analisis yuridis terhadap sengketa hak cipta film soekarno

19
Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno Fachrunisa Dwirachma, Brian Amy Prastyo Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Email : [email protected] Abstrak Di dalam UU Hak Cipta, sinematografi atau film merupakan salah satu komponen yang dilindungi oleh Hak Cipta. Maraknya film yang diangkat dari biografi seseorang tokoh sejarah atau tokoh terkenal menimbulkan problema yuridis yang kompleks karena film biografi yang diangkat dari pertunjukan/pagelaran merupakan sebuah hasil dari karya cipta yang sangat menarik untuk dikaji kedudukannya apakah sebagai karya cipta turunan atau tidak. Selanjutnya, dikarenakan yang menjadi obyek permasalahan disini adalah film, atau biasa disebut dengan istilah sinematografi di dalam UndangUndang Hak Cipta, maka diperlukan untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta dalam sebuah karya film. Analysis Juridiction of Copyright Disputes of SOEKARNO the movie Abstract In the Copyright Act, cinematography or film is one component that is protected by Copyright. The rise of the film adaptation of the biography of someone famous historical figure or figures give rise to more complex juridical problems for the Law of Copyright because biopic adaptation of the show / performance is a result of adaptation copyrighted works. It is so interesting to discuss position of Soekarno Film. Is it derivative work or not. Furthermore, because of which became the subject matter here is a movie, or commonly referred to as cinematography in Copyright Law, it is necessary to determine who is the creator of a film. Keyword: Copyright; Derivative Work; Soekarno Film Pendahuluan Film biografi, senantiasa mempunyai segmen yang fanatik. Artinya, ide yang sering kali ditawarkan, mayoritas memang sudah dikenal oleh publik. Diakrabi oleh publik, lewat literatur pustaka, ataupun kisah sejarah. Tidak heran, kondisi ini akan mendorong munculnya penonton yang fanatik dan spesifik. 1 Dengan banyaknya film sejarah atau film biografi atau yang biasa disebut dengan istilah film biopik, kini yang menjadi sengketa dan sedang mengalami kontroversi hingga Ibu Rachmawati sampai melayangkan gugatan ke Pengadilan Niaga dalam perihal : Pelanggaran Hak 1 Jenkins, Keith. (Ed.). (1997). Postmodern History Reader. London & New York: Routledg Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Fachrunisa Dwirachma, Brian Amy Prastyo

Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum

Universitas Indonesia

Email : [email protected]

Abstrak

Di dalam UU Hak Cipta, sinematografi atau film merupakan salah satu komponen yang dilindungi oleh Hak Cipta.

Maraknya film yang diangkat dari biografi seseorang tokoh sejarah atau tokoh terkenal menimbulkan problema

yuridis yang kompleks karena film biografi yang diangkat dari pertunjukan/pagelaran merupakan sebuah hasil dari

karya cipta yang sangat menarik untuk dikaji kedudukannya apakah sebagai karya cipta turunan atau tidak.

Selanjutnya, dikarenakan yang menjadi obyek permasalahan disini adalah film, atau biasa disebut dengan istilah

sinematografi di dalam UndangUndang Hak Cipta, maka diperlukan untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta

dalam sebuah karya film.

Analysis Juridiction of Copyright Disputes of SOEKARNO the movie

Abstract

In the Copyright Act, cinematography or film is one component that is protected by Copyright. The rise of the film

adaptation of the biography of someone famous historical figure or figures give rise to more complex juridical

problems for the Law of Copyright because biopic adaptation of the show / performance is a result of adaptation

copyrighted works. It is so interesting to discuss position of Soekarno Film. Is it derivative work or not.

Furthermore, because of which became the subject matter here is a movie, or commonly referred to as

cinematography in Copyright Law, it is necessary to determine who is the creator of a film.

Keyword: Copyright; Derivative Work; Soekarno Film

Pendahuluan

Film biografi, senantiasa mempunyai segmen yang fanatik. Artinya, ide yang sering kali

ditawarkan, mayoritas memang sudah dikenal oleh publik. Diakrabi oleh publik, lewat literatur

pustaka, ataupun kisah sejarah. Tidak heran, kondisi ini akan mendorong munculnya penonton

yang fanatik dan spesifik.1

Dengan banyaknya film sejarah atau film biografi atau yang biasa disebut dengan istilah

film biopik, kini yang menjadi sengketa dan sedang mengalami kontroversi hingga Ibu

Rachmawati sampai melayangkan gugatan ke Pengadilan Niaga dalam perihal : Pelanggaran Hak

1 Jenkins, Keith. (Ed.). (1997). Postmodern History Reader. London & New York: Routledg

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 2: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Cipta Fim Soekarno”. Karena Ibu Rachmawati merasa bahwa Film Soekarno dibuat berdasarkan

Naskah Pagelaran Dharma Gita Maha Guru yang telah ditayangkan 3 kali di Gedung Taman

Ismail Marzuki. Dan gugatan ini melibatkan sebuah Production House yang memproduksi Film

SOEKARNO yaitu PT. TRIPAR MULTIVISION PLUS sebagai Tergugat I, Produser Film

SOEKARNO, yang bernama RAM JETHMAL PUNJABI sebagai Tergugat II dan juga

Sutradara terkenal yang telah memiliki pengalaman di bidang menyutradai film baik itu film

biografi maupun film yang bersifat non biografi, yaitu HANUNG BRAMANTYO sebagai

Tergugat III.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, film merupakan objek yang termasuk dalam

perlindungan Hak Cipta. Yang menjadi menarik disini adalah dengan adanya kontroversi dalam

film Soekarno yang sudah beredar dan ditayangkan di Indonesia. Kontroversi ini menimbulkan

masalah bahwa ternyata telah terjadi pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh Tergugat yang

mana dalam hal ini, terdapat 3 Tergugat, yaitu : PT. TRIPAR MULTIVISON PLUS sebagai

Tergugat I, RAM JETHMAL PUNJABI sebagai Tergugat II, dan HANUNG BRAMANTYO

sebagai Tergugat III. Menurut salah seorang ahli waris dari Presiden Pertama Republik Indonesia

yaitu Ir. Soekarno, yaitu RACHMAWATI SOEKARNO PUTRI (yang di dalam kasus ini

sebagai penggugat), para tergugat dianggap telah melakukan pelanggaran hak cipta Film

Soekarno atau Bung Karno : Indonesia Merdeka.

