anestesi umum

55
1 BAB I PENDAHULUAN Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Namun, obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan lancer. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasanpemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.

Upload: zhunny-arz

Post on 16-Jan-2016

56 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

referat anestesi umum

TRANSCRIPT

Page 1: Anestesi Umum

1

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika

melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit

pada tubuh. Namun, obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan

tetapi juga menghilangkan kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang

optimal agar operasi dapat berjalan lancer.

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen

anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.

Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasanpemantauan fungsi-

fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup induksi,

maintenance, dan pemulihan.

Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memahami anestesi umum,

penggunaan anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan

obat-obatan yang digunakan untuk anestesi umum.

1

Page 2: Anestesi Umum

2

BAB II

ANESTESI UMUM

A. Anestesi Umum

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan

aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi

digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Srpada tahun 1846.

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral

disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.

Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan

menimbulkan sakit yang tak tertahankan,mempotensiasi eksaserbasi fisiologis

yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.

Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran

2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri

3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka

2

Page 3: Anestesi Umum

3

B. Pilhan cara anestesi

Umur

o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum

o Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan

dilakukan dengan anestesi local atau umum

Status fisik

o Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah

pernah dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah

ada komplikasi anestesia dan pasca bedah.

o Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari

penggunaan anestesia umum.

o Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa

sebaikmya dilakukan dengan anestesia umum.

o Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul

gangguan sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi

anestesia. Pilihan anestesia adalah regional, spinal, atau anestesi umum

endotrakeal.

Posisi pembedahan

o Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan

anestesis umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama

pembedahan.demikian juga pembedahan yang berlangsung lama.

Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah

Page 4: Anestesi Umum

4

o Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan

keterampilan dan kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif

untuk mengurangi perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi,

pemakaian adrenalin pada bedah plastik dan lain-lain.

Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi

Keinginan pasien

Bahaya kebakaran dan ledakan

o Pemakaian obat anestesia yang tidak terbakar dan tidak eksplosif

adalah pilah utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum:

1. Faktor respirasi

Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam paru-

paru (alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu.

Kemudian zat anestesika akan berdifusi melalui membrane alveolus. Epitel

alveolus bukan penghambat disfusi zat anestesika, sehingga tekanan parsial

dalam alveolus sama dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal

yang mempengaruhi hal tersebut adalah:

Konsentrasi zat anestesika yang dihirup/ diinhalasi; makin tinggi

konsentrasinya, makin cepat naik tekanan parsial zat anestesika dalam

alveolus.

Page 5: Anestesi Umum

5

Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat

meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada

hipoventilasi.

2. Faktor sirkulasi

Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena

Factor-faktor yang mempengaruhi:

a. Perubahan tekanan parsial zat anestesika yang jenuh dalam alveolus dan

darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap jaringan dan

sebagian kembali melalui vena.

b. Koefisien partisi darah/ gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesika dalam

darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan

seimbang.

c. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak aliran

darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang diambil dari

alveolus, konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan makin lama

waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat anesthesia yang adekuat.

3. Faktor jaringan

a. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan.

b. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat

anestesika, kecuali halotan.

Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:

o Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal.

Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial

Page 6: Anestesi Umum

6

zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak

menerima 14% curah jantung.

o Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.

o Lemak : jaringan lemak

o Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah :

ligament dan tendon.

4. Faktor zat anestesika

Bermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbeda-beda.

Untuk menentukan derajata potensi ini dikenal adanya MAC (minimal alveolar

concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi terendah zat

anestesika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan

(respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah nilai MAC, makin tinggi

potensi zat anestesika tersebut.

D. Tahapan Tindakan Anestesi

1. Penilaian dan persiapan pra anesthesia

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya

kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan

kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien

dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk

mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Page 7: Anestesi Umum

7

2. Penilaian pra bedah

a. Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia

sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal

yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah,

nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat

dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa penelitit

menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau

sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan

ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe

berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya

dihentikan 1-2 hari sebelumny

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar

sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan

laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan

laringoskopi intubasi.

Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu

tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

semua system organ tubuh pasien.

Page 8: Anestesi Umum

8

c. Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan

dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan

meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan

masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada

anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.

E. Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang

adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).

Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping

anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.

Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II :Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau

sedang.Contohnya: pasien batu ureter dengan hipertensi

sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan

lekositosis dan febris.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas

rutin terbatas.Contohnya: pasien appendisitis perforasi

dengan septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan

iskemia miokardium.

