anomali pemeriksaan hidung

Upload: friadi-nata

Post on 15-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANOMALI PEMERIKSAAN HIDUNG

ANOMALI PEMERIKSAAN HIDUNG

DAN PENATALAKSANAANNYA

PENDAHULUAN

Hidung teletakdi pusat 1/3 tengahwajah, namun struktur ini sering diabaikan dalam pembicaraan manusia. Perubahan fisioogis hidungmenimbulkan rangkaian gangguan mulai dari ketidaknyamanan dan penyakit ingan yang berlangsung sementra hingga yang dapat terlihat lokal yang mempengaruhi secara regional maupun sistemik.(10

Untuk evaluasi kelainan hidung, pertanyaan spesifik dapat mengahsilkan informasi yang sangat berharga. Tidak jarang penderita sulit mengungkapkan suatu keluhan dengan jelas. Hal ini disebabkan gejala yang timbul bersifat lokal, regional atau sistemik, maka rencana pendekatan yang rasional sangat berguna.(1,2)

Untuk mengetahui penyakit dan kelaian hidung, perlu diketahui dulu tentang anatomi hidung. Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramida hidung dan rongga hidung dengan perdarahan serta persarafan serta fisiologi hidung.91,3)

ANATOMI HIDUNG

Anatomi hidung terdiri atas bagianluar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan perdarahan serta persarafan serta fisiologi hidung.(30

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: (3)1. Pangkal hidung (nasal bridge)

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka ulang rawan yang dilapisi kulit dan beberapa otot kecil yang berfungsi untukmelebarkan atau menyempitkan lubanghidung. 93)

Kerangka tulang terdiri dari:

1. Tulang hidung (os nasalis)

2. Prosessus frontalis os maksila

3. prosessus os nasalis os frontalis.(3)Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak dibagian bawah hidung yaitu: (1,4)

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3. Beberapa pasang kartilagoalar minor

4. Tepi anterior karilago septum.93)Rongga hidung (kavum nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi anterior disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. (3)

Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakng nares anterior disebut vestibulum nasi. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan ram,but-rambut panjang yang disebut vibrise.(3)

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dindin, yaitu dinding medial, lateral inferior, dan superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi, septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah: 93)1. lamina perpendikularis os ethmoid

2. Vomer

3. Krista nasalis os maxilla

4. Krista nasalis os palatina

Bagian tulang rawan adalah:

1. kartilago septum (lmina kuadrangularis)

2. kolumela

Gambar 1. Dinding medial kavum nasi

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.(3)

Bagian depan dinding lateral hidung licin disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat khonka-khonka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.(3)Pada dinding lateral terapat 4 buah khonka, yaitu khonka infeior, khonka medial, yang lebih kecil adalah khonka superior, sedangkan yang paling kecil ialah konka suprema. Khonka suprema ini biasanya rudimeter.(3)

Khonka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksilla dan labirin etmoid, sedangkan khonka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.(3)

Diantara khonka-khonka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letakmeatus, ada tiga meatus yaitu inferior, media dan superior. Meatus inferior terletak diantara khonka inferior dengan dasar hidun. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis.(3)

Meatus medius terletak di antara khonka media dan dindinglateral rongga hidung. Pada meatus media terdapat bula ethmoid, prossesus unsinatus,hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat mauara sinus frontal, sinus maksilaris, sinus ethmoid anterior) dan infudibulum ethmoid.93)

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara khonka superior dan khonka media terdapat muaa sinus ethmoid posterior dansinus sphenoid.(3)

Dinding inferior (dasar rongga hidng) dibentuk oleh os maksilla dan os palatum. Dinding superior (atap hidung) dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.(3)Gambar 2. Dinding lateral kavum nasi

Perdarahan hidung

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari percabangan a. maksilaris intera, diantaranya ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina.(3)

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. fasialis, pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. ethmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut Pleksus Kiesselbach (littles area).(3)

Gambar 3. Pleksus Kieselbach

Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung edapat persarafan sensoris dari n. ethmoidalis anterior, yang merupakan cabang n. nasosiliaris, yang berasal dari n. opthalmikus (n.V1)(1,4)

Rongga hidung yang lain, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatinum, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonomi untuk mukosa hidung. Dan menerima serabut sensoris dari n. maksila (n. V2), serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut simpatis dari n. profunda.(1,2,5)

Nervus olfaktorius turun melaluilamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel reseptor penghidu.(3)Gambar 4. Pembuluh darah dan serabut saraf septum

FISIOLOGIS HIDUNG

Fungsi hidung ialah untuk jalan nafas, alat pengatur kondisi udara, penyaring udara, sebagai indra penghidu, untuk resonansi suara, turut membantu proses bicara dan refleks nasal.(3)

1. Fungsi hidung sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.

Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depanaliran udara memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara

Fungsi ini diperlukan untuk mempersiapkan udara yang kan masuk ke dalam alveolus paru.

Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu. Pengaturan kelembaban udara dilakukan oleh selaput lendir. Sedangkan pengaturan suhu dilakukan oleh pembuluh darah di bawah epitel and adanya konka dan septum yang luas.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Berfungsi untuk membersikan udara inspirasi dan debu dan bakteri dan dilakukan oleh: (a) vibrisee pada vestibulum nasi, silia, palut lendir, faktor lain ialah enzim yang dapat menghancurkan.beberapa jenis bakteri (lysozyme)

4. Sebagai indera penghidu

Fungsi ini diperankan oleh mukosa olfaktorius yang terdapat di atap rongga hidung, konka superior dan 1/3 bagian atas septum.

