antara levinas dan jonas antara realita dan tanggung jawab

Upload: madep

Post on 09-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Antara Levinas Dan Jonas antara Realita dan Tanggung Jawab

TRANSCRIPT

  • The Archer Clear Universe

    The Art of Knowing is Knowing What to Ignore ~ Rumi

    Antara Lvinas dan Jonas: Tanggung Jawab akanMasa Depan

    Filed under: Artikel TACU Leave a commentMarch 9, 2013

    Disadur dari:

    - Magnis-Suseno, Franz. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta:Kanisius, 2000

    - Bertens, K. Filsafat barat Kontemporer Prancis. Jakarta:Gramedia, 1996

    Teknologi telah membawa kerumitan sendiri dalam hubungan etis antar manusia. Ia membawamanusia ke dalam sebuah tatanan baru yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh etika tradisional.Perang Dunia II memberikan sebuah impuls baru bagi filsafat, karena ia telah dianggap gagaluntuk mencegah sebuah kengerian yang luar biasa di dalam kehidupan umat manusia. Dalamsituasi yang baru ini, para filsuf pun bereaksi. Dua di antaranya yang akan dibicarakan di siniadalah Emmanuel Lvinas dan Hans Jonas, dua-duanya filsuf keturunan Yahudi.

    Lvinas

    Lvinas mulanya lebih dikenal di kalangan berbahasa Prancis, walaupun ia sempat studi di Jermandi bawah bimbingan Husserl dan Heidegger. Perang Dunia II, yang banyak mempengaruhinyahidupnya, membuatnya hijrah ke Prancis dan masuk tentara di sana. Seluruh keluarganya yangtinggal di Lithuania dibunuh oleh tentara pendudukan Jerman.

    Kekejaman perang yang dialaminya mau tidak mau membuatnya untuk melihat filsafat secarakhas. Ia melihat etika sebagai filsafat pertama, yang mendahului filsafat-filsafat yang lain. Namunia tetap berangkat dari gurunya, para fenomonolog. Ia memakai fenomenologi dengan cara yangkhas untuk menjelaskan filsafatnya sendiri.

    Ia mulai dengan mengkritik Husserl yang masih terjebak pada struktur kesadaran saja. Karena ituHusserl berhenti pada kerangka subjek-objek saja. Objek tetap ditindas oleh subjek, sebagaisesuatu yang diketahui oleh subjek. Kedirian orang lain menjadi hilang, ia tidak diakui sebagaidirinya sendiri. Dan ini menurut Lvinas adalah penindasan, yang kemudian melahirkantotalitarianisme.

  • Heidegger yang juga menjadi gurunya tidak lepas dari kritiknya. Perhatian Heidegger terhadapcakrawala kemengadaan membuat ia lupa pada etika. Heidegger menganggap sebuah etikaeksplisit tidak diperlukan karena dengan ingat akan Sang Mengada, dengan sendirinya akanbersikap mengurus (besorgend) lingkungan dan memelihara (frsorgen) manusia lain. Ini tidakterjadi menurut Lvinas. Konsepsi Heidegger yang melihat cakrawala kemengadaaan justrumelupakan manusia, manusia hanyalah salah satu pengada di antara pengada-pengada yang lain.Dan kegagalan Heidegger merumuskan etika terlihat dari dukungannya terhadap ideologi Nazi diJerman.

    Dalam kutipan sebagaimana di dalam Bertens (1996) dikatakan bahwa filsafat Heidegger adalahbelum selesai:

    Pada mulanya refleksi-refleksi kami ini sebagian besar menimba inspirasinya dari filsafat MartinHeidegger. Di situ ditemukan suatu konsepsi tentang ontologi dan tentang hubungan yang dijalinmanusia dengan Ada. Tetapi refleksi-refleksi kami ini ditandai juga oleh kebutuhan untukmeninggalkan suasana Heidegger ini, biarpun tetap yakin bahwa pemikirannya tidak mungkinditinggalkan untuk beralih ke suatu filsafat pra-Heideggerian. Rupanya pengertian dominan yangmenguasai interpretasi Heidegger tentang eksistensi manusia adalah eksistensi dipahami sebagaiekstasis. Hal ini hanya mungkin sebagai ekstasis sampai titik penghabisannya,

    Dan ia bermaksud untuk menyelesaikannya. Kritik berikutnya pada Heidegger tidak lagiberkaitan dengan fenomenologi sehingga buku Totalitas dan Tak Berhingga pernah dicap sebagaianti-Heidegger. Intinya kurang lebih bahwa Ada pada Heidegger terlalu anonim.

