analysis water quality and heavy metal pb in barbonymus...

197
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu, 6-7 Juli 2019 301 ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN KAPIAT FISH (Barbonymus gonionotus) FROM KELINGGI RIVER LUBUKLINGGAU CITY Eka Lokaria* STKIP PGRI Lubuklinggau Sepriyaningsih STKIP PGRI Lubuklinggau ABSTRACT: This Study aims to determine the quality of water as wellas to know the presence or absence of heavy metal contamination of Pb in kapiat fish derived from the Kelinggi River at Lubuklinggau City.The research method is descriptive qualitative. Water Testing conducted with parameters DO, BOD, COD and Pb as well as testing the type of kapiat with heavy metal parmeters Pb. The result showed that the water quality of kelinggi river in good condition when viewed from pH, DO, COD and BOD because it is still in the range of water quality standard class III according to PP RI. 82 of 2001. Water and kapiat fish derived from kelinggi river have contained heavy metalcontamination Pb. The Result showed that the concentration value of heavy metals Pb is well below the threshold set according to PP RI. 82 of 2001 so that still can be utilized according to its alloment for fresh fish. KEYWORDS: Water Quality, Plumbum (Pb) and Kelinggi river. * Corresponding Author: STKIP PGRI Lubuk Linggau; Jl. Jl. Mayor Toha Kota Lubuk Linggau Sumatera Selatan PENDAHULUAN Berdasarkan Perda Kota Lubuklinggau No 1 tahun 2012, Sungai Kelingi merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Lubuklinggau. Sungai Kelingi melintasi Kota Lubuklinggau dimulai dari Kecamatan Lubuklinggau Barat II, Kecamatan Lubuklinggau Utara II dan Kecamatan Lubuklinggau Selatan II. Sungai tersebut memiliki panjang ± 70 kilometer dengan lebar antara 50-70 meter. Hulu Sungai kelingi berada di Bukit Barisan, Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Sungai ini bermuara di Sungai Beliti yang kemudian akan mengalir ke Sungai Musi. Tidak seperti Sungai Mesat, Sungai Kasie, Sungai Temam dan Sungai Kati, Sungai Kelingi memiliki 18 jeram saat melintasi Lubuklinggau (Ariansyah, et al., 2013). Kondisi saat ini disepanjang sungai Kelingi berdasarkan hasil observasi terdapat sampah limbah rumah tangga, baik organik, non organik dan limbah cair dari rumah- rumah warga di sekitar sungai Kelingi. Hal ini merupakan akibat aktivitas masyarakat yang ada di sekitar sungai kelingi seperti aktivitas, mandi, mencuci, penambangan tradisional batu koral dan pembungan limbah industri dan pertanian. Ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem sungai kelinggiyang secara signifikan berdampak pada penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan kematian biota air seperti ikan, dan ini akan sangat merugikan pendapatan nelayan disekitar sungai kelinggi. PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN: 978-602-5830-09-9

Upload: others

Post on 20-Jan-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

301

ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN

KAPIAT FISH (Barbonymus gonionotus) FROM KELINGGI RIVER

LUBUKLINGGAU CITY

Eka Lokaria STKIP PGRI

Lubuklinggau

Sepriyaningsih STKIP PGRI

Lubuklinggau

ABSTRACT This Study aims to determine the quality of water as wellas to know the presence or absence of heavy metal contamination of Pb in kapiat fish derived from the Kelinggi River at Lubuklinggau CityThe research method is descriptive qualitative Water Testing conducted with parameters DO BOD COD and Pb as well as testing the type of kapiat with heavy metal parmeters Pb The result showed that the water quality of kelinggi river in good condition when viewed from pH DO COD and BOD because it is still in the range of water quality standard class III according to PP RI 82 of 2001 Water and kapiat fish derived from kelinggi river have contained heavy metalcontamination Pb The Result showed that the concentration value of heavy metals Pb is well below the threshold set according to PP RI 82 of 2001 so that still can be utilized according to its alloment for fresh fish KEYWORDS Water Quality Plumbum (Pb) and Kelinggi river

Corresponding Author STKIP PGRI Lubuk Linggau Jl Jl Mayor Toha Kota Lubuk Linggau Sumatera Selatan

PENDAHULUAN

Berdasarkan Perda Kota Lubuklinggau No 1 tahun 2012 Sungai Kelingi

merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Lubuklinggau Sungai Kelingi

melintasi Kota Lubuklinggau dimulai dari Kecamatan Lubuklinggau Barat II

Kecamatan Lubuklinggau Utara II dan Kecamatan Lubuklinggau Selatan II Sungai

tersebut memiliki panjang plusmn 70 kilometer dengan lebar antara 50-70 meter Hulu

Sungai kelingi berada di Bukit Barisan Rejang Lebong Provinsi Bengkulu Sungai ini

bermuara di Sungai Beliti yang kemudian akan mengalir ke Sungai Musi Tidak

seperti Sungai Mesat Sungai Kasie Sungai Temam dan Sungai Kati Sungai Kelingi

memiliki 18 jeram saat melintasi Lubuklinggau (Ariansyah et al 2013)

Kondisi saat ini disepanjang sungai Kelingi berdasarkan hasil observasi terdapat

sampah limbah rumah tangga baik organik non organik dan limbah cair dari rumah-

rumah warga di sekitar sungai Kelingi Hal ini merupakan akibat aktivitas masyarakat

yang ada di sekitar sungai kelingi seperti aktivitas mandi mencuci penambangan

tradisional batu koral dan pembungan limbah industri dan pertanian Ini akan

mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem sungai kelinggiyang secara signifikan

berdampak pada penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan kematian biota

air seperti ikan dan ini akan sangat merugikan pendapatan nelayan disekitar sungai

kelinggi

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA

302

Limbah dari industri seperi industri kelapa sawit yang ada di sungai kelingi

merupakan salah satu sumber pencemaran berupa logam berat Pb dan Cu yang

diperoleh melalui proses industri kelapa sawit Logam Berat Pb dan Cu di sungai akan

berdampak negative bagi organisme yang ada karena daya racun yang dimiliki dapat

menghambat kerja enzim dalam proses fisiologis dan menggangu metabolisme tubuh

organisme Logam berat tersebut akan tetap terakumulasi dalam tubuh ikan dan bila

kadar logam berlebih maka akan sangat berbahaya bagi kesehatan bila ikan tersebut

dikonsumsi masyarakat Sungai kelingi khususnya daerah petunang kabupaten Musi

Rawas sungainya sangat tercemar akibat adanya aktivitas pembuangan limbah

industry kelapa sawit

Samitra amp fakhrurrozi 2017 keanekaragaman ikan di sungai kelinggi diperoleh

data bahwa ikan jenis Barbonymus gonionotus atau lebih dikenal masyarakat

lubuklinggau ikan kapiat merupakan komposisi terbesar di sungai kelinggi

Barbonymus gonionotus atau ikan kapiat merupakan ikan yang paling banyak

ditangkapikan yang mendominasi perairan sungai kelingi Melimpahnya Barbonymus

gonionotus dikarenakan Sungai Kelingi merupakan habitat yang baik dimana kelimpahan

makanan cukup banyak tidak adanya persaingan dari spesies lain untuk mendapatkan

makanan Sungai Kelingi merupakan habitat ideal bagi Barbonymus gonionotus karena

ikan tersebut hidup pada sungai yang berarus lambat (Rainboth 1996) Maka untuk

mengetahui tingkat pencemaran melalui analisi kadar logam berat Pb di analisis

dengan spektofotometer UV- Vis

METODE PELAKSANAAN

Jenis penelitian kuntitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif

Metode penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan

kondisi kualitas air serta cemaran logam Pb pada ikan kapiat yang berasal dari sungai

kelinggi kota lubuklinggau berdasarkan observasi ke lapangan dan pemeriksaan di

laboratorium

Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data kondisi air di sungai kelingi kota

Lubuklinggau meliputi

1 Derajat keasaman (pH) (SNI 6989572008)

2 Oksigen terlarut (DO) (SNI 06-698914-2004)

3 Kebutuhan oksigen bioogis (BOD) (SNI 6989722009)

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

303

4 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) (SNI 698922009)

5 Analisis cemaran logam Pb pada Ikan Kapiat (SNI 235452011)

Teknik analisa data yang digunakan analisa deskriftif dengan memaparkan hasil

penelitian kualitas air dibandingkan dengan criteria mutu air berdasarkan kelas III

peraturan pemerintah RI No 82 Tahun 2001 dan analisis cemaran logam Pb pada

ikan kapiat debandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat yang

terdapat dalam bahan pangan ikan segar berdasarkan SNI 27292013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman rata-rata yaitu 856 kondisi ini merupakan derajat keasaman

yang cukup baik Syamsudin (2014) menyatakan bahwa pH optimal bagi biota yakni

65-9 Nurdin (2009) pada umumnya nilai pH di perairan rendah akan rendah terkait

dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya

Dissolved Oxygen (DO)

SNI (06-698914-2004) menjelaskan bahwa DO merupakan jumlah milligram

oksigen yang terlarut dalam air atau air limbah yang dinyatakan dengan mgO2L

diperoleh rata-rata 62166 mgL Effendi (2003) kadar oksigen terlarut di perairan

alami biasanya kurang dari 10 mgL Air di sungai kelinggi memiliki kadar oksigen

yang terlarut cukup baik hal in disebbakan sungai kelinggi memiliki arus aliran air

yang cukup baik selain itu banyaknya tumbuhan liar di sekitar sungai menjadikan

sungai kelinggi kaya akan kandungan oksigen terlarut

Biological Oxygen Demand (BOD)

Diperoleh rata-rata 105023 mgL besarnya kosentrasi BOD mengindikasikan

bahwa perairan tersebut telah tercemar (Mahyudin dkk 2015) Tingginya kadar bod

disebabkan karena banyaknya bahan buang organik yang mengalir ke daerah sungai

hal ini akibat dari padatnya penduduk disekitar sungai Syamsudin (2014) klasifikasi

tingkat pencemaran berdasarkan nilai BOD masih tergolong tercemar sedang Tetapi

jika dibandingkan dengan standar mutu kualitas air kelas III (PP RI No82 tahun

2001) kurang baik peruntukannya

Chemical Oxygen Demand (COD)

COD menggambarkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme dalam air untuk mengurai atau mengoksidasi bahan orgnik yang sulit

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA

304

terurai dalam perairan dinyatakan dengan MgO2L diperoleh rata-rata nilai COD

sebesar 44 4345 mgL berdasarkan PP RI No 82 Tahun 2001 kriteria baik sebesar 50

mgL sehingga air dalam kondisi baik Oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen

yang terdapat di udara dan hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton

Kelarutan oksigen juga di pengaruhi suhu yaitu akan mengalami penurunan pada

suhu yang meningkat Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh semua biota air yaitu

untuk respirasi aktivitas biota air dan penguraian bahan organic oleh bakteri

decomposer

Logam Berat Pb pada ikan kapiat

Loga berat Pb dapat berasal dari partikel logam yang terdapat di udara yang

terbawa air hujan aktivitas manusia seperti indutri maupun limbah rumah tangga

lainnya logam ini dapat terakumulasi pada ikan yang terdaat di sungai kelinngi salah

satu jenis ikannya yakni ikan kapiat Hasil Penelitian menunjukkan kadar Pb 0137

mgkg Berdasarkan SNI 27292013 logam Pb yang dikandung pada ikan kapiat

berada dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yakni sebesar 03

mgkg

Keberadaan logam Pb dalam tubuh ikan kapiat tidak melebihi ambang batas

yang diizinkan namun engkonsumsi ikan yang sudah tercemar oleh logam berat perlu

diwaspadai mengingat sifat logam yang dapat terakumulasi dalam organ ubuh jika

dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah yang banyak Palar (2004) logam Pb

merupakan logam nonesensial yang keberadaanya dalam tubuh mahluk hidup idak

diharapkan Keberadaan logam Pb dalam tubuh seringkali menghambat logam

esensial dalam aktivitas kera enzim dan bersifat menghambat kerja enzim

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan cemaran logam Pb pada ikan kapiat

dapat disimpulkan bahwa kualitas air di sungai kelinggi kota Lubuklinggau dalam

kondisi baik dilihat dari parameter pH DO COD dan BOD Ikan kapiat telah

mengandung cemaran logam berat namun nilai kandungan logam berat berada

dibawah ambang batas yang ditetapkan menurut PP RI No 82 Tahun 2001 yaitu

0137 mgkg maksimum yakni 03 mgkg

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

305

REFERENSI

Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian

Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan

Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian

UNIB

Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta

Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)

Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan

Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu

kelautan Universitas Hasanuddin Makasar

Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of

the Cambodian Mekong FAO Italy

Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota

Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018

SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut

Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi

(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara

Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional

SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia

(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer

Badan Standarisasi Nasional

Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor

Pertanian Makassar Pjar Press

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

306

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN

BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN

PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI

Devi Silsia Universitas Bengkulu

Syafnil Universitas Bengkulu

Irma Manik Universitas Bengkulu

ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371

Indonesia Email devisilsiaunibacid

PENDAHULUAN

Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan

manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun

diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi

selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan

saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat

transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan

busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan

penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan

beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk

pembersih kulit yang diminati

Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara

basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau

lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan

sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun

minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi

karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

307

terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan

busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya

cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)

Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak

dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond

merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari

bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan

kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan

meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan

mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika

minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi

produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat

pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk

oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun

transparan

Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih

memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan

tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam

penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk

kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat

dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat

menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan

nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada

sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang

dihasilkan (Apriyani 2013)

Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh

dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk

kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi

yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri

pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya

7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk

kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma

yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et

al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi

sebagai aroma pada pembuatan sabun cair

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

308

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun

transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui

sabun transparan yang paling disukai panelis

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil

dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP

Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir

akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah

gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot

plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer

dan satu set pendingin tegak

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3

ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga

diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat

dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan

No Bahan Perlakuan

1 2 3

1 Minyat sawit (g) 60 60 60

2 Asam stearate (g) 21 21 21

3 NaOH 30 (g) 60 60 60

4 Etanol 96 (g) 45 45 45

5 Gliserin (g) 39 39 39

6 Gula pasir (g) 45 45 45

7 Akuades (g) 252 252 252

8 NaCl (g) 06 06 06

9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02

10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

309

Tahapan Penelitian

(1) Pemurnian Minyak Sawit

Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu

80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran

dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching

dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama

30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan

proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya

(2) Pembuatan Sabun Transparan

Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada

metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang

sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu

70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat

dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu

diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan

pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan

terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan

proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian

suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan

ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring

dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan

selama 24 jam pada suhu ruang

Parameter yang Diamati

Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air

dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan

menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran

tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)

kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan

tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan

terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis

diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash

5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

310

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit

telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan

pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik

fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada

Gambar 1

Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit

Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini

selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis

yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat

kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan

karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam

produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air

yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada

saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades

yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil

sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan

dapat dilihat pada Gambar 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

311

Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293

Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan

minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam

sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-

1994) yaitu sebesar 15

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika

dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini

diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak

sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari

hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang

digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh

putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang

menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat

transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa

disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent

Kekerasan

Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan

Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau

perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari

lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan

penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan

seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik

2113

2273 2293

20

205

21

215

22

225

23

235

1 2 3

Kadar Air ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

312

Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang

digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang

dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam

palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan

busa

Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4

Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari

Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml

adalah sabun yang paling lunak

Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada

penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini

disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada

sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun

transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka

kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang

ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No

06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan

Stabilitas Busa

Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun

Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit

dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah

mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga

0020

0024

0022

0018

0019

0020

0021

0022

0023

0024

0025

1 2 3

Kekerasan (mmgs)

Penambahan Minyak Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

313

berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat

pada Gambar 6

Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan

Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1

ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih

tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana

pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga

karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas

7778

6516

6892

58

60

62

64

66

68

70

72

74

76

78

80

1 2 3

Stabilitas Busa ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

314

busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang

digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan

asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam

palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit

pH

Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran

nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-

3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi

mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi

bersifat asam

Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi

Penambahan minyak kalamansi (ml) pH

1 1075

2 1073

3 1062

Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun

Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH

(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian

Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara

978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi

Kadar Alkali Bebas

Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam

minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari

reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu

setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi

berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat

disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan

untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki

kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium

hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan

cepat

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

315

Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini

berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar

alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml

Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak

jeruk kalamansi

Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini

diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis

Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa

Tingkat Penerimaan Panelis

Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan

konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan

adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun

tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat

kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat

pada Tabel 3

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap

warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan

yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini

diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki

019

015

018

0

002

004

006

008

01

012

014

016

018

02

1 2 3

Alkali Bebas ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

316

warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah

Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen

Parameter

Uji

Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan

dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi

1 ml 2 ml 3 ml

Warna 360 352 336

Aroma 348 392 356

Transparansi 372 328 328

Tekstur 384 376 368

Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam

range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan

penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis

terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan

utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya

menguap

Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada

sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi

sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan

sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka

faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan

Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba

tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur

keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat

pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384

Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut

Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan

SIMPULAN

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293

kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075

dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis

adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak

sawit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

317

REFERENSI

Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From

Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering

Information Technology 5(4) 349-356

Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan

httpeprintsumsacid

Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016

Dewan Standarisasi Nasional Jakarta

Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit

Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44

Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi

Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun

Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53

Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan

Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk

httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-

46informasi-teknologi

Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri

Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal

Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68

Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker

2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal

Plants Medicines 3 (2) 2-11

Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on

Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of

Surfactant and Detergent 2(4) 489-493

Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB

Information Series MPOB TT No 433

Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan

Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

318

pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri

Pertanian 9 (2)82-88

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap

Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas

Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk

Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS

PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455

Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil

Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Bengkulu

WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan

Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan

Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung

5(3) 125-136

Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin

Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor Bogor

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

319

RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)

Di LAHAN MASAM BENGKULU

Herlina Universitas Dehasen

Bengkulu

Evi Andriani Universitas Dehasen

Bengkulu

ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land

Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32

Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid

PENDAHULUAN

Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang

termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia

Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar

dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di

wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)

Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah

diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem

pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin

2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri

seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al

2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

320

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan

rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880

mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun

-1

(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar

garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi

(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1

) dan suhu rendah antara 9-10 oC

(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata

14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun

-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)

Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi

(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah

dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl

dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan

produksi biji sebesar 36305 kg ha-1

dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1

Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum

maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian

550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC

tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah

Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam

aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)

Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$

244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di

Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal

yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah

satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar

25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)

Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah

mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi

beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya

jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya

spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi

tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar

lingkungan tumbuh optimalnya

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

321

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari

India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu

pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan

Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf

yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis

pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi

pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan

diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan

percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman

tengah

Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai

perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam

polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan

berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian

belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya

ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih

diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5

M

kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per

polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag

pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur

pertanian 2 g per polibag

Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban

dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan

terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black

spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian

dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)

pada taraf kepercayaan 95

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Lingkungan Tumbuh

Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

322

laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi

organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil

tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas

maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman

kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi

beberapa enzim

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan

hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-

174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia

khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan

asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu

minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan

masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini

Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan

tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu

Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam

Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman

secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman

memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya

untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan

toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu

spesies atau aksesi (Dubey 1995)

00

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Su

hu

(oC

)

T Max T Min T Harian

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kele

mb

ab

an

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

323

Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman

Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan

tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka

tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti

perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan

hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda

diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan

mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat

melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini

Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun

Jenis Pupuk Kandang

Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata

terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman

yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal

sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi

Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang

digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan

diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga

daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi

penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman

suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh

optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam

meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al

(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah

pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun

Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai

luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait

sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara

umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan

perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

324

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang

merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi

dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar

bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun

tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait

dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan

biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain

menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-

organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan

perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap

aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas

pertumbuhan tanaman

Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b

Jenis Pupuk Kandang

Klorofil-a Klorofil-b

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062

ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a

Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil

Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan

klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan

antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang

sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total

klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan

klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan

aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika

tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria

penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

325

terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau

pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi

oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio

klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol

dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel

3)

Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b

ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya

cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam

aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut

berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman

Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam

menghadapi cekaman

Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan

antosianin

Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399

ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a

Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India

paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru

sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang

relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil

paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media

tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat

sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi

Kuwait dibanding kontrol

Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu

menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan

lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada

klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri

dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

326

terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada

Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)

Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah

fisiologis jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Tebal Daun (cm)

Luas Daun (cm

2)

Klorofil-a Klorofil-b

Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria

Kuwait 0196 bc 0215 a

4109 a 2934 d

1156 ab 1092 ab

0442 a 0392 c

Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria

Kuwait 0180 d 0205 ab

3706 bc 2895 d

1178 a 1154 ab

0448 a 0413 b

Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi

jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin

Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria

Kuwait 1598 a 1483 bc

0378 de 0374 de

0048 a 0046 a

Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria

Kuwait 1616 a 1567 ab

0399 cd 0436 ab

0028 c 0043 ab

Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter

peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin

kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang

pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai

terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi

pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat

menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid

merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

327

tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya

terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)

SIMPULAN

Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat

dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih

tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi

Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman

jintan hitam

REFERENSI

Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella

sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50

Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on

the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of

Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51

[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013

Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik

Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated

vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins

Plants (Basel) 3(4) 498-512

Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook

of Plant and Crop Stress

Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM

Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik

dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

hlm 59-82

Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi

Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron

Indonesia 2017 45(3) 323 -330

Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

328

Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella

sativa L

to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897

AJAR111813

Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of

temperature

to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and

Apllied Research 20(1) 1-9

Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009

Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some

soil properties World J Agri Sci (5)408-414

Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some

Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150

Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006

Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk

efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140

Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi

pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di

Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46

Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-

review International Research Journal of Pharmacy 236-39

Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan

hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J

Agron Indonesia 42(2)158-165

Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral

reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental

stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg

101016S0034-4257(02)00010-X

Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis

Sekolah Pascasarjana IPB Bogor

Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc

Publisher Massachussetts 782 p

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

329

Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural

practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under

rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397

Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield

and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in

Environmental Biology 6855-858

Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in

salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

330

OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING

TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN

Pasar Maulim

Silitonga Universitas Negeri

Medan

Melva Silitonga Universitas Negeri

Medan

Meida Nugrahalia Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email

pasarsilitongagmailcom

PENDAHULUAN

Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme

patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan

dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan

membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara

mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap

antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut

(imunisasi pasif)

Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu

immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005

Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

331

antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio

melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika

kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif

sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah

memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah

diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani

2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian

permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap

butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam

yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan

40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur

adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin

B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal

posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan

mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga

dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi

IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY

anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen

(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan

suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku

umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin

dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit

lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi

Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh

invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia

dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara

biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga

dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal

(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya

bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin

dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning

telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat

perlu dilakukan

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

332

METODE PELAKSANAAN

Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)

siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang

dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut

Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada

media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi

pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5

ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml

NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk

menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air

pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin

untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)

Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan

suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan

dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat

yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan

Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu

Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum

komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari

adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air

minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal

2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml

(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut

Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga

dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur

diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan

pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan

kadar IgY anti diare kuning telur

Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam

kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY

secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)

Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast

Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

333

IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-

masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji

agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai

dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh

bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur

ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil

Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan

Tingkatan yang Berbeda

Ulangan

Tingkatan Piridoksin

S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi

1 + + +

2 + + +

3 + + +

4 + + +

Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP

IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji

AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY

setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap

perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi

Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda

Peubah

Tingkatan Piridoksin

S1

Defisiensi

S2

Normal

S3

Suplementasi

Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a

2046 plusmn0043b

2134 plusmn 0044c

Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir

Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL

Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh

tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam

(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

334

IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi

IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi

piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam

kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan

1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi

peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam

White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan

mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi

empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu

menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil

penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus

sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada

ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122

plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan

adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur

berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning

telur

SIMPULAN

Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah

dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning

telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana

produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin

Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin

berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur

ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang

diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan

pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan

berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

335

REFERENSI

Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta

Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi

Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori

Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15

Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin

untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor

Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor

Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing

Alternative Promega Notes Magazine (46) 11

Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY

antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41

NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak

Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi

Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-

1094

Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006

Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7

(3) 92-103

SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of

IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31

(1) 109-122

Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi

Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328

Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam

Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan

diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan

Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

336

Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y

spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28

Universitatis Upsaliensis Upsala

Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah

Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40

Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi

IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam

Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

337

KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA

HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA

Buhani Universitas Lampung

Ismi Aditya Universitas Lampung

Suharso Universitas Lampung

ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri

Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid

PENDAHULUAN

Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara

luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri

tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan

sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et

al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon

aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat

Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil

terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al

2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat

pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa

et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan

pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah

sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan

Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah

limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda

adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping

yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

338

Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis

adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang

memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan

secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)

Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk

menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al

2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa

kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat

jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris

dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan

secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk

granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai

upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan

berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)

Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan

adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV

dan MB dalam larutan

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian

ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil

ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa

Pembuatan adsorben HASS

Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat

konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus

hingga ukuran 100-200 mesh

Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka

(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam

tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan

ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram

biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan

pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

339

dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk

disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci

dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan

menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben

HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR

Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur

dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)

Eksperimen adsorpsi

Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan

menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model

kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi

zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk

menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB

diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang

gelombang λmax =591 dan 664 nm

Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa

adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)

(1)

Dimana Co dan Ce (mg L-1

) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum

dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume

larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1

)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karaterisasi adsorben

Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer

IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS

dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi

prekursor

Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat

serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1

menunjukkan

vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada

siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1

Pita

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

340

serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1

menunjukkan vibrasi ulur

asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1

muncul

puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada

bilangan gelombang 163564 cm-1

muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH

dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)

Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan

pada bilangan gelombang 3387 cm-1

yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang

tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal

dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga

Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1

menunjukkan adanya

vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada

daerah bilangan gelombang 165878 cm-1

dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1

menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik

serapan dari biomassa alga Spirulina sp

Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

341

Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita

serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1

yang merupakan vibrasi

ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang

79467 cm-1

merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada

daerah 45000 cm-1

menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1

muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)

Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan

munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-

1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-

OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1

disebabkan oleh pengurangan gugus

silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et

al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)

0 2 4 6 8 10 12keV

0

2

4

6

8

10

12

14

cpseV

O Si C

Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS

Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil

hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis

morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben

HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa

unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini

menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika

dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

342

Pengaruh pH

Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan

menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar

3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan

adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat

pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan

adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika

mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan

carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika

yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi

kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif

HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak

optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna

CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan

interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs

aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)

Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi

ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada

adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)

Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh

adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min

dan temperatur 27C)

15

20

25

30

35

40

0 2 4 6 8 10 12

q (

mg

g-1

)

pH

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

343

Kinetika Adsorpsi

Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS

dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS

dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4

dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat

Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit

ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan

pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah

mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan

kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi

Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB

teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL

pH=8 dan temperatur 27C)

Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada

Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan

menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2

(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)

tk

qqq tte3032

log)log( 1 (2)

0

10

20

30

40

50

0 15 30 45 60 75 90 105

q (

mg

g-1

)

Waktu (menit)

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

344

eet q

t

qkq

t

2

2

1

(3)

Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan

bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS

cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai

koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika

pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan

0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)

Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat

pewarna MB dan CV pada adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

345

Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB

dan CV pada adsorben HASS

Adsorbat

Pseudo orde satu Pseudo orde dua

qe

(mg g-1

)

k1 (1 min-1

) R2 k2

(g mg-1min

-1)

R2

MB 43960

0101 0870 0204

0970

CV 42570 0086 0974 0302

0960

SIMPULAN

Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru

(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan

MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo

orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat

pewarna CV dan MB dalam larutan

REFERENSI

Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009

Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from

aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365

Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I

2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for

organic dye removal J Clean Prod 137 189-194

Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite

nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution

Appl Surf Sci 333 68ndash77

Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting

cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and

capacity of Cd2+

ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429

Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition

of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-

silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

346

Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)

Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass

modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80

203ndash213

Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of

Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in

solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880

Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion

in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-

silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870

Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica

through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci

Res 51(4) 467ndash476

Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with

silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from

solution Orient J Chem 28(1) 271-278

Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar

A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of

operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152

443-453

Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration

with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene

blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287

Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from

aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of

Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10

Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)

Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium

and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888

Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green

algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater

152 407-414

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

347

Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass

derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci

Technol 24 220-228

Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-

polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng

5(1)103-113

Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015

Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective

removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-

75

Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira

SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers

on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-

322

Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption

of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut

tree J Hazard Mater B136 800ndash808

Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene

blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm

thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash

359

Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by

Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111

Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated

mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal

removal J Hazard Mater 152 690-698

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

348

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI

TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN

POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung

Mangkurat

Ria Shafitri ARH Universitas Lambung

Mangkurat

Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)

Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru

70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid

PENDAHULUAN

Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik

sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri

semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)

cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri

farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)

Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin

meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai

skala mikron atau bahkan nano

Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida

logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk

pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa

keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan

kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan

memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

349

Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan

metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut

yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor

silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir

kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate

(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate

Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode

sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan

penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)

melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran

nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran

1336 1501 dan 50 nm

Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran

nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat

yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)

melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus

mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG

dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk

agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan

menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga

penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang

seragam

Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan

karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan

polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk

memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan

15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel

nanosilika yang dihasilkan

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar

laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

350

statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace

timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha

P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern

Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron

Microscopy (SEM) (JCM-6000)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate

(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000

(PEG-6000) (Merck) dan akuades

Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel

Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL

dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan

pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia

dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan

diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan

dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus

terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur

600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)

Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi

dengan FTIR SEM dan PSA

Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)

Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian

dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al

2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan

Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15

Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG

Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama

dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG

pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol

silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer

Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam

Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum

dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk

disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

351

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan

Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi

silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15

(bv))

Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG

10 dan (c) Ns-PEG 15

Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya

pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan

metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak

yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak

PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000

telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi

Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1

merupakan pita serapan dari

vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan

bilangan gelombang 794 cm-1

menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus

siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi

dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari

TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-

Si

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

352

Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10

dan (c) Ns-PEG 15

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel

nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi

PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi

nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa

permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang

mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada

permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang

lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua

partikel lebih homogen dan lebih kecil

Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)

sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000

No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter

partikel rata-rata (nm)

1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240

Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran

partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm

Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000

memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

353

PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG

10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil

mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan

variasi PEG

Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika

tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika

(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000

sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika

(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000

yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan

terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding

Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam

Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah

penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

354

Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada

sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari

distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil

perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat

molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et

al 2012)

Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan

sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil

yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15

dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati

nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih

seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat

dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi

ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada

sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal

ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa

penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat

ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi

gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas

dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak

khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf

Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan

Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10

dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran

partikel 34 dnm

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

355

REFERENSI

Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji

Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel

Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55

Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan

Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam

Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW

Universitan Kristen Satya Wacana

Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel

Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30

Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis

Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat

Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6

Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011

Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious

Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51

Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A

Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel

Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan

Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian

Energi Dan Sumber Daya Mineral

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

356

IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN

HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI

Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu

ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang

Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid

PENDAHULUAN

Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk

kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga

Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama

Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one

village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk

mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun

kompetisi daerah (Junaidi 2011)

Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk

kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang

berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil

pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang

kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan

1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen

terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177

(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari

cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil

samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak

atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil

dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

357

parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri

sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan

senyawa-senyawa yang dikandungnya

Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk

sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79

komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan

Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara

lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)

Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy

2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp

Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang

dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang

terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

METODE PELAKSANAAN

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan

dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi

Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk

dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian

GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong

HASIL DAN PEMBAHASAN

Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi

Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang

dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi

masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping

berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)

Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri

adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang

dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk

dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan

sebesar plusmn 1

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

358

Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)

Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup

Kalamansi

GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang

bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC

akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa

tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa

dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi

Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan

pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan

hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

359

Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi

Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan

retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda

menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan

hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan

merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area

7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang

keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai

senyawa 12-Cyclohexanediol

Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping

industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene

merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas

jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance

pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene

minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung

carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)

carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

360

Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup

kalamansi (berdasarkan database NIST 17)

No Waktu retensi Senyawa Luas area ()

1 7288 D-Limonene 7592

2 8927 Limonene oxide 506

3 9784 α-terpineol 205

4 10200 Trans-carveol 477

5 10364 Carveol 191

6 10590 Carvone 658

7 11271 R-Limonene 190

8 11889 12-Cyclohexanediol 181

Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa

(Bunge) Wijnands)

No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi

Senyawa Senyawa

1 α-Pinene 05 α-Pinene 08

2 β-Pinene 01 β-Pinene 134

3 Myrcene 18 Myrcene 02

4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08

5 Limonene 940 Limonene 07

6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20

7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27

8 Linalool 04 Linalool 61

9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04

10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03

11 Terpinolene 01 β-Elemene 11

12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01

13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28

14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06

15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183

16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18

17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05

18 Elemol 01 Hedycaryol 190

19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12

20 α-Eudesmol 144

21 β-Eudesmol 86

22 Elemol 06

23 Phytol 04

Sumber Othman etal (2016)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

361

Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang

berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak

jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil

sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23

senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk

dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi

penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup

SIMPULAN

Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)

limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)

R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

REFERENSI

Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan

Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of

Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food

Research Journal 24 (4) 1782-1792

Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012

Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic

Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695

Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical

Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural

Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera

Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)

577-585

Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping

Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17

Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu

dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

362

Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On

Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety

Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44

Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical

Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of

Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282

Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial

Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South

Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431

Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D

2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants

Medicines 3 (13) 1-11

Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine

Review 12 (3) 259-264

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

363

STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT

Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi

Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan

Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan

ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid

PENDAHULUAN

Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi

kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang

berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum

intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi

dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit

sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan

yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan

karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga

fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk

melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu

melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen

reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003

Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi

radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat

lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

364

mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi

dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu

antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil

Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat

minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT

banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan

terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan

pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga

menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas

(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis

sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap

aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace

Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara

khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada

masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)

dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan

khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih

lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu

asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820

sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman

mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan

bersifat antioksidan

Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk

makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak

goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti

dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat

memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan

minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan

kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami

terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit

ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi

terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung

dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa

peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang

menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

365

menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak

sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan

minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo

METODE PELAKSANAAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas

Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji

andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik

dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan

yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet

Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass

labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang

digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat

glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai

sampel

Ekstraksi Biji Andaliman

Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian

dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke

dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup

Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari

kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya

untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan

selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan

dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)

Menentukan Bilangan Peroksida

Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit

ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman

dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing

disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial

Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan

dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan

ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

366

larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir

titrasi) (Pangestuti et al 2018)

Penentuan Bilangan Iodin

Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian

ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer

ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan

20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati

Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda

Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium

Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)

Penentuan Asam Lemak Bebas

Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu

dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam

penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu

dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang

selama 30 detik (Sopianti et al 2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini

adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan

pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini

adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik

yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan

sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-

heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari

ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah

andaliman (Sudaryanto et al 2016)

Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan

pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu

mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

367

peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan

menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak

akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid

dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk

mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml

320 ml 255 ml 244 ml

20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml

346 ml 225 ml 226 ml

30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml

348 ml 220 ml 218 ml

Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan

rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =

V = volume

Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil

perhitungan seperti pada Tabel 2

Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 ppm

10 hari 0670 0492 0488

0640 0510 0488

20 hari 0690 0462 0450

0692 0450 0452

30 hari 0720 0444 0436

0696 0440 0436

Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak

Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk

pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2

dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

368

konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar

konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida

terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari

Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan

ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu

mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat

menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil

titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3

Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan

Berat

Sampel Vol Blanko

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml

4751 ml 4270 ml 4218 ml

20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml

4878 ml 4103 ml 4134 ml

30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml

4929 ml 4128 ml 4110 ml

Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak

menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )

dengan A = volume

larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =

normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan

bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4

Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin

Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 13158 14550 14833

13321 14543 14675

20 hari 13042 14723 14931

12999 14711 14887

30 hari 12637 14882 15065

12870 14903 14948

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

369

Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin

terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama

waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar

bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi

Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah

andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam

berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH

(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5

Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman

sebagai antioksidan

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol KOH yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml

959 ml 670 ml 670 ml

20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml

957 ml 682 ml 680 ml

30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml

965 ml 674 ml 668 ml

Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan

pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra

2019) ALB () =( )

(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat

N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))

Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses

oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak

buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan

variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu

penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida

dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI

bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh

penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak

Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah

andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada

perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada

konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

370

bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur

dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan

peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya

Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 488 354 352

491 353 353

20 hari 491 352 348

490 349 348

30 hari 497 347 340

494 345 342

Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin

kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data

tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm

terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama

penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat

digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi

antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata

lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada

minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan

Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap

minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30

hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai

antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan

bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat

dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352

dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang

menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak

buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat

juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah

andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa

penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka

asam lemak bebasnya semakin besar

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

371

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan

peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670

konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan

peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan

lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi

konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida

minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman

semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0

ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550

konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama

penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi

ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit

semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil

asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas

488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak

bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak

sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)

REFERENSI

Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak

Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai

Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan

pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10

Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam

Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan

Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105

Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak

Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota

Semarang Research Study Vol2 205-211

Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak

Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku

Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

372

Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada

Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta

pp 120-126

Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada

Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus

ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal

Penelitian MIPA Vol 1 23-29

Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity

Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants

African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145

PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit

Dokumen intern

Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus

2002 Jakarta

Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA

Universitas Negeri Medan

Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji

Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-

Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21

Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman

(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan

Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan

Industri Pangan Vol 14 29-39

Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK

Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative

and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The

American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

373

ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI

ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

Yandri Universitas Lampung

Fathaniah Sejati Universitas Lampung

Tati Suhartati Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

Sutopo Hadi Universitas Lampung

ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20

KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

yandriasfmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati

glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat

golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang

memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang

termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC

3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16

glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang

spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim

yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC

32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari

bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang

termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa

mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A

awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B

licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum

60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -

amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu

optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

374

mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu

optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50

kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot

molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil

mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil

penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai

bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55

dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah

metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+

tiap molekul enzim Ion

kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim

Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya

kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)

Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan

ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain

(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-

kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation

lain (Vihinen dan Mantsala1989)

Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme

yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam

industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala

besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi

cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah

bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di

lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al

2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam

industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada

penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari

Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat

dan stabilitas termal

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai

derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium

Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi

Bandung

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

375

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet

Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL

sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic

Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM

waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32

Prosedur Penelitian

Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang

mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001

dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et

al 2010)

Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel

bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000

rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)

Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan

garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis

(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)

Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase

menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels

et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)

Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan

dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya

dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels

Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum

(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)

yaitu 01 02 04 06 08 dan 10

Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan

dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40

50 60 70 80 90 dan 100 menit

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

376

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Enzim

Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari

komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama

30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan

aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg

Pemurnian Enzim α-Amilase

Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan

Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan

ammonium sulfat dan dialisis

Fraksinasi dengan ammonium sulfat

Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium

sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan

(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium

sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan

aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi

berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa

fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas

spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

377

Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada

fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium

sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90

Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas

enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses

fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena

jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada

fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi

20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas

spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan

eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68

Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada

Gambar 2

Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)

dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dialisis

Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan

protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran

(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan

molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari

garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan

kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase

hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut

menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

378

kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan

enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari

B subtilis ITBCCB148

Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148

Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami

peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh

penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim

telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim

hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin

disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau

kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim

yang sangat encer

Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian

Penentuan suhu optimum

Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi

enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim

α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat

dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum

enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang

bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125

oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan

enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat

untuk digunakan dalam industri

Tahap Volume

Enzim

(mL)

Aktivitas

Unit

(UmL)

Aktivitas

Total (U)

Kadar

Protein

(mgmL)

Aktivitas

Spesifik

(Umg)

Tingkat

Kemurnian

(kali)

perolehan

()

Ekstrak

Kasar

3000

291

873000

02265

1285

1

100

Hasil

Fraksi

(20-90)

ammonium

sulfat

150

3943

591450

0790

4991

39

68

Hasil

Dialisis

300 1416 424800 0188 7532 59 49

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

379

Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian

Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian

Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada

berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit

Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah

diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar

dapat digunakan dalam industri

Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu

65oC terhadap waktu

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

380

Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian

Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi

substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04

06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat

dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim

hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL

Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian

SIMPULAN

Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59

kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg

Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim

hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar

20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1

Vmaks =

147058 μmol mL-1

menit-1

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

381

REFERENSI

Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd

ed John

Wiley amp Sons Inc Publication New York

Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of

porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure

and activity EMBO J 6 3909-3916

Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis

Horwood Limited West Sussex England 45-52

Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use

of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603

Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their

specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615

Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced

stability Febs Lett 304 (1) 1-3

Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment

with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265

Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying

cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc

Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and

S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural

implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658

Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu

C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from

bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international

pp 1-9

Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial

progress in 21st century Biotech 6 2 174

Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S

(2019) The optimized production purification characterization and application

in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a

new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

382

Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant

of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189

Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and

molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-

43

Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -

Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved

Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418

Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of

extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus

subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74

Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene

glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89

Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth

using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied

Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

383

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN

PUDAU (Artocarpus kemando Miq)

Tati Suhartati Universitas Lampung

Vicka Andini Universitas Lampung

Yandri AS Universitas Lampung

ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis

Escherichia coli

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

tatisuhartatifmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di

Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai

sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin

siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati

et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011

senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan

67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di

Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang

sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -

sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan

senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker

menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah

satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa

flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang

sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan

aktivitas yang berbeda

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

384

Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit

cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa

Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung

mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-

388

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus

kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan

Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan

untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang

digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton

(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades

diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60

(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025

mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas

antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis

Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap

putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur

titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow

(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman

spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak

(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable

sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)

Prosedur Penelitian

Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah

dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

385

24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan

filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC

dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak

11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair

Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang

ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A

diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604

gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C

sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik

KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning

(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut

menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana

37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-

heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A

selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37

diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang

sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh

255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)

Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier

Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard

artonin E menggunakan tiga sistem eluen

Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli

dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al

(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode

Alley et al 1988

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak

Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan

347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan

karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada

λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan

karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm

merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin

A

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

386

Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks

347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran

batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH

menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)

Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan

pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada

posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik

terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa

hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus

karbonil

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

387

Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3

Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran

panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan

intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya

perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang

menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah

penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi

terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10

nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)

Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT

dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan

data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang

tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1

Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH

+ AlCl3 + HCl

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

388

Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan

2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau

UV λmaks nm (log ɛ)

Artonin E (Hernawan 2008)

Artonin E (Hasanah 2016)

Senyawa (1)

MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH+ NaOH

MeOH+ NaOH 212 268

MeOH+ NaOH 212 268 368

MeOH+ NaOAc 203 268 347

MeOH+ NaOAc 203 267 347

MeOH+ NaOAc 204 266 346

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 347

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 348

MeOH+ AlCl3 203 226 276 425

MeOH+ AlCl3 204 226 276 414

MeOH+ AlCl3 202 227 276 426

MeOH+ AlCl3

+ HCl 203 226 276 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404

Analisis Spektroskopi Inframerah

Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah

bilangan gelombang 3431 cm-1

yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil

Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1

dan 2924 cm-1

merupakan petunjuk adanya

gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1

menunjukkan

adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

389

1562 - 1462 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum

IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)

Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)

5007501000125015001750200025003000350040004500

1cm

60

65

70

75

80

85

90

95

100

T3

43

13

6

29

78

09

29

24

09

16

54

92

15

62

34

15

23

76

14

62

04

13

54

03

12

86

52

12

36

37

11

55

36

10

72

42

96

63

4

83

13

2

76

76

7

69

82

3

61

14

3

44

17

0

2AaV

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

390

Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum

senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum

artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada

bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan

bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan

spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat

dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B

(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)

IR (KBr) v (cm-1

)

A B C

3428 3433 3431

2975 2982 2978

2225 2913 2924

1650 1661 1655

1565 1561 1562

1471 1481 1462

1358 1356 1354

1284 1291 1287

1164 1179 1155

964 969 966

835 837 831

Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum

UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)

merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

391

Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli

Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan

Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat

pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol (+)

005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk

Konsentrasi senyawa (1)

03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk

Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03

mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona

hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm

sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas

antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol

(+)

005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk

Konsentrasi senyawa

(1)

03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk

Kontrol (+)

22 mm 23 mm 27 mm

Kontrol (-) - - -

Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk

04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk

dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9

mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)

memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E

coli

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

392

Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah

terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid

menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri

terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk

pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang

signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi

dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat

meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al

2012)

Uji Aktivitas Antikanker

Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker

leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik

terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini

menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat

pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50

Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in

vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4

microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji

aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker

sangat aktif terhadap sel leukemia P-388

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni

flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang

tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat

fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan

aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50

156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri

B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk

REFERENSI

Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ

Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug

screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium

assay Cancer Research 48 589-601

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

393

Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility

testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical

Pathology 45(4) 493-496

Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013

Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug

Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72

Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011

Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural

Products Research 25(10) 995-1003

Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and

F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst

Heterocycles 31(5) 877-882

Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas

Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar

Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 52-54

Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali

and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq

Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230

Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang

tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 48-53

Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih

Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53

Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids

from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity

Phytochemistry 82 136-142

Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G

A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and

ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of

Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

394

Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder

ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat

antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of

Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315

Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak

Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

395

AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK

KALSIUM KARBONAT

Suharso Universitas Lampung

Buhani Universitas Lampung

Eka Setiososari Universitas Lampung

Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar

Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim

sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri

(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al

2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak

diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu

salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya

murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi

penting untuk dilakukan

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai

deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk

mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam

menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et

al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan

selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

396

pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun

penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak

semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap

lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini

Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang

dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak

kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap

lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam

sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas

waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik

merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH

universal

Prosedur Penelitian

Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat

dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah

dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal

sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh

dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-

sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC

Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk

melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk

diamati pertumbuhannya

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi

Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment

Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3

0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan

diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M

dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

397

universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL

dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan

dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas

diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan

penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC

selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan

0075 0100 dan 0125 M

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor

pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan

Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan

pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M

masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk

hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan

tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian

campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan

ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu

diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama

satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)

Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan

dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang

diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini

diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm

Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu

dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang

berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan

Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan

pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat

pembentukan kerak CaCO3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada

Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded

Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

398

laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini

laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan

konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan

senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan

CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH

tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju

pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi

larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan

inhibitor

Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan

Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan

0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju

pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi

konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal

CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat

mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu

pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta

kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and

Semiat 2006)

