analisis valuasi ekonomi menggunakan travel cost method dan faktor
TRANSCRIPT
ANALISIS VALUASI EKONOMI MENGGUNAKAN TRAVEL COST METHOD DAN FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH KUNJUNGAN KE HUTAN WISATA SUNGAI DUMAI
Iwan Victor Leonardo Sitindaon, SH, MH
Pendahuluan
Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan konsekwensi bertambahnya kewenangan pemerintah
daerah sebagai akibat dari pelimpahan beberapa urusan yang semula oleh pemerintah pusat dan
kemudian dialihkan kepada daerah. Salah satu contohnya adalah perubahan kewenangan dalam
hal pengelolaan aset negara (Aset Pemerintah).
Upaya mewujudkan keberhasilan pelaksanaan pembangunan di suatu daerah sangat terkait erat
dengan kualitas perencanaan pembangunan daerah dalam upaya memanfaatkan serta mengelola
sumber daya yang dimiliki, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai daerah
otonom Kota Dumai dituntut untuk dapat memiliki kemandirian terutama dalam hal menggali dan
mengelola sumber-sumber keuangan daerah.
Kota Dumai yang dikenal sebagai Kota Pengantin (Perdagangan, Tourizem dan industri) memiliki
letak geografis yang sangat strategis sebagai pintu gerbang Provinsi Riau bagian Utara yang
memiliki aksesibilitas tinggi dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura. Luas wilayahnya
1.727.385 km2, berdekatan dengan Selat Malaka .yang menjadi urat nadi perekonomian di era
perdagangan bebas.
Oleh karena faktor geografis yang strategis tersebut, tidak sedikit wisatawan lokal maupun
mancangera yang datang mengunjungi kota pengantin ini. Jumlah pengunjung lokal dan
mancanegara untuk berekreasi ke kota Dumai pada tahun 2008, 2009 dan 2010 dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan
Tahun 2008, 2009, 2010
JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA
PADA TAHUN
2008 2009 2010
15.206 12.641 14.338
Sumber : Dinas Pariwisata Kota Dumai
Para wisatawan tersebut mengunjungi beberapa objek wisata yang ditawarkan oleh Pemda Kota
Dumai. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Kota Dumai bahwa aset daerah
berupa objek wisata yang ditawarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Dumai dapat dikategorikan
sebagai berikut :
Tabel 2. Jenis dan Nama Objek Wisata di Kota Dumai
NOJenis Wisata Nama Objek Wisata
1
2
3
4
5
Wisata Alam
Wisata Sejarah
Wisata Agama
Wisata Olahraga
Wisata Tirta
Pantai Teluk Makmur
Pantai Purnama
Hutan Wisata Sungai Dumai
Penangkaran Harimau Hutan Senepis
Kuala Sungai Dumai
Danau Buatan Putri Tujuh Pesanggrahan Putri
Tujuh
Makam Siti Laut
Klenteng Hoch Liong Kiong
Masjid Raya Dumai
Lapangan Golf
Sumber : Dinas Pariwisata Kota Dumai
Hutan Wisata Sungai Dumai yang terletak di Jalan Soekarno Hatta Kecamatan Dumai Barat yang
merupakan salah satu aset Pemerintah Daerah Kota Dumai yang perlu dioptimalkan
pengelolaannya (Hendry Fasial, 2006 : 54).
Hutan Wisata Sungai Dumai yang ditunjuk sebagai taman wisata alam berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur Provinsi Riau Nomor SK.Gubernur KDH Tk.I Riau No.85/I/1985 tanggal 23
Januari 1985 dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.Menhut
No.154/Kpts-II/1990 tanggal 10 April 1990. Luas kawasan Hutan Wisata Sungai Dumai ini seluas
4.712, 50 Ha (Temu Gelang), 1˚31ˈ-1˚38ˈ LU dan 100˚31ˈ-101˚28ˈ BT. Terletak secara administrasi
pemerintahan di Kota Dumai (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Riau BBKSDA :
2010).
Jumlah pengunjung yang datang ke lokasi objek rekreasi ini berdasarkan data yang diperoleh dari
pengelola hutan wisata sungai dumai adalah :
Tabel 3 Jumlah Pengunjung Hutan Wisata Sungai Dumai
No Hari Jumlah Pengunjung
1 Senin-Jumat Antara 20-30 orang per hari
2
3
Sabtu dan Minggu
Hari Libur Nasional
Antara 150-250 orang per hari
Antara 500-700 orang per hari
Sumber : Pengelola Hutan Wisata Sungai Dumai
Dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata maka Pemerintah
Kota Dumai berusaha mengoptimalkan potensi daerah khususnya dari obyek wisata yang
merupakan aset daerah di wilayah Kota Dumai seperti Hutan Wisata dan kawasan danau bunga
tujuh yang jaraknya berdekatan dengan kawasan hutan wisata sungai kota dumai. Namun
sebaliknya Hutan Wisata Sungai Kota Dumai karena kurang optimal dalam pengelolaannya
mengakibatkan banyaknya fasilitas yang tersedia menjadi kurang terurus bahkan terbengkalai
(Surat Kabar Harian Dumai Pos tanggal 24 Januari 2011, hal 4).
