anemia pada kehamilan

21

Click here to load reader

Upload: uccikesilaga

Post on 22-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

koass obstetri dan ginekologi

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia pada kehamilan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Anemia adalah keadaan jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (Hb) berada

di bawah nilai normal. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar

hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada

trimester II.

Hemoglobin ( Hb ) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan

oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen

diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku

pembuat sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya

untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga untuk

memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari – hari ( Sin sin,

2010). Fungsi Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen

dan karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang

merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu

senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar

yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme

adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek

antara globin dengan heme.

Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari

10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia

gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah

35,00-45,00% (Mellyna, 2005).

Anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%. Pada

trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan

kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II (Sarwono P,

2002).

Anemia adalah kondisi ibu dengan jumlah protein sel darah merah dan zat pewarna

merah pada sel darah kurang dari 12% gram (Winkjosastro,2002) sedangkan Anemia dalam

kehamilan adalah kondisi ibu dengan jumlah protein sel darah merah dan zat pewarna merah

pada sel darah dibawah 11% gram pada usia kehamilan 4-7 bulan (Saifuddin,2002).

Anemia ditandai dengan rendahnya konsistensi hemoglobin (Hb) atau hematokrit nilai

ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit)

Page 2: Anemia pada kehamilan

dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang

berlebihan. (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007 : 201)

B. Frekuensi

Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang

tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Di dunia 34 % ibu

hamil dengan anemia dimana 75 % berada di negara sedang berkembang. Di Indonesia

prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 63,5%. Lautan (2001) dalam

Riswan (2003) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74 %)

menderita anemia. Di Malaysia Rosline dkk (2001) melaporkan dari 52 orang wanita hamil

yang menderita iron deficiency erythropoesis adalah 7 (13,5 %) dan 11 (61,1 %) mengalami

anemia defisiensi besi. Riswan (2003) melaporkan dari 60 wanita hamil, yang terdiri dari 20

orang trimester I, 20 orang trimester II, dan 20 orang trimester III, bila diambil batasan kadar

Hb < 11 gr/dl adalah anemia pada wanita hamil, maka didapatkan 32 orang (53,3 %)

mengalami anemia dengan distribusi 4 orang (20 %) pada trimester I, 14 orang (70 %) pada

trimester II, dan 14 orang (70 %) pada trimester III.

C. Etiologi

Etiologi anemia selama kehamilan sama dengan etiologi yang dijumpai pada wanita

yang tidak hamil, dan semua anemia yang sering yang sering terdapat diantara kaum wanita

dalam usia reproduktif dapat mempersulit kehamilan. Sebuah klasifikasi yang dibuat

terutama berdasarkan pada etiologi dan mencakup sebagian besar keadaan yang sering

menyebabkan anemia pada wanita hamil, diperlihatkan dalam tabel 1. Meskipun Kesalahan

laboratorium sebagai penyebab anemia yang terlihat belum diikutsertakan, hasil hasil dari

laboratorium klinik kadang kadang tidak akurat. Sumber kesalahan yang umunnya terdapat

selama kehamilan berasal dari laju pengeendapan darah yang cepat yang ditimbulkan oleh

hipofibrinogenemia pada kehamilan normal. Jika spesimen darah tidak tercampur dengan

baik segera sesudah pengambialn sampel, hasil pemeriksaan kemungkianan tidak akurat.

Kebanyakan alat otomatis yang digunakan sekarang mempunyai kemampuan pencampuran

yang konstan sehingga permasalahan ini dapat dihindari.

Page 3: Anemia pada kehamilan

Tabel 1

Sebab sebab anemia selama kehamilan

Akuisita

Anemia defisiensi besi

Anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah akut

Anemia akibat inflamasi atau keganasan

Anemia megaloblastik

Anemia hemolitik akuisita

Anemia hipoplastik

Herediter

Thalasemia

Hemoglobinopati sel sabit

Hemoglobinopati lainnya

Anemia hemolitik herediter

Perbedaan yang terlihat pada konsentrasi hemoglobin antara wanita hamil dan tidak

hamil ditambah lagi dengan fenomena hipovolemia yang sudah dikenal baik akibat

kehamilan normal, telah menyebabkan pemakaian istilah anemia fisiologis. Istilah ini kurang

tepat untuk menjelaskan suatu proses yang normal dan seharusnya sudah disingkirkan

mengingat pada dasarnya tidak ada anemia yang terjadi selama kehamilan yang normal. Jika

keadaan anemia didefinisikan sebagai suatu penurunan massa hemoglobin.

D. Patogenesa

Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal itu disebabkan karena dalam

kehamilan keperluan akan zat – zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan –

perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang

lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel – sel darah kurang

dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah.

Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30 %, sel darah 18 %, dan

hemoglobin 19 %. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologis

dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama – tama pengeceran itu

meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai

Page 4: Anemia pada kehamilan

akibat hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah

rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, pada

perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan

dengan apabila darah itu tetap kental.Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai

sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan

36 minggu. Hoo Swit Tjiong menemukan dalam penyelidikan berangkai pada 21 wanita di

R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dari kehamilan 8 minggu sampai persalinan dan 40

hari postpartum, bahwa kadar Hb, jumlah eritrosit, dan nilai hematokrit, ketiga – tiganya

turun selama kehamilan sampai 7 hari postpartum. Setelah itu ketiga nilai itu meningkat, dan

40 hari postpartum mencapai angka – angka yang kira – kira sama dengan angka – angka di

luar kehamilan. Hasil penyelidikan ini disokong oleh penyelidikan lain pada 3531 wanita

hamil yang dilakukan dalam waktu dan di rumah sakit yang sama.

E. Klasifikasi

Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah dikemukakan oleh para

penulis. Berdasarkan penyelidikan di anemia dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut:

a) Anemia defisiensi besi

b) Anemia megaloblastik

c) Anemia hipoplastik

d) Anemia hemolitik

e) Anemia lainnya

a) Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi terjadi sekitar 62,3 % pada kehamilan dan ia merupakan

anemia yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Hal ini disebabkan oleh kurang

masuknya besi dan makanan, karena gangguan resorpsi, ganguan penggunaan atau

karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan.

Keperluan besi bertambah dalam kehamilan terutama pada trimester terakhir.

Keperluan zat besi untuk wanita tidak hamil 12 mg, wanita hamil 17 mg dan wanita

menyusui 17 mg (Madiun,2009). Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis

dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga

gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia

bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala

Page 5: Anemia pada kehamilan

pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan

sistem neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.

Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-

gejala anemia akan jelas ( Suheimi,2007). Nilai ambang batas yang digunakan untuk

menentukan status anemia ibu hamil, berdasarkan pada kriteria World Health

Organization (WHO) tahun 1972, ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11

gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (< 8 g/dl). Berdasarkan hasil

pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar

11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00.

Diagnosis

Ciri-ciri:

1. Terjadi mikrositosis dan hipokromasi (anemia defisiensi berat)

2. Kadar serum zat besi rendah

3. Daya ikat serum zat besi tinggi

4. Protroporfirin eritrosit tinggi

5. Tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang

Pengobatan:

Kemasan zat besi dapat diberikan per oral atau perenteral.

Per oral : sulfas ferosus atau glukonas ferosus dosis 3-5 x 0,20 mg

Perenteral : diberikan bila ibu hamil tidak tahan pemberian per oral atau absorbsi

di saluran pencernaan kurang baik, kemasan diberikan secara intramuskular atau

intravena. Kemasan ini antara lain: imferon, jectofer, dan ferrigen. Hasilnya lebih

cepat dibandingkan per oral.

b) Anemia Megaloblastik

Anemia Megaloblastik terjadi sekitar 29% pada kehamilan. Kekurangan vitamin B12 atau

folat adalah penyebab anemia jenis ini. Anemia defisiensi B12 adalah anemia yang terjadi

karena tubuh kekurangan vitamin B12, sedangkan tubuh memerlukannya untuk membuat

sel darah merah dan menjaga sistem saraf bekerja normal. Hal ini biasa didapatkan pada

orang yang tubuhnya tidak dapat menyerap vitamin B12 karena gangguan usus atau

Page 6: Anemia pada kehamilan

sistem kekebalan tubuh atau makan makanan yang kurang B12 (Arisman,2004;

Fraser,2009; Wiknjosastro,2000).

Gejalanya adalah malnutrisi, glositis berat, diare dan kehilangan nafsu makan. Ciri-

cirinya adalah megaloblast, promegaloblast dalam darah atau sumsum tulang, anemia

makrositer dan hipokrom dijumpai bila anemianya sudah berat (Madiun,2009).

Pengobatan:

a. Asam folik 15 -30 mg /hari

b. Vitamin B12 3x1 tablet/hari

c. Sulfas ferosus 3x1 tablet/hari

d. Pada kasus berat dan pengobatan peroral hasilnya lamban sehingga dapat

diberikan tranfusi darah.

c) Anemia hipoplastik

Anemia hipoplastik terjadi sekitar 8% kehamilan dan ia disebabkan oleh sumsum

tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Etiologinya belum dikenal pasti.

Biasanya anemia hipoplastk karena kehamilan, apabila wanita tersebut telah selesai

masa nifas akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya biasanya

wanita mengalami anemia hipoplastik lagi. Ciri-cirinya adalah pada darah tepi

terdapat gambaran normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi

besi,asam folat atau vitamin B12, sumsum tulang bersifat normoblastik dengan

hipoplasia eritropoesis yang nyata (Madiun,2009).