020

030

040

050

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

0050 M

0075 M

0100 M

0125 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

399

Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi

Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M

Menggunakan Metode Seeded Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50

150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C

menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi

penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan

penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju

pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa

penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal

pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut

membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya

kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula

melarutkan kerak yang terdapat pada pipa

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang

diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan

pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai

jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang

diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya

000

005

010

015

020

025

030

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

kontrol

50 ppm

150 ppm

250 ppm

350 ppm

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

400

nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)

Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x

Dimana

Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan

(gL)

Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat

kesetimbangan (gL)

C0 = berat endapan awal (gL)

Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350

ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut

menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju

pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen

efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat

dilihat dalam Tabel 1

Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan

pertumbuhan 0050 M

No

Penambahan

inhibitor (ppm)

pH

Efektivitas

inhibitor ()

1 0 11 000

2 50 5 2704

3 150 5 9484

4 250 5 1628

5 350 4 2776

Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai

dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor

mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)

Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis

Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH

sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat

(1)

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

401

larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya

korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi

konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan

demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan

efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan

efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)

bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah

inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini

juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)

Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal

CaCO3

Inhibitor Konsentrasi

inhibitor (ppm)

Efisiensi inhibitor

( IE)

Referensi

AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini

Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008

Homopolimer Asam

Polimaleat

4 67 Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Terpolimer Asam

Polimaleat

4 73

Kopolimer Asam

Polimaleat

4 18

Asam Polikarboksilat 4 70

Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas

2002

C-Metil-4 10 12 22-

Tetrametoksi kalik (4)

Arena

10-100 34-100 Suharso et al 2009

Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011

Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a

Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b

SIMPULAN

Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium

karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas

inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan

penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor

sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

402

REFERENSI

Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan

H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems

International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940

Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination

Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104

Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale

Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry

Research 53 64ndash69

Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004

Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan

P2TKN BATAN Serpong

Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal

Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411

Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the

Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors

Desalination 220 345-352

Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and

MED Plants Desalination 124 63ndash74

Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers

as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428

Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the

Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of

Chemistry 7(1) 5-9

Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and

Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172

Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived

Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry

26(18) 6155-6158

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

403

Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts

from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale

Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187

Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor

of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106

Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-

Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan

Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas

Lampung

Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium

Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds

Desalination and Water Treatment 68 32ndash39

Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam

Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur

Indonesia 13(2) 100-104

Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu

Yogyakarta

Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium

Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals

Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396

Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan

(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate

(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45

Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy

Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation

Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210

Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier

Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation

Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

404

PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH

MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN

DENGAN METODE ION EXCHANGE

NM Yuhermita Universitas Jambi

N Nazarudin Universitas Jambi

O Alfernando Universitas Jambi

IG Prabasari Universitas Jambi

M Haviz Universitas Lampung

ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil

fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the

alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel

through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study

included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange

method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking

oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of

reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized

by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic

structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and

011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of

catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3

were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a

temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The

activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ

KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel

Cobalt

Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia

FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid

PENDAHULUAN

Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai

upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang

berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan

sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta

ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan

kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)

Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk

mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil

di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan

bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu

diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi

kebutuhan bahan bakar

Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati

(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

405

kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku

dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak

jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas

penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak

jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan

pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik

untuk menghasilkan energi terbarukan

Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat

proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses

tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam

lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang

lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak

Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon

kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga

dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah

residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu

katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis

adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi

penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya

umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan

menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung

seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa

2016)

Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert

dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam

kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan

digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode

pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang

dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada

proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam

reforming dan Sintesis Fischer Tropsch

Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan

logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin

tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut

penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan

minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan

Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

406

dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang

digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi

pada proses perengkahan katalitik menurun

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu

Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas

Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula

Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium

Energi dan Nano Material Universitas Jambi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang

aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)

Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air

Persiapan Bahan Baku

Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga

Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa

2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang

kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660

ml

Sintesa Katalis

Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah

tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai

dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari

cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing

sebanyak 660 ml

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat

larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-

Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3

masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang

mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer

selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan

katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

407

Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang

sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110

Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi

450oC 500

oC 550

oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit

pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil

setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pre-treatment Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah

penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali

penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan

minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan

berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan

kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku

penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi

Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan

minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini

Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah

setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring

Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum

dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir

bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan

berwarna kuning kecoklatan

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

408

Densitas Bahan

Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak

jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang

dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1

Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan

Bahan

Berat bahan

(gr) Densitas Bahan Baku (gr)

Minyak Goreng Kemasan 1730 09534

Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494

Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534

Aquades 1744 09814

Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang

belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak

jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng

kemasan

Preparasi dan Karakterisasi Katalis

Aktivasi Arang

Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga

diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan

hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon

mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya

bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan

aktivator Na2CO3

Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu

organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori

Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon

aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan

meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena

kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring

et al 2003)

Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC

selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor

dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

409

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co

Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion

exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga

variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen

selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang

menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil

penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan

menggunakan oven selama 12 jam

Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak

jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak

antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin

mempercepat dalam proses pembentukan produk

Karakterisasi Dengan SEM-EDX

Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang

menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray

Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat

dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat

pada gambar 3 sampai 5

Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x

Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada

perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan

memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori

arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian

lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

410

dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX

dirangkum dalam Tabel 2 berikut

Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 3535

2 C 6232

3 P 214

4 Ca 020

Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif

didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur

lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020

Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 319

2 C 9330

3 P 235

4 Ca 031

5 Co 086

Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada

komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak

rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada

perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi

pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

411

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2

Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1

Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm

Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 209

2 C 9233

3 P 309

4 Ca 025

5 Co 199

6 Al 016

7 Mg 010

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

412

Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan

peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain

yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan

unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang

ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan

Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran

10000x

Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan

konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi

tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini

disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya

konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3

persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit

Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg

Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan

silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co

Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan

Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang

sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

413

Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()

1 Si 029

2 C 9770

3 P 172

4 Ca 006

5 Co 011

6 Al 008

7 Mg 004

Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan

penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis

semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam

yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena

setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih

sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data

kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis

No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3

1 Si 319 209 029

2 C 9330 9233 9770

3 P 235 309 172

4 Ca 031 025 006

5 Co 086 199 011

6 Al 000 016 008

7 Mg 000 010 004

Karakterisasi Dengan XRD

Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola

difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran

panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam

kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi

difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di

steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan

difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

414

Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam

Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada

pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi

2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa

arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD

karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri

dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi

masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576

265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601

Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co

sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7

Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3

Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan

265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi

tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-

sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862

362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =

264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542

265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079

Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu

berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2

dan 3 juga berebntuk amorf

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000

36a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

37a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

18a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000 19a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

20a

(a) (b)

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

415

Perengkahan Minyak Jelantah

Perengkahan Termal

Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit

Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500

oC adalah 2456 gr

dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu

450oC adalah 3560 pada suhu 500

oC adalah 4715 dan pada suhu 550

oC adalah

5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas

CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas

Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal

No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()

1

Minyak Jelantah (50)

450 3560

2 500 4715

3 550 5234

Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel

tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan

cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi

peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas

Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur

proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi

(Hartiati 2006)

Perengkahan Katalitik

Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-

Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500

oC dan 550

oC Perbandingan

katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku

adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan

penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di

dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan

Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan

katalitik pada setiap temperatur

Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan

terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen

konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-

Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi

produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

416

cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi

temperatur konversi produk meningkat

Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co

Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761

2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176

3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145

Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi

total produk yang dihasilkan

Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan

Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk

utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak

berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah

dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang

tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak

jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)

Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak

Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan

dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat

sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan

katalitik minyak jelantah cukup tinggi

-

2000

4000

6000

8000

10000

12000

450 500 550

C

HP

Co-Arang 1

Co-Arang 2

Co Arang 3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

417

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah

1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP

lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna

coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755

pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550

oC adalah 2104 Untuk Konversi

cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada

suhu 450oC

Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 47553 4987 2580

2 500 9679 26904 6989 3206

3 550 9238 21040 7134 7617

Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1

Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan

katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen

konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan

katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil

perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056

gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550

oC adalah 209 gr Persen

Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500

oC adalah

1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan

(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC

-

10000

20000

30000

40000

50000

450 500 550

C

HP

Temperature degC

Konversi

CHP 1

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

418

Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi

()

1 450 6165 238 5927 3835

2 500 8285 1290 6996 1715

3 550 8824 1025 7799 1176

Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2

Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang

dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada

kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut

(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa

alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat

dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak

ringan akan terputus pada temperatur tinggi

Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3

Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat

pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11

Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 8825 980 7845 1175

2 500 8272 585 7687 1728

3 550 8855 1864 6991 1145

000

500

1000

1500

450 500 550

C

HP

hellip

Konversi CHP 2

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

419

Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu

450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500

oC adalah

13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr

dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang

dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500

oC adalah 585 dan pada

suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan

katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik

menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi

cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan

persen CHP

Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3

Studi Kinetika

Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)

Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil

reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur

tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik

hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana

jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan

sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP

per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R

dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika

nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial

Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan

aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami

penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi

0000

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

450 500 550

Per

sen

CH

P (

)

Temperatur (degC)

Konversi CHP

3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

420

menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi

produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung

sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah

reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit

Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R

1 450 0600 500 0600 550 0600

2 450 0601 500 0600 550 0750

3 450 0600 500 0658 550 0600

Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1

Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial

Persamaan regresi polynomial adalah

Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu

Energi Aktivasi

Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius

k = k0 e ndashEaRT

k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas

umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari

harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash

EaRT

dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan

nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan

katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat

dilihat pada tabel 13

Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 1

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 28532 104844

77315 0001293 161423 047886

82315 0001215 12624 023301

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

421

Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah

menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang

didapat adalah sebesar- 4064 kJ

Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 2

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0142 -1948

77315 0001293 0773 -0256

82315 0001215 0574 -0553

Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan

meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi

Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur

550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang

menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13

dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k

0

02

04

06

08

1

12

00012 00013 00014

ln k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

422

Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2

Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314

Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis

Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ

Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 3

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0005 -5136

77315 0001293 0003 -5577

82315 0001215 0011 -4493

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak

jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi

aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ

Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)

No Katalis Energi Aktivasi (kJ)

1 Co-Arang 1 -4064

2 Co-Arang 2 7103

3 Co-Arang 3 2998

-2500

-2000

-1500

-1000

-0500

0000

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

423

Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3

Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan

dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi

konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun

SIMPULAN

Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM

semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX

Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co

sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi

Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3

Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan

hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan

CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar

4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh

waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan

katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998

kJ

REFERENSI

Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)

Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk

Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi

-12

-1

-08

-06

-04

-02

0

02

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

424

Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -

Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash

76

Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co

and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on

Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal

11 75

Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi

Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan

Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau

Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses

Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02

Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas

Riau

Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First

Edition Marcel DokkerInc New York 13-19

Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau

David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah

Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ

Tribhuwana Tunggadewi

Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem

20182(1)16-18

Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada

Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam

Aktif J Tek Kim 22

Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur

Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan

Ampel Surabaya Vol 12 No3

Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram

XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan

Metode Impregnasi J Cis-Trans 1

Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis

Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

425

Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit

dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP

Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan

Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70

Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses

Catalytic Cracking Riau Universitas Riau

Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi

10 15ndash26

Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri

Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai

Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion

Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis

Undip

Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan

Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion

Indonesia J Farm 1

Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada

Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis

Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University

Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak

Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM

Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin

Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect

Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With

NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic

Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111

Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit

Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia

Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif

Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa

Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau

Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas

Riau

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

426

Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak

Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2

Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation

temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile

sludge waste Indonesia J Chem 8348-352

Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif

[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara

Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui

Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang

Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan

Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA

Universitas Padjajaran

Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi

Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair

Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse

Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial

Technol 25

Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan

[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]

Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan

Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI

10(4) 269-282 Dalam

Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking

Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26

Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang

Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia

Volume 02 No1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

427

KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS

ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI

Iis Siti Jahro Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity

Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email

jahrostiisgmailcom

PENDAHULUAN

Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit

dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar

apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang

penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp

pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20

dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang

dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih

kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp

menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa

yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah

gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi

mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-

97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman

dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan

abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

428

katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan

otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini

pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A

dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik

dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan

variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi

jumlah lubang pada konventer katalitik

Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan

dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif

sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan

dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan

zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas

CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas

CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)

Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah

berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)

zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X

(Jahro dkk 2018)

Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis

reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara

mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah

senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida

menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu

konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan

hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi

N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)

METODE PELAKSANAAN

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari

PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan

Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi

yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-

alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan

karakterisasi konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

429

Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan

Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan

konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge

dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada

suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus

dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari

abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah

berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian

ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya

campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan

ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke

dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah

Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk

dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari

suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya

furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan

Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian

emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat

Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter

katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang

berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut

kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian

dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri

dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X

masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi

jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap

zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang

digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan

variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit

sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31

Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer

katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya

terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

430

didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC

dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan

otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen

yang diemisikan dari gas buang

Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas

Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp

Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan

konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel

1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot

kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064

217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif

dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk

gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-

masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya

serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih

tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan

peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer

terhadap masing-masing gas tersebut

Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah

Pulp

No Konventer Katalitik dengan

variasi kadar zeolit X ()

Emisi gas Gas terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

() CO HC CO2

1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -

2 500 052 168 115 1875 2258 800

3 333 047 156 108 2656 2811 136

4 250 053 157 116 1718 2764 720

5 000 058 165 119 938 2396 480

Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh

konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

431

tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811

dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada

penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan

konventer katalitik lainnya

Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan

diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya

digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut

menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar

diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer

katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr

N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)

Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer

katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan

konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas

oksigen sisa pembakaran sebesar 131

Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik

No

Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit X ()

Emisi gas O2

()

Pertambahan O2

yang diemisikan

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 441 23664

333 525 30076

250 297 12672

00 263 100

Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang

diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai

dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas

HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif

yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

432

data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan

kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya

karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi

Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer

Katalitik

Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari

penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif

tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan

konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif

berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk

gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih

tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih

aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit

X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari

limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X

Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis

Konventer Katalitik

dengan Variasi Kadar

Zeolit A ()

Emisi Gas Gas Terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

()

CO

HC

CO2

Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -

500 049 155 107 234 285 144

333 047 152 105 265 298 160

250 041 138 93 359 364 256

00 058 165 119 938 2396 480

Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah

berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik

dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2

terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap

oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

433

250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil

membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2

berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597

Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan

otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan

pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran

pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A

sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi

dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333

Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A

No Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit A ()

Emisi Gas O2

()

Pertambahan O2

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 508 287

333 621 361

250 693 429

00 263 100

Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan

pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik

dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa

zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan

zeolit X

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang

dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah

lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

434

Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan

variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

2

Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7

Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X

dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang

sebanyak 5 buah

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC

kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-

masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

435

ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana

semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar

peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)

Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit X versus persentase gas terserap

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan

daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas

oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang

digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik

dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321

Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan

jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir

26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7

buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat

diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

436

tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata

lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 sudah optimum

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4

Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit A versus persentase gas terserap

Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan

bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian

152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing

gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

437

berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar

dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap

pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar

109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan

konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-

masing molekul gas CO HC dan CO2

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas

oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya

jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas

oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7

berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya

mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan

konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar

65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik

dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat

meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah

lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum

optimum

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan

bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan

konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer

sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya

meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada

konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer

katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah

konventer katalitik dengan katalis zeolit X

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

438

REFERENSI

Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions

Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal

for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22

Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk

Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang

Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari

Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai

Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan

Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi

Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran

Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan

Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp

dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan

Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As

Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and

modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia

Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile

Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33

Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed

Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara

Teknologi 8 (3) 69-76

Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification

as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis

Universiti Teknologi Malaysia

Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5

Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414

Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan

Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan

Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan

Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for

Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food

Technology 8(1) 68-71

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

439

PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION

NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC

Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi

Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten

Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di

dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit

terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki

kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

440

Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan

seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel

dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel

dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah

berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini

dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh

produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak

menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai

diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium

Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh

Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang

mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan

menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari

seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan

menggunakan Cyanex 272

Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses

solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk

memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan

ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid

secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga

menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)

Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya

menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini

sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan

cyanex

Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-

parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk

mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam

larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam

larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses

ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan

aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada

penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada

analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk

mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

441

biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang

digunakan

Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara

El wt () El wt ()

LE 7825 Cl 1253

Fe 1097 Cr 0323

Si 5427 Mn 0177

K 1259 Co 004

Al 0579 S 0022

Ni 0514 Sb 0022

Ca 065 Cd 0015

Zn 00087 Sn 0016

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit

asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur

(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3

Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan

pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching

dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari

proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur

(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik

berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara

fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel

percobaan yaitu Tabel2

Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan

kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir

dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik

mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan

organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses

solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan

Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan

mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada

Gambar 1

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

442

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Awal

Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan

XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus

(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari

Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite

[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat

dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt

dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang

terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga

untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan

menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan

proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption

Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray

Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel

kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3

Gambar 1 Skema proses Batch Extraction

ProdukAqueous batch Organic

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

443

Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi

No pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3

4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2

7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1

Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH

pH Konsentrasi

Ni (ppm)

Konsentrasi

Ca ()

2 9698 426

25 10892 957

3 23563 1153

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

444

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

445

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

446

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

447

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun

dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh

reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

448

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan

semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat

perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang

dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3

jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous

telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa

organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi

reaksi reversible dari persamaan 1

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

449

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian

serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk

paragraf

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di

bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari

sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar

pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10

(sepuluh) literatur acuan

Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi

seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian

Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th

Edition (American

Psychological Association)

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

450

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

451

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

452

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

453

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan

penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi

reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

454

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

455

Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah

kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara

nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses

2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor

kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion

hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion

hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari

persamaan 1

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah

dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai

faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua

dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam

REFERENSI

SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from

multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction

using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177

Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review

Chesmistry for Suistainable Development 1281-91

Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley

amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

456

Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp

CoKGaA India

Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals

Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH

Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium

magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of

carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and

Metallurgy pp 333-338

McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I

Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35

Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt

from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS

International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27

Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan

dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017

PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel

Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi

Mineral dan Batubara 12(3)195-207

Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply

Demand Mineral Desember 2012

RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc

New York

Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt

from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier

Hydrometallurgy 169 67-68

SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui

Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108

US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017

Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut

Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

457

ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG

DARI BUAH Shorea sumatrana

Yusnelti Universitas Jambi

Muhaimin Universitas Jambi

Richo Giwana Resdy

Maulana Universitas Sumatera

Utara

ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email

yusneltiunjaacid

PENDAHULUAN

Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang

150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya

shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet

maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat

belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan

tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin

sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)

Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik

(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada

mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)

Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan

salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal

dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati

dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat

minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet

penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi

Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

458

bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar

lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal

dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan

minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar

membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong

sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah

shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu

dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut

organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik

memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah

tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan

lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati

dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak

nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang

dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode

pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak

menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan

proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea

sumatrana

METODE PELAKSANAAN

Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten

Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas

matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda

menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di

shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang

dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg

IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana

Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang

digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur

kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan

lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan

uinversitas Jambi

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

459

Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran

Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak

hasil kempa

Ekstraksi Minyak

Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring

dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan

dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi

sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis

kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat

menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan

proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas

Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

460

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono

1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi

soxhlet

Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC

dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut

Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar

lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC

2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan

menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil

sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana

seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu

kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang

Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)

No Sampel Bahan kering

105 0C ()

Kadar Abu

()

Lemak

()

Protein

()

KH

()

1 Minyak nabati tengkawang

991680 18469 888674 08770 75766

Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar

8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea

stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar

923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (

Junaidi et al 2007)

Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh

bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam

serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil

eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)

heksana dan hidrokarbon lainnya

Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh

terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan

dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak

kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

461

soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus

dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)

Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena

umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini

merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N

bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip

kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus

et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan

penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang

menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel

komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam

tubuh (Mustika 2012)

Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral

lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur

tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel

otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)

Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam

tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida

menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat

dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin

selulosa dan pati (Setiyono 2011)

Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat

fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea

stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat

fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan

Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan

sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea

shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat

tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan

tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak

tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari

minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan

sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-

obatan (Alamendah 2009)

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

462

Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi

kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan

dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar

membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari

minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai

produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain

sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun

yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan

minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di

dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk

produk lilin dan sabun (Putri 2013)

SIMPULAN

Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal

dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680

kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770

dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674

REFERENSI

Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website

httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali

Diakses tanggal 18 Nopember 2009

Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB

Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali

dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-

Karbohidrat

Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang

(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree

(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available

fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351

Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji

tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

463

Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147

ISSN 1411 ndash 0903

Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji

tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943

RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual

Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab

Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh

perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu

lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta

Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty

NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis

kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas

Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia

httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD

E_SOXHLET_AOAC_2005_

Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung

Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak

tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of

Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan

Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378

e-mail resapangersagyahoocom

Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung

dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo

Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang

oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis

Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara

Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

465

EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK

LOKAL KALIMANTAN SELATAN

EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL

LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN

Azidi Irwan

Universitas Lambung

Mangkurat

Kholifatu Rosyidah

Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark

KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail

airwanulmacid

PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam

Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak

atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri

merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan

bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang

mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi

kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan

bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)

Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit

sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki

perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

466

telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah

lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil

mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-

bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan

sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di

bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)

Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak

atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air

(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan

penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam

penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air

mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada

kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak

sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et

al 2014)

Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai

sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi

masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-

ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih

mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)

Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan

menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)

Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah

limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil

asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri

2013)

Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di

mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode

pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel

kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian

Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri

dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan

semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan

minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang

minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen

kimianya dengan GC-MS

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

467

METODE DAN METODE

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet

volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air

termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik

penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-

bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan

Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades

Prosedur Kerja

1 Preparasi Sampel

Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya

dengan kulit yang keringnya

2 Distilasi

a Distilasi Kulit Segar

Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan

kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari

batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih

mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan

dalam lemari pendingin

b Distilasi Kulit Kering

Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke

dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri

kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari

pendingin

c Karakterisasi Minyak Atsiri

Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi

rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol

70

d Kandungan komponen minyak atsiri

Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit

dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari

masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

468

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Minyak Atsiri

Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4

anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483

a Berat Jenis

Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL

Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan

dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI

Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis

minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat

mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi

dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi

b Putaran Optik

Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter

Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel

kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI

persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri

memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang

terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi

c Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan

refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989

Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-

beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit

limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis

semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak

atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya

d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70

Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan

minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup

berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes

Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang

bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume

minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar

11 Sedangkan untuk sampel kering 15

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

469

e Kandungan komponen minyak atsiri

Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar

Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi

yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut

diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut

Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel segar

Puncak (peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10042 047 α-thujena 92

2 10327 177 α-pinena 94

3 11848 153 sabinena 93

4 12067 906 β-pinena 96

5 12469 130 mirsena 95

6 13007 046 oktanal 91

7 13513 038 α-terpinena 93

8 13833 087 benzena (1-metil-x-

Isopropil) 92

9 14171 6296 limonena 95

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

470

10 15124 1768 γ-terpenena 95

11 15999 090 terpenolena 94

12 19274 048 terpeni-4-ol 94

13 19792 086 α-terpeniol 94

14 20003 048 dodekanal 90

15 28138 079 germakrena 90

Total 100

Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering

Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel kering

Puncak

(peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10037 042 α-thujena 92

2 10322 177 α-pinena 94

3 11847 119 sabinena 94

4 12061 930 β-pinena 96

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

471

5 12464 118 mirsena 95

6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-

isopropil) 94

7 14158 6397 limonena 96

8 15104 1511 γ-terpenena 96

9 15463 043 linalool oksida 92

10 16001 054 alosimena 91

11 19283 120 terpeni-4-ol 93

12 19825 098 α-terpeniol 95

13 20002 076 dodecanal 89

14 26740 020 1) trans-α-

bergamotena

90

15 28135 042 germacrena 88

Total 100

Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit

hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk

sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal

konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)

γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)

Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena

(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi

perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering

terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih

kecil

Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)

dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi

sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain

Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal

753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan

et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan

hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena

2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

472

metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena

3925 dan lain-lain

Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit

buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal

seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data

tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)

Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan

berbagai metode pengambilanekstraksi

Senyawa

Komposisi komponen utama pada minyak atsiri

jeruk purut

1 2 3 4

sitronelal 1167 2385 753 1748

limonena 1416 113 2068 2872

α-pinena - - - -

β-pinena 3925 182 3296 715

sabinena - 155 3122 2749

Keterangan

1 Jantan et al (1996) metode distilasi air

2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air

3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap

4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air

Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang

polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih

panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar

yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada

sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin

banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks

biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang

meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen

berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat

pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat

bakteri

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

473

SIMPULAN

Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat

jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan

kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar

0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias

14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak

atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar

adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena

(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar

limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan

terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi

yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak

atsiri kulit buah limau kuit

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana

penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan

mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia

tanaman limau kuit

REFERENSI

Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom

(diakses 26 Januari 2017)

Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia

MIPA UNDIP Semarang

Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal

Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil

Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and

Technology vol 42 777-780

Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press

Jakarta

Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous

Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using

Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-

5

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

474

Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit

Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah

Tropika vol 30(6) 7-8

Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical

composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632

Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013

ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated

Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian

Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369

Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta

Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri

dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam

Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101

Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic

Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817

Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus

Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif

Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan

Transmigrasi Pekanbaru 1-24

Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya

Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar

Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Jakarta

Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner

A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of

selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol

32(6) 589-598

Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013

ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam

Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326

ndash 339

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

475

STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM

SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA

ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES

IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND

CYCLOHEXANE SYSTEM

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Nurul Aisyah

Universitas Negeri

Padang

Umar Kalmar

Nizar

Universitas Negeri

Padang

Deski Beri

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan

farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat

karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk

berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al

2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara

termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat

menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen

penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

476

Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang

mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke

dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi

dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal

kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-

komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk

dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena

banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya

menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat

kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan

Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana

diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia

dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu

kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna

merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh

dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan

methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black

Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan

sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah

(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian

Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak

mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah

2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan

surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi

pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi

dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami

perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem

air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut

menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow

mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara

dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo

mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair

Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan

sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna

merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl

red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di

Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

477

Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis

acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1

mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)

sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata

Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit

ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet

hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan

menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk

menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95

Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana

Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan

perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam

perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram

Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana

HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan

komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner

Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex

mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan

dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi

dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk

membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi

dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat

dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan

pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95

Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue

Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah

dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil

methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam

sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit

sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya

endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan

optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan

kelarutan dari methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

478

Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

1 Pengukuran Indeks Bias

Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan

penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan

skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk

sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat

tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran

indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C

dengan menggunakan rumus

( )

Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna

2 Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald

type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua

Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung

bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan

Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir

melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh

mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam

perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh

dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke

viskositas dinamik digunakan rumus

( )

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi

Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam

bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh

campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam

minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi

surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah

struktur asosiasi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

479

Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45

Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7

Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

480

Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa

terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan

struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH

(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-

ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan

air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus

hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari

surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan

mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak

terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam

Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah

keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran

OH- maka ketersediaan H

+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat

dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi

minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan

dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)

Kelarutan Zat Warna

Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air

surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam

mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada

pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar

pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red

akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62

maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue

dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru

pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan

warna hijau (Merk 2008 2013)

Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methyl red

Mikroemulsi 04916 mgmL

Kristal cair lamelar 06318 mgmL

Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methylene Blue

pH 7 pH 95

Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL

Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

481

Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat

berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-

molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan

methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air

Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan

methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus

polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi

lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair

lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih

rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair

lamelar

Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan

pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias

dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan

sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna

Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan

methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah

ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui

konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem

akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

482

menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari

sistem juga bertambah besar

Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami

perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias

dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan

sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan

methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi

dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red

Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum

dan sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum

ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat

warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar

seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada

mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7

Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

483

Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7

setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah

dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue

Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

484

Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih

kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah

ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias

mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130

Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum

dan sesudah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH

95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum

ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem

membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks

bias air)

Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral

dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam

netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer

ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan

oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

485

Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

setelah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada

mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai

viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah

penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum

penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red

Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel

mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi

tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

486

kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar

dibandingkan sebelum penambahan zat warna

Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

setelah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami

perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95

secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95

setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil

setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah

ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah

penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan

zat warna

SIMPULAN

Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu

mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red

paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan

sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue

paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak

20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis

dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan

setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene

blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks

bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna

mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

487

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 456UN3513LT2019

REFERENSI

Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of

Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and

Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)

305ndash310

Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions

stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050

Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue

dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri

Padang

Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article

Microemulsions  Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1

(February) 39ndash51

Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and

Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

488

KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK

LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)

COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT

(Aloe vera Linn)

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Fanny Zahratul

Hayati

Universitas Negeri

Padang

Sherly Kasuma

Warda Ningsih

Universitas Negeri

Padang

Elsa Yuniarti

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131

Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk

pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya

yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang

(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan

SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki

kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus

tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya

maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

489

menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et

al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu

kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis

Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan

elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga

membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks

sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan

alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah

Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh

dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk

(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)

menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen

anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)

Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan

saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan

pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah

kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk

regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi

membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul

pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan

polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated

mannose) (Ening 2007)

Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan

suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia

medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang

akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4

hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan

tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat

kristalinitas) yang diinginkan

BAHAN DAN METODE

Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit

selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur

gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk

KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter

(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker

(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test

(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength

(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-

0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan

merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical

X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

490

panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain

lap koran karet gelang tisu dan kertas label

Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar

Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir

(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto

Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi

Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A

xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi

Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT

Brataco Bandung) aquades dan air

Preparasi SB

Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven

dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci

stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10

gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan

dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan

di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan

kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan

kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum

Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah

SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen

Pencucian dan Pemurnian SB

SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam

selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan

NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air

mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1

hari sekali

Pembuatan Ekstrak LB

LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam

pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB

kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel

yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu

diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring

menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler

untuk preparasi KSB-ELB

Preparasi KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

491

SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm

SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu

perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu

perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu

perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan

tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan

sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik

dan dapat digunakan untuk karakterisasi

Karakteristik KSB-ELB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB

dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus

Wc() Wb Wk

Wb

x100

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB

yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih

Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah

sebagai berikut

dimana

P = Kuat tekan (Pa)

F = gaya tekan (N) dan

A = luas penampang benda (m2)

c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)

Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB

selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya

maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang

digunakan berukuran 15x2x1 cm

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur

nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600

cm-1 hingga 4000 cm-1

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

492

Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan

difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB

Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil

difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat

fasa kristalin dan amorf)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preparasi SB

Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan

bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH

dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH

4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan

tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum

dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril

Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh

goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan

dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)

Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi

goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling

berikatan

Pemurnian dan Pencucian SB

Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB

yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui

ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk

menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan

menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap

mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat

merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat

menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan

hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak

Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari

hasil fermentasi

Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang

kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan

dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah

didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB

ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya

2013)

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

493

Preparasi KSB-ELB

Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB

dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman

KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker

diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang

terdapat pada SB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air

dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-

ELB

Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-

ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB

sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi

penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi

secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami

peningkatan dan penurunan untuk seterusnya

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB

maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan

pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses

adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB

Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat

tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin

banyak filler ELB yang masuk dalam SB

99992994996998100

0 1 2 3 4

Wat

er

Co

nte

nt

()

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

494

Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB

Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)

Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-

ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai

kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding

dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan

(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi

rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai

regangan dari SB semakin turun

Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada

hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini

terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada

hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka

semakin banyak filler yang masuk pada matriks

Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB

Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda

terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu

perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan

Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih

tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat

tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB

maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi

secara fisika

0

05

1

15

2

25

3

0 1 2 3 4

Co

mp

ress

ive S

tren

gh

t (M

Pa

)

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB murniSB

KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

495

Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat

tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang

4000-600 cm-1

vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1

) C-H (2901 cm-

1) C-O (1370 cm

-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm

-1 dan 1068 cm

-1)

(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)

SB b) LB c) KSB-ELB

Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi

bilangan gelombang 333686 cm-1

yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol

vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1

menunjukkan adanya cincin siklis

lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)

sekitar 1000 cm-1

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

496

Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB

Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi

Sampel O-H C-H C-O C-O-C

λ λ λ λ

SB 333685 291471 145703 103391

LB 333379 210123 163799 104162

KSB-ELB 333818 289359 132598 102915

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi

yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra

FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran

batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan

gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan

pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-

ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan

merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga

membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

497

Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB

Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang

digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas

dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter

atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar

menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya

Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB

Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas

()

SB 02073 00657 01416 6830

KSB-ELB 01976 00611 01365 6907

Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini

menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat

kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari

KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai

kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari

KSB-ELB

UCAPAN TERIMA KASIH

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

498

Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 457UN3513LT2019

REFERENSI

Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem

Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171

Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of

Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre

amp Textile Research Vol 39 93-96

Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-

like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo

doi101007s10570-009-9357-2

Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi

Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang

Padang Indonesia

Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat

dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains

Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23

Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya

sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07

Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose

Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460

Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi

Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo

Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162

Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai

Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang

Semarang

Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from

Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471

  • 1ekapdf
  • 2 devi silsiapdf
  • 3herlinapdf
  • 4pasar maulimpdf
  • 5budanipdf
  • 6Dwi Rasypdf
  • 7Tutipdf
  • 8Indra Tariganpdf
  • 9Yandriipdf
  • 10Tati Suhartati1pdf
  • 11Suharsopdf
  • 12Noviapdf
  • 13Iis Sitipdf
  • 14sudibyo1pdf
  • 15Yusnelti1pdf
  • 16pdf
  • 17pdf
  • 18pdf
Page 2: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA

302

Limbah dari industri seperi industri kelapa sawit yang ada di sungai kelingi

merupakan salah satu sumber pencemaran berupa logam berat Pb dan Cu yang

diperoleh melalui proses industri kelapa sawit Logam Berat Pb dan Cu di sungai akan

berdampak negative bagi organisme yang ada karena daya racun yang dimiliki dapat

menghambat kerja enzim dalam proses fisiologis dan menggangu metabolisme tubuh

organisme Logam berat tersebut akan tetap terakumulasi dalam tubuh ikan dan bila

kadar logam berlebih maka akan sangat berbahaya bagi kesehatan bila ikan tersebut

dikonsumsi masyarakat Sungai kelingi khususnya daerah petunang kabupaten Musi

Rawas sungainya sangat tercemar akibat adanya aktivitas pembuangan limbah

industry kelapa sawit

Samitra amp fakhrurrozi 2017 keanekaragaman ikan di sungai kelinggi diperoleh

data bahwa ikan jenis Barbonymus gonionotus atau lebih dikenal masyarakat

lubuklinggau ikan kapiat merupakan komposisi terbesar di sungai kelinggi

Barbonymus gonionotus atau ikan kapiat merupakan ikan yang paling banyak

ditangkapikan yang mendominasi perairan sungai kelingi Melimpahnya Barbonymus

gonionotus dikarenakan Sungai Kelingi merupakan habitat yang baik dimana kelimpahan

makanan cukup banyak tidak adanya persaingan dari spesies lain untuk mendapatkan

makanan Sungai Kelingi merupakan habitat ideal bagi Barbonymus gonionotus karena

ikan tersebut hidup pada sungai yang berarus lambat (Rainboth 1996) Maka untuk

mengetahui tingkat pencemaran melalui analisi kadar logam berat Pb di analisis

dengan spektofotometer UV- Vis

METODE PELAKSANAAN

Jenis penelitian kuntitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif

Metode penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan

kondisi kualitas air serta cemaran logam Pb pada ikan kapiat yang berasal dari sungai

kelinggi kota lubuklinggau berdasarkan observasi ke lapangan dan pemeriksaan di

laboratorium

Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data kondisi air di sungai kelingi kota

Lubuklinggau meliputi

1 Derajat keasaman (pH) (SNI 6989572008)

2 Oksigen terlarut (DO) (SNI 06-698914-2004)

3 Kebutuhan oksigen bioogis (BOD) (SNI 6989722009)

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

303

4 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) (SNI 698922009)

5 Analisis cemaran logam Pb pada Ikan Kapiat (SNI 235452011)

Teknik analisa data yang digunakan analisa deskriftif dengan memaparkan hasil

penelitian kualitas air dibandingkan dengan criteria mutu air berdasarkan kelas III

peraturan pemerintah RI No 82 Tahun 2001 dan analisis cemaran logam Pb pada

ikan kapiat debandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat yang

terdapat dalam bahan pangan ikan segar berdasarkan SNI 27292013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman rata-rata yaitu 856 kondisi ini merupakan derajat keasaman

yang cukup baik Syamsudin (2014) menyatakan bahwa pH optimal bagi biota yakni

65-9 Nurdin (2009) pada umumnya nilai pH di perairan rendah akan rendah terkait

dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya

Dissolved Oxygen (DO)

SNI (06-698914-2004) menjelaskan bahwa DO merupakan jumlah milligram

oksigen yang terlarut dalam air atau air limbah yang dinyatakan dengan mgO2L

diperoleh rata-rata 62166 mgL Effendi (2003) kadar oksigen terlarut di perairan

alami biasanya kurang dari 10 mgL Air di sungai kelinggi memiliki kadar oksigen

yang terlarut cukup baik hal in disebbakan sungai kelinggi memiliki arus aliran air

yang cukup baik selain itu banyaknya tumbuhan liar di sekitar sungai menjadikan

sungai kelinggi kaya akan kandungan oksigen terlarut

Biological Oxygen Demand (BOD)

Diperoleh rata-rata 105023 mgL besarnya kosentrasi BOD mengindikasikan

bahwa perairan tersebut telah tercemar (Mahyudin dkk 2015) Tingginya kadar bod

disebabkan karena banyaknya bahan buang organik yang mengalir ke daerah sungai

hal ini akibat dari padatnya penduduk disekitar sungai Syamsudin (2014) klasifikasi

tingkat pencemaran berdasarkan nilai BOD masih tergolong tercemar sedang Tetapi

jika dibandingkan dengan standar mutu kualitas air kelas III (PP RI No82 tahun

2001) kurang baik peruntukannya

Chemical Oxygen Demand (COD)

COD menggambarkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme dalam air untuk mengurai atau mengoksidasi bahan orgnik yang sulit

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA

304

terurai dalam perairan dinyatakan dengan MgO2L diperoleh rata-rata nilai COD

sebesar 44 4345 mgL berdasarkan PP RI No 82 Tahun 2001 kriteria baik sebesar 50

mgL sehingga air dalam kondisi baik Oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen

yang terdapat di udara dan hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton

Kelarutan oksigen juga di pengaruhi suhu yaitu akan mengalami penurunan pada

suhu yang meningkat Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh semua biota air yaitu

untuk respirasi aktivitas biota air dan penguraian bahan organic oleh bakteri

decomposer

Logam Berat Pb pada ikan kapiat

Loga berat Pb dapat berasal dari partikel logam yang terdapat di udara yang

terbawa air hujan aktivitas manusia seperti indutri maupun limbah rumah tangga

lainnya logam ini dapat terakumulasi pada ikan yang terdaat di sungai kelinngi salah

satu jenis ikannya yakni ikan kapiat Hasil Penelitian menunjukkan kadar Pb 0137

mgkg Berdasarkan SNI 27292013 logam Pb yang dikandung pada ikan kapiat

berada dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yakni sebesar 03

mgkg

Keberadaan logam Pb dalam tubuh ikan kapiat tidak melebihi ambang batas

yang diizinkan namun engkonsumsi ikan yang sudah tercemar oleh logam berat perlu

diwaspadai mengingat sifat logam yang dapat terakumulasi dalam organ ubuh jika

dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah yang banyak Palar (2004) logam Pb

merupakan logam nonesensial yang keberadaanya dalam tubuh mahluk hidup idak

diharapkan Keberadaan logam Pb dalam tubuh seringkali menghambat logam

esensial dalam aktivitas kera enzim dan bersifat menghambat kerja enzim

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan cemaran logam Pb pada ikan kapiat

dapat disimpulkan bahwa kualitas air di sungai kelinggi kota Lubuklinggau dalam

kondisi baik dilihat dari parameter pH DO COD dan BOD Ikan kapiat telah

mengandung cemaran logam berat namun nilai kandungan logam berat berada

dibawah ambang batas yang ditetapkan menurut PP RI No 82 Tahun 2001 yaitu

0137 mgkg maksimum yakni 03 mgkg

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

305

REFERENSI

Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian

Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan

Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian

UNIB

Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta

Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)

Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan

Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu

kelautan Universitas Hasanuddin Makasar

Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of

the Cambodian Mekong FAO Italy

Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota

Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018

SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut

Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi

(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara

Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional

SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia

(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer

Badan Standarisasi Nasional

Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor

Pertanian Makassar Pjar Press

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

306

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN

BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN

PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI

Devi Silsia Universitas Bengkulu

Syafnil Universitas Bengkulu

Irma Manik Universitas Bengkulu

ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371

Indonesia Email devisilsiaunibacid

PENDAHULUAN

Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan

manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun

diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi

selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan

saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat

transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan

busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan

penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan

beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk

pembersih kulit yang diminati

Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara

basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau

lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan

sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun

minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi

karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

307

terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan

busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya

cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)

Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak

dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond

merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari

bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan

kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan

meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan

mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika

minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi

produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat

pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk

oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun

transparan

Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih

memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan

tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam

penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk

kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat

dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat

menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan

nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada

sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang

dihasilkan (Apriyani 2013)

Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh

dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk

kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi

yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri

pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya

7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk

kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma

yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et

al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi

sebagai aroma pada pembuatan sabun cair

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

308

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun

transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui

sabun transparan yang paling disukai panelis

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil

dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP

Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir

akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah

gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot

plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer

dan satu set pendingin tegak

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3

ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga

diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat

dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan

No Bahan Perlakuan

1 2 3

1 Minyat sawit (g) 60 60 60

2 Asam stearate (g) 21 21 21

3 NaOH 30 (g) 60 60 60

4 Etanol 96 (g) 45 45 45

5 Gliserin (g) 39 39 39

6 Gula pasir (g) 45 45 45

7 Akuades (g) 252 252 252

8 NaCl (g) 06 06 06

9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02

10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

309

Tahapan Penelitian

(1) Pemurnian Minyak Sawit

Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu

80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran

dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching

dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama

30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan

proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya

(2) Pembuatan Sabun Transparan

Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada

metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang

sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu

70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat

dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu

diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan

pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan

terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan

proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian

suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan

ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring

dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan

selama 24 jam pada suhu ruang

Parameter yang Diamati

Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air

dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan

menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran

tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)

kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan

tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan

terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis

diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash

5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

310

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit

telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan

pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik

fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada

Gambar 1

Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit

Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini

selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis

yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat

kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan

karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam

produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air

yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada

saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades

yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil

sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan

dapat dilihat pada Gambar 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

311

Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293

Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan

minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam

sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-

1994) yaitu sebesar 15

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika

dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini

diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak

sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari

hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang

digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh

putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang

menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat

transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa

disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent

Kekerasan

Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan

Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau

perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari

lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan

penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan

seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik

2113

2273 2293

20

205

21

215

22

225

23

235

1 2 3

Kadar Air ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

312

Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang

digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang

dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam

palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan

busa

Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4

Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari

Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml

adalah sabun yang paling lunak

Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada

penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini

disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada

sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun

transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka

kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang

ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No

06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan

Stabilitas Busa

Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun

Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit

dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah

mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga

0020

0024

0022

0018

0019

0020

0021

0022

0023

0024

0025

1 2 3

Kekerasan (mmgs)

Penambahan Minyak Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

313

berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat

pada Gambar 6

Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan

Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1

ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih

tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana

pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga

karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas

7778

6516

6892

58

60

62

64

66

68

70

72

74

76

78

80

1 2 3

Stabilitas Busa ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

314

busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang

digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan

asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam

palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit

pH

Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran

nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-

3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi

mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi

bersifat asam

Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi

Penambahan minyak kalamansi (ml) pH

1 1075

2 1073

3 1062

Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun

Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH

(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian

Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara

978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi

Kadar Alkali Bebas

Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam

minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari

reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu

setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi

berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat

disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan

untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki

kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium

hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan

cepat

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

315

Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini

berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar

alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml

Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak

jeruk kalamansi

Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini

diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis

Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa

Tingkat Penerimaan Panelis

Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan

konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan

adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun

tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat

kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat

pada Tabel 3

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap

warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan

yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini

diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki

019

015

018

0

002

004

006

008

01

012

014

016

018

02

1 2 3

Alkali Bebas ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

316

warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah

Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen

Parameter

Uji

Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan

dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi

1 ml 2 ml 3 ml

Warna 360 352 336

Aroma 348 392 356

Transparansi 372 328 328

Tekstur 384 376 368

Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam

range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan

penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis

terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan

utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya

menguap

Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada

sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi

sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan

sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka

faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan

Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba

tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur

keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat

pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384

Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut

Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan

SIMPULAN

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293

kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075

dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis

adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak

sawit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

317

REFERENSI

Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From

Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering

Information Technology 5(4) 349-356

Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan

httpeprintsumsacid

Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016

Dewan Standarisasi Nasional Jakarta

Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit

Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44

Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi

Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun

Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53

Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan

Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk

httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-

46informasi-teknologi

Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri

Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal

Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68

Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker

2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal

Plants Medicines 3 (2) 2-11

Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on

Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of

Surfactant and Detergent 2(4) 489-493

Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB

Information Series MPOB TT No 433

Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan

Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

318

pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri

Pertanian 9 (2)82-88

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap

Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas

Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk

Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS

PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455

Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil

Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Bengkulu

WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan

Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan

Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung

5(3) 125-136

Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin

Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor Bogor

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

319

RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)

Di LAHAN MASAM BENGKULU

Herlina Universitas Dehasen

Bengkulu

Evi Andriani Universitas Dehasen

Bengkulu

ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land

Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32

Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid

PENDAHULUAN

Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang

termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia

Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar

dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di

wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)

Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah

diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem

pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin

2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri

seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al

2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

320

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan

rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880

mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun

-1

(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar

garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi

(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1

) dan suhu rendah antara 9-10 oC

(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata

14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun

-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)

Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi

(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah

dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl

dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan

produksi biji sebesar 36305 kg ha-1

dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1

Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum

maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian

550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC

tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah

Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam

aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)

Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$

244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di

Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal

yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah

satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar

25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)

Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah

mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi

beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya

jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya

spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi

tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar

lingkungan tumbuh optimalnya

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

321

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari

India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu

pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan

Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf

yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis

pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi

pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan

diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan

percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman

tengah

Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai

perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam

polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan

berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian

belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya

ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih

diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5

M

kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per

polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag

pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur

pertanian 2 g per polibag

Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban

dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan

terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black

spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian

dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)

pada taraf kepercayaan 95

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Lingkungan Tumbuh

Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

322

laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi

organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil

tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas

maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman

kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi

beberapa enzim

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan

hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-

174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia

khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan

asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu

minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan

masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini

Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan

tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu

Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam

Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman

secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman

memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya

untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan

toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu

spesies atau aksesi (Dubey 1995)

00

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Su

hu

(oC

)

T Max T Min T Harian

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kele

mb

ab

an

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

323

Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman

Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan

tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka

tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti

perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan

hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda

diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan

mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat

melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini

Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun

Jenis Pupuk Kandang

Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata

terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman

yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal

sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi

Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang

digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan

diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga

daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi

penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman

suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh

optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam

meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al

(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah

pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun

Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai

luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait

sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara

umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan

perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

324

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang

merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi

dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar

bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun

tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait

dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan

biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain

menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-

organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan

perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap

aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas

pertumbuhan tanaman

Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b

Jenis Pupuk Kandang

Klorofil-a Klorofil-b

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062

ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a

Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil

Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan

klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan

antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang

sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total

klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan

klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan

aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika

tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria

penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

325

terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau

pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi

oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio

klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol

dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel

3)

Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b

ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya

cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam

aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut

berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman

Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam

menghadapi cekaman

Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan

antosianin

Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399

ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a

Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India

paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru

sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang

relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil

paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media

tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat

sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi

Kuwait dibanding kontrol

Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu

menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan

lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada

klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri

dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

326

terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada

Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)

Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah

fisiologis jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Tebal Daun (cm)

Luas Daun (cm

2)

Klorofil-a Klorofil-b

Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria

Kuwait 0196 bc 0215 a

4109 a 2934 d

1156 ab 1092 ab

0442 a 0392 c

Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria

Kuwait 0180 d 0205 ab

3706 bc 2895 d

1178 a 1154 ab

0448 a 0413 b

Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi

jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin

Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria

Kuwait 1598 a 1483 bc

0378 de 0374 de

0048 a 0046 a

Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria

Kuwait 1616 a 1567 ab

0399 cd 0436 ab

0028 c 0043 ab

Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter

peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin

kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang

pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai

terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi

pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat

menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid

merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

327

tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya

terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)

SIMPULAN

Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat

dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih

tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi

Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman

jintan hitam

REFERENSI

Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella

sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50

Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on

the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of

Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51

[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013

Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik

Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated

vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins

Plants (Basel) 3(4) 498-512

Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook

of Plant and Crop Stress

Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM

Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik

dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

hlm 59-82

Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi

Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron

Indonesia 2017 45(3) 323 -330

Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

328

Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella

sativa L

to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897

AJAR111813

Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of

temperature

to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and

Apllied Research 20(1) 1-9

Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009

Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some

soil properties World J Agri Sci (5)408-414

Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some

Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150

Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006

Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk

efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140

Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi

pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di

Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46

Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-

review International Research Journal of Pharmacy 236-39

Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan

hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J

Agron Indonesia 42(2)158-165

Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral

reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental

stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg

101016S0034-4257(02)00010-X

Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis

Sekolah Pascasarjana IPB Bogor

Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc

Publisher Massachussetts 782 p

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

329

Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural

practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under

rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397

Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield

and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in

Environmental Biology 6855-858

Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in

salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

330

OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING

TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN

Pasar Maulim

Silitonga Universitas Negeri

Medan

Melva Silitonga Universitas Negeri

Medan

Meida Nugrahalia Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email

pasarsilitongagmailcom

PENDAHULUAN

Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme

patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan

dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan

membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara

mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap

antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut

(imunisasi pasif)

Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu

immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005

Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

331

antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio

melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika

kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif

sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah

memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah

diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani

2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian

permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap

butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam

yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan

40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur

adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin

B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal

posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan

mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga

dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi

IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY

anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen

(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan

suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku

umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin

dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit

lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi

Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh

invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia

dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara

biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga

dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal

(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya

bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin

dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning

telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat

perlu dilakukan

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

332

METODE PELAKSANAAN

Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)

siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang

dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut

Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada

media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi

pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5

ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml

NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk

menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air

pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin

untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)

Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan

suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan

dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat

yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan

Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu

Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum

komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari

adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air

minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal

2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml

(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut

Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga

dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur

diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan

pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan

kadar IgY anti diare kuning telur

Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam

kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY

secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)

Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast

Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

333

IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-

masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji

agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai

dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh

bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur

ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil

Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan

Tingkatan yang Berbeda

Ulangan

Tingkatan Piridoksin

S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi

1 + + +

2 + + +

3 + + +

4 + + +

Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP

IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji

AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY

setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap

perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi

Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda

Peubah

Tingkatan Piridoksin

S1

Defisiensi

S2

Normal

S3

Suplementasi

Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a

2046 plusmn0043b

2134 plusmn 0044c

Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir

Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL

Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh

tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam

(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

334

IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi

IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi

piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam

kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan

1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi

peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam

White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan

mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi

empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu

menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil

penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus

sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada

ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122

plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan

adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur

berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning

telur

SIMPULAN

Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah

dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning

telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana

produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin

Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin

berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur

ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang

diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan

pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan

berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

335

REFERENSI

Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta

Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi

Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori

Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15

Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin

untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor

Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor

Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing

Alternative Promega Notes Magazine (46) 11

Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY

antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41

NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak

Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi

Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-

1094

Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006

Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7

(3) 92-103

SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of

IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31

(1) 109-122

Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi

Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328

Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam

Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan

diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan

Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

336

Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y

spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28

Universitatis Upsaliensis Upsala

Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah

Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40

Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi

IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam

Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

337

KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA

HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA

Buhani Universitas Lampung

Ismi Aditya Universitas Lampung

Suharso Universitas Lampung

ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri

Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid

PENDAHULUAN

Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara

luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri

tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan

sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et

al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon

aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat

Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil

terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al

2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat

pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa

et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan

pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah

sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan

Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah

limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda

adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping

yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

338

Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis

adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang

memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan

secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)

Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk

menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al

2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa

kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat

jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris

dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan

secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk

granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai

upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan

berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)

Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan

adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV

dan MB dalam larutan

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian

ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil

ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa

Pembuatan adsorben HASS

Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat

konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus

hingga ukuran 100-200 mesh

Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka

(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam

tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan

ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram

biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan

pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

339

dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk

disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci

dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan

menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben

HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR

Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur

dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)

Eksperimen adsorpsi

Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan

menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model

kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi

zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk

menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB

diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang

gelombang λmax =591 dan 664 nm

Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa

adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)

(1)

Dimana Co dan Ce (mg L-1

) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum

dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume

larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1

)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karaterisasi adsorben

Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer

IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS

dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi

prekursor

Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat

serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1

menunjukkan

vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada

siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1

Pita

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

340

serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1

menunjukkan vibrasi ulur

asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1

muncul

puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada

bilangan gelombang 163564 cm-1

muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH

dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)

Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan

pada bilangan gelombang 3387 cm-1

yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang

tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal

dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga

Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1

menunjukkan adanya

vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada

daerah bilangan gelombang 165878 cm-1

dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1

menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik

serapan dari biomassa alga Spirulina sp

Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

341

Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita

serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1

yang merupakan vibrasi

ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang

79467 cm-1

merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada

daerah 45000 cm-1

menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1

muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)

Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan

munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-

1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-

OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1

disebabkan oleh pengurangan gugus

silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et

al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)

0 2 4 6 8 10 12keV

0

2

4

6

8

10

12

14

cpseV

O Si C

Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS

Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil

hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis

morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben

HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa

unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini

menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika

dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

342

Pengaruh pH

Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan

menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar

3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan

adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat

pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan

adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika

mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan

carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika

yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi

kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif

HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak

optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna

CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan

interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs

aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)

Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi

ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada

adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)

Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh

adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min

dan temperatur 27C)

15

20

25

30

35

40

0 2 4 6 8 10 12

q (

mg

g-1

)

pH

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

343

Kinetika Adsorpsi

Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS

dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS

dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4

dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat

Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit

ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan

pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah

mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan

kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi

Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB

teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL

pH=8 dan temperatur 27C)

Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada

Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan

menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2

(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)

tk

qqq tte3032

log)log( 1 (2)

0

10

20

30

40

50

0 15 30 45 60 75 90 105

q (

mg

g-1

)

Waktu (menit)

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

344

eet q

t

qkq

t

2

2

1

(3)

Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan

bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS

cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai

koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika

pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan

0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)

Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat

pewarna MB dan CV pada adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

345

Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB

dan CV pada adsorben HASS

Adsorbat

Pseudo orde satu Pseudo orde dua

qe

(mg g-1

)

k1 (1 min-1

) R2 k2

(g mg-1min

-1)

R2

MB 43960

0101 0870 0204

0970

CV 42570 0086 0974 0302

0960

SIMPULAN

Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru

(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan

MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo

orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat

pewarna CV dan MB dalam larutan

REFERENSI

Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009

Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from

aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365

Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I

2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for

organic dye removal J Clean Prod 137 189-194

Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite

nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution

Appl Surf Sci 333 68ndash77

Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting

cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and

capacity of Cd2+

ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429

Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition

of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-

silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

346

Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)

Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass

modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80

203ndash213

Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of

Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in

solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880

Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion

in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-

silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870

Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica

through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci

Res 51(4) 467ndash476

Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with

silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from

solution Orient J Chem 28(1) 271-278

Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar

A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of

operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152

443-453

Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration

with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene

blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287

Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from

aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of

Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10

Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)

Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium

and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888

Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green

algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater

152 407-414

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

347

Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass

derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci

Technol 24 220-228

Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-

polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng

5(1)103-113

Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015

Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective

removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-

75

Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira

SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers

on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-

322

Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption

of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut

tree J Hazard Mater B136 800ndash808

Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene

blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm

thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash

359

Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by

Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111

Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated

mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal

removal J Hazard Mater 152 690-698

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

348

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI

TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN

POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung

Mangkurat

Ria Shafitri ARH Universitas Lambung

Mangkurat

Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)

Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru

70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid

PENDAHULUAN

Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik

sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri

semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)

cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri

farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)

Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin

meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai

skala mikron atau bahkan nano

Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida

logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk

pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa

keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan

kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan

memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

349

Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan

metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut

yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor

silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir

kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate

(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate

Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode

sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan

penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)

melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran

nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran

1336 1501 dan 50 nm

Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran

nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat

yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)

melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus

mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG

dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk

agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan

menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga

penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang

seragam

Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan

karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan

polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk

memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan

15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel

nanosilika yang dihasilkan

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar

laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

350

statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace

timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha

P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern

Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron

Microscopy (SEM) (JCM-6000)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate

(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000

(PEG-6000) (Merck) dan akuades

Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel

Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL

dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan

pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia

dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan

diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan

dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus

terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur

600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)

Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi

dengan FTIR SEM dan PSA

Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)

Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian

dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al

2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan

Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15

Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG

Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama

dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG

pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol

silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer

Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam

Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum

dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk

disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

351

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan

Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi

silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15

(bv))

Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG

10 dan (c) Ns-PEG 15

Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya

pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan

metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak

yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak

PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000

telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi

Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1

merupakan pita serapan dari

vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan

bilangan gelombang 794 cm-1

menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus

siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi

dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari

TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-

Si

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

352

Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10

dan (c) Ns-PEG 15

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel

nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi

PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi

nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa

permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang

mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada

permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang

lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua

partikel lebih homogen dan lebih kecil

Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)

sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000

No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter

partikel rata-rata (nm)

1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240

Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran

partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm

Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000

memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

353

PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG

10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil

mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan

variasi PEG

Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika

tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika

(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000

sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika

(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000

yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan

terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding

Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam

Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah

penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

354

Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada

sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari

distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil

perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat

molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et

al 2012)

Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan

sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil

yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15

dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati

nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih

seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat

dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi

ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada

sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal

ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa

penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat

ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi

gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas

dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak

khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf

Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan

Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10

dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran

partikel 34 dnm

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

355

REFERENSI

Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji

Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel

Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55

Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan

Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam

Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW

Universitan Kristen Satya Wacana

Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel

Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30

Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis

Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat

Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6

Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011

Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious

Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51

Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A

Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel

Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan

Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian

Energi Dan Sumber Daya Mineral

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

356

IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN

HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI

Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu

ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang

Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid

PENDAHULUAN

Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk

kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga

Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama

Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one

village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk

mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun

kompetisi daerah (Junaidi 2011)

Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk

kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang

berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil

pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang

kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan

1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen

terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177

(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari

cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil

samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak

atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil

dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

357

parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri

sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan

senyawa-senyawa yang dikandungnya

Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk

sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79

komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan

Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara

lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)

Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy

2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp

Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang

dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang

terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

METODE PELAKSANAAN

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan

dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi

Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk

dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian

GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong

HASIL DAN PEMBAHASAN

Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi

Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang

dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi

masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping

berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)

Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri

adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang

dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk

dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan

sebesar plusmn 1

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

358

Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)

Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup

Kalamansi

GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang

bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC

akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa

tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa

dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi

Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan

pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan

hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

359

Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi

Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan

retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda

menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan

hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan

merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area

7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang

keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai

senyawa 12-Cyclohexanediol

Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping

industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene

merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas

jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance

pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene

minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung

carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)

carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

360

Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup

kalamansi (berdasarkan database NIST 17)

No Waktu retensi Senyawa Luas area ()

1 7288 D-Limonene 7592

2 8927 Limonene oxide 506

3 9784 α-terpineol 205

4 10200 Trans-carveol 477

5 10364 Carveol 191

6 10590 Carvone 658

7 11271 R-Limonene 190

8 11889 12-Cyclohexanediol 181

Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa

(Bunge) Wijnands)

No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi

Senyawa Senyawa

1 α-Pinene 05 α-Pinene 08

2 β-Pinene 01 β-Pinene 134

3 Myrcene 18 Myrcene 02

4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08

5 Limonene 940 Limonene 07

6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20

7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27

8 Linalool 04 Linalool 61

9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04

10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03

11 Terpinolene 01 β-Elemene 11

12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01

13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28

14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06

15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183

16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18

17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05

18 Elemol 01 Hedycaryol 190

19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12

20 α-Eudesmol 144

21 β-Eudesmol 86

22 Elemol 06

23 Phytol 04

Sumber Othman etal (2016)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

361

Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang

berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak

jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil

sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23

senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk

dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi

penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup

SIMPULAN

Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)

limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)

R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

REFERENSI

Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan

Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of

Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food

Research Journal 24 (4) 1782-1792

Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012

Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic

Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695

Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical

Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural

Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera

Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)

577-585

Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping

Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17

Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu

dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

362

Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On

Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety

Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44

Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical

Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of

Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282

Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial

Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South

Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431

Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D

2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants

Medicines 3 (13) 1-11

Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine

Review 12 (3) 259-264

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

363

STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT

Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi

Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan

Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan

ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid

PENDAHULUAN

Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi

kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang

berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum

intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi

dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit

sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan

yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan

karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga

fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk

melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu

melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen

reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003

Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi

radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat

lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

364

mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi

dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu

antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil

Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat

minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT

banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan

terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan

pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga

menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas

(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis

sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap

aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace

Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara

khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada

masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)

dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan

khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih

lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu

asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820

sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman

mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan

bersifat antioksidan

Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk

makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak

goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti

dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat

memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan

minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan

kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami

terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit

ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi

terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung

dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa

peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang

menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

365

menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak

sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan

minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo

METODE PELAKSANAAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas

Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji

andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik

dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan

yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet

Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass

labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang

digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat

glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai

sampel

Ekstraksi Biji Andaliman

Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian

dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke

dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup

Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari

kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya

untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan

selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan

dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)

Menentukan Bilangan Peroksida

Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit

ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman

dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing

disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial

Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan

dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan

ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

366

larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir

titrasi) (Pangestuti et al 2018)

Penentuan Bilangan Iodin

Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian

ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer

ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan

20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati

Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda

Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium

Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)

Penentuan Asam Lemak Bebas

Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu

dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam

penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu

dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang

selama 30 detik (Sopianti et al 2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini

adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan

pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini

adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik

yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan

sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-

heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari

ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah

andaliman (Sudaryanto et al 2016)

Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan

pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu

mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

367

peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan

menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak

akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid

dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk

mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml

320 ml 255 ml 244 ml

20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml

346 ml 225 ml 226 ml

30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml

348 ml 220 ml 218 ml

Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan

rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =

V = volume

Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil

perhitungan seperti pada Tabel 2

Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 ppm

10 hari 0670 0492 0488

0640 0510 0488

20 hari 0690 0462 0450

0692 0450 0452

30 hari 0720 0444 0436

0696 0440 0436

Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak

Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk

pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2

dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

368

konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar

konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida

terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari

Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan

ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu

mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat

menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil

titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3

Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan

Berat

Sampel Vol Blanko

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml

4751 ml 4270 ml 4218 ml

20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml

4878 ml 4103 ml 4134 ml

30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml

4929 ml 4128 ml 4110 ml

Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak

menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )

dengan A = volume

larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =

normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan

bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4

Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin

Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 13158 14550 14833

13321 14543 14675

20 hari 13042 14723 14931

12999 14711 14887

30 hari 12637 14882 15065

12870 14903 14948

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

369

Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin

terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama

waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar

bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi

Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah

andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam

berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH

(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5

Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman

sebagai antioksidan

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol KOH yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml

959 ml 670 ml 670 ml

20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml

957 ml 682 ml 680 ml

30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml

965 ml 674 ml 668 ml

Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan

pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra

2019) ALB () =( )

(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat

N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))

Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses

oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak

buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan

variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu

penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida

dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI

bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh

penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak

Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah

andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada

perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada

konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

370

bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur

dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan

peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya

Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 488 354 352

491 353 353

20 hari 491 352 348

490 349 348

30 hari 497 347 340

494 345 342

Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin

kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data

tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm

terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama

penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat

digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi

antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata

lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada

minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan

Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap

minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30

hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai

antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan

bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat

dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352

dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang

menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak

buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat

juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah

andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa

penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka

asam lemak bebasnya semakin besar

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

371

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan

peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670

konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan

peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan

lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi

konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida

minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman

semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0

ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550

konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama

penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi

ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit

semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil

asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas

488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak

bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak

sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)

REFERENSI

Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak

Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai

Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan

pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10

Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam

Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan

Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105

Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak

Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota

Semarang Research Study Vol2 205-211

Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak

Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku

Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

372

Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada

Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta

pp 120-126

Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada

Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus

ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal

Penelitian MIPA Vol 1 23-29

Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity

Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants

African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145

PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit

Dokumen intern

Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus

2002 Jakarta

Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA

Universitas Negeri Medan

Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji

Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-

Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21

Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman

(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan

Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan

Industri Pangan Vol 14 29-39

Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK

Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative

and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The

American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

373

ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI

ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

Yandri Universitas Lampung

Fathaniah Sejati Universitas Lampung

Tati Suhartati Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

Sutopo Hadi Universitas Lampung

ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20

KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

yandriasfmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati

glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat

golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang

memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang

termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC

3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16

glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang

spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim

yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC

32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari

bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang

termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa

mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A

awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B

licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum

60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -

amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu

optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

374

mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu

optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50

kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot

molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil

mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil

penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai

bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55

dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah

metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+

tiap molekul enzim Ion

kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim

Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya

kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)

Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan

ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain

(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-

kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation

lain (Vihinen dan Mantsala1989)

Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme

yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam

industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala

besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi

cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah

bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di

lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al

2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam

industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada

penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari

Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat

dan stabilitas termal

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai

derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium

Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi

Bandung

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

375

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet

Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL

sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic

Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM

waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32

Prosedur Penelitian

Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang

mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001

dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et

al 2010)

Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel

bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000

rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)

Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan

garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis

(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)

Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase

menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels

et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)

Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan

dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya

dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels

Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum

(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)

yaitu 01 02 04 06 08 dan 10

Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan

dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40

50 60 70 80 90 dan 100 menit

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

376

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Enzim

Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari

komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama

30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan

aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg

Pemurnian Enzim α-Amilase

Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan

Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan

ammonium sulfat dan dialisis

Fraksinasi dengan ammonium sulfat

Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium

sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan

(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium

sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan

aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi

berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa

fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas

spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

377

Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada

fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium

sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90

Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas

enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses

fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena

jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada

fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi

20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas

spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan

eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68

Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada

Gambar 2

Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)

dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dialisis

Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan

protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran

(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan

molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari

garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan

kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase

hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut

menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

378

kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan

enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari

B subtilis ITBCCB148

Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148

Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami

peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh

penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim

telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim

hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin

disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau

kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim

yang sangat encer

Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian

Penentuan suhu optimum

Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi

enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim

α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat

dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum

enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang

bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125

oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan

enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat

untuk digunakan dalam industri

Tahap Volume

Enzim

(mL)

Aktivitas

Unit

(UmL)

Aktivitas

Total (U)

Kadar

Protein

(mgmL)

Aktivitas

Spesifik

(Umg)

Tingkat

Kemurnian

(kali)

perolehan

()

Ekstrak

Kasar

3000

291

873000

02265

1285

1

100

Hasil

Fraksi

(20-90)

ammonium

sulfat

150

3943

591450

0790

4991

39

68

Hasil

Dialisis

300 1416 424800 0188 7532 59 49

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

379

Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian

Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian

Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada

berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit

Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah

diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar

dapat digunakan dalam industri

Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu

65oC terhadap waktu

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

380

Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian

Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi

substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04

06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat

dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim

hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL

Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian

SIMPULAN

Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59

kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg

Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim

hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar

20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1

Vmaks =

147058 μmol mL-1

menit-1

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

381

REFERENSI

Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd

ed John

Wiley amp Sons Inc Publication New York

Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of

porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure

and activity EMBO J 6 3909-3916

Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis

Horwood Limited West Sussex England 45-52

Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use

of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603

Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their

specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615

Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced

stability Febs Lett 304 (1) 1-3

Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment

with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265

Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying

cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc

Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and

S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural

implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658

Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu

C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from

bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international

pp 1-9

Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial

progress in 21st century Biotech 6 2 174

Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S

(2019) The optimized production purification characterization and application

in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a

new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

382

Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant

of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189

Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and

molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-

43

Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -

Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved

Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418

Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of

extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus

subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74

Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene

glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89

Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth

using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied

Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

383

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN

PUDAU (Artocarpus kemando Miq)

Tati Suhartati Universitas Lampung

Vicka Andini Universitas Lampung

Yandri AS Universitas Lampung

ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis

Escherichia coli

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

tatisuhartatifmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di

Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai

sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin

siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati

et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011

senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan

67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di

Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang

sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -

sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan

senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker

menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah

satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa

flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang

sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan

aktivitas yang berbeda

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

384

Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit

cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa

Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung

mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-

388

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus

kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan

Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan

untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang

digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton

(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades

diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60

(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025

mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas

antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis

Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap

putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur

titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow

(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman

spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak

(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable

sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)

Prosedur Penelitian

Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah

dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

385

24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan

filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC

dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak

11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair

Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang

ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A

diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604

gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C

sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik

KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning

(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut

menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana

37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-

heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A

selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37

diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang

sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh

255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)

Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier

Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard

artonin E menggunakan tiga sistem eluen

Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli

dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al

(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode

Alley et al 1988

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak

Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan

347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan

karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada

λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan

karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm

merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin

A

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

386

Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks

347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran

batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH

menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)

Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan

pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada

posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik

terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa

hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus

karbonil

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

387

Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3

Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran

panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan

intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya

perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang

menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah

penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi

terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10

nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)

Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT

dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan

data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang

tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1

Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH

+ AlCl3 + HCl

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

388

Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan

2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau

UV λmaks nm (log ɛ)

Artonin E (Hernawan 2008)

Artonin E (Hasanah 2016)

Senyawa (1)

MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH+ NaOH

MeOH+ NaOH 212 268

MeOH+ NaOH 212 268 368

MeOH+ NaOAc 203 268 347

MeOH+ NaOAc 203 267 347

MeOH+ NaOAc 204 266 346

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 347

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 348

MeOH+ AlCl3 203 226 276 425

MeOH+ AlCl3 204 226 276 414

MeOH+ AlCl3 202 227 276 426

MeOH+ AlCl3

+ HCl 203 226 276 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404

Analisis Spektroskopi Inframerah

Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah

bilangan gelombang 3431 cm-1

yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil

Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1

dan 2924 cm-1

merupakan petunjuk adanya

gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1

menunjukkan

adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

389

1562 - 1462 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum

IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)

Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)

5007501000125015001750200025003000350040004500

1cm

60

65

70

75

80

85

90

95

100

T3

43

13

6

29

78

09

29

24

09

16

54

92

15

62

34

15

23

76

14

62

04

13

54

03

12

86

52

12

36

37

11

55

36

10

72

42

96

63

4

83

13

2

76

76

7

69

82

3

61

14

3

44

17

0

2AaV

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

390

Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum

senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum

artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada

bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan

bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan

spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat

dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B

(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)

IR (KBr) v (cm-1

)

A B C

3428 3433 3431

2975 2982 2978

2225 2913 2924

1650 1661 1655

1565 1561 1562

1471 1481 1462

1358 1356 1354

1284 1291 1287

1164 1179 1155

964 969 966

835 837 831

Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum

UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)

merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

391

Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli

Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan

Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat

pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol (+)

005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk

Konsentrasi senyawa (1)

03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk

Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03

mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona

hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm

sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas

antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol

(+)

005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk

Konsentrasi senyawa

(1)

03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk

Kontrol (+)

22 mm 23 mm 27 mm

Kontrol (-) - - -

Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk

04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk

dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9

mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)

memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E

coli

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

392

Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah

terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid

menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri

terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk

pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang

signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi

dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat

meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al

2012)

Uji Aktivitas Antikanker

Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker

leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik

terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini

menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat

pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50

Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in

vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4

microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji

aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker

sangat aktif terhadap sel leukemia P-388

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni

flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang

tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat

fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan

aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50

156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri

B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk

REFERENSI

Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ

Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug

screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium

assay Cancer Research 48 589-601

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

393

Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility

testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical

Pathology 45(4) 493-496

Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013

Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug

Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72

Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011

Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural

Products Research 25(10) 995-1003

Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and

F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst

Heterocycles 31(5) 877-882

Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas

Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar

Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 52-54

Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali

and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq

Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230

Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang

tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 48-53

Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih

Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53

Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids

from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity

Phytochemistry 82 136-142

Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G

A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and

ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of

Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

394

Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder

ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat

antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of

Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315

Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak

Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

395

AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK

KALSIUM KARBONAT

Suharso Universitas Lampung

Buhani Universitas Lampung

Eka Setiososari Universitas Lampung

Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar

Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim

sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri

(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al

2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak

diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu

salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya

murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi

penting untuk dilakukan

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai

deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk

mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam

menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et

al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan

selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

396

pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun

penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak

semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap

lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini

Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang

dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak

kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap

lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam

sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas

waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik

merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH

universal

Prosedur Penelitian

Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat

dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah

dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal

sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh

dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-

sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC

Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk

melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk

diamati pertumbuhannya

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi

Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment

Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3

0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan

diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M

dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

397

universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL

dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan

dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas

diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan

penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC

selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan

0075 0100 dan 0125 M

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor

pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan

Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan

pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M

masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk

hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan

tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian

campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan

ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu

diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama

satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)

Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan

dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang

diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini

diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm

Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu

dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang

berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan

Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan

pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat

pembentukan kerak CaCO3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada

Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded

Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

398

laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini

laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan

konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan

senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan

CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH

tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju

pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi

larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan

inhibitor

Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan

Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan

0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju

pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi

konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal

CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat

mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu

pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta

kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and

Semiat 2006)

020

030

040

050

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

0050 M

0075 M

0100 M

0125 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

399

Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi

Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M

Menggunakan Metode Seeded Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50

150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C

menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi

penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan

penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju

pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa

penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal

pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut

membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya

kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula

melarutkan kerak yang terdapat pada pipa

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang

diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan

pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai

jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang

diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya

000

005

010

015

020

025

030

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

kontrol

50 ppm

150 ppm

250 ppm

350 ppm

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

400

nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)

Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x

Dimana

Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan

(gL)

Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat

kesetimbangan (gL)

C0 = berat endapan awal (gL)

Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350

ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut

menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju

pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen

efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat

dilihat dalam Tabel 1

Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan

pertumbuhan 0050 M

No

Penambahan

inhibitor (ppm)

pH

Efektivitas

inhibitor ()

1 0 11 000

2 50 5 2704

3 150 5 9484

4 250 5 1628

5 350 4 2776

Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai

dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor

mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)

Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis

Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH

sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat

(1)

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

401

larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya

korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi

konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan

demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan

efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan

efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)

bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah

inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini

juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)

Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal

CaCO3

Inhibitor Konsentrasi

inhibitor (ppm)

Efisiensi inhibitor

( IE)

Referensi

AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini

Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008

Homopolimer Asam

Polimaleat

4 67 Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Terpolimer Asam

Polimaleat

4 73

Kopolimer Asam

Polimaleat

4 18

Asam Polikarboksilat 4 70

Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas

2002

C-Metil-4 10 12 22-

Tetrametoksi kalik (4)

Arena

10-100 34-100 Suharso et al 2009

Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011

Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a

Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b

SIMPULAN

Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium

karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas

inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan

penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor

sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

402

REFERENSI

Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan

H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems

International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940

Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination

Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104

Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale

Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry

Research 53 64ndash69

Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004

Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan

P2TKN BATAN Serpong

Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal

Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411

Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the

Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors

Desalination 220 345-352

Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and

MED Plants Desalination 124 63ndash74

Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers

as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428

Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the

Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of

Chemistry 7(1) 5-9

Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and

Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172

Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived

Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry

26(18) 6155-6158

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

403

Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts

from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale

Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187

Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor

of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106

Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-

Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan

Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas

Lampung

Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium

Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds

Desalination and Water Treatment 68 32ndash39

Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam

Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur

Indonesia 13(2) 100-104

Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu

Yogyakarta

Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium

Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals

Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396

Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan

(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate

(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45

Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy

Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation

Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210

Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier

Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation

Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

404

PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH

MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN

DENGAN METODE ION EXCHANGE

NM Yuhermita Universitas Jambi

N Nazarudin Universitas Jambi

O Alfernando Universitas Jambi

IG Prabasari Universitas Jambi

M Haviz Universitas Lampung

ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil

fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the

alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel

through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study

included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange

method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking

oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of

reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized

by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic

structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and

011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of

catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3

were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a

temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The

activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ

KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel

Cobalt

Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia

FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid

PENDAHULUAN

Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai

upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang

berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan

sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta

ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan

kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)

Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk

mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil

di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan

bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu

diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi

kebutuhan bahan bakar

Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati

(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

405

kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku

dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak

jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas

penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak

jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan

pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik

untuk menghasilkan energi terbarukan

Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat

proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses

tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam

lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang

lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak

Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon

kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga

dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah

residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu

katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis

adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi

penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya

umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan

menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung

seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa

2016)

Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert

dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam

kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan

digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode

pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang

dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada

proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam

reforming dan Sintesis Fischer Tropsch

Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan

logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin

tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut

penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan

minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan

Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

406

dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang

digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi

pada proses perengkahan katalitik menurun

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu

Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas

Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula

Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium

Energi dan Nano Material Universitas Jambi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang

aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)

Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air

Persiapan Bahan Baku

Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga

Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa

2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang

kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660

ml

Sintesa Katalis

Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah

tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai

dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari

cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing

sebanyak 660 ml

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat

larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-

Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3

masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang

mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer

selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan

katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

407

Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang

sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110

Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi

450oC 500

oC 550

oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit

pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil

setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pre-treatment Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah

penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali

penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan

minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan

berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan

kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku

penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi

Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan

minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini

Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah

setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring

Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum

dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir

bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan

berwarna kuning kecoklatan

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

408

Densitas Bahan

Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak

jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang

dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1

Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan

Bahan

Berat bahan

(gr) Densitas Bahan Baku (gr)

Minyak Goreng Kemasan 1730 09534

Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494

Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534

Aquades 1744 09814

Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang

belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak

jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng

kemasan

Preparasi dan Karakterisasi Katalis

Aktivasi Arang

Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga

diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan

hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon

mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya

bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan

aktivator Na2CO3

Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu

organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori

Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon

aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan

meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena

kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring

et al 2003)

Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC

selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor

dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

409

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co

Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion

exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga

variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen

selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang

menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil

penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan

menggunakan oven selama 12 jam

Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak

jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak

antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin

mempercepat dalam proses pembentukan produk

Karakterisasi Dengan SEM-EDX

Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang

menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray

Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat

dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat

pada gambar 3 sampai 5

Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x

Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada

perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan

memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori

arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian

lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

410

dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX

dirangkum dalam Tabel 2 berikut

Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 3535

2 C 6232

3 P 214

4 Ca 020

Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif

didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur

lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020

Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 319

2 C 9330

3 P 235

4 Ca 031

5 Co 086

Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada

komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak

rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada

perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi

pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

411

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2

Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1

Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm

Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 209

2 C 9233

3 P 309

4 Ca 025

5 Co 199

6 Al 016

7 Mg 010

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

412

Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan

peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain

yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan

unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang

ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan

Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran

10000x

Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan

konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi

tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini

disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya

konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3

persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit

Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg

Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan

silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co

Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan

Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang

sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

413

Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()

1 Si 029

2 C 9770

3 P 172

4 Ca 006

5 Co 011

6 Al 008

7 Mg 004

Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan

penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis

semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam

yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena

setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih

sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data

kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis

No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3

1 Si 319 209 029

2 C 9330 9233 9770

3 P 235 309 172

4 Ca 031 025 006

5 Co 086 199 011

6 Al 000 016 008

7 Mg 000 010 004

Karakterisasi Dengan XRD

Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola

difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran

panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam

kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi

difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di

steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan

difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

414

Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam

Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada

pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi

2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa

arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD

karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri

dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi

masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576

265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601

Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co

sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7

Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3

Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan

265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi

tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-

sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862

362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =

264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542

265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079

Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu

berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2

dan 3 juga berebntuk amorf

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000

36a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

37a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

18a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000 19a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

20a

(a) (b)

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

415

Perengkahan Minyak Jelantah

Perengkahan Termal

Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit

Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500

oC adalah 2456 gr

dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu

450oC adalah 3560 pada suhu 500

oC adalah 4715 dan pada suhu 550

oC adalah

5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas

CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas

Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal

No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()

1

Minyak Jelantah (50)

450 3560

2 500 4715

3 550 5234

Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel

tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan

cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi

peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas

Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur

proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi

(Hartiati 2006)

Perengkahan Katalitik

Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-

Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500

oC dan 550

oC Perbandingan

katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku

adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan

penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di

dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan

Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan

katalitik pada setiap temperatur

Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan

terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen

konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-

Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi

produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

416

cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi

temperatur konversi produk meningkat

Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co

Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761

2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176

3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145

Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi

total produk yang dihasilkan

Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan

Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk

utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak

berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah

dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang

tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak

jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)

Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak

Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan

dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat

sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan

katalitik minyak jelantah cukup tinggi

-

2000

4000

6000

8000

10000

12000

450 500 550

C

HP

Co-Arang 1

Co-Arang 2

Co Arang 3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

417

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah

1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP

lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna

coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755

pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550

oC adalah 2104 Untuk Konversi

cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada

suhu 450oC

Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 47553 4987 2580

2 500 9679 26904 6989 3206

3 550 9238 21040 7134 7617

Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1

Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan

katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen

konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan

katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil

perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056

gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550

oC adalah 209 gr Persen

Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500

oC adalah

1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan

(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC

-

10000

20000

30000

40000

50000

450 500 550

C

HP

Temperature degC

Konversi

CHP 1

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

418

Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi

()

1 450 6165 238 5927 3835

2 500 8285 1290 6996 1715

3 550 8824 1025 7799 1176

Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2

Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang

dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada

kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut

(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa

alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat

dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak

ringan akan terputus pada temperatur tinggi

Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3

Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat

pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11

Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 8825 980 7845 1175

2 500 8272 585 7687 1728

3 550 8855 1864 6991 1145

000

500

1000

1500

450 500 550

C

HP

hellip

Konversi CHP 2

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

419

Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu

450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500

oC adalah

13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr

dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang

dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500

oC adalah 585 dan pada

suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan

katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik

menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi

cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan

persen CHP

Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3

Studi Kinetika

Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)

Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil

reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur

tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik

hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana

jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan

sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP

per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R

dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika

nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial

Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan

aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami

penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi

0000

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

450 500 550

Per

sen

CH

P (

)

Temperatur (degC)

Konversi CHP

3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

420

menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi

produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung

sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah

reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit

Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R

1 450 0600 500 0600 550 0600

2 450 0601 500 0600 550 0750

3 450 0600 500 0658 550 0600

Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1

Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial

Persamaan regresi polynomial adalah

Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu

Energi Aktivasi

Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius

k = k0 e ndashEaRT

k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas

umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari

harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash

EaRT

dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan

nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan

katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat

dilihat pada tabel 13

Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 1

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 28532 104844

77315 0001293 161423 047886

82315 0001215 12624 023301

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

421

Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah

menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang

didapat adalah sebesar- 4064 kJ

Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 2

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0142 -1948

77315 0001293 0773 -0256

82315 0001215 0574 -0553

Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan

meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi

Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur

550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang

menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13

dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k

0

02

04

06

08

1

12

00012 00013 00014

ln k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

422

Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2

Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314

Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis

Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ

Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 3

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0005 -5136

77315 0001293 0003 -5577

82315 0001215 0011 -4493

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak

jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi

aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ

Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)

No Katalis Energi Aktivasi (kJ)

1 Co-Arang 1 -4064

2 Co-Arang 2 7103

3 Co-Arang 3 2998

-2500

-2000

-1500

-1000

-0500

0000

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

423

Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3

Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan

dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi

konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun

SIMPULAN

Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM

semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX

Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co

sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi

Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3

Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan

hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan

CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar

4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh

waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan

katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998

kJ

REFERENSI

Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)

Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk

Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi

-12

-1

-08

-06

-04

-02

0

02

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

424

Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -

Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash

76

Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co

and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on

Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal

11 75

Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi

Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan

Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau

Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses

Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02

Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas

Riau

Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First

Edition Marcel DokkerInc New York 13-19

Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau

David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah

Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ

Tribhuwana Tunggadewi

Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem

20182(1)16-18

Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada

Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam

Aktif J Tek Kim 22

Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur

Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan

Ampel Surabaya Vol 12 No3

Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram

XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan

Metode Impregnasi J Cis-Trans 1

Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis

Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

425

Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit

dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP

Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan

Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70

Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses

Catalytic Cracking Riau Universitas Riau

Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi

10 15ndash26

Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri

Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai

Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion

Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis

Undip

Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan

Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion

Indonesia J Farm 1

Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada

Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis

Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University

Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak

Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM

Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin

Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect

Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With

NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic

Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111

Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit

Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia

Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif

Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa

Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau

Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas

Riau

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

426

Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak

Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2

Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation

temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile

sludge waste Indonesia J Chem 8348-352

Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif

[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara

Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui

Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang

Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan

Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA

Universitas Padjajaran

Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi

Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair

Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse

Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial

Technol 25

Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan

[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]

Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan

Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI

10(4) 269-282 Dalam

Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking

Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26

Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang

Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia

Volume 02 No1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

427

KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS

ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI

Iis Siti Jahro Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity

Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email

jahrostiisgmailcom

PENDAHULUAN

Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit

dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar

apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang

penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp

pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20

dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang

dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih

kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp

menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa

yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah

gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi

mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-

97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman

dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan

abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

428

katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan

otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini

pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A

dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik

dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan

variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi

jumlah lubang pada konventer katalitik

Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan

dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif

sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan

dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan

zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas

CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas

CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)

Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah

berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)

zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X

(Jahro dkk 2018)

Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis

reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara

mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah

senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida

menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu

konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan

hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi

N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)

METODE PELAKSANAAN

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari

PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan

Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi

yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-

alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan

karakterisasi konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

429

Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan

Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan

konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge

dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada

suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus

dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari

abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah

berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian

ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya

campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan

ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke

dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah

Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk

dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari

suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya

furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan

Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian

emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat

Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter

katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang

berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut

kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian

dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri

dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X

masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi

jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap

zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang

digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan

variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit

sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31

Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer

katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya

terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

430

didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC

dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan

otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen

yang diemisikan dari gas buang

Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas

Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp

Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan

konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel

1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot

kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064

217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif

dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk

gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-

masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya

serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih

tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan

peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer

terhadap masing-masing gas tersebut

Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah

Pulp

No Konventer Katalitik dengan

variasi kadar zeolit X ()

Emisi gas Gas terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

() CO HC CO2

1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -

2 500 052 168 115 1875 2258 800

3 333 047 156 108 2656 2811 136

4 250 053 157 116 1718 2764 720

5 000 058 165 119 938 2396 480

Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh

konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

431

tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811

dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada

penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan

konventer katalitik lainnya

Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan

diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya

digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut

menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar

diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer

katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr

N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)

Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer

katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan

konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas

oksigen sisa pembakaran sebesar 131

Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik

No

Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit X ()

Emisi gas O2

()

Pertambahan O2

yang diemisikan

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 441 23664

333 525 30076

250 297 12672

00 263 100

Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang

diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai

dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas

HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif

yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

432

data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan

kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya

karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi

Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer

Katalitik

Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari

penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif

tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan

konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif

berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk

gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih

tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih

aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit

X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari

limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X

Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis

Konventer Katalitik

dengan Variasi Kadar

Zeolit A ()

Emisi Gas Gas Terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

()

CO

HC

CO2

Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -

500 049 155 107 234 285 144

333 047 152 105 265 298 160

250 041 138 93 359 364 256

00 058 165 119 938 2396 480

Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah

berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik

dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2

terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap

oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

433

250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil

membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2

berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597

Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan

otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan

pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran

pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A

sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi

dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333

Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A

No Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit A ()

Emisi Gas O2

()

Pertambahan O2

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 508 287

333 621 361

250 693 429

00 263 100

Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan

pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik

dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa

zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan

zeolit X

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang

dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah

lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

434

Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan

variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

2

Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7

Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X

dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang

sebanyak 5 buah

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC

kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-

masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

435

ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana

semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar

peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)

Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit X versus persentase gas terserap

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan

daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas

oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang

digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik

dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321

Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan

jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir

26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7

buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat

diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

436

tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata

lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 sudah optimum

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4

Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit A versus persentase gas terserap

Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan

bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian

152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing

gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

437

berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar

dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap

pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar

109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan

konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-

masing molekul gas CO HC dan CO2

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas

oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya

jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas

oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7

berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya

mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan

konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar

65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik

dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat

meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah

lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum

optimum

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan

bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan

konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer

sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya

meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada

konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer

katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah

konventer katalitik dengan katalis zeolit X

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

438

REFERENSI

Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions

Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal

for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22

Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk

Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang

Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari

Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai

Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan

Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi

Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran

Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan

Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp

dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan

Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As

Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and

modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia

Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile

Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33

Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed

Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara

Teknologi 8 (3) 69-76

Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification

as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis

Universiti Teknologi Malaysia

Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5

Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414

Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan

Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan

Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan

Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for

Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food

Technology 8(1) 68-71

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

439

PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION

NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC

Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi

Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten

Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di

dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit

terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki

kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

440

Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan

seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel

dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel

dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah

berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini

dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh

produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak

menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai

diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium

Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh

Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang

mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan

menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari

seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan

menggunakan Cyanex 272

Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses

solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk

memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan

ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid

secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga

menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)

Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya

menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini

sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan

cyanex

Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-

parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk

mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam

larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam

larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses

ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan

aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada

penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada

analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk

mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

441

biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang

digunakan

Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara

El wt () El wt ()

LE 7825 Cl 1253

Fe 1097 Cr 0323

Si 5427 Mn 0177

K 1259 Co 004

Al 0579 S 0022

Ni 0514 Sb 0022

Ca 065 Cd 0015

Zn 00087 Sn 0016

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit

asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur

(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3

Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan

pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching

dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari

proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur

(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik

berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara

fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel

percobaan yaitu Tabel2

Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan

kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir

dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik

mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan

organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses

solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan

Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan

mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada

Gambar 1

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

442

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Awal

Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan

XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus

(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari

Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite

[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat

dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt

dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang

terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga

untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan

menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan

proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption

Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray

Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel

kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3

Gambar 1 Skema proses Batch Extraction

ProdukAqueous batch Organic

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

443

Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi

No pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3

4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2

7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1

Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH

pH Konsentrasi

Ni (ppm)

Konsentrasi

Ca ()

2 9698 426

25 10892 957

3 23563 1153

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

444

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

445

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

446

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

447

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun

dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh

reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

448

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan

semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat

perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang

dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3

jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous

telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa

organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi

reaksi reversible dari persamaan 1

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

449

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian

serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk

paragraf

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di

bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari

sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar

pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10

(sepuluh) literatur acuan

Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi

seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian

Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th

Edition (American

Psychological Association)

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

450

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

451

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

452

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

453

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan

penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi

reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

454

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

455

Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah

kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara

nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses

2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor

kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion

hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion

hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari

persamaan 1

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah

dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai

faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua

dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam

REFERENSI

SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from

multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction

using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177

Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review

Chesmistry for Suistainable Development 1281-91

Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley

amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

456

Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp

CoKGaA India

Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals

Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH

Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium

magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of

carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and

Metallurgy pp 333-338

McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I

Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35

Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt

from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS

International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27

Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan

dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017

PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel

Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi

Mineral dan Batubara 12(3)195-207

Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply

Demand Mineral Desember 2012

RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc

New York

Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt

from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier

Hydrometallurgy 169 67-68

SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui

Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108

US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017

Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut

Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

457

ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG

DARI BUAH Shorea sumatrana

Yusnelti Universitas Jambi

Muhaimin Universitas Jambi

Richo Giwana Resdy

Maulana Universitas Sumatera

Utara

ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email

yusneltiunjaacid

PENDAHULUAN

Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang

150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya

shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet

maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat

belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan

tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin

sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)

Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik

(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada

mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)

Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan

salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal

dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati

dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat

minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet

penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi

Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

458

bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar

lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal

dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan

minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar

membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong

sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah

shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu

dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut

organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik

memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah

tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan

lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati

dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak

nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang

dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode

pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak

menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan

proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea

sumatrana

METODE PELAKSANAAN

Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten

Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas

matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda

menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di

shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang

dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg

IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana

Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang

digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur

kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan

lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan

uinversitas Jambi

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

459

Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran

Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak

hasil kempa

Ekstraksi Minyak

Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring

dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan

dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi

sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis

kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat

menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan

proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas

Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

460

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono

1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi

soxhlet

Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC

dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut

Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar

lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC

2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan

menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil

sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana

seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu

kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang

Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)

No Sampel Bahan kering

105 0C ()

Kadar Abu

()

Lemak

()

Protein

()

KH

()

1 Minyak nabati tengkawang

991680 18469 888674 08770 75766

Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar

8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea

stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar

923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (

Junaidi et al 2007)

Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh

bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam

serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil

eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)

heksana dan hidrokarbon lainnya

Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh

terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan

dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak

kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

461

soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus

dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)

Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena

umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini

merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N

bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip

kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus

et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan

penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang

menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel

komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam

tubuh (Mustika 2012)

Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral

lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur

tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel

otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)

Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam

tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida

menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat

dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin

selulosa dan pati (Setiyono 2011)

Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat

fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea

stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat

fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan

Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan

sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea

shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat

tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan

tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak

tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari

minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan

sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-

obatan (Alamendah 2009)

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

462

Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi

kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan

dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar

membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari

minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai

produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain

sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun

yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan

minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di

dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk

produk lilin dan sabun (Putri 2013)

SIMPULAN

Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal

dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680

kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770

dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674

REFERENSI

Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website

httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali

Diakses tanggal 18 Nopember 2009

Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB

Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali

dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-

Karbohidrat

Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang

(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree

(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available

fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351

Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji

tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

463

Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147

ISSN 1411 ndash 0903

Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji

tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943

RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual

Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab

Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh

perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu

lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta

Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty

NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis

kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas

Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia

httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD

E_SOXHLET_AOAC_2005_

Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung

Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak

tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of

Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan

Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378

e-mail resapangersagyahoocom

Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung

dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo

Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang

oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis

Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara

Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

465

EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK

LOKAL KALIMANTAN SELATAN

EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL

LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN

Azidi Irwan

Universitas Lambung

Mangkurat

Kholifatu Rosyidah

Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark

KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail

airwanulmacid

PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam

Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak

atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri

merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan

bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang

mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi

kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan

bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)

Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit

sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki

perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

466

telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah

lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil

mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-

bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan

sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di

bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)

Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak

atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air

(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan

penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam

penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air

mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada

kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak

sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et

al 2014)

Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai

sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi

masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-

ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih

mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)

Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan

menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)

Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah

limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil

asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri

2013)

Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di

mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode

pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel

kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian

Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri

dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan

semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan

minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang

minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen

kimianya dengan GC-MS

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

467

METODE DAN METODE

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet

volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air

termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik

penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-

bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan

Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades

Prosedur Kerja

1 Preparasi Sampel

Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya

dengan kulit yang keringnya

2 Distilasi

a Distilasi Kulit Segar

Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan

kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari

batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih

mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan

dalam lemari pendingin

b Distilasi Kulit Kering

Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke

dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri

kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari

pendingin

c Karakterisasi Minyak Atsiri

Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi

rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol

70

d Kandungan komponen minyak atsiri

Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit

dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari

masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

468

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Minyak Atsiri

Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4

anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483

a Berat Jenis

Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL

Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan

dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI

Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis

minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat

mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi

dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi

b Putaran Optik

Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter

Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel

kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI

persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri

memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang

terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi

c Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan

refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989

Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-

beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit

limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis

semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak

atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya

d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70

Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan

minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup

berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes

Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang

bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume

minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar

11 Sedangkan untuk sampel kering 15

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

469

e Kandungan komponen minyak atsiri

Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar

Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi

yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut

diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut

Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel segar

Puncak (peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10042 047 α-thujena 92

2 10327 177 α-pinena 94

3 11848 153 sabinena 93

4 12067 906 β-pinena 96

5 12469 130 mirsena 95

6 13007 046 oktanal 91

7 13513 038 α-terpinena 93

8 13833 087 benzena (1-metil-x-

Isopropil) 92

9 14171 6296 limonena 95

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

470

10 15124 1768 γ-terpenena 95

11 15999 090 terpenolena 94

12 19274 048 terpeni-4-ol 94

13 19792 086 α-terpeniol 94

14 20003 048 dodekanal 90

15 28138 079 germakrena 90

Total 100

Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering

Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel kering

Puncak

(peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10037 042 α-thujena 92

2 10322 177 α-pinena 94

3 11847 119 sabinena 94

4 12061 930 β-pinena 96

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

471

5 12464 118 mirsena 95

6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-

isopropil) 94

7 14158 6397 limonena 96

8 15104 1511 γ-terpenena 96

9 15463 043 linalool oksida 92

10 16001 054 alosimena 91

11 19283 120 terpeni-4-ol 93

12 19825 098 α-terpeniol 95

13 20002 076 dodecanal 89

14 26740 020 1) trans-α-

bergamotena

90

15 28135 042 germacrena 88

Total 100

Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit

hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk

sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal

konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)

γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)

Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena

(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi

perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering

terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih

kecil

Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)

dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi

sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain

Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal

753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan

et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan

hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena

2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

472

metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena

3925 dan lain-lain

Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit

buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal

seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data

tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)

Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan

berbagai metode pengambilanekstraksi

Senyawa

Komposisi komponen utama pada minyak atsiri

jeruk purut

1 2 3 4

sitronelal 1167 2385 753 1748

limonena 1416 113 2068 2872

α-pinena - - - -

β-pinena 3925 182 3296 715

sabinena - 155 3122 2749

Keterangan

1 Jantan et al (1996) metode distilasi air

2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air

3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap

4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air

Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang

polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih

panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar

yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada

sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin

banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks

biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang

meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen

berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat

pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat

bakteri

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

473

SIMPULAN

Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat

jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan

kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar

0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias

14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak

atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar

adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena

(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar

limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan

terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi

yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak

atsiri kulit buah limau kuit

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana

penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan

mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia

tanaman limau kuit

REFERENSI

Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom

(diakses 26 Januari 2017)

Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia

MIPA UNDIP Semarang

Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal

Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil

Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and

Technology vol 42 777-780

Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press

Jakarta

Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous

Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using

Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-

5

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

474

Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit

Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah

Tropika vol 30(6) 7-8

Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical

composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632

Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013

ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated

Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian

Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369

Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta

Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri

dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam

Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101

Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic

Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817

Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus

Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif

Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan

Transmigrasi Pekanbaru 1-24

Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya

Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar

Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Jakarta

Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner

A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of

selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol

32(6) 589-598

Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013

ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam

Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326

ndash 339

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

475

STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM

SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA

ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES

IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND

CYCLOHEXANE SYSTEM

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Nurul Aisyah

Universitas Negeri

Padang

Umar Kalmar

Nizar

Universitas Negeri

Padang

Deski Beri

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan

farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat

karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk

berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al

2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara

termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat

menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen

penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

476

Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang

mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke

dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi

dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal

kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-

komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk

dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena

banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya

menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat

kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan

Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana

diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia

dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu

kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna

merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh

dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan

methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black

Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan

sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah

(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian

Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak

mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah

2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan

surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi

pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi

dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami

perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem

air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut

menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow

mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara

dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo

mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair

Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan

sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna

merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl

red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di

Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

477

Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis

acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1

mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)

sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata

Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit

ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet

hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan

menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk

menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95

Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana

Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan

perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam

perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram

Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana

HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan

komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner

Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex

mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan

dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi

dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk

membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi

dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat

dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan

pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95

Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue

Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah

dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil

methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam

sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit

sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya

endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan

optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan

kelarutan dari methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

478

Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

1 Pengukuran Indeks Bias

Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan

penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan

skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk

sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat

tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran

indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C

dengan menggunakan rumus

( )

Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna

2 Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald

type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua

Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung

bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan

Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir

melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh

mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam

perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh

dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke

viskositas dinamik digunakan rumus

( )

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi

Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam

bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh

campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam

minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi

surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah

struktur asosiasi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

479

Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45

Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7

Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

480

Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa

terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan

struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH

(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-

ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan

air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus

hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari

surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan

mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak

terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam

Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah

keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran

OH- maka ketersediaan H

+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat

dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi

minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan

dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)

Kelarutan Zat Warna

Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air

surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam

mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada

pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar

pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red

akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62

maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue

dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru

pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan

warna hijau (Merk 2008 2013)

Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methyl red

Mikroemulsi 04916 mgmL

Kristal cair lamelar 06318 mgmL

Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methylene Blue

pH 7 pH 95

Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL

Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

481

Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat

berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-

molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan

methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air

Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan

methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus

polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi

lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair

lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih

rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair

lamelar

Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan

pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias

dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan

sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna

Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan

methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah

ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui

konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem

akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

482

menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari

sistem juga bertambah besar

Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami

perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias

dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan

sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan

methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi

dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red

Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum

dan sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum

ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat

warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar

seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada

mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7

Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

483

Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7

setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah

dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue

Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

484

Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih

kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah

ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias

mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130

Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum

dan sesudah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH

95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum

ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem

membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks

bias air)

Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral

dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam

netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer

ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan

oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

485

Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

setelah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada

mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai

viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah

penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum

penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red

Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel

mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi

tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

486

kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar

dibandingkan sebelum penambahan zat warna

Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

setelah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami

perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95

secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95

setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil

setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah

ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah

penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan

zat warna

SIMPULAN

Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu

mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red

paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan

sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue

paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak

20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis

dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan

setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene

blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks

bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna

mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

487

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 456UN3513LT2019

REFERENSI

Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of

Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and

Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)

305ndash310

Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions

stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050

Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue

dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri

Padang

Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article

Microemulsions  Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1

(February) 39ndash51

Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and

Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

488

KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK

LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)

COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT

(Aloe vera Linn)

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Fanny Zahratul

Hayati

Universitas Negeri

Padang

Sherly Kasuma

Warda Ningsih

Universitas Negeri

Padang

Elsa Yuniarti

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131

Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk

pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya

yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang

(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan

SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki

kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus

tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya

maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

489

menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et

al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu

kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis

Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan

elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga

membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks

sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan

alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah

Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh

dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk

(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)

menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen

anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)

Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan

saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan

pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah

kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk

regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi

membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul

pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan

polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated

mannose) (Ening 2007)

Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan

suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia

medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang

akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4

hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan

tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat

kristalinitas) yang diinginkan

BAHAN DAN METODE

Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit

selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur

gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk

KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter

(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker

(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test

(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength

(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-

0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan

merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical

X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

490

panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain

lap koran karet gelang tisu dan kertas label

Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar

Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir

(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto

Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi

Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A

xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi

Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT

Brataco Bandung) aquades dan air

Preparasi SB

Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven

dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci

stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10

gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan

dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan

di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan

kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan

kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum

Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah

SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen

Pencucian dan Pemurnian SB

SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam

selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan

NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air

mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1

hari sekali

Pembuatan Ekstrak LB

LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam

pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB

kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel

yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu

diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring

menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler

untuk preparasi KSB-ELB

Preparasi KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

491

SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm

SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu

perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu

perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu

perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan

tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan

sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik

dan dapat digunakan untuk karakterisasi

Karakteristik KSB-ELB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB

dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus

Wc() Wb Wk

Wb

x100

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB

yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih

Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah

sebagai berikut

dimana

P = Kuat tekan (Pa)

F = gaya tekan (N) dan

A = luas penampang benda (m2)

c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)

Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB

selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya

maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang

digunakan berukuran 15x2x1 cm

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur

nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600

cm-1 hingga 4000 cm-1

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

492

Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan

difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB

Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil

difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat

fasa kristalin dan amorf)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preparasi SB

Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan

bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH

dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH

4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan

tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum

dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril

Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh

goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan

dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)

Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi

goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling

berikatan

Pemurnian dan Pencucian SB

Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB

yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui

ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk

menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan

menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap

mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat

merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat

menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan

hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak

Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari

hasil fermentasi

Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang

kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan

dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah

didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB

ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya

2013)

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

493

Preparasi KSB-ELB

Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB

dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman

KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker

diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang

terdapat pada SB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air

dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-

ELB

Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-

ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB

sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi

penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi

secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami

peningkatan dan penurunan untuk seterusnya

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB

maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan

pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses

adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB

Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat

tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin

banyak filler ELB yang masuk dalam SB

99992994996998100

0 1 2 3 4

Wat

er

Co

nte

nt

()

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

494

Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB

Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)

Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-

ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai

kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding

dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan

(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi

rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai

regangan dari SB semakin turun

Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada

hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini

terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada

hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka

semakin banyak filler yang masuk pada matriks

Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB

Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda

terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu

perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan

Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih

tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat

tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB

maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi

secara fisika

0

05

1

15

2

25

3

0 1 2 3 4

Co

mp

ress

ive S

tren

gh

t (M

Pa

)

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB murniSB

KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

495

Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat

tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang

4000-600 cm-1

vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1

) C-H (2901 cm-

1) C-O (1370 cm

-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm

-1 dan 1068 cm

-1)

(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)

SB b) LB c) KSB-ELB

Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi

bilangan gelombang 333686 cm-1

yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol

vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1

menunjukkan adanya cincin siklis

lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)

sekitar 1000 cm-1

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

496

Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB

Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi

Sampel O-H C-H C-O C-O-C

λ λ λ λ

SB 333685 291471 145703 103391

LB 333379 210123 163799 104162

KSB-ELB 333818 289359 132598 102915

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi

yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra

FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran

batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan

gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan

pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-

ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan

merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga

membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

497

Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB

Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang

digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas

dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter

atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar

menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya

Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB

Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas

()

SB 02073 00657 01416 6830

KSB-ELB 01976 00611 01365 6907

Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini

menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat

kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari

KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai

kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari

KSB-ELB

UCAPAN TERIMA KASIH

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

498

Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 457UN3513LT2019

REFERENSI

Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem

Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171

Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of

Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre

amp Textile Research Vol 39 93-96

Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-

like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo

doi101007s10570-009-9357-2

Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi

Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang

Padang Indonesia

Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat

dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains

Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23

Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya

sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07

Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose

Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460

Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi

Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo

Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162

Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai

Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang

Semarang

Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from

Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471

  • 1ekapdf
  • 2 devi silsiapdf
  • 3herlinapdf
  • 4pasar maulimpdf
  • 5budanipdf
  • 6Dwi Rasypdf
  • 7Tutipdf
  • 8Indra Tariganpdf
  • 9Yandriipdf
  • 10Tati Suhartati1pdf
  • 11Suharsopdf
  • 12Noviapdf
  • 13Iis Sitipdf
  • 14sudibyo1pdf
  • 15Yusnelti1pdf
  • 16pdf
  • 17pdf
  • 18pdf
Page 3: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

303

4 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) (SNI 698922009)

5 Analisis cemaran logam Pb pada Ikan Kapiat (SNI 235452011)

Teknik analisa data yang digunakan analisa deskriftif dengan memaparkan hasil

penelitian kualitas air dibandingkan dengan criteria mutu air berdasarkan kelas III

peraturan pemerintah RI No 82 Tahun 2001 dan analisis cemaran logam Pb pada

ikan kapiat debandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat yang

terdapat dalam bahan pangan ikan segar berdasarkan SNI 27292013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman rata-rata yaitu 856 kondisi ini merupakan derajat keasaman

yang cukup baik Syamsudin (2014) menyatakan bahwa pH optimal bagi biota yakni

65-9 Nurdin (2009) pada umumnya nilai pH di perairan rendah akan rendah terkait

dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya

Dissolved Oxygen (DO)

SNI (06-698914-2004) menjelaskan bahwa DO merupakan jumlah milligram

oksigen yang terlarut dalam air atau air limbah yang dinyatakan dengan mgO2L

diperoleh rata-rata 62166 mgL Effendi (2003) kadar oksigen terlarut di perairan

alami biasanya kurang dari 10 mgL Air di sungai kelinggi memiliki kadar oksigen

yang terlarut cukup baik hal in disebbakan sungai kelinggi memiliki arus aliran air

yang cukup baik selain itu banyaknya tumbuhan liar di sekitar sungai menjadikan

sungai kelinggi kaya akan kandungan oksigen terlarut

Biological Oxygen Demand (BOD)

Diperoleh rata-rata 105023 mgL besarnya kosentrasi BOD mengindikasikan

bahwa perairan tersebut telah tercemar (Mahyudin dkk 2015) Tingginya kadar bod

disebabkan karena banyaknya bahan buang organik yang mengalir ke daerah sungai

hal ini akibat dari padatnya penduduk disekitar sungai Syamsudin (2014) klasifikasi

tingkat pencemaran berdasarkan nilai BOD masih tergolong tercemar sedang Tetapi

jika dibandingkan dengan standar mutu kualitas air kelas III (PP RI No82 tahun

2001) kurang baik peruntukannya

Chemical Oxygen Demand (COD)

COD menggambarkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme dalam air untuk mengurai atau mengoksidasi bahan orgnik yang sulit

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA

304

terurai dalam perairan dinyatakan dengan MgO2L diperoleh rata-rata nilai COD

sebesar 44 4345 mgL berdasarkan PP RI No 82 Tahun 2001 kriteria baik sebesar 50

mgL sehingga air dalam kondisi baik Oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen

yang terdapat di udara dan hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton

Kelarutan oksigen juga di pengaruhi suhu yaitu akan mengalami penurunan pada

suhu yang meningkat Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh semua biota air yaitu

untuk respirasi aktivitas biota air dan penguraian bahan organic oleh bakteri

decomposer

Logam Berat Pb pada ikan kapiat

Loga berat Pb dapat berasal dari partikel logam yang terdapat di udara yang

terbawa air hujan aktivitas manusia seperti indutri maupun limbah rumah tangga

lainnya logam ini dapat terakumulasi pada ikan yang terdaat di sungai kelinngi salah

satu jenis ikannya yakni ikan kapiat Hasil Penelitian menunjukkan kadar Pb 0137

mgkg Berdasarkan SNI 27292013 logam Pb yang dikandung pada ikan kapiat

berada dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yakni sebesar 03

mgkg

Keberadaan logam Pb dalam tubuh ikan kapiat tidak melebihi ambang batas

yang diizinkan namun engkonsumsi ikan yang sudah tercemar oleh logam berat perlu

diwaspadai mengingat sifat logam yang dapat terakumulasi dalam organ ubuh jika

dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah yang banyak Palar (2004) logam Pb

merupakan logam nonesensial yang keberadaanya dalam tubuh mahluk hidup idak

diharapkan Keberadaan logam Pb dalam tubuh seringkali menghambat logam

esensial dalam aktivitas kera enzim dan bersifat menghambat kerja enzim

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan cemaran logam Pb pada ikan kapiat

dapat disimpulkan bahwa kualitas air di sungai kelinggi kota Lubuklinggau dalam

kondisi baik dilihat dari parameter pH DO COD dan BOD Ikan kapiat telah

mengandung cemaran logam berat namun nilai kandungan logam berat berada

dibawah ambang batas yang ditetapkan menurut PP RI No 82 Tahun 2001 yaitu

0137 mgkg maksimum yakni 03 mgkg

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

305

REFERENSI

Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian

Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan

Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian

UNIB

Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta

Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)

Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan

Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu

kelautan Universitas Hasanuddin Makasar

Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of

the Cambodian Mekong FAO Italy

Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota

Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018

SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut

Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi

(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara

Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional

SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia

(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer

Badan Standarisasi Nasional

Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor

Pertanian Makassar Pjar Press

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

306

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN

BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN

PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI

Devi Silsia Universitas Bengkulu

Syafnil Universitas Bengkulu

Irma Manik Universitas Bengkulu

ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371

Indonesia Email devisilsiaunibacid

PENDAHULUAN

Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan

manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun

diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi

selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan

saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat

transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan

busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan

penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan

beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk

pembersih kulit yang diminati

Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara

basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau

lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan

sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun

minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi

karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

307

terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan

busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya

cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)

Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak

dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond

merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari

bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan

kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan

meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan

mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika

minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi

produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat

pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk

oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun

transparan

Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih

memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan

tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam

penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk

kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat

dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat

menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan

nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada

sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang

dihasilkan (Apriyani 2013)

Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh

dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk

kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi

yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri

pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya

7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk

kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma

yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et

al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi

sebagai aroma pada pembuatan sabun cair

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

308

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun

transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui

sabun transparan yang paling disukai panelis

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil

dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP

Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir

akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah

gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot

plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer

dan satu set pendingin tegak

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3

ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga

diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat

dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan

No Bahan Perlakuan

1 2 3

1 Minyat sawit (g) 60 60 60

2 Asam stearate (g) 21 21 21

3 NaOH 30 (g) 60 60 60

4 Etanol 96 (g) 45 45 45

5 Gliserin (g) 39 39 39

6 Gula pasir (g) 45 45 45

7 Akuades (g) 252 252 252

8 NaCl (g) 06 06 06

9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02

10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

309

Tahapan Penelitian

(1) Pemurnian Minyak Sawit

Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu

80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran

dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching

dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama

30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan

proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya

(2) Pembuatan Sabun Transparan

Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada

metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang

sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu

70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat

dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu

diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan

pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan

terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan

proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian

suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan

ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring

dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan

selama 24 jam pada suhu ruang

Parameter yang Diamati

Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air

dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan

menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran

tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)

kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan

tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan

terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis

diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash

5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

310

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit

telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan

pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik

fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada

Gambar 1

Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit

Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini

selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis

yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat

kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan

karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam

produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air

yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada

saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades

yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil

sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan

dapat dilihat pada Gambar 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

311

Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293

Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan

minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam

sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-

1994) yaitu sebesar 15

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika

dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini

diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak

sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari

hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang

digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh

putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang

menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat

transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa

disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent

Kekerasan

Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan

Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau

perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari

lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan

penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan

seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik

2113

2273 2293

20

205

21

215

22

225

23

235

1 2 3

Kadar Air ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

312

Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang

digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang

dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam

palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan

busa

Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4

Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari

Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml

adalah sabun yang paling lunak

Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada

penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini

disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada

sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun

transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka

kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang

ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No

06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan

Stabilitas Busa

Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun

Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit

dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah

mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga

0020

0024

0022

0018

0019

0020

0021

0022

0023

0024

0025

1 2 3

Kekerasan (mmgs)

Penambahan Minyak Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

313

berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat

pada Gambar 6

Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan

Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1

ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih

tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana

pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga

karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas

7778

6516

6892

58

60

62

64

66

68

70

72

74

76

78

80

1 2 3

Stabilitas Busa ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

314

busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang

digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan

asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam

palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit

pH

Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran

nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-

3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi

mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi

bersifat asam

Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi

Penambahan minyak kalamansi (ml) pH

1 1075

2 1073

3 1062

Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun

Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH

(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian

Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara

978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi

Kadar Alkali Bebas

Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam

minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari

reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu

setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi

berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat

disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan

untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki

kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium

hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan

cepat

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

315

Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini

berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar

alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml

Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak

jeruk kalamansi

Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini

diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis

Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa

Tingkat Penerimaan Panelis

Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan

konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan

adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun

tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat

kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat

pada Tabel 3

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap

warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan

yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini

diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki

019

015

018

0

002

004

006

008

01

012

014

016

018

02

1 2 3

Alkali Bebas ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

316

warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah

Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen

Parameter

Uji

Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan

dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi

1 ml 2 ml 3 ml

Warna 360 352 336

Aroma 348 392 356

Transparansi 372 328 328

Tekstur 384 376 368

Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam

range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan

penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis

terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan

utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya

menguap

Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada

sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi

sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan

sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka

faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan

Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba

tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur

keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat

pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384

Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut

Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan

SIMPULAN

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293

kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075

dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis

adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak

sawit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

317

REFERENSI

Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From

Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering

Information Technology 5(4) 349-356

Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan

httpeprintsumsacid

Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016

Dewan Standarisasi Nasional Jakarta

Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit

Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44

Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi

Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun

Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53

Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan

Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk

httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-

46informasi-teknologi

Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri

Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal

Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68

Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker

2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal

Plants Medicines 3 (2) 2-11

Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on

Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of

Surfactant and Detergent 2(4) 489-493

Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB

Information Series MPOB TT No 433

Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan

Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

318

pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri

Pertanian 9 (2)82-88

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap

Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas

Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk

Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS

PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455

Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil

Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Bengkulu

WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan

Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan

Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung

5(3) 125-136

Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin

Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor Bogor

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

319

RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)

Di LAHAN MASAM BENGKULU

Herlina Universitas Dehasen

Bengkulu

Evi Andriani Universitas Dehasen

Bengkulu

ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land

Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32

Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid

PENDAHULUAN

Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang

termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia

Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar

dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di

wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)

Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah

diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem

pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin

2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri

seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al

2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

320

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan

rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880

mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun

-1

(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar

garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi

(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1

) dan suhu rendah antara 9-10 oC

(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata

14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun

-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)

Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi

(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah

dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl

dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan

produksi biji sebesar 36305 kg ha-1

dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1

Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum

maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian

550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC

tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah

Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam

aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)

Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$

244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di

Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal

yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah

satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar

25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)

Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah

mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi

beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya

jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya

spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi

tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar

lingkungan tumbuh optimalnya

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

321

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari

India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu

pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan

Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf

yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis

pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi

pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan

diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan

percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman

tengah

Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai

perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam

polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan

berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian

belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya

ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih

diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5

M

kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per

polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag

pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur

pertanian 2 g per polibag

Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban

dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan

terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black

spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian

dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)

pada taraf kepercayaan 95

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Lingkungan Tumbuh

Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

322

laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi

organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil

tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas

maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman

kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi

beberapa enzim

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan

hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-

174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia

khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan

asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu

minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan

masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini

Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan

tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu

Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam

Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman

secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman

memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya

untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan

toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu

spesies atau aksesi (Dubey 1995)

00

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Su

hu

(oC

)

T Max T Min T Harian

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kele

mb

ab

an

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

323

Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman

Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan

tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka

tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti

perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan

hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda

diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan

mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat

melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini

Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun

Jenis Pupuk Kandang

Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata

terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman

yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal

sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi

Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang

digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan

diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga

daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi

penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman

suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh

optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam

meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al

(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah

pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun

Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai

luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait

sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara

umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan

perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

324

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang

merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi

dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar

bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun

tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait

dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan

biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain

menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-

organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan

perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap

aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas

pertumbuhan tanaman

Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b

Jenis Pupuk Kandang

Klorofil-a Klorofil-b

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062

ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a

Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil

Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan

klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan

antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang

sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total

klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan

klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan

aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika

tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria

penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

325

terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau

pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi

oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio

klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol

dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel

3)

Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b

ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya

cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam

aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut

berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman

Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam

menghadapi cekaman

Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan

antosianin

Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399

ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a

Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India

paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru

sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang

relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil

paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media

tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat

sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi

Kuwait dibanding kontrol

Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu

menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan

lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada

klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri

dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

326

terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada

Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)

Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah

fisiologis jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Tebal Daun (cm)

Luas Daun (cm

2)

Klorofil-a Klorofil-b

Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria

Kuwait 0196 bc 0215 a

4109 a 2934 d

1156 ab 1092 ab

0442 a 0392 c

Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria

Kuwait 0180 d 0205 ab

3706 bc 2895 d

1178 a 1154 ab

0448 a 0413 b

Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi

jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin

Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria

Kuwait 1598 a 1483 bc

0378 de 0374 de

0048 a 0046 a

Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria

Kuwait 1616 a 1567 ab

0399 cd 0436 ab

0028 c 0043 ab

Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter

peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin

kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang

pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai

terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi

pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat

menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid

merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

327

tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya

terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)

SIMPULAN

Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat

dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih

tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi

Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman

jintan hitam

REFERENSI

Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella

sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50

Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on

the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of

Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51

[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013

Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik

Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated

vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins

Plants (Basel) 3(4) 498-512

Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook

of Plant and Crop Stress

Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM

Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik

dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

hlm 59-82

Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi

Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron

Indonesia 2017 45(3) 323 -330

Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

328

Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella

sativa L

to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897

AJAR111813

Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of

temperature

to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and

Apllied Research 20(1) 1-9

Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009

Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some

soil properties World J Agri Sci (5)408-414

Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some

Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150

Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006

Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk

efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140

Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi

pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di

Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46

Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-

review International Research Journal of Pharmacy 236-39

Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan

hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J

Agron Indonesia 42(2)158-165

Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral

reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental

stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg

101016S0034-4257(02)00010-X

Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis

Sekolah Pascasarjana IPB Bogor

Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc

Publisher Massachussetts 782 p

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

329

Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural

practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under

rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397

Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield

and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in

Environmental Biology 6855-858

Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in

salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

330

OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING

TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN

Pasar Maulim

Silitonga Universitas Negeri

Medan

Melva Silitonga Universitas Negeri

Medan

Meida Nugrahalia Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email

pasarsilitongagmailcom

PENDAHULUAN

Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme

patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan

dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan

membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara

mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap

antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut

(imunisasi pasif)

Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu

immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005

Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

331

antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio

melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika

kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif

sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah

memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah

diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani

2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian

permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap

butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam

yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan

40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur

adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin

B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal

posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan

mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga

dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi

IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY

anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen

(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan

suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku

umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin

dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit

lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi

Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh

invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia

dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara

biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga

dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal

(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya

bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin

dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning

telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat

perlu dilakukan

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

332

METODE PELAKSANAAN

Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)

siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang

dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut

Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada

media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi

pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5

ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml

NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk

menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air

pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin

untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)

Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan

suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan

dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat

yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan

Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu

Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum

komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari

adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air

minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal

2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml

(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut

Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga

dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur

diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan

pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan

kadar IgY anti diare kuning telur

Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam

kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY

secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)

Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast

Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

333

IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-

masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji

agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai

dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh

bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur

ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil

Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan

Tingkatan yang Berbeda

Ulangan

Tingkatan Piridoksin

S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi

1 + + +

2 + + +

3 + + +

4 + + +

Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP

IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji

AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY

setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap

perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi

Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda

Peubah

Tingkatan Piridoksin

S1

Defisiensi

S2

Normal

S3

Suplementasi

Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a

2046 plusmn0043b

2134 plusmn 0044c

Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir

Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL

Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh

tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam

(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

334

IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi

IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi

piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam

kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan

1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi

peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam

White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan

mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi

empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu

menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil

penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus

sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada

ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122

plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan

adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur

berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning

telur

SIMPULAN

Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah

dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning

telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana

produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin

Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin

berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur

ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang

diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan

pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan

berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

335

REFERENSI

Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta

Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi

Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori

Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15

Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin

untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor

Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor

Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing

Alternative Promega Notes Magazine (46) 11

Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY

antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41

NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak

Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi

Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-

1094

Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006

Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7

(3) 92-103

SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of

IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31

(1) 109-122

Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi

Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328

Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam

Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan

diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan

Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

336

Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y

spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28

Universitatis Upsaliensis Upsala

Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah

Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40

Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi

IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam

Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

337

KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA

HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA

Buhani Universitas Lampung

Ismi Aditya Universitas Lampung

Suharso Universitas Lampung

ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri

Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid

PENDAHULUAN

Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara

luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri

tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan

sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et

al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon

aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat

Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil

terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al

2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat

pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa

et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan

pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah

sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan

Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah

limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda

adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping

yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

338

Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis

adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang

memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan

secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)

Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk

menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al

2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa

kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat

jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris

dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan

secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk

granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai

upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan

berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)

Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan

adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV

dan MB dalam larutan

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian

ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil

ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa

Pembuatan adsorben HASS

Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat

konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus

hingga ukuran 100-200 mesh

Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka

(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam

tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan

ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram

biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan

pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

339

dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk

disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci

dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan

menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben

HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR

Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur

dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)

Eksperimen adsorpsi

Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan

menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model

kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi

zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk

menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB

diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang

gelombang λmax =591 dan 664 nm

Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa

adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)

(1)

Dimana Co dan Ce (mg L-1

) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum

dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume

larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1

)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karaterisasi adsorben

Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer

IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS

dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi

prekursor

Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat

serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1

menunjukkan

vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada

siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1

Pita

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

340

serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1

menunjukkan vibrasi ulur

asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1

muncul

puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada

bilangan gelombang 163564 cm-1

muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH

dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)

Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan

pada bilangan gelombang 3387 cm-1

yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang

tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal

dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga

Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1

menunjukkan adanya

vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada

daerah bilangan gelombang 165878 cm-1

dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1

menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik

serapan dari biomassa alga Spirulina sp

Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

341

Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita

serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1

yang merupakan vibrasi

ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang

79467 cm-1

merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada

daerah 45000 cm-1

menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1

muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)

Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan

munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-

1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-

OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1

disebabkan oleh pengurangan gugus

silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et

al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)

0 2 4 6 8 10 12keV

0

2

4

6

8

10

12

14

cpseV

O Si C

Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS

Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil

hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis

morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben

HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa

unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini

menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika

dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

342

Pengaruh pH

Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan

menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar

3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan

adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat

pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan

adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika

mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan

carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika

yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi

kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif

HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak

optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna

CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan

interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs

aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)

Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi

ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada

adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)

Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh

adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min

dan temperatur 27C)

15

20

25

30

35

40

0 2 4 6 8 10 12

q (

mg

g-1

)

pH

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

343

Kinetika Adsorpsi

Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS

dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS

dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4

dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat

Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit

ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan

pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah

mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan

kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi

Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB

teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL

pH=8 dan temperatur 27C)

Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada

Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan

menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2

(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)

tk

qqq tte3032

log)log( 1 (2)

0

10

20

30

40

50

0 15 30 45 60 75 90 105

q (

mg

g-1

)

Waktu (menit)

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

344

eet q

t

qkq

t

2

2

1

(3)

Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan

bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS

cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai

koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika

pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan

0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)

Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat

pewarna MB dan CV pada adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

345

Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB

dan CV pada adsorben HASS

Adsorbat

Pseudo orde satu Pseudo orde dua

qe

(mg g-1

)

k1 (1 min-1

) R2 k2

(g mg-1min

-1)

R2

MB 43960

0101 0870 0204

0970

CV 42570 0086 0974 0302

0960

SIMPULAN

Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru

(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan

MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo

orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat

pewarna CV dan MB dalam larutan

REFERENSI

Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009

Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from

aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365

Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I

2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for

organic dye removal J Clean Prod 137 189-194

Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite

nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution

Appl Surf Sci 333 68ndash77

Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting

cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and

capacity of Cd2+

ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429

Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition

of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-

silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

346

Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)

Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass

modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80

203ndash213

Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of

Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in

solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880

Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion

in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-

silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870

Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica

through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci

Res 51(4) 467ndash476

Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with

silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from

solution Orient J Chem 28(1) 271-278

Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar

A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of

operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152

443-453

Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration

with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene

blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287

Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from

aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of

Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10

Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)

Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium

and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888

Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green

algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater

152 407-414

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

347

Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass

derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci

Technol 24 220-228

Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-

polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng

5(1)103-113

Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015

Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective

removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-

75

Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira

SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers

on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-

322

Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption

of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut

tree J Hazard Mater B136 800ndash808

Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene

blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm

thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash

359

Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by

Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111

Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated

mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal

removal J Hazard Mater 152 690-698

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

348

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI

TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN

POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung

Mangkurat

Ria Shafitri ARH Universitas Lambung

Mangkurat

Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)

Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru

70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid

PENDAHULUAN

Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik

sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri

semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)

cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri

farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)

Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin

meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai

skala mikron atau bahkan nano

Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida

logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk

pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa

keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan

kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan

memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

349

Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan

metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut

yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor

silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir

kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate

(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate

Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode

sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan

penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)

melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran

nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran

1336 1501 dan 50 nm

Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran

nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat

yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)

melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus

mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG

dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk

agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan

menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga

penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang

seragam

Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan

karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan

polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk

memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan

15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel

nanosilika yang dihasilkan

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar

laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

350

statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace

timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha

P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern

Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron

Microscopy (SEM) (JCM-6000)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate

(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000

(PEG-6000) (Merck) dan akuades

Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel

Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL

dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan

pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia

dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan

diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan

dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus

terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur

600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)

Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi

dengan FTIR SEM dan PSA

Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)

Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian

dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al

2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan

Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15

Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG

Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama

dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG

pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol

silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer

Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam

Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum

dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk

disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

351

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan

Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi

silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15

(bv))

Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG

10 dan (c) Ns-PEG 15

Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya

pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan

metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak

yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak

PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000

telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi

Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1

merupakan pita serapan dari

vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan

bilangan gelombang 794 cm-1

menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus

siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi

dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari

TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-

Si

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

352

Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10

dan (c) Ns-PEG 15

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel

nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi

PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi

nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa

permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang

mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada

permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang

lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua

partikel lebih homogen dan lebih kecil

Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)

sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000

No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter

partikel rata-rata (nm)

1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240

Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran

partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm

Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000

memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

353

PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG

10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil

mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan

variasi PEG

Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika

tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika

(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000

sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika

(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000

yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan

terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding

Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam

Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah

penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

354

Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada

sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari

distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil

perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat

molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et

al 2012)

Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan

sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil

yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15

dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati

nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih

seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat

dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi

ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada

sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal

ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa

penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat

ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi

gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas

dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak

khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf

Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan

Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10

dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran

partikel 34 dnm

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

355

REFERENSI

Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji

Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel

Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55

Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan

Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam

Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW

Universitan Kristen Satya Wacana

Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel

Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30

Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis

Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat

Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6

Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011

Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious

Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51

Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A

Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel

Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan

Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian

Energi Dan Sumber Daya Mineral

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

356

IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN

HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI

Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu

ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang

Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid

PENDAHULUAN

Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk

kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga

Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama

Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one

village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk

mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun

kompetisi daerah (Junaidi 2011)

Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk

kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang

berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil

pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang

kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan

1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen

terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177

(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari

cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil

samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak

atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil

dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

357

parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri

sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan

senyawa-senyawa yang dikandungnya

Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk

sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79

komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan

Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara

lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)

Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy

2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp

Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang

dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang

terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

METODE PELAKSANAAN

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan

dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi

Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk

dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian

GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong

HASIL DAN PEMBAHASAN

Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi

Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang

dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi

masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping

berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)

Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri

adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang

dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk

dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan

sebesar plusmn 1

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

358

Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)

Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup

Kalamansi

GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang

bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC

akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa

tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa

dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi

Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan

pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan

hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

359

Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi

Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan

retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda

menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan

hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan

merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area

7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang

keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai

senyawa 12-Cyclohexanediol

Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping

industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene

merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas

jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance

pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene

minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung

carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)

carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

360

Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup

kalamansi (berdasarkan database NIST 17)

No Waktu retensi Senyawa Luas area ()

1 7288 D-Limonene 7592

2 8927 Limonene oxide 506

3 9784 α-terpineol 205

4 10200 Trans-carveol 477

5 10364 Carveol 191

6 10590 Carvone 658

7 11271 R-Limonene 190

8 11889 12-Cyclohexanediol 181

Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa

(Bunge) Wijnands)

No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi

Senyawa Senyawa

1 α-Pinene 05 α-Pinene 08

2 β-Pinene 01 β-Pinene 134

3 Myrcene 18 Myrcene 02

4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08

5 Limonene 940 Limonene 07

6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20

7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27

8 Linalool 04 Linalool 61

9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04

10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03

11 Terpinolene 01 β-Elemene 11

12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01

13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28

14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06

15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183

16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18

17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05

18 Elemol 01 Hedycaryol 190

19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12

20 α-Eudesmol 144

21 β-Eudesmol 86

22 Elemol 06

23 Phytol 04

Sumber Othman etal (2016)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

361

Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang

berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak

jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil

sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23

senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk

dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi

penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup

SIMPULAN

Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)

limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)

R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

REFERENSI

Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan

Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of

Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food

Research Journal 24 (4) 1782-1792

Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012

Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic

Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695

Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical

Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural

Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera

Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)

577-585

Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping

Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17

Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu

dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

362

Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On

Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety

Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44

Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical

Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of

Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282

Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial

Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South

Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431

Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D

2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants

Medicines 3 (13) 1-11

Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine

Review 12 (3) 259-264

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

363

STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT

Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi

Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan

Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan

ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid

PENDAHULUAN

Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi

kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang

berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum

intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi

dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit

sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan

yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan

karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga

fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk

melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu

melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen

reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003

Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi

radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat

lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

364

mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi

dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu

antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil

Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat

minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT

banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan

terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan

pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga

menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas

(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis

sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap

aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace

Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara

khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada

masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)

dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan

khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih

lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu

asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820

sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman

mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan

bersifat antioksidan

Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk

makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak

goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti

dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat

memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan

minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan

kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami

terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit

ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi

terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung

dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa

peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang

menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

365

menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak

sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan

minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo

METODE PELAKSANAAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas

Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji

andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik

dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan

yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet

Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass

labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang

digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat

glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai

sampel

Ekstraksi Biji Andaliman

Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian

dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke

dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup

Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari

kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya

untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan

selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan

dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)

Menentukan Bilangan Peroksida

Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit

ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman

dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing

disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial

Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan

dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan

ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

366

larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir

titrasi) (Pangestuti et al 2018)

Penentuan Bilangan Iodin

Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian

ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer

ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan

20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati

Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda

Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium

Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)

Penentuan Asam Lemak Bebas

Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu

dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam

penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu

dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang

selama 30 detik (Sopianti et al 2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini

adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan

pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini

adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik

yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan

sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-

heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari

ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah

andaliman (Sudaryanto et al 2016)

Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan

pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu

mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

367

peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan

menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak

akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid

dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk

mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml

320 ml 255 ml 244 ml

20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml

346 ml 225 ml 226 ml

30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml

348 ml 220 ml 218 ml

Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan

rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =

V = volume

Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil

perhitungan seperti pada Tabel 2

Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 ppm

10 hari 0670 0492 0488

0640 0510 0488

20 hari 0690 0462 0450

0692 0450 0452

30 hari 0720 0444 0436

0696 0440 0436

Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak

Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk

pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2

dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

368

konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar

konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida

terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari

Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan

ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu

mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat

menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil

titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3

Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan

Berat

Sampel Vol Blanko

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml

4751 ml 4270 ml 4218 ml

20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml

4878 ml 4103 ml 4134 ml

30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml

4929 ml 4128 ml 4110 ml

Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak

menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )

dengan A = volume

larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =

normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan

bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4

Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin

Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 13158 14550 14833

13321 14543 14675

20 hari 13042 14723 14931

12999 14711 14887

30 hari 12637 14882 15065

12870 14903 14948

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

369

Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin

terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama

waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar

bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi

Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah

andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam

berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH

(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5

Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman

sebagai antioksidan

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol KOH yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml

959 ml 670 ml 670 ml

20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml

957 ml 682 ml 680 ml

30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml

965 ml 674 ml 668 ml

Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan

pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra

2019) ALB () =( )

(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat

N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))

Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses

oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak

buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan

variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu

penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida

dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI

bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh

penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak

Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah

andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada

perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada

konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

370

bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur

dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan

peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya

Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 488 354 352

491 353 353

20 hari 491 352 348

490 349 348

30 hari 497 347 340

494 345 342

Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin

kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data

tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm

terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama

penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat

digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi

antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata

lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada

minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan

Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap

minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30

hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai

antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan

bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat

dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352

dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang

menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak

buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat

juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah

andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa

penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka

asam lemak bebasnya semakin besar

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

371

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan

peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670

konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan

peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan

lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi

konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida

minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman

semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0

ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550

konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama

penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi

ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit

semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil

asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas

488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak

bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak

sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)

REFERENSI

Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak

Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai

Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan

pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10

Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam

Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan

Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105

Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak

Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota

Semarang Research Study Vol2 205-211

Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak

Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku

Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

372

Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada

Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta

pp 120-126

Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada

Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus

ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal

Penelitian MIPA Vol 1 23-29

Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity

Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants

African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145

PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit

Dokumen intern

Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus

2002 Jakarta

Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA

Universitas Negeri Medan

Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji

Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-

Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21

Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman

(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan

Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan

Industri Pangan Vol 14 29-39

Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK

Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative

and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The

American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

373

ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI

ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

Yandri Universitas Lampung

Fathaniah Sejati Universitas Lampung

Tati Suhartati Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

Sutopo Hadi Universitas Lampung

ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20

KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

yandriasfmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati

glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat

golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang

memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang

termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC

3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16

glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang

spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim

yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC

32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari

bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang

termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa

mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A

awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B

licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum

60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -

amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu

optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

374

mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu

optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50

kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot

molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil

mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil

penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai

bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55

dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah

metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+

tiap molekul enzim Ion

kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim

Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya

kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)

Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan

ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain

(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-

kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation

lain (Vihinen dan Mantsala1989)

Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme

yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam

industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala

besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi

cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah

bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di

lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al

2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam

industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada

penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari

Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat

dan stabilitas termal

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai

derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium

Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi

Bandung

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

375

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet

Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL

sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic

Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM

waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32

Prosedur Penelitian

Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang

mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001

dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et

al 2010)

Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel

bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000

rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)

Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan

garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis

(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)

Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase

menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels

et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)

Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan

dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya

dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels

Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum

(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)

yaitu 01 02 04 06 08 dan 10

Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan

dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40

50 60 70 80 90 dan 100 menit

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

376

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Enzim

Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari

komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama

30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan

aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg

Pemurnian Enzim α-Amilase

Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan

Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan

ammonium sulfat dan dialisis

Fraksinasi dengan ammonium sulfat

Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium

sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan

(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium

sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan

aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi

berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa

fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas

spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

377

Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada

fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium

sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90

Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas

enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses

fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena

jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada

fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi

20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas

spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan

eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68

Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada

Gambar 2

Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)

dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dialisis

Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan

protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran

(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan

molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari

garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan

kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase

hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut

menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

378

kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan

enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari

B subtilis ITBCCB148

Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148

Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami

peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh

penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim

telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim

hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin

disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau

kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim

yang sangat encer

Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian

Penentuan suhu optimum

Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi

enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim

α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat

dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum

enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang

bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125

oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan

enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat

untuk digunakan dalam industri

Tahap Volume

Enzim

(mL)

