan appa, jangan
tanyakan bagaimana keadaan mereka. Mereka begitu
terpukul.
Yumi tertunduk didepan ranjangnya. Ia menangis
begitu keras dan sudah menjatuhkan ponselnya
disembarang tempat. Ia merosot dan terus menangis dan
membuat Yuki bingung. Baru saja ia mendapat pesan dari
Chanyeol dan Baekhyun. Isi pesan mereka sama.
Kyung Soo meninggal.
Baekhyun terus menangis. Air mata itu
bercucuran menyampaikan seribu pesan ketidak relaannya
atas kepergian Kyung Soo. Kyung Soo akan dimakamkan
disamping mendiang kakaknya, Do Jeun Soo. Di bukit
yang letaknya cukup jauh dari rumah mereka. Hari ini
216
kakek dan neneknya juga ikut datang dalam upacara
pemakaman.
Sampai saat upacara perpisahan selesai. Eun Soo
masih termenung dikursi halaman belakang rumahnya.
Chanyeol datang menghampirinya. Ia menghela nafas
panjang kemudian duduk disamping Eun Soo.
“Tidak ada yang bisa menghindari takdir Tuhan
untuk kematian.”
Eun Soo menoleh. Wajah penuh ketenangan itu
menatapnya dengan tesenyum. Kemudian Chanyeol
meraih tangan Eun Soo. Mereka saling bertatapan
kemudian melempar pandangan mereka kepekarangan
kecil yang ditumbuhi bunga yang mulai berguguran.
Musim telah berganti.
**
5 tahun kemudian..
Kuharap kau bahagia. Sudah lama sekali aku
ingin menyampaikan ini padamu. Tapi entahlah setiap
berhadapan denganmu lidahku menjadi begitu kelu. Aku
kehilangan seribu kata yang inginku sampaikan padamu.
Tapi mungkin sekarang aku bisa mengatakannya tanpa
harus takut salah mengungkapkannya. Saat aku berusaha
menganalisir perasaanku sendiri, aku sangat bingung
melihat kenyataan yang kurasakan. Tapi ternyata
perasaan cinta itu tidak bisa membohongi diri kita. Entah
apa yang membuatku jatuh hati padamu. Mungkin dari
senyummu. Ah mungkin tidak. Ada hal lain yang berbeda
darimu. Tapi sampai sekarang aku belum mengetahuinya.
Biarlah dirimu sendiri yang mengetahui dan jangan beri
tahu pada yang lain. Kau tau bagaimana keadaanku
sekarang. Aku merasa tidak sanggup lagi menanggung
217
sesuatu yang menyakitkan dalam tubuhku. Entah kapan
Tuhan akan memanggil tapi aku tidak bisa
menghindarinya. Dan sekarang aku hanya ingin
melihamut bahagia. Bersama dengan orang yang tepat.
Jangan menangis, aku tidak suka melihatmu menangis.
Tapi tanpa sadar aku sering membuatmu menangis. Aku
minta maaf.
Hanya ini yang bisa kusampaikan padamu.
Jadikan tulisan ini sebagai kenang-kenang terkahir yang
bisa kau simpan.
Do Kyung Soo
Yumi melipat kembali lembar kertas itu.
Dibaliknya terdapat tulisannya. Yah, lembaran itu adalah
surat yang ia kirimkan untuk Kyung Soo dan sekarang
Kyung Soo mengembalikannya. Ia tidak bisa menahan
deraian air mata yang sudah tidak sanggup ia bendung
lagi. Ia menaruh lipatan kertas itu kedalam tasnya.
Kemudian berjongkok disamping gundukan tanah yang
sudah dipenuhi rumput itu.
“Aku sangat sedih. Apa kau tau seperti apa
rasanya saat mendengar kabar itu. Rasanya tulangku
remuk dan runtuh begitu saja. Aku tidak bisa melihat saat
terakhir kau bernafas Kyung Soo. Itulah yang kusesalkan
sampai sekarang. Tuhan mempunyai rencana lain. Aku
yakin rencananya sangat indah walaupun aku tidak bisa
menerimanya dengan baik. Terlalu adil bagi Cho Narri
jika kau pergi.” Yumi menghapus air matanya. Ia beralih
menatap foto besar yang usang itu.
