angka kematian ibu
TRANSCRIPT
Maternal Mortality Rate pada
Ibu Hamil di IndonesiaAprianus Musa Dopong(102011156)
Kelompok F2
Email: [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510
Pendahuluan
Data menyebutkan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 228/100.000
kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34/1000 kelahiran hidup.
Di Provinsi NTT menunjukkan AKI dan AKB yang lebih tinggi dari angka nasional yakni
AKI sebesar 306/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 57/1000 kelahiran hidup.
Beberapa faktor ditengarai menjadi aspek penyebab dari masih tingginya angka kematian
ibu saat melahirkan. Mulai dari kelahiran berisiko, yakni kelahiran di usia yang masih relatif
muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, hingga akses layanan kesehatan terhadap ibu-ibu
hamil.
Dalam kasus di NTT, misalnya, Angka Kematian Bayi (AKB) turun dari 62/1000 pada
2004 menjadi 57/1000 pada 2002. Angka Kematian Ibu (AKI) 554/100.000 pada 2004
menurun menjadi 306/100.000 pada 2007. Sedangkan untuk Usia Harapan Hidup (UHH)
65,05 pada 2004 naik menjadi 65,1 pada 2007. Kesertaan Program Keluarga Berencana
42,2% pada 2007 (SDKI) naik menjadi 55,7% pada 2010.
Sedangkan angka kemiskinan di NTT telah menurun dari 27,58% pada tahun 2008,
menjadi 21,23% pada tahun 2011 ini. Untuk mengentaskan kemiskinan ini Program Keluarga
Berencana (KB) yang berjalan di Nusa Tenggara Timur dapat menjadi pintu masuk.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Memahami penyebab-penyebab tingginya Maternal Mortality Rate
2. Dapat memahami cara penanggulangan terhadap tingginya Maternal Mortality Rate
Isi
Maternal Mortality Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu adalah jumlah kematin ibu
akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang dicatat selama satu tahun per
1000 kehamilan hidup pada tahun yang sama. Menurut hasil diskusi kelompok, kelompok
kami menyimpulkan Angka Kematian Ibu dipengaruhi oleh:
1. Host
1.1. Usia ibu
Kehamilan pada usia remaja sering disertai resiko tinggi mengalami persalinan macet,
tekanan darah tinggi pada ibu hamil, anemia kekurangan zat besi, dan berat badan lahir
rendah (BBLR) (World Health Organization, 1989). Resiko paling besar dihadapi oleh ibu
yang berusia di bawah tujuh belas tahun karena pada tahap itu wanita muda itu masih
mengalami pertumbuhan. Akibatnya yang terjadi dari adanya komplikasi-komplikasi ini
dapat dikurangi dengan memberikan perawatan prenatal yang baik, tetapi kondisi sosial ibu
dan kehamilannya ini memang sedemikin rupa sehingga kunjungan pada perawatan prenatal
seringkali dilupakan, terlambat, atau dilakukan dengan tidak teratur.1 Kesiapan seorang
wanita untuk hamil dan melahirkan (mempunyai anak) ditentukan dengan tiga hal yaitu
kesiapan fisik, mental (emosi dan psikologi), dan sosioekonomi. Secara umum seorang
wanita dikatakan siap secara fisik jika menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar
usia 20 tahun. Sehingga usai 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik.2
Usia 35 tahun keatas, kehamilan resiko tinggi bayi meninggal atau cacat atau bahkan ibu
meninggal saat persalinan terjadi. Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang dapat
menyebabkan ibu dan bayi menjadi sakit atau bahkan meninggal, sebelum persalinan
berlangsung. Banyak faktor resiko ibu hamil dan salah faktor penting adalah usia. Ibu hamil
pada usia lebih dari 35 tahun lebuh beresiko tinggi untuk hamil dibandingkan bila hamil pada
usia normal, yang biasanya terjadi sekitar 21-30 tahun.3
1.2. Jumlah anak
Jumlah anak berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu. Masalah yang
berkaitan dengan peningkatan angka kematian ibu pada usia reproduksi (masa subur) 21-35
tahun pada wanita seperti kurangnya pengaturan fertilisasi (kontrasepsi), kurangnya
perawatan kehamilan (ante natal care), serta proses persalinan yang aman berpengaruh
terhadap peningkatan anggka kematian ibu.4
2. Agent
2.1. Status gizi
Ibu hamil memerlukan makanan yang banyak dari biasanya. Selain untuk keperluaan
dirinya, ibu hamil juga makan untuk dikandungnya. Salah satu kondisi berbahaya yang sering
dialami ibu hamil adalah anemia. Ketidakcukupan asupan makanan, misalkan karena mual
dan muntah atau kurang asupan zat besi.3
Anemia adalah kurangnya kadar Hb (hemoglobin) dalam darah. Hb adalah komponen di
dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika
Hb kurang, jaringan di dalam tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh sebagai
bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah.