Aktivitas

Unit

(UmL)

Aktivitas

Total (U)

Kadar

Protein

(mgmL)

Aktivitas

Spesifik

(Umg)

Tingkat

Kemurnian

(kali)

perolehan

()

Ekstrak

Kasar

3000

291

873000

02265

1285

1

100

Hasil

Fraksi

(20-90)

ammonium

sulfat

150

3943

591450

0790

4991

39

68

Hasil

Dialisis

300 1416 424800 0188 7532 59 49

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

379

Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian

Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian

Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada

berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit

Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah

diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar

dapat digunakan dalam industri

Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu

65oC terhadap waktu

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

380

Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian

Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi

substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04

06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat

dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim

hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL

Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian

SIMPULAN

Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59

kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg

Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim

hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar

20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1

Vmaks =

147058 μmol mL-1

menit-1

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

381

REFERENSI

Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd

ed John

Wiley amp Sons Inc Publication New York

Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of

porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure

and activity EMBO J 6 3909-3916

Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis

Horwood Limited West Sussex England 45-52

Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use

of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603

Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their

specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615

Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced

stability Febs Lett 304 (1) 1-3

Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment

with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265

Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying

cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc

Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and

S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural

implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658

Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu

C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from

bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international

pp 1-9

Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial

progress in 21st century Biotech 6 2 174

Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S

(2019) The optimized production purification characterization and application

in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a

new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

382

Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant

of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189

Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and

molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-

43

Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -

Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved

Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418

Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of

extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus

subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74

Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene

glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89

Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth

using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied

Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

383

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN

PUDAU (Artocarpus kemando Miq)

Tati Suhartati Universitas Lampung

Vicka Andini Universitas Lampung

Yandri AS Universitas Lampung

ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis

Escherichia coli

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

tatisuhartatifmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di

Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai

sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin

siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati

et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011

senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan

67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di

Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang

sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -

sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan

senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker

menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah

satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa

flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang

sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan

aktivitas yang berbeda

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

384

Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit

cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa

Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung

mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-

388

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus

kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan

Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan

untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang

digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton

(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades

diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60

(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025

mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas

antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis

Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap

putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur

titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow

(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman

spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak

(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable

sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)

Prosedur Penelitian

Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah

dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

385

24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan

filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC

dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak

11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair

Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang

ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A

diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604

gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C

sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik

KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning

(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut

menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana

37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-

heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A

selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37

diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang

sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh

255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)

Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier

Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard

artonin E menggunakan tiga sistem eluen

Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli

dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al

(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode

Alley et al 1988

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak

Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan

347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan

karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada

λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan

karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm

merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin

A

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

386

Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks

347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran

batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH

menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)

Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan

pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada

posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik

terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa

hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus

karbonil

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

387

Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3

Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran

panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan

intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya

perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang

menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah

penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi

terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10

nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)

Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT

dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan

data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang

tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1

Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH

+ AlCl3 + HCl

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

388

Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan

2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau

UV λmaks nm (log ɛ)

Artonin E (Hernawan 2008)

Artonin E (Hasanah 2016)

Senyawa (1)

MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH+ NaOH

MeOH+ NaOH 212 268

MeOH+ NaOH 212 268 368

MeOH+ NaOAc 203 268 347

MeOH+ NaOAc 203 267 347

MeOH+ NaOAc 204 266 346

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 347

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 348

MeOH+ AlCl3 203 226 276 425

MeOH+ AlCl3 204 226 276 414

MeOH+ AlCl3 202 227 276 426

MeOH+ AlCl3

+ HCl 203 226 276 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404

Analisis Spektroskopi Inframerah

Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah

bilangan gelombang 3431 cm-1

yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil

Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1

dan 2924 cm-1

merupakan petunjuk adanya

gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1

menunjukkan

adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

389

1562 - 1462 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum

IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)

Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)

5007501000125015001750200025003000350040004500

1cm

60

65

70

75

80

85

90

95

100

T3

43

13

6

29

78

09

29

24

09

16

54

92

15

62

34

15

23

76

14

62

04

13

54

03

12

86

52

12

36

37

11

55

36

10

72

42

96

63

4

83

13

2

76

76

7

69

82

3

61

14

3

44

17

0

2AaV

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

390

Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum

senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum

artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada

bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan

bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan

spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat

dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B

(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)

IR (KBr) v (cm-1

)

A B C

3428 3433 3431

2975 2982 2978

2225 2913 2924

1650 1661 1655

1565 1561 1562

1471 1481 1462

1358 1356 1354

1284 1291 1287

1164 1179 1155

964 969 966

835 837 831

Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum

UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)

merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

391

Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli

Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan

Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat

pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol (+)

005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk

Konsentrasi senyawa (1)

03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk

Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03

mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona

hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm

sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas

antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol

(+)

005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk

Konsentrasi senyawa

(1)

03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk

Kontrol (+)

22 mm 23 mm 27 mm

Kontrol (-) - - -

Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk

04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk

dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9

mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)

memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E

coli

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

392

Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah

terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid

menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri

terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk

pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang

signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi

dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat

meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al

2012)

Uji Aktivitas Antikanker

Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker

leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik

terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini

menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat

pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50

Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in

vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4

microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji

aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker

sangat aktif terhadap sel leukemia P-388

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni

flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang

tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat

fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan

aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50

156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri

B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk

REFERENSI

Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ

Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug

screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium

assay Cancer Research 48 589-601

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

393

Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility

testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical

Pathology 45(4) 493-496

Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013

Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug

Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72

Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011

Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural

Products Research 25(10) 995-1003

Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and

F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst

Heterocycles 31(5) 877-882

Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas

Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar

Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 52-54

Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali

and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq

Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230

Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang

tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 48-53

Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih

Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53

Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids

from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity

Phytochemistry 82 136-142

Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G

A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and

ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of

Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

394

Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder

ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat

antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of

Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315

Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak

Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

395

AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK

KALSIUM KARBONAT

Suharso Universitas Lampung

Buhani Universitas Lampung

Eka Setiososari Universitas Lampung

Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar

Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim

sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri

(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al

2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak

diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu

salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya

murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi

penting untuk dilakukan

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai

deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk

mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam

menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et

al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan

selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

396

pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun

penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak

semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap

lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini

Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang

dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak

kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap

lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam

sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas

waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik

merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH

universal

Prosedur Penelitian

Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat

dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah

dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal

sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh

dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-

sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC

Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk

melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk

diamati pertumbuhannya

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi

Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment

Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3

0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan

diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M

dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

397

universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL

dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan

dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas

diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan

penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC

selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan

0075 0100 dan 0125 M

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor

pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan

Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan

pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M

masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk

hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan

tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian

campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan

ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu

diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama

satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)

Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan

dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang

diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini

diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm

Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu

dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang

berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan

Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan

pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat

pembentukan kerak CaCO3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada

Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded

Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

398

laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini

laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan

konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan

senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan

CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH

tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju

pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi

larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan

inhibitor

Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan

Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan

0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju

pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi

konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal

CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat

mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu

pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta

kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and

Semiat 2006)

020

030

040

050

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

0050 M

0075 M

0100 M

0125 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

399

Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi

Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M

Menggunakan Metode Seeded Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50

150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C

menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi

penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan

penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju

pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa

penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal

pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut

membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya

kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula

melarutkan kerak yang terdapat pada pipa

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang

diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan

pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai

jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang

diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya

000

005

010

015

020

025

030

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

kontrol

50 ppm

150 ppm

250 ppm

350 ppm

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

400

nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)

Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x

Dimana

Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan

(gL)

Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat

kesetimbangan (gL)

C0 = berat endapan awal (gL)

Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350

ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut

menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju

pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen

efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat

dilihat dalam Tabel 1

Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan

pertumbuhan 0050 M

No

Penambahan

inhibitor (ppm)

pH

Efektivitas

inhibitor ()

1 0 11 000

2 50 5 2704

3 150 5 9484

4 250 5 1628

5 350 4 2776

Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai

dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor

mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)

Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis

Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH

sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat

(1)

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

401

larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya

korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi

konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan

demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan

efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan

efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)

bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah

inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini

juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)

Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal

CaCO3

Inhibitor Konsentrasi

inhibitor (ppm)

Efisiensi inhibitor

( IE)

Referensi

AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini

Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008

Homopolimer Asam

Polimaleat

4 67 Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Terpolimer Asam

Polimaleat

4 73

Kopolimer Asam

Polimaleat

4 18

Asam Polikarboksilat 4 70

Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas

2002

C-Metil-4 10 12 22-

Tetrametoksi kalik (4)

Arena

10-100 34-100 Suharso et al 2009

Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011

Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a

Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b

SIMPULAN

Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium

karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas

inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan

penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor

sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

402

REFERENSI

Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan

H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems

International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940

Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination

Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104

Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale

Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry

Research 53 64ndash69

Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004

Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan

P2TKN BATAN Serpong

Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal

Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411

Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the

Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors

Desalination 220 345-352

Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and

MED Plants Desalination 124 63ndash74

Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers

as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428

Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the

Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of

Chemistry 7(1) 5-9

Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and

Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172

Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived

Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry

26(18) 6155-6158

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

403

Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts

from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale

Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187

Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor

of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106

Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-

Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan

Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas

Lampung

Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium

Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds

Desalination and Water Treatment 68 32ndash39

Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam

Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur

Indonesia 13(2) 100-104

Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu

Yogyakarta

Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium

Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals

Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396

Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan

(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate

(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45

Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy

Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation

Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210

Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier

Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation

Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

404

PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH

MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN

DENGAN METODE ION EXCHANGE

NM Yuhermita Universitas Jambi

N Nazarudin Universitas Jambi

O Alfernando Universitas Jambi

IG Prabasari Universitas Jambi

M Haviz Universitas Lampung

ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil

fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the

alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel

through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study

included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange

method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking

oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of

reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized

by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic

structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and

011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of

catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3

were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a

temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The

activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ

KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel

Cobalt

Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia

FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid

PENDAHULUAN

Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai

upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang

berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan

sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta

ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan

kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)

Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk

mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil

di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan

bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu

diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi

kebutuhan bahan bakar

Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati

(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

405

kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku

dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak

jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas

penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak

jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan

pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik

untuk menghasilkan energi terbarukan

Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat

proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses

tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam

lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang

lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak

Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon

kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga

dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah

residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu

katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis

adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi

penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya

umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan

menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung

seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa

2016)

Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert

dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam

kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan

digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode

pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang

dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada

proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam

reforming dan Sintesis Fischer Tropsch

Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan

logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin

tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut

penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan

minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan

Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

406

dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang

digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi

pada proses perengkahan katalitik menurun

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu

Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas

Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula

Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium

Energi dan Nano Material Universitas Jambi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang

aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)

Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air

Persiapan Bahan Baku

Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga

Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa

2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang

kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660

ml

Sintesa Katalis

Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah

tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai

dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari

cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing

sebanyak 660 ml

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat

larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-

Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3

masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang

mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer

selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan

katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

407

Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang

sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110

Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi

450oC 500

oC 550

oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit

pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil

setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pre-treatment Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah

penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali

penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan

minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan

berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan

kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku

penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi

Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan

minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini

Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah

setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring

Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum

dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir

bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan

berwarna kuning kecoklatan

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

408

Densitas Bahan

Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak

jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang

dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1

Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan

Bahan

Berat bahan

(gr) Densitas Bahan Baku (gr)

Minyak Goreng Kemasan 1730 09534

Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494

Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534

Aquades 1744 09814

Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang

belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak

jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng

kemasan

Preparasi dan Karakterisasi Katalis

Aktivasi Arang

Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga

diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan

hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon

mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya

bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan

aktivator Na2CO3

Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu

organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori

Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon

aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan

meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena

kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring

et al 2003)

Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC

selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor

dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

409

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co

Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion

exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga

variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen

selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang

menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil

penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan

menggunakan oven selama 12 jam

Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak

jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak

antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin

mempercepat dalam proses pembentukan produk

Karakterisasi Dengan SEM-EDX

Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang

menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray

Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat

dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat

pada gambar 3 sampai 5

Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x

Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada

perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan

memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori

arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian

lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

410

dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX

dirangkum dalam Tabel 2 berikut

Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 3535

2 C 6232

3 P 214

4 Ca 020

Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif

didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur

lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020

Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 319

2 C 9330

3 P 235

4 Ca 031

5 Co 086

Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada

komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak

rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada

perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi

pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

411

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2

Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1

Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm

Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 209

2 C 9233

3 P 309

4 Ca 025

5 Co 199

6 Al 016

7 Mg 010

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

412

Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan

peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain

yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan

unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang

ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan

Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran

10000x

Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan

konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi

tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini

disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya

konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3

persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit

Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg

Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan

silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co

Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan

Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang

sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

413

Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()

1 Si 029

2 C 9770

3 P 172

4 Ca 006

5 Co 011

6 Al 008

7 Mg 004

Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan

penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis

semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam

yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena

setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih

sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data

kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis

No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3

1 Si 319 209 029

2 C 9330 9233 9770

3 P 235 309 172

4 Ca 031 025 006

5 Co 086 199 011

6 Al 000 016 008

7 Mg 000 010 004

Karakterisasi Dengan XRD

Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola

difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran

panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam

kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi

difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di

steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan

difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

414

Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam

Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada

pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi

2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa

arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD

karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri

dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi

masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576

265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601

Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co

sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7

Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3

Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan

265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi

tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-

sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862

362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =

264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542

265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079

Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu

berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2

dan 3 juga berebntuk amorf

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000

36a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

37a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

18a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000 19a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

20a

(a) (b)

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

415

Perengkahan Minyak Jelantah

Perengkahan Termal

Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit

Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500

oC adalah 2456 gr

dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu

450oC adalah 3560 pada suhu 500

oC adalah 4715 dan pada suhu 550

oC adalah

5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas

CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas

Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal

No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()

1

Minyak Jelantah (50)

450 3560

2 500 4715

3 550 5234

Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel

tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan

cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi

peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas

Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur

proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi

(Hartiati 2006)

Perengkahan Katalitik

Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-

Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500

oC dan 550

oC Perbandingan

katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku

adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan

penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di

dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan

Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan

katalitik pada setiap temperatur

Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan

terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen

konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-

Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi

produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

416

cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi

temperatur konversi produk meningkat

Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co

Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761

2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176

3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145

Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi

total produk yang dihasilkan

Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan

Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk

utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak

berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah

dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang

tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak

jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)

Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak

Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan

dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat

sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan

katalitik minyak jelantah cukup tinggi

-

2000

4000

6000

8000

10000

12000

450 500 550

C

HP

Co-Arang 1

Co-Arang 2

Co Arang 3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

417

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah

1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP

lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna

coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755

pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550

oC adalah 2104 Untuk Konversi

cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada

suhu 450oC

Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 47553 4987 2580

2 500 9679 26904 6989 3206

3 550 9238 21040 7134 7617

Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1

Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan

katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen

konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan

katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil

perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056

gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550

oC adalah 209 gr Persen

Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500

oC adalah

1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan

(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC

-

10000

20000

30000

40000

50000

450 500 550

C

HP

Temperature degC

Konversi

CHP 1

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

418

Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi

()

1 450 6165 238 5927 3835

2 500 8285 1290 6996 1715

3 550 8824 1025 7799 1176

Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2

Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang

dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada

kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut

(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa

alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat

dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak

ringan akan terputus pada temperatur tinggi

Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3

Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat

pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11

Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 8825 980 7845 1175

2 500 8272 585 7687 1728

3 550 8855 1864 6991 1145

000

500

1000

1500

450 500 550

C

HP

hellip

Konversi CHP 2

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

419

Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu

450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500

oC adalah

13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr

dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang

dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500

oC adalah 585 dan pada

suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan

katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik

menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi

cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan

persen CHP

Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3

Studi Kinetika

Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)

Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil

reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur

tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik

hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana

jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan

sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP

per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R

dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika

nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial

Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan

aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami

penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi

0000

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

450 500 550

Per

sen

CH

P (

)

Temperatur (degC)

Konversi CHP

3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

420

menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi

produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung

sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah

reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit

Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R

1 450 0600 500 0600 550 0600

2 450 0601 500 0600 550 0750

3 450 0600 500 0658 550 0600

Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1

Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial

Persamaan regresi polynomial adalah

Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu

Energi Aktivasi

Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius

k = k0 e ndashEaRT

k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas

umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari

harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash

EaRT

dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan

nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan

katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat

dilihat pada tabel 13

Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 1

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 28532 104844

77315 0001293 161423 047886

82315 0001215 12624 023301

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

421

Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah

menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang

didapat adalah sebesar- 4064 kJ

Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 2

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0142 -1948

77315 0001293 0773 -0256

82315 0001215 0574 -0553

Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan

meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi

Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur

550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang

menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13

dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k

0

02

04

06

08

1

12

00012 00013 00014

ln k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

422

Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2

Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314

Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis

Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ

Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 3

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0005 -5136

77315 0001293 0003 -5577

82315 0001215 0011 -4493

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak

jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi

aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ

Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)

No Katalis Energi Aktivasi (kJ)

1 Co-Arang 1 -4064

2 Co-Arang 2 7103

3 Co-Arang 3 2998

-2500

-2000

-1500

-1000

-0500

0000

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

423

Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3

Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan

dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi

konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun

SIMPULAN

Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM

semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX

Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co

sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi

Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3

Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan

hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan

CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar

4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh

waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan

katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998

kJ

REFERENSI

Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)

Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk

Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi

-12

-1

-08

-06

-04

-02

0

02

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

424

Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -

Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash

76

Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co

and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on

Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal

11 75

Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi

Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan

Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau

Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses

Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02

Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas

Riau

Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First

Edition Marcel DokkerInc New York 13-19

Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau

David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah

Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ

Tribhuwana Tunggadewi

Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem

20182(1)16-18

Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada

Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam

Aktif J Tek Kim 22

Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur

Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan

Ampel Surabaya Vol 12 No3

Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram

XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan

Metode Impregnasi J Cis-Trans 1

Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis

Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

425

Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit

dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP

Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan

Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70

Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses

Catalytic Cracking Riau Universitas Riau

Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi

10 15ndash26

Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri

Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai

Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion

Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis

Undip

Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan

Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion

Indonesia J Farm 1

Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada

Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis

Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University

Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak

Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM

Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin

Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect

Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With

NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic

Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111

Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit

Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia

Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif

Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa

Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau

Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas

Riau

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

426

Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak

Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2

Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation

temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile

sludge waste Indonesia J Chem 8348-352

Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif

[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara

Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui

Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang

Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan

Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA

Universitas Padjajaran

Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi

Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair

Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse

Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial

Technol 25

Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan

[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]

Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan

Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI

10(4) 269-282 Dalam

Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking

Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26

Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang

Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia

Volume 02 No1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

427

KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS

ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI

Iis Siti Jahro Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity

Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email

jahrostiisgmailcom

PENDAHULUAN

Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit

dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar

apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang

penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp

pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20

dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang

dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih

kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp

menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa

yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah

gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi

mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-

97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman

dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan

abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

428

katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan

otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini

pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A

dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik

dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan

variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi

jumlah lubang pada konventer katalitik

Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan

dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif

sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan

dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan

zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas

CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas

CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)

Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah

berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)

zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X

(Jahro dkk 2018)

Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis

reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara

mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah

senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida

menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu

konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan

hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi

N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)

METODE PELAKSANAAN

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari

PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan

Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi

yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-

alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan

karakterisasi konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

429

Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan

Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan

konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge

dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada

suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus

dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari

abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah

berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian

ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya

campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan

ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke

dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah

Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk

dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari

suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya

furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan

Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian

emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat

Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter

katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang

berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut

kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian

dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri

dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X

masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi

jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap

zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang

digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan

variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit

sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31

Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer

katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya

terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

430

didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC

dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan

otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen

yang diemisikan dari gas buang

Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas

Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp

Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan

konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel

1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot

kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064

217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif

dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk

gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-

masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya

serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih

tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan

peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer

terhadap masing-masing gas tersebut

Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah

Pulp

No Konventer Katalitik dengan

variasi kadar zeolit X ()

Emisi gas Gas terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

() CO HC CO2

1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -

2 500 052 168 115 1875 2258 800

3 333 047 156 108 2656 2811 136

4 250 053 157 116 1718 2764 720

5 000 058 165 119 938 2396 480

Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh

konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

431

tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811

dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada

penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan

konventer katalitik lainnya

Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan

diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya

digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut

menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar

diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer

katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr

N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)

Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer

katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan

konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas

oksigen sisa pembakaran sebesar 131

Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik

No

Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit X ()

Emisi gas O2

()

Pertambahan O2

yang diemisikan

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 441 23664

333 525 30076

250 297 12672

00 263 100

Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang

diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai

dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas

HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif

yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

432

data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan

kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya

karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi

Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer

Katalitik

Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari

penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif

tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan

konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif

berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk

gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih

tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih

aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit

X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari

limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X

Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis

Konventer Katalitik

dengan Variasi Kadar

Zeolit A ()

Emisi Gas Gas Terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

()

CO

HC

CO2

Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -

500 049 155 107 234 285 144

333 047 152 105 265 298 160

250 041 138 93 359 364 256

00 058 165 119 938 2396 480

Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah

berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik

dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2

terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap

oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

433

250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil

membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2

berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597

Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan

otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan

pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran

pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A

sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi

dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333

Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A

No Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit A ()

Emisi Gas O2

()

Pertambahan O2

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 508 287

333 621 361

250 693 429

00 263 100

Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan

pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik

dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa

zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan

zeolit X

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang

dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah

lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

434

Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan

variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

2

Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7

Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X

dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang

sebanyak 5 buah

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC

kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-

masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

435

ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana

semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar

peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)

Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit X versus persentase gas terserap

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan

daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas

oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang

digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik

dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321

Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan

jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir

26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7

buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat

diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

436

tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata

lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 sudah optimum

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4

Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit A versus persentase gas terserap

Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan

bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian

152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing

gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

437

berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar

dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap

pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar

109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan

konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-

masing molekul gas CO HC dan CO2

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas

oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya

jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas

oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7

berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya

mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan

konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar

65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik

dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat

meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah

lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum

optimum

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan

bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan

konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer

sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya

meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada

konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer

katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah

konventer katalitik dengan katalis zeolit X

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

438

REFERENSI

Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions

Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal

for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22

Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk

Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang

Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari

Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai

Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan

Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi

Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran

Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan

Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp

dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan

Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As

Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and

modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia

Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile

Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33

Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed

Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara

Teknologi 8 (3) 69-76

Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification

as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis

Universiti Teknologi Malaysia

Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5

Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414

Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan

Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan

Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan

Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for

Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food

Technology 8(1) 68-71

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

439

PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION

NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC

Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi

Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten

Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di

dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit

terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki

kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

440

Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan

seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel

dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel

dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah

berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini

dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh

produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak

menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai

diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium

Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh

Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang

mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan

menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari

seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan

menggunakan Cyanex 272

Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses

solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk

memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan

ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid

secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga

menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)

Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya

menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini

sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan

cyanex

Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-

parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk

mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam

larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam

larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses

ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan

aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada

penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada

analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk

mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

441

biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang

digunakan

Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara

El wt () El wt ()

LE 7825 Cl 1253

Fe 1097 Cr 0323

Si 5427 Mn 0177

K 1259 Co 004

Al 0579 S 0022

Ni 0514 Sb 0022

Ca 065 Cd 0015

Zn 00087 Sn 0016

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit

asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur

(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3

Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan

pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching

dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari

proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur

(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik

berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara

fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel

percobaan yaitu Tabel2

Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan

kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir

dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik

mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan

organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses

solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan

Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan

mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada

Gambar 1

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

442

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Awal

Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan

XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus

(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari

Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite

[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat

dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt

dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang

terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga

untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan

menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan

proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption

Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray

Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel

kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3

Gambar 1 Skema proses Batch Extraction

ProdukAqueous batch Organic

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

443

Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi

No pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3

4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2

7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1

Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH

pH Konsentrasi

Ni (ppm)

Konsentrasi

Ca ()

2 9698 426

25 10892 957

3 23563 1153

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

444

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

445

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

446

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

447

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun

dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh

reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

448

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan

semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat

perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang

dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3

jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous

telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa

organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi

reaksi reversible dari persamaan 1

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

449

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian

serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk

paragraf

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di

bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari

sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar

pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10

(sepuluh) literatur acuan

Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi

seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian

Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th

Edition (American

Psychological Association)

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

450

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

451

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

452

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

453

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan

penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi

reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

454

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

455

Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah

kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara

nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses

2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor

kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion

hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion

hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari

persamaan 1

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah

dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai

faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua

dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam

REFERENSI

SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from

multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction

using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177

Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review

Chesmistry for Suistainable Development 1281-91

Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley

amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

456

Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp

CoKGaA India

Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals

Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH

Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium

magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of

carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and

Metallurgy pp 333-338

McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I

Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35

Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt

from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS

International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27

Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan

dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017

PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel

Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi

Mineral dan Batubara 12(3)195-207

Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply

Demand Mineral Desember 2012

RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc

New York

Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt

from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier

Hydrometallurgy 169 67-68

SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui

Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108

US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017

Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut

Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

457

ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG

DARI BUAH Shorea sumatrana

Yusnelti Universitas Jambi

Muhaimin Universitas Jambi

Richo Giwana Resdy

Maulana Universitas Sumatera

Utara

ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email

yusneltiunjaacid

PENDAHULUAN

Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang

150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya

shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet

maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat

belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan

tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin

sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)

Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik

(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada

mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)

Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan

salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal

dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati

dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat

minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet

penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi

Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

458

bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar

lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal

dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan

minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar

membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong

sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah

shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu

dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut

organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik

memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah

tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan

lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati

dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak

nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang

dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode

pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak

menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan

proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea

sumatrana

METODE PELAKSANAAN

Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten

Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas

matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda

menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di

shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang

dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg

IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana

Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang

digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur

kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan

lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan

uinversitas Jambi

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

459

Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran

Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak

hasil kempa

Ekstraksi Minyak

Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring

dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan

dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi

sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis

kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat

menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan

proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas

Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

460

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono

1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi

soxhlet

Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC

dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut

Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar

lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC

2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan

menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil

sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana

seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu

kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang

Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)

No Sampel Bahan kering

105 0C ()

Kadar Abu

()

Lemak

()

Protein

()

KH

()

1 Minyak nabati tengkawang

991680 18469 888674 08770 75766

Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar

8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea

stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar

923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (

Junaidi et al 2007)

Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh

bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam

serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil

eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)

heksana dan hidrokarbon lainnya

Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh

terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan

dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak

kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

461

soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus

dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)

Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena

umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini

merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N

bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip

kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus

et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan

penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang

menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel

komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam

tubuh (Mustika 2012)

Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral

lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur

tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel

otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)

Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam

tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida

menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat

dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin

selulosa dan pati (Setiyono 2011)

Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat

fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea

stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat

fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan

Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan

sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea

shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat

tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan

tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak

tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari

minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan

sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-

obatan (Alamendah 2009)

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

462

Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi

kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan

dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar

membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari

minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai

produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain

sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun

yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan

minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di

dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk

produk lilin dan sabun (Putri 2013)

SIMPULAN

Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal

dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680

kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770

dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674

REFERENSI

Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website

httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali

Diakses tanggal 18 Nopember 2009

Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB

Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali

dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-

Karbohidrat

Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang

(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree

(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available

fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351

Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji

tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

463

Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147

ISSN 1411 ndash 0903

Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji

tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943

RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual

Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab

Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh

perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu

lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta

Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty

NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis

kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas

Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia

httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD

E_SOXHLET_AOAC_2005_

Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung

Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak

tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of

Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan

Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378

e-mail resapangersagyahoocom

Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung

dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo

Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang

oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis

Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara

Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

465

EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK

LOKAL KALIMANTAN SELATAN

EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL

LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN

Azidi Irwan

Universitas Lambung

Mangkurat

Kholifatu Rosyidah

Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark

KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail

airwanulmacid

PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam

Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak

atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri

merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan

bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang

mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi

kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan

bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)

Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit

sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki

perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

466

telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah

lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil

mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-

bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan

sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di

bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)

Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak

atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air

(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan

penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam

penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air

mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada

kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak

sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et

al 2014)

Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai

sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi

masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-

ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih

mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)

Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan

menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)

Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah

limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil

asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri

2013)

Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di

mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode

pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel

kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian

Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri

dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan

semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan

minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang

minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen

kimianya dengan GC-MS

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

467

METODE DAN METODE

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet

volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air

termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik

penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-

bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan

Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades

Prosedur Kerja

1 Preparasi Sampel

Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya

dengan kulit yang keringnya

2 Distilasi

a Distilasi Kulit Segar

Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan

kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari

batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih

mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan

dalam lemari pendingin

b Distilasi Kulit Kering

Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke

dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri

kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari

pendingin

c Karakterisasi Minyak Atsiri

Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi

rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol

70

d Kandungan komponen minyak atsiri

Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit

dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari

masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

468

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Minyak Atsiri

Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4

anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483

a Berat Jenis

Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL

Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan

dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI

Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis

minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat

mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi

dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi

b Putaran Optik

Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter

Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel

kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI

persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri

memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang

terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi

c Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan

refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989

Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-

beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit

limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis

semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak

atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya

d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70

Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan

minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup

berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes

Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang

bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume

minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar

11 Sedangkan untuk sampel kering 15

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

469

e Kandungan komponen minyak atsiri

Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar

Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi

yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut

diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut

Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel segar

Puncak (peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10042 047 α-thujena 92

2 10327 177 α-pinena 94

3 11848 153 sabinena 93

4 12067 906 β-pinena 96

5 12469 130 mirsena 95

6 13007 046 oktanal 91

7 13513 038 α-terpinena 93

8 13833 087 benzena (1-metil-x-

Isopropil) 92

9 14171 6296 limonena 95

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

470

10 15124 1768 γ-terpenena 95

11 15999 090 terpenolena 94

12 19274 048 terpeni-4-ol 94

13 19792 086 α-terpeniol 94

14 20003 048 dodekanal 90

15 28138 079 germakrena 90

Total 100

Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering

Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel kering

Puncak

(peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10037 042 α-thujena 92

2 10322 177 α-pinena 94

3 11847 119 sabinena 94

4 12061 930 β-pinena 96

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

471

5 12464 118 mirsena 95

6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-

isopropil) 94

7 14158 6397 limonena 96

8 15104 1511 γ-terpenena 96

9 15463 043 linalool oksida 92

10 16001 054 alosimena 91

11 19283 120 terpeni-4-ol 93

12 19825 098 α-terpeniol 95

13 20002 076 dodecanal 89

14 26740 020 1) trans-α-

bergamotena

90

15 28135 042 germacrena 88

Total 100

Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit

hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk

sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal

konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)

γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)

Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena

(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi

perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering

terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih

kecil

Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)

dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi

sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain

Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal

753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan

et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan

hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena

2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

472

metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena

3925 dan lain-lain

Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit

buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal

seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data

tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)

Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan

berbagai metode pengambilanekstraksi

Senyawa

Komposisi komponen utama pada minyak atsiri

jeruk purut

1 2 3 4

sitronelal 1167 2385 753 1748

limonena 1416 113 2068 2872

α-pinena - - - -

β-pinena 3925 182 3296 715

sabinena - 155 3122 2749

Keterangan

1 Jantan et al (1996) metode distilasi air

2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air

3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap

4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air

Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang

polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih

panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar

yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada

sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin

banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks

biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang

meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen

berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat

pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat

bakteri

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

473

SIMPULAN

Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat

jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan

kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar

0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias

14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak

atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar

adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena

(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar

limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan

terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi

yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak

atsiri kulit buah limau kuit

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana

penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan

mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia

tanaman limau kuit

REFERENSI

Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom

(diakses 26 Januari 2017)

Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia

MIPA UNDIP Semarang

Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal

Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil

Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and

Technology vol 42 777-780

Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press

Jakarta

Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous

Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using

Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-

5

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

474

Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit

Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah

Tropika vol 30(6) 7-8

Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical

composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632

Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013

ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated

Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian

Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369

Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta

Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri

dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam

Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101

Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic

Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817

Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus

Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif

Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan

Transmigrasi Pekanbaru 1-24

Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya

Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar

Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Jakarta

Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner

A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of

selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol

32(6) 589-598

Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013

ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam

Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326

ndash 339

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

475

STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM

SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA

ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES

IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND

CYCLOHEXANE SYSTEM

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Nurul Aisyah

Universitas Negeri

Padang

Umar Kalmar

Nizar

Universitas Negeri

Padang

Deski Beri

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan

farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat

karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk

berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al

2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara

termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat

menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen

penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

476

Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang

mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke

dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi

dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal

kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-

komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk

dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena

banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya

menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat

kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan

Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana

diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia

dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu

kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna

merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh

dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan

methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black

Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan

sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah

(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian

Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak

mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah

2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan

surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi

pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi

dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami

perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem

air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut

menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow

mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara

dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo

mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair

Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan

sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna

merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl

red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di

Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

477

Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis

acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1

mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)

sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata

Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit

ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet

hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan

menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk

menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95

Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana

Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan

perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam

perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram

Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana

HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan

komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner

Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex

mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan

dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi

dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk

membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi

dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat

dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan

pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95

Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue

Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah

dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil

methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam

sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit

sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya

endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan

optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan

kelarutan dari methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

478

Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

1 Pengukuran Indeks Bias

Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan

penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan

skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk

sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat

tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran

indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C

dengan menggunakan rumus

( )

Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna

2 Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald

type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua

Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung

bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan

Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir

melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh

mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam

perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh

dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke

viskositas dinamik digunakan rumus

( )

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi

Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam

bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh

campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam

minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi

surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah

struktur asosiasi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

479

Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45

Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7

Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

480

Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa

terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan

struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH

(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-

ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan

air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus

hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari

surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan

mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak

terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam

Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah

keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran

OH- maka ketersediaan H

+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat

dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi

minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan

dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)

Kelarutan Zat Warna

Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air

surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam

mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada

pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar

pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red

akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62

maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue

dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru

pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan

warna hijau (Merk 2008 2013)

Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methyl red

Mikroemulsi 04916 mgmL

Kristal cair lamelar 06318 mgmL

Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methylene Blue

pH 7 pH 95

Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL

Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

481

Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat

berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-

molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan

methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air

Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan

methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus

polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi

lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair

lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih

rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair

lamelar

Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan

pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias

dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan

sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna

Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan

methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah

ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui

konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem

akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

482

menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari

sistem juga bertambah besar

Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami

perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias

dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan

sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan

methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi

dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red

Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum

dan sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum

ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat

warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar

seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada

mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7

Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

483

Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7

setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah

dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue

Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

484

Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih

kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah

ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias

mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130

Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum

dan sesudah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH

95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum

ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem

membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks

bias air)

Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral

dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam

netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer

ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan

oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

485

Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

setelah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada

mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai

viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah

penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum

penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red

Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel

mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi

tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

486

kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar

dibandingkan sebelum penambahan zat warna

Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

setelah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami

perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95

secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95

setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil

setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah

ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah

penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan

zat warna

SIMPULAN

Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu

mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red

paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan

sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue

paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak

20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis

dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan

setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene

blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks

bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna

mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

487

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 456UN3513LT2019

REFERENSI

Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of

Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and

Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)

305ndash310

Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions

stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050

Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue

dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri

Padang

Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article

Microemulsions  Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1

(February) 39ndash51

Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and

Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

488

KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK

LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)

COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT

(Aloe vera Linn)

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Fanny Zahratul

Hayati

Universitas Negeri

Padang

Sherly Kasuma

Warda Ningsih

Universitas Negeri

Padang

Elsa Yuniarti

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131

Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk

pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya

yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang

(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan

SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki

kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus

tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya

maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

489

menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et

al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu

kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis

Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan

elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga

membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks

sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan

alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah

Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh

dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk

(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)

menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen

anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)

Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan

saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan

pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah

kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk

regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi

membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul

pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan

polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated

mannose) (Ening 2007)

Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan

suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia

medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang

akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4

hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan

tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat

kristalinitas) yang diinginkan

BAHAN DAN METODE

Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit

selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur

gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk

KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter

(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker

(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test

(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength

(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-

0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan

merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical

X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

490

panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain

lap koran karet gelang tisu dan kertas label

Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar

Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir

(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto

Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi

Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A

xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi

Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT

Brataco Bandung) aquades dan air

Preparasi SB

Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven

dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci

stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10

gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan

dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan

di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan

kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan

kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum

Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah

SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen

Pencucian dan Pemurnian SB

SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam

selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan

NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air

mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1

hari sekali

Pembuatan Ekstrak LB

LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam

pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB

kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel

yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu

diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring

menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler

untuk preparasi KSB-ELB

Preparasi KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

491

SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm

SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu

perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu

perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu

perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan

tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan

sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik

dan dapat digunakan untuk karakterisasi

Karakteristik KSB-ELB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB

dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus

Wc() Wb Wk

Wb

x100

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB

yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih

Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah

sebagai berikut

dimana

P = Kuat tekan (Pa)

F = gaya tekan (N) dan

A = luas penampang benda (m2)

c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)

Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB

selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya

maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang

digunakan berukuran 15x2x1 cm

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur

nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600

cm-1 hingga 4000 cm-1

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

492

Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan

difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB

Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil

difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat

fasa kristalin dan amorf)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preparasi SB

Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan

bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH

dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH

4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan

tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum

dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril

Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh

goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan

dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)

Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi

goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling

berikatan

Pemurnian dan Pencucian SB

Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB

yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui

ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk

menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan

menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap

mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat

merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat

menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan

hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak

Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari

hasil fermentasi

Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang

kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan

dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah

didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB

ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya

2013)

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

493

Preparasi KSB-ELB

Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB

dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman

KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker

diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang

terdapat pada SB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air

dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-

ELB

Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-

ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB

sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi

penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi

secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami

peningkatan dan penurunan untuk seterusnya

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB

maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan

pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses

adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB

Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat

tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin

banyak filler ELB yang masuk dalam SB

99992994996998100

0 1 2 3 4

Wat

er

Co

nte

nt

()

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

494

Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB

Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)

Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-

ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai

kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding

dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan

(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi

rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai

regangan dari SB semakin turun

Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada

hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini

terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada

hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka

semakin banyak filler yang masuk pada matriks

Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB

Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda

terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu

perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan

Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih

tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat

tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB

maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi

secara fisika

0

05

1

15

2

25

3

0 1 2 3 4

Co

mp

ress

ive S

tren

gh

t (M

Pa

)

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB murniSB

KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

495

Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat

tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang

4000-600 cm-1

vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1

) C-H (2901 cm-

1) C-O (1370 cm

-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm

-1 dan 1068 cm

-1)

(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)

SB b) LB c) KSB-ELB

Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi

bilangan gelombang 333686 cm-1

yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol

vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1

menunjukkan adanya cincin siklis

lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)

sekitar 1000 cm-1

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

496

Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB

Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi

Sampel O-H C-H C-O C-O-C

λ λ λ λ

SB 333685 291471 145703 103391

LB 333379 210123 163799 104162

KSB-ELB 333818 289359 132598 102915

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi

yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra

FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran

batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan

gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan

pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-

ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan

merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga

membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

497

Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB

Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang

digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas

dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter

atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar

menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya

Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB

Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas

()

SB 02073 00657 01416 6830

KSB-ELB 01976 00611 01365 6907

Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini

menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat

kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari

KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai

kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari

KSB-ELB

UCAPAN TERIMA KASIH

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

498

Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 457UN3513LT2019

REFERENSI

Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem

Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171

Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of

Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre

amp Textile Research Vol 39 93-96

Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-

like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo

doi101007s10570-009-9357-2

Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi

Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang

Padang Indonesia

Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat

dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains

Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23

Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya

sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07

Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose

Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460

Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi

Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo

Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162

Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai

Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang

Semarang

Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from

Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471

  • 1ekapdf
  • 2 devi silsiapdf
  • 3herlinapdf
  • 4pasar maulimpdf
  • 5budanipdf
  • 6Dwi Rasypdf
  • 7Tutipdf
  • 8Indra Tariganpdf
  • 9Yandriipdf
  • 10Tati Suhartati1pdf
  • 11Suharsopdf
  • 12Noviapdf
  • 13Iis Sitipdf
  • 14sudibyo1pdf
  • 15Yusnelti1pdf
  • 16pdf
  • 17pdf
  • 18pdf
Page 4: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA

304

terurai dalam perairan dinyatakan dengan MgO2L diperoleh rata-rata nilai COD

sebesar 44 4345 mgL berdasarkan PP RI No 82 Tahun 2001 kriteria baik sebesar 50

mgL sehingga air dalam kondisi baik Oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen

yang terdapat di udara dan hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton

Kelarutan oksigen juga di pengaruhi suhu yaitu akan mengalami penurunan pada

suhu yang meningkat Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh semua biota air yaitu

untuk respirasi aktivitas biota air dan penguraian bahan organic oleh bakteri

decomposer

Logam Berat Pb pada ikan kapiat

Loga berat Pb dapat berasal dari partikel logam yang terdapat di udara yang

terbawa air hujan aktivitas manusia seperti indutri maupun limbah rumah tangga

lainnya logam ini dapat terakumulasi pada ikan yang terdaat di sungai kelinngi salah

satu jenis ikannya yakni ikan kapiat Hasil Penelitian menunjukkan kadar Pb 0137

mgkg Berdasarkan SNI 27292013 logam Pb yang dikandung pada ikan kapiat

berada dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yakni sebesar 03

mgkg

Keberadaan logam Pb dalam tubuh ikan kapiat tidak melebihi ambang batas

yang diizinkan namun engkonsumsi ikan yang sudah tercemar oleh logam berat perlu

diwaspadai mengingat sifat logam yang dapat terakumulasi dalam organ ubuh jika

dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah yang banyak Palar (2004) logam Pb

merupakan logam nonesensial yang keberadaanya dalam tubuh mahluk hidup idak

diharapkan Keberadaan logam Pb dalam tubuh seringkali menghambat logam

esensial dalam aktivitas kera enzim dan bersifat menghambat kerja enzim

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan cemaran logam Pb pada ikan kapiat

dapat disimpulkan bahwa kualitas air di sungai kelinggi kota Lubuklinggau dalam

kondisi baik dilihat dari parameter pH DO COD dan BOD Ikan kapiat telah

mengandung cemaran logam berat namun nilai kandungan logam berat berada

dibawah ambang batas yang ditetapkan menurut PP RI No 82 Tahun 2001 yaitu

0137 mgkg maksimum yakni 03 mgkg

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

305

REFERENSI

Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian

Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan

Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian

UNIB

Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta

Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)

Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan

Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu

kelautan Universitas Hasanuddin Makasar

Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of

the Cambodian Mekong FAO Italy

Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota

Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018

SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut

Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi

(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara

Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional

SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia

(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer

Badan Standarisasi Nasional

Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor

Pertanian Makassar Pjar Press

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

306

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN

BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN

PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI

Devi Silsia Universitas Bengkulu

Syafnil Universitas Bengkulu

Irma Manik Universitas Bengkulu

ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371

Indonesia Email devisilsiaunibacid

PENDAHULUAN

Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan

manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun

diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi

selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan

saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat

transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan

busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan

penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan

beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk

pembersih kulit yang diminati

Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara

basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau

lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan

sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun

minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi

karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

307

terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan

busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya

cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)

Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak

dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond

merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari

bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan

kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan

meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan

mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika

minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi

produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat

pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk

oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun

transparan

Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih

memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan

tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam

penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk

kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat

dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat

menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan

nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada

sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang

dihasilkan (Apriyani 2013)

Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh

dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk

kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi

yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri

pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya

7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk

kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma

yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et

al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi

sebagai aroma pada pembuatan sabun cair

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

308

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun

transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui

sabun transparan yang paling disukai panelis

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil

dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP

Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir

akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah

gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot

plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer

dan satu set pendingin tegak

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3

ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga

diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat

dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan

No Bahan Perlakuan

1 2 3

1 Minyat sawit (g) 60 60 60

2 Asam stearate (g) 21 21 21

3 NaOH 30 (g) 60 60 60

4 Etanol 96 (g) 45 45 45

5 Gliserin (g) 39 39 39

6 Gula pasir (g) 45 45 45

7 Akuades (g) 252 252 252

8 NaCl (g) 06 06 06

9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02

10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

309

Tahapan Penelitian

(1) Pemurnian Minyak Sawit

Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu

80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran

dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching

dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama

30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan

proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya

(2) Pembuatan Sabun Transparan

Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada

metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang

sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu

70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat

dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu

diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan

pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan

terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan

proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian

suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan

ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring

dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan

selama 24 jam pada suhu ruang

Parameter yang Diamati

Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air

dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan

menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran

tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)

kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan

tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan

terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis

diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash

5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

310

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit

telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan

pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik

fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada

Gambar 1

Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit

Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini

selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis

yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat

kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan

karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam

produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air

yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada

saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades

yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil

sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan

dapat dilihat pada Gambar 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

311

Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293

Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan

minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam

sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-

1994) yaitu sebesar 15

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika

dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini

diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak

sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari

hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang

digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh

putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang

menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat

transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa

disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent

Kekerasan

Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan

Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau

perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari

lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan

penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan

seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik

2113

2273 2293

20

205

21

215

22

225

23

235

1 2 3

Kadar Air ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

312

Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang

digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang

dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam

palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan

busa

Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4

Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari

Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml

adalah sabun yang paling lunak

Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada

penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini

disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada

sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun

transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka

kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang

ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No

06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan

Stabilitas Busa

Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun

Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit

dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah

mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga

0020

0024

0022

0018

0019

0020

0021

0022

0023

0024

0025

1 2 3

Kekerasan (mmgs)