Page 9: Anestesi Umum

9

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat

melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan

ancaman kehidupannya setiap saat.Contohnya: Pasien

dengan syok atau dekompensasi kordis.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa

pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24

jam.Contohnya: pasien tua dengan perdarahan basis kranii

dan syok hemoragik karena ruptur hepatik.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan

mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ),

misalnya ASA IE atau IIE

F. Masukan Oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi

lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama

pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko

tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia

harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum

induksi anestesia.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada

bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi

anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk

Page 10: Anestesi Umum

10

keperluan minumobat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum

induksi anestesia.

Menurut ASA Fasting Guidlines

Jenis Makanan Lama Puasa Minimal

Minuman ringan 2 jam

Asi 4 jam

Susu Formula bayi 4-6 jam

Non human milk 6 jam

Makanan ringan 6 jam

Defisit cairan dan elektrolit pra bedah dapat timbul akibat dipuasakannya

penderita terutama pada penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan

cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan,

muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan

trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi,

demam dan berkeringat banyak. 5

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang

umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,

perioperatif dan postoperatif.5

Faktor-faktor preoperatif: 5

1. Kondisi yang telah ada

Page 11: Anestesi Umum

11

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk

oleh stres akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena

dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal

karena efek diuresis osmotik.

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air

dan elektrolit

4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan

elekrolit dari traktus gastrointestinal.

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan

cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien

menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya harus dikoreksi sebelum operasi

untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa,

lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa

pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan

pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua

Page 12: Anestesi Umum

12

berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran

hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita

yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya

diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang

dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan

penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.5

Berikut ini merupakan acuan pelaksanaan puasa pre operatif yang

dikeluarkan oleh Asosiasi Anestesiologis Eropa (European Society of

Anaesthesiology) pada tahun 2011.

a. Puasa

1. Cairan

Dewasa dan anak diperbolehkan untuk meminum cairan bening

(air putih, teh manis, jus tanpa ampas dan kopi hitam tanpa susu) hingga

2 jam sebelum operasi yang sudah terjadwal, termasuk section

caesarean.

Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa meminum minuman

bening dinilai aman hingga 2 jam sebelum operasi karena waktu

pengosongan lambung yang cepat.

Memperlama puasa pada pasien pra bedah dapat menyebabkan

stress selama tindakan bedah, terutama pada orang tua dan anak-anak.

2. Makanan Padat

Page 13: Anestesi Umum

13

Makanan padat tidak boleh diberikan sejak 6 jam sebelum

tindakan bedah berlangsung, baik pada dewasa maupun anak-anak.

Susu secara umum, bila diminum dalam jumlah yang banyak akan

mengental di dalam lambung, dan bersifat sama dengan makanan

padat (mengurangi kecepatan pengosongan lambung), tetapi konsumsi

dalam jumlah kecil tidak bermakna dan bersifat sama seperti minuman

bening.

Penambahan susu dalam teh maupun kopi masih dikelompokkan

ke dalam minuman bening dengan catatan jumlah susu yang

ditambahkan tidak lebih dari seperlima total volume teh/kopi sebelum

diberi susu.

3. Permen Karet, Gula-Gula, dan Rokok

Konsumsi permen karet, gula-gula, dan rokok segera sebelum

tindakan bedah dinilai aman. Pada beberapa penelitian yang telah

dilakukan, terdapat penelitian yang mengatakan bahwa volume cairan

dan PH lambung tidak berbeda secara bermakna baik sebelum maupun

sesudah mengkonsumsi jenis-jenis makanan tersebut. Sedang

penelitian lain mengatakan bahwa perbedaan volume cairan dan PH

lambung berbeda bermakna secara statistikal, tetapi tidak

menyebabkan efek yang merugikan seperti kejadian aspirasi selama

tindakan anesthesia, sehingga dinilai tidak bermakna secara klinis.

b. Puasa Preoperatif pada Bayi dan Anak

Page 14: Anestesi Umum

14

- Cairan

Seorang anak yang akan menjalani tindakan bedah diperbolehkan

meminum minuman bening hingga 2 jam sebelum induksi anestesi

diberikan.

Bayi yang hendak menjalani tindakan bedah harus diberi makan

sebelum operasi dimulai. Air Susu Ibu (ASI) aman untuk diberikan

hingga 4 jam sebelum operasi dan susu formula hingga 6 jam sebelum

operasi. Sedangkan minuman bening sama aturannya seperti pada

pasien anak maupun dewasa.