    Lvinas kemudian merumuskan filsafatnya sendiri bertolak dari fenomenologi, dengan meminjamdari Husserl dan Heidegger. Dari Husserl ia meminjam fenomenologi itu sendiri, denganmenggunakan filsafat untuk menunjukkan sesuatu, bukan memikirkan sesuatu. Dari Heidegger iameminjam ketajaman fenomenologis untuk membongkar kerangka subjek-objek. Dari situ iamelakukan pengamatan fenomenologis terhadap data yang paling mendasar dari pengalamanmanusia, yaitu munculnya orang lain di hadapan kita.

    Munculnya orang lain di hadapan kita digambarkan Lvinas sebagai sebuah muka (visage) dalamtotalitas. Dalam muka, orang lain tampil di hadapan kita sebagai orang tertentu, ia yang lain,sebagai sebuah penampakan (epiphanie). Ia selalu hadir sebagai sebuah totalitas, yangmempertahankan keseluruhannya, ia tidak dapat dimasukkan ke dalam keseluruhan. Kita tidakdapat mengintegrasikannya ke dalam kerangka yang lebih luas. Ia selalu sendiri,mempertahankan otonominya. Untuk mengenal orang lain, kita harus keluar dari kita, karena iaadalah sebuah eksterioritas, ia adalah sesuatu yang sungguh-sungguh asing. Ia bukanlah sebuahalter ego, aku yang lain. Ia adalah sungguh-sungguh lain, seorang Pendatang, Seorang Asing(lEtranger).

    Muka hadir sebagai muka yang telanjang, muka yang begitu saja (la visage nu). Begitu ia tampil,ia tidak bisa diabaikan. Ia hadir begitu saja sebagai sebuah imbauan kepada kita untukbertanggung jawab terhadap dirinya. Dalam hal ini kita sama sekali pasif, bakhan pasivitas yangpaling pasif, karena ia mendahului kita untuk bereaksi atau berefleksi. Saya disandera olehnya.Kebebasan kita dirangsang, antara memilih untuk membunuhnya, mengacuhkannya ataubertanggung jawab atas dirinya. Inilah etika menurut Lvinas.

  • Pertemuan dengan orang lain ini adalah data paling primordial yang dapat dikenakan kepadasaya. Dengan bertemu dengan orang lain, saya baru menemukan identitas saya. Denganbertanggung jawab, aku menjadi diriku. Filsafat yang paling primordial dengan demikan adalahetika, dengan bertanggung jawab terhadap yang lain. Kehadiran orang lain di depan sayamenuntut saya untuk bertanggung jawab atas dirinya, dan ini tidak memerlukan pemikiran. Etikatanggung jawab adalah pra-refleksi.

    Jonas

    Hans Jonas, juga seorang keturunan Yahudi, sempat studi di bawah bimbingan Husserl, Heideggerdan Bultman. Sewaktu Hitler berkuasa di Jerman, ia hijrah ke Palestina. Ia sempat tertarik padagerakan Zionis, tetapi kemudian meninggalkannya. Ia kemudian mengajar di Montreal danOttawa di Kanada, lalu di New York, Amerika Serikat.

    Jonas mengembangkan etikanya dengan melihat seluruh sejarah filsafat barat sebagai berikut:

    1. Keadaan manusia, ditentukan oleh kodrat manusia dan kodrat realitas, pada hakikatnya tetapuntuk selama-lamanya.

    2. Atas dasar itu, apa yang baik bagi manusia dapat ditentukan dengan gampang dan jelas.3. Jangkauan tindakan manusia, dan karena itu tanggung jawab manusia, amat terbatas.

