angkatan lxxvi fakultas farmasi rogram …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351133-pr-kartika...
TRANSCRIPT
U
LAPORAN PRA
RUMAH SAK
DR
PERIO
LAPORAN PR
KARTIK
PR
UNIVERSITAS INDONESIA
AKTEK KERJA PROFESI APOTEKE
KIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUP
R. CIPTO MANGUNKUSUMO
IODE 4 FEBRUARI-2 APRIL 2013
RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK
KA FEBIYANTI NORMAN, S. Farm.
1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
ROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ER DI
UPN)
KER
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
U
LAPORAN PR
DI RUMAH SAK
DR
PERIO
LAPORAN PR
Diajukan sebagai s
KARTIK
PR
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK
AKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSU
R. CIPTO MANGUNKUSUMO
ODE 4 FEBRUARI – 2 APRIL 2013
RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK
i salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ap
KA FEBIYANTI NORMAN, S. Farm.
1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
ROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
KER
SUPN)
KER
poteker
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan
menyusun laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang dilaksanakan pada tanggal 4
Febuari sampai 2 April 2013.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menambah pemahaman, pengetahuan dan
keterampilan apoteker dalam dunia kerjanya. Laporan ini disusun sebagai syarat
untuk menempuh ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas
Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah
penulis terima, kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Dra. Idayanti, MARS., Apt. selaku selaku Kepala Sub Instalasi Produks i
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Pembimbing beserta staf yang telah
banyak membantu dan membimbing penulis untuk mengenal Rumah Sakit
ini.
2. Santi Purna Sari M.Si, Apt.,selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
penyusunan laporan ini.
3. Yulia Trisna M.Pharm., Apt.selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengenal RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo.
4. Dra. R. Kurniasih, Apt., M.Pharm selaku Kepala Sub Instalasi Farklin
Diklitbang RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo beserta staf yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis.
5. Dra. Irmawati D., Apt., Sp.RS selaku selaku Kepala Sub Instalasi Perbekalan
Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo beserta staf yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
v Universitas Indonesia
6. Seluruh Tenaga Kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah
banyak membantu dan memberikan bimbingan serta dorongan moril selama
PKPA di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo.
7. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
8. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
9. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Repulik Indonesia atas
segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan
PKPA;
10. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis;
11. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya;
12. Teman-teman Apoteker Angkatan 76 atas dukungan dan kerja samanya;
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama
penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan
laporan ini.
Penulis
2013
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan ..................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ......................................................................... 3
2.1 Definisi Rumah Sakit ............................................................... 3
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ................................................ 3
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ........................................................... 3
2.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit ............................................. 6
2.5 Tenaga Kesehatan .................................................................... 6
2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................................................. 7
2.7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ............................................. 9
2.8 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP) ................................................ 11
2.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ..................... 15
2.10 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit ...................... 24
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ...................................................................... 29
3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................................. 29
3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ...... 31
3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) . 33
3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ... 34
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................... 39
4.1 Gudang Perbekalan Farmasi ..................................................... 39
4.2 Sub Instalasi Produksi .............................................................. 45
4.3 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat .................................... 50
4.4 Satelit Intensive Care Unit (ICU) ............................................. 57
4.5 Satelit Farmasi Pusat ................................................................ 62
4.6 Satelit Kirana ........................................................................... 65
4.7 Ruang Rawat Inap Terpadu ...................................................... 70
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 76
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 76
5.2 Saran .......................................................................................... 76
DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 79
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
vii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Pembagian Jumlah Asisten Apoteker di Tiap Depo IGD ............. 51
Tabel 4.2 Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Pusat .......... 63
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
viii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ............... 79
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSCM ............................... 80
Lampiran 3. Struktur Organisasi Instalsi Sterilisasi Pusat RSCM .................... 81
Lampiran 4. Formulir Pencampuran Obat Sitostatik ........................................ 82
Lampiran 5. Contoh Protokol Kemoterapi ....................................................... 83
Lampiran 6. Formulir Verifikasi Resep ........................................................... 84
Lampiran 7. Formulir Medication History Taking Pasien ................................ 85
Lampiran 8. Lembar Monitoringg Pengobatan Pasien Rawat Inap ................... 86
Lampiran 9. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang ...................................... 87
Lampiran 10. Contoh Etiket .............................................................................. 88
Lampiran 11. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose ............................................ 89
Lampiran 12.Contoh Blanko Kartu Stok ........................................................... 90
Lampiran 13. Formulir Retur Obat .................................................................... 91
Lampiran 14. Label Penandaan Khusus ............................................................. 92
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Kartika Febiyanti Norman, S.Farm
NPM : 1206313242
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Karya akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah
saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto
Mangunkusumo Periode 3 Februari - 4 April 2013.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan karya akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 1 Juli 2013
Yang menyatakan
(Kartika Febiyanti Norman, S.Farm)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang merupakan salah satu unsur
kesejahteraan. Unsur tersebut diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam mewujudkan
pembangunan kesehatan diperlukan sumber daya bidang kesehatan. Sumber daya
tersebut meliputi dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, alat
kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi (Undang-undang Nomor
36 Tahun 2009).
Selama proses mewujudkan pembangunan kesehatan upaya yang terpadu
dan menyeluruh merupakan usaha penting dalam upaya kesehatan. Upaya
kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Konsep kesatuan upaya
kesehatan menjadi pedoman bagi seluruh fasilitas kesehatan (Undang-undang
Nomer 36 Tahun 2009)
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2004). Upaya kesehatan di rumah sakit dapat berjalan dengan baik jika
setiap tenaga kesehatan yang berperan memahami serta melaksanakan fungsi dan
tugasnya dengan baik.
Berdasarkan undang-undang Nomer 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa
apoteker merupakan salah satu profesi yang berperan dalam pelaksanaan upaya
kesehatan di rumah sakit. Apoteker berperan sebagai profesi pelaksana praktek
pelayanan kefarmasian (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Pelayanan farmasi di rumah sakit berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, dan pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
Pelayanan farmasi di rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Jika pelayanan kefarmasian tidak
berjalan dengan baik maka pelayanan kesehatan di rumah sakit juga tidak akan
berjalan dengan baik. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan apoteker juga
berperan penting dalam keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan upaya
kesehatan.
Saat ini, pelayanan kefarmasian di rumah sakit tidak hanya berfokus pada
fungsi manajemen perbekalan kefarmasian tetapi juga harus berorientasi kepada
pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Perubahan ini
menuntut apoteker memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
di ruang lingkup manajemen dan klinis di rumah sakit. Selain itu, apoteker juga
dituntut untuk memiliki kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya. Oleh sebab itu, dilaksanakan praktek kerja profesi apoteker di rumah
sakit agar calon-calon apoteker dapat mempelajari dan mempraktekkan tugas dan
fungsi apoteker di rumah sakit.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit
adalah memahami tugas beserta fungsi instalasi farmasi, pelaksanaan pelayanan
kefarmasian dan peran apoteker di rumah sakit.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi Rumah Sakit
Berdasarkan undang-undang Nomor 44 Tahun 2009, disebutkan bahwa
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai
kemanusiaaan, etika dan profesionalisme, manfaat, keadilan, persamaan hak dan
antidiskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
memepunyai fungsi sosial.
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 rumah sakit
mempunyai tugas yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Dalam menjalankan tugasnya rumah sakit mempunyai fungsi sebagai
berikut (Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009) :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit diklasifikasikkan berdasarkan berbagai kriteria, antara lain
berdasarkan jenis pelayanaan dan kepemilikan atau pengelolaannya.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
2.3.1 Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan rumah sakit dapat digolongkan menjadi
(Undang-undangan Nomor 44 Tahun 2009) :
2.3.1.1 Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit umum
diklasifikasikan menjadi (Undang-undangan Nomor 44 Tahun 2009) :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5
(lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik
Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4
(empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik
Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar
dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
2.3.1.2 Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit khusus
diklasifikasikan menjadi (Undang-undangan Nomor 44 Tahun 2009) :
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dam
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dam
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhusussan yang terbatas.
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis kekhusussan yang minimal.
2.3.2 Rumah Sakit Berdasarkan Pengelolaanya
Berdasarkan penngelolaannya rumah sakit dapat digolongkan menjadi
(Undang-undangan Nomor 44 Tahun 2009) :
a. Rumah Sakit Publik
Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit
publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Rumah Sakit Privat
Rumah Sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Persero Terbatas atau Persero.
2.3.3 Rumah Sakit Pendidikan
Rumah Sakit Pendidikan merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan
pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi
kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga
kesehatan lainnya (Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
2.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Organisasi rumah
sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur
pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,
satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala
rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan
keahlian di bidang perumahsakitan serta pemilik rumah sakit tidak boleh
merangkap menjadi kepala rumah sakit (Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009)
2.5 Tenaga Kesehatan
Berdasarkan undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, tenaga kesehatan
merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum,
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan
kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan
standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi.
b. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan.
c. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten
apoteker.
d. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan,
entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian.
e. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian.
f. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapi
wicara.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
g. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi
gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik
prostetik, teknisi transfuse darah dan perekam medis.
2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.6.1 Definisi IFRS
Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan
pemeliharaan sarana Rumah Sakit. Farmasi Rumah Sakit adalah seluruh aspek
kefarmasian yang dilakukan Rumah Sakit. Jadi, instalasi farmasi Rumah Sakit
adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di Rumah Sakit, tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan Rumah Sakit itu sendiri (Siregar, 2004).
2.6.2 Tujuan IFRS
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/
2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, tujuan pelayanan
farmasi ialah :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
2.6.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada
penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan maupun semua unit di Rumah
Sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi
obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi
dengan biaya minimal.
IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi
yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan
berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik
dan Rumah Sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih
baik (Siregar, 2004).
2.6.4 Ruang Lingkup Fungsi IFRS
IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi
klinik dan non klinik. Fungsi non klinik meliputi perencanaan, penetapan
spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pengendalian, produksi,
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian
semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004).
Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan
dalam program Rumah Sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi
penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit
perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi Rumah Sakit, sentra informasi
obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan
obat, buletin terapi obat, program edukasi ‘in-service’ bagi apoteker, dokter dan
perawat dan investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah,
ronde/visite pasien, pengkajian resep dan penggunaan obat (Siregar, 2004 dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
2.6.5 Struktur Organisasi IFRS
Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004,
pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi
yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian.
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi
klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang
dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan.
Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak,
tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab
untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem
mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan
kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan
menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan
terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil
IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka,
dampaknya pada pelayanan dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk
dan pelayanan (Siregar, 2004).
2.7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
2.7.1. Definisi PFT
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.7.2. Tujuan PFT
Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
10
Universitas Indonesia
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat, serta evaluasi obat.
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan
2.7.3. Fungsi dan Ruang Lingkup PFT
Berikut adalah beberapa fungsi PFT (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2004) :
a. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat
yang sama.
b. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf
medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakankebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
2.7.4. Struktur Organisasi PFT
Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap Rumah
Sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi Rumah Sakit setempat (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
a. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker dan
Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga)
orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.
b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika Rumah
Sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal
Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau
apoteker yang ditunjuk.
c. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali
dan untuk Rumah Sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT
dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit
yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris,
termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam Rumah Sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.8 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)/ Centrilized Sterile Supply Deparment
(CSSD) 2.8.1. Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat
Instalasi sterilisasi pusat adalah unit pelayanan non struktural yang
berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan
memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009).
2.8.2. Tujuan dan Tugas Instalasi Sterilisasi Pusat
Tujuan Instalasi Sterilisasi Pusat adalah (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2009) :
a. Membantu unit lain di Rumah Sakit yang membutuhkan alat-alat dengan
kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah, serta
menanggulangi infeksi nosokomial.
c. Efisiensi tenaga medis/paramedis lain serta pada media unit kegiatan-kegiatan
yang pada dasarnya bersifat patient care (berorientasi pada pelayanan
terhadap pasien).
d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
Tugas utama dari Instalasi Sterilisasi Pusat adalah (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009) :
a. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.
b. Melakukan proses ksterilisasi alat/bahan.
c. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar
operasi amupun ruangan lainnya.
d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif
serta bermutu.
e. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan
pasien.
f. Memepertahankan standar yang telah ditetapkan.
g. Mendokumentasikan setiap aktifitas pembersihan, didinfeksi maupun sterilisi
sebagai bagian dari program upaya pengendallian mutu.
h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisi dalam rangka pencegahan dan
pengendalian infeksi bersama dengan pengendalian infeksi nosokomial.
i. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi.
j. Menyelengggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat
sterilisasi baik yang bersifat intern maupun ekstern.
k. Mengevaluasi hasil sterilisasi.
2.8.3. Struktur Organisasi
Instalasi sterilisasi pusat dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi dan
bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur Penunjuang Medik. Agar
dapat memeberikan pelayanan sterilisasi yang baik dan memenuhi kebutuhan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
barang steril di rumah sakit, Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi dibangtu sekurang-
kurangnya : penanggung jawab administrasi, Sub Instalasi Dekontaminasi,
Sterilisasi dan Produksi, Sub Instalasi Pengawasan Mutu, Pemeliharaan Sarana
dan Peralatan, K3 dan Diklat serta Sub Instalasi Distribusi (Departemen
Kesehatan Republlik Indonesia, 2009).
2.8.4. Kualifikasi Tenaga (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009)
a. Kepala Instalasi Sterilisasi Pusat : pada RS kelas A dan B, pendidikan terakhir
minimal S1 di bidang kesehatan atau S1 umum dengan minimal masa kerja 5
tahun di bidang sterilisasi. Pada RS kelas C pendidikan terakhir minimal D3 di
bidang kesehatan atau D3 umum dengan minimal masa kerja 5 tahun di
bidang sterilisasi.
b. Kepala Sub Instalasi : pendidikan minimal D3 di bidang kesehatan dengan
masa kerja selama 3 tahun di bidang sterilisasi.
c. Penanggung Jawab Administrasi : Minimal lulusan SMA/SMU/SMEA atau
sekolah pendidikan perawat atau yang setara dengan tambahan kursus
administrasi.
d. Staf : harus mengikuti pelatihan pusat sterilisasi yang bersertifikasi.
Pemilihan tenaga kerja untuk ditempatkan di ISP harus dilatih terlebih
dahulu tentang prinsip sterilisasi, monitoring autoklaf, pengoperasian sterlisasi
gas, identifikasi alat bedah, menyusun dan membersihkan peralatan, tes
bakteriologi dan biologi dasar. Progam pelatihan ini membutuhkan waktu dan
biaya sehingga harus ada teknisi progam pelatihan untuk mengembangkan
karyawan sehingga berkualitas baik dari segi teori dan teknologi (Siregar, 2004).
2.8.5. Lokasi Instalasi Sterilisasi Pusat
Lokasi instalasi sterilisasi pusat sebaiknya berdekatan dengan ruang
ppemakai alat atau bahan steril terbesar di rumah sakit. Penetapan atau pemilihan
lokkasi yang tepat berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan
pengendalian infeksi yatu dengan meminimalisasi risiko terjadinya kontaminasi
silang serta mengurangi lalu lintas transportasi alat steril (Departemen Kesehatan,
2009).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
14
Universitas Indonesia
2.8.6. Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi
Pada prinsipnya desain ruang sterilisasi pusat terdiri dari ruang bersih dan
ruang kotor yang dibuat sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya
kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu pembagian
disesuaikan dengan alur kerja. Ruang sterilisasi pusat dibagi atas lima ruang
yaitu:ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat, ruang produksi dan prosesing,
ruang sterilisasi dan ruang penyimpanan barang steril (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009).
2.8.7. Pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat
Instalasi sterilisasi pusat melayani semua unit di rumah sakit yang
membutuhkan kondisi steril. Tatalaksana pelayanan penyediaan barang sterril
terdiri dari : perencanaan dan penerimaan barang (linen, instrumen, sarung
tanggan dan bahan habis pakai), pencucian, pengemasan dan pemberian tanda,
proses sterilisasi, penyimpananan dan distribusi, pemantauan kualiptas sterilisasi
serta pencatatan dan pelaporan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2009).
Barang yang masuk ke dalam ISP dicatat dalam buku penerimaan yang
memuat data tentang tanggal masuk barang, nama dan jumlah barang, nama
ruangan serta keterangan mengenai fisik barang. Barang yang masuk dalam ISP
dapat digolongkan sebagai berikut (Siregar, 2004):
a. Barang bersih
Berasal dari bagian perbekalan dan distribusi, rumah tangga dan barang
pesanan untuk disterilkan.
b. Barang kotor
Berasal dari ruangan-ruangan seperti sarung tangan, pakaian, dan alat
kedokteran.
Proses seleksi dilakukan untuk memisahkan barang yang dapat dipakai
ulang dengan barang yang sudah rusak seperti sobek, tidak tajam lagi, bekas
pasien AIDS, dan sebagainya. Pemberian desinfektan dengan cara merendam
barang dalam larutan desinfektan seperti lisol dan wipol, kecuali tenun operasi
yang tidak mengalami proses pemberian desinfektan. Kontrol kualitas dilakukan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
untuk menjamin mutu sterilitas produk yang dihasilkan. Kontrol kualitas tersebut
diantaranya adalah pemasangan indikator fisik pada barang-barang yang akan
disterilkan, uji mikrobiologi barang-barang yang telah disterilkan, penentuan
tanggal kadaluarsa untuk barang yang telah disterilkan (Siregar, 2004).
2.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197 Tahun 2004 pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus
kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi, dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Adapun tujuan
pengelolaan perbekalan farmasi antara lain : mengelola perbekalan farmasi yang
efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanana,
meningkatkan kompetensi/kemamapuan tenaga farmasi, mewujudkan sistem
informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna serta melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan.
2.9.1. Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan
peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas
dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2004).
2.9.2. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggung jawabkan seperti metode konsumsi,
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
16
Universitas Indonesia
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.9.2.1 Tujuan Perencanaan
Tujuan utama dari perencanaan dalam farmasi adalah untuk menetapkan
jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008).
2.9.2.2 Prinsip Perencanaan
Perencanaan obat harus ditetapkan berdasarkan pada pedoman
perencanaan, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk tingkat nasional, formularium
Rumah Sakit untuk tingkat Rumah Sakit, standar diagnosis dan terapi untuk
unit pelayanan fungsional (UPF), dan juga berdasarkan permintaan perbekalan
farmasi.
b. Data catatan medik, untuk mengetahui macam-macam penyakit yang diderita
pasien, rata-rata lama perawatan pasien, serta jumlah pasien dalam kurun
waktu tertentu.
c. Sesuai dengan anggaran yang tersedia.
d. Penetapan prioritas berdasarkan sasaran unit pelayanan, jenis perbekalan
farmasi, dan fungsinya.
e. Siklus penyakit
f. Jumlah stok barang yang tersisa.
g. Data pemakaian periode lalu
h. Rencana pengembangan
2.9.2.3 Metode-Metode Perhitungan Obat
Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah
kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam
perhitungan kebutuhan obat, antara lain (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008) :
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
17
Universitas Indonesia
a. Metode Konsumsi
Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat individual
dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data
konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per
periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas
kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang
umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya
adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode
morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum,
sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-
masalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan
(berdasarkan pada praktek rata-rata atau pedoman pengobatan).
c. Metode kombinasi
Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas/epidemiologi, selain itu
dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode morbiditas
digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus demam
berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan
menggunakan metode konsumsi
2.9.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui melalui: pembelian (secara tender dan secara
langsung), produksi (steril dan non steril) serta sumbangan/droping/hibah
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Terdapat empat metode pada proses pengadaan, yaitu (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008) :
a. Pelelangan (tender) terbuka
Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
18
Universitas Indonesia
Untuk pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta
perhatian penuh.
b. Tender terbatas
Sering disebutkan sebagai lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan
tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat
dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan
lelang terbuka.
c. Pembelian dengan tawar-menawar
Metode dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya
dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
d. Pembelian langsung
Pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga tertentu, relatif agak
lebih mahal
2.9.4 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
b. Sediaan farmasi dengan harga murah.
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran.
e. Sediaan farmasi untuk penelitian.
f. Sediaan nutrisi parenteral.
g. Rekonstruksi sediaan obat kanker.
h. Sediaan farmasi yang harus dibuat baru.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
19
Universitas Indonesia
2.9.4.1 Jenis Sediaan Farmasi yang Diproduksi (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008) :
a. Produksi Steril
Persyaratan teknis untuk produksi steril: ruangan aseptis, peralatan, contohnya
laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave, oven, Cytoguard, dan
alat pelindung diri, sumber daya manusia : petugas terlatih.
Kegiatan produksi steril meliputi:
a. Pembuatan Sediaan Steril. contoh: pembuatan methylen blue, triple dye,
aqua steril
b. Total Parenteral Nutrisi (TPN)
TPN adalah nutrisi dasar yang diperlukan bagi penderita secara intravena
yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh
TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, dan
mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus
untuk nutrisi.
c. Pencampuran Obat Suntik/ Sediaan Intravena (IV admixture)
IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan
intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh
kegiatan IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam
cairan infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan
pelarut yang sesuai.
d. Pengemasan Kembali (Re-Packing)
e. Rekonstitusi Sediaan Sitostatika
b. Produksi Nonsteril
Kegiatan produksi nonsteril meliputi :
a. Pembuatan Sirup
Contoh sirup yang umum dibuat di Rumah Sakit adalah OBH (Obat Batuk
Hitam).
b. Pembuatan Salep
Contoh : Salep AAV.
c. Pembuatan Puyer
Contoh : obat racikan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
d. Pengemasan Kembali (Re-Packing)
Contoh : Alkohol, Povidon Iodine
e. Pengenceran
Contoh : H2O2 3%
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas,
kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses
dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah
dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus
terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk).
2.9.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008). Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2004):
a. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai
certificate of analyse (CA).
b. Barang harus bersumber dari distributor utama.
c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahan-
bahan berbahaya.
d. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin
(CO).
e. Waktu kadaluarsa minimal 2 tahun.
