anemia def. fe

38
ANEMIA DEFISIENSI BESI Anemia Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal. Anemia adalah suatu penyakit di mana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Kriteria anemia berdasarkan WHO yang digunakan di Indonesia adalah: - Hemoglobin < 10 g/dl - Hematokrit < 30% - Eritrosit < 2,8 juta/mm 3 Tanda-tanda Anemia 1. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L) 2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang 3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi pucat. Penyebab Anemia 1

Upload: marcelliawharsono

Post on 02-Feb-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anemia def Fe

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Def. Fe

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Anemia

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang

beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Anemia

dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per milimeter

kubik lebih rendah dari normal. Anemia adalah suatu penyakit di mana kadar hemoglobin

(Hb) dalam darah kurang dari normal.

Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia

dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik.

Kriteria anemia berdasarkan WHO yang digunakan di Indonesia adalah:

- Hemoglobin < 10 g/dl

- Hematokrit < 30%

- Eritrosit < 2,8 juta/mm3

Tanda-tanda Anemia

1. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)

2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang

3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi

pucat.

Penyebab Anemia

Anemia terjadi disebabkan oleh kekurangnya zat besi dalam darah, yang dibutuhkan

untuk pembentukan hemoglobin. Kekurangan besi dalam tubuh akan berakibat yaitu:

a. Kurangnya konsumsi makanan kaya besi, terutama berasal dari sumber hewani.

b. Kekurangan besi karena kebutuhan yang meningkat seperti pada kehamilan, masa

tumbuh kembang serta pada penyakit infeksi ( malaria dan penyakit kronis lainnya

misalnya TBC).

c. Kehilangan besi yang berlebihan pada perdarahan termasuk haid yang berlebihan ,

sering melahirkan dan infeksi cacing.

d. Ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh akan besi dibandingkan dengan

penyerapan dari makanan.

1

Page 2: Anemia Def. Fe

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di Negara maju

maupun Negara yang sedang berkembang. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai

kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi

yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang

timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong

(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin

berkurang.

Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka

sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun.

Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar

hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat

dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh.

Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat luas, antara lain terjadi perubahan

epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anak anak, kurangnya konsentrasi pada anak

yang mengakibatkan prestasi disekolahnya menurun, penurunan kemampuan kerja bagi para

pekerja sehingga produktivitasnya menurun. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya

untuk menggantikan zat besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi,

tergantung dari umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil,

menyusui serta wanita menstruasi. Oleh karena itu kelompok tersebut sangat mungkin

menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun

kurangnya intake besi dalam jangka panjang.

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang

ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang

rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat rendahnya kadar zat besi

dalam tubuh sehingga terjadi kekosongan persediaan cadangan besi tubuh dan menyebabkan

penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, sehingga pembentukan hemoglobin

berkurang1,4. Dilihat dari derajat beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi

dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: deplesi besi (iron depleted state) dimana cadangan

besi menurun, dicerminkan dengan penurunan feritin serum, tetapi penyediaan besi untuk

eritropoesis belum terganggu dan pasien belum menderita anemia; eritropoesis defisiensi besi

2

Page 3: Anemia Def. Fe

(iron deficient erythropoiesis) yaitu cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk

eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.

Ditandai dengan konsentrasi besi serum dan saturasi transferin yang rendah, kadar

reseptor transferin serum meningkat; anemia defisiensi besi yaitu cadangan besi kosong

disertai dengan anemia defisiensi besi yang ditandai dengan anemia hipokromik mikrositik,

besi serum menurun, TIBC (total iron-binding capacity) meningkat, saturasi transferin

menurun, feritin serum menurun, pengecatan besi sumsum tulang negatif, dan adanya respon

terhadap pengobatan dengan preparat besi.

Epidemiologi

Secara global, prevalensi anemia dari tahun 1993 – 2005 yang dilakukan oleh WHO

mengenai 1,62 milyar orang. Prevalensi tertinggi pada anak – anak sebelum sekolah (47,4%),

dan terendah pada pria (12,7%). Di Indonesia sendiri, pada tahun 2005, dilaporkan angka

anemia terjadi pada 9.608 orang. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia pada laki –

laki dewasa (16 – 50%), padawanita tak hamil (25 – 48%) dan pada wanita hamil (46 – 92%).

Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan baik oleh akibat pendarahan yang terjadi

menahun, rendahnya masukan besi ke dalam tubuh, terjadi gangguan absorpsi dalam tubuh,

dan akibat kebutuhan besi yang meningkat.

Anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh kehilangan besi sebagai akibat

pendarahan menahun, dapat berasal dari: saluran cerna (gastrointestinal) yaitu akibat dari

tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing

tambang; pendarahan yang terjadi dari saluran genital wanita seperti menorrhagia atau

3

Page 4: Anemia Def. Fe

metrorhagia; dari saluran kemih seperti hematuria (jarang ditemukan); dan dari saluran napas

seperti hemoptoe.

Anemia defisiensi besi oleh karena faktor nutrisi dapat berupa akibat kurangnya

jumlah kandungan besi total dalam makanan atau kualitas besi (bioavaibilitas) yang tidak

baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging). Anemia defisiensi besi

yang disebabkan oleh gangguan absorpsi besi dapat diakibatkan oleh gastrektomi dan

tropical sprue atau kolitis kronik. Anemia defisiensi besi dapat juga disebabkan oleh karena

kebutuhan besi dalam tubuh yang meningkat yaitu prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan, kehamilan, dan terapi eritropoietin.

Pada kebanyakan kasus anemia defisiensi besi yang terjadi pada orang dewasa,

penyebab utama terjadinya anemia defisiensi besi adalah pendarahan kronik, khususnya dari

uterus atau saluran cerna. Faktor nutrisi atau defisiensi dari makanan jarang sekali menjadi

penyebab tunggal anemia defisiensi besi.

Klasifikasi Defisiensi Besi

Defisiensi besi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:

1. Deplesi besi (Iron depleted state).: keadaan dimana cadangan besinya menurun, tetapi

penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.

2. Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis) : keadaan dimana cadangan

besinya kosong dan penyediaan besi untuk eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum

tampak anemia secara laboratorik.

3. Anemia defisiensi besi : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan sudah tampak

gejala anemia defisiensi besi.

Hematopoiesis

Hematopoiesis merupakan proses produksi (mengganti sel yang mati) dan

perkembangan sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi, maturasi

dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel menyebabkan peningkatan

atau pelipat gandaan jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan

sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi

menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda.

4

Page 5: Anemia Def. Fe

Tempat terjadinya hematopoiesis pada manusia :

1. Embrio dan Fetus

- Stadium Mesoblastik, Minggu ke 3-6 s/d 3-4 bulan kehamilan : Sel-sel

mesenchym di yolk sac. Minggu ke 6 kehamilan produksi menurun diganti organ-

organ lain.

- Stadium Hepatik, Minggu ke 6 s/d 5-10 bulan kehamilan : Menurun dalam waktu

relatif singkat. Terjadi di Limpa, hati, kelenjar limfe

- Stadium Mieloid, Bulan ke 6 kehamilan sampai dengan lahir, pembentukan di

sumsum tulang : Eritrosit, leukosit, megakariosit.

2. Bayi sampai dengan dewasa

Hematopoiesis terjadi pada sumsum tulang, normal tidak diproduksi di hepar dan

limpa, keadaan abnormal dibantu organ lain.

- Hematopoiesis Meduler (N)

Lahir sampai dengan 20 tahun : sel sel darah → sumsum tulang. Lebih dari 20

tahun : corpus tulang panjang berangsur – angsur diganti oleh jaringan lemak

karena produksi menurun.

- Hematopoiesis Ekstrameduler (AbN)

Dapat terjadi pada keadaan tertentu, misal: Eritroblastosis foetalis, An.Peniciosa,

Thallasemia, An.Sickle sel, Spherositosis herediter, Leukemia. Organ – organ

Ekstrameduler : Limpa, hati, kelenjar adrenal, tulang rawan, ginjal, dll.

Untuk kelangsungan hematopoesis diperlukan :

1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)

Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah,

termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti

fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai pluripotent (totipotent) stem cell.

Sel induk pluripotent mempunyai sifat :

a. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan pernah habis

meskipun terus membelah;

b. Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri;

c. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi-

fungsi tertentu.