“Saat aku di Jepang, aku takut tidak bisa bertemu
denganmu lagi dan ternyata itu benar. Kenapa setiap
ketakutanku menjadi kenyataan. Aku tidak bisa bertemu
denganmu lagi, tidak bisa. Saat kau menggenggam
218
tanganku, sampai sekarang aku masih merasakannya.
Aku berfikir untuk tidak menghapusnya. Bukankah itu hal
yang bodoh? Aku tidak mencuci tanganku. Seandainya
kau masih hidup, mungkin aku tidak akan khawatir.”
Bibirnya kembali bergetar. Kedua matanya menatap lamat
wajah Kyung Soo.
“Sampai sekarang aku masih mencintaimu.”
Ia segera menutupi wajahnya. Menahan tangis
yang semakin menjadi-jadi. Kepergian Kyung Soo sudah
berlalu lama. Dan Yumi memutuskan untuk berlibur ke
Korea. Ia menjadi seorang mahasiswa disalah satu
Universitas ternama di Jepang. Dan lulus dengan nilai
yang begitu memuaskan. Sekarang sambil berlibur ia
juga berniat untuk
mencari pekerjaan di Korea karena seseorang.
“Ternyata benar kau disini?” Pria itu berjalan
sembari perlahan melepas jasnya. Kemudian
menyampirkan jas tebal itu pada tubuh seorang gadis yang
masih berjongkok di samping makam Kyung Soo.
“Sekarang sedang musim dingin, kenapa kau tidak
memakai jaket ?” ucapnya sembari membantu gadis itu
berdiri.
“Kau terlalu khawatir, Byun Baekhyun.” Yumi
melempar senyum tipis.
“Tentu saja. Aku tidak mau melihat calon istriku
sakit.”
Mereka berjalan menyusuri bukit itu setelah
berpamitan pergi dari makam Kyung Soo.
Di rumah sudah menanti Eun Soo dan seluruh
teman-temannya. Mereka mengadakan reuni kegagalan
219
debut band mereka untuk yang ke 5 tahunnya. Lucu
memang, tapi ide ini dari Sehun. Sehun harus menerima
kekalahannya dalam bersaing dengan Luhan. Yah, Luhan
sudah menjadi seorang penyanyi saat mengikuti sebuah
audisi. Sekarang ia menjadi seorang bintang.
Baekhyun dan Yumi sudah menetapkan tanggal
pernikahan mereka setelah Yumi mendapatkan perkerjaan
sesuai bidangnya di Korea. Eun Soo dan Chanyeol, entah
kenapa hubungan mereka masih tidak bisa dibilang serius.
“Hey Park Chanyeol. Apa kau tidak bisa berhenti
mengupil?” EunSoo berteriak keras, padahal ia sedang
duduk disamping Chanyeol dan berada dimeja makan.
“Aku tidak mengupil, hidungku gatal!” Balas
Chanyeol ketus.
Chanyeol mejadi seorang Dosen di sebuah
Universitas. Sedangkan Eun Soo baru saja lulus dan tidak
berniat untuk bekerja, karena jika memang ia menikah
dengan Chanyeol, maka Eun Soo tidak perlu bersusah
payah untuk membantu mencari uang.
Sehun hanya memperhatikan sembari melahap
makanan yang ada dimeja. Ia dan Kai terus bersaing untuk
menghabiskan makanan yang ada dipiringnya.
“Apa kalian tidak bosan bertengkar terus?” Ucap
Kai dengan mulut penuhnya.
“Kami tidak bertengkar,” elak Chanyeol. Eun Soo
mengangguk.
“Kalau saja kau bersamaku, kau tidak akan
marah-marah seperti ini,” jawab Kai dengan entengnya.
Seketika Chanyeol melotot dan menunjukkan
garpu yang ada ditangan kanannya kewajah Kai. Eun Soo
220
dan lainnya tertawa lebar. Acara makan mereka semakin
terdengar ramai oleh pertengkaran Kai dan Chanyeol.
The End
TENTANG
PENULIS
Mentari Puteri Utami . Bernama pena Merumi. Lahir di Sidoarjo tanggal 10 Agustus 1993.