2.9.6 Penyimpanan
Penyimpanana merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengen cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
21
Universitas Indonesia
Tujuan penyimpanan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) :
a. Memelihara mutu sediaan farmasi.
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
c. Menjaga ketersediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES /SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi dengan
ketentuan antara lain:
a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
b. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya.
c. Mudah tidaknya meledak/terbakar.
d. Tahan/tidaknya terhadap cahaya.
e. Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Ruang penyimpanan harus memperhatikan penempatan rak dan pallet
untuk kemudahan bergerak, suhu, sinar/cahaya, kelembaban, sirkulasi udara,
pemisahan untuk menjamin mutu produk, dan keamanan petugas. Umumnya,
penyimpanan dibagi berdasarkan :
a. Bentuk sediaan
b. Kelas terapi
c. Alfabetis
d. First in First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)
e. Kestabilan sediaan.
2.9.7 Pendistribusian
Kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan
serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah
tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu tepat
jenis dan jumlah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Distribusi
perbekalan farmasi di Rumah Sakit dapat dilakukan dengan berbagai pilihan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
sistem. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan (Departemen Kesehatan Republlik Indonesia,
2004) :
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah :
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock)
Tatatan kegiatan penghantaran sediaan perbekalan farmasi yang disiapkan
dari persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/unit perbekalan
farmasi dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang
tersebut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pendistribusian
perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang
disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh
petugas farmasi (Departemen Kesehatan, 2004). Sistem ini seharusnya
diminalisasi tetapi dalam beberapa kondisi sistem ini dapat digunakan, yaitu
(Quick, 1997) :
a. Pada unit gawat darurat atau ruang operasi biasanya dibutuhkan obat atau alat
kesehatan dengan segera sehingga lebih baik disediakan stok. Akan tetapi, jika
terdapat satelit farmasi di dekat ruangan tersebut maka sistem ini bisa
dihindari.
b. Dalam keadaan gawat darurat, obat-obatan diharuskan tersedia di ruang
pelayanan pasien. Oleh sebab itu, umumnya disediakan stok obat-obat gawat
darurat di ruang rawat. Farmasi bertanggung jawab melakukan pengawasan
untuk obat-obat tersebut.
c. Untuk obat-obatan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak dan biayanya
murah dapat dilakukan distribusi dengan sistem ini. Hal tersebut dilakukan
dengan pertimbangan resiko bahaya keamanan pasien atas obat tersebut
rendah.
Keuntungan dari sistem ini antara lain: pelayanan lebih cepat, menghindari
pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai ke IFRS dan mengurangi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
23
Universitas Indonesia
penyalinanan order perbekalan farmasi (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
Kelemahan dari sistem ini antara lain: meningkatnya kesalahan, persediaan
diruang rawat dengan fasilitas terbtas, kehilangan dan kerusakan perbekalan
farmasi, pengendalian persediaan dan mutu kurang diperhatikan perawat, serta
menambah beban kerja perawat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008).
b. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual)
Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi
diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian
perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi
farmasi (Departmen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Keuntungan dari sistem ini adalah : pengkajian langsung oleh apoteker,
terjadi interaksi profesional (apoteker, dokter, dan perawat), pengendalian
persediaan serta mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Kelemahan dari sistem ini adalah : memerlukan waktu yang lama untuk
obat sampai ke pasien dan pasien membayar obat yang kemungkinan tidak
digunakan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
c. Sistem Unit Dosis
Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diorder oleh dokter untuk pasien
terdiri atas satu atau beberapa jenis perbekalan farmasi yang masing-masing
dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk
suatu waktu tertentu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pada
sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang
disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu
kali dosis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Penyiapan dan
pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan
dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke
pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap bukan
untuk pasien rawat jalan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
24
Universitas Indonesia
Keuntungan dari sistem ini adalah: pasien hanya membayar obat yang
telah dipakainya, tidak ada kelebihan obat yang tidak terpakai di ruang perawatan,
semua obat dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang
lebih untuk merawat pasien, menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh
farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat
serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan
obat kepada pasien, mengurangi kesalahan pengobatan (medication error),
memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta
pasien, memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang
dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat) serta
mempermudah pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi
(Departemen Kesehatan jRepublik Indonesia, 2008).
Kelemahan dari sistem ini adalah : membutuhkan banyak tenaga farmasi
dan meningkatkannya biaya operasional (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
.
2.10. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.10.1. Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrinning resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis
Persyaratan administrasi meliputi :
a. Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin dan berat badan
pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/unit asal resep
Kesesuaian farmasetik meliputi :
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas dan ketersediaan
d. Aturan, cara dan teknik penggunaan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
25
Universitas Indonesia
Pertimbangan klinis meliputi :
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi, interaksi dan efek samping obat
d. Kontra indikasi
e. Efek aditif
2.10.2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada tenaga
kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi :
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
dilingkungan Rumah Sakit.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi.
c. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
d. Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi :
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, dan label obat.
d. Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan
formularium Rumah Sakit.
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
f. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
2.10.3. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
26
Universitas Indonesia
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis
dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin
(terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang), menentukan frekuensi
dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/
mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi:
a. Menganalisa laporan ESO
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO
c. Mengisi formulir ESO
d. Melaporkan ke Panitia ESO Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerjasama
dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO.
Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat
mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan
sukarela oleh praktisi individu, mengkaji kartu pengobatan pasien, surveilan obat
individu dan surveilan unit pasien.
2.10.4. Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review)
Pengkajian penggunaan obat adalah alat untuk mengidentifikasi
permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek
samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat dan kesalahan dalam
penyiapan dan pemberian obat (Quick, 1997). Pengkajian penggunaan obat
merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi,
efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat
adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004):
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/dokter tertentu.
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu
dengan yang lain.
c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
27
Universitas Indonesia
Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah (Quick, 1997):
a. Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut :
1) Rata-rata jumlah obat per pasien.
2) Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik.
3) Persentase pasien yang diresepkan antibiotik.
4) Persentase pasien yang diresepkan injeksi.
5) Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial.
b. Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut :
1) Rata-rata waktu konsultasi.
2) Rata-rata waktu dispensing.
3) Persentase obat aktual yang disiapkan.
4) Persentase pelabelan yang benar.
5) Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat.
c. Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut :
1) Ketersediaan daftar obat-obat esensial.
2) Ketersediaan obat-obat esensial.
2.10.5. Konseling
Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan
rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,
efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi
dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Pasien rujukan dokter,
b. Pasien dengan penyakit kronis,
c. Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi,
d. Pasien geriatrik, dan
e. Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
28
Universitas Indonesia
Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup:
1) Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
2) Bagaimana cara pemakaiannya
3) Efek yang diharapkan dari obat tersebut
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
d. Melakukan verifikasi akhir yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
2.10.6. Ronde/Visite Pasien
Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk:
a. Pemilihan obat.
b. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik.
c. Menilai kemajuan pasien.
d. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan
tersebut kepada pasien.
f. Untuk pasien yang baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat
terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.
g. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin
penggunaan obat yang benar.
h. Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk
pemberian obat.
Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara apoteker
sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
29 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.1.1 Sejarah Singkat
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo
didirikan tahun 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting. Pada
masa penjajahan Jepang, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo berubah nama
menjadi Rumah Sakit Perguruan Tinggi (Ika Daigaku Byongin). Tahun 1964
kembali terjadi perubahan nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.
Tjipto Mangunkusumo (RSTM). Setelah beberapa kali mengalami pergantian
nama, akhirnya sejak tahun 1994 hingga kini, rumah sakit yang berada di Jl.
Diponegoro No.71 Jakarta Pusat ini dikenal sebagai Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo atau yang biasa disingkat menjadi
RSCM.
3.1.2 Visi dan Misi
RSCM memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat
Rujukan Nasional Terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014” dengan misi sebagai
berikut:
a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.
c. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri.
3.1.3 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima
direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan
dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat
Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
30
Universitas Indonesia
rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada
Lampiran 1.
Secara garis besar, manajemen RSCM terdiri dari manajemen klinik dan
manajemen operasional. Manajemen klinik memiliki beberapa indikator sebagai
berikut:
a. Menurunkan angka kematian.
b. Mencegah kecacatan (disability).
c. Menurunkan infeksi nosokomial (disease infection).
d. Meminimalisir ketidaknyamanan (discomfort).
e. Tidak tercapainya hasil tindak sesuai prediksi (dissatisfaction).
f. Kecacatan nol – sembuh tanpa gejala (zero defect).
Sementara itu, manajemen operasional memiliki empat indikator sebagai
berikut:
a. Cepatnya mendapat pertolongan dokter.
b. Cepatnya mendapat kamar.
c. Cepatnya mendapat pertolongan perawat.
d. Keseringan ketergantungan dengan yang lain dalam diagnosa dan terapi.
3.1.4 Klasifikasi
RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang
merupakan pusat rujukan nasional. Selain itu, RSCM juga merupakan rumah sakit
pendidikan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program
pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis. Hubungan erat RSCM dengan FKUI
seperti mata uang dengan dua sisi dimana sepertiga tenaga medis RSCM
merupakan staf FKUI yang melakukan pelayanan, pendidikan, dan penelitian di
RSCM. Beberapa bentuk kerjasama keduanya antara lain pengalaman belajar
klinis peserta didik program pendidikan kedokteran dan PPDS RSCM, program
pendidikan FKUI yang dilaksanakan di RSCM, dan Departemen Klinik FKUI
yang terletak di RSCM.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
31
Universitas Indonesia
3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.2.1 Visi dan Misi
Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi “Menjadi Penyelenggara Pelayanan
Farmasi yang Komprehensif dengan Kualitas Terbaik dan Mengutamakan
Kepuasan Pelanggan pada Tahun 2014” dengan misi sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan.
b. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
c. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan keselamatan
pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal.
d. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
e. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai
persyaratan mutu.
f. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.
g. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan farmasi.
3.2.2 Tujuan Pelayanan Farmasi
a. Membuat program pelayanan farmasi yang dapat menjamin keamanan dan
ketepatan penggunaan obat bagi pasien.
b. Mengelola perbekalan farmasi untuk kebutuhan rumah sakit.
c. Memproduksi sediaan farmasi tertentu sesuai kebutuhan.
d. Memberikan pelayanan farmasi klinik secara profesional bagi pasien sehingga
tujuan pengobatan tercapai.
e. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit.
f. Meningkatkan hubungan kerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga
kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi di rumah sakit.
g. Membantu penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat yang rasional kepada pasien.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
32
Universitas Indonesia
3.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi
Instalasi Farmasi RSCM bertugas melaksanakan pengelolaan perbekalan
farmasi yang optimal, meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta
melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika
profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pendidikan, pelatihan dan enelitian di bidang Farmasi. Dalam menjalankan
tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan
kefarmasian
b. Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi
c. Pengelolaan perbekalan farmasi untuk emmenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit
d. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e. Penyelenggara pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien.
f. Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
g. Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.terhadap efektivitas dan keamana penggunaan obat dan alat
kesehatan.
h. Pemberian informasi kepada petugas kesehatan, pasien / keluarga.
i. Pemberian konseling kepada pasien / keluarga.
j. Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dosis unit.
k. Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi.
l. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu
pengelolaan pelayanan kefarmasian.
m. Pengembangan profesi SDM kefarmasian.
n. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan.
3.2.4 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Instalasi Farmasi RSCM adalah satuan kerja fungsional yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
33
Universitas Indonesia
Keperawatan. Instalasi Farmasi yang berpusat di Gedung Central Medical Unit
(CMU) 2 lantai 3 dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi
RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu:
a. Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu),
b. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi,
c. Sub Instalasi Produksi, dan
d. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan
(Farklin Diklitbang).
Tenaga kerja di Instalasi Farmasi RSCM terdiri dari 28 orang apoteker, 153 orang
asisten apoteker, 14 orang tenaga administrasi, dan 29 orang pekarya. Struktur
organisasi Instalasi Farmasi RSCM secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
PFT adalah panitia ahli yang mewakili staf medis dan farmasi. PFT
bertugas membantu pimpinan RSCM dalam merumuskan berbagai kebijakan dan
peraturan tentang obat yakni untuk mencapai penggunaan obat yang rasional
sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh setiap pasien.
Keanggotaan PFT RSCM adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala
Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama RSCM. Anggota
PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun.
PFT menyusun program kerja tentang pemilihan obat dan penyusunan
formularium. PFT mengajukan anggaran setiap tahun untuk mendukung program
kerja. Tugas PFT mencakup:
a. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua
masalah yang ada kaitannya dengan obat, alat kesehatan habis pakai, dan
bahan diagnostik.
b. Menyusun kebijakan penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan diagnostik di
RSCM.
c. Menyusun formularium obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik; dan
memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan bahan
diagnostik didasarkan pada efektivitas, keamanan, kualitas, dan harga. PFT
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
34
Universitas Indonesia
harus mampu menghindari terjadinya duplikasi obat, baik obat dengan nama
generik yang sama atau obat dengan indikasi yang sama.
d. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang
menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman, dan hemat
biaya.
e. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran
informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan, dan
penggunaan obat kepada staf medis RSCM.
f. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan, dan
penggunaan obat.
g. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di
RSCM.
h. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan
mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis.
PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali
untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi
dan penggunaan obat. Rapat pleno PFT dihadiri oleh seluruh anggota PFT. Setiap
anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi
atau kelompok dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien. Keputusan
rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila
musyawarah tidak berhasil, maka dilakukan pemungutan suara.
3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal untuk
terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran
mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang
utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus
sebagai first step to quality. Oleh karena itu, ISP menjadi unit yang sangat
dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barang-barang steril
untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi
produk akhir sterilisasi di ISP.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
35
Universitas Indonesia
3.4.1 Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat
ISP disebut sebagai Instalasi Sterilisasi Pusat merupakan unit kerja yang
bertugas menyediakan barang-barang dan peralatan steril yang dibutuhkan oleh
departemen/instalasi/unit kerja lainnya di RSCM.
3.4.2 Visi dan Misi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM
Visi dari ISP RSCM adalah menjadi ISP yang terkemuka di Asia Pasifik
Tahun 2014. Misi dari ISP RSCM adalah:
a. Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu.
b. Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan.
c. Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi.
d. Menyedikan sarana dan prasarana yang handal.
e. Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di
bidang sterilisasi.
3.4.3 Tujuan dan Strategi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM
Tujuan dari ISP RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi
dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah:
a. Meningkatkan efisiensi produktivitas.
b. Meningkatkan profesionalisme.
c. Menciptakan restrukturisasi.
d. Menerapkan sistem managemen keuangan.
e. Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost.
f. Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.
3.4.4 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
ISP RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Struktur
organisasi ISP RSCM dapat dilihat pada Lampiran 3. Kepala Instalasi Pusat
Sterilisasi membawahi empat penanggung jawab sebagai berikut:
a. Penanggung Jawab SDM dan Keuangan.
b. Penanggung Jawab Peralatan dan Pelayanan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
36
Universitas Indonesia
c. Penanggung Jawab Administrasi dan Rumah Tangga.
d. Penanggung Jawab Logistik dan Inventaris.
Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian,
yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala
bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggung jawab yang menjadi
pelaksana kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi Penanggung
Jawab Dekontaminasi, Penanggung Jawab Pengemasan dan Labeling, dan
Penanggung Jawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu
membawahi Penanggung Jawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggung Jawab
Quality Control, dan Penanggung Jawab Audit Mutu.
3.4.5 Ruang dan Sarana Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM
Ruang ISP RSCM memiliki suhu 180-22
0 C dan kelembaban 35-75%.
Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan
harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu
sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave
sterilisator, dan plasma sterilisator. ISP RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu:
a. Area unclean
Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi.
b. Area clean
Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi.
c. Area steril
Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan
distribusi barang steril.
3.4.6 Sistem Pelayanan
Sistem pelayanan ISP terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang
tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup
dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi
perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup
dalam hal khusus, seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
37
Universitas Indonesia
Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di ISP. Keuntungan
sentralisasi tersebut diantaranya, yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM,
peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena
adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan
dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, ISP juga akan
lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi
dalam proses sterilisasi.
3.4.7 Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat
a. Alur Perpindahan Barang Satu Arah
ISP RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang. Alur tersebut berupa alur
satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area
kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang direndam,
dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada
area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian
diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang
akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk
ke area steril dan disimpan.
b. Alur Aktivitas Fungsional
Terdapat dua subjek yang ditangani oleh ISP, yaitu supplier dan customer.
Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang
bersih ISP. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer
diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan
dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan
dan pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang.
Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan
labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum
memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak
akan dilakukan proses ulang dengan mengulang proses sterilisasi dari awal.
Sedangkan, barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan
di penyimpanan barang steril. Barang-barang di penyimpanan barang steril
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
38
Universitas Indonesia
kemudian didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya
oleh customer.
c. Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar
Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan dan
labeling. Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah
dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi.
Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses
sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian
penyimpanan barang steril untuk didistribusikan.
d. Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai
Proses sterilisasi barang medis ulang pakai ISP RSCM harus melalui proses
dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi
sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol
spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan.
Setelah penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah.
Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang
steril untuk didistribusikan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
39 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Gudang Perbekalan Farmasi (Gudang PF)
Gudang perbekalan farmasi merupakan sarana penting dalam proses
pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam struktur organisasi IFRS gudang
perbekalan farmasi berada dibawah Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. Gudang
perbekalan farmasi Gudang perbekalan farmasi terdiri dari Gudang farmasi I
(Gudang alat kesehatan I, II, III; Gudang obat oral dan injeksi; Gudang B3),
Gudang farmasi II (Gudang Cairan) dan Gudang gas medis. Tata ruang gudang
pusat diatur berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan
farmasi yaitu sistem arus U yang terdiri atas ruang penerimaan, gudang alat
kesehatan, gudang obat, gudang akses terbatas, ruang administrasi, gudang B3 dan
ruang pendistribusian.
Sebagai bagian dari pengelola perbekalan farmasi di RSCM, kegiatan
utama yang dilakukan peugas gudang dalam menjaga ketersediaan perbekalan
farmasi antara lain perencanaan pengadaan perbekalan farmasi ke distributor,
penerimaan perbekalan farmasi dari distributor, penyimpanan dan pendistribusian
perbekalan farmasi ke seluruh satelit farmasi dan unit kerja di RSCM.
Gudang pusat beroperasi dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul 08.00
hingga 20.00 WIB yang terbagi menjadi dua shift yaitu pukul 08.00- 15.30 WIB
dan 12.00-20.00 WIB. Tenaga kerja di gudang perbekalan farmasi yang
bertanggung jawab terhadap gudang I dan gudang II berjumlah 18 orang terdiri
dari 1 orang Apoteker penanggung jawab, 1 orang Asisten apoteker (AA) yang
bertugas sebagai supervisor, 5 orang Asisten apoteker pelaksana obat, 3 orang
Asisten apoteker pelaksana alat kesehatan, 4 orang Asisten apoteker pelaksana
administrasi dan 4 orang Pekarya.
4.1.1 Perencanaan Pengadaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan pengadaan PF dari distributor ke gudang dilakukan dengan
dua cara yaitu menggunakan sistem IT untuk menarik data stok akhir atau sistem
manual yaitu asisten menarik data dari kartu stok. Pengadaan dilakuakan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
40
Universitas Indonesia
berdasarkan permintaan/defekta PF yang terdiri dari permintaan rutin pada hari
senin dan rabu, serta permintaan mendesak/cito setiap hari. Gudang pusat
menyusun permintaan/defekta perbekalan farmasi yang dibutuhkan kemudian
mengirimnya kebagian pemesanan di Instalasi Farmasi untuk dibuatkan Surat
Pesanan (SP). Jika permintaan telah di setujui oleh Kepala Sub Instalasi
Perbekalan Farmasi, petugas pemesanan akan menghubungi distributor terkait.
Dalam waktu kurang lebih tiga hari perbekalan farmasi yang diminta akan dikirim
ke gudang pusat.
4.1.2 Penerimaan Perbekalan Farmasi
Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh panitia penerimaan
bersama petugas gudang kecuali untuk pengadaan dengan cara pembelian
langsung. Penerimaan dilakukan pada jam operasional gudang mulai pukul 08.00
hingga 16.00 WIB. Saat penerimaan, dilakukan pemeriksaan dokumen dan fisik
perbekalan farmasi yang dikirim. Kemudian panitia penerimaan membubuhkan
tanda tangan, nama jelas dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur
penjualan, dan salinan faktur yang diserahkan kepada petugas administrasi untuk
diproses lebih lanjut. Sedangkan petugas gudang bertugas menginput data
perbekalan farmasi yang diterima kedalam sistem komputer dan kartu stok manual
yang meliputi spesifikasi produk, asal distributor, jumlah dan waktu kadaluarsa.
Pemeriksaan dokumen meliputi pemeriksaan kesesuaian antara faktur
penjualan dengan daftar pesanan kelengkapan dokumen seperti surat jalan/faktur
penjualan, certificate of origin (CO) untuk alat kesehatan/alat kedokteran,
certificate of analysa (CA) untuk bahan baku dan material safety data sheet
(MSDS) untuk bahan berbahaya. Hingga saat ini, pengiriman dokumen terkait
keamanan dan kualitas produk ini masih belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
semua distributor rekanan. Pemeriksaan fisik perbekalan farmasi yang diterima
meliputi dari produk yang dikirim, waktu kadaluarsa, spesifikasi dan kesesuaian
penanganan obat termolabil. Pengiriman obat termolabil disyaratkan
menggunakan cool box yang dilengkapi dengan termometer penunjuk suhu dan
dipastikan berada pada rentang 2-8°C, jika pengiriman tersebut tidak sesuai
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
41
Universitas Indonesia
dengan yang disyaratkan maka petugas gudang akan melakukan penukaran
produk yang baru.
