anemia perdarahan gi blok 24
DESCRIPTION
Anemia Perdarahan Akibat Toksik ObatTRANSCRIPT
Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi
sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro
dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan
Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar:
Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung
Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), contohnya
pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal.
Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari normal dan
normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini
diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan
pada defisiensi besi dan/atau asam folat.
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah Hb
kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia defisensi besi, keadaan sideroblastik,
kehilangan darah kronik, dan pada talesemia.
1
Anamnesis
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kondisi penderita baik secara umum atau seputar
penyakitnya
- Identitas pasien
- Keluhan utama
- Keluhan tambahan
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat perdarahan?
Adakah riwayat hipertensi?
Adakah riwayat diabetes mellitus
Anemia
- Gejala nafas pendek saat beraktivitas, kelelahan, nyeri kepala, atau angina, lebih jelas jika
anemianya berat, onsetnya cepat, dan pada orangtua.
- Penyebab: misalnya perdarahan, defisiensi zat makanan, malabsorpsi, penyakit sistemik,
hemolisis, gagal sumsum tulang, kelainan bawaan sel darah merah.
Leukopenia
- Neutropenia, terutama jika neutrofil <0,5 x 109/L, sering menyebabkan infeksi bakteri
atau jamur dikulit, mulut, tenggorok, dan dada.
- Tidak ada pus.
- Infeksi paling sering bersifat atipikal, disebabkan oleh organisme nonpatogenikpada
individu normal, progresif cepat dan sukar diobati.
- Limfopenia merupakan predisposisi infeksi virus (misalnya herpes zoster), tuberculosis.
- Defek fungsional neutrofil dan limfosit juga merupakan predisposisi terjadinya infeksi.
2
Trombositopenia
- Memar spontan (ekimosis) atau petekie, perdarahan di mukosa, misalnya epistaksis,
menoragia. Perdarahan setelah trauma meningkat pada trombosit <50 x 109/L. Perdarahan
spontan terjadi bila trombosit <10 x 109/L.
- Defek trombosit fungsional juga merupakan predisposisi terjadinya perdarahan.
Defek faktor koagulasi
- Mudah terjadi perdarahan setelah trauma (misalnya sirkumsisi, penanganan gigi);
perdarahan spontan di jaringan dalam (misalnya otot, sendi); riwayat keluarga.
- Defek koagulasi didapat sering disertai dengan trombositopenia; perdarahan kulit
spontan, dan perdarahan berlebih sebagai respon terhadap trauma.
NB: Kombinasi anemia, perdarahan berlebih, dan / atau infeksi menunjukkan
pansitopenia yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang.
Gejala lainnya
- Penurunan berat badan, demam, pruritus, dan ruam kulit- limfoma atau gangguan
meloproliferatif.
- Nyeri tulang, gejala hiperkalsemia ( haus, poliuria, konstipasi)- myeloma.
- Nyeri hipokondrial kiri- splenomegali.
- Limfadenopati tidak nyeri.
- Nyeri sendi- gout yang disebabkan oleh hiperurisemia.
Riwayat keluarga
Anemia herediter (misalnya gangguan genetic pada hemoglobin), gangguan koagulasi (misalnya
hemophilia), dan gangguan leukosit tertentu.
Riwayat obat
Anemia hemolitik pada defisiensi G6PD; gangguan fungsi trombosit yang disebabkan oleh
aspirin; agranulositosis yang diinduksi obat; makrositosis sel darah merah yang disebabkan oleh
alcohol.
3
Operasi
Gastrektomi, reaksi usus yang dapat menyebabkan defisiensi besi atau vitamin B12.
Pemeriksaan fisik
- Selaput lendir pucat, jika Hb <9 g/dL.
- Takikardia, murmur sistolik.
- Ikterus (anemia hemolitik atau megaloblastik); pigmen (batu empedu).
- Limfadenopati (generalisata atau lokalisata).
- Perubahan kulit, misalnya purpura yang disebabkan oleh trombositopenia, vitiligo yang
dihubungkan dengan anemia pernisiosa, pigmentasi melanin pada overload besi, ulkus
pergelangan kaki pada anemia hemolitik, ruam yang disebabkan oleh infiltrasi tumor.
- Perubahan kuku (misalnya koilonikia pada defisiensi besi).
- Tanda-tanda infeksi (mulut, tenggorok, kulit, perineum, dada) yang dihubungkan dengan
neutropenia.
- Mulut, misalnya keilosis angular pada defisiensi besi, glositis pada defisiensi B12 atau
folat.