Memperbolehkan anak untuk minum sebelum tindakan bedah akan

memperbaiki kecemasan pada orangtua dan anak, mengurangi rasa

haus, dan mengurangi risiko dehidrasi pre operatif pada bayi muda.

- Air Susu Ibu (ASI) dan Susu Formula

Beberapa studi mengatakan bahwa ASI dikosongkan dari lambung

lebih cepat daripada susu formula yang keduanya memiliki waktu paru

lebih dari 2 jam. Berdasarkan data tersebut, maka lamanya bayi

berpuasa sebelum menjalani tindakan bedah yaitu 4 jam bila minum

ASI dan 4-6 jam bila minum susu formula, karena susu sapi maupun

susu bubuk bersifat sama serperti makanan padat.

- Makanan Padat

Page 15: Anestesi Umum

15

Makanan padat tidak boleh diberikan sejak 6 jam sebelum tindakan

bedah berlangsung, baik pada dewasa maupun anak-anak. Susu secara

umum, bila diminum dalam jumlah yang banyak akan mengental di

dalam lambung, dan bersifat sama dengan makanan padat (mengurangi

kecepatan pengosongan lambung), tetapi konsumsi dalam jumlah kecil

tidak bermakna dan bersifat sama seperti minuman bening.

Penambahan susu dalam teh maupun kopi masih dikelompokkan

ke dalam minuman bening dengan catatan jumlah susu yang

ditambahkan tidak lebih dari seperlima total volume teh/kopi sebelum

diberi susu.

- Cairan post operatif

Minum dapat diberikan kepada pasien yang telah menjalani operasi

pada 3 jam setelah operasi selesai. Pemberian jeda waktu ini dapat

mengurangi kejadian muntah post operatif. Akan tetapi penelitian

terbaru membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian

muntah dengan menunda masukan oral post operatif, sehingga

membiarkan anak memakan/minum segera setelah operasi pun

diperbolehkan.

c. Puasa pada pasien Obstetri yang Akan Menjalani Pembedahan

Page 16: Anestesi Umum

16

Pasien yang sedang dalam persalinan diperbolehkan meminum

caian bening sebagaimana aturan yang telah diberlakukan. Makanan padat

harus dihindari selama persalinan aktif. Obat H2-reseptor antagonis

(contoh Ranitidin 150 mg) atau PPI (contoh omeprazole 40 mg) harus

diberikan satu malam sebelum dilakukan tindakan bedah dan diulang 60-

90menit sebelum induksi anestesi dilakukan.

Pada bedah Caesar yang bersifat emergensi, pemberian H2 reseptor

antagonis (contoh ranitidine 50 mg) diberikan melalui intravena selama

operasi berlangsung dengan anestesi regional. Sedangkan pada bedah

Caesar dengan anestesi umum, obat yang diberikan berupa H2 antagonis

reseptor dan antacid oral sebelum induksi anestesi dimulai.

Pasien yang telah menjalani bedah Caesar dapat minum antara 30

menit sampai 2 jam setelah operasi selesai. Sedangkan makanan padat

ditunda hingga 12 jam setelah operasi ntuk menghindari kejadian mual

dan muntah.

G. Premedikasi

Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah

dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi

dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi

diantaranya:

1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien

Page 17: Anestesi Umum

17

2. Menghilangkan rasa khawatir melalui:

o Kunjungan pre anestesi

o Pengertian masalah yang dihadapi

o Keyakinan akan keberhasilan operasi

3. Memberikan ketenangan (sedative)

4. Membuat amnesia

5. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)

6. Mencegah mual dan muntah

7. Memudahkan atau memperlancar induksi

8. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi

9. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)

10. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung

11. Mengurangi rasa sakit

H. Waktu dan cara pemberian premedikasi:

Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara

intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat

dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan

secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan

belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi

intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan

secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin.

Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.

Page 18: Anestesi Umum

18

Obat-obat yang sering digunakan:

1. Analgesik narkotik

a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB

2. Analgesik non narkotik

a. Ponstan

b. Tramol

c. Toradon

3. Hipnotik

a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB

4. Sedatif

a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB

b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB

c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB

d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

5. Anti emetic

a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001

mg/kgBB

b. DBP

c. Narfoz, rantin, primperan.

Page 19: Anestesi Umum

19

I. Induksi Anestesi

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi

dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah

pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan

anestesia sampai tindakan pembedahan selesai.

Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:

S :Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.Laringo-

Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.

Lampu harus cukup terang.

T :Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >

5 tahun dengan balon (cuffed).