Penambahan Minyak Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

313

berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat

pada Gambar 6

Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan

Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1

ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih

tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana

pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga

karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas

7778

6516

6892

58

60

62

64

66

68

70

72

74

76

78

80

1 2 3

Stabilitas Busa ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

314

busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang

digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan

asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam

palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit

pH

Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran

nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-

3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi

mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi

bersifat asam

Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi

Penambahan minyak kalamansi (ml) pH

1 1075

2 1073

3 1062

Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun

Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH

(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian

Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara

978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi

Kadar Alkali Bebas

Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam

minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari

reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu

setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi

berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat

disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan

untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki

kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium

hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan

cepat

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

315

Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini

berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar

alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml

Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak

jeruk kalamansi

Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini

diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis

Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa

Tingkat Penerimaan Panelis

Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan

konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan

adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun

tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat

kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat

pada Tabel 3

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap

warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan

yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini

diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki

019

015

018

0

002

004

006

008

01

012

014

016

018

02

1 2 3

Alkali Bebas ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

316

warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah

Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen

Parameter

Uji

Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan

dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi

1 ml 2 ml 3 ml

Warna 360 352 336

Aroma 348 392 356

Transparansi 372 328 328

Tekstur 384 376 368

Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam

range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan

penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis

terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan

utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya

menguap

Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada

sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi

sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan

sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka

faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan

Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba

tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur

keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat

pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384

Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut

Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan

SIMPULAN

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293

kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075

dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis

adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak

sawit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

317

REFERENSI

Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From

Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering

Information Technology 5(4) 349-356

Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan

httpeprintsumsacid

Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016

Dewan Standarisasi Nasional Jakarta

Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit

Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44

Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi

Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun

Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53

Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan

Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk

httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-

46informasi-teknologi

Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri

Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal

Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68

Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker

2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal

Plants Medicines 3 (2) 2-11

Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on

Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of

Surfactant and Detergent 2(4) 489-493

Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB

Information Series MPOB TT No 433

Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan

Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

318

pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri

Pertanian 9 (2)82-88

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap

Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas

Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk

Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS

PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455

Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil

Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Bengkulu

WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan

Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan

Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung

5(3) 125-136

Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin

Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor Bogor

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

319

RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)

Di LAHAN MASAM BENGKULU

Herlina Universitas Dehasen

Bengkulu

Evi Andriani Universitas Dehasen

Bengkulu

ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land

Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32

Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid

PENDAHULUAN

Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang

termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia

Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar

dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di

wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)

Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah

diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem

pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin

2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri

seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al

2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

320

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan

rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880

mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun

-1

(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar

garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi

(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1

) dan suhu rendah antara 9-10 oC

(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata

14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun

-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)

Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi

(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah

dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl

dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan

produksi biji sebesar 36305 kg ha-1

dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1

Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum

maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian

550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC

tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah

Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam

aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)

Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$

244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di

Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal

yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah

satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar

25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)

Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah

mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi

beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya

jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya

spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi

tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar

lingkungan tumbuh optimalnya

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

321

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari

India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu

pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan

Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf

yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis

pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi

pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan

diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan

percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman

tengah

Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai

perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam

polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan

berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian

belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya

ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih

diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5

M

kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per

polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag

pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur

pertanian 2 g per polibag

Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban

dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan

terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black

spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian

dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)

pada taraf kepercayaan 95

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Lingkungan Tumbuh

Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

322

laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi

organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil

tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas

maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman

kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi

beberapa enzim

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan

hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-

174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia

khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan

asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu

minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan

masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini

Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan

tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu

Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam

Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman

secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman

memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya

untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan

toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu

spesies atau aksesi (Dubey 1995)

00

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Su

hu

(oC

)

T Max T Min T Harian

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kele

mb

ab

an

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

323

Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman

Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan

tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka

tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti

perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan

hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda

diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan

mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat

melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini

Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun

Jenis Pupuk Kandang

Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata

terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman

yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal

sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi

Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang

digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan

diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga

daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi

penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman

suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh

optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam

meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al

(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah

pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun

Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai

luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait

sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara

umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan

perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

324

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang

merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi

dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar

bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun

tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait

dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan

biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain

menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-

organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan

perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap

aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas

pertumbuhan tanaman

Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b

Jenis Pupuk Kandang

Klorofil-a Klorofil-b

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062

ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a

Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil

Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan

klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan

antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang

sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total

klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan

klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan

aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika

tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria

penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

325

terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau

pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi

oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio

klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol

dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel

3)

Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b

ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya

cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam

aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut

berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman

Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam

menghadapi cekaman

Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan

antosianin

Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399

ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a

Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India

paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru

sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang

relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil

paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media

tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat

sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi

Kuwait dibanding kontrol

Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu

menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan

lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada

klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri

dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

326

terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada

Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)

Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah

fisiologis jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Tebal Daun (cm)

Luas Daun (cm

2)

Klorofil-a Klorofil-b

Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria

Kuwait 0196 bc 0215 a

4109 a 2934 d

1156 ab 1092 ab

0442 a 0392 c

Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria

Kuwait 0180 d 0205 ab

3706 bc 2895 d

1178 a 1154 ab

0448 a 0413 b

Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi

jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin

Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria

Kuwait 1598 a 1483 bc

0378 de 0374 de

0048 a 0046 a

Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria

Kuwait 1616 a 1567 ab

0399 cd 0436 ab

0028 c 0043 ab

Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter

peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin

kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang

pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai

terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi

pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat

menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid

merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

327

tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya

terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)

SIMPULAN

Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat

dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih

tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi

Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman

jintan hitam

REFERENSI

Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella

sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50

Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on

the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of

Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51

[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013

Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik

Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated

vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins

Plants (Basel) 3(4) 498-512

Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook

of Plant and Crop Stress

Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM

Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik

dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

hlm 59-82

Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi

Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron

Indonesia 2017 45(3) 323 -330

Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

328

Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella

sativa L

to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897

AJAR111813

Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of

temperature

to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and

Apllied Research 20(1) 1-9

Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009

Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some

soil properties World J Agri Sci (5)408-414

Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some

Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150

Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006

Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk

efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140

Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi

pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di

Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46

Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-

review International Research Journal of Pharmacy 236-39

Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan

hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J

Agron Indonesia 42(2)158-165

Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral

reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental

stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg

101016S0034-4257(02)00010-X

Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis

Sekolah Pascasarjana IPB Bogor

Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc

Publisher Massachussetts 782 p

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

329

Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural

practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under

rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397

Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield

and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in

Environmental Biology 6855-858

Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in

salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

330

OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING

TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN

Pasar Maulim

Silitonga Universitas Negeri

Medan

Melva Silitonga Universitas Negeri

Medan

Meida Nugrahalia Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email

pasarsilitongagmailcom

PENDAHULUAN

Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme

patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan

dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan

membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara

mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap

antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut

(imunisasi pasif)

Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu

immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005

Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

331

antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio

melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika

kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif

sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah

memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah

diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani

2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian

permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap

butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam

yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan

40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur

adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin

B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal

posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan

mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga

dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi

IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY

anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen

(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan

suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku

umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin

dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit

lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi

Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh

invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia

dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara

biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga

dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal

(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya

bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin

dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning

telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat

perlu dilakukan

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

332

METODE PELAKSANAAN

Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)

siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang

dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut

Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada

media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi

pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5

ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml

NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk

menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air

pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin

untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)

Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan

suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan

dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat

yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan

Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu

Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum

komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari

adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air

minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal

2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml

(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut

Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga

dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur

diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan

pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan

kadar IgY anti diare kuning telur

Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam

kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY

secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)

Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast

Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

333

IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-

masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji

agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai

dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh

bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur

ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil

Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan

Tingkatan yang Berbeda

Ulangan

Tingkatan Piridoksin

S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi

1 + + +

2 + + +

3 + + +

4 + + +

Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP

IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji

AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY

setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap

perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi

Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda

Peubah

Tingkatan Piridoksin

S1

Defisiensi

S2

Normal

S3

Suplementasi

Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a

2046 plusmn0043b

2134 plusmn 0044c

Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir

Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL

Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh

tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam

(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

334

IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi

IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi

piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam

kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan

1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi

peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam

White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan

mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi

empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu

menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil

penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus

sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada

ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122

plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan

adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur

berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning

telur

SIMPULAN

Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah

dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning

telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana

produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin

Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin

berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur

ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang

diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan

pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan

berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

335

REFERENSI

Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta

Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi

Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori

Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15

Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin

untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor

Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor

Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing

Alternative Promega Notes Magazine (46) 11

Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY

antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41

NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak

Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi

Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-

1094

Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006

Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7

(3) 92-103

SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of

IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31

(1) 109-122

Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi

Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328

Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam

Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan

diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan

Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

336

Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y

spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28

Universitatis Upsaliensis Upsala

Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah

Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40

Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi

IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam

Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

337

KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA

HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA

Buhani Universitas Lampung

Ismi Aditya Universitas Lampung

Suharso Universitas Lampung

ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri

Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid

PENDAHULUAN

Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara

luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri

tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan

sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et

al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon

aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat

Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil

terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al

2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat

pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa

et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan

pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah

sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan

Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah

limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda

adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping

yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

338

Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis

adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang

memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan

secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)

Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk

menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al

2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa

kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat

jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris

dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan

secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk

granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai

upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan

berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)

Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan

adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV

dan MB dalam larutan

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian

ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil

ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa

Pembuatan adsorben HASS

Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat

konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus

hingga ukuran 100-200 mesh

Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka

(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam

tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan

ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram

biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan

pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

339

dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk

disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci

dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan

menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben

HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR

Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur

dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)

Eksperimen adsorpsi

Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan

menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model

kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi

zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk

menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB

diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang

gelombang λmax =591 dan 664 nm

Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa

adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)

(1)

Dimana Co dan Ce (mg L-1

) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum

dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume

larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1

)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karaterisasi adsorben

Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer

IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS

dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi

prekursor

Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat

serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1

menunjukkan

vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada

siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1

Pita

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

340

serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1

menunjukkan vibrasi ulur

asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1

muncul

puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada

bilangan gelombang 163564 cm-1

muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH

dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)

Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan

pada bilangan gelombang 3387 cm-1

yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang

tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal

dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga

Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1

menunjukkan adanya

vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada

daerah bilangan gelombang 165878 cm-1

dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1

menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik

serapan dari biomassa alga Spirulina sp

Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

341

Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita

serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1

yang merupakan vibrasi

ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang

79467 cm-1

merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada

daerah 45000 cm-1

menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1

muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)

Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan

munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-

1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-

OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1

disebabkan oleh pengurangan gugus

silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et

al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)

0 2 4 6 8 10 12keV

0

2

4

6

8

10

12

14

cpseV

O Si C

Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS

Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil

hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis

morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben

HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa

unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini

menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika

dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

342

Pengaruh pH

Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan

menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar

3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan

adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat

pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan

adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika

mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan

carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika

yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi

kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif

HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak

optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna

CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan

interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs

aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)

Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi

ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada

adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)

Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh

adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min

dan temperatur 27C)

15

20

25

30

35

40

0 2 4 6 8 10 12

q (

mg

g-1

)

pH

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

343

Kinetika Adsorpsi

Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS

dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS

dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4

dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat

Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit

ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan

pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah

mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan

kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi

Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB

teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL

pH=8 dan temperatur 27C)

Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada

Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan

menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2

(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)

tk

qqq tte3032

log)log( 1 (2)

0

10

20

30

40

50

0 15 30 45 60 75 90 105

q (

mg

g-1

)

Waktu (menit)

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

344

eet q

t

qkq

t

2

2

1

(3)

Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan

bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS

cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai

koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika

pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan

0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)

Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat

pewarna MB dan CV pada adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

345

Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB

dan CV pada adsorben HASS

Adsorbat

Pseudo orde satu Pseudo orde dua

qe

(mg g-1

)

k1 (1 min-1

) R2 k2

(g mg-1min

-1)

R2

MB 43960

0101 0870 0204

0970

CV 42570 0086 0974 0302

0960

SIMPULAN

Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru

(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan

MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo

orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat

pewarna CV dan MB dalam larutan

REFERENSI

Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009

Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from

aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365

Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I

2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for

organic dye removal J Clean Prod 137 189-194

Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite

nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution

Appl Surf Sci 333 68ndash77

Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting

cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and

capacity of Cd2+

ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429

Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition

of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-

silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

346

Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)

Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass

modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80

203ndash213

Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of

Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in

solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880

Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion

in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-

silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870

Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica

through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci

Res 51(4) 467ndash476

Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with

silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from

solution Orient J Chem 28(1) 271-278

Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar

A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of

operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152

443-453

Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration

with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene

blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287

Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from

aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of

Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10

Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)

Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium

and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888

Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green

algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater

152 407-414

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

347

Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass

derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci

Technol 24 220-228

Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-

polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng

5(1)103-113

Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015

Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective

removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-

75

Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira

SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers

on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-

322

Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption

of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut

tree J Hazard Mater B136 800ndash808

Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene

blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm

thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash

359

Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by

Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111

Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated

mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal

removal J Hazard Mater 152 690-698

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

348

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI

TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN

POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung

Mangkurat

Ria Shafitri ARH Universitas Lambung

Mangkurat

Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)

Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru

70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid

PENDAHULUAN

Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik

sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri

semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)

cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri

farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)

Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin

meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai

skala mikron atau bahkan nano

Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida

logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk

pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa

keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan

kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan

memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

349

Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan

metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut

yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor

silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir

kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate

(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate

Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode

sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan

penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)

melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran

nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran

1336 1501 dan 50 nm

Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran

nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat

yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)

melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus

mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG

dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk

agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan

menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga

penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang

seragam

Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan

karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan

polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk

memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan

15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel

nanosilika yang dihasilkan

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar

laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

350

statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace

timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha

P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern

Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron

Microscopy (SEM) (JCM-6000)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate

(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000

(PEG-6000) (Merck) dan akuades

Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel

Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL

dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan

pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia

dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan

diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan

dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus

terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur

600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)

Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi

dengan FTIR SEM dan PSA

Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)

Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian

dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al

2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan

Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15

Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG

Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama

dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG

pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol

silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer

Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam

Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum

dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk

disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

351

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan

Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi

silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15

(bv))

Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG

10 dan (c) Ns-PEG 15

Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya

pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan

metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak

yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak

PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000

telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi

Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1

merupakan pita serapan dari

vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan

bilangan gelombang 794 cm-1

menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus

siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi

dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari

TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-

Si

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

352

Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10

dan (c) Ns-PEG 15

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel

nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi

PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi

nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa

permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang

mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada

permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang

lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua

partikel lebih homogen dan lebih kecil

Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)

sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000

No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter

partikel rata-rata (nm)

1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240

Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran

partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm

Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000

memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

353

PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG

10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil

mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan

variasi PEG

Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika

tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika

(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000

sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika

(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000

yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan

terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding

Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam

Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah

penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

354

Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada

sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari

distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil

perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat

molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et

al 2012)

Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan

sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil

yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15

dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati

nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih

seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat

dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi

ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada

sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal

ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa

penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat

ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi

gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas

dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak

khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf

Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan

Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10

dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran

partikel 34 dnm

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

355

REFERENSI

Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji

Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel

Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55

Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan

Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam

Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW

Universitan Kristen Satya Wacana

Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel

Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30

Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis

Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat

Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6

Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011

Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious

Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51

Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A

Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel

Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan

Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian

Energi Dan Sumber Daya Mineral

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

356

IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN

HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI

Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu

ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang

Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid

PENDAHULUAN

Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk

kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga

Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama

Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one

village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk

mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun

kompetisi daerah (Junaidi 2011)

Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk

kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang

berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil

pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang

kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan

1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen

terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177

(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari

cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil

samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak

atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil

dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

357

parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri

sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan

senyawa-senyawa yang dikandungnya

Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk

sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79

komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan

Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara

lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)

Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy

2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp

Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang

dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang

terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

METODE PELAKSANAAN

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan

dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi

Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk

dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian

GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong

HASIL DAN PEMBAHASAN

Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi

Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang

dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi

masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping

berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)

Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri

adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang

dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk

dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan

sebesar plusmn 1

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

358

Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)

Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup

Kalamansi

GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang

bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC

akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa

tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa

dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi

Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan

pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan

hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

359

Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi

Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan

retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda

menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan

hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan

merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area

7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang

keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai

senyawa 12-Cyclohexanediol

Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping

industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene

merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas

jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance

pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene

minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung

carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)

carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

360

Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup

kalamansi (berdasarkan database NIST 17)

No Waktu retensi Senyawa Luas area ()

1 7288 D-Limonene 7592

2 8927 Limonene oxide 506

3 9784 α-terpineol 205

4 10200 Trans-carveol 477

5 10364 Carveol 191

6 10590 Carvone 658

7 11271 R-Limonene 190

8 11889 12-Cyclohexanediol 181

Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa

(Bunge) Wijnands)

No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi

Senyawa Senyawa

1 α-Pinene 05 α-Pinene 08

2 β-Pinene 01 β-Pinene 134

3 Myrcene 18 Myrcene 02

4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08

5 Limonene 940 Limonene 07

6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20

7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27

8 Linalool 04 Linalool 61

9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04

10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03

11 Terpinolene 01 β-Elemene 11

12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01

13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28

14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06

15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183

16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18

17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05

18 Elemol 01 Hedycaryol 190

19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12

20 α-Eudesmol 144

21 β-Eudesmol 86

22 Elemol 06

23 Phytol 04

Sumber Othman etal (2016)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

361

Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang

berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak

jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil

sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23

senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk

dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi

penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup

SIMPULAN

Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)

limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)

R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

REFERENSI

Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan

Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of

Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food

Research Journal 24 (4) 1782-1792

Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012

Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic

Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695

Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical

Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural

Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera

Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)

577-585

Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping

Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17

Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu

dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

362

Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On

Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety

Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44

Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical

Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of

Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282

Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial

Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South

Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431

Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D

2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants

Medicines 3 (13) 1-11

Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine

Review 12 (3) 259-264

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

363

STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT

Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi

Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan

Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan

ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid

PENDAHULUAN

Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi

kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang

berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum

intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi

dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit

sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan

yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan

karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga

fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk

melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu

melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen

reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003

Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi

radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat

lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

364

mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi

dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu

antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil

Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat

minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT

banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan

terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan

pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga

menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas

(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis

sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap

aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace

Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara

khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada

masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)

dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan

khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih

lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu

asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820

sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman

mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan

bersifat antioksidan

Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk

makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak

goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti

dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat

memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan

minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan

kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami

terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit

ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi

terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung

dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa

peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang

menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

365

menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak

sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan

minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo

METODE PELAKSANAAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas

Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji

andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik

dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan

yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet

Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass

labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang

digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat

glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai

sampel

Ekstraksi Biji Andaliman

Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian

dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke

dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup

Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari

kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya

untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan

selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan

dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)

Menentukan Bilangan Peroksida

Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit

ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman

dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing

disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial

Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan

dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan

ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

366

larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir

titrasi) (Pangestuti et al 2018)

Penentuan Bilangan Iodin

Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian

ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer

ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan

20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati

Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda

Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium

Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)

Penentuan Asam Lemak Bebas

Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu

dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam

penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu

dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang

selama 30 detik (Sopianti et al 2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini

adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan

pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini

adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik

yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan

sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-

heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari

ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah

andaliman (Sudaryanto et al 2016)

Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan

pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu

mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

367

peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan

menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak

akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid

dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk

mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml

320 ml 255 ml 244 ml

20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml

346 ml 225 ml 226 ml

30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml

348 ml 220 ml 218 ml

Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan

rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =

V = volume

Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil

perhitungan seperti pada Tabel 2

Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 ppm

10 hari 0670 0492 0488

0640 0510 0488

20 hari 0690 0462 0450

0692 0450 0452

30 hari 0720 0444 0436

0696 0440 0436

Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak

Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk

pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2

dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

368

konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar

konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida

terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari

Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan

ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu

mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat

menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil

titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3

Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan

Berat

Sampel Vol Blanko

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml

4751 ml 4270 ml 4218 ml

20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml

4878 ml 4103 ml 4134 ml

30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml

4929 ml 4128 ml 4110 ml

Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak

menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )

dengan A = volume

larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =

normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan

bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4

Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin

Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 13158 14550 14833

13321 14543 14675

20 hari 13042 14723 14931

12999 14711 14887

30 hari 12637 14882 15065

12870 14903 14948

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

369

Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin

terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama

waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar

bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi

Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah

andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam

berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH

(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5

Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman

sebagai antioksidan

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol KOH yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml

959 ml 670 ml 670 ml

20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml

957 ml 682 ml 680 ml

30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml

965 ml 674 ml 668 ml

Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan

pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra

2019) ALB () =( )

(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat

N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))

Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses

oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak

buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan

variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu

penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida

dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI

bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh

penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak

Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah

andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada

perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada

konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

370

bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur

dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan

peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya

Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 488 354 352

491 353 353

20 hari 491 352 348

490 349 348

30 hari 497 347 340

494 345 342

Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin

kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data

tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm

terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama

penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat

digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi

antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata

lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada

minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan

Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap

minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30

hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai

antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan

bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat

dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352

dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang

menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak

buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat

juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah

andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa

penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka

asam lemak bebasnya semakin besar

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

371

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan

peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670

konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan

peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan

lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi

konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida

minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman

semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0

ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550

konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama

penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi

ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit

semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil

asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas

488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak

bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak

sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)

REFERENSI

Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak

Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai

Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan

pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10

Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam

Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan

Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105

Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak

Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota

Semarang Research Study Vol2 205-211

Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak

Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku

Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

372

Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada

Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta

pp 120-126

Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada

Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus

ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal

Penelitian MIPA Vol 1 23-29

Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity

Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants

African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145

PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit

Dokumen intern

Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus

2002 Jakarta

Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA

Universitas Negeri Medan

Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji

Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-

Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21

Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman

(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan

Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan

Industri Pangan Vol 14 29-39

Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK

Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative

and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The

American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

373

ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI

ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

Yandri Universitas Lampung

Fathaniah Sejati Universitas Lampung

Tati Suhartati Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

Sutopo Hadi Universitas Lampung

ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20

KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

yandriasfmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati

glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat

golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang

memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang

termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC

3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16

glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang

spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim

yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC

32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari

bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang

termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa

mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A

awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B

licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum

60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -

amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu

optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

374

mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu

optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50

kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot

molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil

mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil

penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai

bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55

dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah

metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+

tiap molekul enzim Ion

kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim

Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya

kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)

Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan

ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain

(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-

kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation

lain (Vihinen dan Mantsala1989)

Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme

yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam

industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala

besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi

cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah

bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di

lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al

2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam

industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada

penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari

Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat

dan stabilitas termal

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai

derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium

Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi

Bandung

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

375

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet

Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL

sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic

Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM

waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32

Prosedur Penelitian

Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang

mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001

dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et

al 2010)

Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel

bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000

rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)

Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan

garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis

(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)

Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase

menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels

et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)

Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan

dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya

dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels

Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum

(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)

yaitu 01 02 04 06 08 dan 10

Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan

dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40

50 60 70 80 90 dan 100 menit

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

376

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Enzim

Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari

komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama

30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan

aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg

Pemurnian Enzim α-Amilase

Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan

Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan

ammonium sulfat dan dialisis

Fraksinasi dengan ammonium sulfat

Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium

sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan

(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium

sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan

aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi

berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa

fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas

spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

377

Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada

fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium

sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90

Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas

enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses

fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena

jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada

fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi

20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas

spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan

eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68

Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada

Gambar 2

Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)

dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dialisis

Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan

protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran

(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan

molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari

garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan

kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase

hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut

menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

378

kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan

enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari

B subtilis ITBCCB148

Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148

Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami

peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh

penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim

telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim

hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin

disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau

kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim

yang sangat encer

Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian

Penentuan suhu optimum

Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi

enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim

α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat

dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum

enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang

bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125

oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan

enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat

untuk digunakan dalam industri

Tahap Volume

Enzim

(mL)

Aktivitas

Unit

(UmL)

Aktivitas

Total (U)

Kadar

Protein

(mgmL)

Aktivitas

Spesifik

(Umg)

Tingkat

Kemurnian

(kali)

perolehan

()

Ekstrak

Kasar

3000

291

873000

02265

1285

1

100

Hasil

Fraksi

(20-90)

ammonium

sulfat

150

3943

591450

0790

4991

39

68

Hasil

Dialisis

300 1416 424800 0188 7532 59 49

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

379

Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian

Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian

Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada

berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit

Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah

diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar

dapat digunakan dalam industri

Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu

65oC terhadap waktu

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

380

Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian

Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi

substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04

06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat

dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim

hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL

Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian

SIMPULAN

Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59

kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg

Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim

hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar

20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1

Vmaks =

147058 μmol mL-1

menit-1

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

381

REFERENSI

Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd

ed John

Wiley amp Sons Inc Publication New York

Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of

porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure

and activity EMBO J 6 3909-3916

Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis

Horwood Limited West Sussex England 45-52

Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use

of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603

Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their

specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615

Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced

stability Febs Lett 304 (1) 1-3

Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment

with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265

Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying

cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc

Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and

S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural

implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658

Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu

C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from

bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international

pp 1-9

Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial

progress in 21st century Biotech 6 2 174

Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S

(2019) The optimized production purification characterization and application

in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a

new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

382

Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant

of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189

Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and

molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-

43

Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -

Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved

Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418

Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of

extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus

subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74

Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene

glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89

Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth

using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied

Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

383

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN

PUDAU (Artocarpus kemando Miq)

Tati Suhartati Universitas Lampung

Vicka Andini Universitas Lampung

Yandri AS Universitas Lampung

ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis

Escherichia coli

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

tatisuhartatifmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di

Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai

sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin

siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati

et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011

senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan

67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di

Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang

sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -

sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan

senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker

menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah

satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa

flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang

sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan

aktivitas yang berbeda

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

384

Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit

cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa

Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung

mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-

388

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus

kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan

Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan

untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang

digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton

(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades

diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60

(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025

mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas

antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis

Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap

putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur

titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow

(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman

spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak

(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable

sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)

Prosedur Penelitian

Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah

dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

385

24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan

filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC

dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak

11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair

Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang

ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A

diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604

gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C

sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik

KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning

(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut

menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana

37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-

heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A

selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37

diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang

sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh

255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)

Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier

Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard

artonin E menggunakan tiga sistem eluen

Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli

dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al

(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode

Alley et al 1988

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak

Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan

347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan

karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada

λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan

karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm

merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin

A

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

386

Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks

347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran

batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH

menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)

Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan

pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada

posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik

terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa

hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus

karbonil

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

387

Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3

Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran

panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan

intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya

perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang

menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah

penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi

terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10

nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)

Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT

dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan

data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang

tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1

Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH

+ AlCl3 + HCl

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

388

Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan

2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau

UV λmaks nm (log ɛ)

Artonin E (Hernawan 2008)

Artonin E (Hasanah 2016)

Senyawa (1)

MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH+ NaOH

MeOH+ NaOH 212 268

MeOH+ NaOH 212 268 368

MeOH+ NaOAc 203 268 347

MeOH+ NaOAc 203 267 347

MeOH+ NaOAc 204 266 346

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 347

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 348

MeOH+ AlCl3 203 226 276 425

MeOH+ AlCl3 204 226 276 414

MeOH+ AlCl3 202 227 276 426

MeOH+ AlCl3

+ HCl 203 226 276 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404

Analisis Spektroskopi Inframerah

Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah

bilangan gelombang 3431 cm-1

yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil

Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1

dan 2924 cm-1

merupakan petunjuk adanya

gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1

menunjukkan

adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

389

1562 - 1462 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum

IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)

Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)

5007501000125015001750200025003000350040004500

1cm

60

65

70

75

80

85

90

95

100

T3

43

13

6

29

78

09

29

24

09

16

54

92

15

62

34

15

23

76

14

62

04

13

54

03

12

86

52

12

36

37

11

55

36

10

72

42

96

63

4

83

13

2

76

76

7

69

82

3

61

14

3

44

17

0

2AaV

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

390

Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum

senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum

artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada

bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan

bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan

spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat

dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B

(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)

IR (KBr) v (cm-1

)

A B C

3428 3433 3431

2975 2982 2978

2225 2913 2924

1650 1661 1655

1565 1561 1562

1471 1481 1462

1358 1356 1354

1284 1291 1287

1164 1179 1155

964 969 966

835 837 831

Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum

UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)

merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

391

Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli

Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan

Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat

pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol (+)

005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk

Konsentrasi senyawa (1)

03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk

Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03

mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona

hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm

sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas

antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol

(+)

005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk

Konsentrasi senyawa

(1)

03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk

Kontrol (+)

22 mm 23 mm 27 mm

Kontrol (-) - - -

Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk

04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk

dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9

mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)

memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E

coli

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

392

Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah

terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid

menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri

terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk

pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang

signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi

dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat

meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al

2012)

Uji Aktivitas Antikanker

Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker

leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik

terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini

menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat

pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50

Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in

vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4

microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji

aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker

sangat aktif terhadap sel leukemia P-388

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni

flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang

tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat

fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan

aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50

156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri

B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk

REFERENSI

Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ

Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug

screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium

assay Cancer Research 48 589-601

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

393

Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility

testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical

Pathology 45(4) 493-496

Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013

Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug

Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72

Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011

Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural

Products Research 25(10) 995-1003

Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and

F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst

Heterocycles 31(5) 877-882

Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas

Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar

Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 52-54

Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali

and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq

Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230

Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang

tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 48-53

Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih

Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53

Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids

from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity

Phytochemistry 82 136-142

Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G

A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and

ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of

Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

394

Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder

ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat

antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of

Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315

Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak

Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

395

AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK

KALSIUM KARBONAT

Suharso Universitas Lampung

Buhani Universitas Lampung

Eka Setiososari Universitas Lampung

Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar

Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim

sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri

(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al

2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak

diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu

salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya

murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi

penting untuk dilakukan

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai

deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk

mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam

menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et

al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan

selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

396

pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun

penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak

semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap

lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini

Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang

dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak

kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap

lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam

sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas

waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik

merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH

universal

Prosedur Penelitian

Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat

dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah

dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal

sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh

dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-

sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC

Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk

melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk

diamati pertumbuhannya

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi

Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment

Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3

0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan

diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M

dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

397

universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL

dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan

dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas

diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan

penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC

selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan

0075 0100 dan 0125 M

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor

pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan

Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan

pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M

masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk

hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan

tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian

campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan

ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu

diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama

satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)

Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan

dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang

diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini

diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm

Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu

dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang

berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan

Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan

pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat

pembentukan kerak CaCO3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada

Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded

Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

398

laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini

laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan

konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan

senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan

CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH

tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju

pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi

larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan

inhibitor

Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan

Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan

0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju

pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi

konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal

CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat

mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu

pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta

kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and

Semiat 2006)

020

030

040

050

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

0050 M

0075 M

0100 M

0125 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

399

Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi

Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M

Menggunakan Metode Seeded Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50

150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C

menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi

penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan

penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju

pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa

penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal

pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut

membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya

kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula

melarutkan kerak yang terdapat pada pipa

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang

diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan

pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai

jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang

diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya

000

005

010

015

020

025

030

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

kontrol

50 ppm

150 ppm

250 ppm

350 ppm

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

400

nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)

Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x

Dimana

Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan

(gL)

Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat

kesetimbangan (gL)

C0 = berat endapan awal (gL)

Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350

ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut

menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju

pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen

efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat

dilihat dalam Tabel 1

Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan

pertumbuhan 0050 M

No

Penambahan

inhibitor (ppm)

pH

Efektivitas

inhibitor ()

1 0 11 000

2 50 5 2704

3 150 5 9484

4 250 5 1628

5 350 4 2776

Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai

dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor

mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)

Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis

Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH

sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat

(1)

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

401

larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya

korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi

konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan

demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan

efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan

efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)

bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah

inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini

juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)

Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal

CaCO3

Inhibitor Konsentrasi

inhibitor (ppm)

Efisiensi inhibitor

( IE)

Referensi

AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini

Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008

Homopolimer Asam

Polimaleat

4 67 Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Terpolimer Asam

Polimaleat

4 73

Kopolimer Asam

Polimaleat

4 18

Asam Polikarboksilat 4 70

Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas

2002

C-Metil-4 10 12 22-

Tetrametoksi kalik (4)

Arena

10-100 34-100 Suharso et al 2009

Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011

Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a

Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b

SIMPULAN

Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium

karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas

inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan

penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor

sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

402

REFERENSI

Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan

H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems

International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940

Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination

Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104

Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale

Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry

Research 53 64ndash69

Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004

Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan

P2TKN BATAN Serpong

Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal

Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411

Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the

Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors

Desalination 220 345-352

Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and

MED Plants Desalination 124 63ndash74

Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers

as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428

Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the

Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of

Chemistry 7(1) 5-9

Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and

Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172

Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived

Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry

26(18) 6155-6158

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

403

Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts

from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale

Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187

Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor

of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106

Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-

Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan

Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas

Lampung

Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium

Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds

Desalination and Water Treatment 68 32ndash39

Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam

Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur

Indonesia 13(2) 100-104

Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu

Yogyakarta

Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium

Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals

Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396

Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan

(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate

(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45

Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy

Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation

Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210

Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier

Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation

Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

404

PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH

MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN

DENGAN METODE ION EXCHANGE

NM Yuhermita Universitas Jambi

N Nazarudin Universitas Jambi

O Alfernando Universitas Jambi

IG Prabasari Universitas Jambi

M Haviz Universitas Lampung

ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil

fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the

alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel

through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study

included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange

method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking

oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of

reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized

by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic

structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and

011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of

catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3

were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a

temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The

activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ

KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel

Cobalt

Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia

FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid

PENDAHULUAN

Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai

upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang

berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan

sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta

ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan

kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)

Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk

mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil

di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan

bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu

diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi

kebutuhan bahan bakar

Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati

(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

405

kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku

dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak

jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas

penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak

jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan

pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik

untuk menghasilkan energi terbarukan

Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat

proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses

tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam

lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang

lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak

Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon

kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga

dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah

residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu

katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis

adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi

penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya

umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan

menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung

seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa

2016)

Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert

dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam

kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan

digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode

pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang

dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada

proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam

reforming dan Sintesis Fischer Tropsch

Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan

logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin

tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut

penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan

minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan

Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

406

dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang

digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi

pada proses perengkahan katalitik menurun

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu

Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas

Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula

Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium

Energi dan Nano Material Universitas Jambi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang

aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)

Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air

Persiapan Bahan Baku

Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga

Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa

2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang

kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660

ml

Sintesa Katalis

Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah

tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai

dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari

cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing

sebanyak 660 ml

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat

larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-

Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3

masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang

mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer

selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan

katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

407

Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang

sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110

Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi

450oC 500

oC 550

oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit

pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil

setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pre-treatment Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah

penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali

penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan

minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan

berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan

kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku

penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi

Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan

minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini

Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah

setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring

Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum

dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir

bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan

berwarna kuning kecoklatan

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

408

Densitas Bahan

Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak

jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang

dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1

Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan

Bahan

Berat bahan

(gr) Densitas Bahan Baku (gr)

Minyak Goreng Kemasan 1730 09534

Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494

Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534

Aquades 1744 09814

Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang

belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak

jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng

kemasan

Preparasi dan Karakterisasi Katalis

Aktivasi Arang

Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga

diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan

hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon

mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya

bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan

aktivator Na2CO3

Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu

organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori

Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon

aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan

meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena

kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring

et al 2003)

Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC

selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor

dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

409

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co

Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion

exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga

variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen

selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang

menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil

penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan

menggunakan oven selama 12 jam

Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak

jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak

antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin

mempercepat dalam proses pembentukan produk

Karakterisasi Dengan SEM-EDX

Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang

menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray

Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat

dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat

pada gambar 3 sampai 5

Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x

Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada

perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan

memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori

arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian

lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

410

dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX

dirangkum dalam Tabel 2 berikut

Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 3535

2 C 6232

3 P 214

4 Ca 020

Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif

didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur

lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020

Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 319

2 C 9330

3 P 235

4 Ca 031

5 Co 086

Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada

komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak

rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada

perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi

pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

411

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2

Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1

Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm

Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 209

2 C 9233

3 P 309

4 Ca 025

5 Co 199

6 Al 016

7 Mg 010

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

412

Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan

peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain

yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan

unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang

ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan

Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran

10000x

Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan

konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi

tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini

disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya

konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3

persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit

Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg

Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan

silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co

Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan

Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang

sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

413

Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()

1 Si 029

2 C 9770

3 P 172

4 Ca 006

5 Co 011

6 Al 008

7 Mg 004

Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan

penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis

semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam

yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena

setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih

sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data

kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis

No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3

1 Si 319 209 029

2 C 9330 9233 9770

3 P 235 309 172

4 Ca 031 025 006

5 Co 086 199 011

6 Al 000 016 008

7 Mg 000 010 004

Karakterisasi Dengan XRD

Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola

difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran

panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam

kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi

difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di

steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan

difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

414

Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam

Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada

pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi

2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa

arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD

karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri

dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi

masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576

265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601

Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co

sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7

Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3

Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan

265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi

tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-

sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862

362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =

264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542

265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079

Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu

berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2

dan 3 juga berebntuk amorf

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000

36a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

37a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

18a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000 19a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

20a

(a) (b)

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

415

Perengkahan Minyak Jelantah

Perengkahan Termal

Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit

Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500

oC adalah 2456 gr

dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu

450oC adalah 3560 pada suhu 500

oC adalah 4715 dan pada suhu 550

oC adalah

5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas

CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas

Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal

No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()

1

Minyak Jelantah (50)

450 3560

2 500 4715

3 550 5234

Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel

tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan

cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi

peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas

Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur

proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi

(Hartiati 2006)

Perengkahan Katalitik

Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-

Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500

oC dan 550

oC Perbandingan

katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku

adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan

penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di

dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan

Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan

katalitik pada setiap temperatur

Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan

terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen

konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-

Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi

produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

416

cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi

temperatur konversi produk meningkat

Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co

Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761

2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176

3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145

Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi

total produk yang dihasilkan

Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan

Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk

utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak

berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah

dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang

tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak

jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)

Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak

Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan

dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat

sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan

katalitik minyak jelantah cukup tinggi

-

2000

4000

6000

8000

10000

12000

450 500 550

C

HP

Co-Arang 1

Co-Arang 2

Co Arang 3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

417

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah

1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP

lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna

coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755

pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550

oC adalah 2104 Untuk Konversi

cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada

suhu 450oC

Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 47553 4987 2580

2 500 9679 26904 6989 3206

3 550 9238 21040 7134 7617

Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1

Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan

katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen

konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan

katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil

perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056

gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550

oC adalah 209 gr Persen

Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500

oC adalah

1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan

(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC

-

10000

20000

30000

40000

50000

450 500 550

C

HP

Temperature degC

Konversi

CHP 1

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

418

Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi

()

1 450 6165 238 5927 3835

2 500 8285 1290 6996 1715

3 550 8824 1025 7799 1176

Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2

Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang

dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada

kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut

(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa

alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat

dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak

ringan akan terputus pada temperatur tinggi

Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3

Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat

pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11

Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 8825 980 7845 1175

2 500 8272 585 7687 1728

3 550 8855 1864 6991 1145

000

500

1000

1500

450 500 550

C

HP

hellip

Konversi CHP 2

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

419

Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu

450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500

oC adalah

13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr

dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang

dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500

oC adalah 585 dan pada

suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan

katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik

menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi

cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan

persen CHP

Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3

Studi Kinetika

Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)

Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil

reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur

tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik

hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana

jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan

sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP

per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R

dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika

nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial

Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan

aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami

penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi

0000

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

450 500 550

Per

sen

CH

P (

)

Temperatur (degC)

Konversi CHP

3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

420

menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi

produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung

sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah

reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit

Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R

1 450 0600 500 0600 550 0600

2 450 0601 500 0600 550 0750

3 450 0600 500 0658 550 0600

Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1

Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial

Persamaan regresi polynomial adalah

Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu

Energi Aktivasi

Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius

k = k0 e ndashEaRT

k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas

umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari

harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash

EaRT

dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan

nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan

katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat

dilihat pada tabel 13

Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 1

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 28532 104844

77315 0001293 161423 047886

82315 0001215 12624 023301

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

421

Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah

menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang

didapat adalah sebesar- 4064 kJ

Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 2

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0142 -1948

77315 0001293 0773 -0256

82315 0001215 0574 -0553

Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan

meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi

Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur

550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang

menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13

dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k

0

02

04

06

08

1

12

00012 00013 00014

ln k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

422

Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2

Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314

Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis

Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ

Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 3

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0005 -5136

77315 0001293 0003 -5577

82315 0001215 0011 -4493

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak

jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi

aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ

Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)

No Katalis Energi Aktivasi (kJ)

1 Co-Arang 1 -4064

2 Co-Arang 2 7103

3 Co-Arang 3 2998

-2500

-2000

-1500

-1000

-0500

0000

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

423

Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3

Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan

dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi

konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun

SIMPULAN

Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM

semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX

Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co

sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi

Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3

Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan

hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan

CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar

4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh

waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan

katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998

kJ

REFERENSI

Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)

Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk

Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi

-12

-1

-08

-06

-04

-02

0

02

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

424

Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -

Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash

76

Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co

and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on

Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal

11 75

Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi

Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan

Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau

Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses

Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02

Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas

Riau

Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First

Edition Marcel DokkerInc New York 13-19

Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau

David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah

Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ

Tribhuwana Tunggadewi

Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem

20182(1)16-18

Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada

Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam

Aktif J Tek Kim 22

Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur

Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan

Ampel Surabaya Vol 12 No3

Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram

XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan

Metode Impregnasi J Cis-Trans 1

Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis

Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

425

Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit

dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP

Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan

Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70

Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses

Catalytic Cracking Riau Universitas Riau

Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi

10 15ndash26

Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri

Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai

Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion

Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis

Undip

Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan

Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion

Indonesia J Farm 1

Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada

Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis

Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University

Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak

Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM

Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin

Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect

Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With

NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic

Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111

Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit

Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia

Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif

Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa

Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau

Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas

Riau

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

426

Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak

Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2

Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation

temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile

sludge waste Indonesia J Chem 8348-352

Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif

[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara

Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui

Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang

Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan

Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA

Universitas Padjajaran

Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi

Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair

Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse

Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial

Technol 25

Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan

[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]

Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan

Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI

10(4) 269-282 Dalam

Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking

Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26

Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang

Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia

Volume 02 No1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

427

KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS

ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI

Iis Siti Jahro Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity

Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email

jahrostiisgmailcom

PENDAHULUAN

Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit

dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar

apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang

penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp

pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20

dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang

dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih

kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp

menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa

yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah

gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi

mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-

97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman

dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan

abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

428

katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan

otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini

pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A

dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik

dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan

variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi

jumlah lubang pada konventer katalitik

Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan

dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif

sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan

dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan

zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas

CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas

CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)

Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah

berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)

zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X

(Jahro dkk 2018)

Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis

reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara

mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah

senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida

menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu

konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan

hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi

N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)

METODE PELAKSANAAN

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari

PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan

Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi

yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-

alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan

karakterisasi konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

429

Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan

Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan

konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge

dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada

suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus

dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari

abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah

berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian

ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya

campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan

ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke

dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah

Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk

dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari

suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya

furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan

Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian

emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat

Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter

katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang

berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut

kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian

dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri

dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X

masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi

jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap

zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang

digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan

variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit

sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31

Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer

katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya

terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

430

didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC

dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan

otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen

yang diemisikan dari gas buang

Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas

Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp

Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan

konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel

1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot

kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064

217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif

dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk

gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-

masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya

serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih

tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan

peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer

terhadap masing-masing gas tersebut

Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah

Pulp

No Konventer Katalitik dengan

variasi kadar zeolit X ()

Emisi gas Gas terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

() CO HC CO2

1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -

2 500 052 168 115 1875 2258 800

3 333 047 156 108 2656 2811 136

4 250 053 157 116 1718 2764 720

5 000 058 165 119 938 2396 480

Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh

konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

431

tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811

dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada

penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan

konventer katalitik lainnya

Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan

diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya

digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut

menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar

diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer

katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr

N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)

Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer

katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan

konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas

oksigen sisa pembakaran sebesar 131

Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik

No

Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit X ()

Emisi gas O2

()

Pertambahan O2

yang diemisikan

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 441 23664

333 525 30076

250 297 12672

00 263 100

Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang

diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai

dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas

HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif

yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

432

data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan

kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya

karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi

Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer

Katalitik

Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari

penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif

tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan

konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif

berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk

gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih

tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih

aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit

X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari

limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X

Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis

Konventer Katalitik

dengan Variasi Kadar

Zeolit A ()

Emisi Gas Gas Terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

()

CO

HC

CO2

Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -

500 049 155 107 234 285 144

333 047 152 105 265 298 160

250 041 138 93 359 364 256

00 058 165 119 938 2396 480

Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah

berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik

dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2

terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap

oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

433

250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil

membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2

berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597

Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan

otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan

pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran

pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A

sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi

dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333

Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A

No Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit A ()

Emisi Gas O2

()

Pertambahan O2

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 508 287

333 621 361

250 693 429

00 263 100

Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan

pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik

dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa

zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan

zeolit X

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang

dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah

lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

434

Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan

variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

2

Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7

Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X

dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang

sebanyak 5 buah

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC

kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-

masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

435

ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana

semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar

peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)

Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit X versus persentase gas terserap

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan

daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas

oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang

digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik

dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321

Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan

jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir

26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7

buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat

diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

436

tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata

lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 sudah optimum

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4

Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit A versus persentase gas terserap

Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan

bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian

152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing

gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

437

berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar

dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap

pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar

109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan

konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-

masing molekul gas CO HC dan CO2

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas

oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya

jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas

oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7

berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya

mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan

konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar

65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik

dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat

meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah

lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum

optimum

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan

bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan

konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer

sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya

meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada

konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer

katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah

konventer katalitik dengan katalis zeolit X

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

438

REFERENSI

Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions

Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal

for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22

Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk

Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang

Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari

Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai

Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan

Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi

Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran

Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan

Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp

dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan

Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As

Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and

modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia

Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile

Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33

Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed

Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara

Teknologi 8 (3) 69-76

Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification

as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis

Universiti Teknologi Malaysia

Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5

Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414

Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan

Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan

Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan

Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for

Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food

Technology 8(1) 68-71

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

439

PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION

NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC

Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi

Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten

Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di

dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit

terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki

kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

440

Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan

seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel

dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel

dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah

berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini

dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh

produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak

menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai

diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium

Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh

Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang

mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan

menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari

seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan

menggunakan Cyanex 272

Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses

solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk

memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan

ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid

secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga

menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)

Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya

menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini

sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan

cyanex

Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-

parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk

mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam

larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam

larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses

ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan

aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada

penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada

analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk

mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

441

biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang

digunakan

Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara

El wt () El wt ()

LE 7825 Cl 1253

Fe 1097 Cr 0323

Si 5427 Mn 0177

K 1259 Co 004

Al 0579 S 0022

Ni 0514 Sb 0022

Ca 065 Cd 0015

Zn 00087 Sn 0016

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit

asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur

(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3

Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan

pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching

dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari

proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur

(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik

berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara

fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel

percobaan yaitu Tabel2

Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan

kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir

dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik

mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan

organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses

solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan

Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan

mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada

Gambar 1

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

442

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Awal

Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan

XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus

(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari

Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite

[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat

dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt

dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang

terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga

untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan

menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan

proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption

Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray

Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel

kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3

Gambar 1 Skema proses Batch Extraction

ProdukAqueous batch Organic

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

443

Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi

No pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3

4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2

7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1

Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH

pH Konsentrasi

Ni (ppm)

Konsentrasi

Ca ()

2 9698 426

25 10892 957

3 23563 1153

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

444

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

445

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

446

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

447

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun

dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh

reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

448

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan

semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat

perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang

dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3

jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous

telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa

organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi

reaksi reversible dari persamaan 1

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

449

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian

serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk

paragraf

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di

bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari

sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar

pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10

(sepuluh) literatur acuan

Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi

seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian

Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th

Edition (American

Psychological Association)

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

450

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

451

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

452

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

453

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan

penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi

reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

454

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

455

Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah

kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara

nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses

2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor

kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion

hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion

hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari

persamaan 1

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah

dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai

faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua

dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam

REFERENSI

SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from

multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction

using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177

Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review

Chesmistry for Suistainable Development 1281-91

Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley

amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

456

Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp

CoKGaA India

Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals

Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH

Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium

magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of

carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and

Metallurgy pp 333-338

McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I

Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35

Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt

from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS

International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27

Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan

dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017

PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel

Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi

Mineral dan Batubara 12(3)195-207

Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply

Demand Mineral Desember 2012

RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc

New York

Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt

from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier

Hydrometallurgy 169 67-68

SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui

Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108

US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017

Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut

Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

457

ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG

DARI BUAH Shorea sumatrana

Yusnelti Universitas Jambi

Muhaimin Universitas Jambi

Richo Giwana Resdy

Maulana Universitas Sumatera

Utara

ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email

yusneltiunjaacid

PENDAHULUAN

Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang

150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya

shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet

maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat

belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan

tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin

sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)

Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik

(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada

mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)

Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan

salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal

dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati

dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat

minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet

penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi

Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

458

bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar

lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal

dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan

minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar

membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong

sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah

shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu

dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut

organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik

memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah

tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan

lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati

dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak

nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang

dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode

pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak

menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan

proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea

sumatrana

METODE PELAKSANAAN

Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten

Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas

matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda

menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di

shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang

dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg

IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana

Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang

digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur

kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan

lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan

uinversitas Jambi

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

459

Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran

Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak

hasil kempa

Ekstraksi Minyak

Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring

dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan

dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi

sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis

kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat

menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan

proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas

Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

460

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono

1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi

soxhlet

Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC

dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut

Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar

lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC

2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan

menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil

sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana

seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu

kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang

Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)

No Sampel Bahan kering

105 0C ()

Kadar Abu

()

Lemak

()

Protein

()

KH

()

1 Minyak nabati tengkawang

991680 18469 888674 08770 75766

Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar

8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea

stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar

923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (

Junaidi et al 2007)

Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh

bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam

serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil

eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)

heksana dan hidrokarbon lainnya

Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh

terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan

dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak

kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

461

soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus

dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)

Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena

umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini

merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N

bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip

kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus

et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan

penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang

menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel

komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam

tubuh (Mustika 2012)

Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral

lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur

tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel

otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)

Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam

tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida

menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat

dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin

selulosa dan pati (Setiyono 2011)

Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat

fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea

stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat

fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan

Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan

sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea

shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat

tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan

tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak

tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari

minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan

sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-

obatan (Alamendah 2009)

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

462

Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi

kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan

dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar

membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari

minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai

produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain

sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun

yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan

minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di

dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk

produk lilin dan sabun (Putri 2013)

SIMPULAN

Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal

dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680

kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770

dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674

REFERENSI

Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website

httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali

Diakses tanggal 18 Nopember 2009

Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB

Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali

dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-

Karbohidrat

Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang

(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree

(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available

fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351

Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji

tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

463

Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147

ISSN 1411 ndash 0903

Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji

tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943

RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual

Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab

Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh

perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu

lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta

Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty

NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis

kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas

Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia

httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD

E_SOXHLET_AOAC_2005_

Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung

Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak

tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of

Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan

Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378

e-mail resapangersagyahoocom

Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung

dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo

Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang

oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis

Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara

Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

465

EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK

LOKAL KALIMANTAN SELATAN

EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL

LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN

Azidi Irwan

Universitas Lambung

Mangkurat

Kholifatu Rosyidah

Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark

KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail

airwanulmacid

PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam

Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak

atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri

merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan

bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang

mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi

kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan

bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)

Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit

sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki

perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

466

telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah

lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil

mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-

bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan

sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di

bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)

Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak

atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air

(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan

penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam

penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air

mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada

kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak

sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et

al 2014)

Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai

sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi

masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-

ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih

mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)

Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan

menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)

Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah

limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil

asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri

2013)

Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di

mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode

pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel

kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian

Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri

dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan

semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan

minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang

minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen

kimianya dengan GC-MS

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

467

METODE DAN METODE

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet

volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air

termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik

penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-

bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan

Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades

Prosedur Kerja

1 Preparasi Sampel

Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya

dengan kulit yang keringnya

2 Distilasi

a Distilasi Kulit Segar

Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan

kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari

batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih

mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan

dalam lemari pendingin

b Distilasi Kulit Kering

Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke

dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri

kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari

pendingin

c Karakterisasi Minyak Atsiri

Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi

rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol

70

d Kandungan komponen minyak atsiri

Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit

dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari

masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

468

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Minyak Atsiri

Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4

anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483

a Berat Jenis

Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL

Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan

dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI

Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis

minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat

mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi

dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi

b Putaran Optik

Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter

Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel

kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI

persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri

memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang

terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi

c Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan

refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989

Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-

beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit

limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis

semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak

atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya

d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70

Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan

minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup

berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes

Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang

bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume

minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar

11 Sedangkan untuk sampel kering 15

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

469

e Kandungan komponen minyak atsiri

Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar

Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi

yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut

diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut

Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel segar

Puncak (peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10042 047 α-thujena 92

2 10327 177 α-pinena 94

3 11848 153 sabinena 93

4 12067 906 β-pinena 96

5 12469 130 mirsena 95

6 13007 046 oktanal 91

7 13513 038 α-terpinena 93

8 13833 087 benzena (1-metil-x-

Isopropil) 92

9 14171 6296 limonena 95

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

470

10 15124 1768 γ-terpenena 95

11 15999 090 terpenolena 94

12 19274 048 terpeni-4-ol 94

13 19792 086 α-terpeniol 94

14 20003 048 dodekanal 90

15 28138 079 germakrena 90

Total 100

Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering

Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel kering

Puncak

(peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10037 042 α-thujena 92

2 10322 177 α-pinena 94

3 11847 119 sabinena 94

4 12061 930 β-pinena 96

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

471

5 12464 118 mirsena 95

6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-

isopropil) 94

7 14158 6397 limonena 96

8 15104 1511 γ-terpenena 96

9 15463 043 linalool oksida 92

10 16001 054 alosimena 91

11 19283 120 terpeni-4-ol 93

12 19825 098 α-terpeniol 95

13 20002 076 dodecanal 89

14 26740 020 1) trans-α-

bergamotena

90

15 28135 042 germacrena 88

Total 100

Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit

hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk

sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal

konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)

γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)

Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena

(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi

perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering

terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih

kecil

Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)

dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi

sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain

Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal

753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan

et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan

hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena

2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

472

metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena

3925 dan lain-lain

Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit

buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal

seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data

tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)

Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan

berbagai metode pengambilanekstraksi

Senyawa

Komposisi komponen utama pada minyak atsiri

jeruk purut

1 2 3 4

sitronelal 1167 2385 753 1748

limonena 1416 113 2068 2872

α-pinena - - - -

β-pinena 3925 182 3296 715

sabinena - 155 3122 2749

Keterangan

1 Jantan et al (1996) metode distilasi air

2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air

3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap

4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air

Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang

polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih

panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar

yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada

sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin

banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks

biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang

meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen

berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat

pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat

bakteri

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

473

SIMPULAN

Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat

jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan

kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar

0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias

14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak

atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar

adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena

(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar

limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan

terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi

yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak

atsiri kulit buah limau kuit

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana

penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan

mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia

tanaman limau kuit

REFERENSI

Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom

(diakses 26 Januari 2017)

Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia

MIPA UNDIP Semarang

Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal

Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil

Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and

Technology vol 42 777-780

Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press

Jakarta

Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous

Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using

Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-

5

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

474

Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit

Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah

Tropika vol 30(6) 7-8

Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical

composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632

Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013

ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated

Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian

Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369

Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta

Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri

dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam

Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101

Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic

Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817

Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus

Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif

Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan

Transmigrasi Pekanbaru 1-24

Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya

Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar

Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Jakarta

Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner

A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of

selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol

32(6) 589-598

Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013

ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam

Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326

ndash 339

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

475

STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM

SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA

ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES

IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND

CYCLOHEXANE SYSTEM

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Nurul Aisyah

Universitas Negeri

Padang

Umar Kalmar

Nizar

Universitas Negeri

Padang

Deski Beri

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan

farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat

karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk

berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al

2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara

termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat

menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen

penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

476

Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang

mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke

dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi

dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal

kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-

komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk

dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena

banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya

menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat

kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan

Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana

diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia

dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu

kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna

merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh

dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan

methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black

Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan

sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah

(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian

Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak

mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah

2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan

surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi

pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi

dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami

perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem

air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut

menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow

mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara

dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo

mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair

Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan

sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna

merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl

red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di

Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

477

Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis

acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1

mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)

sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata

Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit

ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet

hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan

menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk

menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95

Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana

Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan

perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam

perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram

Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana

HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan

komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner

Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex

mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan

dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi

dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk

membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi

dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat

dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan

pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95

Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue

Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah

dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil

methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam

sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit

sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya

endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan

optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan

kelarutan dari methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

478

Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

1 Pengukuran Indeks Bias

Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan

penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan

skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk

sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat

tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran

indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C

dengan menggunakan rumus

( )

Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna

2 Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald

type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua

Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung

bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan

Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir

melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh

mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam

perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh

dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke

viskositas dinamik digunakan rumus

( )

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi

Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam

bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh

campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam

minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi

surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah

struktur asosiasi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

479

Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45

Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7

Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

480

Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa

terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan

struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH

(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-

ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan

air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus

hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari

surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan

mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak

terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam

Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah

keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran

OH- maka ketersediaan H

+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat

dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi

minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan

dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)

Kelarutan Zat Warna

Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air

surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam

mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada

pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar

pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red

akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62

maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue

dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru

pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan

warna hijau (Merk 2008 2013)

Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methyl red

Mikroemulsi 04916 mgmL

Kristal cair lamelar 06318 mgmL

Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methylene Blue

pH 7 pH 95

Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL

Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

481

Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat

berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-

molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan

methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air

Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan

methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus

polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi

lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair

lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih

rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair

lamelar

Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan

pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias

dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan

sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna

Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan

methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah

ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui

konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem

akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

482

menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari

sistem juga bertambah besar

Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami

perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias

dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan

sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan

methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi

dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red

Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum

dan sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum

ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat

warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar

seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada

mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7

Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

483

Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7

setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah

dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue

Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

484

Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih

kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah

ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias

mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130

Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum

dan sesudah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH

95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum

ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem

membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks

bias air)

Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral

dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam

netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer

ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan

oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

485

Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

setelah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada

mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai

viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah

penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum

penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red

Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel

mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi

tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

486

kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar

dibandingkan sebelum penambahan zat warna

Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

setelah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami

perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95

secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95

setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil

setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah

ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah

penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan

zat warna

SIMPULAN

Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu

mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red

paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan

sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue

paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak

20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis

dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan

setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene

blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks

bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna

mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

487

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 456UN3513LT2019

REFERENSI

Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of

Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and

Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)

305ndash310

Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions

stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050

Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue

dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri

Padang

Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article

Microemulsions  Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1

(February) 39ndash51

Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and

Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

488

KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK

LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)

COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT

(Aloe vera Linn)

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Fanny Zahratul

Hayati

Universitas Negeri

Padang

Sherly Kasuma

Warda Ningsih

Universitas Negeri

Padang

Elsa Yuniarti

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131

Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk

pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya

yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang

(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan

SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki

kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus

tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya

maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

489

menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et

al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu

kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis

Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan

elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga

membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks

sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan

alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah

Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh

dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk

(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)

menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen

anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)

Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan

saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan

pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah

kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk

regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi

membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul

pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan

polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated

mannose) (Ening 2007)

Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan

suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia

medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang

akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4

hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan

tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat

kristalinitas) yang diinginkan

BAHAN DAN METODE

Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit

selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur

gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk

KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter

(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker

(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test

(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength

(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-

0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan

merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical

X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

490

panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain

lap koran karet gelang tisu dan kertas label

Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar

Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir

(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto

Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi

Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A

xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi

Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT

Brataco Bandung) aquades dan air

Preparasi SB

Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven

dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci

stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10

gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan

dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan

di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan

kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan

kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum

Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah

SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen

Pencucian dan Pemurnian SB

SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam

selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan

NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air

mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1

hari sekali

Pembuatan Ekstrak LB

LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam

pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB

kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel

yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu

diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring

menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler

untuk preparasi KSB-ELB

Preparasi KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

491

SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm

SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu

perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu

perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu

perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan

tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan

sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik

dan dapat digunakan untuk karakterisasi

Karakteristik KSB-ELB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB

dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus

Wc() Wb Wk

Wb

x100

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB

yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih

Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah

sebagai berikut

dimana

P = Kuat tekan (Pa)

F = gaya tekan (N) dan

A = luas penampang benda (m2)

c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)

Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB

selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya

maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang

digunakan berukuran 15x2x1 cm

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur

nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600

cm-1 hingga 4000 cm-1

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

492

Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan

difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB

Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil

difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat

fasa kristalin dan amorf)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preparasi SB

Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan

bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH

dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH

4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan

tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum

dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril

Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh

goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan

dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)

Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi

goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling

berikatan

Pemurnian dan Pencucian SB

Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB

yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui

ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk

menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan

menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap

mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat

merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat

menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan

hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak

Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari

hasil fermentasi

Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang

kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan

dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah

didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB

ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya

2013)

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

493

Preparasi KSB-ELB

Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB

dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman

KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker

diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang

terdapat pada SB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air

dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-

ELB

Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-

ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB

sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi

penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi

secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami

peningkatan dan penurunan untuk seterusnya

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB

maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan

pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses

adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB

Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat

tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin

banyak filler ELB yang masuk dalam SB

99992994996998100

0 1 2 3 4

Wat

er

Co

nte

nt

()

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

494

Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB

Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)

Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-

ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai

kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding

dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan

(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi

rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai

regangan dari SB semakin turun

Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada

hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini

terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada

hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka

semakin banyak filler yang masuk pada matriks

Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB

Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda

terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu

perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan

Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih

tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat

tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB

maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi

secara fisika

0

05

1

15

2

25

3

0 1 2 3 4

Co

mp

ress

ive S

tren

gh

t (M

Pa

)

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB murniSB

KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

495

Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat

tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang

4000-600 cm-1

vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1

) C-H (2901 cm-

1) C-O (1370 cm

-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm

-1 dan 1068 cm

-1)

(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)

SB b) LB c) KSB-ELB

Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi

bilangan gelombang 333686 cm-1

yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol

vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1

menunjukkan adanya cincin siklis

lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)

sekitar 1000 cm-1

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

496

Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB

Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi

Sampel O-H C-H C-O C-O-C

λ λ λ λ

SB 333685 291471 145703 103391

LB 333379 210123 163799 104162

KSB-ELB 333818 289359 132598 102915

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi

yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra

FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran

batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan

gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan

pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-

ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan

merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga

membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

497

Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB

Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang

digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas

dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter

atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar

menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya

Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB

Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas

()

SB 02073 00657 01416 6830

KSB-ELB 01976 00611 01365 6907

Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini

menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat

kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari

KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai

kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari

KSB-ELB

UCAPAN TERIMA KASIH

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

498

Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 457UN3513LT2019

REFERENSI

Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem

Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171

Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of

Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre

amp Textile Research Vol 39 93-96

Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-

like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo

doi101007s10570-009-9357-2

Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi

Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang

Padang Indonesia

Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat

dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains

Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23

Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya

sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07

Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose

Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460

Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi

Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo

Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162

Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai

Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang

Semarang

Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from

Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471

  • 1ekapdf
  • 2 devi silsiapdf
  • 3herlinapdf
  • 4pasar maulimpdf
  • 5budanipdf
  • 6Dwi Rasypdf
  • 7Tutipdf
  • 8Indra Tariganpdf
  • 9Yandriipdf
  • 10Tati Suhartati1pdf
  • 11Suharsopdf
  • 12Noviapdf
  • 13Iis Sitipdf
  • 14sudibyo1pdf
  • 15Yusnelti1pdf
  • 16pdf
  • 17pdf
  • 18pdf
Page 5: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan

Eka Lokaria Sepriyaningsih

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

305

REFERENSI

Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian

Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan

Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian

UNIB

Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta

Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)

Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan

Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu

kelautan Universitas Hasanuddin Makasar

Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of

the Cambodian Mekong FAO Italy

Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota

Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018

SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut

Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi

(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara

Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional

SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia

(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional

SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer

Badan Standarisasi Nasional

Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor

Pertanian Makassar Pjar Press

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

306

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN

BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN

PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI

Devi Silsia Universitas Bengkulu

Syafnil Universitas Bengkulu

Irma Manik Universitas Bengkulu

ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371

Indonesia Email devisilsiaunibacid

PENDAHULUAN

Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan

manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun

diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi

selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan

saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat

transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan

busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan

penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan

beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk

pembersih kulit yang diminati

Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara

basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau

lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan

sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun

minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi

karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

307

terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan

busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya

cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)

Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak

dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond

merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari

bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan

kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan

meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan

mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika

minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi

produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat

pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk

oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun

transparan

Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih

memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan

tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam

penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk

kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat

dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat

menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan

nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada

sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang

dihasilkan (Apriyani 2013)

Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh

dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk

kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi

yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri

pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya

7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk

kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma

yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et

al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi

sebagai aroma pada pembuatan sabun cair

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

308

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun

transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui

sabun transparan yang paling disukai panelis

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil

dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP

Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir

akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah

gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot

plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer

dan satu set pendingin tegak

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3

ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga

diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat

dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan

No Bahan Perlakuan

1 2 3

1 Minyat sawit (g) 60 60 60

2 Asam stearate (g) 21 21 21

3 NaOH 30 (g) 60 60 60

4 Etanol 96 (g) 45 45 45

5 Gliserin (g) 39 39 39

6 Gula pasir (g) 45 45 45

7 Akuades (g) 252 252 252

8 NaCl (g) 06 06 06

9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02

10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

309

Tahapan Penelitian

(1) Pemurnian Minyak Sawit

Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu

80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran

dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching

dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama

30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan

proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya

(2) Pembuatan Sabun Transparan

Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada

metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang

sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu

70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat

dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu

diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan

pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan

terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan

proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian

suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan

ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring

dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan

selama 24 jam pada suhu ruang

Parameter yang Diamati

Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air

dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan

menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran

tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)

kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan

tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan

terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis

diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash

5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

310

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit

telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan

pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik

fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada

Gambar 1

Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit

Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini

selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis

yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat

kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan

karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam

produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air

yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada

saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades

yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil

sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan

dapat dilihat pada Gambar 3

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

311

Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293

Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan

minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam

sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-

1994) yaitu sebesar 15

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika

dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini

diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak

sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari

hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang

digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh

putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang

menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat

transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa

disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent

Kekerasan

Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan

Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau

perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari

lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan

penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan

seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik

2113

2273 2293

20

205

21

215

22

225

23

235

1 2 3

Kadar Air ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

312

Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang

digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang

dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam

palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan

busa

Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4

Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari

Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml

adalah sabun yang paling lunak

Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada

penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini

disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada

sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun

transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka

kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang

ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No

06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan

Stabilitas Busa

Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun

Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit

dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah

mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga

0020

0024

0022

0018

0019

0020

0021

0022

0023

0024

0025

1 2 3

Kekerasan (mmgs)

Penambahan Minyak Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

313

berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat

pada Gambar 6

Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk

kalamansi

Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan

Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1

ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih

tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana

pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga

karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas

7778

6516

6892

58

60

62

64

66

68

70

72

74

76

78

80

1 2 3

Stabilitas Busa ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

314

busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang

digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan

asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam

palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit

pH

Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran

nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-

3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi

mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi

bersifat asam

Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi

Penambahan minyak kalamansi (ml) pH

1 1075

2 1073

3 1062

Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun

Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH

(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian

Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara

978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi

Kadar Alkali Bebas

Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam

minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari

reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu

setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi

berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat

disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan

untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki

kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium

hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan

cepat

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

315

Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini

berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar

alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml

Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak

jeruk kalamansi

Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini

diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis

Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa

Tingkat Penerimaan Panelis

Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan

konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan

adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan

tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun

tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat

kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat

pada Tabel 3

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap

warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan

yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini

diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki

019

015

018

0

002

004

006

008

01

012

014

016

018

02

1 2 3

Alkali Bebas ()

Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

316

warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk

kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah

Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen

Parameter

Uji

Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan

dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi

1 ml 2 ml 3 ml

Warna 360 352 336

Aroma 348 392 356

Transparansi 372 328 328

Tekstur 384 376 368

Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam

range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan

penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis

terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan

utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya

menguap

Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada

sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi

sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan

sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka

faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan

Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba

tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur

keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat

pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384

Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut

Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan

SIMPULAN

Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293

kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075

dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis

adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak

sawit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

317

REFERENSI

Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From

Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering

Information Technology 5(4) 349-356

Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan

httpeprintsumsacid

Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016

Dewan Standarisasi Nasional Jakarta

Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit

Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44

Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi

Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun

Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53

Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan

Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk

httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-

46informasi-teknologi

Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri

Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal

Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68

Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker

2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal

Plants Medicines 3 (2) 2-11

Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on

Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of

Surfactant and Detergent 2(4) 489-493

Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB

Information Series MPOB TT No 433

Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan

Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit

Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

318

pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri

Pertanian 9 (2)82-88

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap

Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas

Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19

Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk

Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS

PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455

Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil

Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Bengkulu

WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan

Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan

Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung

5(3) 125-136

Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin

Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor Bogor

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

319

RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)

Di LAHAN MASAM BENGKULU

Herlina Universitas Dehasen

Bengkulu

Evi Andriani Universitas Dehasen

Bengkulu

ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land

Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32

Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid

PENDAHULUAN

Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang

termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia

Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar

dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di

wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)

Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah

diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem

pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin

2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri

seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al

2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

320

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan

rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880

mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun

-1

(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar

garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi

(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1

) dan suhu rendah antara 9-10 oC

(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata

14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun

-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)

Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi

(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah

dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl

dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan

produksi biji sebesar 36305 kg ha-1

dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1

Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum

maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian

550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC

tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah

Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam

aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)

Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$

244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di

Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal

yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah

satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar

25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)

Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah

mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi

beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya

jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya

spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi

tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar

lingkungan tumbuh optimalnya

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

321

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari

India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu

pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan

Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf

yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis

pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi

pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan

diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan

percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman

tengah

Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai

perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam

polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan

berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian

belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya

ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih

diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5

M

kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per

polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag

pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur

pertanian 2 g per polibag

Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban

dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan

terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black

spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian

dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)

pada taraf kepercayaan 95

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Lingkungan Tumbuh

Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

322

laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi

organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil

tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas

maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman

kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi

beberapa enzim

Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada

dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan

hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-

174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia

khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan

asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu

minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan

masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini

Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan

tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu

Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam

Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman

secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman

memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya

untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan

toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu

spesies atau aksesi (Dubey 1995)

00

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Su

hu

(oC

)

T Max T Min T Harian

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kele

mb

ab

an

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

323

Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman

Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan

tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka

tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti

perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan

hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda

diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan

mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat

melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan

antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini

Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun

Jenis Pupuk Kandang

Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata

terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman

yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal

sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi

Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang

digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan

diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga

daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi

penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman

suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh

optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam

meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al

(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah

pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun

Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai

luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait

sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara

umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan

perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

324

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang

merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi

dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar

bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun

tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait

dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan

biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain

menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-

organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan

perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap

aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas

pertumbuhan tanaman

Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b

Jenis Pupuk Kandang

Klorofil-a Klorofil-b

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062

ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a

Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil

Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5

Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan

klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan

antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang

sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total

klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan

klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan

aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika

tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria

penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

325

terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau

pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi

oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio

klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol

dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel

3)

Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b

ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya

cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam

aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut

berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman

Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam

menghadapi cekaman

Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan

antosianin

Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin

India Syria Kuwait India Syria Kuwait

Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399

ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a

Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut

uji lanjut DMRT α 5

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India

paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru

sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang

relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil

paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media

tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat

sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi

Kuwait dibanding kontrol

Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu

menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan

lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada

klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri

dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

326

terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada

Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)

Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah

fisiologis jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Tebal Daun (cm)

Luas Daun (cm

2)

Klorofil-a Klorofil-b

Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria

Kuwait 0196 bc 0215 a

4109 a 2934 d

1156 ab 1092 ab

0442 a 0392 c

Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria

Kuwait 0180 d 0205 ab

3706 bc 2895 d

1178 a 1154 ab

0448 a 0413 b

Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi

jintan hitam

Jenis Pupuk Kandang

Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin

Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria

Kuwait 1598 a 1483 bc

0378 de 0374 de

0048 a 0046 a

Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria

Kuwait 1616 a 1567 ab

0399 cd 0436 ab

0028 c 0043 ab

Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc

Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5

Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter

peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin

kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang

pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai

terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi

pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat

menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid

merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

327

tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya

terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)

SIMPULAN

Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat

dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih

tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi

Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman

jintan hitam

REFERENSI

Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella

sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50

Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on

the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of

Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51

[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013

Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik

Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated

vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins

Plants (Basel) 3(4) 498-512

Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook

of Plant and Crop Stress

Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM

Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik

dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

hlm 59-82

Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi

Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron

Indonesia 2017 45(3) 323 -330

Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

328

Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella

sativa L

to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897

AJAR111813

Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of

temperature

to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and

Apllied Research 20(1) 1-9

Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009

Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some

soil properties World J Agri Sci (5)408-414

Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some

Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150

Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006

Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk

efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140

Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi

pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di

Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46

Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-

review International Research Journal of Pharmacy 236-39

Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan

hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J

Agron Indonesia 42(2)158-165

Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral

reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental

stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg

101016S0034-4257(02)00010-X

Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis

Sekolah Pascasarjana IPB Bogor

Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc

Publisher Massachussetts 782 p

Herlina Evi Andriani

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

329

Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural

practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under

rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397

Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield

and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in

Environmental Biology 6855-858

Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in

salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

330

OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING

TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN

Pasar Maulim

Silitonga Universitas Negeri

Medan

Melva Silitonga Universitas Negeri

Medan

Meida Nugrahalia Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email

pasarsilitongagmailcom

PENDAHULUAN

Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme

patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan

dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan

membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara

mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap

antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut

(imunisasi pasif)

Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu

immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005

Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

331

antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio

melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika

kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif

sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah

memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah

diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani

2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian

permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap

butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam

yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan

40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur

adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin

B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal

posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan

mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga

dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi

IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY

anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen

(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan

suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku

umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin

dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit

lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi

Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh

invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia

dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara

biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga

dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal

(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya

bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin

dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning

telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat

perlu dilakukan

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

332

METODE PELAKSANAAN

Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)

siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang

dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut

Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada

media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi

pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5

ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml

NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk

menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air

pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin

untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)

Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan

suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan

dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat

yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan

Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu

Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum

komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari

adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air

minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal

2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml

(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut

Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga

dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml

(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur

diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan

pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan

kadar IgY anti diare kuning telur

Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam

kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY

secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)

Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast

Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

333

IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-

masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji

agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai

dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh

bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur

ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil

Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan

Tingkatan yang Berbeda

Ulangan

Tingkatan Piridoksin

S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi

1 + + +

2 + + +

3 + + +

4 + + +

Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP

IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji

AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY

setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap

perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi

Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda

Peubah

Tingkatan Piridoksin

S1

Defisiensi

S2

Normal

S3

Suplementasi

Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a

2046 plusmn0043b

2134 plusmn 0044c

Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir

Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL

Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh

tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam

(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

334

IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi

IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi

piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan

dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam

kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan

1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi

peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam

White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan

mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi

empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu

menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil

penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus

sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada

ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122

plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan

adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur

berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning

telur

SIMPULAN

Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah

dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur

Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning

telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana

produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin

Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin

berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur

ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang

diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan

pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan

berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

335

REFERENSI

Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta

Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi

Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori

Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15

Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin

untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor

Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor

Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing

Alternative Promega Notes Magazine (46) 11

Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY

antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41

NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak

Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi

Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-

1094

Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006

Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7

(3) 92-103

SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of

IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31

(1) 109-122

Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi

Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328

Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam

Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan

diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan

Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI

Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

336

Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y

spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28

Universitatis Upsaliensis Upsala

Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah

Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40

Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi

IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam

Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

337

KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA

HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA

Buhani Universitas Lampung

Ismi Aditya Universitas Lampung

Suharso Universitas Lampung

ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri

Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid

PENDAHULUAN

Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara

luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri

tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan

sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et

al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon

aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat

Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil

terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al

2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat

pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa

et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan

pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah

sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan

Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah

limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda

adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping

yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

338

Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis

adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang

memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan

secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)

Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk

menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al

2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa

kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat

jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris

dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan

secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk

granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai

upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan

berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)

Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan

adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV

dan MB dalam larutan

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian

ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil

ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa

Pembuatan adsorben HASS

Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat

konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus

hingga ukuran 100-200 mesh

Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka

(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam

tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan

ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram

biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan

pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

339

dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk

disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci

dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan

menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben

HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR

Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur

dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)

Eksperimen adsorpsi

Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan

menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model

kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi

zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk

menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB

diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang

gelombang λmax =591 dan 664 nm

Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa

adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)

(1)

Dimana Co dan Ce (mg L-1

) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum

dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume

larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1

)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karaterisasi adsorben

Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer

IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS

dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi

prekursor

Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat

serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1

menunjukkan

vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada

siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1

Pita

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

340

serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1

menunjukkan vibrasi ulur

asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1

muncul

puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada

bilangan gelombang 163564 cm-1

muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH

dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)

Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan

pada bilangan gelombang 3387 cm-1

yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang

tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal

dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga

Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1

menunjukkan adanya

vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada

daerah bilangan gelombang 165878 cm-1

dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1

menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik

serapan dari biomassa alga Spirulina sp

Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

341

Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita

serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1

yang merupakan vibrasi

ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang

79467 cm-1

merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada

daerah 45000 cm-1

menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1

muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)

Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan

munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-

1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-

OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1

disebabkan oleh pengurangan gugus

silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et

al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)

0 2 4 6 8 10 12keV

0

2

4

6

8

10

12

14

cpseV

O Si C

Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS

Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil

hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis

morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben

HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa

unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini

menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika

dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

342

Pengaruh pH

Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan

menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar

3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan

adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat

pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan

adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika

mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan

carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika

yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi

kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif

HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak

optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna

CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan

interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs

aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)

Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi

ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada

adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)

Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh

adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min

dan temperatur 27C)

15

20

25

30

35

40

0 2 4 6 8 10 12

q (

mg

g-1

)

pH

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

343

Kinetika Adsorpsi

Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS

dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS

dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4

dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat

Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit

ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan

pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah

mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan

kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi

Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB

teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL

pH=8 dan temperatur 27C)

Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada

Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan

menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2

(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)

tk

qqq tte3032

log)log( 1 (2)

0

10

20

30

40

50

0 15 30 45 60 75 90 105

q (

mg

g-1

)

Waktu (menit)

CV MB

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

344

eet q

t

qkq

t

2

2

1

(3)

Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan

bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS

cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai

koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika

pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan

0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)

Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat

pewarna MB dan CV pada adsorben HASS

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

345

Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB

dan CV pada adsorben HASS

Adsorbat

Pseudo orde satu Pseudo orde dua

qe

(mg g-1

)

k1 (1 min-1

) R2 k2

(g mg-1min

-1)

R2

MB 43960

0101 0870 0204

0970

CV 42570 0086 0974 0302

0960

SIMPULAN

Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan

matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru

(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan

MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo

orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat

pewarna CV dan MB dalam larutan

REFERENSI

Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009

Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from

aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365

Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I

2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for

organic dye removal J Clean Prod 137 189-194

Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite

nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution

Appl Surf Sci 333 68ndash77

Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting

cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and

capacity of Cd2+

ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429

Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition

of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-

silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

346

Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)

Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass

modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80

203ndash213

Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of

Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in

solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880

Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion

in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-

silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870

Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica

through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci

Res 51(4) 467ndash476

Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with

silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from

solution Orient J Chem 28(1) 271-278

Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar

A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of

operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152

443-453

Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration

with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene

blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287

Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from

aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of

Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10

Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)

Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium

and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888

Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green

algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater

152 407-414

Buhani Ismi Aditya dan Suharso

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

347

Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass

derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci

Technol 24 220-228

Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-

polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng

5(1)103-113

Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015

Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective

removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-

75

Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira

SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers

on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-

322

Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption

of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut

tree J Hazard Mater B136 800ndash808

Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene

blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm

thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash

359

Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by

Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111

Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated

mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal

removal J Hazard Mater 152 690-698

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

348

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI

TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN

POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung

Mangkurat

Ria Shafitri ARH Universitas Lambung

Mangkurat

Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)

Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru

70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid

PENDAHULUAN

Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik

sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri

semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)

cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri

farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)

Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin

meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai

skala mikron atau bahkan nano

Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida

logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk

pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa

keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan

kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan

memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

349

Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan

metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut

yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor

silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir

kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate

(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate

Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode

sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan

penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)

melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran

nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran

1336 1501 dan 50 nm

Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran

nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat

yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)

melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus

mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG

dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk

agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan

menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga

penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang

seragam

Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan

karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan

polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk

memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan

15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel

nanosilika yang dihasilkan

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar

laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

350

statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace

timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha

P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern

Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron

Microscopy (SEM) (JCM-6000)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate

(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000

(PEG-6000) (Merck) dan akuades

Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel

Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL

dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan

pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia

dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan

diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan

dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus

terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur

600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)

Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi

dengan FTIR SEM dan PSA

Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)

Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian

dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al

2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan

Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15

Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG

Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama

dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG

pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol

silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer

Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam

Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum

dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk

disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

351

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan

Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi

silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15

(bv))

Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG

10 dan (c) Ns-PEG 15

Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya

pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan

metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak

yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak

PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000

telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi

Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1

merupakan pita serapan dari

vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan

bilangan gelombang 794 cm-1

menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus

siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi

dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari

TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-

Si

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

352

Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10

dan (c) Ns-PEG 15

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel

nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi

PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi

nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa

permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang

mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada

permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang

lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua

partikel lebih homogen dan lebih kecil

Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)

sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000

No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter

partikel rata-rata (nm)

1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240

Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran

partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm

Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000

memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

353

PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG

10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil

mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan

variasi PEG

Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika

tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika

(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000

sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika

(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000

yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan

terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding

Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam

Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah

penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

354

Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada

sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari

distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil

perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat

molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et

al 2012)

Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan

sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))

Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil

yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15

dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati

nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih

seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat

dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi

ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada

sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal

ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa

penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat

ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi

gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas

dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak

khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf

Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan

Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10

dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran

partikel 34 dnm

Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

355

REFERENSI

Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji

Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel

Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55

Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan

Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam

Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW

Universitan Kristen Satya Wacana

Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel

Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30

Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis

Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat

Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6

Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011

Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious

Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51

Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A

Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel

Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan

Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian

Energi Dan Sumber Daya Mineral

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

356

IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN

HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI

Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu

ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi

Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang

Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid

PENDAHULUAN

Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk

kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga

Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama

Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one

village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk

mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun

kompetisi daerah (Junaidi 2011)

Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk

kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang

berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil

pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang

kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan

1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen

terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177

(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari

cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil

samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak

atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil

dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

357

parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri

sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan

senyawa-senyawa yang dikandungnya

Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk

sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79

komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan

Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara

lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)

Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy

2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp

Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang

dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang

terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

METODE PELAKSANAAN

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan

dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi

Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk

dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian

GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong

HASIL DAN PEMBAHASAN

Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi

Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang

dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi

masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping

berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)

Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri

adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang

dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk

dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan

sebesar plusmn 1

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

358

Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)

Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup

Kalamansi

GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang

bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC

akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa

tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa

dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi

Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan

pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan

hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

359

Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi

Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan

retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda

menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan

hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan

merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area

7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang

keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai

senyawa 12-Cyclohexanediol

Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping

industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene

merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas

jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance

pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene

minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung

carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)

carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

360

Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup

kalamansi (berdasarkan database NIST 17)

No Waktu retensi Senyawa Luas area ()

1 7288 D-Limonene 7592

2 8927 Limonene oxide 506

3 9784 α-terpineol 205

4 10200 Trans-carveol 477

5 10364 Carveol 191

6 10590 Carvone 658

7 11271 R-Limonene 190

8 11889 12-Cyclohexanediol 181

Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa

(Bunge) Wijnands)

No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi

Senyawa Senyawa

1 α-Pinene 05 α-Pinene 08

2 β-Pinene 01 β-Pinene 134

3 Myrcene 18 Myrcene 02

4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08

5 Limonene 940 Limonene 07

6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20

7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27

8 Linalool 04 Linalool 61

9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04

10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03

11 Terpinolene 01 β-Elemene 11

12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01

13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28

14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06

15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183

16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18

17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05

18 Elemol 01 Hedycaryol 190

19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12

20 α-Eudesmol 144

21 β-Eudesmol 86

22 Elemol 06

23 Phytol 04

Sumber Othman etal (2016)

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

361

Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri

sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang

berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak

jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil

sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23

senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk

dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi

penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup

SIMPULAN

Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi

memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)

limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)

R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)

REFERENSI

Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan

Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of

Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food

Research Journal 24 (4) 1782-1792

Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012

Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic

Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695

Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical

Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural

Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera

Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)

577-585

Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping

Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17

Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu

dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183

Tuti Tutuarima

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

362

Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On

Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety

Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44

Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical

Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of

Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282

Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial

Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South

Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431

Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D

2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants

Medicines 3 (13) 1-11

Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine

Review 12 (3) 259-264

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

363

STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT

Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi

Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan

Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan

ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid

PENDAHULUAN

Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi

kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang

berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum

intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi

dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit

sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan

yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan

karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga

fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk

melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu

melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen

reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003

Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi

radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat

lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk

PROSIDING

SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

ISSBNXXXX-XXXX

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

364

mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi

dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu

antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil

Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat

minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT

banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan

terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan

pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga

menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas

(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis

sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap

aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace

Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara

khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada

masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)

dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan

khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih

lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu

asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820

sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman

mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan

bersifat antioksidan

Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk

makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak

goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti

dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat

memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan

minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan

kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami

terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit

ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi

terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung

dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa

peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang

menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

365

menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak

sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan

minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo

METODE PELAKSANAAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas

Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji

andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik

dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan

yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet

Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass

labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang

digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat

glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai

sampel

Ekstraksi Biji Andaliman

Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian

dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke

dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup

Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari

kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya

untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan

selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan

dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)

Menentukan Bilangan Peroksida

Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit

ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman

dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing

disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial

Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan

dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan

ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

366

larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir

titrasi) (Pangestuti et al 2018)

Penentuan Bilangan Iodin

Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian

ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer

ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan

20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati

Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda

Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium

Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)

Penentuan Asam Lemak Bebas

Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup

ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak

sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu

dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam

penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu

dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang

selama 30 detik (Sopianti et al 2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini

adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan

pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini

adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik

yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan

sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-

heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari

ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah

andaliman (Sudaryanto et al 2016)

Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan

pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu

mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

367

peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan

menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak

akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid

dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk

mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml

320 ml 255 ml 244 ml

20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml

346 ml 225 ml 226 ml

30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml

348 ml 220 ml 218 ml

Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan

rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =

V = volume

Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil

perhitungan seperti pada Tabel 2

Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 ppm

10 hari 0670 0492 0488

0640 0510 0488

20 hari 0690 0462 0450

0692 0450 0452

30 hari 0720 0444 0436

0696 0440 0436

Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak

Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk

pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2

dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

368

konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar

konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida

terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari

Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan

ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu

mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat

menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil

titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3

Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan

menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida

Lama Waktu

Penyimpanan

Berat

Sampel Vol Blanko

Vol Na2S2O3 yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml

4751 ml 4270 ml 4218 ml

20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml

4878 ml 4103 ml 4134 ml

30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml

4929 ml 4128 ml 4110 ml

Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak

menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )

dengan A = volume

larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =

normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan

bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4

Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin

Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 13158 14550 14833

13321 14543 14675

20 hari 13042 14723 14931

12999 14711 14887

30 hari 12637 14882 15065

12870 14903 14948

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

369

Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin

terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama

waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar

bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi

Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah

andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam

berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH

(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5

Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman

sebagai antioksidan

Lama Waktu

Penyimpanan Berat Sampel

Vol KOH yang terpakai pada

Konsentrasi

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml

959 ml 670 ml 670 ml

20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml

957 ml 682 ml 680 ml

30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml

965 ml 674 ml 668 ml

Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan

pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra

2019) ALB () =( )

(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat

N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))

Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses

oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak

buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan

variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu

penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida

dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI

bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh

penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak

Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah

andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada

perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada

konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

370

bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur

dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan

peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya

Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak

Lama Waktu

Penyimpanan

Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman

0 ppm 400 ppm 800 pm

10 hari 488 354 352

491 353 353

20 hari 491 352 348

490 349 348

30 hari 497 347 340

494 345 342

Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin

kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data

tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm

terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama

penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat

digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi

antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata

lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada

minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan

Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap

minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30

hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai

antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan

bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat

dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352

dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang

menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak

buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat

juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah

andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa

penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka

asam lemak bebasnya semakin besar

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

371

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan

peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670

konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan

peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan

lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi

konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida

minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman

semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0

ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550

konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama

penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi

ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit

semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil

asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas

488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak

bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak

sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)

REFERENSI

Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak

Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai

Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan

pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10

Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam

Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan

Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105

Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak

Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota

Semarang Research Study Vol2 205-211

Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak

Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku

Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186

Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

372

Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada

Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta

pp 120-126

Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada

Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres

Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus

ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal

Penelitian MIPA Vol 1 23-29

Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity

Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants

African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145

PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit

Dokumen intern

Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus

2002 Jakarta

Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA

Universitas Negeri Medan

Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji

Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-

Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21

Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman

(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan

Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan

Industri Pangan Vol 14 29-39

Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK

Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative

and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The

American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

373

ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI

ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

Yandri Universitas Lampung

Fathaniah Sejati Universitas Lampung

Tati Suhartati Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

Sutopo Hadi Universitas Lampung

ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20

KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

yandriasfmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati

glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat

golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang

memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang

termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC

3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16

glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang

spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim

yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC

32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari

bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang

termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa

mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A

awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B

licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum

60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -

amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu

optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

374

mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu

optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50

kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot

molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil

mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil

penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai

bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55

dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah

metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+

tiap molekul enzim Ion

kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim

Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya

kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)

Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan

ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain

(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-

kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation

lain (Vihinen dan Mantsala1989)

Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme

yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam

industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala

besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi

cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah

bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di

lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al

2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam

industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada

penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari

Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat

dan stabilitas termal

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai

derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium

Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi

Bandung

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

375

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet

Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL

sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic

Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM

waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32

Prosedur Penelitian

Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang

mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001

dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et

al 2010)

Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel

bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000

rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)

Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan

garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis

(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)

Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase

menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels

et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)

Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan

dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya

dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels

Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum

(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)

yaitu 01 02 04 06 08 dan 10

Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan

dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40

50 60 70 80 90 dan 100 menit

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

376

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Enzim

Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari

komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama

30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan

aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg

Pemurnian Enzim α-Amilase

Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan

Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan

ammonium sulfat dan dialisis

Fraksinasi dengan ammonium sulfat

Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium

sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan

(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium

sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan

aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi

berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa

fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas

spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

377

Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada

fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium

sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90

Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas

enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses

fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena

jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada

fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi

20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas

spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan

eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68

Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada

Gambar 2

Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)

dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

Dialisis

Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan

protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran

(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan

molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari

garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan

kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase

hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut

menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

378

kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan

enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari

B subtilis ITBCCB148

Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148

Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami

peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh

penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim

telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim

hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin

disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau

kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim

yang sangat encer

Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian

Penentuan suhu optimum

Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi

enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim

α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat

dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum

enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang

bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125

oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan

enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat

untuk digunakan dalam industri

Tahap Volume

Enzim

(mL)

Aktivitas

Unit

(UmL)

Aktivitas

Total (U)

Kadar

Protein

(mgmL)

Aktivitas

Spesifik

(Umg)

Tingkat

Kemurnian

(kali)

perolehan

()

