anemia perdarahan gi blok 24

16
Pendahuluan Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar: Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), contohnya pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal. Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi besi dan/atau asam folat. Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang), 1

Upload: claudia-dadlani

Post on 11-Dec-2014

114 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Anemia Perdarahan Akibat Toksik Obat

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

Pendahuluan

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah

rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi

sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro

dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan

Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar:

Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung

Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), contohnya

pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,

gangguan ginjal.

Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari normal dan

normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini

diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan

pada defisiensi besi dan/atau asam folat.

Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah Hb

kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia defisensi besi, keadaan sideroblastik,

kehilangan darah kronik, dan pada talesemia.

1

Page 2: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

Anamnesis

Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kondisi penderita baik secara umum atau seputar

penyakitnya

- Identitas pasien

- Keluhan utama

- Keluhan tambahan

- Riwayat penyakit sekarang

- Riwayat penyakit dahulu

Adakah riwayat perdarahan?

Adakah riwayat hipertensi?

Adakah riwayat diabetes mellitus

Anemia

- Gejala nafas pendek saat beraktivitas, kelelahan, nyeri kepala, atau angina, lebih jelas jika

anemianya berat, onsetnya cepat, dan pada orangtua.

- Penyebab: misalnya perdarahan, defisiensi zat makanan, malabsorpsi, penyakit sistemik,

hemolisis, gagal sumsum tulang, kelainan bawaan sel darah merah.

Leukopenia

- Neutropenia, terutama jika neutrofil <0,5 x 109/L, sering menyebabkan infeksi bakteri

atau jamur dikulit, mulut, tenggorok, dan dada.

- Tidak ada pus.

- Infeksi paling sering bersifat atipikal, disebabkan oleh organisme nonpatogenikpada

individu normal, progresif cepat dan sukar diobati.

- Limfopenia merupakan predisposisi infeksi virus (misalnya herpes zoster), tuberculosis.

- Defek fungsional neutrofil dan limfosit juga merupakan predisposisi terjadinya infeksi.

2

Page 3: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

Trombositopenia

- Memar spontan (ekimosis) atau petekie, perdarahan di mukosa, misalnya epistaksis,

menoragia. Perdarahan setelah trauma meningkat pada trombosit <50 x 109/L. Perdarahan

spontan terjadi bila trombosit <10 x 109/L.

- Defek trombosit fungsional juga merupakan predisposisi terjadinya perdarahan.

Defek faktor koagulasi

- Mudah terjadi perdarahan setelah trauma (misalnya sirkumsisi, penanganan gigi);

perdarahan spontan di jaringan dalam (misalnya otot, sendi); riwayat keluarga.

- Defek koagulasi didapat sering disertai dengan trombositopenia; perdarahan kulit

spontan, dan perdarahan berlebih sebagai respon terhadap trauma.

NB: Kombinasi anemia, perdarahan berlebih, dan / atau infeksi menunjukkan

pansitopenia yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang.

Gejala lainnya

- Penurunan berat badan, demam, pruritus, dan ruam kulit- limfoma atau gangguan

meloproliferatif.

- Nyeri tulang, gejala hiperkalsemia ( haus, poliuria, konstipasi)- myeloma.

- Nyeri hipokondrial kiri- splenomegali.

- Limfadenopati tidak nyeri.

- Nyeri sendi- gout yang disebabkan oleh hiperurisemia.

Riwayat keluarga

Anemia herediter (misalnya gangguan genetic pada hemoglobin), gangguan koagulasi (misalnya

hemophilia), dan gangguan leukosit tertentu.

Riwayat obat

Anemia hemolitik pada defisiensi G6PD; gangguan fungsi trombosit yang disebabkan oleh

aspirin; agranulositosis yang diinduksi obat; makrositosis sel darah merah yang disebabkan oleh

alcohol.

3

Page 4: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

Operasi

Gastrektomi, reaksi usus yang dapat menyebabkan defisiensi besi atau vitamin B12.

Pemeriksaan fisik

- Selaput lendir pucat, jika Hb <9 g/dL.

- Takikardia, murmur sistolik.

- Ikterus (anemia hemolitik atau megaloblastik); pigmen (batu empedu).

- Limfadenopati (generalisata atau lokalisata).

- Perubahan kulit, misalnya purpura yang disebabkan oleh trombositopenia, vitiligo yang

dihubungkan dengan anemia pernisiosa, pigmentasi melanin pada overload besi, ulkus

pergelangan kaki pada anemia hemolitik, ruam yang disebabkan oleh infiltrasi tumor.

- Perubahan kuku (misalnya koilonikia pada defisiensi besi).