4.1.3 Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Pengaturan tata ruang gudang perlu dilakukan untuk memudahkan
penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi.
Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan dengan sistem First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan perbekalan farmasi di
RSCM di tempatkan pada beberapa tempat yang terpisah, yaitu obat, alat
kesehatan dan B3 disimpan di gudang I; cairan-cairan infus disimpan di gudang
II; gas medis disimpan di gudang gas medis; sedangkan reagensia, bahan baku dan
radiofarmaka disimpan di unit kerja yang terkait. Pengaturan penyimpanan
perbekalan farmasi di gudang I dilakukan berdasarkan alfabetis dengan
penyimpanan dipisah untuk obat yang tergolong obat LASA walaupun memiliki
nama dengan alphabet yang berdekatan guna menghindari kesalahan dispensing.
4.1.3.1 Obat
Kategori penyususnan obat berdasarkan :
a. Tujuan penggunaan : obat oral dan obat luar
b. Bentuk sediaan : sediaan padat dan cair (untuk obat dalam) dan semi solid dan
injeksi (obat luar)
c. Penyimpanan khusus : narkotika dan psikotropika, obat mahal, sitostatika,
high alert
d. Stabilitas : obat termolabil disimpan didalam lemari pendingin dengan suhu
yang sesuai
e. Generik dan Nama dagang
f. Askes dan Non Askes
4.1.3.2 Alat Kesehatan
a. Khusus yaitu berdasarkan unit kerja, misal : mata, PJT
b. Penggunaan/ fungsi, misal : dressing
c. Volumenious yaitu berdasarkan volume perbekalan farmasi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
42
Universitas Indonesia
4.1.3.3 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
B3 disimpan diruang terpisah tahan api disertai tanda B3 dan MSDS.
4.1.3.4 Gas Medis
Tempat penyimpanan gas medis dibagi menjadi :
a. Gudang gas medis tabung, farmasi bertanggung jawab pada pengelolaan
b. Gudang gas medis cair, farmasi bertanggung jawab pada penerimaan dan
perawatan.
Dalam upaya menjaga mutu perbekalan farmasi yang disimpan, petugas
gudang melakukan langkah-langkah berikut ini :
a. Melakukan stock opname tiga bulan sekali
Stock opname di gudang berguna untuk mengetahui perbekalan farmasi
kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan yang tertera di dalam
kartu stok dan system IT serta mengetahui perbekalan farmasi yang akan
kadaluarsa dalam waktu dekat. Produk yang akan kadaluarsa kurang dari tiga
bulan diberi label kadaluarsa berwarna kuning. Selain itu, gudang juga
menerima laporan bulanan perbekalan farmasi yang akan kadaluarsa tiga
bulan kedepan dari tiap satelit farmasi/unit kerja.
b. Melakukan pemantauan suhu lemari pendingin dan suhu ruangan setiap hari.
Pemantauan suhu lemari pendingin dilakukan tiga kali sehari pada pukul
06.00, 14.00 dan 20.00 WIB sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan
satu kali sehari pada pukul 08.00 WIB untuk menjaga stabilitas obat yang
membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.
c. Penanganan produk bermasalah
Gudang juga bertanggung jawab atas perbekalan farmasi yang tidak
memenuhi persyaratan dan telah kadaluarsa. Untuk perbekalan farmasi yang
tidak memenuhi persyaratan akan dilakukan penukaran ke distributor,
sedangkan yang akan kadaluarsa dilakukan penukaran ke distributor bila
disetujui dan bila telah kadaluarsa dilakukan pemusnahan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
43
Universitas Indonesia
4.1.4 Pendistribusian Perbekalan Farmasi
Pendistribusian merupakan proses penyaluran perbekalan farmasi dari
gudang yang dilakukan berdasarkan permintaan yang disertai bukti serah terima.
Gudang melayani permintaan rutin yang telah dijadwalkan untuk setiap satelit dan
unit kerja serta permintaan mendesak/cito setiap hari. Pemintaan rutin dilakukan
melalui dua cara yaitu sistem online dan sistem manual. Sistem online dilakukan
oleh satelit farmasi ke gudang yang akan mencetak langsung surat permintaan
perbekalan farmasi satu hari sebelum pengambilan perbekalan farmasi. Sistem
manual dilakukan oleh unit kerja dengan menggunakan formulir permintaan
perbekalan farmasi yang harus diantar langsung oleh petugas dari unit kerja ke
gudang satu hari sebelum pengambilan perbekalan farmasi.
Setelah permintaan diterima, petugas akan menyetujui permintaan sesuai
dengan persediaan yang ada digudang. Selanjutnya, petugas gudang akan
menyiapkan perbekalan farmasi yang disetujui serta melakukan pencatatan jenis
dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas
administrasi akan memproses formulir permintaan tersebut untuk mendapatkan
Form Distribusi Obat/Alkes bagi tiap satelit farmasi atau unit kerja terkait.
Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas gudang akan menghubungi
satelit farmasi atau unit kerja terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan
farmasi sudah siap diambil dan diverifikasi asisten apoteker dari satelit farmasi
atau unit kerja tersebut. Pada saat penyerahan dilakukan pengecekan kembali oleh
petugas gudang dan Asisten apoteker dari pihak satelit farmasi atau unit kerja
dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan.
setelah pengecekan kembali sesuai dilakukan penandatanganan bersama form
distribusi obat/alkes, lembar yang asli disimpanoleh gudang sedangkan lembar
copy untuk satelit farmasi atau unit kerja. Sedangkan untuk satelit/ unit kerja yang
tidak memiliki petugas untuk mengambil perbekalan farmasi, petugas gudang
yang akan mengantarkan.
Khusus untuk permintaan cito pendistribusiannya dapat dilakukan setiap
hari hal ini karena permintaan cito berasal dari permintaan darurat atau karena
kekosongan perbekalan farmasi di satelit farmasi atau unit kerja serta gudang
pusat atau dari permintaan obat yang bukan termasuk kontrak tender. Proses
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
44
Universitas Indonesia
pendistribusian permintaan cito sama seperti permintaan rutin. Untuk memenuhi
permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit
harus menghubungi penanggung jawab gudang untuk mengambil perbekalan
farmasi di gudang dengan satu orang saksi dari Satelit Farmasi Pusat dan petugas
keamanan untuk membuka pintu gudang.
Selama pelaksanaan PKPA mahasiswa berkesempatan untuk mengamati
dan membantu melaksanakan kegiatan penyimpanan dan pendistribusian
perbekalan farmasi di gudang pusat diantaranya :
a. Membantu menempelkan label high alert pada obat yang tergolong high alert
dan label obat kanker pada obat yang tergolong obat sitostatik
b. Membantu merapikan susunan sediaan obat oral dengan menyusunnya secara
FEFO dan memeriksa waktu kadaluarsa dari tiap obat. Untuk obat yang akan
expired date kurang dari tiga bulan diberi label kuning dan disimpan dalam
plastik kuning.
c. Memeriksa kesesuaian jumlah obat oral yang tertera pada kartu stok dengan
jumlah fisik yang ada.
d. Membantu mengecek ketersediaan obat yang tiga bulan lagi akan expired date
yang tertera dalam database apakah masih ada atau telah habis.
Hasil pengamatan selama melakukan praktek kerja antara lain :
a. Penyimpanan B3 belum sesuai untuk keamanan, MSDS tidak lengkap dan
belum semua diterjemahkan.
b. Keterlambatan penerimaan PF dari distributor dikarenakan gudang perbekalan
farmasi di RSCM berlokasi ditengah-tengah area rumah sakit dan belum
terdapat fasilitas jalan yang memadai untuk dapat diakses pihak eksternal dan
distributor kesulitan dalam mencari lahan parkir. Gudang perbekalan famasi
yang ideal ditempatkan pada posisi yang strategis, dapat diakses oleh pihak
internal maupun eksternal dan memiliki akses jalan yang baik sehingga
mengefisiensikan aktivitas keluar masuk perbekalan farmasi.
Saran dalam mengatasi masalah tersebut yaitu :
a. Masalah penanganan penyimpanan B3 sebaiknya ruangan disertai sistem
pengamanan dini seperti smoke detector. Selain itu meminta distributor untuk
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
45
Universitas Indonesia
menyertakan MSDS saat mengirimkan B3, sebaiknya yang sudah
diterjemahkan bila tidak bisa maka petugas gudang harus menerjemahkannya.
b. Masalah keterlambatan penerimaan PF dari distributor sebaiknya lokasi
gudang dibuat lebih ideal dengan penambahan jalan untuk mobil sehingga
mudah diakses pihak eksternal atau membuat jadwal rutin penerimaan PF dan
menyediakan lahan parkir khusus distributor pada jam yang telah terjadwal
tersebut.
4.2 Sub Instalasi Produksi
Salah satu kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di RSCM dilakukan
yaitu dengan melakukan kegiatan produksi yang dilakukanoleh Sub Instalasi
Produksi. yang berlokasi di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3
melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan aseptik dispensing. Produksi
sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari sediaan steril dan non steril.
Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM adalah di:
a. CMU 2: pencampuran obat suntik (IV admixture) (4 asisten apoteker),
pencampuran obat kemoterapi (3 Asisten Apoteke dan 1 pekarya), repacking
obat padat steril (2 asisten apoteker)
b. Perinatologi : pencampuran obat suntik (iv adm), TPN (5 asisten apoteker)
c. Gedung A lt 8: pencampuran obat kemoterapi (4 asisten apoteker)
d. IKA: pencampuran obat kemoterapi (2 asisten apoteker)
4.2.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) yang terdapat di Sub Instalasi Produksi
terdiri dari 2 apoteker, 20 asisten apoteker (AA) dan 4 pekarya. Sub instalasi
produksi beroperasi selama 2 shift, dari jam 08.00-20.00 dari hari Senin hingga
Sabtu.
4.2.2 Fasilitas
Sub Instalasi Produksi memiliki fasilitas untuk menunjang kegiatan
produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya. Fasilitas disesuaikan
dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam runagan tersebut. Ruang
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
46
Universitas Indonesia
karantina merupakan ruangan tempat alat yang baru masuk disimpan sebelum
digunakan untuk proses produksi.
a. Ruang pencucian, tempat alat dan kemasan yang digunakan dibersihkan.
b. Bahan baku, tempat disimpannya bahan baku obat yang digunakan dalam
proses produksi. Penyimpanan disimpan berdasarkan penggunaan bahan baku,
yaitu untuk bahan baku sediaan oral dan obat luar.
c. Ruang peracikan sediaan farmasi non steril terdiri dari: ruangan tempat
dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan farmasi/obat luar
d. Ruang produksi steril merupakan ruang tempat dilakukannya kegiatan
produksi steril dan repackaging.
e. Ruang uji mutu, ruangan tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas
sediaan yang dihasilkan.
f. Ruang penyiapan aseptik
Pada ruang penyiapan aseptic terbagi menjadi beberapa ruang antara lain:
a. Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan
pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi yang sifatnya sitostatik.
Prinsip ruangan ini adalah ruangan bertekanan negatif, sehingga tekanan
dari luar ruangan lebih besar dari tekanan dalam ruangan. Dengan prinsip
seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar
keluar ruangan.
b. Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat
dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik
atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan
positif, sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar
ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari
luar ruangan.
4.2.3 Kegiatan Sub Instalasi Produksi
Kegiatan yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi adalah pengadaan
sediaan farmasi steril, non steril dan aseptik. Sediaan yang diproduksi memiliki
kriteria sebagai berikut:
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
47
Universitas Indonesia
a. Formula khusus
b. Kemasan yang lebih kecil (repacking)
c. Tidak ada di pasaran
d. Untuk penelitian
e. Harga lebih murah
f. Produk Recenter Paratus (harus dibuat segar)
4.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Perbekalan farmasi yang digunakan dalam kegiatan produksi, dikelola
sesuai dengan alur perencanaan, pengadaan, penyimpanan, produksi dan
distribusi.
a. Perencanaan dan pengadaan
Sub instalasi produksi melakukan defekta seminggu sekali yaitu pada hari
Senin langsung ke Gudang Farmasi Pusat. Permintaan sesuai dengan
kebutuhan bahan baku yang akan digunakan.
b. Penyimpanan
Bahan baku yang diperoleh dari gudang disimpan di Ruang Bahan Baku.
Penyimpnan dipisahkan berdasarkan tujuan penggunaan obat, obat luar dan
Obat Oral. Suhu ruangan dijaga agar terdapat dalam rentang di bawah 250C
agar mutu bahan baku tetap terjaga.
c. Produksi
Sediaan yang diproduksi oleh instalasi produksi berupa sediaan non steril,
steril dan aseptik. Sub Instalasi Produksi bertanggungjawab dalam melayani
permintaan dari seluruh RSCM. Untuk dispensing sediaan sitostatika yang ada
di CMU 2 melayani permintaan dari RSCM Kencana dan pasien rawat jalan
yang akan melaksanakan kemoterapi. Sediaan parenteral yang diproduksi,
salah satunya adalah campuran NaCl dan KCl premix, dibuat agar
memudahkan dalam pemberian.
Alur pelayanan di Instalasi Produksi dimulai ketika ada permintaan barang
berupa sistem peresepan elektronik atau formulir permintaan barang dari gudang.
Permintaan dibagi menjadi formula standar dan resep individu. Selanjutnya
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
48
Universitas Indonesia
petugas memeriksa kelengkapan resep. Apabila resep telah diperiksa, petugas akan
memulai proses produksi. Proses produksi ditulis dalam buku pembuatan obat.
d. Distribusi
Terdapat 84 jenis sediaan yang diproduksi oleh Sub Instalasi Produksi dengan
jumlah yang rutin diproduksi tiap bulan kurang lebih sebanyak 40 jenis.
Distribusi hasil produksi dilakukan ke Gudang Farmasi sebagai ruang
penyimpanan. Gudang kemudian mendistribusikan hasil produksi langsung ke
unit kerja yang membutuhkan. Untuk sediaan aseptik dispensing, sediaan
dengan formula standar, seperti KCL premix didstribusikan melalui Gudang
Farmasi, sementara untuk permintaan khusus langsung didistribusikan ke unit
pelayanan kesehatan yang membutuhkan.
Selama melakukan kegiatan PKPA di bagian Sub Instalasi Produksi,
mahasiswa ikut mengamati kegiatan produksi sediaan farmasi, salah satunya
kegiatan handling cytotoxix (dispensing obat sitotoksik) berupa obat kemoterapi.
Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Instalasi
Produksi adalah:
a. Penerimaan obat sitostatik
Pasien sebisa mungkin tidak dilibatkan dalam pendistribusian obat sitostatik
untuk menjamin keamanan pasien dan kualitas obat sitostatik yang umumnya
tergolong mahal. Pengantaran dilakukan oleh petugas satelit pusat atau unit
lain. Petugas handling cytotoxic yang menerima terlebih dulu memeriksa obat-
obat yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai
dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi.
Penyimpanan obat hasil rekonstruksi dapat disimpan di Sub Instalasi Produksi
sebagai obat titipan pasien. Formulir pencampuran obat sitostatik dapat dilihat
pada lampiran 4.
b. Penerimaan resep
Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa formulir
pelayanan pencampuran obat sitostatika instalasi farmasi. Selain itu, untuk
menghindari terjadinya kesalahan, formulir juga dilengkapi dengan protokol
kemoterapi yang dituliskan dokter. Selanjutnya petugas depo sitostatik
melakukan pengkajian resep dengan memeriksa kesesuaian pasien, dosis,
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
49
Universitas Indonesia
ketersedian obat untuk menjamin keamanan pasien.Contoh protokol
kemoterapi dapat dilihat pada lampiran 5.
c. Persiapan pencampuran obat sitostatik
Persiapan pencampuran obat sitostatik meliputi penyiapan obat sitostatik,
cairan pelarut, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu
juga dilakukan penulisan etiket yang berisi nama pasien, nomor rekam medik
(RM), jumlah obat yang direkonstruksi beserta jumlah cairan pelarutnya, rute
pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kadaluarsa.
Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan dalam
kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam
ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis.
d. Pencampuran obat sitostatik
Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD sesuai
dengan ketentuan yang berlaku terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk
menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas
sendiri. Persiapan tersebut meliputi menggunakan baju steril dan alat
pelindung diri seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, dan
penutup mata (goggle) serta penutup kaki. Sarung tangan yang dikenakan
untuk prosedur aseptis rangkap dua, sarung tangan yang kedua dipakai setelah
masuk ke dalam ruang steril.
Persiapan lain yang perlu dilakukan yaitu membersihkan searah bagian
dalam Bio Safety Cabinet (BSC), kemasan obat, cairan dan spuit yang akan
dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alkohol, menyiapkan tempat
pembuangan tertutup khusus limbah sitostatik, dan menyiapkan peralatan lain
yang dibutuhkan seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
pencampuran obat sitostatik dilakukan di ruang steril dalam Biological Safety
Cabinet (BSC) yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal.
e. Pengemasan obat sitostatik
Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatik ditempelkan etiket dan label
obat sitostatik yang sesuai. Pelabelan dan pemberian etiket dilakukan di dalam
ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat di lapisi dengan
menggunakan aluminium foil. Sediaan akhir yang telah selesai dikerjakan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
50
Universitas Indonesia
diletakkan kembali ke dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril
melalui pass box.
Selain itu, mahasiswa mengamati kegiatan dispensing sediaan parenteral berupa
KCl premix, serta kegiatan repacking sediaan steril. Selama kegiatan PKPA
pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
produksi memenuhi syarat baik dalam produksi steril maupun aseptis.
Produk yang dihasilkan di Sub Instalasi Produksi haruslah terjamin
kualitasnya. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan pengendalian mutu dalam
kegiatan produksi. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kerja yang memiliki
kompetensi khusus. Sub Instalasi Produksi telah melakukan kegiatan
pengendalian mutu, tetapi kendala yang dihadapi oleh Sub Instalasi Produksi
adalah kurangnya SDM yang memiliki kompetensi sesuai standar dalam kegiatan
produksi. Dengan petugas yang kurang menyebabkan petugas kewalahan dan
terkadang kegiatan tersebut tidak dilakukan. Contohnya dalam kegiatan double
checking, kegiatan uji mutu seperti double checking oleh petugas yang kompeten
tidak dapat dilakukan sesuai dengan yang dapat dilakukan untuk setiap produk
yang dihasilkan. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan penambahan tenaga
kerja dengan kompetensi yang memadai terutama dalam hal kegiatan penjaminan
mutu sediaan yang diproduksi.
4.3 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Satelit farmasi IGD merupakan satelit farmasi yang terletak di IGD dan
bertanggung jawab dalam mengelola kebutuhan perbekalan farmasi di IGD.
Satelit farmasi IGD memiliki dua depo yang terletak di lantai satu dan lantai
empat. Pelayanan farmasi di IGD dilakukan selama 24 jam (tiga shift). Melayani
seluruh kebutuhan perbekalan farmasi (PF) di IGD. Depo lantai 4 merupakan
depo khusus yang melayani kebutuhan PF di ruang operasi.
4.3.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia di satelit farmasi IGD terdiri dari dua orang
apoteker. Satu apoteker manajemen dan satu apoteker farmasi klinik, 21 orang
asisten apoteker dan satu orang pekarya. Asisten apoteker terdiri dari 8 orang
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
51
Universitas Indonesia
dengan pendidikan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan 13 orang
berpendidikan diploma farmasi. Satelit farmasi IGD beroperasi selama 24 jam dan
terbagi menjadi tiga shift. Tabel 4.1 menunjukkan pembagian sumber daya
manusia pada depo setiap shift.
Tabel 4.1 Pembagian jumlah asisten apoteker setiap shift di tiap depo IGD
Pagi
(08.00 –15.00 WIB)
Siang
(14.00–21.00 WIB)
Malam
(20.00 –08.00 WIB)
Depo lantai 1 5 orang 4 orang 4 orang
Depo lantai 4 1 orang 1 orang 1 orang
4.3.2 Kegiatan
Depo lantai satu memiliki kegiatan sebagai berikut :
a. Melayani permintaan perbekalan farmasi (PF) dan paket tindakan (resus
dan kebidanan) lantai satu sampai dengan lantai tiga
b. Melayani kebutuhan distribusi ruangan (floor stock)
c. Melayani resep online lantai tiga yang masih dalam masa uji coba
Depo lantai empat memiliki kegiatan melayani permintaan perbekalan
farmasi dan juga paket tindakan operasi. Resep yang diterima oleh depo lantai
empat merupakan resep manual.
4.3.3 Alur Pengelolaan Perbekalan Farmasi (Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan dan Penerimaan Perbekalan Farmasi) Perhitungan permintaan perbekalan farmasi berdasarkan kebutuhan selama
empat har i padasetiap pembuatan defekta. Pembuatan defekta dilakukan oleh
asisten apoteker yang bertugas pada saat jadwal defekta ke gudang kecuali defekta
cito yang dapat di lakukan diluar dari jadwal defekta. Pemesanan dari satelit ke
gudang pusat dilakukan dua kali dalam seminggu yaitu pada hari selasa dan jumat.
Pengambilan perbekalan farmasi dilakukan keesokan harinya setelah defekta
diserahkan ke gudang pusat. Pada saat pengambilan perbekalan farmasi dilakukan
verifikasi oleh asisten apoteker dari gudang dan asisten apoteker dari satelit.
Lembar verifikasi resep dapat dilihat pada lampiran 6. Verifikasi dilakukan untuk
mengecek ketersediaan perbekalan farmasi yag dibutuhkan, jenis, bentuk sediaan,
tanggal kadaluarsa, jumlah yang terpenuhi sesuai dengan defekta dan tanggal
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
52
Universitas Indonesia
kadaluarsa. Setelah verifikasi PF dibawa ke satelit. Pengadaan PF untuk depo
lantai 4 dilakukan pada hari senin kamis dengan memberikan defekta ke depo
lantai 1 sesuai dengan kebutuhan depo lantai 4 selama empat hari. Pembuatan
defekta di depo lantai 4 dilakukan oleh asisten apoteker yang bertugas pada
malam sebelum jadwal defekta. Setelah defekta diterima depo lantai 1 maka
petugas depo lantai 1 menyiapkan PF yang dibutuhkan dan mengantarkannya ke
depo lantai 4. Pada saat penyerahan PF pada asisten apoteker yang bertugas di
depo lantai 4 saat itu juga dilakukan verifikasi PF yang diterima.