- Hepatomegali atau splenomegali.
- Pemeriksaan system saraf, misalnya neuropati B12 , neuropati perifer pada myeloma,
amiloidosis, infitrasi maligna pada leukemia system saraf pusat.
- Fundus optic, misalnya perdarahan anemia yang berat, hiperviskositas pada polisitemia.
Pemeriksaan penunjang
Penilaian laboratorium
Uji rutin
Hitung darah lengkap (full blood count, FBC)
- Sampel darah dalam antikoagulan sequestrene diuji dengan penganalisis automatis.
- Konsentrasi hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, indeks sel darah merah.
- Jumlah dan diferensial sel darah putih.
4
- Jumlah dan ukuran trombosit.
- Penganalisis semakin bisa menghasilkan jumlah retikulosit terautomatisasi dan
menghitung imatur (‘retikulosit trombosit’).
Apusan darah
Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran dan diferensial
sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit; deteksi parasit, misalnya malaria.
Uji laboratorium khusus
Pemeriksaan penunjang pada anemia hemolitik, gangguan hemoglobin, defisiensi hematinik,
penyakit keganasan, dan gangguan koagulasi.
Laju endap darah (LED), viskositas plasma/ whole blood, dan protein C-reaktif.
Laju endap darah (LED) mengukur kecepatan turunnya suatu kolom yang berisi sel darah merah
plasma dalam waktu 1 jam. LED sebagian besar ditentukan oleh konsentrasi protein plasma,
terutama fibrinogen dan globulin. LED meningkat pada anemia. Kisaran normal LED meningkat
seiring pertambahan usia. Peningkatan LED merupakan ndikator yang tidak spesifik terhadap
respons fase akut dan berguna dalam memonitor aktivitas penyakit misalnya arthritis rematoid.
Peningkatan LED terjadi pada gangguan inflamasi, infeksi, keganasan, mieoma, anemia, dan
kehamilan.
Viskositas plasma memberikan informasi yang dapat dibandingkan dan semakin disukai karena
dapat diautomatisasi secara mudah. Viskositas whole blood juga dipengaruhi oleh jumlah sel,
sehingga meningkat bila jumlah sel darah merah (eritrokrit), jumlah sel darah putih (leukokrit),
atau jumlah trombosit sangat meningkat. Protein C-reaktif meningkat pada respon fase akut dan
berguna dalam memonitor hal ini.
Aspirasi sumsum tulang dan biopsy trefin.
Uji khusus
- Sitometri aliran
- Analisis kromosomal
5
- Tekhnik molecular
Pemeriksaan penunjang khusus
Penyakit hematologis sering merupakan gangguan yang menyerang banyak system
(multisystem) dan berbagai macam pemeriksaan penunjang khusus ( sinar-X, ultrasonografi, CT
scan / MRI, endoskopi,dll) sering kali diperlukan untuk menentukan luas dan stadium penyakit.
- Pelabelan sel dengan isotop yang diikuti pemindaian, misalnya pelabelan sel darah merah
autolog dengan kronium/teknetium radioaktif, kemudian direinjeksi, dan dilakukan
penentuan massa sel darah merah dan pengukuran masa hidupnya, deteksi hilangnya sel
darah merah dalam tinja dan pendeteksian destruksi dalam hati/ limpa dilakukan dengan
penghitungan permukaan. Pemindaian sel darah putih berlabel (gallium)dapat mendeteksi
infeksi atau limfoma samar.
- Tomografi emisi positron (PET) mengukur aktivitas metabolic jaringan dan mampu
membedakan tumor aktif, misalnya limfoma (positif), dibandingkan dengan jaringan
parut yang inaktif (negative).
- Pemindaian multiple gated acquisition (MUGA) untuk menilai fungsi ventrikel.
Anemia perdarahan
Anemia bentuk ini presentasi klinisnya sangat beraneka ragam, bergantung pada tempat, berat
dan cepatnya perdarahan. Berlawanan dari yang ekstrim, perdarahan fulminan yang akut
menimbulkan syok hipovolemik dan kehilangan darad secara tersembunyi yang bersifat kronik
mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Para pasien yang telah menderita perdarahan akut biasanya memperlihatkan tanda dan gejala
akibat hipoksia dan hipovolemia. Bergantung pada keparahan prosesnya, pasien akan merasa
lemah, lelah, kepala pusing, stupor, atau koma dan sering kali akan tampak pucat, diaforetik dan
lekas marah. Tanda-tanda vitalnya merupakan refleksi dari kompensasi kardiovaskuler terhadap
kehilangan darah yang akut. Pasien akan mengalami hipotensi dan takikardia.