- Tanda-tanda infeksi (mulut, tenggorok, kulit, perineum, dada) yang dihubungkan dengan

neutropenia.

- Mulut, misalnya keilosis angular pada defisiensi besi, glositis pada defisiensi B12 atau

folat.

- Hepatomegali atau splenomegali.

- Pemeriksaan system saraf, misalnya neuropati B12 , neuropati perifer pada myeloma,

amiloidosis, infitrasi maligna pada leukemia system saraf pusat.

- Fundus optic, misalnya perdarahan anemia yang berat, hiperviskositas pada polisitemia.

Pemeriksaan penunjang

Penilaian laboratorium

Uji rutin

Hitung darah lengkap (full blood count, FBC)

- Sampel darah dalam antikoagulan sequestrene diuji dengan penganalisis automatis.

- Konsentrasi hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, indeks sel darah merah.

- Jumlah dan diferensial sel darah putih.

4

Page 5: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

- Jumlah dan ukuran trombosit.

- Penganalisis semakin bisa menghasilkan jumlah retikulosit terautomatisasi dan

menghitung imatur (‘retikulosit trombosit’).

Apusan darah

Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran dan diferensial

sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit; deteksi parasit, misalnya malaria.

Uji laboratorium khusus

Pemeriksaan penunjang pada anemia hemolitik, gangguan hemoglobin, defisiensi hematinik,

penyakit keganasan, dan gangguan koagulasi.

Laju endap darah (LED), viskositas plasma/ whole blood, dan protein C-reaktif.

Laju endap darah (LED) mengukur kecepatan turunnya suatu kolom yang berisi sel darah merah

plasma dalam waktu 1 jam. LED sebagian besar ditentukan oleh konsentrasi protein plasma,

terutama fibrinogen dan globulin. LED meningkat pada anemia. Kisaran normal LED meningkat

seiring pertambahan usia. Peningkatan LED merupakan ndikator yang tidak spesifik terhadap

respons fase akut dan berguna dalam memonitor aktivitas penyakit misalnya arthritis rematoid.

Peningkatan LED terjadi pada gangguan inflamasi, infeksi, keganasan, mieoma, anemia, dan

kehamilan.

Viskositas plasma memberikan informasi yang dapat dibandingkan dan semakin disukai karena

dapat diautomatisasi secara mudah. Viskositas whole blood juga dipengaruhi oleh jumlah sel,

sehingga meningkat bila jumlah sel darah merah (eritrokrit), jumlah sel darah putih (leukokrit),

atau jumlah trombosit sangat meningkat. Protein C-reaktif meningkat pada respon fase akut dan

berguna dalam memonitor hal ini.

Aspirasi sumsum tulang dan biopsy trefin.

Uji khusus

- Sitometri aliran

- Analisis kromosomal

5

Page 6: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

- Tekhnik molecular

Pemeriksaan penunjang khusus

Penyakit hematologis sering merupakan gangguan yang menyerang banyak system

(multisystem) dan berbagai macam pemeriksaan penunjang khusus ( sinar-X, ultrasonografi, CT

scan / MRI, endoskopi,dll) sering kali diperlukan untuk menentukan luas dan stadium penyakit.

- Pelabelan sel dengan isotop yang diikuti pemindaian, misalnya pelabelan sel darah merah

autolog dengan kronium/teknetium radioaktif, kemudian direinjeksi, dan dilakukan

penentuan massa sel darah merah dan pengukuran masa hidupnya, deteksi hilangnya sel

darah merah dalam tinja dan pendeteksian destruksi dalam hati/ limpa dilakukan dengan

penghitungan permukaan. Pemindaian sel darah putih berlabel (gallium)dapat mendeteksi

infeksi atau limfoma samar.

- Tomografi emisi positron (PET) mengukur aktivitas metabolic jaringan dan mampu

membedakan tumor aktif, misalnya limfoma (positif), dibandingkan dengan jaringan

parut yang inaktif (negative).

- Pemindaian multiple gated acquisition (MUGA) untuk menilai fungsi ventrikel.

Anemia perdarahan

Anemia bentuk ini presentasi klinisnya sangat beraneka ragam, bergantung pada tempat, berat

dan cepatnya perdarahan. Berlawanan dari yang ekstrim, perdarahan fulminan yang akut

menimbulkan syok hipovolemik dan kehilangan darad secara tersembunyi yang bersifat kronik

mengakibatkan anemia defisiensi besi.