A :Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-

faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien

tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I :Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang

mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah

dimasukkan.

C :Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S :Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya

Page 20: Anestesi Umum

20

J. Stadium Anestesi

Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa

analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur,

stadium 3 dan stdium 4 sampai henti napas dan henti jantung.

Stadium I

Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat

anestetik sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien masih dapat

mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).Tindakan

pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan

pada stadium ini.Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss

bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).

Stadium II

Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai

dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+),

pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri

dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.

Stadium III

Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga

hilangnya pernapasan spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan

spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri

dan kekanan dengan mudah.

Page 21: Anestesi Umum

21

Stadium IV

Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera

diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien

sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi

yang berlebihan.

K. Teknik Anestesi Umum

1. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

Indikasi :

Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)

Keadaan umum baik (ASA I – II)

Lambung harus kosong

Prosedur :

1. Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

2. Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

3. Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang)

efek sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

4. Induksi

5. Pemeliharaan

2. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan

Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET=

endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi; operasi lama,

sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala)

Page 22: Anestesi Umum

22

Prosedur :

1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil

dgn durasi singkat)

2. Intubasi setelah induksi dan suksinil

3. Pemeliharaan

Teknik Intubasi

1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap

2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)

3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt

4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong

kepala sedikit ekstensi → mulut membuka

5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi

sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri

6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok)

atau angkat epiglotis ( pada bilah lurus )

7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )

8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah

9. Masukan ET melalui rima glottis

10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu

napas( alat resusitasi )

Page 23: Anestesi Umum

23

Klasifikasi Mallampati :

Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :

3. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)

Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien

dikontrol pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x

permenit.Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas

spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.

Teknik sama dengan diatas

Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)

Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

4. Induksi intravena

Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan

dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus

disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi,

pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan

oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

Page 24: Anestesi Umum

24

Obat-obat induksi intravena:

a. Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg

Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan

2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan

dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60

detik.

Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan

menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia

atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan

likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat

kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi

b. Propofol (diprivan, recofol)

Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat

isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena

sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat

diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia

intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan

intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.

Page 25: Anestesi Umum

25

c. Ketamin (ketalar)

Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi,

hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-

muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian

sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam

(valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi

salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.

Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin

dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml =

50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).

d. Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)

Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga

banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung.

Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg

dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

5. Induksi intramuscular

Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Page 26: Anestesi Umum

26

6. Induksi inhalasi

a. N2O

Gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida berbentuk

gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali

berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik

lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi

nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan

sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti

halotan.

b. Halotan (fluotan)

Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya

cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot

lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring.

Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,

terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor,

depresi miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi

lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga

mininggikan kadar gula darah.

c. Enfluran (etran, aliran)

Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif

disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding

Page 27: Anestesi Umum

27

halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap

otot lurik lebih baik disbanding halotan.

d. Isofluran (foran, aeran)

Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran

darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi

hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga

digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada

pasien dengan gangguan koroner.

e. Desfluran (suprane)

Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat

simpatomimetik takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti

isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan

untuk induksi anestesi

f. Sevofluran (ultane)

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya

tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari

untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

7. Induksi per rectal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau

midazolam.

Page 28: Anestesi Umum

28

8. Induksi mencuri

Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa

hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita

berikan jarak beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka

kita tempelkan.

Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)

1. Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna

depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga

asetilkolin tidak dapat bekerja.

2. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama

20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit

a. Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:

i. Cegukan (hiccup)

ii. Dinding perut kaku

iii. Ada tahanan pada inflasi paru

L. Rumatan Anestesi (Maintenence)

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan

inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.

Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis)

sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah

tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

Page 29: Anestesi Umum

29

Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil

10-50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan

analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot.

Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien

ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan

anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan

paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan

perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau

isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas

spontan, dibantu atau dikendalikan.

M. Tatalaksana Jalan Napas

Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:

1. Hidung menuju nasofaring

2. Mulut menuju orofaring

Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan

palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju

esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri

dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan

kuneiform.

Page 30: Anestesi Umum

30

a. Manuver tripel jalan napas

Terdiri dari:

1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.

2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

3. Mulut dibuka

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,

sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau

mulut.

1. Jalan napas faring

Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan

napas mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan

napas lewat hidung (naso-pharyngeal airway).

2. Sungkup muka

Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system

anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa

sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan

tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat

mulut atau hidung.

3. Sungkup laring (Laryngeal mask)

Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar

berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat

dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai

Page 31: Anestesi Umum

31

LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan

spiral untuk menjaga supaya tetap paten.