5

Page 6: Anemia Def. Fe

Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat dibagi

menjadi :

a. Pluripotent (totipotent)stem cell : sel induk yang mempunyai yang mempunyai

kemampuan untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.

b. Committeed stem cell : sel induk yang mempunyai komitmet untuk berdiferensiasi

melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk yang termasuk golongan

ini ialah sel induk myeloid dan sel induk limfoid.

c. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya

beberapa jenis sel. Misalnya CFU-GM (colony forming unit-

granulocytelmonocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel granulosit

dan sel-sel monosit.

d. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu jenis

sel saja. Contoh CFU-E (colony forming unit-erythrocyte) hanya dapat menjadi

eritrosit, CFU-G (colony forming unit-granulocyte) hanya mampu berkembang

menjadi granulosit.

2. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang

Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel induk

tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi:

a) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang

b) Sel-sel stroma :

- Sel endotel

- Sel lemak

- Fibroblast

- Makrofag

- Sel reticulum

c) Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan proteoglikan.

3. Bahan-bahan pembentuk darah

Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :

6

Page 7: Anemia Def. Fe

- Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel.

- Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.

- Cobalt, magnesium, Cu, Zn.

- Asam amino.

- Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks dan lain-lain

4. Mekanisme regulasi

Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan

sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga sumsum

tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan tepat. Produksi komponen darah yang

berlebihan ataupun kekurangan (defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat yang

berpengaruh dalam mekanisme regulasi ini adalah :

a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factor) :

- Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)

- Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)

- Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)

- Thrombopoietin

- Burst promoting activity (BPA)

- Stem cell factor (kit ligand)

b. Sitokin (Cytokine) seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7, IL-8, IL-9, IL-

9, IL-10.

Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah sendiri, seperti

limfosit, monosit, atau makrofag, serta sebagian oleh sel-sel penunjang, seperti fibroblast dan

endotil. Sitokin ada yang merangsang pertumbuhan sel induk (stimulatory cytokine), sebagian

lagi menekan pertumbuhan sel induk (inhibitory cytokine). Keseimbangan kedua jenis sitokin

ini sangat menentukan proses hemopoesis normal.

c. Hormon hemopoetik spesifik yaitu Erythrpoietin : merupakan hormon yang dibentuk

diginjal khusus merangsang precursor eritroid.

d. Hormon nonspesifik

7

Page 8: Anemia Def. Fe

Beberapa jenis hormone diperlukan dalam jumlah kecil untuk hemopoesis, seperti :

- Androgen : berfungsi menstimulasi eritropoesis.

- Estrogen : menimbulkan inhibisi eritropoesis.

- Glukokortikoid.

- Growth hormon

- Hormone tiroid

Macam – macam hematopoiesis

1. Seri Eritrosit (Eritropoesis)

Perkembangan eritrosit ditandai dengan penyusutan ukuran (makin tua makin kecil),

perubahan sitoplasma (dari basofilik makin tua acidofilik), perubahan inti yaitu nukleoli

makin hilang, ukuran sel makin kecil, kromatin makin padat dan tebal, warna inti gelap.

Tahapan perkembangan eritrosit yaitu sebagai berikut :

a. Proeritroblas

Proeritroblas merupakan sel yang paling awal dikenal dari seri eritrosit. Proeritroblas

adalah sel yang terbesar, dengan diameter sekitar 15-20μm. Inti mempunyai pola

kromatin yang seragam, yang lebih nyata dari pada pola kromatin hemositoblas, serta

satu atau dua anak inti yang mencolok dan sitoplasma bersifat basofil sedang. Setelah

mengalami sejumlah pembelahan mitosis, proeritroblas menjadi basofilik eritroblas.

b. Basofilik Eritroblas

Basofilik Eritroblas agak lebih kecil daripada proeritroblas, dan diameternya rata-rata

10μm. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar, dan anak inti

biasanya tidak jelas. Sitoplasmanya yang jarang nampak basofil sekali.

c. Polikromatik Eritroblas (Rubrisit)