4.3.4 Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit IGD telah sesuai dengan
standar prosedur operasional di RSCM. Penyimpanan perbekalan farmasi dibagi
berdasarkan kriteria: perbekalan farmasi berupa obat disimpan berdasarkan bentuk
sediaan dan jenis, kestabilan pada penyimpanan, alfabetis, jaminan (ASKES
dipisahkan pada rak tersendiri), generik dan nama dagang sedangkan alat
kesehatan disimpan berdasarkan pengunaan dan fungsi. Penyimpanan khusus di
satelit IGD dilakukan pada narkotika, psikotropika, obat mahal, high alert dan
bahan berbahaya dan beracun (B3) penyimpanan khusus bertujuan untuk
mempermudah pengawasan dan menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan.
Selain itu, penyimpanan dan penataan perbekalan farmasi di satelit IGD
memperhatikan high alert dan LASA (Look Alike Sound Alike). Obat-obat high
alert disimpan dalam lemari khusus yang pada sekeliling pintu lemari
ditempelkan lakban merah serta dilengkapi dengan daftar obat high alert yang
ada pada lemari tersebut. Obat yang termasuk dalam daftar high alert ditempelkan
label merah high alert sampai pada kemasan primer dari obat tersebut.
Penyimpanan juga memperhatikan sistem first in first out dan first expired first
out (FIFO & FIFO). Obat-obat yang termasuk LASA ditata secara terpisah dengan
pasangannya dan diberi label hijau LASA. Penempelan label LASA bertujuan
untuk mengurangi terjadinya kesalahan pada saat pengambilan sediaan terkait
nama obat, kemasan yang serupa serta kekuatan obat. Sehingga, diharapkan dapat
mengurangi terjadinya medication error.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
53
Universitas Indonesia
Penyimpanan narkotika disimpan pada lemari khusus dan terkunci ganda.
Kunci dipertangungjawabkan oleh satu orang asisten apoteker yang ditunjuk pada
saat shift tersebut. Selain itu, penyimpanan khusus juga dilakukan untuk obat
mahal, psikotropik (disimpan berdekatan dengan lemari narkotika) dan B3. Obat
mahal disimpan dalam lemari khusus yang mudah diawasi dan terkunci. Khusus
untuk narkotika lemari penyimpanan dilengkapi dengan kunci ganda. Upaya
tersebut bertujuan untuk mempermudah pengawasan sehingga dapat menghindari
kehilangan obat. B3 disimpan terpisah dan dilengkapi dengan label tanda bahaya
dan Material Safety Data Sheet (MSDS) bertujuan sebagai informasi penanganan
bila terjadi hal yang tidak diiinginkan.
4.3.5 Distribusi
Sistem distribusi di satelit IGD yaitu sistem resep individual dan sistem
floor stock (persediaan ruangan). Rata-rata perbekalan farmasi yang diresepkan
pada periode Januari-Maret 2013 2849 item perhari atau 949 item pershift.
Sedangkan perbekalan farmasi yang di retur rata- rata 129 item perhari atau rata-
rata 43 item pershift. Resep individual satelit farmasi IGD yaitu:
a. Lantai 1 (resus, ruang intermediet dan anak) : disiapkan untuk 1 x pemakaian
b. Ruang stagnant dan lantai 2 : satu hari pemakaian.
c. Lantai 2 : satu hari pemakaian.
d. Lantai 3 : satu hari (kecuali ruang rawat akut hanya 1x pemakaian).
Sistem floor stock digunakan pada perbekalan farmasi dasar dan paket
tindakan (rhesus, kebidanan dan operasi). Depo lantai satu akan menyiapkan dan
melayani paket tindakan (resus dan kebidanan) dengan jumlah tertentu dan
disimpan dalam lemari pada tiap lantai. Sedangkan paket tindakan operasi yang
menyiapkan dan melayani adalah depo lantai 4. Selain paket, sistem floor stock
juga digunakan untuk perbekalan farmasi dasar, paket resus dan kebidanan, alat
kesehatan terutama alat bantu pernafasan dan kit emergency. Jumlah paket operasi
terbanyak yang digunakan padaperiode Januari-MAret 20013 di depo lantai 4
adalah paket anestesi spinal 434 paket (28%) sedangkan paket bedah terbanyak
adalah paket sectio 385 paket (24,8%) dari seluruh total paket yang digunakan
1548 paket.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
54
Universitas Indonesia
4.3.6 Alur Pelayanan Resep dan Permintaan Paket
Depo lantai satu melayani resep dari lantai satu hingga tiga di IGD. Resep
yang diterima depo lantai satu berupa resep manual dan resep online dari lantai
tiga yang masih dalam masa percobaan dan kebutuhan paket tindakan. Depo
lantai empat hanya melayani resep manual da n kebutuhan paket. Resep manual
diantarkan oleh perawat atau dokter ke depo. Setelah resep diterima dilakukan
skrining. Skrining yang dilakukan antara lain skrining administratif, farmasetik
dan klinis. Proses skrining bertujuan untuk mengghindari terjadinya kesalahan
dalam proses penyiapan. Kelengkapan resep meliputi nama dokter, nama pasien,
usia pasien, nomor rekam medik, jenis jaminan pasien dan ruangan asal resep.
Setelah melewati proses skrinning tersebut, data resep diinput ke dalam
sistem komputer untuk menentukan harga dan pengecekan kemungkinan resep
ganda. Dapat disarankan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya duplikasi
resep disarankan ketika menginput resep ditampilkan juga riwayat peresepan
sebelumnya sehingga saat melakukan input dapat terlihat. Pada input data tersebut
ditentukan jumlah barang yang akan disiapkan.
Pelayanan resep pada depo lantai 4 sedikit berbeda dengan depo lantai
satu. Alur pelayanan resep depo lantai 4 yaitu permintaan dokter atau perawat
ditulis di formulir paket dan formulir permintaan (untuk barang-barang di luar
paket). AA menyiapakan PF yang dibutuhkan. Setelah menyiapkan PF yang
dibutuhkan AA menginput PF yang diminta selama operasi baik paket maupun
bukan paket.
Saat pengambilan obat dan alat kesehatan harus dicatat dalam kartu stok.
Obat yang telah selesai disiapkan dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi
identitas pasien (nama, nomor rekam medis dan ruangan). Selanjutnya, kanttung
plastik tersebut diletakkan di troli sesuai dengan pengelompokan lantainya.
Resep-resep yang bersifat cito dapat ditunggu pengerjaannya di depo dan
langsung diserahkan kepada perawat atau dokter yang menunggu.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
55
Universitas Indonesia
Permintaan paket tindakan di depo lantai satu juga berdasarkan peresepan
dan lembar penggunaan paket yang diisi oleh perawat ruangan. Jika perawat
menggunakan paket tindakan yang tersedia dalam lemari di ruangan maka
perawat wajib melaporkan ke depo lantai satu dengan membawa formulir
penggunaan paket. Selanjutnya, petugas farmasi akan menganti paket yang telah
digunakan dengan paket baru yang lengkap beserta dengan formulir pengunaan
paket sesuai dengan jumlah paket yang telah digunakan.
Pelayanan di depo lantai empat berbeda dengan depo lantai satu.
Permintaan perbekalan farmasi yang diajukan ke depo lantai empat dapat
dilakukan langsung oleh perawat atau dokter yang sedang melakukan tindakan
operasi. Permintaan tersebut dituliskan dalam formulir permintaan paket operasi
yang terdiri dari paket anestesi dan paket bedah. Perawat atau dokter yang
meminta menunggu barang disiapkan lalu membawanya ke ruang operasi untuk
digunakan.
Selama tiga hari berada di satelit IGD, mahasiswa dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Dispensing resep.
b. Melakukan perhitungan stok benang bedah.
c. Menyiapkan perbekalan farmasi yang dibutuhkan untuk troli emergensi.
d. Menata obat yang baru datang dari gudang pusat.
e. Merekapitulasi jumlah item dan retur harian.
Penyimpanan perbekalan farmasi pada satelit IGD juga memperhatikan
pengawasan pada suhu penyimpanan terutama untuk perbekalan farmasi yang
bersifat termolabil. Perbekalan faramasi yang bersifat termolabil disimpan pada
lemari pendingan dengan suhu 2-8°C yang diperiksa setiap shift secara berkala.
Selain pemeriksaan suhu pada lemari pendingin juga dilakukan pemeriksaan suhu
ruangan yanng dilakukan setiap hari. Sedangkan untuk penyimpanan bahan
berbahaya dan beracun (B3) disimpan pada lemari terpisah dari perbekalan
farmasi lainnya dan diberi label peringatan bahaya serta lembar Material Safety
Data Sheet (MSDS) sebagai informasi penanganan bila terjadi tumpahan atau hal
yang tidak diingkan selama mengunakan B3 tersebut.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
56
Universitas Indonesia
Keterlambatan pelayanan di depo IGD selama pengamatan dilakukan
dapat dikarenakan hal-hal yang sifatnya teknis seperti keterlambatan resep datang
ke IGD sehingga dapat disarankan untuk pengunaan resep online. Pada peresepan
masih sering ditemukan duplikasi resep. Duplikasi resep sering terjadi
dikarenakan dokter meresepkan kembali meskipun ternyata telah diresepkan
sebelumnya. Dapat disarankan dengan mengunakan resep online agar dapat
mempermudah dokter untuk melihat riwayat rerep sebelumnya. Ketika dokter
akan merepkan terbuka riwayat resep sebelumnya sebanyak rata-rata pasien di
resepkan dalam sehari namun dangan didukung sistem komputer (IT) yang lebih
baik lagi. Sistem IT yang lebih baik ini diperlukan dikarenakan masih terdapat
kendala pada pengunaan resep online pada beberapa unit yang telah
mengunakannnya yaitu lamanya proses yang dibutuhkan untuk mengunakan menu
pada resep online tersebut.
Beberapa masalah juga ditemukan terkait kartu stok yang ditemukan
terpisah dan tidak berurutan tanggalnya. Pada satelit IGD sudah pernah dilakukan
upaya dengan membuat kartu stok berjilid yaitu dengan menggabungkan kartu
stok lembaran. Namun kendala yang saat ini ditemukan adalah tidak adanya
sumber daya manusia yang mengerjakan sehingga kartu stok kembali dalam
bentuk lembaran. Terkait dengan masalah tersebut disarankan untuk dibuat kartu
stok dalam bentuk berjilid. Jumlah lembaran yang dibuat dihitung berdasarkan
rata-rata lembaran yang dibutuhkan selama waktu stok opname. Hal tersebut
diharapkan dapat mempermudah penelusuran saat stok opname dan pengisian
kartu stok saat pengambilan PF. Masalah yang juga ditemukan adalah terjadinya
selisih antara jumlah PF fisik, kartu stok dan IT. Pada narkotika dan obat mahal
telah dilakukan upaya dengan menuliskan nomor inputan pada kartu stok dan pada
obat mahal terjadinya selisih menurun dan hampir tidak terjadi selisih, namun
pada narkotika masih tetap terjadi selisih. Sehingga disarankan untuk melakukan
pemisahan kartu stok berdasarkan bentuk sediaan tablet dan injeksi. Diharapkan
dengan adanya pemisahan kartu stok berdasarkan bentuk sediaan dapat kesalahan
pada menuliskan karttu stok yang diduga sering terjadi dapat diperkecil.
Selain masalah diatas ditemukan pula obat pulang di depo yang
menumpuk karena tidak diambil ketika pasien pulang oleh pasien atau keluarga
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
57
Universitas Indonesia
pasien. Meskipun obat telah disiapkan oleh petugas depo. Penumpukan obat
pulang dapat diminimalisasi dengan perbaikan pada sistem alur pasien pulang. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan membuat ketentuan bahwa ketika pasien pulang
diharuskan untuk datang ke satelit farmasi IGD dan didokumentasikan sehingga
dapat menghindari pasien yang pulang tanpa mengambil obat pulang.
Pelayanan farmasi klinik di IGD belum berjalan optimal terkait dengan
keterbatasan jumlah apoteker farmasi klinik sehingga masalah yang timbul adalah
tidak seluruh pasien pulang mendapatkan informasi obat pulang. Sehingga untuk
mengatasinya dapat dilakukan evaluasi waktu terbanyak pasien pulang untuk
mengalokasikan apoteker farmasi klinik. Selain itu dapat juga dilakukan dengan
membuat list obat apa sata yang sering diberikan pada obat pulang dan membuat
informasi penting terkait obat-obat tersebut sehingga apabila saat pasien pulang
tidak ada apoteker farmasi klinik asisten apoteker tetap dapat memberikan
informasi terkait obat yang diterima. Salah satu kegiatan farmasi klinik yang dapat
dilakukan yaitu wawancara riwayat pengobatan yaitu dengan mengali informasi
kepada pasien atau keluarga pasien terkait pengobatan yang sebelumnya telah
dijalani. Formulir medication history dapat dilihat pada lampiran 7.
4.4 Satelit Intensive Care Unit (ICU)
Satelit ICU merupakan salah satu unit yang bekerja 24 jam, dari Senin-
Minggu dan terbagi dalam tiga shift. Shift satu bertugas dari pukul 07.30-14.30,
shift dua dari pukul 14.30-21.00 dan shift tiga dari pukul 21.00-07.30 WIB. SDM
di Satelit ICU berjumlah sepuluh orang, terdiri dari dua apoteker dan delapan
asisten apoteker. Satelit ini melayani resep rawat inap dari ICU dewasa, ICCU dan
menyiapkan paket tindakan endoskopi untuk pemakaian resep idnividu. Pasien
yang dilayani, meliputi pasien jaminan dan umum (bayar tunai).
Pelayanan farmasi di Satelit ICU dikelola oleh dua apoteker yang
mengelola bidang manajemen dan klinis. Apoteker bidang manajemen
bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi melalui
Penanggung Jawab Bidang Perbekalan Farmasi. Apoteker bidang klinis
bertanggung jawab kepada Kepala SubInstalasi Farklin Diklitbang melalui
Penanggung Jawab Bidang Farmasi Klinis. Pelayanan kefarmasian yang
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
58
Universitas Indonesia
dilakukan oleh apoteker manajemen, meliputi pengelolaan perbekalan
kefarmasian mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan, penyimpanan,
pelaporan, distribusi Perbekalan Farmasi (PF), pelayanan resep dan resep cito dari
bagian endoskopi. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan apoteker bidang klinis,
meliputi parade pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep, monitoring obat,
konseling obat pasien pulang di ICCU dan pelayanan informasi obat kepada
semua petugas kesehatan.
Apoteker farmasi klinis di satelit ini melakukan parade pagi setiap pukul
08.00-10.00 WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Tujuannya yaitu
membahas seputar permasalahan pasien, perkembangan pasien, dan
merencanakan tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien.
Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai informasi obat yang
dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di instalasi farmasi, dosis
obat sesuai indikasinya dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan
pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien. Setelah parade pagi,
apoteker melaksanakan visite pasien bersama dokter, perawat, dan dietisian.
Melalui visite pasien, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang
sebenarnya. Saat visite itu, dapat terjadi perubahan terapi dan tindakan. Jika hal
itu terjadi, apoteker akan memberi rekomendasi kepada dokter.
Tugas lain apoteker klinis adalah verifikasi (pengkajian) resep. Apoteker
mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis dari obat yang diresepkan dokter.
Monitoring obat dilakukan oleh apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara
resep, kardeks dan status pasien serta menganalisa perkembangan pasien dengan
tatalaksanan terapi yang dilakukann. Jika ada terapi yang kurang sesuai, apoteker
mengkonfirmasi kepada dokter yang bersangkutan dan memberikan rekomendasi
jika diperlukan. Akan tetapi, karena farmasi klinis di ICU hanya ada satu, maka
terkadang harus dapat membagi waktu di pagi hari untuk parade pagi dan
verifikasi resep. Monitoring pengobatan pasien rawat inap dapat dilakukan dengan
mengunakan lembar monitoring pengobatan pasien rawat inap yang terdapat pada
lampiran 8.
Pasien yang dirawat di ICU dengan kondisi yang telah stabil, umumnya
dipindah ke rawat inap gedung A. Berbeda dengan ICCU, pasien yang sudah
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
59
Universitas Indonesia
memiliki kondisi yang baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga
melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU yang salah satunya adalah
memberi informasi obat pada pasien yang akan pulang. Pemberian konseling
pasien pulang dilakukan dengan memeberikan lembaran formulir konseling obat
pasien pulang yang terdapat pada lampiran 9. Selain itu, apoteker klinis juga
memiliki peran untuk memberikan pelayanan informasi obat kepada seluruh
petugas kesehatan.
Permintaan (defekta) barang baik obat maupun alat kesehatan dilakukan
secara online setiap hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk pengambilan barang
dilakukan pada Selasa dan Jumat. Jumlah perbekalan yang dipesan diperiksa
melalui kartu stok. Setelah defekta dikirm, keesokan harinya petugas gudang
memeriksa ketersediaan PF dan menyediakannya sesuai permintaan. Kemudian,
petugas satelit datang ke gudang untuk serah terima perbekalan farmasi (PF) di
gudang. Petugas satelit melakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian jenis &
jumlah PF. Lalu menandatangani fomulir defekta PF. Setelah itu, petugas satelit
mencatat di kartu stok dan menyusun PF di rak dan wadah yang telah disediakan.
Beberapa jenis PF disimpan di lemari tertentu sebagai buffer stock.
Berbeda dengan distribusi obat yang secara individual, distribusi
perbekalan farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock di ruang rawat.
Perawat menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke satelit farmasi ICU dan
satelit farmasi akan meneruskan permintaan ke gudang melalui IT. Setelah
perbekalan farmasi dasar diterima satelit farmasi, perbekalan farmasi dasar
diserahkan kepada perawat.
Penyimpanan perbekalan farmasi terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan
obat, alat kesehatan dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat di satelit
farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, jaminan, generik atau nama
dagang dan stabilitas. Obat pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan
obat jaminan Askes dan non Askes. Obat non Askes dipisah juga berdasarkan
obat generik dan obat nama dagang. Beberapa obat yang tidak stabil dalam suhu
ruang juga dipisah dan disimpan di lemari pendingin dengan suhu 2-8˚C yang
suhunya dipantau tiga kali sehari. Untuk termometer ruangan dipantau satu kali
sehari.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
60
Universitas Indonesia
Berbeda dengan obat, penyimpanan alkes dilakukan berdasarkan fungsi
atau penggunaannya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan penyiapan alkes.
Penyimpanan obat dan alkes dilakukan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO yang
disusun secara alfabetis. Stock opname dan pengecekan kadaluarasa untuk semua
perbekalan farmasi di satelit farmasi ICU dilakukan setiap enam bulan sekali.
Penyimpanan obat khusus di Satelit ICU meliputi penyimpanan obat
narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan
kit emergensi. Obat-obat Look Alike Sound Alike (LASA) tidak disimpan
bersebelahan atau berdekatan satu sama lain dan wadah obat ditempel stiker
LASA. Obat-obat high alert disimpan di lemari khusus yang di bagian pinggirnya
diberi lakban merah dan tiap kemasan hingga kemasan primer obat diberi stiker
merah high alert. Narkotika disimpan di lemari khusus dengan kunci ganda dan
dikalungkan satu orang penanggung jawab. Barang-barang yang tiga bulan
mendekati expired date dilabel kuning dengan menulis bulan dan tahun
kadaluarsa. Obat-obat termolabil disimpan di lemari pendingin.
Pendistribusian obat dan alkes di satelit farmasi ICU menggunakan sistem
peresepan individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep
biasanya diantar petugas ruangan. Petugas melakukan verifikasi resep dan
memberikan harga. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik,
klinis dan kelengkapan lainnya, seperti surat jaminan khusus pada pasien
jaminan. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT
dan diganti statusnya. Setelah itu, obat disiapkan dan diserahkan kepada petugas
ruangan dengan adanya bukti serah terima. Pasien umum biasanya membayar
secara tunai kepada petugas satelit, sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan
resep asli, fotokopi resep dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas satelit.
Resep di satelit ICU menggunakan resep manual dengan rata-rata 90
lembar resep masuk ke Satelit ICU per hari. Resep disimpan di satelit ICU selama
3 tahun untuk kemudian dimusnahkan. Selain resep harian, satelit farmasi ICU
juga menerima resep cito. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang
telah menyerahkan resep cito ke satelit farmasi akan menunggu obat yang
didispensing untuk segera diantar. Umumnya terdapat obat yang secara cepat
dibutuhkan oleh pasien tetapi belum dituliskan resep oleh dokter. Perawat tetap
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
61
Universitas Indonesia
mendapatkan obat yang dibutuhkan yang akan diambil oleh petugas satelit, namun
berkewajiban untuk menuliskan obat tersebut di buku komunikasi. Selanjutnya,
petugas akan memindahkan data di buku komunikasi ke IT.
Obat dapat dikembalikan jika obat sudah tak terpakai lagi dengan kondisi
yang masih layak pakai dan berasal dari satelit farmasi. Bagi pasien umum, obat
yang dikembalikan akan diganti dengan uang tunai, sedangkan pasien jaminan
akan dilakukan pengurangan terhadap jumlah tagihan penjamin. Penagihan
terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening akan
melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap obat-
obat yang telah digunakan pasien.