Jika jumlah sel darah merah banyak, jumlah Hb pun banyak dan begitu pula sebaliknya.3
Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme tinggi, misalnya untuk membuat jaringan
tubuh janin membentuknya menjadi organ, dan juga untuk memproduksi energi agar ibu
hamil tetap beraktivitas normal sehari-hari. Karena itu ibu hamil lebih banyak memerlukan
zat besi dibanding ibu yang tidak hamil. Total penderita anemia pada ibu hamil di Indonesia
adalah 70%. Artinya dari 10 ibu hamil, 7 orang menderita anemia.3
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia memalui beberapa tahap. Awalnya
tejadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Lambat laun hal itu dapat mempengaruhi kadar
Hb dalam darah. Di dalam ubuh sebagian zat besi dalm bentuk ferritin di hati. Saat konsumsi
zat besi dari makanan tidak cukup, ferritin inilah yang diambil. Sayangnya daya serap zat besi
dari makanan sangat rendah. Zat besi pada pangan hewani lebi tinggi penyerapannya, yaitu
20-30% sedangkan dari sumber nabati hanya 1-6%.3
Kadar Hb dalam darah merupakan cara mengetahui anemia atau tidaknya seseorang.
Dikatakan anemia jika kadar Hb dalam darah kurang dari 12 mg%. Bila terjadi anemia kerja
jantung akan dipacu lebih cepat agar memenuhi kebutuhan oksigen kesemua organ tubuh.
Akibatnya penderita sering berdebar-debar dan jangtung cepat lelah. Gejalah lainnya, lemas-
lemas, cepat lelah, cepat letih, mata sering berkunang-kunang, dan sering mengantuk. Wajah,
selaput lendir kelopak mata, bibir, dan kuku tampak pucat. Anemia sangat berat dapat
mengakibatkan penderita sesak napas, bahkan lemah jantung.3
Wanita hamil sering terkena anemia pada trisemestes ke tiga. Karena pada saat ini janin
menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah
lahir.3
Faktor utama penyebab anemia gizi adalah kurang kurang cukupnya zat besi di dalam
makanan sehari-hari. Kehamilan berulang atau jarak antar kehamilan yang terlalu dekat juga
menyebabkan anemia. Karena kehamilan kembali dalam jarak yang dekat akan mengambil
cadangan zat besi dalam tubuh ibu yang jumlahnya belum kembali ke kadar normal.3
Akibat anemia pada ibu hamil yaitu:
Perdarahan saat persalinan karena luka akibat persalinan sulit menutup
Meninggal saat persalinan
Meningkatkan resiko persalinan prematur
Berat bayi lahir rendah (BBLR)
Gangguan jantung, ginjal, dan otak
Klaisifikasi anemia yaitu:
Anemia ringan, bila kadar Hb >10 mg%
Anemia sedang, bila kadar Hb 5-8 mg%
Anemia berat, bila kadar Hb < 5 mg%
Normal, bila kadar Hb 12-14 mg%.3
2.2. Proses persalinan
Infeksi yang terjadi setelah persalinan jangan dianggap sepele. Hal ini dikarenakan luka-
luka yang terjadi selama proses persalinan dapat menjadi sumber masukan kuman-kuman
penyakit ke dalam tubuh.5
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman-kuman dalam tubuh saat berlangsungnya
persalinan. Diantranya saat ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung
sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya
adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat
proses persalinan.5
Awalnya infeksi tidak memberikan gejalah, tetapi setelah berlangsung 1-2 minggu baru