Polikromatik Eritoblas adalah Basofilik eritroblas yang membelah berkali-kali secara

mitotris, dan menghasilkan sel-sel yang memerlukan hemoglobin yang cukup untuk

dapat diperlihatkan di dalam sediaan yang diwarnai. Setelah pewarnaan Leishman

atau Giemsa, sitoplasma warnanya berbeda-beda, dari biru ungu sampai lila atau abu-

abu karena adanya hemoglobin terwarna merah muda yang berbeda-beda di dalam

8

Page 9: Anemia Def. Fe

sitoplasma yang basofil dari eritroblas. Inti Polikromatik Eritroblas mempunyai jala

kromatin lebih padat dari basofilik eritroblas, dan selnya lebih kecil.

d. Ortokromatik Eritroblas (Normoblas)

Polikromatik Eritroblas membelah beberapa kali secara mitosis. Normoblas lebih

kecil daripada Polikromatik Eritroblas dan mengandung inti yang lebih kecil yang

terwarnai basofil padat. Intinya secara bertahap menjadi piknotik. Tidak ada lagi

aktivitas mitosis. Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-sama dengan pinggiran

tipis sitoplasma. Inti yang sudah dikeluarkan dimakan oleh makrofagmakrofag yang

ada di dalam stroma sumsum tulang

e. Retikulosit

Retikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang kehilangan inti selnya, dan mengandung

sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih dapat mensintesis

hemoglobin. Retikulosit dianggap kehilangan sumsum retikularnya sebelum

meninggalkan sumsum tulang, karena jumlah retikulosit dalam darah perifer normal

kurang dari satu persen dari jumlah eritrosit. Dalam keadaan normal keempat tahap

pertama sebelum menjadi retikulosit terdapat pada sumsung tulang. Retikulosit

terdapat baik pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam sumsum tulang

memerlukan waktu kurang lebih 2 – 3 hari untuk menjadi matang, sesudah itu lepas

ke dalam darah.

f. Eritrosit

Eritrosit merupakan produk akhir dari perkembangan eritropoesis. Sel ini berbentuk

lempengan bikonkaf dan dibentuk di sumsum tulang. Pada manusia, sel ini berada di

dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Jumlah normal pada tubuh laki – laki

5,4 juta/μl dan pada perempuan 4,8 juta/μl. setiap eritrosit memiliki diameter sekitar

7,5 μm dan tebal 2 μm.

Perkembangan normal eritrosit tergantung pada banyak macam macam faktor,

termasuk adanya substansi asal (terutama globin, hem dan besi). Faktor-faktor lain,

seperti asam askorbat, vitamin B12, dan faktor intrinsic (normal ada dalam getah

lamung), yang berfungsi sebagai koenzim pada proses sintesis, juga penting untuk

pendewasaan normal eritrosit.

Pada sistem Eritropoesis dikenal juga istilah Eritropoiesis inefektif, yang dimaksud

Eritropoiesis inefektif adalah suatu proses penghancuran sel induk eritroid yang prematur

9

Page 10: Anemia Def. Fe

disumsum tulang. Choi, dkk, dalam studinya bahwa pengukuran radio antara retikulosit di

sumsum tulang terhadap retikulosit di darah tepi merupakan ukuran yang pentng untuk

bisa memperkirakan beratnya gangguan produksi SDM.

2. Seri Leukosit

a. Leukosit Granulosit / myelosit

Myelosit terdiri dari 3 jenis yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil yang mengandung

granula spesifik yang khas. Tahapan perkembangan myelosit yaitu :

1) Mieloblas

Mieloblas adalah sel yang paling muda yang dapat dikenali dari seri

granulosit. Diameter berkisar antara 10-15μm. Intinya yang bulat dan besar

memperlihatkan kromatin halus serta satu atau dua anak inti.

2) Promielosit

Sel ini agak lebih besar dari mielobas. Intinya bulat atau lonjong, serta anak

inti yang tak jelas.

3) Mielosit

Promielosit berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi mielosit. Pada proses

diferensiasi timbul grnula spesifik, dengan ukuran, bentuk, dan sifat terhadap

pewarnaan yang memungkinkan seseorang mengenalnya sebagai neutrofil,

eosinofil, atau basofil. Diameter berkisar 10μm, inti mengadakan cekungan

dan mulai berbentuk seperti tapal kuda.

4) Metamielosit

Setelah mielosit membelah berulang-ulang, sel menjadi lebih kecil kemudian

berhenti membelah. Sel-sel akhir pembelahan adalah metamielosit.