    Menurut Jonas, pengandaian-pengandaian ini tidak berlaku ladi di masa ini, dan oleh karena itukita membutuhkan sebuah etika yang baru.

    Jonas melihat bahwa etika tradisional tidak lagi mencukupi untuk menghadapi tantangan masakini dan masa depan di mana teknologi menjadi suatu bagian yang sangat menentukan kehidupanmanusia. Teknologi telah mengamplifikasi semua perbuatan manusia yang belum pernahdibayangkan oleh etika tradisional. Teknologi memperluas pengaruh dan juga jangka waktu dariperbuatan manusia. Apa yang selama ini menjadi perhatian etika yaitu dampak langsung dariperbuatan menjadi tidak memadai.

    Teknologi telah membuka semacam sebuah kotak pandora kensekuensi perbuatan manusia.Revolusi Industri tidak bisa melihat efek pencemaran lingkungan yang akan disebabkan olehnyasebagai akumulasi beberapa abad kemudian. Kemajuan teknologi pengobatan juga tidak bisamelihat akibat ledakan penduduk karena membaiknya angka harapan hidup. Teknologi pertanianyang menaikkan produktivitas pangan telah membawa masalah bagi kesehatan umat manusia.Sistem finansial yang membawa pada kemakmuran ternyata sangat rentan dan memiliki dampakyang sangat besar bagi masyarakat terutama yang paling miskin. Kita hidup di dalam sebuahdunia baru, oleh karena itu kita membutuhkan sebuah etika yang baru, yang menuntut tanggungjawab akan masa depan.

    Etika ini melawan etika deontologis yang menjamin selama kita mendasarkan tindakan kita padaprinsip-prinsip etis, maksud baik misalnya yang akan menjamin kebaikan. Jonas melihat bahwa initidak memadai, maksud baik tidak menjamin kebaikan di masa datang, karena manusia tidaksempurna, ia tidak bisa memahami seluruh konsekuensi dari tindakannya, baik dalam skala ruangmaupun waktu.

    Titik tolak dari etika Jonas adalah heuristika ketakutan. Heuristika ketakutan adalahmembayangkan sebuah konsekuensi di masa depan, seraya menumbuhkan perasaan sesuaidengan yang kita bayangkan tersebut. Hanya dengan cara seperti ini, menurut Jonas, kita bisa

  • menghadirkan sebuah etika di dalam dunia sekarang ini. Untuk itu ia merinci empat prinsipumum etikanya:

    1. Bertindaklah sedemikian rupa sehingga akibat-akibat tindakanmu dapat diperdamaikandengan kelestarian kehidupan manusiawi sejati di bumi.

    2. Bertindaklah sedemikan rupa sehingga akibat-akibat tindakanmu tidak sampai merusakkemungkinan-kemungkinan kehidupan seperti itu tadi di masa depan.

    3. Jangan membahayakan syarat-syarat kelestarian kehidupan tak terbatas umat manusia dibumi.

    4. Dalam pilihanmu sekarang, keutuhan manusia mendatang harus menjadi bagian dan tujuankehendakmu.

    Dengan demikian, ramalan negatif akan masa depan yang buruk harus didahulukan, meskipunramalan itu belum pasti. Kita bisa hidup jika ramalan yang baik tidak terwujud, namun kita jelastidak bisa hidup kalau ramalan yang buruk terjadi, sekecil apa pun probabilitasnya.Mendahulukan ramalan yang baik dengan mengesampingkan ramalan yang buruk, apalagi yangmempertaruhkan seluruh umat manusia, secara etis tidak dapat dibenarkan. Manusia dapat hiduptanpa keuntungan tertinggi, tetapi tidak dengan keburukan tertinggi. Ini bisa digambarkandengan permainan russian roulette. Meskipun kemungkinan kita untuk menang dan selamat tetaphidup adalah 5/6, lebih besar dari kemungkinan mati yang hanya 1/6, kita tidak bisamempertaruhkan nyawa kita dengan uang banyak sebagai imbalan, karena kehilangan nyawaadalah sesuatu yang absolut, yang tidak bisa dihitung untung ruginya.