Penulisan aturan pakai pada resep yang diterima oleh satelit farmasi
terkadang tidak lengkap karena kemungkinan dokter yang lupa menulis. Hal ini
berpotensi terjadinya medication error. Contoh etiket yang digunakan di RSCM
dapat dilihat pada lampiran 10. Oleh karena itu, perlu segera dilakukannya
peresepan online untuk memudahkan dispensing obat. Keuntungan lain
dilakukannya peresepan secara online yaitu mengurangi jumlah perawat yang
mengantar resep ke satelit sehingga mengurangi beban kerja perawat. Contoh
etiket yang digunakan di instalasi farmasi RSCM dapat dilihat pada lampiran 10.
Satelit farmasi ICU terletak di depan ruang tata usaha. Posisi tersebut
cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien, sehingga petugas harus berteriak
keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan
pengeras suara untuk mempermudah petugas satelit memanggil keluarga pasien.
Lokasi satelit farmasi ICU yang baru dilengkapi dengan lemari yang
tingginya sekitar dua meter lebih. Hal ini mengakibatkan alkes serta dokumen
yang diletakkan di lemari tersebut sulit dijangkau oleh petugas satelit, walaupun
dengan alat bantu kursi yang juga sangat beresiko menyebabkan kecelakaan kerja.
Penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan
kerja.
Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit farmasi ICU sudah tertata
dengan baik tetapi masih ada beberapa obat yang tersimpan dalam satu wadah
obat. Penyimpanan obat tersebut beresiko meningkatkan kesalahan dalam hal
dispensing obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
62
Universitas Indonesia
Terkadang di satelit ICU masih ditemukan barang kosong dikarenakan
stok obat di gudang habis sehingga banyak pasien yang harus menebus obat di
luar. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi perencanaan yang baik agar dapat
mengurangi terjadinya kekosongan perbekalan farmasi.
4.5 Satelit Farmasi Pusat
Satelit Farmasi Pusat merupakan satelit farmasi yang melayani rawat inap
dan ruang rawat yang tidak memiliki satelit farmasi, seperti: rawat inap
Perinatologi, Bedah Anak (BCH), Unit Luka Bakar (ULB) dan Psikiatri. Selain
itu, Satelit Pusat juga melayani permintaan dari rawat inap dan rawat jalan
Pelayanan Jantung Terpadu (PJT), meskipun PJT memiliki instalasi farmasi,
karena pelayanan tidak dilakukan selama 24 jam, sehingga dilimpahkan ke Satelit
Pusat. Satelit Pusat juga melakukan pelayanan resep dari rawat jalan, terutama
untuk obat-obat khusus, seperti kemoterapi dan hematologi (untuk pasien
hemofilia dan thalasemia). Pasien rawat jalan yang dilayani oleh satelit pusat
berasal dari berbagai poli yang meliputi:
a. Poli Hemodialisa (pasien HD yang menggunakan cairan dianeal diberikan
injeksi untuk 1 bulan). Sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan
dianeal, cukup 1-2 minggu, tergantung pemakaian.
b. Semua poli yang meresepkan obat kemoterapi (poli kebidanan, bedah tumor,
hematologi-onkologi, bedah toraks dan bedah digestif).
c. Pusat talasemi
Pelayanan di Satelit Pusat dilakukan selama 24 jam dengan 3 shift kerja.
Shift pagi dan sore terdiri dari 2 asisten apoteker dan 2 juru resep, untuk shift
malam terdiri dari 1 asisten apoteker dan 2 juru resep. Satelit pusat juga menerima
resep cito dari poli lain. Pasien yang diterima di sini adalah pasien umum dan
jaminan berupa Jamkesmas, Jamkesda, SKTM, KJS dan ASKES.
4.5.1 Sumber Daya Manusia
Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1 apoteker, 9 asisten apoteker dan 2 juru
resep. Pelayanan dilakukan selama 24 jam dengan 3 shift kerja dengan pembagian
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
63
Universitas Indonesia
SDM dalam satu shift adalah 2 asisten apoteker dan 1 juru resep untuk shift pagi
dan sore. Sementara untuk shift malam, terdapat 2 asisten apoteker yang bertugas.
4.5.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Perencanaan dan pengadaan
Defekta dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis.
Jumlah perbekalan farmasi yang dipesan ke Gudang Pusat dihitung
berdasarkan jumlah yang digunakan selama 4-5 hari ditambah dengan buffer
stock sebanyak 10%. Setelah barang siap, penerimaan dilakukan oleh asisten
apoteker dan stok langsung dimasukkan ke dalam IT Satelit Farmasi Pusat.
b. Penyimpanan
Perbekalan farmasi disusun dengan sistem First Expired First Out
(FEFO)/First In First Out (FIFO). Perbekalan farmasi disusun menjadi
beberapa jenis, yaitu obat, alat kesehatan dan B3.
Tabel 4.2 Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat
No. Perbekalan Farmasi Keterangan
1. Obat 1. Obat disusun secara alfabetis. 2. Obat disusun berdasarkan bentuk sediaan:
oral, injeksi, cairan. 3. Obat dibagi menjadi obat generik dan nama
dagang. 4. Obat dengan penyimpanan khusus:
a. termolabil, disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-80C,
b. obat sitostatik, ditempel stiker ungu untuk obat kanker,
c. High Alert, di lemari berbeda dibatasi selotip merah, ditempel stiker hingga kemasan primer,
d. Look Alike Sound Alike (LASA), dijauhkan penyimpanannya satu sama lain.
e. obat narkotik, dalam lemari kayu khusus dengan kunci ganda.
f. obat psikotropik dalam lemari kayu khusus
2. Alat kesehatan Penyusunan berdasarkan fungsi dan cara penggunaan alat kesehatan.
3. B3 Disimpan dalam lemari tahan api.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
64
Universitas Indonesia
Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga dengan
cara:
a. Pengecekan suhu penyimpanan, dilakukan 3 kali sehari.
b. Pengecekan PF yang mendekati Expired Date (ED) dalam jangka waktu 6
bulan.
c. PF ditempel stiker kuning bila ED dekat (kurang dari 3 bulan).
4.5.3 Pelayanan resep
Resep yang dilayani berupa resep manual dan resep online/elektronik
(EHR). Unit kerja yang memberikan resep berbentuk EHR adalah BCH, ULB dan
PJT. Untuk mempermudah dalam pelayanan resep rawat inap, dilakukan
pembagian waktu pelayanan dibagi menjadi dua waktu, yaitu pagi dan sore.
Meskipun begitu, untuk resep manual, sering terjadi penumpukan resep. Hal ini
dapat disiasati dengan pemberian jadwal seperti yang dilakukan dengan
menggunakan EHR. Resep yang diterima rata-rata 250 resep/hari.
Resep yang datang, terutama untuk pasien jaminan, dilakukan verifikasi
terlebih dahulu. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik, klinis
dan kelengkapan lainnya seperti syarat jaminan khusus pasien pasien jaminan
pemerintah, kwitansi pada semua pasien, protokol dan jadwal terapi khusus pada
pasien kemo dan hasil lab khusus pada penggunaan obat mahal dan antibiotik lini
2 dan 3. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan
diganti statusnya.
4.5.4 Distribusi
Jenis distribusi yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat adalah resep
individual harian. Resep yang telah disiapkan akan diambil oleh petugas dari
masing-masing unit kerja. Khusus obat kemoterapi yang telah disiapkan akan
didistribusikan oleh petugas dari Satelit Farmasi Pusat ke unit produksi tempat
dilakukannya dispensing obat kemoterapi. Contoh klip plastik obat unit dose
yang digunakan di RSCM dapat dilihat pada lampiran 11.
Kendala yang dihadapi di satelit pusat salah satunya adalah penyimpanan
obat, terutama obat untuk pasien kemoterapi. Kegiatan dispensing obat
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
65
Universitas Indonesia
kemoterapi yang dilakukan di unit kerja jaraknya cukup jauh dari Satelit Farmasi
Pusat, contohnya di CMU 2 lantai 3, sehingga petugas pengantaran obat
menunggu obat yang akan didispensing cukup banyak terkumpul. Proses yang
cukup lama dari penyiapan dan pngantaran obat hingga dispensing berpengaruh
pada suhu penyimpanan obat. Beberapa obat kemoterapi ada yang harus disimpan
di tempat dan suhu khusus 2-80C. Pengantaran yang dilakukan oleh Satelit
Farmasi Pusat tidak dilakukan penambahan pendingin sebagai penjaga stabilitas
obat. Apabila obat terlalu lama diletakkan dalam suhu ruangan akan
mempengaruhi stabilitas dan kualitas obat, sehingg dalam hal ini perlu dilakukan
penggunaan pendingin untuk menjaga stabilitas obat. Hal yang dapat dilakukan
adalah menambahkan es dalam wadah pengantaran atau menggunakan coolbox
sebagai wadah.
Penyusunan obat di Satelit Farmasi Pusat masih menumpuk ke belakang,
sehingga kotak obat masih saling menghalangi, hal ini dapat menyulitkan petugas
dalam mencari obat. Untuk mengatasinya dapat dilakukan penyusunan dengan
menggunakan kotak obat disusun bertingkat, sehingga kotak obat tidak saling
menghalangi satu sama lain.
Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan.
Penggunaan resep manual memiliki kekurangan yaitu kesalahan membaca resep
dan memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena itu, penggunaan resep
elektronik (EHR) diharapkan segera dia.likasikan di seluruh unit kerja, sehingga
dapat mempercepat proses pelayanan resep.
4.6 Satelit Kirana
Satelit Kirana dibuka IFRS RSCM pada tahun 2011 dan ditujukan khusus
untuk pasien dengan diagnosis penyakit mata. Satelit yang terletak di gedung
Kirana Jl. Kimia No.8 Jakarta Pusat ini memiliki dua depo farmasi, yaitu depo
farmasi lantai satu dan lantai tiga. Depo lantai satu buka setiap hari senin sampai
jumat dengan jadwal satu shift, yakni mulai pukul 08.00-16.00 WIB, sedangkan
depo farmasi lantai tiga buka 1 shift, mulai pukul 08.00 sampai semua operasi
selesai dilakukan. SDM di Satelit Kirana berjumlah 4 orang, terdiri dari satu
apoteker penanggung jawab dan tiga asisten apoteker yang bertugas melayani
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
66
Universitas Indonesia
pasien jaminan dan umum (bayar tunai). Selain obat mata, disediakan pula obat-
obat lain seperti analgesik, obat saluran cerna, narkotika, dan lain-lain sebagai
terapi penyerta di luar pengobatan mata pada pasien Kirana.
Depo farmasi lantai satu melayani pasien rawat jalan poli, rawat jalan
Citra, dan pasien pulang pasca operasi, sedangkan depo farmasi lantai tiga hanya
melayani OK dan lasik. Bagian OK di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan
masing-masing menggunakan sistem paket. Untuk dokumentasi keluar masuknya
barang, selain dengan sistem IT, seharusnya juga dilakukan pencatatan dengan
kartu stok. Akan tetapi, pada depo lantai tiga, tidak dilakukan penulisan keluar
masuk barang di kartu stok, walaupun kartu stok tetap tersedia untuk setiap
barang. Dokumentasi hanya menggunakan pencatatan di kertas khusus berisi
nama barang yang keluar, jumlah, dan nama pasien yang menggunakan. Hal ini
disebabkan arus permintaan yang cepat sehingga dengan keterbatasan SDM dirasa
cukup sulit untuk memenuhi tanggung jawab tersebut. Contoh blanko kartu stok
satelit farmasi RSCM dapat dilihat pada lampiran 12.
Perencanaan Satelit Kirana berdasarkan pemakaian yang dilakukan enam
bulan sekali. Perencanaan tersebut lalu dikirim ke gudang pusat untuk dilakukan
pengadaan barang. Depo lantai tiga membuat perencanaan untuk pemesanan
barang lalu dikirim ke depo lantai satu. Permintaan (defekta) perbekalan farmasi
(PF) di Satelit Kirana dilakukan secara online pada hari Senin dan Rabu,
sedangkan pengambilan PF dilakukan pada hari Selasa dan Kamis. Satelit Kirana
tidak memiliki pekarya, maka PF yang diminta diantar oleh petugas gudang.
Setelah diajukan defekta, maka pada keesokan harinya PF diantar oleh petugas
gudang ke Satelit Kirana dan dilakukan verifikasi PF oleh petugas satelit di Satelit
Kirana. Kemudian, PF dimasukkan ke rak PF dan ditulis di kartu stok. Untuk PF
dari depo lantai 1 diantar ke depo lantai 3 oleh petugas cleaning service Satelit
Kirana setiap hari Kamis. Retur barang juga dapat dilakukan asalkan keadaan
barang yang diretur masih cukup baik, formulir retur obat dapat dilihat pada
lampiran 13.
Khusus pengadaan barang konsinyasi, seperti lensa mata, perencanaan
jumlah kebutuhan dan spesifikasi serta beberapa rekomendasi vendor terbaik
diajukan langsung ke Direktur Pelayanan Medik yang kemudian akan berdiskusi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
67
Universitas Indonesia
dengan bagian keuangan RSCM. Jika disetujui, bagian ULP (Unit Layanan
Pengadaan) akan melakukan sistem tender untuk menentukan vendor mana yang
akan menangani barang konsinyasi ini. Setelah diputuskan, maka dari Unit Kerja
Kirana yang akan menghubungi vendor untuk pemesanan barang.
Pencatatan pemakaian lensa di Satelit Kirana dilakukan pada buku khusus
lensa yang akan digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan laporan pemakaian
lensa per bulan. Laporan tersebut ditandatangani Kepala Departemen Mata dan
Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi lalu diberikan ke bagian Farmasi untuk
dibuatkan faktur. Faktur ini akan diserahkan ke bagian keuangan untuk dijadikan
dasar penagihan pembayaran bagi vendor.
Penyimpanan PF di Satelit Kirana berdasarkan sistem FEFO dan FIFO
yang disusun secara alfabetis. Penyimpanan PF di satelit ini terbagi menjadi tiga,
yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat kesehatan, dan penyimpanan obat
khusus. Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitas, sedangkan
penyimpanan alat kesehatan disimpan terpisah dengan obat dan diatur berdasarkan
fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan obat khusus di Satelit Kirana, meliputi
penyimpanan obat narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika,
obat termolabil, dan kit emergensi.
Obat-obat Look Alike Sound Alike (LASA) tidak disimpan bersebelahan
atau berdekatan satu sama lain dan wadah obat ditempel stiker LASA. Obat-obat
High Alert disimpan di lemari khusus yang di bagian pinggirnya diberi lakban
merah dan tiap kemasan hingga kemasan primer obat diberi stiker merah High
Alert. Obat kanker disimpan di lemari terpisah yang diberi stiker ungu. Obat
narkotika disimpan di lemari khusus dengan kunci ganda dan dikalungkan satu
orang penanggung jawab. Barang-barang yang enam bulan mendekati expired
date dilabel kuning dengan menulis bulan dan tahun kadaluarsa. Obat-obat
termolabil disimpan di lemari pendingin. Termometer ruangan daan lemari
pendinginin dicatat tiap pagi, sore dan malam. Stock opname di Satelit Kirana
dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu bulan Juni dan Desember. Penandaan
khusus perbekalan faramasi dapaft dilihat pada lampiran 14.
Sistem distribusi Perbekalan farmasi di Satelit Kirana ada dua macam,
sistem resep individual dan sistem floor stock (persediaan ruangan). Resep di
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
68
Universitas Indonesia
satelit ini masih menggunakan resep manual, tetapi untuk OK VIP sudah ada
beberapa dokter yang menggunakan sistem online. Resep masuk per hari berkisar
120 sampai 160 lembar. Resep disimpan di Satelit Kirana selama tiga tahun,
begitu juga dengan resep narkotika. Sedangkan untuk barang yang telah masuk
tanggal kadaluarsa dan rusak dimusnahkan satu tahun dua kali.
Alur pelayanan resep di satelit kirana sebagai berikut:
a. Umum (Resep Tunai)
Pasien umum cukup membawa resep asli dari dokter. Resep tersebut pertama-
tama diverifikasi oleh petugas farmasi, meliputi kelengkapan resep
ketersediaan barang dan jumlah obat yang ingin ditebus. Setelah diverifikasi,
petugas mengkonfirmasi harga obat kepada pasien umum dan dilakukan
transaksi jika kedua belah pihak telah sepakat. Kemudian, petugas
menyiapkan obat dan menyerahkannya kepada pasien disertai pemberian
informasi obat. Alur pelayanan di satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS
yang berlaku di RSCM yaitu mulai dari verifikasi, harga, dispensing, dan
serahkan. Setiap tahap pelayanan tersebut dicatat pada resep dengan
membubuhkan inisial petugas yang melakukan pelayanan pada kolom VHDS
yang akan dicap di setiap resep sebagai bentuk tanggung jawab atas pelayanan
yang dilakukan.
b. Jaminan
c. Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dan pasien jaminan terletak
pada saat penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep asli,
fotokopi resep dan disertai surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes,
petugas satelit harus dapat memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh
pasien terdapat dalam Buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Jika
obat yang akan ditebus tidak terdapat dalam DPHO Askes, maka petugas
harus menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan
oleh Askes dan menjadi tanggungan pasien.
Di Satelit Kirana masih ditemukan adanya barang kosong dikarenakan
stok obat di gudang habis sehingga banyak pasien yang harus menebus obat di
luar. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi perencanaan agar dapat
mengurangi terjadinya kekosongan perbekalan farmasi.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
69
Universitas Indonesia
Masalah lain yang ditemukan di satelit ini adalah tidak adanya daftar nama
obat yang seharusnya ditempelkan di bagian depan pintu lemari tertutup dan
lemari pendingin. Tidak adanya daftar nama obat di lemari pendingin disebabkan
adanya beberapa tambahan obat yang baru disimpan di lemari pendingin sehingga
daftar obat yang baru belum sempat dibuat. Untuk menanggulanginya, pada daftar
obat-obat yang ada di lemari tertutup atau lemari pendingin dapat diberikan
beberapa ruang kosong untuk menuliskan nama obat tambahan yang baru
dimasukkan ke lemari tersebut. Caranya, nama obat yang baru akan dimasukkan
ke dalam lemari ditulis di kertas label kemudian ditempel pada bagian yang
kosong yang terdapat pada daftar obat-obat yang sudah ada. Ini dilakukan sambil
menunggu daftar obat yang baru (yang telah dilengkapi dengan obat tambahn
yang baru dimasukkan ke lemari pendingin) dibuat.
Saat dilakukan pengecekan kartu stok, terdapat ketidakcocokan antara
jumlah obat yang tertera di kartu stok dengan jumlah fisik obat yang ada. Hal ini
dikarenakan beberapa petugas yang lupa mencatat pengeluaran obat di kartu stok
saat sedang mengambil obat. Untuk mengatasinya, dapat diberikan PJ untuk tiap
jenis sediaan obat dan bagian alat kesehatan yang bertugas bertanggung jawab
untuk mengecek kesesuaian kartu stok dengan jumlah fisik minimal 1 atau 2
minggu sekali.
Temuan lain yang ada di satelit ini adalah etiket obat yang belum
menuliskan keterangan sebelum atau sesudah makan. Penyebabnya dapat
dikarenakan petugas yang menyiapkan obat tidak mengerti aturan minum tiap
obat. Dengan demikian, perlu adanya sosialisasi aturan minum tiap obat yang
terdapat di depo farmasi lantai tersebut, khususnya obat oral karena ini terkait juga
dengan pengobatan dan kesembuhan pasien.
Pada saat bertugas di depo farmasi lantai 3, diketahui bahwa depo ini tidak
menggunakan kartu stok dan hanya memakai kertas catatan untuk
mendokumentasi seluruh PF yang keluar karena arus permintaan dan kegiatan di
OK yang berjalan cepat. Untuk perbaikan terkait hal tersebut dapat dibuatkan
buku khusus berisi nama PF, jumlah, nama pasien, inisial nama penulis yang
menyerahkan PF agar tidak tercecer dan data tidak hilang. Selain itu, pengambilan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
70
Universitas Indonesia
PF dari gudang juga dimasukkan ke buku ini sebagai stok sehingga setiap
kegiatan tetap dapat terdokumentasikan dengan baik.
Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di depo lantai satu satelit Kirana,
antara lain mengamati prosedur administrasi resep yang masuk, mengamati dan
melaksanakan alur pelayanan resep mulai dari penerimaan resep, penyiapan obat
hingga penyerahan obat kepada pasien, memberikan label LASA dan High Alert
pada perbekalan farmasi dan monitoring resep pasien. Sementara di depo lantai
tiga, kegiatan yang dilakukan, mulai dari mengamati dan melakukan pelayanan
barang farmasi OK, menstok barang dari buffer stock ke rak-rak obat, meretur
paket operasi yang dipakai hari itu, hingga menyiapkan paket yang akan
digunakan esok hari.
4.7 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
4.7.1 Pelayanan Perbekalan Farmasi di Gedung A
Satelit farmasi gedung A berlokasi di gedung A melayani kebutuhan
perbekalan farmasi bagi pasien rawat inap di gedung A, baik pasien jaminan
maupun pasien umum. Satelit farmasi gedung A mempunyai beberapa depo
farmasi yang terletak di setiap lantai, mulai lantai satu sampai lantai delapan dan
gudang farmasi di basemen. Gudang farmasi basemen akan mendistribusikan
perbekalan farmasi ke setiap depo kemudian depo farmasi tersebut yang akan
medistribusikan ke pasien melalui perawat.
Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap selama 24 jam yang terbagi
menjadi empat shift yaitu tiga shift (pagi pukul 07.30 -14.30, middle pukul 11.00 –
18.00, dan sore pukul 14.00 – 21.00) yang dilayani di depo farmasi setiap lantai
dan satu shift (malam pukul 21.00 – 08.00) pelayanan yang dialihkan ke gudang
farmasi basemen.