Ekstrak

Kasar

3000

291

873000

02265

1285

1

100

Hasil

Fraksi

(20-90)

ammonium

sulfat

150

3943

591450

0790

4991

39

68

Hasil

Dialisis

300 1416 424800 0188 7532 59 49

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

379

Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian

Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian

Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada

berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit

Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah

diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar

dapat digunakan dalam industri

Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu

65oC terhadap waktu

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

380

Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian

Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi

substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04

06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat

dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim

hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL

Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian

SIMPULAN

Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59

kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg

Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim

hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar

20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1

Vmaks =

147058 μmol mL-1

menit-1

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

381

REFERENSI

Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd

ed John

Wiley amp Sons Inc Publication New York

Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of

porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure

and activity EMBO J 6 3909-3916

Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis

Horwood Limited West Sussex England 45-52

Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use

of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603

Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their

specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615

Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced

stability Febs Lett 304 (1) 1-3

Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment

with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265

Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying

cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc

Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and

S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural

implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658

Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu

C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from

bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international

pp 1-9

Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial

progress in 21st century Biotech 6 2 174

Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S

(2019) The optimized production purification characterization and application

in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a

new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826

Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

382

Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant

of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189

Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and

molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-

43

Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -

Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved

Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418

Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of

extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus

subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74

Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene

glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89

Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth

using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied

Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

383

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN

PUDAU (Artocarpus kemando Miq)

Tati Suhartati Universitas Lampung

Vicka Andini Universitas Lampung

Yandri AS Universitas Lampung

ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis

Escherichia coli

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email

tatisuhartatifmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di

Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai

sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin

siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati

et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011

senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan

67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di

Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang

sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -

sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan

senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker

menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah

satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa

flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang

sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan

aktivitas yang berbeda

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

384

Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit

cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa

Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung

mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-

388

METODE PELAKSANAAN

Bahan

Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus

kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan

Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan

untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang

digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton

(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades

diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60

(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025

mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas

antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis

Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap

putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur

titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow

(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman

spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak

(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable

sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)

Prosedur Penelitian

Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah

dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

385

24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan

filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC

dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak

11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair

Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang

ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A

diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604

gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C

sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik

KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning

(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut

menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana

37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-

heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A

selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37

diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang

sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh

255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)

Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier

Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard

artonin E menggunakan tiga sistem eluen

Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli

dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al

(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode

Alley et al 1988

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak

Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan

347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan

karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada

λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan

karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm

merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin

A

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

386

Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks

347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran

batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH

menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)

Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH

Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan

pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada

posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik

terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa

hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus

karbonil

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

387

Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3

Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran

panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan

intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya

perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang

menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah

penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi

terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10

nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)

Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT

dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan

data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang

tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1

Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH

+ AlCl3 + HCl

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

388

Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan

2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau

UV λmaks nm (log ɛ)

Artonin E (Hernawan 2008)

Artonin E (Hasanah 2016)

Senyawa (1)

MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)

MeOH+ NaOH

MeOH+ NaOH 212 268

MeOH+ NaOH 212 268 368

MeOH+ NaOAc 203 268 347

MeOH+ NaOAc 203 267 347

MeOH+ NaOAc 204 266 346

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 347

MeOH+ NaOAc+ H3BO3

203 266 348

MeOH+ AlCl3 203 226 276 425

MeOH+ AlCl3 204 226 276 414

MeOH+ AlCl3 202 227 276 426

MeOH+ AlCl3

+ HCl 203 226 276 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347

MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404

Analisis Spektroskopi Inframerah

Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah

bilangan gelombang 3431 cm-1

yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil

Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1

dan 2924 cm-1

merupakan petunjuk adanya

gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1

menunjukkan

adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

389

1562 - 1462 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum

IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)

Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)

5007501000125015001750200025003000350040004500

1cm

60

65

70

75

80

85

90

95

100

T3

43

13

6

29

78

09

29

24

09

16

54

92

15

62

34

15

23

76

14

62

04

13

54

03

12

86

52

12

36

37

11

55

36

10

72

42

96

63

4

83

13

2

76

76

7

69

82

3

61

14

3

44

17

0

2AaV

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

390

Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum

senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum

artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada

bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan

bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan

spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat

dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B

(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)

IR (KBr) v (cm-1

)

A B C

3428 3433 3431

2975 2982 2978

2225 2913 2924

1650 1661 1655

1565 1561 1562

1471 1481 1462

1358 1356 1354

1284 1291 1287

1164 1179 1155

964 969 966

835 837 831

Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum

UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)

merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

391

Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli

Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan

Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat

pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol (+)

005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk

Konsentrasi senyawa (1)

03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk

Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03

mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona

hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm

sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas

antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)

Ukuran zona hambat

Konsentrasi kontrol

(+)

005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk

Konsentrasi senyawa

(1)

03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk

Kontrol (+)

22 mm 23 mm 27 mm

Kontrol (-) - - -

Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm

Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki

aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk

04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk

dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9

mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)

memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E

coli

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

392

Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah

terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid

menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri

terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk

pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang

signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi

dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat

meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al

2012)

Uji Aktivitas Antikanker

Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker

leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik

terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini

menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat

pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50

Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in

vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4

microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji

aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker

sangat aktif terhadap sel leukemia P-388

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni

flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang

tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat

fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan

aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50

156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri

B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk

REFERENSI

Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ

Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug

screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium

assay Cancer Research 48 589-601

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

393

Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility

testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical

Pathology 45(4) 493-496

Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013

Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug

Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72

Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011

Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural

Products Research 25(10) 995-1003

Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and

F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst

Heterocycles 31(5) 877-882

Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas

Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar

Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 52-54

Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali

and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq

Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230

Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang

tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung

Bandar Lampung 48-53

Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih

Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53

Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids

from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity

Phytochemistry 82 136-142

Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G

A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and

ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of

Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127

Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

394

Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder

ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat

antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of

Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315

Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak

Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

395

AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK

KALSIUM KARBONAT

Suharso Universitas Lampung

Buhani Universitas Lampung

Eka Setiososari Universitas Lampung

Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung

Heri Satria Universitas Lampung

ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment

Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar

Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid

PENDAHULUAN

Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim

sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri

(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al

2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak

diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu

salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya

murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi

penting untuk dilakukan

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai

deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk

mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam

menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et

al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan

selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

396

pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun

penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak

semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap

lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini

Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang

dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak

kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap

lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam

sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas

waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik

merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH

universal

Prosedur Penelitian

Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat

dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah

dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal

sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh

dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-

sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC

Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk

melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk

diamati pertumbuhannya

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi

Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment

Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3

0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan

diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M

dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

397

universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL

dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan

dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas

diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan

penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC

selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan

0075 0100 dan 0125 M

Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor

pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan

Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan

pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M

masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk

hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan

tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian

campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan

ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu

diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama

satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)

Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan

dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang

diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini

diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm

Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu

dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang

berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan

Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan

pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat

pembentukan kerak CaCO3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada

Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded

Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

398

laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini

laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan

konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan

senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan

CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH

tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju

pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi

larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan

inhibitor

Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan

Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan

0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju

pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi

konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal

CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat

mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu

pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta

kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and

Semiat 2006)

020

030

040

050

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

0050 M

0075 M

0100 M

0125 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

399

Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi

Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M

Menggunakan Metode Seeded Experiment

Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50

150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C

menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi

penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan

penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju

pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa

penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal

pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut

membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya

kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula

melarutkan kerak yang terdapat pada pipa

Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang

diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan

pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai

jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang

diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya

000

005

010

015

020

025

030

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ber

at

(gL

)

Waktu (menit)

kontrol

50 ppm

150 ppm

250 ppm

350 ppm

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

400

nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)

Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x

Dimana

Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan

(gL)

Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat

kesetimbangan (gL)

C0 = berat endapan awal (gL)

Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada

konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350

ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut

menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju

pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen

efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat

dilihat dalam Tabel 1

Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan

pertumbuhan 0050 M

No

Penambahan

inhibitor (ppm)

pH

Efektivitas

inhibitor ()

1 0 11 000

2 50 5 2704

3 150 5 9484

4 250 5 1628

5 350 4 2776

Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai

dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor

mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)

Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis

Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH

sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat

(1)

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

401

larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya

korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi

konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan

demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan

efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan

efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)

bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah

inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini

juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)

Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal

CaCO3

Inhibitor Konsentrasi

inhibitor (ppm)

Efisiensi inhibitor

( IE)

Referensi

AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini

Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008

Homopolimer Asam

Polimaleat

4 67 Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Patel and Finan 1999

Terpolimer Asam

Polimaleat

4 73

Kopolimer Asam

Polimaleat

4 18

Asam Polikarboksilat 4 70

Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas

2002

C-Metil-4 10 12 22-

Tetrametoksi kalik (4)

Arena

10-100 34-100 Suharso et al 2009

Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011

Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a

Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b

SIMPULAN

Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium

karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas

inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan

penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor

sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

402

REFERENSI

Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan

H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems

International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940

Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination

Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104

Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale

Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry

Research 53 64ndash69

Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004

Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan

P2TKN BATAN Serpong

Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal

Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411

Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the

Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors

Desalination 220 345-352

Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and

MED Plants Desalination 124 63ndash74

Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers

as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428

Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the

Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of

Chemistry 7(1) 5-9

Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and

Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172

Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived

Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry

26(18) 6155-6158

Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

403

Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts

from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale

Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187

Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor

of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106

Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-

Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan

Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas

Lampung

Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium

Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds

Desalination and Water Treatment 68 32ndash39

Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam

Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur

Indonesia 13(2) 100-104

Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu

Yogyakarta

Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium

Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals

Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396

Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan

(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate

(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45

Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy

Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation

Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210

Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier

Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation

Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

404

PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH

MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN

DENGAN METODE ION EXCHANGE

NM Yuhermita Universitas Jambi

N Nazarudin Universitas Jambi

O Alfernando Universitas Jambi

IG Prabasari Universitas Jambi

M Haviz Universitas Lampung

ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil

fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the

alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel

through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study

included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange

method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking

oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of

reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized

by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic

structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and

011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of

catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3

were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a

temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The

activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ

KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel

Cobalt

Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia

FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid

PENDAHULUAN

Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai

upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang

berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan

sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta

ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan

kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)

Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk

mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil

di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan

bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu

diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi

kebutuhan bahan bakar

Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati

(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

405

kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku

dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak

jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas

penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak

jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan

pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik

untuk menghasilkan energi terbarukan

Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat

proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses

tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam

lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang

lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak

Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon

kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga

dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah

residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu

katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis

adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi

penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya

umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan

menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung

seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa

2016)

Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert

dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam

kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan

digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode

pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang

dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada

proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam

reforming dan Sintesis Fischer Tropsch

Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan

logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin

tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut

penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan

minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan

Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

406

dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang

digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi

pada proses perengkahan katalitik menurun

METODE PELAKSANAAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu

Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas

Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula

Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium

Energi dan Nano Material Universitas Jambi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang

aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)

Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air

Persiapan Bahan Baku

Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga

Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa

2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang

kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660

ml

Sintesa Katalis

Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah

tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai

dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari

cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing

sebanyak 660 ml

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat

larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-

Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3

masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang

mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer

selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan

katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

407

Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang

sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110

Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi

450oC 500

oC 550

oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit

pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil

setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pre-treatment Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah

penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali

penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan

minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan

berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan

kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku

penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi

Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan

minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini

Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah

setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring

Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum

dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir

bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan

berwarna kuning kecoklatan

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

408

Densitas Bahan

Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak

jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang

dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1

Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan

Bahan

Berat bahan

(gr) Densitas Bahan Baku (gr)

Minyak Goreng Kemasan 1730 09534

Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494

Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534

Aquades 1744 09814

Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang

belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak

jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng

kemasan

Preparasi dan Karakterisasi Katalis

Aktivasi Arang

Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga

diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan

hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon

mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya

bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan

aktivator Na2CO3

Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu

organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori

Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon

aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan

meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena

kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring

et al 2003)

Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC

selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor

dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

409

Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi

Larutan Co

Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion

exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga

variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen

selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang

menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil

penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan

menggunakan oven selama 12 jam

Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak

jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak

antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin

mempercepat dalam proses pembentukan produk

Karakterisasi Dengan SEM-EDX

Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang

menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray

Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat

dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat

pada gambar 3 sampai 5

Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x

Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada

perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan

memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori

arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian

lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

410

dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX

dirangkum dalam Tabel 2 berikut

Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 3535

2 C 6232

3 P 214

4 Ca 020

Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif

didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur

lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020

Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 319

2 C 9330

3 P 235

4 Ca 031

5 Co 086

Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada

komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak

rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada

perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi

pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

411

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2

Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1

Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran

10000x

Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt

dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif

tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm

Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX

No Unsur Persen Berat ()

1 Si 209

2 C 9233

3 P 309

4 Ca 025

5 Co 199

6 Al 016

7 Mg 010

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

412

Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan

peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain

yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan

unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang

ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan

Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran

10000x

Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan

konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi

tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran

3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM

ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan

diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini

disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011

Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan

pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung

didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya

konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3

persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit

Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg

Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan

silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co

Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan

Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang

sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

413

Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()

1 Si 029

2 C 9770

3 P 172

4 Ca 006

5 Co 011

6 Al 008

7 Mg 004

Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3

logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total

keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan

penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis

semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam

yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena

setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih

sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data

kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis

No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3

1 Si 319 209 029

2 C 9330 9233 9770

3 P 235 309 172

4 Ca 031 025 006

5 Co 086 199 011

6 Al 000 016 008

7 Mg 000 010 004

Karakterisasi Dengan XRD

Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola

difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran

panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam

kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi

difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di

steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan

difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

414

Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam

Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada

pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi

2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa

arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD

karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri

dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi

masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576

265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601

Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co

sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7

Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3

Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan

265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi

tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-

sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862

362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =

264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542

265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079

Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu

berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2

dan 3 juga berebntuk amorf

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000

36a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

37a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

18a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

1000

2000 19a

Position [deg2Theta] (Copper (Cu))

10 20 30 40 50

Counts

0

200

400

600

800

20a

(a) (b)

(a) (b) (c)

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

415

Perengkahan Minyak Jelantah

Perengkahan Termal

Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit

Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500

oC adalah 2456 gr

dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu

450oC adalah 3560 pada suhu 500

oC adalah 4715 dan pada suhu 550

oC adalah

5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas

CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas

Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal

No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()

1

Minyak Jelantah (50)

450 3560

2 500 4715

3 550 5234

Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel

tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan

cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi

peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas

Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur

proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi

(Hartiati 2006)

Perengkahan Katalitik

Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-

Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500

oC dan 550

oC Perbandingan

katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku

adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan

penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di

dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan

Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan

katalitik pada setiap temperatur

Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan

terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen

konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-

Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi

produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

416

cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi

temperatur konversi produk meningkat

Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co

Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761

2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176

3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145

Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi

total produk yang dihasilkan

Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan

Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk

utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak

berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah

dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang

tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak

jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)

Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak

Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan

dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat

sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan

katalitik minyak jelantah cukup tinggi

-

2000

4000

6000

8000

10000

12000

450 500 550

C

HP

Co-Arang 1

Co-Arang 2

Co Arang 3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

417

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah

1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP

lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna

coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755

pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550

oC adalah 2104 Untuk Konversi

cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada

suhu 450oC

Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 9742 47553 4987 2580

2 500 9679 26904 6989 3206

3 550 9238 21040 7134 7617

Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1

Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan

katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen

konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan

katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil

perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun

Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2

Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056

gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550

oC adalah 209 gr Persen

Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500

oC adalah

1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan

(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC

-

10000

20000

30000

40000

50000

450 500 550

C

HP

Temperature degC

Konversi

CHP 1

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

418

Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi

()

1 450 6165 238 5927 3835

2 500 8285 1290 6996 1715

3 550 8824 1025 7799 1176

Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2

Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang

dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada

kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut

(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa

alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat

dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak

ringan akan terputus pada temperatur tinggi

Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3

Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat

pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11

Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)

No Suhu (oC)

Yield

Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()

1 450 8825 980 7845 1175

2 500 8272 585 7687 1728

3 550 8855 1864 6991 1145

000

500

1000

1500

450 500 550

C

HP

hellip

Konversi CHP 2

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

419

Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu

450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500

oC adalah

13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr

dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang

dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500

oC adalah 585 dan pada

suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan

katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik

menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi

cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan

persen CHP

Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3

Studi Kinetika

Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)

Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil

reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur

tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik

hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana

jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan

sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP

per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R

dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika

nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial

Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan

aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami

penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi

0000

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

450 500 550

Per

sen

CH

P (

)

Temperatur (degC)

Konversi CHP

3

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

420

menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi

produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung

sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah

reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit

Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R

1 450 0600 500 0600 550 0600

2 450 0601 500 0600 550 0750

3 450 0600 500 0658 550 0600

Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1

Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial

Persamaan regresi polynomial adalah

Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu

Energi Aktivasi

Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius

k = k0 e ndashEaRT

k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas

umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari

harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash

EaRT

dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan

nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan

katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat

dilihat pada tabel 13

Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 1

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 28532 104844

77315 0001293 161423 047886

82315 0001215 12624 023301

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

421

Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah

menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang

didapat adalah sebesar- 4064 kJ

Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 2

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0142 -1948

77315 0001293 0773 -0256

82315 0001215 0574 -0553

Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan

meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi

Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur

550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang

menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13

dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k

0

02

04

06

08

1

12

00012 00013 00014

ln k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

422

Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2

Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314

Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis

Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ

Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-

Arang 3

T (K) 1T (K) k ln k

72315 0001383 0005 -5136

77315 0001293 0003 -5577

82315 0001215 0011 -4493

Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash

EaRT

Temperatur reaksi

mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus

dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan

temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi

dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan

ln k

Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak

jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi

aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ

Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)

No Katalis Energi Aktivasi (kJ)

1 Co-Arang 1 -4064

2 Co-Arang 2 7103

3 Co-Arang 3 2998

-2500

-2000

-1500

-1000

-0500

0000

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

423

Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3

Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan

dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi

konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun

SIMPULAN

Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM

semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX

Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co

sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi

Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3

Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan

hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan

CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar

4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh

waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan

katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998

kJ

REFERENSI

Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)

Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk

Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi

-12

-1

-08

-06

-04

-02

0

02

00012 000125 00013 000135 00014ln

k

1T (K)

Y

Predicted Y

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

424

Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -

Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash

76

Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co

and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on

Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal

11 75

Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi

Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan

Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau

Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses

Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02

Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas

Riau

Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First

Edition Marcel DokkerInc New York 13-19

Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau

David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah

Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ

Tribhuwana Tunggadewi

Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem

20182(1)16-18

Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada

Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam

Aktif J Tek Kim 22

Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur

Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan

Ampel Surabaya Vol 12 No3

Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram

XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan

Metode Impregnasi J Cis-Trans 1

Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis

Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

425

Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit

dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP

Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan

Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70

Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses

Catalytic Cracking Riau Universitas Riau

Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi

10 15ndash26

Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri

Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai

Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion

Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis

Undip

Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan

Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion

Indonesia J Farm 1

Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada

Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis

Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University

Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak

Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM

Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin

Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect

Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With

NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic

Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111

Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit

Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia

Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif

Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa

Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk

Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau

Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk

Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas

Riau

NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

426

Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak

Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2

Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation

temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile

sludge waste Indonesia J Chem 8348-352

Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif

[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara

Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui

Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang

Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan

Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA

Universitas Padjajaran

Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi

Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair

Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse

Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial

Technol 25

Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan

[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]

Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan

Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI

10(4) 269-282 Dalam

Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking

Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26

Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang

Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia

Volume 02 No1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

427

KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS

ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI

Iis Siti Jahro Universitas Negeri

Medan

ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity

Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email

jahrostiisgmailcom

PENDAHULUAN

Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit

dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar

apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang

penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp

pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20

dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang

dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih

kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp

menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa

yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah

gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi

mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-

97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman

dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan

abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

428

katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan

otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini

pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A

dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik

dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan

variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi

jumlah lubang pada konventer katalitik

Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan

dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif

sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan

dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan

zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas

CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas

CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)

Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah

berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)

zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X

(Jahro dkk 2018)

Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis

reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara

mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah

senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida

menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu

konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan

hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi

N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)

METODE PELAKSANAAN

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari

PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan

Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi

yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-

alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan

karakterisasi konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

429

Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan

Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan

konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge

dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada

suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus

dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari

abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah

berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian

ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya

campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan

ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke

dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah

Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk

dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari

suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya

furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan

Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian

emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat

Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter

katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang

berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut

kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian

dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri

dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X

masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi

jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap

zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang

digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan

variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit

sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31

Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer

katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya

terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

430

didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC

dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan

otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen

yang diemisikan dari gas buang

Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas

Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp

Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan

konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel

1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot

kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064

217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif

dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk

gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-

masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya

serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih

tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan

peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer

terhadap masing-masing gas tersebut

Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah

Pulp

No Konventer Katalitik dengan

variasi kadar zeolit X ()

Emisi gas Gas terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

() CO HC CO2

1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -

2 500 052 168 115 1875 2258 800

3 333 047 156 108 2656 2811 136

4 250 053 157 116 1718 2764 720

5 000 058 165 119 938 2396 480

Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh

konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

431

tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811

dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada

penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan

konventer katalitik lainnya

Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan

diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya

digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut

menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar

diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer

katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr

N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)

Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer

katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan

konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas

oksigen sisa pembakaran sebesar 131

Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik

No

Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit X ()

Emisi gas O2

()

Pertambahan O2

yang diemisikan

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 441 23664

333 525 30076

250 297 12672

00 263 100

Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang

diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai

dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas

HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif

yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

432

data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan

kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya

karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan

menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi

Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer

Katalitik

Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari

penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif

tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan

konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif

berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk

gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih

tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih

aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit

X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari

limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X

Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan

Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis

Konventer Katalitik

dengan Variasi Kadar

Zeolit A ()

Emisi Gas Gas Terserap ()

CO

()

HC

(ppm)

CO2

()

CO

HC

CO2

Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -

500 049 155 107 234 285 144

333 047 152 105 265 298 160

250 041 138 93 359 364 256

00 058 165 119 938 2396 480

Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah

berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik

dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2

terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap

oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

433

250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil

membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2

berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597

Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan

otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan

pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran

pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A

sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi

dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333

Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan

Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A

No Konventer Katalitik dengan

Variasi Kadar Zeolit A ()

Emisi Gas O2

()

Pertambahan O2

()

Tanpa Konverter Katalitik 131 -

500 508 287

333 621 361

250 693 429

00 263 100

Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer

katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan

pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik

dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa

zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan

zeolit X

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang

dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah

lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 1

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

434

Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan

variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

2

Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7

Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X

dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang

sebanyak 5 buah

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC

kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-

masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

435

ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana

semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar

peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)

Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit X versus persentase gas terserap

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan

daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas

oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang

digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik

dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321

Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan

jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir

26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7

buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat

diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

436

tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata

lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X

sebanyak 333 sudah optimum

Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik

dengan Katalis Zeolit X

Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang

menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah

lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4

Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis

zeolit A versus persentase gas terserap

Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan

bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar

281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian

152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing

gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

437

berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar

dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap

pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar

109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan

konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-

masing molekul gas CO HC dan CO2

Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas

oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya

jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas

oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7

berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada

penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya

mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan

konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar

65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik

dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat

meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah

lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum

optimum

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan

bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari

kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan

konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer

sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya

meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada

konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer

katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah

konventer katalitik dengan katalis zeolit X

Iis Siti Jahro

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

438

REFERENSI

Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions

Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal

for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22

Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk

Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang

Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari

Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai

Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan

Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi

Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran

Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan

Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp

dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan

Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As

Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and

modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia

Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile

Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33

Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed

Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara

Teknologi 8 (3) 69-76

Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification

as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis

Universiti Teknologi Malaysia

Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5

Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414

Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan

Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan

Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan

Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for

Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food

Technology 8(1) 68-71

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

439

PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION

NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC

Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI

A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi

Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten

Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di

dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit

terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki

kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

440

Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan

seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel

dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel

dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah

berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini

dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh

produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak

menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai

diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium

Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh

Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang

mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan

menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari

seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan

menggunakan Cyanex 272

Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses

solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk

memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan

ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid

secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga

menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)

Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya

menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini

sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan

cyanex

Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-

parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk

mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam

larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam

larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses

ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan

aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada

penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada

analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk

mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

441

biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang

digunakan

Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara

El wt () El wt ()

LE 7825 Cl 1253

Fe 1097 Cr 0323

Si 5427 Mn 0177

K 1259 Co 004

Al 0579 S 0022

Ni 0514 Sb 0022

Ca 065 Cd 0015

Zn 00087 Sn 0016

METODE PELAKSANAAN

Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit

asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur

(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3

Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan

pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching

dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari

proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur

(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik

berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara

fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel

percobaan yaitu Tabel2

Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan

kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir

dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik

mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan

organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses

solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan

Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan

mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada

Gambar 1

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

442

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Awal

Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan

XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus

(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari

Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite

[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat

dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt

dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang

terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga

untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan

menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan

proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption

Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray

Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel

kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3

Gambar 1 Skema proses Batch Extraction

ProdukAqueous batch Organic

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

443

Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi

No pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3

4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2

7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1

Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH

pH Konsentrasi

Ni (ppm)

Konsentrasi

Ca ()

2 9698 426

25 10892 957

3 23563 1153

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

444

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

445

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

446

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

447

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun

dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh

reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

448

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan

semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat

perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang

dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3

jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous

telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa

organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi

reaksi reversible dari persamaan 1

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

449

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian

serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk

paragraf

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di

bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari

sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar

pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10

(sepuluh) literatur acuan

Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi

seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian

Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th

Edition (American

Psychological Association)

Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan

sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu

proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada

proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan

pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

450

2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat

nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN

Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan

peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi

Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan

dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction

sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3

Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi

No

Perancangan Percobaan Hasil Percobaan

pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor

Kenaikan Kalsium

1 2 1 14 1 057

2 2 175 12 2 146

3 2 25 34 3 104

4 25 1 12 3 027

5 25 175 34 1 034

6 25 25 14 2 036

7 3 1 34 2 025

8 3 175 14 3 023

9 3 25 12 1 035

Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor

Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab

Level

Faktor Kenaikan Ca

pH Laju Alir Nisbah Volume

(OA) Waktu

1 106 036 039 042

2 032 068 070 069

3 028 058 054 051

Delta 075 032 031 027

Peringkat 1 2 3 4

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

451

Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-

LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)

Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca

Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS

Preston 2004)

0

02

04

06

08

1

12

15 25 35

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

pH

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

452

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous

berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa

aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses

solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan

bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin

rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca

menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada

proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2

Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat

kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan

bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor

kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang

digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik

sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan

berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa

organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-

unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-

unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin

banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik

Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca

Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada

saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin

menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3

Fa

kto

r K

en

aik

an

Ca

Laju Alir (lm)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

453

dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir

berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin

banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung

sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di

dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak

menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke

permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan

ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah

kaslium pada fasa aqueous

Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent

Extraction

Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak

kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous

Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan

parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah

volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca

yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang

terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin

bertambah

Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca

Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan

penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi

reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini

0

01

02

03

04

05

06

07

08

000 020 040 060 080

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

OrganikAquoeus

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

454

mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous

sesuai dengan persamaan berikut

Mn+

+nHAo

MAno+ nH+

a (1)

Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah

kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa

aqueous

Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction

Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam

fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-

ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap

waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar

7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin

lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi

yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction

menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat

logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang

dapat terikat dan berpindah fasa

Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 1 2 3 4

Fakto

r K

en

aik

an

Ca

Waktu (Jam)

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

455

Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah

kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara

nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses

2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor

kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion

hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion

hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari

persamaan 1

Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction

SIMPULAN

Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah

dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai

faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua

dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam

REFERENSI

SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from

multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction

using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177

Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review

Chesmistry for Suistainable Development 1281-91

Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley

amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA

Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

456

Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp

CoKGaA India

Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals

Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH

Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium

magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of

carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and

Metallurgy pp 333-338

McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I

Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35

Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt

from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS

International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27

Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan

dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017

PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel

Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi

Mineral dan Batubara 12(3)195-207

Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply

Demand Mineral Desember 2012

RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc

New York

Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt

from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier

Hydrometallurgy 169 67-68

SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui

Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108

US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017

Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut

Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

457

ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG

DARI BUAH Shorea sumatrana

Yusnelti Universitas Jambi

Muhaimin Universitas Jambi

Richo Giwana Resdy

Maulana Universitas Sumatera

Utara

ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email

yusneltiunjaacid

PENDAHULUAN

Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang

150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya

shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet

maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat

belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan

tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin

sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)

Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik

(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada

mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)

Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan

salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal

dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati

dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat

minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet

penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi

Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

458

bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar

lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal

dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan

minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar

membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong

sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah

shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu

dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut

organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik

memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah

tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan

lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati

dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak

nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang

dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode

pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak

menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan

proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea

sumatrana

METODE PELAKSANAAN

Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten

Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas

matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda

menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di

shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang

dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg

IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana

Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang

digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur

kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan

lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan

uinversitas Jambi

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

459

Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran

Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak

hasil kempa

Ekstraksi Minyak

Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring

dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan

dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi

sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis

kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat

menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan

proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas

Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

460

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono

1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi

soxhlet

Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC

dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut

Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar

lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC

2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan

menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil

sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana

seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu

kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang

Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)

No Sampel Bahan kering

105 0C ()

Kadar Abu

()

Lemak

()

Protein

()

KH

()

1 Minyak nabati tengkawang

991680 18469 888674 08770 75766

Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar

8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea

stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar

923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (

Junaidi et al 2007)

Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh

bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam

serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil

eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)

heksana dan hidrokarbon lainnya

Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh

terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan

dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak

kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

461

soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus

dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)

Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena

umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini

merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N

bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip

kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus

et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan

penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang

menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel

komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam

tubuh (Mustika 2012)

Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral

lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur

tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel

otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)

Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam

tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida

menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat

dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin

selulosa dan pati (Setiyono 2011)

Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat

fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea

stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat

fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan

Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan

sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea

shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat

tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan

tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak

tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari

minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan

sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-

obatan (Alamendah 2009)

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

462

Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi

kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan

dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar

membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari

minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai

produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain

sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun

yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan

minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di

dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk

produk lilin dan sabun (Putri 2013)

SIMPULAN

Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal

dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680

kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770

dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674

REFERENSI

Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website

httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali

Diakses tanggal 18 Nopember 2009

Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB

Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali

dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-

Karbohidrat

Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang

(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree

(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available

fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351

Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji

tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah

Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

463

Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147

ISSN 1411 ndash 0903

Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji

tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943

RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual

Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab

Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh

perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu

lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor

Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta

Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty

NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis

kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas

Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia

httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD

E_SOXHLET_AOAC_2005_

Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung

Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak

tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of

Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan

Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378

e-mail resapangersagyahoocom

Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung

dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo

Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang

oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis

Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara

Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

465

EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK

LOKAL KALIMANTAN SELATAN

EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL

LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN

Azidi Irwan

Universitas Lambung

Mangkurat

Kholifatu Rosyidah

Universitas Lambung

Mangkurat

ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark

KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene

Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail

airwanulmacid

PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam

Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak

atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri

merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan

bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang

mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi

kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan

bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)

Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit

sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki

perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA

ISBN 978-602-5830-09-9

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

466

telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah

lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil

mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-

bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan

sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di

bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)

Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak

atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air

(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan

penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam

penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air

mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada

kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak

sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et

al 2014)

Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai

sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi

masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-

ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih

mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)

Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan

menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)

Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah

limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil

asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri

2013)

Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di

mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode

pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel

kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian

Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri

dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan

semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan

minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang

minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen

kimianya dengan GC-MS

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

467

METODE DAN METODE

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet

volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air

termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik

penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-

bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan

Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades

Prosedur Kerja

1 Preparasi Sampel

Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya

dengan kulit yang keringnya

2 Distilasi

a Distilasi Kulit Segar

Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan

kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari

batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih

mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan

dalam lemari pendingin

b Distilasi Kulit Kering

Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke

dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air

dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri

kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari

pendingin

c Karakterisasi Minyak Atsiri

Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi

rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol

70

d Kandungan komponen minyak atsiri

Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit

dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari

masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

468

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Minyak Atsiri

Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4

anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483

a Berat Jenis

Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL

Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan

dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI

Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis

minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat

mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi

dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi

b Putaran Optik

Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter

Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel

kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI

persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri

memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang

terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi

c Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan

refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989

Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-

beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit

limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis

semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak

atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya

d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70

Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan

minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup

berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes

Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang

bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume

minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar

11 Sedangkan untuk sampel kering 15

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

469

e Kandungan komponen minyak atsiri

Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar

Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi

yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut

diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut

Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel segar

Puncak (peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10042 047 α-thujena 92

2 10327 177 α-pinena 94

3 11848 153 sabinena 93

4 12067 906 β-pinena 96

5 12469 130 mirsena 95

6 13007 046 oktanal 91

7 13513 038 α-terpinena 93

8 13833 087 benzena (1-metil-x-

Isopropil) 92

9 14171 6296 limonena 95

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

470

10 15124 1768 γ-terpenena 95

11 15999 090 terpenolena 94

12 19274 048 terpeni-4-ol 94

13 19792 086 α-terpeniol 94

14 20003 048 dodekanal 90

15 28138 079 germakrena 90

Total 100

Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering

Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk

sampel kering

Puncak

(peak)

Waktu

Retensi

(menit)

Kadar

Relatif

()

Senyawa

SI

(Similarity

Index)

()

1 10037 042 α-thujena 92

2 10322 177 α-pinena 94

3 11847 119 sabinena 94

4 12061 930 β-pinena 96

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

471

5 12464 118 mirsena 95

6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-

isopropil) 94

7 14158 6397 limonena 96

8 15104 1511 γ-terpenena 96

9 15463 043 linalool oksida 92

10 16001 054 alosimena 91

11 19283 120 terpeni-4-ol 93

12 19825 098 α-terpeniol 95

13 20002 076 dodecanal 89

14 26740 020 1) trans-α-

bergamotena

90

15 28135 042 germacrena 88

Total 100

Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit

hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk

sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal

konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)

γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)

Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena

(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi

perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering

terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih

kecil

Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)

dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi

sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain

Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal

753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan

et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan

hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena

2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

472

metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena

3925 dan lain-lain

Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit

buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal

seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data

tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)

Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan

berbagai metode pengambilanekstraksi

Senyawa

Komposisi komponen utama pada minyak atsiri

jeruk purut

1 2 3 4

sitronelal 1167 2385 753 1748

limonena 1416 113 2068 2872

α-pinena - - - -

β-pinena 3925 182 3296 715

sabinena - 155 3122 2749

Keterangan

1 Jantan et al (1996) metode distilasi air

2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air

3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap

4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air

Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang

polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih

panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar

yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada

sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin

banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks

biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang

meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen

berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat

pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat

bakteri

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

473

SIMPULAN

Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat

jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan

kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar

0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias

14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak

atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar

adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena

(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar

limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan

terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi

yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak

atsiri kulit buah limau kuit

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana

penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan

mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia

tanaman limau kuit

REFERENSI

Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom

(diakses 26 Januari 2017)

Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia

MIPA UNDIP Semarang

Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal

Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil

Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and

Technology vol 42 777-780

Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press

Jakarta

Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous

Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using

Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-

5

A Irwan K Rosyida

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

474

Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit

Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah

Tropika vol 30(6) 7-8

Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical

composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632

Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013

ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated

Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian

Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369

Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta

Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri

dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam

Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101

Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic

Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817

Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus

Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif

Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan

Transmigrasi Pekanbaru 1-24

Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya

Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar

Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Jakarta

Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner

A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of

selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol

32(6) 589-598

Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013

ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam

Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326

ndash 339

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

475

STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM

SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA

ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES

IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND

CYCLOHEXANE SYSTEM

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Nurul Aisyah

Universitas Negeri

Padang

Umar Kalmar

Nizar

Universitas Negeri

Padang

Deski Beri

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan

farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat

karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk

berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al

2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara

termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat

menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen

penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

476

Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang

mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke

dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi

dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal

kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-

komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk

dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena

banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya

menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat

kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan

Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana

diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia

dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu

kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna

merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh

dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan

methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black

Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan

sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah

(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian

Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak

mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah

2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan

surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi

pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi

dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami

perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem

air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut

menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow

mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara

dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo

mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair

Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red

dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan

sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna

merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl

red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di

Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

477

Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis

acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1

mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)

sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata

Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit

ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet

hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan

menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk

menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95

Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana

Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan

perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam

perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram

Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana

HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan

komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner

Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex

mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan

dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi

dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk

membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi

dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat

dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan

pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95

Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue

Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah

dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil

methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam

sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit

sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya

endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan

optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan

kelarutan dari methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

478

Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

1 Pengukuran Indeks Bias

Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan

penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan

skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk

sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat

tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran

indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C

dengan menggunakan rumus

( )

Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna

2 Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald

type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua

Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung

bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan

Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir

melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh

mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam

perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh

dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke

viskositas dinamik digunakan rumus

( )

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi

Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam

bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh

campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam

minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi

surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah

struktur asosiasi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

479

Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45

Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7

Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

480

Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa

terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan

struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH

(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-

ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan

air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus

hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari

surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan

mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak

terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam

Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah

keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran

OH- maka ketersediaan H

+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat

dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi

minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan

dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)

Kelarutan Zat Warna

Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air

surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam

mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada

pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar

pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red

akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62

maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue

dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru

pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan

warna hijau (Merk 2008 2013)

Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methyl red

Mikroemulsi 04916 mgmL

Kristal cair lamelar 06318 mgmL

Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar

Fasa Kelarutan Methylene Blue

pH 7 pH 95

Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL

Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

481

Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat

berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-

molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan

methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air

Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan

methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus

polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi

lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair

lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih

rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair

lamelar

Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan

pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias

dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan

sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna

Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan

methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah

ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui

konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem

akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

482

menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari

sistem juga bertambah besar

Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami

perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias

dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan

sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan

methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi

dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red

Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum

dan sesudah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum

ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat

warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar

seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada

mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7

Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

483

Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7

setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah

dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue

Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

sesudah ditambahkan methylene blue

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

484

Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih

kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah

ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias

mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130

Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum

dan sesudah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH

95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum

ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem

membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks

bias air)

Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral

dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam

netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer

ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan

oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

485

Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan

setelah ditambahkan methyl red

Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada

mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai

viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah

penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum

penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red

Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah

ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel

mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi

tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

486

kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar

dibandingkan sebelum penambahan zat warna

Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan

setelah ditambahkan methylene blue

Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami

perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95

secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95

setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil

setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah

ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah

penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan

zat warna

SIMPULAN

Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu

mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red

paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan

sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue

paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak

20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis

dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan

setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene

blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks

bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna

mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi

A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

487

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 456UN3513LT2019

REFERENSI

Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of

Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and

Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)

305ndash310

Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions

stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050

Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue

dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri

Padang

Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21

November 2014)

Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article

Microemulsions  Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1

(February) 39ndash51

Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and

Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

488

KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK

LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)

COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT

(Aloe vera Linn)

Ananda Putra

Universitas Negeri

Padang

Fanny Zahratul

Hayati

Universitas Negeri

Padang

Sherly Kasuma

Warda Ningsih

Universitas Negeri

Padang

Elsa Yuniarti

Universitas Negeri

Padang

Ali Amran

Universitas Negeri

Padang

ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity

Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131

Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid

PENDAHULUAN

Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk

pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya

yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang

(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan

SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki

kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus

tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya

maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan

PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

489

menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et

al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu

kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis

Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan

elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga

membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks

sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan

alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah

Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh

dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk

(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)

menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen

anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)

Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan

saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan

pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah

kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk

regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi

membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul

pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan

polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated

mannose) (Ening 2007)

Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan

suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia

medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang

akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4

hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan

tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat

kristalinitas) yang diinginkan

BAHAN DAN METODE

Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit

selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur

gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk

KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter

(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker

(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test

(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength

(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-

0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan

merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical

X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

490

panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain

lap koran karet gelang tisu dan kertas label

Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar

Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir

(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto

Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi

Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A

xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi

Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT

Brataco Bandung) aquades dan air

Preparasi SB

Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven

dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci

stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10

gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan

dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan

di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan

kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan

kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum

Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah

SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen

Pencucian dan Pemurnian SB

SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam

selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan

NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air

mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1

hari sekali

Pembuatan Ekstrak LB

LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam

pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB

kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel

yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu

diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring

menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler

untuk preparasi KSB-ELB

Preparasi KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

491

SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm

SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu

perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu

perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu

perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan

tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan

sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik

dan dapat digunakan untuk karakterisasi

Karakteristik KSB-ELB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB

dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus

Wc() Wb Wk

Wb

x100

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB

yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih

Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah

sebagai berikut

dimana

P = Kuat tekan (Pa)

F = gaya tekan (N) dan

A = luas penampang benda (m2)

c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)

Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB

selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya

maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang

digunakan berukuran 15x2x1 cm

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur

nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600

cm-1 hingga 4000 cm-1

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

492

Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1

cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan

difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB

Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil

difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat

fasa kristalin dan amorf)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preparasi SB

Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan

bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH

dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH

4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan

tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum

dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril

Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh

goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan

dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)

Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi

goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling

berikatan

Pemurnian dan Pencucian SB

Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB

yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui

ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk

menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan

menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap

mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat

merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat

menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan

hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak

Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari

hasil fermentasi

Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang

kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan

dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah

didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB

ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya

2013)

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

493

Preparasi KSB-ELB

Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB

dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman

KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker

diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang

terdapat pada SB

Uji Kandungan Air (Water Content)

Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air

dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-

ELB

Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-

ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB

sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi

penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi

secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami

peningkatan dan penurunan untuk seterusnya

Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB

maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan

pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses

adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB

Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat

tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin

banyak filler ELB yang masuk dalam SB

99992994996998100

0 1 2 3 4

Wat

er

Co

nte

nt

()

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

494

Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB

Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)

Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-

ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai

kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding

dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan

(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi

rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai

regangan dari SB semakin turun

Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada

hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini

terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada

hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka

semakin banyak filler yang masuk pada matriks

Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB

Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda

terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu

perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan

Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih

tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat

tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB

maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi

secara fisika

0

05

1

15

2

25

3

0 1 2 3 4

Co

mp

ress

ive S

tren

gh

t (M

Pa

)

Waktu Perendaman (hari)

KSB-ELB-TUV SB murniSB

KSB-ELB

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

495

Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat

tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang

4000-600 cm-1

vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1

) C-H (2901 cm-

1) C-O (1370 cm

-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm

-1 dan 1068 cm

-1)

(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)

SB b) LB c) KSB-ELB

Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi

bilangan gelombang 333686 cm-1

yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol

vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1

menunjukkan adanya cincin siklis

lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1

menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)

sekitar 1000 cm-1

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

496

Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB

Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi

Sampel O-H C-H C-O C-O-C

λ λ λ λ

SB 333685 291471 145703 103391

LB 333379 210123 163799 104162

KSB-ELB 333818 289359 132598 102915

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi

yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra

FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran

batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan

gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan

pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah

Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD

Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-

ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan

merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga

membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

497

Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB

Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang

digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas

dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter

atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar

menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya

Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB

Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas

()

SB 02073 00657 01416 6830

KSB-ELB 01976 00611 01365 6907

Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini

menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat

kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari

KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai

kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari

KSB-ELB

UCAPAN TERIMA KASIH

A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran

Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019

498

Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai

penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan

Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan

Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun

anggran 2019 No 457UN3513LT2019

REFERENSI

Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem

Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171

Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of

Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre

amp Textile Research Vol 39 93-96

Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-

like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo

doi101007s10570-009-9357-2

Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi

Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang

Padang Indonesia

Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat

dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains

Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23

Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya

sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07

Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose

Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460

Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi

Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo

Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162

Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai

Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang

Semarang

Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from

Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471

  • 1ekapdf
  • 2 devi silsiapdf
  • 3herlinapdf
  • 4pasar maulimpdf
  • 5budanipdf
  • 6Dwi Rasypdf
  • 7Tutipdf
  • 8Indra Tariganpdf
  • 9Yandriipdf
  • 10Tati Suhartati1pdf
  • 11Suharsopdf
  • 12Noviapdf
  • 13Iis Sitipdf
  • 14sudibyo1pdf
  • 15Yusnelti1pdf
  • 16pdf
  • 17pdf
  • 18pdf
Page 6: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 7: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 8: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 9: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 10: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 11: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 12: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 13: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 14: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 15: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 16: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 17: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 18: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 19: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 20: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 21: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 22: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 23: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 24: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 25: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 26: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 27: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 28: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 29: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 30: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 31: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 32: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 33: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 34: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 35: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 36: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 37: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 38: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 39: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 40: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 41: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 42: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 43: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 44: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 45: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 46: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 47: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 48: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 49: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 50: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 51: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 52: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 53: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 54: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 55: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 56: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 57: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 58: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 59: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 60: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 61: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 62: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 63: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 64: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 65: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 66: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 67: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 68: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 69: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 70: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 71: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 72: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 73: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 74: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 75: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 76: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 77: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 78: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 79: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 80: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 81: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 82: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 83: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 84: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 85: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 86: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 87: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 88: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 89: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 90: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 91: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 92: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 93: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 94: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 95: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 96: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 97: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 98: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 99: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 100: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 101: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 102: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 103: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 104: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 105: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 106: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 107: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 108: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 109: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 110: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 111: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 112: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 113: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 114: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 115: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 116: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 117: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 118: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 119: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 120: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 121: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 122: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 123: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 124: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 125: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 126: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 127: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 128: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 129: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 130: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 131: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 132: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 133: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 134: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 135: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 136: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 137: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 138: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 139: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 140: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 141: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 142: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 143: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 144: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 145: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 146: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 147: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 148: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 149: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 150: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 151: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 152: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 153: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 154: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 155: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 156: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 157: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 158: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 159: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 160: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 161: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 162: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 163: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 164: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 165: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 166: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 167: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 168: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 169: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 170: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 171: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 172: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 173: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 174: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 175: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 176: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 177: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 178: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 179: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 180: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 181: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 182: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 183: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 184: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 185: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 186: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 187: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 188: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 189: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 190: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 191: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 192: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 193: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 194: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 195: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 196: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan
Page 197: ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN Barbonymus …semiratathe2ndicst.fmipa.unib.ac.id/wp-content/uploads/... · 2019. 12. 10. · Bengkulu, 6-7 Juli 2019 303 4. Kebutuhan