Pengobatan :

Terapi dengan obat-obatan tidak memuaskan, pengobatan yang paling baik

adalah transfusi darah.

d) Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik yang tidak jelas sebabnya pada kehamilan, jarang dijumpai tetapi

mungkin merupakan entitas tersendiri dan pada kelainan ini terjadi hemolisis berat

yang dimulai pada awal kehamilan dan reda dalam beberapa bulan setelah

melahirkan. Penyakit ini ditandai oleh tidak adanya bukti mekanisme imunologik atau

defek intra atau ekstraeritrosit (Starksen et al,1983). Terapi kortikosteroid terhadap

ibu biasanya efektif. Disebabkan oleh penghancuran sel darah merah berlangsung

Page 7: Anemia pada kehamilan

lebih cepat daripada pembuatannya. Wanita dengan anemia ini sukar menjadi hamil,

apabila hamil maka biasanya anemia menjadi berat. Gejala proses hemolitik adalah

anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinuria, hiperurobilirubinuria

(Madiun,2009).

Pengobatan:

Tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan

oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah.

Namun pada beberapa jenis obat-obatan,hal ini tidak memberi hasil.Sehingga tranfusi

darah berulang dapat membantu penderita ini.

e) Anemia anemia lainnya

Seorang wanita yang menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia hemolitik

herediter atau yang diperoleh karena:

1. Malaria

2. penyakit ginjal menahun, penyakit hati, tuberkulosis, sifilis, tumor ganas dan

sebagainya dapat menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya menjadi lebih berat

dan mempunyai pengaruh tidak baik terhadap ibu dalam masa kehamilan,

persalinan, nifas, serta bagi anak dalam kandungan. Pengobatan ditujukan

kepada sebab pokok anemianya,misalnya antibiotika untuk infeksi, obat obat

anti malaria, antisifilis dan lain lain.

3. Cacing

Ascaris lumbricoides

Askariasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh A. lumbricoides

(cacing gelang) yang hidup di usus halus manusia dan penularannya melalui

tanah. Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di

seluruh dunia, frekuensi terbesar berada di negara tropis yang lembab, dengan

angka prevalensi kadangkala mencapai di atas 50%. Angka prevalensi dan

intensitas infeksi biasanya paling tinggi pada anak usia 5-15 tahun (Ditjen

PP&PL Dep.Kes. RI, 2005; Bethony dkk, 2006).

Page 8: Anemia pada kehamilan

Siklus hidup cacing ini membutuhkan waktu empat hingga delapan

minggu untuk menjadi dewasa. Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena

mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing yang

telah berkembang (telur berembrio). Telur yang telah berkembang tadi

menetas menjadi larva di usus halus. Selanjutnya larva bergerak menembus

pembuluh darah dan limfe usus mengikuti aliran darah ke hati atau ductus

thoracicus menuju ke jantung. Kemudian larva dipompa ke paru. Larva di

paru mencapai alveoli dan tinggal disitu selama 10 hari untuk berkembang

lebih lanjut. Bila larva telah berukuran 1,5 mm, ia mulai bermigrasi ke saluran

nafas, ke epiglotis dan kemudian esofagus, lambung akhirnya kembali ke usus

halus dan menjadi dewasa. Umur yang normal dari cacing dewasa adalah 12

bulan; paling lama bisa lebih dari 20 bulan, cacing betina dapat memproduksi

lebih dari 200.000 telur sehari. Dalam kondisi yang memungkinkan telur dapat

tetap bertahan hidup di tanah selama 17 bulan sampai beberapa tahun (Beaver

dkk, 1984; Markell dkk, 1999; Strikland, G.T. dkk , 2000).

Page 9: Anemia pada kehamilan

Patogenesa dan Manifestasi Klinis

Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh

migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi

tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar

(hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi, selain itu

cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi toksik

sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi

seperti urtikaria, odema di wajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas

(Rasmaliah, 2001).

Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti

obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-

organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat

menyumbat pernapasan penderita.

Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam

beberapa keadaan sebagai berikut :

1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat

rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.

2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam apendiks,

saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus. Bila cacing masuk

ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis supuratif dan

abses multiple. Peradangan terjadi karena desintegrasi cacing yang terjebak dan

infeksi sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam

jumlah yang besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histology (Soedarto,

1991 dalam Rasmaliah, 2001).

Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja

atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai

dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik

(Soedarto, 1991 dalam Rasmaliah, 2001).

Pencegahan dan upaya penanggulangan

Berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya

pencegahannya dapat dilakukan sebagai berikut :

Page 10: Anemia pada kehamilan

a. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene

keluarga dan higiene pribadi seperti :

- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.

- Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci

terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.

- Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah

dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.

Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun,

pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang

dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun

daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.