Jumlah SDM di satelit farmasi gedung A terdiri dari dua orang apoteker,
60 orang asisten apoteker (2 orang PJ gudang, 5 orang di lantai 1, 5 orang di lantai
2, 4 orang di lantai 3, 6 orang di lantai 4, 6 orang di lantai 5, 7 orang di lantai 6,
10 orang di lantai 7, 4 orang di lantai 8), 10 orang pekarya, dan dua orang
administrator.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
71
Universitas Indonesia
Perencanaan satelit farmasi gedung A berdasarkan konsumsi rata-rata
yaitu yang berasal dari data mutasi di sistem komputer hasil rekapitulasi dari
seluruh depo yang ada di gedung A. Perencanaan untuk obat-obatan fast moving
perlu ditambahkan dengan buffer stock, sedangkan untuk obat slow moving tidak
di stock di depo untuk menghindari obat terlantar dan kadaluarsa di depo,
sehingga perawat atau dokter yang membutuhkan obat tersebut harus
mengambilnya di gudang pusat. Pengadaan perbekalan farmasi di satelit gedung A
dilakukan dengan pemesanan defekta ke gudang pusat setiap dua kali dalam
seminggu yaitu pada hari Senin dan Kamis. Pemesanan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi selama seminggu di gedung A. Setelah
dilakukan pemesanan dan penyiapan barang, petugas farmasi gedung A
melakukan serah terima barang di gudang pusat dengan melakukan pemeriksaan
kesesuaian barang meliputi jenis, jumlah, kadaluarsa, dan kondisi barang.
Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa, disimpan di gudang
farmasi gedung A. Penyimpanan obat solid oral di gudang farmasi basemen terdiri
dari dua jenis yaitu penyimpanan obat sebagai persediaan dan penyimpanan obat
untuk keperluan sehari-hari yang rutin digunakan untuk pelayanan. Perbekalan
farmasi disusun berdasarkan alfabet, bentuk sediaan, generikatau nama dagang
dan kestabilan. Narkotika disimpan dalam lemari khusus berpintu dan berkunci
ganda sedangkan obat psikotropika juga disimpan di lemari terpisah. Obat-obatan
yang termasuk kedalam high alert disimpan secara terpisah dengan diberi label
khusus dan ditandai dengan garis merah pada lemari penyimpanannya. Obat high
alert disimpan secara terpisah karena obat tersebut memiliki resiko tinggi bila
digunakan secara tidak tepat yang dapat menyebabkan cedera bermakna bagi
pasien. Selain itu, penyimpanan obat mahal, produk nutrisi, B3, dan obat kanker
disimpan ditempat terpisah, sedangkan obat kanker dan obat LASA diberikan
label khusus yang telah disediakan. Penyimpanan obat yang terdapat di dalam
lemari tertutup atau lemari pendingan dilampirkan daftar nama obat-obatan yang
terdapat di dalam lemari tersebut. Penyusunan tersebut dilakukan agar lebih
mudah melakukan penyiapan kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien. Berbeda
dengan penyimpanan obat, alat kesehatan disusun berdasarkan fungsi dan
jenisnya.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
72
Universitas Indonesia
Untuk memenuhi kebutuhan pasien, satelit farmasi gedung A
mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai. Metode
yang digunakan dalam pendistribusian ini yaitu metode desentralisasi. Depo
farmasi disetiap lantai biasanya melakukan permintaan obat setiap hari ke gudang
farmasi basemen gedung A sesuai dengan kebutuhannya. Obat-obat yang perlu
diracik dilakukan di ruang peracikan. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan
oleh petugas gudang farmasi basemen dikirimkan ke depo farmasi di setiap lantai
dengan melakukan serah terima barang dan dilakukan pemeriksaan kesesuaian
jenis dan jumlah barang.
Sistem peresepan di gedung A sudah menggunakan Electronic Health
Record (EHR). Keuntungan dari EHR ini yaitu dapat mengurangi kesalahan
dalam membaca resep sehingga kesalahan dalam pemberian obat ikut berkurang.
Dokter biasanya melakukan peresepan bagi pasien pada hari Senin dan Kamis.
Namun, ada beberapa dokter yang masih melakukan peresepan secara manual
khususnya dokter konsulen yang menangani pasien kelas khusus pada lantai 1, 3,
dan 6. Obat-obat yang sudah diresepkan oleh petugas farmasi kemudian disiapkan
dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan
yaitu unit dose dan floor stock. Pada sistem unit dose, obat disiapkan untuk
pemakaian satu hari dengan pembagian kemasan tiap waktu minum obat dimulai
dari sore hari hingga siang hari di hari berikutnya. Barang yang didistribusikan
dengan metode floor stock yaitu perbekalan farmasi dasar yang dapat digunakan
untuk bersama-sama bagi seluruh pasien pada tiap lantai.
Mutasi perbekalan farmasi di gudang farmasi basemen dicatat di kartu
stok. Namun, depo farmasi tidak menggunakan kartu stok karena secara otomatis
sudah tersistem melalui IT. Laporan yang biasanya disiapkan oleh satelit farmasi
gedung A yaitu laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik,
laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar, laporan obat generik, laporan
narkotika dan psikotropika, laporan formulariun dan laporan barang implan.
Laporan tersebut dibuat sekali setiap bulan dan dikirim sebelum tanggal lima
setiap bulannya.
Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama kerja praktek di satelit
farmasi gedung A adalah mendata sediaan farmasi yang memiliki tanggal
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
73
Universitas Indonesia
kadaluwarsa yang sudah dekat di gudang farmasi basemen, melakukan analisis
waktu peracikan, melakukan penyiapan obat dari pemberian etiket hingga
pengemasan obat, melakukan pengamatan waktu penyiapan obat.
4.7.2 Farmasi Klinik Gedung A
Kegiatan farmasi klinik di gedung A RSCM sudah berjalan cukup baik.
Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan
untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang
rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara
pemberian, tepat waktu pemberian dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi
klinik di gedung A meliputi verifikasi resep, konseling obat, monitoring
pengobatan, pengambilan riwayat pengobatan, visit/ronde dan pelayanan
informasi obat.
Verifikasi resep yang dilakukan oleh apoteker meliputi pemeriksaan
kelengkapan resep, kesesuaian dosis, rute pemberian, lama pemberian, interaksi
obat dan waktu pemberian obat. Apabila obat yang direkomendasikan tidak
tersedia, apoteker dapat memberikan rekomendasi obat dengan nama dagang yang
berbeda namun memiliki kandungan dan dosis yang sama sesuai dengan
formularium rumah sakit. Kegiatan konseling di gedung A ada dua jenis yaitu
bedside counseling dan konseling obat pulang. Kegiatan bedside counseling masih
jarang dilakukan dibandingkan dengan konseling obat pasien pulang. Mahasiswa
PKPA melakukan penyiapan konseling obat pasien pulang dengan menuliskan
formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada
pasien yaitu nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian
obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu
bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada pasien lebih dari satu
jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat.
Secara umum, informasi obat bagi pasien yang akan pulang cukup
informatif. Pada umumnya pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-
obat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan
penjelasan yang terlalu mendetail. Namun, apoteker sebaiknya juga meminta
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
74
Universitas Indonesia
pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan dan tidak hanya
sekedar menanyakan apakah pasien telah paham atau belum. Hal tersebut sebagai
proses evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan
tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan informasi.
Kegiatan farmasi klinik lainnya yang dilakukan oleh mahasiswa PKPA
yaitu melakukan monitoring pengobatan pasien. Monitoring pengobatan pasien
biasanya dilakukan oleh apoteker yang bertugas di tempat pasien di rawat. Pasien
yang diprioritaskan untuk mendapatkan konseling obat pasien yang akan pulang,
pasien geriatri (di atas 60 tahun) dan pasien pediatri (di bawah 12 tahun) dengan
kriteria: Pasien yang mendapat rejimen pengobatan lebih dari 7 item obat
(polifarmasi), mendapat rejimen pengobatan dengan indeks terapi sempit,
mempunyai riwayat alergi, dan pasien yang mengalami efek yang tidak
diharapkan akibat penggunaan obat. Kegiatan monitoring ini dengan cara melihat
kesesuaian antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan obat yang di berikan
oleh perawat yang dapat dilihat dari kardeks serta obat yang dituliskan di status
pasien (Medical Record). Terkadang dokter tidak memberitahu apabila ada
perubahan terapi bagi pasien sehingga apoteker perlu melakukan konfirmasi
kepada dokter untuk meresepkan kembali. Selain kesesuaian peresepan, apoteker
juga memperhatikan dosis yang diberikan karena dikhawatirkan ada perbedaan,
interaksi obat yang terjadi akibat dari penggunaan obat yang banyak dan hasil
laboratorium pasien.
Pasien yang baru datang biasanya juga dilakukan pengambilan riwayat
penggunaan obat. Pengambilan riwayat penggunaan obat ini dilakukan oleh
apoteker yang bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan riwayat alergi,
efek samping dan efek-efek yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat,
menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan menyelaraskan rejimen
terapi antara sebelum perawatan dan saat perawatan. Namun, untuk pengambilan
riwayat penggunaan obat ini dilakukan kepada pasien yang baru masuk dalam 48
jam pertama dengan riwayat penyakit kronis (penyakit dalam, infeksi, dan saraf)
serta pasien dengan imunitas rendah. Ketika pengambilan riwayat pengobatan,
apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan, dan menanyakan
tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi:
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
75
Universitas Indonesia
nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep,
non resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama
penggunaan obat, (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan
(dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat,
dan jumlah obat tersisa. Selain itu, apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan
efek samping obat yang pernah dialami pasien. Apabila pasien memiliki riwayat
alergi dan pernah mengalami efek samping dari suatu obat tertentu maka apoteker
perlu menelusuri obat-obatan tersebut. Wawancara riwayat pengunaan obat pasien
dapat pula ditanyakan kepada keluarga pasien bila pasien tidak memungkinkan
untuk diwawancara.
Mahasiswa PKPA juga melakukan visite/ronde bersama tim dokter yang
didampingi oleh apoteker. Visite ini bisa dilakukan secara mandiri atau
berkolaborasi dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya. Selain visite,
apoteker juga melakukan diskusi dengan tim kesehatan untuk membicarakan
kasus sulit pasien tertentu. Kegiatan diskusi berbeda dengan visite, diskusi ini
dilakukan di suatu ruangan sedangkan visite dilakukan di ruang rawat pasien.
Dalam kegiatan visite atau diskusi, apoteker berperan dalam rekomendasi
pengobatan pasien terkait kesesuaian obat sesuai penyakitnya, kesesuaian dosis
dan sediaan obat, ketersedian obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta
kemungkinan terjadinya interaksi obat.
Farmasi klinik melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) bagi pasien,
perawat, dokter, asisten apoteker atau tenaga kesehatan lainnya. Pada pelaksanaan
pelayanan informasi obat saat ini masih terbatas pada pelayanan ionformasi obat
secara pasif dan sebaiknya apoteker juga melakukan pelayanan informasi obat
secara aktif seperti membuat brosur atau leaflet sebagai media pelayanan
informasi obat sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pasien
terhadap pengobatan yang dijalani yang merupakan aplikasi farmasi klinik di
rumah sakit yang berorientasi kepada pasien. Selama pelaksanaan PKPA di
gedung A mahasiswa apoteker juga mendapatkan terkait informasi obat seperti
kandungan obat, kestabilan obat, substitusi obat, cara pengunaan obat, dosis,
interaksi dan cara pencampuran obat yang berasal dari dokter atau perawat. Dalam
menjawab pertanyaan mahasiswa mencari informasi dari berbagai literatur yang
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
76
Universitas Indonesia
tersedia seperti Drug Information Handbook, AHFS, Handbook on Injectable
Drugs, Martindale serta literatur lain yang disesuaikan dengan jenis pertanyaan
yang diajukan. Pelaksanana pelayanan informasi obat dilakukan sesuai dengan
Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit agar pelayanan informasi
obat efektif dan informasi yang dihasilkan sesuai dengan pertanyaan yang
diajukan. Laporan dari setiap pelayanan informasi obat yang dilakukan
didokumentasikan dan dilaporkan setiap bulan sebagi pertimbangan dalam
evaluasi pelayanan informasi obat yang telah dilakukan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
76 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tugas instalasi farmasi di rumah sakit adalah melaksanakan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit meliputi pengelolaan perbekalan farmasi dan
pelayanan kefarmasian dalam pengunaan obat dan alat kesehatan. Peran apoteker
dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi pemilihan, perencanan,
pengadaan, produksi, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian. Sedangkan
peran apoteker dalam penggunaan obat dan alat kesehatan meliputi pengkajian
resep, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan
informasi obat, konseling pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien
dan pengkiajian pengunaan obat.
5.2 Saran
Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut adalah beberapa
saran yang dapat duajukan antara lain:
a. Gudang Pusat Perbekalan Farmasi
Penanganan penyimpanan B3 sebaiknya ruangan disertai sistem
pengamanan dini seperti smoke detector. Selain itu meminta distributor untuk
menyertakan MSDS saat mengirimkan B3, sebaiknya yang sudah
diterjemahkan bila tidak bisa maka petugas gudang harus menerjemahkannya.
Penanganan keterlambatan penerimaan PF dari distributor sebaiknya
lokasi gudang dibuat lebih ideal dengan penambahan jalan untuk mobil
sehingga mudah diakses pihak eksternal atau membuat jadwal rutin
penerimaan PF dan menyediakan lahan parkir khusus distributor pada jam
yang telah terjadwal tersebut.
b. Sub Instalasi Produksi
Pembahan sumber daya manusia untuk proses pengujian mutu selama
proses produksi dilaksanakan. Dengan adanya penambahan sumber daya
manusia dalam pengujian mutu diharapkan dapat menjamin produk yang
dihasilkan terjamin mutunya.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
77
Universitas Indonesia
c. Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat
Pada peresepan masih sering ditemukan duplikasi resep sehingga dapat
disarankan dengan menggunaakan resep online agar dapat memepermudah
dokter melihat riwayat resep sebelumnya uang diterima pasien. Namun
penggunaan sistem online perlu didukung dengan kemudahan dalam
mengakses. Selain itu dperlukan memasukan nomer inputan pada kartu stok
narkotika dan obat mahal ungtuk meningklatkan pengawasan dan mengatasi
terjaidnya selisih jumlah fisik obat, kartu stok maupun IT. Pembuatan kartu
stok dalam bentuk buku berjilid untuk memudahkan dalam pengawasan.
Perbaikan pada alur pasien pulang agar dapat mengurangi penumpukan obat
pasien pulang di satelit serta pembuatan daftar informasi obat pulang.
d. Satelit Intensive Care Unit
Ketersediaan pengeras suara yang diperlukan untuk memanggil keluarga
pasien agar dapat mempermudah komunikasi petugas depo dengan keluarga
pasien. Fasilitas yang juga diperlukan adalah wadah untuk tempat obat agar
dapat mempermudah dalam penyiapan obat.
e. Satelit Farmasi Pusat
Mengatasi keterlambatan dalam pelayanan resep dapat diatasi dengan
mengunakan resep online. Ketersediaan kotak obat atau wadah obat yang
disususn secara baik dan tidak menumpuk diharapkan dapat mempermudah
dalam penyiapan obat. Penambahan sumber daya manusia juga diperlukan
untuk meningkatkan pelayanan.
f. Satelit Kirana
Pelaksanaan kartu stok di depo lantai 4 diperlukan untuk mengurangi
terjadinya kehilangan atau selisih dari perbekalan farmasi serta akan
meningkatkan pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan perbekalan
farmasi. Penempatan pekarya dirasakan diperlukan terkait penyediaan
perbekalan farmasi sehingga diharapkan dapat meningkatan pelayanan karena
pekerja di satelit tidak perlu ke gudang untuk mengambil perbekalan farmasi
yang diperlukan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
78
Universitas Indonesia
g. Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
Penambahan pekarya dirasakan diperlukan dikarenakan besarnya wilayah
kerja gedung A yang terdiri dari delapan lantai sehingga diharapkan dengan
penambahan pekarya maka akan meningkatakan kecepatan dalam pengadaan
dan ketersediaan perbekalan farmasi di setiap depo gedung A.
Pelaksanaan pelayanan informasi obat juga dapat dilaksanakan secara aktif
yanitu dengan memberikan leaflet, brosur ataupun buku saku sebagai media
dalam pelayanan informasi obat untuk pasien sehingga pelaksanaan pelayanan
informasi obat yang berorientasi pasien dapat diamplikasikan. Diharapkan
dengan melaksanakan pelayanan informasi obat secara aktif tersebut maka
pengetahuan serta pemahaman pasien terkait penyakit dan pengobatan yang
dilaksanakan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut serta mendukubg terapi
yang sedang dijalankan pasien.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
79
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central
Sterile Supply Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi
Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi
Rumah Sakit. Jakarta
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Quick, J.D. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement,
Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin
Press Inc.
Presiden Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
79
Lampiran 1. Struktur organisasi RSCM
Direktur Utama
Direktur Medik dan Keperawatan
Departemen
Instalasi
Farmasi
UPT
Direktur Pengembangan dan Pemasaran
Instalasi
promkes
UPJM
Direktur Keuangan
Bagian
Anggaran
Bagian Perbendaharaan
Bagian
Akuntansi
Direktur SDM dan Pendidikan
Bagian Diklat
Bagian SDM
Bagian Hukor
Instalasi Pendidikan
Direktur Umum dan Operasional
Bagian Administrasi
Bagian Aset dan Inventaris
Bagian Teknik Pemeliharaan
Sarana dan Prasarana
Instalasi
Medik
ULP
Unit Utilitas
Komite Medik, Komite Etik, PPIRS, Komite Mutu
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
80
Lampiran 2. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSCM
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Subinstalasi Perbekalan Farmasi
Kepala Subinstalasi Produksi
Kepala Subinstalasi Farmasi Klinis dan
Pendidikan Pelatihan Pengembangan
Kepala Subinstalasi Administrasi dan
Keuangan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
81
Lampiran 3. Struktur organisasi ISP RSCM
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
82
Lampiran 4. Formulir pencampuran obat sitostatik
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
83
Lampiran 5. Contoh protokol kemoterapi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Lampiran 6. Formulir v
r verifikasi resep
84
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
85
Lampiran 7. Formulir medication history taking pasien
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
86
Lampiran 8. Lembar monitoring pengobatan pasien rawat inap
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
87
Lampiran 9. Formulir konseling obat pasien pulang
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
88
Lampiran 10. Contoh etiket
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
89
Lampiran 11. Contoh klip plastik obat unit dose
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
90
Lampiran 12. Contoh blanko kartu stok
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
91
Lampiran 13. Formulir retur obat
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
92
Lampiran 14. Label penandaan khusus
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
PENYUSUN
HIPERTENSI SE
OBAT DI RU
(RSUP
PERI
TUGAS KHUSUS
KARTI
UNIVERSITAS INDONESIA
NAN BUKU SAKU PENGOBATAN P
SI SEBAGAI MEDIA PELAYANAN IN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASI
SUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUM
ERIODE 4 FEBRUARI - 2 APRIL 2013
SUS PRAKTEK KERJA PROFESI AP
TIKA FEBIYANTI NORMAN, S.Far
1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
N PASIEN
INFORMASI
ASIONAL
MO
13
POTEKER
arm.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 32.1 Peayanan Informasi Obat ................................................................................ 3
2.2 Hipertensi ........................................................................................................ 9
BAB 3 METODE PENGKAJIAN ................................................................................. 17
3.1 Waktu Tempat Pelaksanaan .......................................................................... 17
3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 17
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 184.1 Hasil .............................................................................................................. 18
4.2 Pembahasan .................................................................................................. 18
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 245.1 Kesimpulan .................................................................................................... 24
5.2 Saran .............................................................................................................. 24
DAFTAR ACUAN .......................................................................................................... 25
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keterampilan yang Perlu Dimiliki Farmasi dalam PIO ........................7
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Usia 18 Tahun atau Lebih
berdasarkan JNC VII.............................................................................9
Tabel 2.3 Modifikasi Gaya Hidup Dalam Pengolahan Hipertensi ......................12
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Pengobatan Hipertensi .........................................................28
Lampiran 2. Buku Saku Pasien Hipertensi .......................................................29
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasien hipertensi diprediksi mencapai 1,56 miliar dari total penduduk dunia pada
tahun 2025 hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kearney, et al pada tahun
2002 (Obreli-Neto, et al, 2011). Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang
tujuh kali lebih besar berisiko stroke dan enam kali lebih besar berisiko gagal jantung
(WHO/SEARO, 2005). Hipertensi merupakan penyakit dengan pengobatan jangka
panjang sehingga pada beberapa kasus ditemukan pasien tidak memiliki pemahaman
yang cukup terhadap jalannya pengobatan. Dengan adanya pemahaman yang baik
terhadap pengobatan yang dijalani akan berdampak besar terhadap target pengobatan.
Pemahaman yang baik akan mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan yang dijalani.