Setelah membaca Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor : 93/Pdt/Sus HAK-

CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST mengenai kasus terkait, penulis merasa bahwa antara Pihak

Penggugat dan Tergugat masing-masing memberikan keterangan dan alat bukti yang

meyakinkan. Dan akhirnya, pada pengadilan tingkat pertama atau judex factie, kasus ini pun

dimenangkan oleh pihak penggugat yaitu RACHMAWATI SOEKARNO PUTRI. Sebagaimana

yang telah kita ketahui, film yang menjadi sengketa ini adalah film biografi yang berarti film ini

mengisahkan perjalanan hidup Ir. Soekarno mulai dari lahir hingga wafat. Dan dianggap telah

terjadi pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh para tergugat terhadap film biografi ini.

Namun jika dikaji lebih dalam lagi, pada bagian pertimbangan hakim, ada beberapa yang tidak

bersifat netral dan tidak memikirkan keadaan atau posisi para tergugat. Dimana, Majelis Hakim

hanya melihat dari sisi penggugat, namun mengabaikan atau melihat dari sisi para tergugat dan

Majelis Hakim juga tidak memberikan pertimbangan hukum dengan melihat bahwa film yang

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 3: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

menjadi sengketa adalah film biografi atau film sejarah. Ditambah lagi dengan adanya bukti dari

para Penggugat yaitu Perjanjian kerjasama untuk memproduksi Film Layar Lebar dengan judul

Bung Karno : Indonesia Merdeka tanggal 17 Oktober 2011 antara Penggugat yaitu : Rachmawati

Soekarno Putri dan Tegugat I yaitu : PT. TRIPAR MULTIVISION PLUS dan Tergugat II : Ram

Jethmal Punjabi.

Pada tingkat pengadilan pertama yaitu yang diadili oleh Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Majelis Hakim Pengadilan Niaga memenangkan pihak HJ.

RACHMAWATI SOEKARNO PUTRI, S.H.,

Untuk dapat mengkaji permasalahan diatas dapat dilakukan secara yuridis dan tidak dapat

terlepas dari hukum yang mana di Negara Indonesia diatur dalam lingkup Hukum Hak Cipta,

dikarenakan film adalah bagian dari bentuk sinematografi yang juga merupakan suatu ciptaan

yang dilindungi, maka penulis memiliki keinginan untuk dapat mengkaji secara terstruktur dan

dari sudut pandang Hukum Hak Cipta dan bagaimana hukum hak cipta dapat melindungi bagian

dari bentuk sinematografi yaitu film yang memiliki genre film biopik atau film biografi yang

sering juga disebut dengan film sejarah.

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana kedudukan film sebagai ciptaan dan siapa yang berhak menjadi pencipta film

menurut Undang-Undang tentang Hak Cipta ?

2. Apakah film “Soekarno” merupakan karya derivatif dari naskah “Bung Karno: Indonesia

Merdeka” atau naskah skenario film “Soekarno”?

3. Apakah pemilihan aktor diatur dalam lingkup hukum Hak Cipta?

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan yang hendak dicapai, yaitu :

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara normatif dan yuridis sengketa hak cipta yang

terjadi pada film “SOEKARNO” dengan menggunakan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Nomor : 93/Pdt/Sus HAK-CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST tentang Sengketa Pelanggaran

Hak Cipta dan terhadap Film “SOEKARNO” atau “BUNG KARNO : INDONESIA

MERDEKA”

Selain daripada tujuan umum yang telah disebutkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 4: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

1. Menjelaskan kedudukan film sebagai ciptaan dan siapa yang berhak menjadi pencipta

film menurut Undang-Undang Hak Cipta

2. Mengetahui apakah film “Soekarno” merupakan karya derivatif dari naskah “Bung

Karno: Indonesia Merdeka” atau naskah skenario film “Soekarno”

3. Mengetahui mengenai pengaturan pemilihan aktor dalam lingkup Hukum Hak Cipta

Tinjauan Teoritis

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis-normatif,2 dimana penelitian ini

mengacu pada norma hukum yang terdapat di peraturan perundang-undangan dan putusan

pengadilan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan

yang dilakukan dengan tujuan untuk memperolah data sekunder, yang nantinya akan digunakan

sebagai landasan teoritis sehingga berkaitan dengan masalah yang akan diteliti oleh peneliti guna

mendukung data-data yang diperoleh selama penelitian dengan cara mempelajari buku-buku,

literature dan sumber lain yang relevan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian.3

Tipologi penelitian ini bersifat eksploratoris, dimana penulis bertujuan untuk menggambarkan

atau menjelaskan lebih dalam dari suatu gejala. 4 Gejala yang akan digambarkan atau dijelaskan

oleh penulis ialah mengenai pelanggaran hak cipta dan hak moral terhadap naskah film Soekarno

atau Bung Karno : Indonesia Merdeka yang didasarkan pada Studi Kasus Putusan Pengadilan

Niaga Jakarta Pusat Nomor : 93/Pdt/Sus HAK-CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST. Sumber

data penelitian ini berasal dari data kepustakaan. Sedangkan jenis data yang digunakan oleh

penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yakni yang mencakup antara lain, dokumen-

dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berbentuk laporan, buku harian dan

2 Penelitian yang berbentuk yuridis-normatif adalah penelitian yang menekankan pada

penggunaan norma-norma hukum secara tertulis serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan

informan.