6
Jika kehilangan darah terjadi akut dan baru-baru saja, darah perifer tidak memperlihatkan
penurunan nyata volume sel darah merah atau hemoglobin, karena massa sel darah merah dan
volume plasma sama-sama mengecil.
Trombositosis dapat ditemukan pada kehilangan darah yang akut dan menahun, terutama jika
pasien kekurangan zat besi.
Perdarahan internal dapat disertai oleh peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi. Kelainan ini
merupakan refleksi dari peningkatan katabolisme heme dari sel darah merah diluar pembuluh.
Para pasien kehilangan darah akut melalui saluran makanan akan sering mengalami peningkatan
urea nitrogen darah akibat terganggunya aliran darah renal, dan kemungkinan akibat absorpsi
protein darah yang dicerna.
Anemia perdarahan gastrointestinal
Keadaan ini bisa timbul akut dengan muntah darah (hematemesis) atau terdapatnya darah dalam
tinja, yang mungkin berubah warna setelah melewati saluran cerna dan tampak sebagai melena
(tinja hitam lengket). Perdarahan gastrointestinal kronis menyebabkan anemia dan defisiensi Fe
tanpa kehilangan darah yang jelas.
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia defisiensi
Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena
ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin).
Anamnesis
- Pernahkah pasien muntah darah.
- Gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam, atau nyeri abdomen.
- Kehilangan darah per rectum atau melena. Darah tercampur atau terpisah dengan tinja.
- Pingsan atau pusing, toleransi olahraga menurun, lelah, angina, sesak nafas (anemia
kronis).
- Riwayat penyakit dahulu (anemia,perdarahan, penyakit hati).
- Obat-obatan (aspirin, OAINS, obat anti koagulan, Fe).
- Riwayat keluarga.
7
Penyakit tukak peptic didefinisikan sebagai defek pada mukosa gastrointestinal yang meluas
sampai ke mukosa otot yang terjadi di esophagus, lambung atau duodenum. Umumnya terdapat
dua macam:
- Tukak peptic yang berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori.
- Tukak peptic yang berhubungan dengan asupan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
NSAID dan alcohol dapat memperberat tkak yang berasal dari H. pylori. Bentuk tukak lain yang
jarang terjadi munul bersama dengan sindrom hipersekresi asam (gastrinoa, mastositosis), virus
herpes simpleks tipe I, Sitomegalovirus, obstruksi duodenum, insufisiensi vascular, dan tukak
yang berhubungan dengan radiasi dan kemoterapi.
Epidemiologi
- Prevalensi seumur hidup adalah 5% sampai 10%, risiko semakin meningkat seiring
dengan pertambahan usia.
- Tukak duodenum lebih sering dari tukak lambung dan terjadi pada pasien yang lebih
muda, lebih sering mengenai pria daripada wanita.
- H. pylori teridentifikasi pada 95%.
- Risiko tukak lambung dan tukak duodenum berkisar 11% sampai 30% untuk pasien yang
mendapat NSAID harian; jauh lebih tinggi bila pasien juga mendapat kortikosteroid; juga
meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal atas sebanyak 4 kali lipat, terutama pada
lansia.
Patofisiologi
- Tukak terbentuk bila terjadi kerusakan dalam pertahanan mukosa dan mekanisme
perbaikan yang normalnya melindungi lambung dan duodenum dari lingkungan asam dan
peptic pada saluran GI atas.
- Mekanisme pertahanan :
lapisan mucus dan bikarbonat pada permukaan mukosa merupakan sebuah buffer
dan mencegah difusi pepsin ke lapisan mukosa,
8
Barier mukosa pada tight cellular junction, faktor pertumbuhan, dan system
transport membrane menghilangkan kelebihan ion, mencegah difusi balik ion
hydrogen ke dalam mukosa,
Pasokan darah yang sangat banyak ke mukosa menghilangkan kelebihan ion
hydrogen dan mempertahankan aliran nutrisi untuk fungsi dan perbaikan sel
secara normal.
- H.pylori dan NSAID menyebabkan cedera jaringan sehingga mengakibatkan defek pada
satu atau lebih mekanisme pertahanan ini sehingga pada akhirnya memajankan mukosa
pada asam dan pepsin.
- H.pylori menyebabkan cedera jaringan melalui :
Produksi lipopolisakarida (LPS,endotoksin), protein toksik lainnya.