Pasien yang tidak patuh terhadap aturan penggunaan obat sebesar 30-55% (WHO, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Macedo, Lima, Alcantara dan Ramalhindho pada tahun
2007 hanya 11,2% pasien yang mencapai target tekanan darah terkontrol. Kepatuhan
yang baik erat kaitannya dengan pemahaman yang baik dalam menjalankan terapi yang
dapat mempengaruhi tekanan darah dan secara bertahap mencegah terjadinya komplikasi
(Morgado, Rolo, Castelo-Branco, 2011). Peningkatkan mortalitas dikarenakan
ketidakpatuhan mencapai 6,8% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mazzaglia pada tahun 2009 ketidakpatuhan
dari pasien yang menjalankan terapi mencapai 20-80% (Kjeldsen, et al, 2011). Kepatuhan
pasien merupakan faktor utama penentu keberhasilan terapi (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2006b).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit menyatakan bahwa pelayanan farmasi rumah
sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
yang utuh dan berorientasi kepada pasien. Salah satu upaya dalam meningkatkan
pemahaman pasien dalam pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian pendidikan
kesehatan. Upaya kesehatan tersebut terfokus pada upaya peningkatkan perilaku sehat,
pendorong perilaku yang menunjang kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan
penyakit dan pemulihan (Notoatmodjo, 2003). Sesuai dengan tugas pokok pelayanan
farmasi rumah sakit salah satunya adalah melaksanakan komunikasi, informasi dan
edukasi. Aplikasi ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan pelayanan
informasi obat yang dilakukan oleh apoteker. Kegiatan pelayanan informasi obat berupa
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
penyediaan dan pemberian informasi obat secara aktif atau pasif. Pelayanan informasi
obat secara aktif apabila apoteker memberikan informasi obat dengan tidak menunggu
pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi sedangan secara pasief
dilakukan apabila apoteker memeberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan
yang diterima. Pemberian pelayanan informasi obat secara aktif melalui media buku saku
diharapkan dapat memberikan informasi serta edukasi kepada pasien sehingga dapat
meningkatkan pemahaman terkait hipertensi dan pengobatan hipertensi yang dijalankan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini adalah membuat buku saku pengobatan
pasien hipertensi yang baik sebagai media pelayanan informasi obat secara aktif.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
2.1.1 Definisi Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan,
pemberian informasi dan rekomendasi obat yang bersifat independen, akurat,
komprehensif terkini oleh apoteker kepada pasien, dokter, perawat, tenaga
kesehatan lain maupun masyarakat. Kegiatan pelayanan informasi obat meliputi
tujuan, media yang digunakan, pengelolaan, pengawasan mutu atau informasi obat
yang digunakan dalam pengambilan keputusan terkait obat (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006c).
2.1.2 Tujuan Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat memiliki tujuan antara lain (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2006c) :
a. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional serta berorientasi
kepada pasien tenaga kesehatan dan pihak lain.
b. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan dan pihak lain.
c. Menyediakan informasi sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi (KFT).
2.1.3 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat
Kegiatan pelayanan informasi obat berupa penyediaan dan pemberian
informasi obat dapat dilakukan secara aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif
apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi dengan tidak
menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi, misalnya
menerbitkian buletein, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat
pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan
yang diterima (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
2.1.4 Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat
Pelaksaaan pelayanan informasi obat terdiri dari tiga ruang lingkup
kegiatan yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c):
a. Ruang lingkup pelayanan
Pada ruang lingkup pelayanan meliputi beberapa kegiatan antara lain:
menjawab pertanyaan, menerbitkan bulletin, membantu unit lain dalam
mendapatkan informasi obat, menyiapkan materi untuk brosur atau leaflet
informasi obat serta mendukung kegiatan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi
dalam menyusun dan merevisi formularium.
b. Ruang lingkup pendidikan
Pelayanan informasi obat melaksanakan fungsi pendidikan terutama pada
rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan. Ruang lingkup
pendidikan meliputi beberapa kegiatan antara lain: mengajar dan membimbing
mahasiswa, memberi pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi
obat, mengkoordinasikan program pendidikan berkelanjutan di bidang
informasi obat serta membuat, menyiapkan dan menyampaikan makalah
seminar atau simposium.
c. Ruang lingkup penelitian
Pada ruang lingkup penelitian meliputi beberapa kegiatan antara lain:
melakukan penelitian evaluasi pengunaan obat, penelitian pengunaan obat
baru, penelitian lain yang berkaitan dengan pengunaan obat baik secara
mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain serta malakukan program
jaminan mutu.
Jenis pelayanan informasi obat di rumah sakit dilakukan sesuai dengan
kebutuhan. Contoh kegiatan pelayanan informasi obat yang dilakukan meliputi
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c):
a. Memberi jawaban atas pertanyaan spesifik melalui telepon, surat atau tatap
muka.
b. Laporan atau bulletin bulanan.
c. Pelayanan cetak ulang reprint.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
d. Konseling tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat,
konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan pengunaan
obat-obatan.
e. Tugas pendidikan dan pelatihan seperti kuliah tentang farmakologi dan
pengobatan, evaluasi literatur obat atau penggunaanya.
f. Melakukan riset.
g. Memberikan dukungan pada Panitia/Komite Farmasi dan Terapi seperti
tinjauan terhadap obat-obatan yang baru yang akan diajukan untuk
dimasukkan dalam daftar obat rumah sakit.
2.1.5 Sasaran Informasi Obat
Pada pelaksaan pelayanan informasi obat dirumah sakit sasaran pemberian
informasi ditujukan kepada pasien atau keluarga pasien, tenaga kesehatan (dokter,
dokter gigi, apoteker, perawat, bidan dan asisten apoteker) serta pihak lain seperti
tim manajemen dan kepanitiaan klinik (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2006c).
2.1.6 Sumber-Sumber Literatur
Semua sumber informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan
disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan. Pustaka digolongkan dalam tiga
kategori antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c):
2.1.6.1 Pustaka Primer
Pustaka primer merupakan artikel asli yang dipublikasikan penulis atau
peneliti, informasi yang terdapat di dalamnya berupa hasil penelitian yang
diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer antara lain laporan hasil
penelitian, laporan kasus, studi evaluatif, laporan deskriptif, jurnal publikasi
ilmiah yang berhubungan dengan obat, hasil uji klinik obat dan penelitian
farmakologi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c).
Pustaka primer merupakan dasar dalam klasifikasi pustaka sekunder dan
tersier. Dengan memahami kekuatan dari jenis sumber informasi yang tersedia
dapat memudahkan dalam pencarian literatur. Jika informasi yang didapat dari
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
pustaka primer masih belum cukup dapat dilakukan penelusuran lebih lanjut
dengan menggunakan pustaka sekunder (Watanabe dan Conner, 1978).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi terhadap
pustaka primer adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2006c):
a. Bahan dan metode.
b. Sampel.
c. Desain studi.
2.1.6.2 Pustaka Sekunder.
Pustaka sekunder merupakan sumber informasi yang berfungsi
mengarahkan ke sumber pustaka primer. Jenis pustaka sekunder antara lain
kumpulan abstrak dan bibliografi (Watanabe dan Conner, 1978).
Beberapa pertimbangan dalam memilih sumber pustaka sekunder, antara
lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c) :
a. Waktu: adalah jarak waktu artikel itu diterbitkan dalam majalah ilmiah dan
dibuat abstrak atau indeks.
b. Jurnal pustaka cakupan: jumlah pustaka ilmiah yang mendukung tiap pustaka
sekunder merupakan pertimbangan lain dalam pemilihan pustaka tersebut.
c. Selektivitas pengindeksan/pengabstrakan: bentuk dari sistem (cetak standar
atau terkomputerisasi) harus dipertimbangkan, dikaitkan dengan keperluan
dan kebutuhan pengguna.
2.1.6.3 Pustaka tersier
Pustaka tersier berupa buku teks atau database, kajian artikel, kompendia
dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi
materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2006c).
Pustaka tersier banyak tesedia sebagai sumber informasi medik dan obat.
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam memilih sumber pustaka tersier
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c) :
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
a. Penulis dan atau editor: editor dan penulis harus mempunyai keahlian dan
kualifikasi menulis tentang suatu judul atau bab tertentu dari suatu buku.
b. Tanggal publikasi juga harus diperhatikan bersama sama dengan edisi: tanggal
publikasi dari pustaka tersier terutama buku teks harus merupakan tahun
terbaru.
c. Penerbit: penerbit yang mempunyai reputasi tinggi.
d. Daftar pustaka: harus mengandung daftar rujukan pendukung sesuai judul
buku.
e. Format pustaka tersier harus didesain untuk mempermudah penggunaan.
f. Cara lain untuk membaca buku teks yang baru adalah membaca kritik tertulis.
2.1.7 Sumber Daya Manusia (SDM)
Pelaksanan pelayanan informasi obat memiliki persyaratan sebagai berikut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c) :
a. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan.
b. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran, penyeleksian dan
evaluasi sumber informasi.
c. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar rumah sakit,
metodologi penggunaan data elektronik.
d. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat.
e. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Berikut ini adalah keterampilan yang perlu dimiliki famasis yang
memberikan pelayanan informasi obat (Golightly, 2003) :
Tabel 2.1 Keterampilan yang perlu dimiliki farmasi dalam PIO
Keterampilan Lingkup
Klinis Pengetahuan dan pemahaman terhadap semua aspek obat,
proses dan prosedur terapi, penyakit, patologi dan manajemen.
Komunikasi Verbal (percakapan): pertanyaan interogasi, penentuan
pertanyaan, mendapatkan latar belakang informasi yang tepat
dan memadai, tanggapan secara verbal, tehnik bicara melalui
telepon
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
Tertulis: menulis laporan, menanggapi pertanyaan, bulletin,
menulis ke tingkat penerima; konversi data secara ringkas dan
mudah dipahami, menggunakan bahasa Inggris yang
sederhana.
Penilaian kritis Penilaian secara kritis dan penggunaan literatur klinik dan
farmasi, isi dan kualitas untuk klaim secara komersial untuk
pengobatan; pengetahuan pekerjaan mengenai statistik medis
termasuk kelayakan dan batasan; pembuatan percobaan klinis;
farmakoekonomi
Manajemen
Informasi
Penggunaan narasumber, contoh pencaraian literatur utama
(Medline, Embase dsb), database, internet, sumber in-house
dan perpustakaan; interprestasi data yang dicari, penentuan
biaya-efektif dan kualitas nara sumber; sistim perencanaan
penyimpanan in-house dan pencarian data
Diri pribadi Kemampuan untuk bekerja dengan inisiatif sendiri; melakukan
prioritas pekerjaan; mengetahui kemampuan sendiri dan
kualitas kerja dan mengatur waktu secara efektif.
Teknologi
Informasi
Mampu menggunakan teknologi informasi untuk memperoleh
dan menyebarkan informasi dan pelayanan yang dihasilkan,
pemahaman pemakaian IT. Keterampilan menggunakan
keyboard.
Manajemen Pengelolaan nara sumber dan manusia.
Pelatihan Kemampuan untuk melatih farmasis dan ahli profesi lainnya
yang memerlukan ketrampilan dan pengetahuan contoh
preregistration farmasis, farmasis, perawat dokters, dll.
2.1.8 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan
kondisi rumah sakit. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung
ketersediaan dan perkiraan kebutuhan akan perlengkapan dalam pelaksanaan
pelayanan informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat adalah
ketersediaan sarana fisik seperti rusng kantor, ruang rapat, perpustakaan,
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
komputer, fax, dan jaringan internet (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006c).
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah arteri yang
persisten (Sanseen, Carter, 2005). Berdasarkan tingginya tekanan darah JNC VII
mengklasifikasi tekanan darah sebagai berikut :
Tabel 2.2. Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan
JNC VII (Chobanian, et al, 2003).
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi
Tingkat 1 140-159 90-99
Tingkat 2 >160 >100
2.2.2 Stratifikasi Faktor Risiko (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006b)
Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner sebagai akibat dari penyakit
hipertensi yang tidak ditangani secara baik dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi faktor umur, jenis kelamin dan
genetik.
b. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi merokok, diet rendah serat, kurang
aktifitas gerak, bersat badan berlebihasn, konsumsi alkohol, hiperlipidemia,
stress dan konsumsi garam berlebih.
2.2.3 Komplikasi
Komplikasi akibat tekanan darah tidak terkontrol perlu diperhatikan
karena dapat meningkatkan risiko kerusakan organ jantung, otak, ginjal dan retina.
Kerusakan organ tersebut dapat terjadi akibat kenaikan tekanan darah pada organ
(Stephen J, Maxine, 2010).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
�0
Universitas Indonesia
2.2.4 Kepatuhan pada Pasien Hipertensi
Pada pelaksanaan terapi hipertensi target pengobatan diperlukan kepatuhan
yang baik dari pasien. Sebesar 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi
tidak meminum obat yang direkomendasikan sesuai dengan yang dianjurkan oleh
dokter (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
Metode peningkatan kepatuhan dapat dilakukan dengan metode edukasi.
Metode edukasi tersebut meliputi informasi : mengenai manfaat kontrol tekanan
darah, efek samping yang mungkin terjadi selama terapi, pendidikan kesehatan
untuk pasien maupun keluarga tentang penyakit dan regimen pengobatan yang
dijalankan serta melibatkan pasien maupun keluarga pasien tentang keuntungan
minum obat dan modifikasi gaya hidup yang tepat (Departemen Kesehatan RI,
2006b).
Beberapa hasil penelitian mengenai ketidakpatuhan dan pengaruh terhadap
komplikasi antara lain :
a. Penelitian yang dilakukan oleh Kearney pada tahun 2005 dan Bloch pada tahun 2008
diperkirakan 27–49% pasien hipertensi tidak patuh dalam meminum obat yang
diresepkan (Orbeli-Neto, et al, 2010).
b. Penelitian yang dilakukan oleh McClenllan et al pada tahun 1988 dinyatakan pasien
dengan kepatuhan rendah dalam menjalankan terapi memiliki kontrol yang rendah
terhadap tekanan darah sehingga meningkatkan risiko komplikasi (Lahdenpera,
Wright dan Kyngas, 2003).
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis yang utama adalah terjadinya peningkatan tekanan darah.
Pengukuran dengan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol.
Pengukuran tersebut digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan
hipertensi sesuai dengan tingkatannya. Hipertensi dapat diidentifikasi dengan
tanda dan gejala seperti sakit kepala, pusing, sakit di tengkuk, jantung berdebar,
penglihatan kabur, rasa sakit di dadadan mudah lelah (Departemen Kesehatan RI,
2006b).
Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan untuk mendeteksi adanya hematuria,
proteinuria dan sedimen penyakit ginjal atau nefrosklerosis. Kadar kalium sebagai
indikasi hipokalemia akibat hiperaldosteron, kadar gula darah puasa sebagai
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✁✁
Universitas Indonesia
indikasi hiperglikemia yang terjadi pada diabetes dan feokromositoma, lipid
plasma sebagai indikator terjadinya arterosklerosis. Ekokardiografi digunakan
untuk mengevaluasi pasien dengan gejala klinis berhubungan dengan penyakit
jantung (Stephen J, Maxine, 2010).
Pemeriksaan sedini mungkin penting dilakukan untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya komplikasi. Pemeriksan yang dapat dilakukan antara lain
(Stephen J, Maxine, 2010) :
a. Pemeriksaan urin, pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan EKG (pencitraan jantung), pemeriksaan ini dilakukan untuk
memastikan fungsi jantunng
c. Pemeriksaan darah meliputi kadar gula dan kolesterol darah.
2.2.6 Penatalaksanaan Terapi Hipertensi
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan
morbiditas. Tujuan tersebut berhubungan dengan kerusakan organ target dan
terjadinya penurunan kejadian risiko penyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan
penyakit ginjal (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII tahun
2003 adalah :
a. Pasien tanpa komplikasi penyakit < 140/90 mm Hg.
b. Pasien dengan komplikasi diabetes atau ginjal < 130/80 mm Hg.
Hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum dijumpai
namun kontrol tekanan darah masih belum maksimal. Sebagian besar pasien
dengan hipertensi target penurunan tekanan darah diastol sudah tercapai namun
tekanan darah sistol masih tinggi. Secara patofisiologi tekanan darah sistol
berkaitan dengan risiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastol. Sehingga
tekanan darah sistol digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan
penyakit pada hipertensi (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
Terapi non farmakologi dengan modifikasi gaya hidup cukup untuk pasien
dengan prehipertensi. Namun tidak cukup untuk pasien dengan komplikasi
(diabetes dan penyakit ginjal). Pemilihan obat bergantung pada tingginya tekanan
darah dan ada tidaknya komplikasi penyakit lain. Terapi awal pasien hipertensi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✂2
Universitas Indonesia
tingkat 1 obat yang diberikan adalah obat dengan golongan diuretik tiazid.
Sedangkan pasien hipertensi tingkat 2 diberikan obat dengan kombinasi obat
golongan lain dengan salah satunya golongan diuretik tiazid (Departemen
Kesehatan RI, 2006b).
2.2.6.1 Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologis terdiri dari modifikasi gaya hidup yang dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Table 2.3. Modifikasi gaya hidup dalam pengolahan hipertensi (Chobanian, et al,
2003).
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan penurunan
tekanan diastol yang
terjadi
Penurunan berat badan Pengaturan berat badan normal 5-20 mmHg/ penurunan
10 kg
Adaptasi pengaturan pola makan
berdasarkan DASH
Konsumsi makanan yang banyak
mengandung buah dan sayur serta
mengurangi asupan lemak atau yang
mengandung lemak.
8-14 mmHg
Diet rendah garam Penurunan konsumsi garam tidak lebih dari
6 g natrium klorida
2-8 mmHg
Aktivitas fisik Aktifitas olahraga aerobik (jogging sekitar
30 menit setiap hari, atau lebih dari sekali
dalam seminggu)
4-9 mmHg
Pengurangan konsumsi alkohol Tidak lebih dari dua jenis minuman
beralkohol atau bahkan penghentian
pengunaan alkohol
2-4 mmHg
2.2.6.2 Terapi Farmakologis
Tatalaksana terapi hipertensi berdasarkan Pedoman Teknis penemuan dan
Tatalaksana Penyakit Hipertensi tahun 2006 :
a. Seseorang diagnosis menderita hipertensi maka yang pertama dilakukan
adalah mencari faktor risiko. Setelah ditemukan faktor risiko, dapat dilakukan
terapi awal yaitu terapi non farmakologi dengan modifikasi gaya hidup. Bila
penurunan tekanan darah tidak tercapai maka terapi non farmakologi
dilakukan bersamaan dengan terapi farmakologi.
b. Terapi farmakologi disesuaikan dengan tingkat hipertensi, ada tidaknya
komplikasi penyakit atau keadaan khusus seperti diabetes melitus dan
kehamilan.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✄3
Universitas Indonesia
c. Terapi farmakologi pilihan pertama yang digunakan adalah golongan tiazid,
kedua golongan penghambat enzim konversi angiotensin, kemudian diikuti
golongan antagonis kalsium.
d. Bila terapi tunggal tidak berhasil maka diberikan terapi kombinasi.
e. Bila tekanan darah target tidak dapat dicapai baik melalui modifikasi gaya
hidup dan terapi kombinasi dilakukan sistem rujukan spesialis (Lihat
Lampiran 1).
Terapi farmakologi hipertensi terdiri dari sebelas kelompok antihipertensi
antara lain :
a. Diuretik
Obat ini adalah obat pilihan pertama pada hipertensi (Departemen Kesehatan
RI, 2006b). Mekanisme diuretik dengan menekan reabsorbsi natrium di
tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air.
Diuretik kuat (seperti furosemid) menurunkan elektrolit dan volume cairan
tubuh lebih cepat dibandingkan dengan tiazid namun memiliki durasi yang
singkat. Efek samping diuretik terutama berkaitan dengan penurunan ion
kalium, magnesium dan natrium (Stephen J, Maxine, 2010).
Dosis: klortalidon 6,25-25 mg/hari, hidroklortiazid 12,5-50 mg/hari,
indapamid 1,25-2,5 mg/hari, bumetamid 0,5-4,0 mg/hari, 20-80 mg/hari,
torasemid 5 mg/hari dan triamteren 50-100 mg/hari (Departemen Kesehatan
RI, 2006b).
b. Antagonis aldosteron
Spironolakton dan eplerenon bekerja dengan menahan retensi natrium. Efek
samping dapat menyebabkan nyeri payudara dan ginekomastia pada pria
melalui aktivitas pada reseptor progesteron namun efek tersebut tidak terlihat
pada pengunaan eplerenon. Hiperkalemia adalah efek samping dari kedua obat
ini, terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (Stephen J, Maxine,
2010).
Dosis: eplerenon 50-100 mg/hari, spironoloakton 25-50 mg/hari (Departemen
Kesehatan RI, 2006b).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
☎4
Universitas Indonesia
c. Penghambat reseptor beta adrenergik
Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor beta adrenergik sehingga
terjadi penurunan curah jantung dan penghambatan pelepasan renin, frekuensi
dan kontraksi otot jantung (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009).
Efek samping penghambat beta antara lain menginduksi bronkospasme pada
pasien yang sudah mempunyai ganguan (pasien asma, beberapa pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik), sindrom Reyneud, letargi, impotensi dan
meningkatkan trigliserida plasma (Stephen J, Maxine, 2010).
Dosis: atenolol 25-100 mg/hari, betaxolol 5-20 mg/hari, bisoprolol 2,5-10
mg/hari, metoprolol 50-200 mg/hari, nadolol 40-120 mg/hari dan propranolol
160-480 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006).
d. Penghambat angiotensin coverting enzyme
Mekanisme kerja dengan menghambat enzim yang mengkonversi perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II, menghambat degradasi bradikinin,
menstimulasi sintesis prostaglandin dan mengurangi aktivitas sistem saraf
simpatis (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009). Hipotensi dapat terjadi pada
awal pemberian ACEI, terutama pada hipertensi dengan aktivitas renin yang
tinggi. Efek samping bergantung besarnya dosis dan bersifat reversible bila
obat dihentikan. ACEI dikontraindikasikan untuk ibu hamil dan gagal ginjal
(Stephen J, Maxine, 2010).
Dosis: benzelapril 10-40 mg/hari, kaptopril 12,5-150 mg/hari, enalapril 5-40
mg/hari, fosinopril 10-40 mg/hari, lisinopril 7,5-30 mg/hari, moexipril 4-16
mg/hari, perindopril 10-80 mg/hari, quinapril 2,5-10 mg/hari dan ramipril 1-4
mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
e. Penghambat renin
Mekanisme obat ini mencegah pemecahan angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Aliskiren yang merupakan renin inhibitor direkomendasikan
oleh FDA untuk digunakan sebagai terapi tunggal hipertensi (Stephen J,
Maxine, 2010). Dosis : Aliskiren perhari 150 mg atau 300 mg (Wells, Dipiro,
Schwinghammer, 2009).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✆5
Universitas Indonesia
f. Penghambat reseptor angiotensin II
Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor angiotensin II sehingga
menimbulkan efek vasodilatasi, penurunan pelepasan aldosteron dan
penurunan aktivitas saraf simpatik (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009).