3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 2005), hlm. 250.

4 Ibid

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 5: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

seterusnya. Dalam hal ini data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan.5

Namun, jika menurut penulis membutuhkan data yang lebih valid lagi dikarenakan penelitian

yang penulis angkat adalah berasal dari suatu gejala, maka penulis akan berusaha dan

menggunakan wawancara.

Pembahasan

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009

Tentang Perfilman (UU baru tentang perfilman) “Film adalah karya seni budaya yang merupakan

pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi

dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan”. Pendefinisian UU Perfilman 2009 jauh lebih

singkat, yang perlu digaris bawahi adalah film merupakan pranata sosial dan media komunikasi

massa. Pranata sendiri diambil dari kata “nata” (bahasa jawa) yang berarti menata artinya film

mempunyai fungsi mempengaruhi orang, baik bersifat negatif ataupun positif bergantung dari

pengalaman dan pengetahuan individu. Tetapi secara umum film adalah media komunikasi yang

mampu mempengaruhi cara pandang individu yang kemudian akan membentuk karakter suatu

bangsa. Nah, fungsi inilah yang ternyata sebagai pranata sosial, mempengaruhi tatanan sosial

kemasyarakatan berbangsa dan bernegara. Sayangnya di Indonesia belum banyak film yang

mampu memberi sumbangsih mendidik, film di negeri ini baru pada tatanan menghibur dan

menginformasikan. Inilah tantangan Anda sebagai calon sineas muda, mampukah kita membuat

film tidak hanya menghibur dan menginformasikan tetapi juga harus mendidik (menata bangsa -

pranata sosial).6

Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa

pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid,

pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala

bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan

5 Ibid., hlm.12

6 http://mind8pro.blogspot.com/p/production-house.html diakses pada 22 September 2014 pukul 01:07

23 http://musa666.wordpress.com/2011/11/04/definisi-film/ diakses pada 22 September 2014 pukul 01:08

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 6: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi

mekanik, eletronik, dan/atau lainnya;7

Sebuah film, juga disebut gambar bergerak, adalah serangkaian gambar diam atau

bergerak. Hal ini dihasilkan oleh rekaman gambar fotografi dengan kamera, atau dengan

membuat gambar menggunakan teknik animasi atau efek visual.

Adaptasi merupakan istilah yang menggambarkan yaitu kegiatan menggubah, mengubah,

dan membuat turunan dari sebuah karya cipta. Adaptasi berarti suatu ciptaan yang diciptakan

dari ciptaan yang sudah ada sebelumnya seperti, terjemahan, adaptasi, ciptaan turunan,

aransemen music atau gubahan apapun dari suatu ciptaan literature atau artistik, atau fonogram

atau pagelaran dan termasuk adaptasi sinematografi atau bentuk apapun lainnya dimana ciptaan

tersebut mungkin dibentuk ulang, diubah, atau diadaptasikan untuk disertakan dalam bentuk

turunan apa pun yang dapat dikenali yang diturunkan dari bentuk aslinya8 Ciptaan Turunan yang

juga sering deikenal dengan istilah atau sebutan (rigt in the exploitation of derivative work).

Ciptaan turunan merupakan ciptaan baru yang diciptakan melalui terjemahan, aransemen,

transformasi, atau adaptasi. Keunikan hak ciptaan turunan ini adalah biarpun pemilik hak

ciptanya adalah pemilik Hak Cipta turunan namun di saat yang sama, pencipta ciptaan orisinal

juga memiliki hak yang sama dengan hak pencipta.

Hak Cipta turunan inilah yang dikenal dengan karya cipta yang di dalamnya memiliki

hak cipta dan berasal dari sebuah karya adaptasi. Jadi dapat dikatakan bahwa karya cipta yang

berasal dari adaptasi sering disebut dengan istilah karya cipta turunan. Dan seperti yang telah

dijelaskan di atas, dalam karya cipta turunan, terdapat hak ekonomi yang dikenal sebagai hak

eksklusif yang merupakan konteks utama dari hak cipta. Dalam karya cipta turunan ini, antara

pemilik hak cipta karya turunan dengan pemilik hak cipta dari karya orisinil tetap memiliki hak

yang sama dalam pembagian royalti.

8 http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Teks_Lisensi_Creative_Commons_Atribusi-BerbagiSerupa_3.0 diakses

pada 20 September 2014 pukul 14:17

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 7: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Terkait dengan kasus di yang diangkat, pasal manakah yang lebih sinkron atau lebih sesuai

dengan teori mengenai sutradara dan produser dalam adaptasi karya cipta dalam hukum hak

cipta, yaitu apakah Pasal 33 atau Pasal 34 Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014, maka pertama

akan dibahas mengenai penafsiran dari Pasal 33 itu sendiri. Pasal 33 berbunyi :

“(1) Dalam hal ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh 2

(dua) orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta yaitu orang yang memimpin dan

mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan (2) Dalam hal orang yang memimpin dan

mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada,

yang dianggap sebagai Pencipta yaitu orang yang menghimpun ciptaan dengan tidak

mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya”9

Yang dimaksud dengan beberapa bagian tersendiri, yaitu di dalam suatu film atau

pertunjukan terdapat beberapa bagian yang masing-masing bagian tersebut memang memiliki

hak, seperti : adanya musik, adanya koreografi, adanya tari dan adanya acting. Keseluruhan

bagian tersebut merupakan beberapa bagian tersendiri yang masing-masing dari bagian tersebut

memiliki penciptanya, namun di dalam suatu karya cipta yang terdiri dari beberapa bagian

tersendiri ini, pasti ada orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu.