    Uraian ini tentu cocok dengan kejadian di dunia ini sekarang yang ditimpa krisis pemanasanglobal. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa bisa jadi pemanasan global terjadi bukan karenaulah manusia. Tetapi dengan menggunakan prinsip Jonas, kita tidak bisa bertaruh dengan tetapmemenuhi atmosfer dengan gas rumah kaca, meskipun memang ada kemungkinan bahwa initidak akan berakibat pada pemanasan global, karena akibatnya terlalu mengerikan yaitukelangsungan species manusia itu sendiri.

    Jonas kemudian menunjukkan bahwa etika tradisional juga belum mencukupi untuk membelakepentingan umat manusia di masa datang. Yang pertama, di dalam etika tradisional, kitabertanggung jawab terhadap subjek yang ada, tetapi terhadap subjek yang belum hadir, etikadiam. Etika masa depan justru menuntuk kita juga untuk bertanggung jawab atas subjek yangbelum hadir itu. Yang kedua adalah prinsip timbal balik dalam keadilan berdasarkan persamaanhak yang biasa berlaku dalam etika tradisional. Ia juga tidak berlaku di sini. Tidak ada timbal balikdalam hal tanggung jawab akan masa depan. Masa depan tidak bisa membalas kebaikan masalalu, mereka hanya merasakan akibat darinya. Jonas menunjukkan bahwa ini justru adalahkekuatan etika tanggung jawab, yaitu ia tidak bersifat timbal balik.

    Untuk bisa memahami pembelaan Jonas terhadap masa depan, kita harus memahaminya darisebuah kalimat bahwa apa yang ada, memang sebaiknya ada. Ini mengacu pada kehidupan.Karena kehidupan itu ada, maka ia harus dipertahankan. Untuk menyadari bahwa sesuatu itu adadibutuhkan suatu refleksi, dan dari seluruh makhluk hidup hanya manusialah yang sudah sampaipada titik ini. Oleh karena ia telah sadar bahwa kehidupan itu ada, maka tanggung jawab untukmelestarikan seluruh kehidupan jatuh kepadanya.

    Jonas dengan menggunakan teori evolusi menjelaskan bahwa kehidupan adalah sebuah puncakdari evolusi anorganik. Karena kehidupan telah hadir maka ia harus dipertahankan. Begitukehidupan hadir, ia lahir dengan dorongan untuk mempertahankan dirinya. Dorongan ini begitu

  • primordial bagi kehidupan dan mewarnainya. Keanekaragaman alam yang merupakan prosesevolusi juga menunjukkan bahwa keanekaragaman kehidupan itu memang ada, dan ia juga harusdipertahankan.

    Jonas kemudian melihat adanya keterarahan dalam evolusi, dengan manusia sebagai hasil evolusitertinggi. Kesadaran, buah evolusi dalam manusia yang adalah puncak dari evolusi juga harusdipertahankan. Kesadaran ini menuntut tanggung jawab, dengan pengandaian, semakin tinggiderajat di dalam ekosistem, semakin besar tanggung jawabnya. Alam yang tidak berdaya tidakmembalas perbuatan kita, justru itu ia semakin menuntut kita untuk bertanggung jawabkepadanya.

    Namun etika Jonas bukannya tidak bermasalah. Ia meninggalkan sebuah pekerjaan rumah, yaitubagaimana manusia menjalankan tanggung jawabnya tersebut. Pertanyaan ini sulit untuk dijawabkarena manusia berada pada tingkat moralitas yang berbeda, kalau kita meminjam istilahKohlberg. Usulan Jonas akan sebuah sistem diktator yang baik mungkin lebih mirip denganpengharapan seorang Mesias, tanpa membawa-bawa agama.