Para pasien yang telah menderita perdarahan akut biasanya memperlihatkan tanda dan gejala

akibat hipoksia dan hipovolemia. Bergantung pada keparahan prosesnya, pasien akan merasa

lemah, lelah, kepala pusing, stupor, atau koma dan sering kali akan tampak pucat, diaforetik dan

lekas marah. Tanda-tanda vitalnya merupakan refleksi dari kompensasi kardiovaskuler terhadap

kehilangan darah yang akut. Pasien akan mengalami hipotensi dan takikardia.

6

Page 7: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

Jika kehilangan darah terjadi akut dan baru-baru saja, darah perifer tidak memperlihatkan

penurunan nyata volume sel darah merah atau hemoglobin, karena massa sel darah merah dan

volume plasma sama-sama mengecil.

Trombositosis dapat ditemukan pada kehilangan darah yang akut dan menahun, terutama jika

pasien kekurangan zat besi.

Perdarahan internal dapat disertai oleh peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi. Kelainan ini

merupakan refleksi dari peningkatan katabolisme heme dari sel darah merah diluar pembuluh.

Para pasien kehilangan darah akut melalui saluran makanan akan sering mengalami peningkatan

urea nitrogen darah akibat terganggunya aliran darah renal, dan kemungkinan akibat absorpsi

protein darah yang dicerna.

Anemia perdarahan gastrointestinal

Keadaan ini bisa timbul akut dengan muntah darah (hematemesis) atau terdapatnya darah dalam

tinja, yang mungkin berubah warna setelah melewati saluran cerna dan tampak sebagai melena

(tinja hitam lengket). Perdarahan gastrointestinal kronis menyebabkan anemia dan defisiensi Fe

tanpa kehilangan darah yang jelas.

Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia defisiensi

Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena

ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin).

Anamnesis

- Pernahkah pasien muntah darah.

- Gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam, atau nyeri abdomen.

- Kehilangan darah per rectum atau melena. Darah tercampur atau terpisah dengan tinja.

- Pingsan atau pusing, toleransi olahraga menurun, lelah, angina, sesak nafas (anemia

kronis).

- Riwayat penyakit dahulu (anemia,perdarahan, penyakit hati).

- Obat-obatan (aspirin, OAINS, obat anti koagulan, Fe).

- Riwayat keluarga.

7

Page 8: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

Penyakit tukak peptic didefinisikan sebagai defek pada mukosa gastrointestinal yang meluas

sampai ke mukosa otot yang terjadi di esophagus, lambung atau duodenum. Umumnya terdapat

dua macam:

- Tukak peptic yang berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori.

- Tukak peptic yang berhubungan dengan asupan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

NSAID dan alcohol dapat memperberat tkak yang berasal dari H. pylori. Bentuk tukak lain yang

jarang terjadi munul bersama dengan sindrom hipersekresi asam (gastrinoa, mastositosis), virus

herpes simpleks tipe I, Sitomegalovirus, obstruksi duodenum, insufisiensi vascular, dan tukak

yang berhubungan dengan radiasi dan kemoterapi.

Epidemiologi

- Prevalensi seumur hidup adalah 5% sampai 10%, risiko semakin meningkat seiring

dengan pertambahan usia.

- Tukak duodenum lebih sering dari tukak lambung dan terjadi pada pasien yang lebih

muda, lebih sering mengenai pria daripada wanita.

- H. pylori teridentifikasi pada 95%.

- Risiko tukak lambung dan tukak duodenum berkisar 11% sampai 30% untuk pasien yang

mendapat NSAID harian; jauh lebih tinggi bila pasien juga mendapat kortikosteroid; juga

meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal atas sebanyak 4 kali lipat, terutama pada

lansia.

Patofisiologi

- Tukak terbentuk bila terjadi kerusakan dalam pertahanan mukosa dan mekanisme

perbaikan yang normalnya melindungi lambung dan duodenum dari lingkungan asam dan

peptic pada saluran GI atas.

- Mekanisme pertahanan :

lapisan mucus dan bikarbonat pada permukaan mukosa merupakan sebuah buffer

dan mencegah difusi pepsin ke lapisan mukosa,

8

Page 9: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

Barier mukosa pada tight cellular junction, faktor pertumbuhan, dan system

transport membrane menghilangkan kelebihan ion, mencegah difusi balik ion

hydrogen ke dalam mukosa,

Pasokan darah yang sangat banyak ke mukosa menghilangkan kelebihan ion

hydrogen dan mempertahankan aliran nutrisi untuk fungsi dan perbaikan sel

secara normal.

- H.pylori dan NSAID menyebabkan cedera jaringan sehingga mengakibatkan defek pada

satu atau lebih mekanisme pertahanan ini sehingga pada akhirnya memajankan mukosa

pada asam dan pepsin.

- H.pylori menyebabkan cedera jaringan melalui :

Produksi lipopolisakarida (LPS,endotoksin), protein toksik lainnya.