Atau bisa disebut sebagai orang yang bertanggung jawab atas penyelesaian dari Karya Cipta

tersebut. Dan jika dalam hal tidak ada orang tersebut, maka yang dianggap sebagai pencipta

adalah orang yang menghimpunnya atau dapat juga dikatakan sebagai orang yang

mempersatukan bagian-bagian tersendiri tersebut namun tidak mengurangi hak cipta yang

dimiliki oleh masing-masing pencipta dari bagian-bagian tersebut yang berdiri secara sendiri-

sendiri. Dalam konsep ini, perlu dipahami bahwa film bukanlah jenis ciptaan yang

dihimpun/dikompilasi sebagaimana yang diterangkan di dalam Pasal 33, sehingga pasal yang

lebih tepat dalam menentukan siapakah pencipta dari suatu film adalah Pasal 34.

Selanjutnya, pembahasan mengenai Pasal 34 Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014

yang berbunyi :

“Dalam hal ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh

orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, yang dianggap

pencipta yaitu orang yang merancang ciptaan”10

9 Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta, Tahun 2014, Ps. 33

10 Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta, Tahun 2014, Ps. 34

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 8: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Pasal 34 menjelaskan mengenai posisi dari orang yang merancang sekaligus ia memiliki

rancangan tersebut dan dengan orang yang mengerjakan rancangan tersebut di bawah pimpinan

dan pengawasan orang yang merancang. Dianalogikan, orang yang merancang sekaligus

memiliki rancangan tersebut adalah seorang Sutradara. Berikut dijabarkan beberapa unsur dari

Pasal 34 beserta fakta yang memang terbukti dan terjadi pada sutradara sebagai perancang.

Untuk menentukan bahwa suatu karya dapat dianggap sebagai karya turunan, pertama kali suatu

karya cipta harus mengandung keaslian dan kedua, terdaftar secara sah menurut ketentuan Undang-

Undang Hak Cipta. Istilah “sah” mengacu pada izin yang diberikan oleh pemilik hak cipta yang

sebenarnya. Oleh karena itu, orang yang ditemukan memiliki sebuah karya turunan yang berasal dari

suatu karya cipta, akan bertanggung jawab atas pelanggaran jika karya turunan tersebut dibuat tanpa

izin pemegang hak cipta atas karya cipta tersebut.

Standar yang dapat digunakan dalam menentukan orisinalitas yang diperlukan suatu karya untuk

dianggap sebagai karya turunan yakni karya turunan harus membuat variasi pada karya mendasar

yang dianggap lebih dari “hanya sepele”. Jika tingkat orisinalitas dianggap lebih dari “hanya sepele”

dan orang tersebut secara sah telah mendapat izin untuk menciptakan karya turunan, pencipta karya

adaptasi tersebut hak cipta derivatif-nya yang akan terpisak dari hak cipta yang terkandung di

dalamnya.

Karya derivatif dilindungi oleh Hak Cipta. Untuk dapat digolongkan sebagai karya derivatif,

tentunya versi baru harus memiliki perbedaan yang mencukupi dan memiliki konten atau material

baru dalam jumlah tertentu. Dengan demikian, perubahan minor tidaklah digolongkan sebagai karya

derivatif.11

Dalam reproduksi, hal yang terpenting adalah ketika kita membuat suatu karya cipta asli

namun menggunakan atau mengutip beberapa referensi yang berbeda-beda, maka hal terpenting

yang dilakukan adalah kita harus menyebutkan nama dari pencipta masing-masing kalimat atau

referensi yang dikutip dan digunakan.

Pembatasan yang sangat signifikan dalam hak eksklusif dari pemegang suatu hak cipta tertelak

pada wacana pengecualian yang biasa dikenal dengan istilah “fair dealing” atau “fair use”. Doktrin

ini seringkali sulit untuk dimengerti dibandingkan dengan seluruh ketentuan hukum dalam hak cipta.

11 Feri Sulianta, Seri Referensi Praktis: Konten Internet, dilihat (On-line) di:

http://books.google.co.id/books?id=f9Vurjx2D8C&pg=PA56&lpg=PA56&dq=buku,+hak+cipta,+derivatif,+karya+turuna

n&source=bl&ots=4nGPhr0Bv9&sig=iuOfIeNANaoTGKnsJV1s8C5OMA&hl=id&ei=KO19TfKkKMfprQfs06XMBQ&s

a=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CCsQ6AEwBg#v=onepage&q=buku%2C%20hak%20cipta%2C%20d

erivatif%2C%20karya%20turunan&f=false

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 9: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Doktrin tersebut mengizinkan untuk menggunakan atau menggandakan hasil ciptaan orang lain

dengan tetap mempertahankan sifat yang adil (“fair”). Sejak abad ke-19, pengadilan telah memulai

mengembangkan prinsip-prinsip pembebasan berbagai bentuk pelanggaran penggunaan penggandaan

hak cipta sebagai bentuk “fair use” atau pengecualian yang diperbolehkan oleh hukum.

Pasal 9 ayat (2) Konvensi Berne memberikan kewenangan terhadap legislasi nasional untuk

mengizinkan perlindungan suatu reproduksi dalam hal-hal tertentu, selama terpenuhinya 2 (dua)

kondisi khusus, yaitu: (a) reproduksi tidak menyebabkan konflik dengan pemanfaatan dari suatu

hasil ciptaan; dan (b) setiap reproduksi tidak menyebabkan hilangnya legitimasi sang pencipta

secara wajar. Konsep yang diterapkan oleh India berbeda dengan Amerika Serikat yang

menggunakan doktrin “fair use” atau pengecualian hak cipta secara general. India juga berbeda

dengan „civil system‟ yang diterapkan di Eropa ataupun Indonesia sekalipun, di mana negara-

negara tersebut memberikan pengertian secara umum mengenai pengecualian hal cipta atas nama

pribadi. Konsep demikian dianggap berbeda sebab pengertian pengecualian seperti yang

diterapkan oleh banyak negara masihlah bersifat sangat luas dan kurang tepat. Suatu tindakan

pelanggaran hak cipta dengan pembelaan berdasarkan alasan pengecualian biasanya akan

sampaipada putusan yang menyatakan ditolaknya suatu permohonan. Namun bagaimanapun

juga, fleksibilitas mengenai pendekatan pengertian pengecualian secara luas, dapat juga

membawa dampak positif untuk menjaga konsep hukum tentang hak cipta selalu „up to date‟

dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi dan hal-hal baru dalam setiap penggunaan

hasil ciptaan.12

Film Soekarno dibuat dengan menggunakan salah satu referensinya yaitu naskah “Bung