terlihat. Gejalah adanya infeksi pascapersalinan beragam. Diantaranya suhu tubuh > 380C,
terkadang disertai menggil, rasa nyeri dan panas ketika buang air, rasa nyeri di perut bawah,
dan jumlah sel darah putih (leukosit) meningkat.5
Infeksi yang terjadi di oragan reproduksi menyebabkan gangguan kesehatan. Selain itu,
infeksi dapat menyebar lewat pembuluh darah balik ke berbagai organ penting seperti
jantung, paru-paru, ginjal, dan otak, mengakibatkan abses pada organ tersebut.5
Persalinan yang dilakukan oleh dukun dimana dukun kurang mengetahui mekanisme
persalinan, memberikan pertolongan dengan jalan:6
Mekanisme alami yang bersifat keturuna
Menggunakan kekuatan, bila terjadi hambatan
Menimbulkan:
Persalinan terlantar
Komplikasi berat:
Ruptura uteri
Perdarahan pascapartus
Asfiksia sampai kematian janin
Tidak mengetahui terdapat kelainan letak
Di Indonesia persalinan dukun sekitar 70-75%, sehingga muncul gagasan menempatkan
bidan di desa dengan rencana mengganti dukun.6
3. Lingkungan dan pengaruhnya
Tingginya angka kematian ibu dan kematian perinatal tidak dapat dipisahkan dari profil
perempuan di Indonesia yang tergolong “sangat buruk”. Berikut adalah profil perempuan di
Indonesia:7
Status kesehatan perempuan
Derajat kesehatan perempuan masih rendah
Angka kesakitan dan kematian bersalin masih tinggi
Pendidikan perempuan masih tergolong rendah
Diperlukan bantuan peningkatan pendapatan keluarga saat ibu sedang hamil tua
Kemiskinan dan rendahnya pendidikan yang menyebabkan masyarakat berorientasi
pada pengobatan tradisional
Status biologis perempuan
Perkawinan usia muda (< 20 tahun) masih tinggi
Jarak waktu hamil dan bersalin pendek
Kehamilan pada usia < 35 tahun masih banyak
Jumlah anak banyak (grandemultipara) masih tinggi
Status pelayanan kesehatan
Data hasil pelayana kesehatan
Angka kematian maternal tinggi, yakni 350/100.000 kelahiran hidup atau 50-
100 kali lebih tinggi dari negara maju
Angka kematian perinatal 56/10.000
Trias klasik (perdarahan, infeksi, dan gastosia) masih menjadi 95% kematian
langsung
Persalinan oleh dukun masih 75-80%
Cakupan bumil memeriksakan diri sekitar 48,3%
Diberbagai pusat pelayanan kesehatan, angka kematian maternal dan perinatal
sudah dapat diturunkan
Kejadian kematian maternal dan perinatal masih mempunyai peluang untuk
dihindari
Bentuk pelayanan kesehatan yang dicanangkan
Belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
menyeluruh
Masuh sulit dijangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah
Masih belum terjangkau karena jarak yang jauh
Masih belum mampu memenuhi kebutuhan dari segi penyediaan
Belum mendapatkan partisipasi aktif dari masyarakat
Tabel 1. UNICEF 1994 tentang beberapa negara
Negara Pendapatan per
kapita
Harapan hidup Fertilitas AKI/100000
Brunei 14.240 76,3 3,1 60
Indonesia 880 64,6 2,9 450
Vietnam 190 67,3 3,9 120
Filipina 960 68,3 3,9 100
Malasia 3.520 73,0 3,6 59
Thailand 2.210 71,8 2,1 50
Singapura 23.360 77,4 1,7 10
Dari uraian Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa:7
Ada hubungan erat antara pendapatan perkapita dengan umur harapan hidup dan
angka kematian maternal sebagai tolak ukur kemampuan negara dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat.