Penghambat angiotensin II tidak menyebabkan batuk dan jarang menimbulkan
ruam seperti efek samping umum ACEI (Stephen J, Maxine, 2010).
Dosis: kadesartan 8-32 mg/hari, eprosartan 600-800 mg/hari, irbesartan 150-
300 mg/hari, losartan 50-100 mg/hari, olmesartan 20-40 mg/hari, telmisartan
20-80 mg/hari dan valsartan 80-320 mg/hari (Departemen Kesehatan RI,
2006b).
g. Penghambat saluran kalsium
Mekanisme obat ini adalah dengan merelaksasi otot jantung dan otot polos
melalui penghambatan masuknya ion kalsium masuk ke dalam intrasel
(Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009). Efek samping yang dapat terjadi
adalah nyeri kepala dan bradikardi (Stephen J, Maxine, 2010).
Dosis: amlodipin 2,5-10 mg./hari, nifedipin 10-30 mg/hari, felodipin 5-20
mg/hari, isradipin 5-10 mg/hari, isradipin SR 5-20 mg/hari, diltiazepam SR
dan verapamil SR 180-360 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
h. Antagonis reseptor α -adrenergik
Mekanisme obat ini adalah dengan penghambatan reseptor α -adrenergik
sehingga pelepasan katekolamin terhambat. Efek tersebut menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah yang berefek pada penurunan resistensi perifer.
Efek tersebut menurunkan laju jantung dan curah jantung (Wells, Dipiro,
Schwinghammer, 2009).
Dosis: doksasozin 1-8 mg/hari, prazosin 2-20 mg/hari, terazosin 1-20
mg/hari, klondin 0,1-0,8 mg/hari dan metildopa 250-1000 mg/hari
(Departemen Kesehatan RI, 2006b).
i. Obat aktifitas simpatomimetik intrinsik
Mekanisme obat ini dengan pehambatan parsial reseptor beta 1, sehingga
mengurangi bronkospasme dan vasokonstriksi (Wells, Dipiro dan
Schwinghammer, 2009). Digunakan sebagai pengobatan pilihan kedua atau
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✝6
Universitas Indonesia
ketiga karena tingginya frekuensi intoleransi, termasuk sedasi, kelemahan
otot, mulut kering, hipotensi postural (Stephen J dan Maxine, 2010).
Dosis: acebutol 200-800 mg/hari, carteolol 2,3-10 mg/hari, pentobutol 10-40
mg/hari dan pindolol 10-60 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
j. Vasodilator Arteriolar
Mekanisme obat dengan rileksasi otot polos arteriolar menyebabkan
terjadinya refleks baroreseptor sehingga tejadi peningkatan laju jantung,
curah jantung dan pelepasan renin (Wells, Dipiro dan Schwinghammer,
2009). Penggunaan terapi tunggal dapat menyebabkan refleks takikardi,
meningkatkan kontraktilitas miokard dan menyebabkan nyeri kepala,
palpitasi dan retensi cairan, sehingga digunakan kombinasi dengan diuretik
dan penghambat beta pada pasien yang resisten. Hidralazin sering
menyebabkan gangguan gastrointestinal. Dosis : 20-100 mg (Stephen J dan
Maxine, 2010).
k. Penghambat Simpatik
Mekanisme guanetidin dan guanadrel adalah dengan menghambat pelepasan
norepinefrin pada post ganglion pusat saraf simpatik dan penghambatan
pelepasan norepinefrin dalam menstimulasi saraf simpatik (Wells, Dipiro dan
Schwinghammer, 2009). Kedua obat tersebut menyebabkan hipotensi
ortostatik dan retensi cairan (Stephen J dan Maxine, 2010) dan neuron perifer.
Efek samping seperti sedasi, hidung tersumbat, ganguan tidur dan ulkus
peptikum.
Dosis: reserpin 0,05-0,25 mg/hari dan minoksidil 10-40 mg/hari (Departemen
Kesehatan RI, 2006b).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
1✞ Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Februari-2 April 2013 yang
bertempat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto
Mangunkusumo.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penyusunan buku saku pasien hipertensi
melalui studi literatur (studi pustaka). Tahap awal dalam penyusunan buku saku
adalah penentuan penyakit dan sasaran buku saku. Setelah dilakukan penentuan
penyakit dan sasaran dari buku saku tersebut dilakukan penentuan informasi yang
akan ada di dalam buku saku. Pada tahapan tersebut dilakukan dengan melihat
referensi buku saku yang pernah dibuat atau digunakan khususnya untuk pasien
hipertensi. Setelah ditentukan informasi yang ada dalam buku saku maka studi
literatur dilakukan sesuai dengan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan.
Bersamaan dengan penyusunan buku saku dilakukan pula tahapan desain pada
buku saku serta pemilihan bahasa yang sesuai dengan sasaran buku saku. Pada
penyusunan buku saku bersumber pada:
a. Buku Pharmacotherapy A pathophysiologic Apporoach
b. Buku Medical Diagnosis & Treatment.
c. Buku Pharmacotherapy Handbook (7th Ed)
d. Buku Principles of Drug Information Services
e. Buku Hospital Pharmacy
f. Buku Pedoman Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi,
g. Buku Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit
Hipertensi.
h. Buku Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit
i. Berbagai literatur dari internet dan pustaka lainnya.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✟8 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Setelah melakukan studi literatur terkait informasi yan dibutuhkan dan
memperhatikan desain dan bahasa yang digunakan maka dihasilkan buku saku
yang memuat informasi berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan hipertensi?
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang terjadi secara menetap.
Dimana tekanan darah sistol >140 mmHg dan tekanan darah diastol >90 mmHg.
b. Bagaimana kategori pada tingkatan hipertensi?
Tekanan darah dikatakan normal adalah ketika tekanan sistol <120 mmHg
dan diastole <80 mm Hg. Tekanan di klasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu
prehipertensi, hipertensi tingkat dan hipertensi tingkat 2. Prehipertensi adalah
ketika tekanan darah sistol diantara 120-139 mmHg atau diastol diantara 80-90
mmHg. Hipertensi tingkat 1 ketika tekanan darah sistol diantara 140-159 mmHg
atau diastol diantara 90-99 mmHg sedangkan hipertensi tingkat 2 ketika tekanan
darah sistol ≥ 160 mmHg atau diastol ≥ 100 mmHg
c. Apa gejala jika menderita hipertensi?
Hipertensi memiliki gejala antara lain: sakit kepala, pusing, sakit di tengkuk,
jantung berdebar dan mudah lelah.
d. Apa penyebab hipertensi?
Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
terdiri dari faktor yang dapat dapat dikendalikan dan faktor yang tidak dapat
dikendalikan. Faktor yang tidak dapat dikendalikan antara lain: usia, jenis kelamin
(pria lebih berisiko tinggi dibandingkan wanita), keturunan dan genetik. Faktor
yang masih dapat dikendalikan antara lain: pola makan, merokok, kekurangan
aktivitas fisik, komplikasi penyakit (gangguan ginjal), alkohol dan stres.
e. Apa akibatnya bila menderita hipertensi?
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✠9
Universitas Indonesia
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah dapat menjadi lebih rapuh
atau menebal. Keadaan tersebut dapat menyebabkan pecah atau tersumbatnya
pembuluh darah secara mendadak.Otot jantung semakin menebal akibat kerja
jantung yang semakin lebih kuat yang dapat berakibat fatal seperti gagal jantung,
penyakit arteri koroner (infark miokard, angina). Hipertensi tanpa komplikasi
jarang memperlihatkan gejala lain selain tekanan darah yang lebih tinggi secara
menetap dibanding tekanan darah normal.
f. Apa komplikasi yang terjadi jika tekanan darah tidak terkontrol?
Tekanan darah tidak terkontrol meningkatkan risiko antara lain: Jantung
(serangan jantung, infark miokard dan angina), kerusakan otak (stroke), ginjal
(penyakit ginjal kronik) dan mata (retinopati). Kerusakan organ tersebut dapat
terjadi akibat kenaikan tekanan darah pada organ.
g. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengenali kemungkinan
risiko komplikasi?
Pemeriksaan sedini mungkin penting dilakukan untuk memprediksi kemungkinan
terjadinya komplikasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan urin, pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai fungsi ginjal
apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak.
2. Pemeriksaan EKG (pencitraan jantung), pemeriksaan ini dilakukan untuk
memastikan apakah tekanan darah telah mempengaruhi fungsi jantung.
3. Pemeriksaan darah, pemeriksaan meliputi: kadar gula dan kolesterol darah.
Jangan ragu untuk bertanya terkait, hal-hal yang masih belum dipahami
terutama terkait hal-hal yang penting dan mendukung jalannya pengobatan.
h. Bagaimana tatalaksana pengobatan hipertemsi dengan atau tanpa adanya
komplikasi dapat dilihat pada lampiran 2.
i. Pengobatan hipertensi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dapat
dilakukan dengan modifikasi gaya hidup (non farmakologi) dan terapi
farmakologi. Penjelasan lebih lanjut dapat dillihat pada lampiran 2.
j. Mengapa harus patuh pada pengobatan hipertensi?
Kepatuhan terhadap pengobatan seperti waktu minum oabat yang teratur
dapat emepengaruhi tercapainya tekanan darah terkontrol. Kepatuhan yang baik
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
terhadap pengobatan dapat mempengaruhi kerja obat yang nanatinya
mempengaruhi tekanan darah.
Hal lain yang penting juga dilakukan adalah kontrol tekanan darah untuk
menilai pengobatan yang dijalani telah efektif dan memprediksi terjadinya
komplikasi.
k. Hal apa saja yang perlu diperhatikan selama pengobatan hipertensi?
1. Jangan berhenti minum obat walaupun telah merasa sembuh
2. Jika mengalami efek samping yang memebuat anda tidak nyaman
bicarakan ke dokter
3. Jika asudah rutin minum obat tetapi tekanan darah tetap tinggi
sudahkan anda mengatur pola makan dan olahraga?
4. Jika tekanandarah anda tetap tinggi sudahkan anda mengatur pola
makan dan olahraga?
5. Jika tekanan darah anda tetap tinggi padahal pengaturan polammakan,
olahraga dan minum obat secara teratur sudah dilakukan maka
bicarakanlah ke dokter anda.
6. Janfgan menggunakan obat bebas tanpa sepengetahuan dokter
7. Jika anda flu segera periksa ke dokter untuk mendapatkan pengobatan
yang tepat.
l. Beberapa hal yang penting untuk diingat tentang hipertensi
1. Tekanan darah tinggi mungkin timbul tanpa gejala dan salah satu hal
yang mungkin dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin.
2. Mengevaluasi tekanan darah sederhana yaitu dengan melakukan
pemeriksaa kesehatan paling tidak dua sampai empat kali dalam
setahun
3. Pengobatan yang baik serta kontrol secara rutin merupakan salah satu
upaya dalam pencegahan komplikasi hipertensi yang dapat
memperburuk kesehatan.
4. Penurunan berat badan pada pasien dengan kelebihan berat badan
(obesitas) dapat mendukung tercapainya sasaran terapi.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2✡
Universitas Indonesia
5. Diet rendah garam dapat membantu penurunan tekanan darah pada
pasien dengan hipertensi ringan namun kebanyakan orang sulit
menerapkannya. Tapi penting untuk diketahui bahwa modifikasi gaya
hidup secara efektif mendukung tercapainya target pengobatan
6. Efek samping atau gejala yang timbul dapat berbeda pada tiap orang
jangan ragu untuk mengkonsultasikan kepada tenanga kesehatan agar
pengobatan tetap berjalan dengan baik
7. Target tekanan darah pada tiap orang mungkin berbeda konsultasi
kepada dokter atau tenaga kesehatan terkait hal tersebut agar jalannya
pengobatan efektif.
4.2 Pembahasan
Penyusunan buku saku hipertensi dilakukan atas dasar bahwa hipertensi
merupakan penyakit yang memiliki populasi penderita yang besar dan diprediksi
meningkat setiap tahun. Hipertensi merupakan penyakit kronis yang memerlukan
terapi jangka panjang. Selain hal tersebut hipertensi merupakan penyakit yang
yang memiliki komplikasi yang cukup serius terutama terkait dengan jantung,
otak serta ginjal. Dalam upaya pencegahan komplikasi dapat dilakukan dengan
meningkatkan pemahaman terhadap penyakit hipertensi serta panduan pengobatan
yang mendukung terapi yang efektif. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut maka disusunlah buku saku hipertensi yang ditujukan untuk pasien
hipertensi.
Tahapan setelah dilakukan pertimbangan penyakit yang akan dibahas
dalam buku saku dilanjutkan dengan tahapan penentuan informasi dalam buku
saku. Penentuan informasi dilakukan dengan mengkaji beberapa referensi buku
saku untuk pasien hipertensi yang telah dibuat atau telah digunakan. Beberapa
buku saku yang telah dibuat dilihat informasi yang dibutuhkan dalam buku
dengan mempertimbangan sesesuaian dengan kebutuhan pasien. Setelah menelaah
beberapa referensi yang ada maka didapatkan informasi yang dibutuhkan untuk
diinformasikan dalam buku saku tersebut.
Penentuan informasi yang ada dalam buku saku adalah hal penting dalam
sebagai awal dilakukannya studi literatur. Informasi yang dibutuhkan didapatkan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
dari sumber primer, sekunder maupun tersier yang terkait disesuaikan dengan
spesifikasi serta informasi yang dibutuhkan. Bersamaan dengan studi literatur
dilakukan tahapan desain serta pemilihan bahasa pada buku saku. Desain dibuat
menarik dan disertakan gambar yang mewakili informasi yang disampaikan. Hal
tersebut dilakukan agar pasien dapat dengan mudah memahami informasi. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa pemahaman dari tiap pasien berbeda-beda.
Pemilihan bahasa juga perlu diperhatikan agar penyampaian informasi tidak
membingungkan dan mudah dimengerti oleh pasien. Kedua hal tersebut menjadi
pertimbangan yang penting untuk diperhatikan agar informasi yang ingin
disampaikan secara tepat dan baik diterima oleh pasien yang membacanya.
Berdasarkan jenis kegiatan pelayanan informasi obat penyusunan buku
saku saku merupakan kegiatan pelayanan informasi obat secara aktif. Hal ini
didasarkan bahwa penyusunan buku saku adalah kegiatan memberikan informasi
obat secara aktif atau dapat dikatakan kegatan tersebut tidak didasari dari sebuah
pertanyaan terkait obat.
Buku saku merupakan salah satu media pelayanan informasi obat secara
aktif. Kegiatan pelayanan informasi obat ini memberikan pemahaman terhadap
penyakit yang diderita secara umum dan terapi obat secara khususnya. Media
yang cukup tepat yang dapat digunakan. Pada buku saku untuk pasien hipertensi
yang sebagian besar merupakan pasien pada usia lanjut maka dipertimbangkan
bahawa buku saku hendaknya tidak terlalu banyak memuat kata-kata dan dinilai
akan lebih baik dengan mempertimbangkan memvisualisasikan informasi tersebut
dalam gambar-gambar yang menarik dan mudah dimengerti. Dengan
memeperhatikan pertimbangan tersebut diharapkan informasi yang disampaikan
mudah dimengerti sehingga pasien paham dengan onformasi yang diberikan.
Pertimbangan bentuk informasi ke dalam buku saku dipilih dengan mengharapkan
keefektifitasan informasi sehingga dapat dengan baik dipahami dan diharapkan
meningkatkan pemahaman yang nantinya akan mendukung keberhasilan dari
terapi yang akan dijalankan. Buku saku diharapkan dapat memuat informasi lebih
lengkap dbanndingan media lainnya seperti leaflet, brosur atau poster. Selain itu
buku saku dinilai lebih praktis untuk dibawa dan dibaca kembali oleh pasien.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
23
Universitas Indonesia
Pada pelaksanaan pelayanan informasi obat apoteker memiliki peran
penting yaitu sebagai sumber informasi bagi pasien, dokter, perawat dan tenaga
medis lainnya. Peran apoteker sebagai sumber informasi obat di rumah sakit
merupakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang merujuk pada pasien sesuai
dengan tujuan pada standar pelayanan di rumah sakit. Selain pelayanan informasi
obat yang bermanfaat bagi pasien maupun tenaga medis yang memang
memerlukan informasi terkait obat meliputi kekuatan obat, mekanisme obat, efek
samping, interaksi obat, kontraindikasi maupun pola hidup yang baik dalam
mendukung pengobatan merupaka aspek-aspek penting terkaiit obat yang penting
diinformasikan dalam pelatyanan informasi obat. Selain manfaat bagi yang
memang memerlukan informasi obat, pelayanan informasi obat juga memiliki
manfaat bagi apoteker yaitu sebagai sarana dalam aktifitas dalam komunikasi
efektif yang dapat diterapkan dalam setiap pelaksaaan pelayanan informasi obat,
meningkatkan kerjasama dengan tenaga medis lainnya, meningkatkan
kepercayaan dari atas ilmu yang dimiliki apoteker dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
☛4 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pembuatan buku saku pengobatan pasien hipertensi yang baik perlu
memperhatikan beberapa faktor antara lain sumber literatur, bahasa dan desain
yang digunakan dalam pembuatan buku saku.
5.2 Saran
a. Pembuatan buku saku merupakan salah satu bentuk pelayanan informasi obat
secara aktif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pasien terutama
terkait pengobatan hipertensi.
b. Melakukan evaluasi efektifitas pengunaan buku saku yang telah dibuat untuk
perbaikan buku saku dimasa yang akan datang.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
☞✌ Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Chobanian., et al. (2003). The Seventh Report of The Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
JAMA, 1206-52.
Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/
Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Jakarta.
Departeman Kesehatan RI. (2006a). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak menular
Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. (2006b). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi,
Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. (2006c). Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit.
Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas)Indonesia.Februari2.2012.www.k4health.org/.../laporanNasional
%20Riskesdas%202007.pf.
Golightly, Peter. (2003). Hospital Pharmacy. Pharmaceutical Press.
Lahdenpera., Tina S, Wright.., Chis C, Kyngas., Helvi A. (2003). Development of a Scale to
Assess the Compliance of Hypertensive Patients. Int J of Nursing Studies, 40, 677-
684.
Kjeldsen., Lene, et al. (2011). Development of new consepts of non-adherence measurement
among users of hypertensives medicine. Int J Clin Pharm, 33, 565-572.
McPhee., Stephen J, Papadakis., Maxine A. (2010). Medical Diagnosis & Treatment.
Amerika Serikat : The McGraw-Hill Companies, 387-413.
Obreli-Neto, Paulo Roque., et al. (2011). Effect of a 36-month Pharmaceutical Care Program
on Pharmacotherapy Adherence in Elderly Diabetic and Hypertensive Patients. Int J
Clin Pharm, 33, 642-649.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✍✎
Universitas Indonesia
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto Mangunkusumo. (2012).
Formularium Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto
Mangunkusumo tahun 2012. Jakarta
Rantucci, Melanie J. (2007). Pharmacists Talking with Patients: A Guide to Patient
Counseling, 2nd Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Royal Berkshire NHS. (2010). High Blood Pressure Information for Patients.
London: National Institute for Health and Clinical Execellence.
Sassen., Joseph J, dan Carter Barry L. (2005). Hypertention. Dalam Dipiro., Joseph,
Talbert., Robert, Yee., Gary, Matze., Gary R, Wells., Barbara G dan Possey.,
L. Michel (Ed.6). Pharmacotherapy A pathophysiologic Apporoach (185-
217). USA : McGRAW-HILL Medical Publishing Division, 185-218.
Morgado., Manuel, Rolo., Sandra, Castelo-Branco., Miguel. (2011). Pharmacist
Intervention Program to Enhance Hypertension Control : A Randomised
Controlled Trial. Int J Clin Pharm, 33, 132-140.
Moser, Marvin. (2012). High Blood Plessure, Lower It and Live Longer. New York :
Hypertention Education Foundation.
National Institute for Health and Clinical Exellence. (2006). Hypertention:
Management of Hipertention Adults in Primary Care. London : NICE
Notoatmodjo., Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 12-33 dan 56-72.
Notoatmodjo., Soekidjo, et al. (1989). Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Jakarta
: Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, 4-17 dan 54-67.
Sassen., Joseph J, dan Carter Barry L. (2005). Hypertention. Dalam Dipiro., Joseph,
Talbert., Robert, Yee., Gary, Matze., Gary R, Wells., Barbara G dan Possey.,
L. Michel (Ed.6). Pharmacotherapy A pathophisiologi Apporoach (185-217).
USA : McGRAW-HILL Medical Publishing Division, 185-218.
Watanabe, Arhur S., Conner, Christoper S. (1978). Principles of Drug Information
Services. Denver: Drug Intelligence Publications, 55-86
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✏✑
Universitas Indonesia
Wells, Bahbara G., Dipiro, Joseph., Schwinghammer, Terry L dan Dipiro, Cecily V.
(2009). Pharmacotherapy Handbook (7th Ed). USA : Mc Graw Hill Medical,
111-129.
World Health Organization. (2003). Internasional Society of Hypertension Guidelines
for Management of Hypertension, Journal of Hypertension, 21 (11), 1983-
1992.
World Heath Organization/SEARO. (2005). Surveilence of major non-communicable
diseases in Soulth-East Asia Region, Report of an inter-country consultation.
Geneva: World Health Organization.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
28
Lampiran 1. Alur pengobatan hipertensi (Pedoman teknis penemuan dan tata
laksana penyakit hipertensi, 2006a).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
29
Lampiran 2. Buku Saku Pasien Hipertensi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
30
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
3✒
(Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
32
(Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
33
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
3✓
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
35
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
36
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
37
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
38
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
39
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✔0
Lampiran 2. (Lanjutan)
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✕✖
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✗2
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✘3
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✙✙
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013