Karno” : Indonesia Merdeka. Naskah ini diciptakan oleh Ibu Hj. Rachmawati Soekarno Putri

yang dituangkan dalam Pagelaran Gita Dharma Maha Guru yang telah dipertunjukkan sebanyak

tiga kali dan mendapat respon yang positif dari masyarakat. Namun dari pernyataan di atas, tidak

dikatakan bahwa Film Soekarno merupakan sebuah “Derivative Works” atau karya cipta turunan

dari naskah “Bung Karno : Indonesia Merdeka. Karena film ini dibuat juga berdasarkan skenario

atau naskah yang dibuat oleh Ben Parulian Sihombing sebagai Penulis Skenario Masing-masing

dari karya cipta ini memiliki pencipta yang berbeda. Film Soekarno diciptakan oleh Hanung

Bramantyo. Sedangkan Naskah “Bung Karno : Indonesia Merdeka” diciptakan oleh Ibu Hj.

Rachmawati Soekarno Putri. Lalu, dalam proses pembuatan film Soekarno, naskah Bung Karno : 12

http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/11/penelitian-hukum-pengecualian-terhadap.html diakses pada 12 Januari

2015 pukul 7:28 WIB

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 10: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Indonesia Merdeka ini kemudian dikembangkan menjadi suatu skenario film yang ditulis oleh

Ben Parulian Sihombing sebagai Penulis Skenario dan Hanung Bramantyo sebagai Sutradara.

Sedangkan Ibu Hj. Rachmawati disini berperan sebagai referensi utama dan telah mengikatkan

dirinya dalam suatu perjanjian kerja sama. Hal ini dibuktikan kuat dengan adanya Perjanjian

Kerja Sama Produksi Film Layar Lebar antara PT. Tripar Multivision Plus dengan Yayasan

Pendidikan Soekarno.

Pasal 34 menjelaskan mengenai posisi dari orang yang merancang sekaligus ia memiliki

rancangan tersebut dan dengan orang yang mengerjakan rancangan tersebut di bawah pimpinan

dan pengawasan orang yang merancang. Dianalogikan, orang yang merancang sekaligus

memiliki rancangan tersebut adalah seorang Sutradara. Jadi disini Sutradara adalah orang yang

memiliki rancangan dan merancang suatu film. Seorang sutradara adalah orang yang memiliki

tugas menentukan tema, lalu dilanjutkan dengan memilih naskah yang tepat untuk dijadikan

skenario, kemudian memilih aktor atau pemain yang cocok dengan penafsiran naskah, melatih

aktor atau pemain, mengatur jadwal shooting, dan sebagainya. Sutradara sebagai seseorang yang

memimpin dan mengawasi jalannya proses pembuatan film. Dan ia juga dianggap sebagai

perancang film.

Jika diaplikasikan dalam pembuatan film “Soekarno”, maka disini yang menjadi perancang

dan memiliki rancangan adalah sang sutradara, yaitu Hanung Bramantyo. Sehingga yang

menjadi pencipta dari film “Soekarno” adalah Hanung Bramantyo. Melihat pada putusan yang

telah dikeluarkan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka penulis

mengemukakan bahwa Putusan Pengadilan Niaga sudah tepat. Disini, Pengadilan Niaga

mengemukakan dalam pertimbangan hukumnya salah satunya adalah bahwa yang menjadi

perancang dalam film “Soekarno” adalah Hanung Bramantyo sebagai sutradara. Dan dialah yang

menjadi pencipta film “Soekarno”. Film dikenal sebagai suatu ciptaan yang terdiri dari beberapa

unsur dan masing-masing unsurnya memiliki hak ciptanya tersendiri. Berikut juga pada film

“Soekarno”. Dikarenakan hal tersebut, maka jelas tergambar bahwa Film Soekarno dirancang

oleh Hanung Bramantyo berdasarkan naskah skenario yang dibuat oleh Ben Parulian Sihombing

bersama-sama Hanung Bramantyo sebagai Sutradara dan Ibu Hj. Rachmawati Soekarno Putri.

Perlu digaris bawahi disini bahwa Ibu Hj. Rachmawati Soekarno Putri hanya berperan sebagai

referensi utama dan tidak seluruh Naskah Bung Karno: Indonesia Merdeka yang dimilikinya,

menjadi referensi pembuatan Film Soekarno yang dirancang oleh Hanung Bramantyo. Sehingga

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 11: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

dengan adanya hal tersebut, Ibu Hj. Rachmawati Soekarno Putri hanya dapat dikatakan memiliki

hak cipta atas naskah Bung Karno : Indonesia Merdeka.

Dalam pertimbangan hukum yang dikemukakan oleh Majelis Hakim Pada tingkat

pertama di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta pusat, telah dikemukakan beberpa

pendapat dan fakta yang telah berusaha digali oleh Majelis Hakim. Namun, disini menurut

penulis yang juga menjadi salah satu rumusan masalah dari penulis, yaitu mengenai

pertimbangan dan putusan hakim sudah tepat atau belum. Penulis disini berpendapat bahwa

pertimbangan hukum dari Majelis Hakim di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat, sudah tepat. Karena didasari pokok permasalahan yang dirumuskan oleh Majelis Hakim,

yaitu : Apakah Penggugat yang dimaksud disini adalah Hj. Rachmawati Soekarno Putri adalah

pencipta atas naskah film “SOEKARNO” atau disebut BUNG KARNO : INDONESIA

MERDEKA.