Metamielosit mengandung granula khas, intinya berbentuk cekungan. Pada

akhir tahap ini, metamielosit dikenal sebagai sel batang. Karena sel-sel

bertambah tua, inti berubah, membentuk lobus khusus dan jumlah lobi

bervariasi dari 3 sampai 5. Sel dewasa (granulosit bersegmen) masuk sinusoid-

sinusoid dan mencapai peredaran darah. Pada masing-masing tahap mielosit

yang tersebut di atas jumlah neutrofil jauh lebih banyak daripada eosinofil dan

basofil.

b. Leukosit non granuler

1) Limfosit

10

Page 11: Anemia Def. Fe

Sel-sel precursor limfosit adalah limfoblas, yang merupakan sel berukuran

relatif besar, berbentuk bulat. Intinya besar dan mengandung kromatin yang

relatif dengan anak inti mencolok. Sitoplasmanya homogen dan basofil.

Ketika limfoblas mengalami diferensiasi, kromatin intinya menjadi lebih tebal

dan padat dan granula azurofil terlihat dalam sitoplasma. Ukuran selnya

berkurang dan diberi nama prolimfosit. Sel-sel tersebut langsung menjadi

limfosit yang beredar.

2) Monosit

Monosit awalnya adalah monoblas berkembang menjadi promonosit. Sel ini

berkembang menjadi monosit. Monosit meninggalkan darah lalu masuk ke

jaringan, disitu jangka hidupnya sebagai makrofag mungkin 70 hari.

3. Seri Trombosit (Trombopoesis)

Pembentukan Megakariosit dan Keping-keping darah

Megakariosit adalah sel raksasa (diameter 30-100μm atau lebih). Inti berlobi secara

kompleks dan dihubungkan dengan benang-benang halus dari bahan kromatin. Sitoplasma

mengandung banyak granula azurofil dan memperlihatkan sifat basofil setempat.

Megakariosit membentuk tonjolantonjolan sitoplasma yang akan dilepas sebagai keping-

keping darah. Setelah sitoplasma perifer lepas sebagai keping-keping darah, megakariosit

mengeriput dan intinya hancur.

11

Page 12: Anemia Def. Fe

12

Page 13: Anemia Def. Fe

Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin

1. Fase Luminal

Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme.

Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya

13

Page 14: Anemia Def. Fe

tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan

bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari

ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi

reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.

2. Fase Mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.

Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali.

Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada

brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical

cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2),

mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor

melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi

masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan

melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi

dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi

bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.

Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin

membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel

mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan

kembali ke dalam lumen usus.

14

Page 15: Anemia Def. Fe

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur

oleh “set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta. Kemudian

pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel

absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu,

regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.

15

Page 16: Anemia Def. Fe

3. Fase Korporeal

Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus.

Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul

transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada

transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor =

Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas.

Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin

(clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk

endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi

pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke

sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor

transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan

kembali.

16

Page 17: Anemia Def. Fe

Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan

sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk

pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol

ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat

dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme

sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan

protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya.

17

Page 18: Anemia Def. Fe

Hubungan Vitamin C dan Zat Besi

Dalam absorbsi dan metabolisme zat besi, vitamin C mereduksi ferri menjadi ferro

dalam usus halus sehingga mudah di absorbsi. Vitamin C menghambat pembentukan

hemosiderin yang sukar di mobilisasi untuk membebaskan besi jika diperlukan. Absprbsi besi

dalam bentuk non heme meningkatkan empat kali lipat jika ada vitamin C berperan dalam

memindahkan besi dari transferin didalam plasma ke feritin hati. Vitamin C diperlukan dalam

penyerapan zat besi, dengan demikian vitamin C berperan dalam pembentukan hemoglobin,

sehingga mempercepat penyembuhan Anemia.

Patogenesis

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang

meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu

tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin

18

Page 19: Anemia Def. Fe

serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang

negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama

sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada

bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron

deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan

kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin

menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta

peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi

maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya

timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency

anemia).