Sekalipun pendapatan perkapita di Indonesia lebih tinggi dari Vietnam, angka
kematian maternal lebih tinggi dari Vietnam. Situasi demikian dapat terjadi karena:
Vietnam merupakan negara dalam satu daratan dan bukan merupakan negara
kepulauan seperti Indonesia
Indonesian negara kepulauan dengan sekitar 13.000 pulau besar dan kecil:
Rujukan kesehatan tidak mudah dilakukan dengan baik
Distribusi penduduk tidak rata
Keberadaan dokter ahli terkosentrasi di perkotaan yang menjanjikan pendapatan
Jumlah tenaga ahli obstetri dan ginekologi jauh dari mencukupi
Seratus perempuan Indonesia masih “very poor”
Gerakan KB Nasional baru mulai tahun 1970 dan belum menjadi kebutuhan
keluarga
Bahwa upaya peningkatan status perempuan dan peningkatan perkapita merupakan
conditio sine qua non, sehingga AKI dan AKP dapat diturunkan. Dengan demikian
pemerintah dapat menurunkan pemerintah seharusnya menempatkan peningkatan
kesejaterahan dan pendidikan menjadi prioritas utama.
Masalah over populasi dan lingkungan untuk hidup merupakan tantangan yang sangat
berat. Sangat ironi bila negara yang sangat subur dan makmur, ikan di air laut dan air
tawar berlimpah, manusia Indonesia menghadapi kekurangan air bersih, gizi rendah
dan lingkungan yang memberikan dampak yang mempersulit kesehatan.
4. Hubungan pelayanan kesehatan dengan Maternal Mortality Rate
4.1. Fasilitas
Di tingkat pusat rujukan, masih dijumpai angka kematian ibu yang cukup tinggi. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya:7
Terlambat mengenal keadaan darurat dan melakukan rujukan pada pelayanan primer
sehingga diterima di tempat rujukan dalam keadaan terminal.
Fasilitas di tempat rujukan kurang memadai dan memprihatikan sehingga pertolongan
adekuat sulit dilakukan.
Letak pusat rujukan beganti-ganti sehingga pertolong terlambat dilakukan.
Sifat komunal bangsa yang masyarakatnya selalu perlu mengadakan musyawarah
lebih dahulu sebelum mengambil keputusan sehingga pertolongan terlambat.
4.2. Kunjungan antenatal/ perawatan prenatal
Tidak terdapat satupun pertanyaan bahwa faktor penting dalam menurunkan angka
kematian ibu dan bayi adalah supervisis medis yang dimulai pada saat awal kehamilan. Pada
tahun 1915, 10.000 bayi lahir hidup, 60,8 ibu dan 999 bayi di bawah 1 tahun mati. Pada tahun
1987, jumlah kelahiran yang sama, 1,9 ibu dan 140 bayi mati. Walaupun semua keadaan telah
ditingkatkan, tidak semua kelompok memiliki keadaan seimbang. Angka kematian maternal
pada wanita kulit hitam 47% lebih tinggi dari wanita berkulit putih. Penelitian menunjukan
hal ini akan lebih luas karena lebihbanyak stres, nutrisi rendah, dan kurangnya supervisi
medis di antara wanita kulit hitam.8
Tujuan semua perawatan prenatal adalah untuk memberikan kesehatan maksimal bagi
calon ibu dan bayinya. Hal ini dipenuhi denang tuntutan sebagai berikut:8
Tentukan bahwa wanita itu benar-benar hamil
Evaluasi dan tangani keadaan medis lain yang mungkin ada
Diagnosa dan obati penyulit kehamilan yang terjadi
Berikan dukungan akan kebutuhan psikologis pada wanita untuk menurunkan stres
yang berhubungan dengan penyulit
Jelaskan diet nutrisi
Siapkan wanita untuk persalinan dan perawatan anak dengan pendidikan dan bantuan
Jelaskan dan kemudian dan berikan perawatan post-partum dan supervisi medis bagi
neonatus.