Disini, Pengadilan Niaga mengemukakan dalam pertimbangan hukumnya salah satunya

adalah bahwa yang menjadi perancang dalam film “Soekarno” adalah Hanung Bramantyo

sebagai sutradara. Dan dialah yang menjadi pencipta film “Soekarno”. Film dikenal sebagai

suatu ciptaan yang terdiri dari beberapa unsur dan masing-masing unsurnya memiliki hak

ciptanya tersendiri. Berikut juga pada film “Soekarno”. Dikarenakan hal tersebut, maka jelas

tergambar bahwa Film Soekarno dirancang oleh Hanung Bramantyo berdasarkan naskah

skenario yang dibuat oleh Ben Parulian Sihombing bersama-sama Hanung Bramantyo sebagai

Sutradara dan Ibu Hj. Rachmawati Soekarno Putri. Perlu digaris bawahi disini bahwa Ibu Hj.

Rachmawati Soekarno Putri hanya berperan sebagai referensi utama dan tidak seluruh Naskah

Bung Karno: Indonesia Merdeka yang dimilikinya, menjadi referensi pembuatan Film Soekarno

yang dirancang oleh Hanung Bramantyo. Sehingga dengan adanya hal tersebut, Ibu Hj.

Rachmawati Soekarno Putri hanya dapat dikatakan memiliki hak cipta atas naskah Bung Karno :

Indonesia Merdeka.

Maka dapat disimpulkan bahwa Kedudukan Film Soekarno bukanlah sebagai derivative

work atau karya cipta turunan dari naskah Bung Karno: Indonesia Merdeka. Melainkan ia adalah

original work atau karya cipta asli yang memang dibuat dari referensi yang bermacam-macam

dan dari sumber manapun. Dan tidak dibuat dari naskah Bung Karno : Indonesia Merdeka satu-

satunya sebagai referensi. Hal semacam inilah yang disebut sebagai reproduksi dan menjadi

“reproductive work”.

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 12: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Mengacu kepada dua sudut pandang yang telah dikaji, yaitu dari segi dunia perfilman dan

dari segi Undang-Undang Hak Cipta, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa yang memiliki

hak untuk memilih aktor dalam proses pembuatan suatu film adalah sutradara, karena dia adalah

orang yang merancang dan memiliki rancangan. Maka daripada itu, Ibu Hj. Rahmawati Soekarno

Putri tidak berhak untuk melarang Hanung Bramantyo sebagai sutradara untuk melakukan

pemilihan aktor untuk memerankan tokoh Soekarno. Dan sayangnya, hal ini tidak dibahas detail

di dalam Putusan Pengadilan Niaga, padahal pemilihan aktor merupakan salah satu pokok

perkara yang menjadi dasar gugatan.

Kesimpulan

1. Suatu Karya Cipta yang sangat rentan dengan proses adaptasi adalah film yang merupakan

bagian dari Sinematografi. Adaptasi sebenarnya tidak memiliki definisi yang mutlak benar

sehingga dapat didefinisikan ke dalam makna yang bermacam-macam. Jika dilihat dari sudut

pandang secara umum, maka adaptasi dapat diambil definisinya adalah adanya penggubahan atau

pengambilan bentuk dari karya cipta lama yang akhirnya nanti menghasilkan karya cipta baru

yang disebut dengan karya cipta turunan atau terkenal dengan istilah “derivative work”. Disebut

sebagai karya cipta turunan, dikarenakan karya cipta tersebut merupakan suatu bentuk baru

namun berasal dari karya cipta yang lama yang akhirnya menjadi sumber inspirasi untuk

membuat karya cipta tersebut.

Jika adaptasi dilihat makna dan definisinya dari segi hukum hak cipta yang berada di bawah

payung hukum Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka tidak dapat kita

temukan definisi yang valid dari adaptasi. Karena Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002

tentang Hak Cipta lebih menjelaskan mengenai batas waktu perlindungan untuk sebuah karya

cipta turunan atau “derivative work” . Jadi, Undang-Undang Hak Cipta memandang adaptasi

sebagai suatu proses pengalihwujudan. Akan tetapi, menurut Landasan Yuridis yang dipakai

pada saat sekarang, yaitu Undang-Undang Hak Cipta nomor 28 tahun 2014, diatur mengenai

definisi dari adaptasi yang tertuang dalam Penjelasan pada huruf n, yaitu Yang dimaksud dengan

adaptasi adalah mengalihwujudkan suatu ciptaan menjadi bentuk lain. Sebagai contoh dari buku

menjadi film. Sedangkan menurut narasumber, adaptasi merupakan pengambilan substansi dari

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 13: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

karya cipta lama menjadi karya cipta baru, namun tidak menjadikan karya cipta lama sebagai

suatu referensi yang diambil secara keseluruhan dalam menciptakan suatu karya cipta baru.

Kita dapat melihat bahwa banyak unsur yang terlibat dalam pembuatan film, yaitu, Produser,

Sutradara dan Penulis Skenario. Tiga unsur atau elemen ini harus selalu berkomunikasi selama

proses pembuatan film. Di antara sutradara dan produser, sebenanrnya tidak dapat diberikan

pernyataan siapa diantara dua orang itu yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Karena dua orang

tersebut telah menduduki kedudukan paling tinggi di bidang mereka masing-masing. Sutradara

merupakan orang yang paling mengerti dan paling tahu keadaan lapangan yang digunakan untuk

shooting dan sangat mengetahui seni artistik dalam perfilman. Sedangkan Produser adalah orang

yang membiayai seluruh keperluan untuk shooting dan dialah yang memberikan dana untuk

pembuatan film agar dapat berjalan dengan lancar.. Tidak semua film adalah karya cipta turunan

(Derivative Work) dikarenakan ada beberapa film, yaitu salah satunya film biografi yang disebut

sebagai Reproductive Work yang mengalami proses reproduksi dan termasuk kepada kategori

ciptaan yang dirancang, dan pencipta dari film adalah pemilik rancangannya, yaitu Sutradara.