Dikenal 2 macam sungkup laring:

a. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas

b. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar

dan lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan

dengan esophagus.

4. Pipa trakea (endotracheal tube)

Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya

dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat

dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung

(nasotracheal tube).

5. Laringoskopi dan intubasi

Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop

merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara

langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik

dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop:

a. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa

b. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa

Page 32: Anestesi Umum

32

N. Intubasi Trakea

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea

melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan

trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan

umumnya digolongkan sebagai berikut:

Menjaga potensi jalan napas oleh sebab apapun. Kelainan anatomi, bedah

kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan lain-

lainnya.

Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya saat resusitasi,

memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka

panjang.

Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

a. Kesulitan intubasi

1. Leher pendek berotot

2. Mandibula menonjol

3. Maksila/gigi depan menonjol

4. Uvula tak terlihat

5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

6. Gerak vertebra servikal terbatas

Page 33: Anestesi Umum

33

b. Komplikasi intubasi

1. Selama intubasi

Trauma gigi geligi

Laserasi bibir, gusi, laring

Merangsang saraf simpatis

Intubasi bronkus

Intubasi esophagus

Aspirasi

Spasme bronkus

2. Setelah ekstubasi

Spasme laring

Aspirasi

Gangguan fonasi

Edema glottis-subglotis

Infeksi laring, faring, trakea

O. Ekstubasi

1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:

a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan

b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi

2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan

catatan tak akan terjadi spasme laring.

Page 34: Anestesi Umum

34

3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan

cairan lainnya.

P. Skor Pemulihan Pasca Anestesi

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi

terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian

terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke

ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).

Aldrete Score

i. Nilai Warna

Merah muda, 2

Pucat, 1

Sianosis, 0

ii. Pernapasan

Dapat bernapas dalam dan batuk, 2

Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1

 Apnoea atau obstruksi, 0

iii. Sirkulasi

Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2

Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1

Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Page 35: Anestesi Umum

35

iv. Kesadaran  

Sadar, siaga dan orientasi, 2

Bangun namun cepat kembali tertidur, 1

Tidak berespons, 0

v. Aktivitas  

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2

Dua ekstremitas dapat digerakkan,1

Tidak bergerak, 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

Steward Score (anak-anak)

a. Pergerakan

Gerak bertujuan 2

Gerak tak bertujuan 1

Tidak bergerak 0

b. Pernafasan

Batuk, menangis 2

Pertahankan jalan nafas 1

Perlu bantuan 0

c. Kesadaran

Menangis 2

Bereaksi terhadap rangsangan 1

Tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

Page 36: Anestesi Umum

36

BAB III

KESIMPULAN

Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika

melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit

pada tubuh.Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai

anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal.

Anestesi umum (General Anesthesia) disebut pula dengan nama Narkose

Umum (NU).Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral

disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna

menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko

yang tidak diinginkan dari pasien.

Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu ;

1. Anastetik Inhalasi

2. Anastetik Intravena

Terlepas dari cara penggunaanya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus

memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai “Trias Anestesia”, yaitu efek

hipnotik (menidurkan), efek analgesia, danefek relaksasi otot. Akan lebih baik lagi

kalau terjadi juga penekanan reflex otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan

oleh eter.

Puasa bertujuan mengurangi resiko terjadinya reflux dan aspirasi cairan

lambung ke paru-paru pada penderita yang sedang menjalani pembedahan. Cairan

36

Page 37: Anestesi Umum

37

lambung yang sifatnya asam dapat menyebabkan lisisnya alveolus jika sampai

teraspirasi ke dalam paru paru.

Sebelum dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada psien yang

mencakup beberapa hal yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium serta menentukan klasifikasi status fisik menurut The American Society

of Anaesthesiologist (ASA).

Berbagai teknik Anestesi Umum

a)     Inhalasi dengan Respirasi Spontan

1. Sungkup wajah

2. Intubasi endotrakeal

3. Laryngeal Mask Airway (LMA)

b)    Inhalasi dengan Respirasi Kendali

1. Intubasi endotrakeal

2. Laryngeal Mask Airway (LMA)

c)     Anestesi Intravena Total (TIVA)

1. Tanpa intubasi endotrakeal

2. Dengan intubasi endotrakeal

Selama proses anestesi, dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran,

tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat kesulitan selama

melaksanakan anestesi umum, seperti jalan nafas dan intubasi, harus ditangani

dengan benar.