Distribusi besi normal pada pria dan wanita (mg/kg)

Perbandingan tahap keseimbangan besi yang negatif

Manifestasi Klinis

1. Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)

dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala

19

Page 20: Anemia Def. Fe

ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan

di bawah kuku. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl

maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.

2. Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia

jenis lain adalah:

a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis

vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil

lidah menghilang.

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga

tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

e. Glositis, yaitu peradangan lidah dimana lidah membengkak dan berubah warna.

f. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa

g. Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web`

h. Atrofi mukosa gaster.

i. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala dari

anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif

tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan

pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang

dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

Anemia mikrositik hipokromik jika Hb < 12 g/dl (laki-laki), Hb < 10 g/dl

(perempuan tidak hamil).

2. Penentuan Indeks Eritrosit

Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau

menggunakan rumus:

20

Page 21: Anemia Def. Fe

a. Mean Corpusculer Volume (MCV)

MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan

zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV

merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan

anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit

dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan

makrositik > 100 fl.

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)

MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung

dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31

pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan

membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom <

30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer

Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan

menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma

sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada

kolom morfology flag. Hapusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositik,

anisositosis (banyak variasi ukuran eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentuk eritrosit),

sel pensil, kadang- kadang adanya sel target.

21

Page 22: Anemia Def. Fe

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)

Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif

baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia.

RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang

tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari

kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin.

MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari

kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap

menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.

22

Page 23: Anemia Def. Fe

5. Eritrosit Protoporfirin (EP)

EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa

tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut

kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi

terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh

transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei

populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI)

Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan

besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal

yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah

kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia,

rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain,

dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.

7. Serum Transferin (Tf)

Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum.

Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara

keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)

Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,

merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.

Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi

yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada

penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai

dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin

sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.

Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan

kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus

oleh plasma. Didapatkan besi serum turun < 50 mg/dl dan daya ikat besi total (total iron-

binding capacity, TIBC) meningkat > 350 mg/dl sehingga jenuh transferin kurang dari 10%

tersaturasi.

9. Serum Feritin

23

Page 24: Anemia Def. Fe

Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan

cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan

pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi,

yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik

untuk kekurangan zat besi.

Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak

menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran

yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik

untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita

dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria

meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun.

Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama

seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan

melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l

selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.

Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis,

infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai

Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben

(Elisa).

Pemeriksaan Sumsum Tulang

Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun

mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk

menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan

zat besi adalah tidak ada besi retikuler.

Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian

pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian

sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi

cadangan besi dalam populasi umum.

Diagnosis Laboratorik

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi, dapat dilakukan tiga tahap.

Tahap pertama menentukan ada tidaknya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau

24

Page 25: Anemia Def. Fe

hematokrit. Tahap kedua memastikan ada tidaknya defisiensi besi. Tahap tiga menentukan

penyebab terjadinya defisiensi besi.

Pada tahap pertama dan kedua, anemia deifisiensi besi dapat ditegakkan diagnosisnya

dengan menggunakan kriteria: Anemia hipokromik mikrositik pada hapusan darah tepi, atau

MCV < 80 fl dan MCHC 31% dengan salah satu a, b, c, atau d.

a. Dua dari tiga parameter: besi serum < 50 mg/dl; TIBC > 350 mg/dl; dan saturasi

transferin < 15%, atau

b. Feritin serum < 20 mg/l, atau

c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi

(butir-butir hemosiderin) negatif, atau

d. Dengan pemberian sulfat ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)

selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Kemudian pada tahap ketiga ditentukan penyebab dasar defisiensi besi. Tahap ini

adalah tahap yang paling rumit tapi sangat penting. Pada pasien dewasa difokuskan mencari

sumber pendarahan dengan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.