5. Penanggulangan Maternal Mortality Rate
Untuk dapat menurunkan AKI dapat dicanangkan pokok upaya, yaitu:6
5.1. Meningkatkan pelaksanaan antenatal care
Dengan melakukan antenatal care dapat diupayakan:6
4 kali ANC sudah dianggap cukup yaitu sekali setiap semester dan dua kali semester
ketiga
Tujuan:
Mempersiapkan kehamilan sehat optimal
Mempersiapkan persalinan aman dan bersih
Menentukan kehamilan dengan resiko
Mempersiapkan kesehatan pasca partus dan laktasi
Memberikan KIE-motivasi keluarga berencana
Memberikan vaksinasi tetanus toksoid
Mengarahkan persalinan aman dan bersih
Hamil resiko rendah, dapat setempat
Hamil resiko meragukan, konsultasi ke rumah sakit
Hamil resiko tinggi, rujuk ke rumah sakit
5.2. Meningkatkan status wanita Indonesia
Mempersiapkan perkawinan dan hamil saat reproduksi sehat optimal
Melakukan pemeriksaan sebelum hamil dan perkawinan
Meningkatkan gizi saat hamil, laktasi dengan orientasi empat sehat lima sempurna
Mengupayakan agar cukup istirahat terutama hamil tua sehingga mantap menghadapi
persalinan
Mempersamakan status wanita dan pria sejak kanak-kanak sehingga pertumbuhannya
seimbang, sebagai persiapan sebagai mata rantai penerus generasi.6
5.3. Melaksanakan gerakan keluarga berencana
Memprsiapkan gerakan keluarga berencana
Mempersiapkan hamil sehat optimal umur di atas 20 tahun dan di bawah 35 tahun
Menyiapkan jarak kehamilan di atas 2 tahun
Mempersiapkan kemungkinan APM pada kasus tertentu
Mempergunakan metode KB elektif
Mengurangi hamil dengan resiko tinggi
Komplikasi hamil menurun
Morbiditas dan mortalitas menurun
Meningkatkan hubungan antarkeluarga lebih harmonis
Konsep catur warga sebagai, sebagai generasi pengganti
Meningkatkan poleksosbudhankam keluarga
Konsep NKKBS terlaksana, khususnya perhatian terhadap anak sehingga
mengurangi pengaruh “peer gruop”
Mempersiapkan keluarga menghadapi masa tua bahagia dan sejaterah, dalam
mengorbitkan anak sesuai dengan kemampuan menghadapi abad ilmu pengetahuan,
teknologi, dan informasi
Poleksosbudhankam keluarg mantab sebagai unit terkecil kehidupan bangsa
berkelanjutan menjadi poleksosbudhankamnas.6
5.4. Meningkatkan sistem rujukan
Kelambatan sistem rujukan merupakan salah satu kendala tingginya AKI
Memprcepat keputusan rujukan dapat mengurangi AKI karena diterima di pusat
pertolongan dalam keadaan adekuat
Peningkatan sistem rujukan yang tepat merupakan kendala karena keadaan geografis
Indonesia luas dan berpulau
Pemerintah harus siap membantu sistem rujukan karena memerlukan tenaga dan biaya
yang tidak sedikit.6
5.5. Mendekatkan pelayanan di tengah masyarakat
Di desa dipersiapkan bidan
Pengganti dukun beranak
‘pertolongan persalinan legeartis dengan polindes
Mempercepat proses rujukan dengan kehamilan resiko tinggi
Melaksanakan posyandu/bulan
Memberikan KIE-motivasi
Gerakan KB
Gizi sehat
Imunisasi
Puskesmas: setiap kecamatan telah memiliki Puskesmas sebagai realisasi
mendekatkan pelayanan medis modern di tengah masyarakat.