5. Resonansi suara

Fungsi ini penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan bernyanyi. Gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga sura menjadi sengau (rinolalia)

6. Proses bicara

Hidung membantu proses pembentukan kata-kata,organ yang ikut membantu di sini adalah lidah, bibir dan paltum mole.

7. Reflek nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan.(4)

ANOMALI PADA PEMERIKSAAN HIDUNG

Pemeriksaan struktur struktur hidung meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultsi. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan cara: (1,2,3,4,5)

1. Pemeriksaan hidung luar

2. Rinoskopi anterior

3. Rinoskopi posterior

4. Nasoendoskopi

Pemeriksaan hidung luar

Pada pemeriksaan kelainan yang mungkin didapati adalah:

1. Kelainan kongenital (agenesis hidung, hidung bifida, atresia nares anterior, kista dermoid, meningokel, meningoensefalokel)

2. Radang (selulitis, infeksi spesifik)

3. Kelainan bentuk (saddle nose, hidung betet)

4. Kelainan akibat trauma

5. Tumor

Pada pemeriksaan luar, anomali yang ditemukan pada pemeriksaan luar adalah;

deviasi hidung disebelah luar

penafasan melalui mulut dan pembengkakkan

rasa panas pada perabaan

nyeri tekan dan atrofi kulit struktur luar hidung

krepitasi pada saat dilakukan palpasi (pada fraktur hidung)

Rinoskopi anterior

Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai spekulum. Vestibulum dapat dilihat bagian dalam hidung. Kelainan yang ditemukan pada rinoskopi anterior ialah:

Mukosa. Pada radang akan ditemukan mukosa yangberwarna merah, sedangkan pada alergi akan tampak pucat atau kebiruan.

Septum. Anomali yang ditemukan adalah deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses dan lain-lain.

Khonka. Diperhatikan apakah khonka eutrofi (normal) hipertrofi, hipotrofi atau atrofi.

Sekret. Bila ditemukan maka diperhatikan banyaknya, sifatnya (serous, mukoid, mukopurulen atau bercampur darah) dan lokasinya (meatus inferior, medius atau superior)

Massa. Massa yang seringditemukan di dalam rongga hidung adalah polip dan tumor. Pada anak-anak dapat ditemukan benda asing.

Rinoskopi posterior

Dengan menggunkan cara pemeriksaan ini maka yang dapat ditemukan kelainan seperti:

polip koana

hipertrofi khonka

sekret purulen dari hidung dan sinus paranasalis yang tersapu ke posterior melalui kerja sillia.

Nasoendoskopi

Dengan teknik ini, kelainan yang sulit ditemukan secara rinoskopi anterior maupun posterior dapat terlihat jelas.

PENATALAKSANAAN KELAINAN HIDUNG

1. Kelainan Kongenital

Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi tindakan mengatasi gangguan pernafasan dan tindakan rekonstruktif yang dapat memperbaiki deformitas fungsional dan estetik, tindakan eksisi (tergantung pada letak lesi), tindakan flapping atau cangkokkan (untuk menghilangkan suatu defek).

2. Radang

Tindakan yang dilakukan dapat berupa lokal atau sistemik. Tindakan lokal yang dilakukan berupa terapi simtomatik, pemberian antibiotika atau antiseptik, hidrasi lobang hidung dan tindakan sistemik berupa pemberian antibiotika baik secara oral maupun sistemik.

3. Kelainan Sistemik

Pada keadaan ini, penatalaksanaan terutama sekali ditujukan untuk mengatasi faktor etiologi kelainan sistemik tersebut. Sedangkan penatalaksanaan kelainan penyakit tersebut pada hidung, dilakukan sesuai dengan munculan gejala yang ada (lokal atau sistemik).

4. Neoplasma

Tindakan yang dilakukan aldah penatalaksanaan secara simtomatik, tindakan operatif dan radiasi. Pemilihan terapi yang dilakukan tergantung pada keganasan neoplasma dan pengaruh tindakan operasi yang dilakukan terhadap kemungkinan munculnya deformitas dan gangguan fungsi penciuman.

5. Trauma

Tindakan yang dilakukan meliputi simtomatik, reduksi terbuka untuk melihat kerusakan dan mengmbalikan fragmen pada posisi anatomi yang normal dan selanjutnya melakukan perencanaan rekonstruktif tulang rawan, aspirasi, debrideman dan pemberian antibiotika sebagai pencegahan kemungkinan terjadinya infeksi.

6. Epistaksis

Tindakan penanggulangan yang dilakukan didasarkan atas sumber perdarahan dan pilihan tindakan yang dilakukn adalah dengan menggunakan tampon atau kauterisasi.(1,2,3,4,5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, Bois, Hegler, Buku Ajar Penerbit Telinga Hidung Tenggorok BOIES, edisi 6, EGC, Jakarta, hal 173 239.

2. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Cetakan V, EGC, Jakarta, 1993 : 139 276.

3. Soepardi Arsyad Efianti, Iskandar Nurbaiti, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Edisi ke-4, FK UI, Jakarta, 2000: 89 136.

4. Drutz EJ, Pediatric physical examination, from URL http://www.uptodate.com/, 2002.

5. Ludman H, Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung dan tenggorokkan, Cetakan kedua, Hipocrates, 1996: 54-60.PAGE 1