Diagnosis Banding

Anemia Defisiensi Besi

Anemia Akibat Penyakit Kronik

Thalassemia Anemia Sideroblastik

Derajat anemia Ringan sampai berat Ringan Ringan Ringan MCV Menurun Menurun / Normal Menurun Menurun /

Normal MCH Menurun Menurun / Normal Menurun Menurun /

Normal Besi serum Menurun < 30 Menurun < 50 Normal / ↑ Normal / ↑ TIBC Meningkat > 360 Menurun < 300 Normal / ↓ Normal / ↓ Saturasi transferin

Menurun < 15% Menurun / Normal 10-20%

Meningkat > 20%

Meningkat > 20%

Besi sumsum tulang

Negatif Positif Positif kuat Positif dengan ring sideroblast

Protoporfirin eritrosit

Meningkat (N < 30 mg/dl)

Meningkat Normal Normal

Feritin serum Menurun < 20 μg/l Normal 20-200 μg/dl

Meningkat > 50 μg/l

Meningkat > 50 μg/l

Elektrofoesis Hb

Normal Normal Hb. A2 meningkat

Normal

25

Page 26: Anemia Def. Fe

Terapi

Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya terapi pada

anemia ini berhasil. Dalam hal ini kausa yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi ini

harus juga diterapi.

Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

a. Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya

anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia

ini dengan mudah akan kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan

memberikan hasil yang diinginkan.

b. Terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara:

1. Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi yang banyak disukai

oleh kebanyakan pasien, hal ini karena lebih efektif, lebih aman, dan dari segi

ekonomi preparat ini lebih murah. Preparat yang ter sedia berupa:

- Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik, dengan dosis 3 x 200 mg,

diberikan saat perut kosong [sebelum makan]. Jika hal ini memberikan

efek samping misalkan terjadi mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare

maka sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan dengan makan atau

menggantikannya dengan preparat besi lain.

- Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah

daripada ferro sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama.

- Ferro Fumarat, Ferro Laktat. Waktu pemberian besi peroral ini harus

cukup lama yaitu untuk memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak,

maka anemia sering kambuh lagi.

Berhasilnya terapi besi peroral ini menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam

waktu kira-kira satu minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4

minggu, dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal

ini bukan berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus dilanjutkan sampai 6 bulan untuk

mengisi cadangan besi tubuh. Jika pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik,

perlu dipikirkan kemungkinan – kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi

parenteral.

Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi

peroral antara lain perdarahan yang masih berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidak

26

Page 27: Anemia Def. Fe

patuhan pasien dalam minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang, malabsorbsi, salah

diagnosis atau anemia multifaktorial.

2. Parenteral

Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan malabsorbsi berat,

penderita Crohn aktif, penderita yang tidak memberi respon yang baik dengan terapi besi

peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi atau memang dianggap untuk

memulihkan besi tubuh secara cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.

Ada beberapa contoh preparat besi parenteral:

- Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan

dilakukan berulang.

- Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat atau infus.

Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal dibandingkan dengan preparat

besi yang peroral. Selain itu efek samping preparat besi parental lebih berbahaya. Beberapa

efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi parenteral meliputi nyeri setempat

dan warna coklat pada tempat suntikan, flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea,

vomitus, nyeri punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis

dan kematian. Mengingat banyaknya efek samping maka pemberian parenteral perlu

dipertimbangkan benar benar. Pemberian secara infus harus diberikan secara hati-hati.

Terlebih dulu dilakukan tes hipersensitivitas, dan pasien hendaknya diobservasi selama

pemberian secara infus agar kemungkinan terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi.

Dosis besi parenteral harus diperhitungkan dengan tepat supaya tidak kurang atau

berlebihan, karena jika kelebihan dosis akan membahayakan si pasien. Menurut Bakta IM,

perhitungannya memakai rumus sebagai berikut:

Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb sekarang) x BB x 3

3. Terapi lainnya berupa:

a) Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan tinggi

protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.

b) Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini akan

membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg.

c) Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali

dengan indikasi tertentu.

27

Page 28: Anemia Def. Fe

Pencegahan

Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi

defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan

kesehatan masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi

masyarakat yang tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah yaitu dengan

memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di daerah pedesaan, atau daerah

yang terpencil.

Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan

cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan

yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal dari

protein hewani,yaitu daging dan penjelasan tentang bahan –bahan makanan apa saja yang

dapat membantu penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi.

Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang

melibatkan murid, guru dan orang tua dengan cara mensosialisasikan tentang cara hidup sehat

yaitu cuci tangan sebelum makan , makan makanan yang mengandung zat besi.

Pemberian suplementasi besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada ibu hamil

diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan kehamilannya sampai post

partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6

bulan. Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber

perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah tropik.

28