2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.

3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup

cacing misalnya memakai jamban/WC.

4. Makan makanan yang dimasak saja.

5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan

tinja sebagai pupuk.

b. Pengobatan penderita

Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban cacing

karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik dengan

akibat yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obat dapat digunakan

untuk mengobati Ascariasis, baik untuk pengobatan perseorangan maupun pengobatan

massal. Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak

chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan efek

samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini

berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan

mudah pemakaiannya (Soedarto, 1995). Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam

pengobatan adalah :

1. Mebendazol.

Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang baik.

Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa melihat umur,

Page 11: Anemia pada kehamilan

dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi

ektopik.

2. Pirantel Pamoat.

Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk

menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan dan

obat ini biasanya dapat diterima (“well tolerated”). Obat ini mempunyai keunggulan

karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat berspekturm luas ini

berguna di daerah endemik dimana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda

merupakan hal yang biasa.

3. Levamisol Hidroklorida.

Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang

menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis

tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat badan

< 10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan mebendazol.

4. Garam Piperazin.

Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius

vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan dalam

dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg piperazin). Reaksi

sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan mebendazol. Ada kalanya

dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan

vertigo.

F. Komplikasi

Efek Anemia Pada kehamilan, persalinan dan nifas

Anemia dapat terjadi pada ibu hamil,karena itulah kejadian ini harus selalu

diwaspadai. ( internet dan buku sinopsis)

- Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat

mengakibatkan abortus ( keguguran) dan kelainan kongenital.

- Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan : persalinan

premature, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam

rahim, asfiksia intrauterin sampai kematian, Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR), gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan

bisa mengakibatkan kematian.

Page 12: Anemia pada kehamilan

- Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his baik primer

maupun sekunder, janin akan lahir dengan anemia, dan persalinan

dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah.

- Saat pasca melahirkan anemia dapat menyebabkan: atonia uteri,

retensio plasenta, perlukaan sukar sembuh, mudah terjadinya febris

puerpuralis dan gangguan involusi uteri.

- Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat

anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas,

BBLR dan angka kematian bayi.

Efek anemia terhadap hasil konsepsi

Hasil konsepsi (janin, plasenta , dan darah) membutuhkan zat besi dalam

jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah merah dan pertumbuhannya, yaitu

sebanyak berat besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh besi dalam tubuh.

Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan besi dalam

hati, limpa, dan sum-sum tulang.( buku sinopsis)

Selama masih mempunyai cukup persediaaan besi, Hb tidak akan turun dan

bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan, pada

waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap

hasil konsepsi adalah : (buku sinopsis)

- Kematian mudigah (keguguran)

- Kematian janin dalam kandungan

- Kematian janin waktu lahir (stillbirth)

- Kematian perinatal tinggi

- Prematuritas

- Cacat bawaan

- Cadangan besi berkurang

G. Pencegahan anemia

Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan

asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh

dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat

ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang

Page 13: Anemia pada kehamilan

polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging

lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti

sereal yang diperkuat dengan zat besi.

Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen Fe dosis rendah 30

mg pada trimester ketiga ibu hamil non anemik (Hb lebih/=11g/dl), sedangkan untuk ibu

hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemen Fe sulfat 325 mg  60-65 mg,

1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat diberikan asam folat

1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga diberi

vitamin B12 100-200 mcg/hari.

H. Prognosis

Prognosis tergantung dari penyebab anemia dan ada tidaknya komplikasi yang timbul

akibat anemia tersebut.

Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak.

Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau komplikasi lain.

Anemia berat yang tidak terobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan

dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum, dan infeksi.

Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak

menunjukkan Hb yang rendah, namun cadangan besinya kurang, yang baru beberapa bulan

kemudian tampak sebagai anemia infantum.

Anemia megaloblastik dalam kehamilan umumnya mempunyai prognosis cukup baik.

Pengobatan dengan asam folik hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas

dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan, maka anemianya akan sembuh dan tidak akan

timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak keperluan akan asam folik jauh

berkurang. Sebaiknya, anemia pernisiosa memerlukan pengobatan terus-menerus, juga di luar

kehamilan. Anemia megaloblastik dalam kehamilan yang berat yang tidak diobati

mempunyai prognosis kurang abik. Angka kematian bagi ibu mendekati 50% dan bagi anak

90%.

Anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita dengan selamat mencapai masa

nifas, akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan-kehamilan berikutnya biasanya

Page 14: Anemia pada kehamilan

wanita menderita anemia hipoblastik lagi. Anemia aplastik (panmieloftisis) dan anemia

hipoblastik berat yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk, baik bagi ibu maupun bagi

anak.

Pada anemia jenis lain prognosis bagi ibu dan anak tergantung pada berat dan sebab

anemianya, serta berhasil tidaknya pengobatan.