    Jonas sadar bahwa mengharapkan sebuah konsensus bersama dari seluruh umat manusia untukmau menurunkan tingkat konsumsinya misalnya, berdasarkan heuristika ketakutan yangdirumuskannya adalah sia-sia. Hal ini bisa dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan;penduduk di negara-negara miskin tidak punya kesempatan untuk menaikkan taraf hidupnyasetara dengan penduduk negara-negara kaya. Oleh karena itulah jalan keluarnya adalah sebuahkediktatoran.

    Tanggung Jawab akan Masa Depan

    Lvinas telah merumuskan sangat baik mengapa kita harus bertanggung jawab pada orang lain.Ia mengacu pada pengalaman primordial. Ia berhenti di situ dan tidak bisa menjelaskan keadilan.Keadilan yang adalah sebuah ide hasil refleksi seperti berada di luar jangkau Lvinas, karena iaberhubungan dengan banyak yang lain. Tetapi bukan itu yang akan dibahas oleh tulisan ini.Ada sebuah lubang di dalam etika Lvinas yang juga menarik dan ini ditunjukkan oleh Jonas.

    Lubang itu adalah etika tanggung jawab Lvinas berhenti pada orang lain yang muncul dihadapan kita. Jonas memperlihatkan bahwa ini pun belum cukup. Tanggung jawab tidak berhentidi situ. Ia juga meluas pada subjek di masa depan yang belum lahir. Untuk itu Hans Jonasmemperluas etika tanggung jawab dari Lvinas dengan bukan saja menjadikan pertemuan kitadengan orang lain sebagai tanggung jawab. Ia menjadikan pertemuan dengan orang lain yangbelum lahir juga sebagai tanggung jawab kita. Tanggung jawab kita bukan hanya pada oranglain secara langsung, melainkan tanggung jawab kita akan kelestarian seluruh spesies umatmanusia. Subjek masa depan ini malah lebih tidak berdaya dari muka telanjang yang hadir dimuka kita. Ia memanggil kita untuk tidak mengacuhkannya apalagi membunuhnya; iamemanggil kita untuk bertanggung jawab atas mereka.

    Di pihak lain ia juga memperkuat etika tanggung jawab Lvinas dalam hal ketimbalbalikan. Iamenunjukkan bahwa kekuatan etika tanggung jawab justru adalah di saat ia tidak timbal balik.Kehadiran subjek di hadapan kita yang menuntut tanggung jawab, menuntut kita tanpa untukberpikir akan adanya timbal balik.

  • Ia juga memperluas etika tanggung jawab Lvinas tidak hanya pada yang lain sebagai manusiamelainkan seluruh alam. Alam hadir di hadapan kita juga sebagai yang lain dan yang total. Iatidak berdaya, dan kita bisa membunuhnya. Ia hadir juga menuntut supaya kita bertanggungjawab atas dirinya, sama seperti kita bertanggung jawab terhadap manusia yang lain.

    Namun solusi yang diajukan Jonas, yaitu sebuah kediktatoran, bermasalah jika dihadapkan padaLvinas. Kediktatoran, yang adalah sebuah hasil refleksi walaupun ia adalah sebuah kediktatoranyang baik, telah melampaui pengalaman fenomenologis, yang menuntut kita untuk tidakmembunuhnya dan memperlakukan ia sebagai totalitas. Di dalam kediktatoran, yang lain tidaklagi menjadi sebuah totalitas, melainkan objek. Diktator menuntut kita untuk bertindak kerasterhadap yang lain, jika kita melihat bahwa mereka membahayakan seluruh umat manusia. Di sinikita berhadapan dengan prinsip keadilan. Terlihat bahwa Lvinas dan Jonas, kedua-duanyabermasalah jika dihadapkan pada masalah keadilan. Etika tanggung jawab nampaknyamembutuhkan lahirnya seorang filsuf baru untuk menjawab tantangan yang diajukan oleh prinsipkeadilan yang telah diabaikannya.

    Tags: Hans Jonas, LvinasComments RSS (Really Simple Syndication) feed

    Blog at WordPress.com. | The Motion Theme.Follow

    Follow The Archer Clear Universe

    Powered by WordPress.com