Memberikan pelayanan POED (Pelayanan Obstetri Esensial Darurat) dan PONED
(Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Darurat):
Memberikan oksitosin
Plasenta manuil
Mempersiapkan rujukan ibu
Membantu pelaksanaan “posyandu” di desa terdekat
Melakukan pertolongan persalinan dengan resiko rendah
Memberikan pendidikan dan kerja sama dengan “dukun”
Menerima rujukan dari bidan di desa
Mengkoordinasi audit AKI
Rumah sakit kabupaten
Secara medis dan ilmu pengetahuan mampu berperan optimal
Membina Puskesmas di tingkat kabupaten
Tangan kanan pelayanan kesehatan tingkat kabupaten
Melaksanakan: Rumah Sakit Sayang Ibu
Dengan empat spesialis pokok: spesialis bedah, spesialis anak, spesialis penyakit
dalam, dan spesialis obstetri dan ginekologi
Menyiapkan POEK (Pelayanan Obstetri Esensial Komperhensif) dan PONEK
(Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Komperhensif)
POED dan PONED
Dapat melakukan bedah seksio sesarea darurat atau berencana dan histerektomi
Memberikan obat intravenous
Kasus resiko tinggi di rujuk ke RS propinsi serta menerima kembali perawatan
lanjut
Koordinasi audit AKI
Rumah sakit propinsi
Secara medis dan ilmu pengetahuan sebagai top rujukan propinsi
Membina RS kabupaten
Mampu melakukan semau tindakan medis spesialistis
Koordinasi audit AKI
Melaksanakan: Rumah Sakit Sayang Ibu
Tangan koordinasi pelayanan kesehatan melalui kewilayahan kesehatan tingkat
propinsi.6
5.6. Faktor keterlambatan upaya
Keterlambatan dalam pertolongan dapat merupakan kunci utama penyebab tingginya
AKI. Keterlambatan ini dapat terjadi:
Keterlambatan memutuskan rujukan yang disebabkan:
Kemiskinan dan pengetahuan yang rendah
Faktor kultur keluarga dan masyarakat
Kekurangan sarana penunjang
Terlambat dalam perjalanan
Dapat dipikirkan bahwa Indonesia memiliki daerah luas dan kepulauan
Distribusi penduduk yang merata
Pusat pelayanan kesehatan tidak merata
Terlambat dalam memberikan pertolongan di pusat kesehatan
Kekurangan sarana penunjang
Kesiapan memberikan pertolongan belum memadai
Terlambat mengambil keputusan tindakan
Terlambat diterima di pusat pelayanan kesehatan
Keadaan umum penderita yang tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan
segera
Diterima dalam keadaan agonal
Obat-obatan “life saving” tidak tersedia.6
Kesimpulan
Daftar pustaka
1. World Healt Organization. Perawatan ibu & bayi: pedoman praktis. EGC. 2000.
2. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan praktik dalam
keperawatan. Jartata: Salemba Medika; 2009.
3. Sinsin Iis. Seri kesehatan ibu dan anak masa kehamilan dan persalinan. Jakarta: Alex
Media Komputindo; 2008.
4. Manuaba Ida Ayu Chandranita, Manuaba Ida Bagus Gde Fajar, Manuaba Ida Bagus Gde.
Memahami kesehatan reproduksi wanita. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2009.
5. Kasdu Dini. Solusi problem persalinan. Jakarta: Puspa Swara; 2005.
6. Manuaba Ida Bagus Gde. Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan
KB. Jakarta: EGC; 2001.
7. Manuaba Ida Bagus Gde, Manuaba Ida Ayu Chandranita, Manuaba Ida Bagus Gde Fajar.
Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007.
8. Hamilton PM. Dasar-dasar keperawatan maternitas. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2001.