Karena sutradara adalah orang yang merancang dalam pembuatan suatu film. Hal ini mengacu

pada Pasal 34 UU Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014

2. Namun ternyata dapat disimpulkan bahwa Kedudukan Film Soekarno bukanlah sebagai

derivative work atau karya cipta turunan dari naskah Bung Karno: Indonesia Merdeka ataupun

dari naskah film Soekarno. Melainkan ia adalah original work atau karya cipta asli yang memang

dibuat dari referensi yang bermacam-macam dan dari sumber manapun. Dan tidak dibuat dari

naskah Bung Karno : Indonesia Merdeka satu-satunya sebagai referensi. Hal semacam inilah

yang disebut sebagai reproduksi dan menjadi “reproductive work”.

3. Mengenai pemilihan aktor, dapat dikaji dari dua sudut pandang yaitu dari sudut dunia

perfilman dan juga dari sudut Undang-Undang Hak Cipta. Dari dunia perfilman, ternyata

pemilihan aktor merupakan tugas pokok dari seorang sutradara. Dan dari Undang-Undang Hak

Cipta, memang tidak diatur secara tegas, namun Penulis mengacu kepada Pasal 34 UU Hak Cipta

nomor 28 tahun 2014. Maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa yang memiliki hak untuk

memilih aktor dalam proses pembuatan suatu film adalah sutradara, karena dia adalah orang

yang merancang dan memiliki rancangan. Maka daripada itu, Ibu Hj. Rachmawati Soekarno

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 14: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Putri tidak berhak untuk melarang Hanung Bramantyo sebagai sutradara untuk melakukan

pemilihan aktor untuk memerankan tokoh Soekarno. Dan sayangnya, hal ini tidak dibahas detail

di dalam Putusan Pengadilan Niaga, padahal pemilihan aktor merupakan salah satu pokok

perkara yang menjadi dasar gugatan.

Saran

• Kepada para penggagas film, yaitu pemilik naskah dan tim produksi film yang terdiri dari

produser, sutradara dan penulis skenario disarankan untuk dapat melakukan perjanjian

kerjasama secara detail termasuk menjelaskan mengenai proses adaptasi dari karya cipta

yang dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman

• Kepada para produser film, disarankan dalam hal manajerial proses pembuatan film, yang

berkaitan dengan wewenang produser yaitu agar dapat mengatur hak dan kewajiban

antara pencipta dari original work dan derivative work secara jelas

• Kepada para sutradara film, disarankan dalam mengelola suatu pembuatan film yang

dimulai dari tahap pre-production, production dan post production agar mengemukakan

wewenang yang dimiliki oleh sutradara kepada seluruh insan yang terlibat dalam proses

pembuatan film termasuk salah satunya adalah tahap pemilihan aktor

• Kepada pemerintah, disarankan agar dapat menyempurnakan beberapa hal yang belum

diatur secara jelas di dalam UUHC No. 28 tahun 2014 khususnya mengenai adaptasi serta

karya turunan untuk objek sinematografi dan juga mengenai reproductive work dalam

proses reproduksi dan melakukan sosialisasi mengenai pengetahuan di bidang Hak Cipta

untuk insan yang terlibat dalam dunia perfilman

Kepustakaan

A. BUKU

Barricelli & Gibaldi, Interrelations of Literature (New York: MLA, 1982).

Bourdieu, Pierre. (1977). Outline Theory of Practice. Cambridge: Cambridge University Press

Burke, Peter. (2001b). “ History of Events and the Revival of Narrative.” Dalam Peter Burke,

(ed.), New Perspsectives on Historical Writing. London: Blackwell. Hal.283-300

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 15: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Campbell, 2001

Chakrabarty, Dipesh. (1997). “Poscoloniality and the Artifice of History.” Dalam Bill Aschroff,

Damian,Eddy.Hukum Hak Cipta.ed.2.cet.3.Bandung:PT. Alumni.2005. hal. 125

Djumhana , Muhammad. Hak Milik Intelektual (Dalam Sejarah dan Teori), hlm., 68

Effendy, 1986., hlm 34.,

Effendy, Heru. Industri Pertelevisian Indonesia, Jakarta : Erlangga, 2009 , hlm., 62

Essay, Mari Menonton Buku, 1 Juni 2004

Gareth Griffiths & Helen Tiffin (Eds.), The Post-Colonial Studies Reader. London & New York:

Routledge. Hal. 383-388

Hidayah, Unning Kesuma, Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Pembajakan

CD/VCD (Studi Kasus di Jawa Tengah), (Semarang: 2008), hlm.20.

Hobsbawn. Eric. (1999). On History. London: Abacus

Indah Hanisa, Eka. Artikel Ilmiah Tinjauan Yuridis Tindakan Pengalihwujudan atas Karya

Fotografi dalam Perspektif Hak Cipta Indonesia dan Amerika Serikat. Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya. Malang: 2014

Irawanto., 1999., hlm 13.,

Jenkins, Keith. (Ed.). (1997). Postmodern History Reader. London & New York: Routledg

Kernodle, George R., Invitation to the Theatre (New York: Harcourt, Brace & World, Inc.,

1967).

Kesowo, Bambang , Inovasi dan HAKI, 2010

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang

Lee, 1965., hlm. 149.,

M.Ramli,Ahmad.,Fathurrahman.Film Independen Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan

Hukum Perfilman Indonesia.Bogor: Ghalia Indonesia.2005

Mamudji, Sri., dkk., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok: Badan Penerbit Fakultas

Magill, Frank N., Cinema: The Novel into Film (Pasadena: Salem Press Inc., 1980).