Stimulasi pelepasan mediator inflamasi (IL-1, IL-8, TNF).
Induksi gastritis aktif kronis dan gastritis atropikans.
Meningkatkan sekresi gastrin, pepsin, dan asam.
- NSAID menyebabkan penghambatan cyclooxygenase-1 (COX-1) yang mengakibatkan
penurunan sintesis prostaglandin yang bertanggung jawab terhadap perlindungan mukosa
(inhibitor cyclooxygenase-2 (COX-2) selektif menyebabkan toksisitas GI lebih rendah).
Risiko meningkat karena NSAID :
Menghambat sekresi bikarbonat dari mukosa lambung dan duodenum.
Menurunkan sekresi sel mucus.
Menghambat proliferasi dan penyembuhan mukosa.
Menyebabkan iskemia mikrovaskuler.
Menghambat regulasi fisiologis sekresi asam.
Merangsang adhesi neutrofil ke endotel splanknik.
- NSAID dan metabolitnya juga menyebabkan cedera mukosa local dengan memerangkap
ion hydrogen di dalam sel dan dengan mendorong penetrasi gastrin dan pepsin sampai ke
lapisan mucus lambung.
- Tukak lambung dapat terjadi walaupun tidak ada hiperasiditas, sementara tukak
duodenum hanya terjadi bila ada hiperasiditas dan berhubungan dengan peningkatan
sekresi asam basan dan setelah makan.
9
- Hipermotilitas lambung dan hipomotilitas duodenum berimplikasi pada duodenal ulcer,
sementara hipomotilitas lambung dan refluks pylorus berhubungan dengan gastric ulcer.
- Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di
duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin
berkurang.
Gejala Klinis
- Rasa terbakar epigastrik atau rasa lapar yang terjadi 2-3 jam setelah makan dan pada
malam hari, hilang sementara dengan antasida, sendawa, kembung, mual, muntah, cepat
kenyang, berat badan naik atau turun.
- Dengan komplikasi : nyeri berat tak tertahankan, nyeri menjalar ke punggung, muntah
proyektil, hematemesis melena, demam, hipotensi.
- Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala
lainnya.
- Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain,
seperti : Atrofi papil lidah, glositis.
Penatalaksanaan
Non-medikamentosa:
- Konsultasi terutama dengan spesialis gastroenterology bagi memastikan perdarahan GI.
- Terapi surgery untuk memberhentikan perdarahan, jika etiologinya akibat perdarahan.
- Transfusi packed red blood cell jika pasien dalam bahaya akibat hipoksia atau insufisiensi
koroner.
- Intervensi diet. Pastikan pasien menerima pasokan besi yang cukup dari diet terutama
bagi pasien dari kelompok ekonomi rendah.
Medikamentosa
Bagi pengobatan secara medikamentosa, dapat diberi obat seperti berikut:
10
- Terapi besi oral . Lebih mudah diabsorpsi dan morbiditas rendah. Tidak sesuai untuk
pasien akibat perdarahan usus kerana mampu memperparah penyakit. Ferrous sulfate: 50-
100 mg PO TID – 60 mg PO qd
- Terapi besi parenteral. Untuk pasien yang tidak dapat menerima preparat besi oral.
Terutama pada pasien akibat inflamasi/perdarahan usus. Ferrous sorbitol: 1.5 mg /per kg
bb IM qd
- Hindari NSAID non-selektif bila mungkin; bila tidak tambahkan inhibitor pompa proton
(PPI) (mis, omeprazole) yang terbukti lebih efektif dari misoprostol dalam mengurangi
tukak yang diinduksi NSAID.
- Inhibitor COX-2 selektif terbukti secara bermakna lebih aman dari NSAID terdahulu dan
harus dipertimbangkan sebagai alternative.
- Penyekat reseptor histamine-2 (H2) (simetidin, ranitidine, nizatidin) mengurangi pH
lambung dan efektif untuk penyembuhan tukak akut .
Tukak H.pylori
- Terapi yang paling efektif meliputi PPI ditambah 2 antibiotika (mis, klaritomisisn,
tetrasiklin, atau metronidazol).
Penutup
Daftar Pustaka
1. Mehta A, Hoffbrand V. At a glance hematologi. Erlangga; Jakarta. 2006. Hal 18-19
2. Isselbacher. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. EGC; Jakarta 1999. Hal 361
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta; Surabaya 2007. Hal 29
4. Brashers, Valentina L. Aplikasi klinis patofisiologi. EGC; Jakarta 2008. Hal 213-216
11