Stimulasi pelepasan mediator inflamasi (IL-1, IL-8, TNF).

Induksi gastritis aktif kronis dan gastritis atropikans.

Meningkatkan sekresi gastrin, pepsin, dan asam.

- NSAID menyebabkan penghambatan cyclooxygenase-1 (COX-1) yang mengakibatkan

penurunan sintesis prostaglandin yang bertanggung jawab terhadap perlindungan mukosa

(inhibitor cyclooxygenase-2 (COX-2) selektif menyebabkan toksisitas GI lebih rendah).

Risiko meningkat karena NSAID :

Menghambat sekresi bikarbonat dari mukosa lambung dan duodenum.

Menurunkan sekresi sel mucus.

Menghambat proliferasi dan penyembuhan mukosa.

Menyebabkan iskemia mikrovaskuler.

Menghambat regulasi fisiologis sekresi asam.

Merangsang adhesi neutrofil ke endotel splanknik.

- NSAID dan metabolitnya juga menyebabkan cedera mukosa local dengan memerangkap

ion hydrogen di dalam sel dan dengan mendorong penetrasi gastrin dan pepsin sampai ke

lapisan mucus lambung.

- Tukak lambung dapat terjadi walaupun tidak ada hiperasiditas, sementara tukak

duodenum hanya terjadi bila ada hiperasiditas dan berhubungan dengan peningkatan

sekresi asam basan dan setelah makan.

9

Page 10: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

- Hipermotilitas lambung dan hipomotilitas duodenum berimplikasi pada duodenal ulcer,

sementara hipomotilitas lambung dan refluks pylorus berhubungan dengan gastric ulcer.

- Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di

duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin

berkurang.

Gejala Klinis

- Rasa terbakar epigastrik atau rasa lapar yang terjadi 2-3 jam setelah makan dan pada

malam hari, hilang sementara dengan antasida, sendawa, kembung, mual, muntah, cepat

kenyang, berat badan naik atau turun.

- Dengan komplikasi : nyeri berat tak tertahankan, nyeri menjalar ke punggung, muntah

proyektil, hematemesis melena, demam, hipotensi.

- Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala

lainnya.

- Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain,

seperti : Atrofi papil lidah, glositis.

Penatalaksanaan

Non-medikamentosa:

- Konsultasi terutama dengan spesialis gastroenterology bagi memastikan perdarahan GI.

- Terapi surgery untuk memberhentikan perdarahan, jika etiologinya akibat perdarahan.

- Transfusi packed red blood cell jika pasien dalam bahaya akibat hipoksia atau insufisiensi

koroner.

- Intervensi diet. Pastikan pasien menerima pasokan besi yang cukup dari diet terutama

bagi pasien dari kelompok ekonomi rendah.

Medikamentosa

Bagi pengobatan secara medikamentosa, dapat diberi obat seperti berikut:

10

Page 11: Anemia Perdarahan GI BLOK 24

- Terapi besi oral . Lebih mudah diabsorpsi dan morbiditas rendah. Tidak sesuai untuk

pasien akibat perdarahan usus kerana mampu memperparah penyakit. Ferrous sulfate: 50-

100 mg PO TID – 60 mg PO qd

- Terapi besi parenteral. Untuk pasien yang tidak dapat menerima preparat besi oral.

Terutama pada pasien akibat inflamasi/perdarahan usus. Ferrous sorbitol: 1.5 mg /per kg

bb IM qd

- Hindari NSAID non-selektif bila mungkin; bila tidak tambahkan inhibitor pompa proton

(PPI) (mis, omeprazole) yang terbukti lebih efektif dari misoprostol dalam mengurangi

tukak yang diinduksi NSAID.

- Inhibitor COX-2 selektif terbukti secara bermakna lebih aman dari NSAID terdahulu dan

harus dipertimbangkan sebagai alternative.

- Penyekat reseptor histamine-2 (H2) (simetidin, ranitidine, nizatidin) mengurangi pH

lambung dan efektif untuk penyembuhan tukak akut .

Tukak H.pylori

- Terapi yang paling efektif meliputi PPI ditambah 2 antibiotika (mis, klaritomisisn,

tetrasiklin, atau metronidazol).

Penutup

Daftar Pustaka

1. Mehta A, Hoffbrand V. At a glance hematologi. Erlangga; Jakarta. 2006. Hal 18-19

2. Isselbacher. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. EGC; Jakarta 1999. Hal 361

3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta; Surabaya 2007. Hal 29

4. Brashers, Valentina L. Aplikasi klinis patofisiologi. EGC; Jakarta 2008. Hal 213-216

11