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 16: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Monaco, James., 1984., hlm., 233

Mukti Fajar dkk, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2010

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008

Nugroho, Garin, Kekuasaan dan Hiburan (Yogyakarta: Bentang, 1995)

Purba, Achmad Zen Umar, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, PT. Alumni, Bandung, 2011

Riswandi. Budi Agus, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2005, hlm.1

Rooseno Harjowidigdo, Pejanjian Lisensi Hak Cipta Musik dalam Pembuatan Rekaman, Jakarta

: Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, 2005, hlm,. 20

S. Itafarida. Adaptasi dari Karya Sastra ke Film : Persoalan dan Tantangan.

Soekanto, Soerjono , Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,

2010, hal. 52.

Subekti, Aneka Perjanjian, cet.10, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.,. 59.

Sumarno, 1996 ., hlm 10.,

Sutedi, Adrian, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Tempo, ed. 30 Maret 2003 ., hlm. 64

Zulqamar., 2007 hlm., 29

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works

Burgerlijk Wetbook. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Psl. 1320

Indonesia, Undang-Undang Perfilman, UU No. 33 tahun 2009, LN No. 14, TLN No 5060

Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 17: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta, UU No. 19 tahun 2002, LN No. 85 Tahun 2002, TLN No.

4220

Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta, UU No. 28 tahun 2014, LN No.

United States Code Title 17

WIPO Copyright Treaty

B. KAMUS

Bryan A. Garner Thomson, Black‟s Law Dictionary Eight Edition, West Group, Amerika Serikat,

2004

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai

Pustaka, Jakarta, 1996

Henry Campbell, Black‟s Law Dictionary, hal. 34

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka :1990 hlm., 242

JURNAL INTERNET

BBC, 2013, Ukraina Ditunding Tak Lindungi HKI (online), http://www.bbc.co.

uk/indonesia/majalah/2013/ 05/13050, (26 Maret 2014)

BBC, 2010, RI Pelanggar Terburuk HKI di Asia (online), http://www.bbc.co.uk/indonesia/

beritaindonesia/2010/08/100825_hakintelektual.shtml, (26 Maret 2014)

Daniel Gervais, 2012, Derivative Works, User-Generated Content, And (Messy) Copyright

Rules, Copyright & New Media Law Newsletter (online), 16.1, http://search.proquest.

com/docview/1027226464/ fulltextPDF/9338A4815BDB4018PQ/4?accountid=46437

(diakses tanggal 8 Mei 2014)

Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M in IT Law, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Era Digital

(online), http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17077/hak-kekayaan-intelektual-

dalam-era-digital- (diakses tanggal 3 Juli 2014)

Fatkhul Aziz, 2014, Indonesia Terbelakang Dalam Perlindungan Kekayaan Intelektual, (online),

http://www.lensaindonesia.com/2014/02/03/indonesia-terbelakang-dalam-perlindungan-

kekayaan-intelektual.html, (diakses tanggal 6 April 2014)

http://creativecommons.or.id/2011/10/apakah-penggunaan-saya-termasuk-suatu-adaptasi/

diakses pada 21 September 2014 pukul 2:55

http://depts.washington.edu/uwcopy/Using_Cpyright/Evaluating_Risks/Adaptation.php, diakses

pada 21 September 2014 pukul 1:33

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 18: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

http://djih.riset.go.id diakses pada 21 September 2014 pukul 7:50

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/viewFile/628/617 diakses pada 21

September 2014 pukul 10:57

http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Teks_Lisensi_Creative_Commons_Atribusi-

BerbagiSerupa_3.0 diakses pada 20 September 2014 pukul 14:17

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Adaptasi%20dari%20Karya%20Sastra%20ke%20Film.pdf

diakses pada 21 September 2014 pukul 11:05

http://www.kemenkumham.go.id/berita/155-ruu-hak-cipta-disahkan-pencipta-dan-seniman-

semakin-mendapat-kepastian-hukum diakses pada 21 September 2014 pukul 8:06

http://m.okezone.com/read/2014/09/14/206/1038811/deretan-nama-pemenang-festival-film-

bandung-2014 diakses pada 28 September 2014 pukul 9:09

http://magisterhukum.narotama.ac.id/index.php/detil_berita/54 diakses pada 21 September 2014

pukul 3:03

http://mind8pro.blogspot.com/p/production-house.html diakses pada 22 September 2014 pukul

01:07

http://musa666.wordpress.com/2011/11/04/definisi-film/ diakses pada 22 September 2014 pukul

01:08

http://opiqueghoqielt.blog.com/2010/12/19/job-description-film-production/ diakses pada 22

September 2014 pukul 00:24

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37615/3/Chapter%20II.pdf diakses pada Sabtu,

20 September 2014, pukul 15.03

http://5martconsultingbandung.blogspot.com/2010/10/pengertian-film.html diakses pada 22

September 2014 01:04

http://teaterdunia.wordpress.com/ diakses pada 21 September 2014 pukul 2:16

www.wikipedia.com diakses pada 22 September 2014 pukul 17:24

Anonim, 2006, Comparing Fair Dealing and Fair Use, Copyright & New Media Law

Newsletter (online), Vol.10.4, http://search.proquest.com /docview/274619544

/76AD818A20164CF3 PQ/3?accountid=46437, (diakses tanggal 20 Juni 2014)

Richard A. Posner, When Is Parodi Fair Use?, Chicago Journals (online),

http://www.jstor.org/discover/10.2307/724401?uid=3738224&uid=2&uid=4&sid=21104

276913503, (diakses tanggal 8 Juni 2014)

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015

Page 19: Analisis Yuridis terhadap Sengketa Hak Cipta Film Soekarno

Analisis yuridis..., Fachrunisa Dwirachma, FH, 2015