Sebagai salah satu aset daerah Kota Dumai, Hutan Wisata Sungai Dumai merupakan salah satau
sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi apabila dikembangkan dengan baik. Oleh karena
itu sangat penting untuk bisa mengetahui nilai ekonomi dari Hutan wisata Sungai Dumai.
Tempat rekreasi tidak memiliki nilai pasar yang pasti, maka penilaian tempat rekreasi dilakukan
dengan pendekatan biaya perjalanan. Metode biaya perjalanan (travel cost method) ini dilakukan
dengan menggunakan informasi tentang jumlah uang yang dikeluarkan dan waktu yang
digunakan untuk mencapai tempat rekreasi untuk mengestimasi besarnya nilai benefit dari
upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang dikunjungi (Yakkin,1997 dalam
Sahlan, 2008).
Bulov dan Lundgren (2007:1) menyebutkan bahwa jasa lingkungan seringkali tidak dihargai oleh
pasar, sehingga kerap dinilai jauh di bawah nilai sesungguhnya dan dianggap sebagai sumber daya
yang tidak layak dihargai sebagai aset. Pendekatan travel cost adalah suatu metode yang
didasarkan pada survei atas biaya perjalanan responden sebagai dasar perhitungan atas kesediaan
membayar (willingness to pay) ketika berkunjung ke suatu objek wisata.
Kesediaan membayar tersebut menjadi dasar untuk mengetahui permintaan terhadap hutan
wisata. Besarnya permintaan (demand) inilah yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi
jasa rekreasi hutan wisata sungai Dumai.
Masyarakat/konsumen datang dari berbagai daerah untuk menghabiskan waktu di tempat rekreasi
tentu akan mengeluarkan biaya perjalanan ke tempat rekreasi tersebut. Disini pendekatan biaya
perjalanan mulai berfungsi. Karena makin jauh tempat tinggal seseorang yang datang
memanfaatkan fasilitas tempat rekreasi maka makin kurang harapan pemanfaatan atau
permintaan tempat rekreasi tersebut.
Metode biaya perjalanan ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi
tempat-tempat rekreasi. Misalnya, untuk menyalurkan hobi memancing, seorang konsumen akan
mengorbankan biaya untuk mendatangi tempat tersebut. Dengan mengetahui pola pengeluaran
dari konsumen ini, dapat dikaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumber
daya alam dan lingkungan.
Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) ini dilakukan dengan menggunakan informasi
tentang jumlah uang yang dikeluarkan untuk mencapai tempat rekreasi untuk mengestimasi
besarnya nilai benefit dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang
dikunjungi.
Sampai saat ini pihak pengelola Hutan Wisata maupun pemerintah daerah kota Dumai belum
mengetahui berapa besar nilai ekonomi dari Hutan Wisata Sungai Dumai ini dan dari data serta
fakta dilapangan diketahui bahwa jumlah pengunjung yang datang ke lokasi wisata ini bisa
dikatakan relatif minim pengunjung.
Dengan melihat latar belakang masalah tersebut, maka dirumuskan suatu permasalahan yaitu
berapakah estimasi nilai ekonomi Hutan Wisata Sungai Dumai yang diharapkan dapat menjadi
acuan pihak Pemerintah Daerah Kota Dumai untuk menentukan besarnya anggaran pengelolaan
aset sesuai nilai ekonominya sebagai salah satu aset publik yang dikunjungi masyarakat
khususnya masyarakat Kota Dumai untuk pengembangan/optimalisasi lebih lanjut dimasa
mendatang sehingga diperoleh pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) dan mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan ke Hutan Wisata Sungai Dumai sehingga
berguna dalam optimalisasi pengelolaan aset dan pengembangan fasilitas selanjutnya.
Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang valuasi ekonomi jasa rekreasi wisata alam yang
bertujuan untuk mengestimasi nilai ekonomi (value economic) Hutan Wisata Sungai Dumai dengan
pendekatan metode travel cost.
Pembahasan
A. Valuasi Ekonomi
Dalam menentukan kontribusi suatu sektor kegiatan ekonomi terhadap pembangunan nasional
pada umumnya dinyatakan dalam nilai uang yang kemudian dikonversi dalam nilai persentase.
Setiap sektor kegiatan ekonomi pasti menghasilkan produksi barang atau pun jasa yang diukur
secara fisik. Untuk menyatakan seluruh hasil barang dan jasa kemudian menyatakannya dalam
satu nilai diperlukan valuasi ekonomi yang menyatakan semua produksi barang dan jasa itu dalam
nilai moneter.
Setelah Pemerintah daerah menginventarisasi dan memasukkan ke dalam database kepemilikan
seluruh aset yang ada didaerah otonomnya, Pemerintah Daerah perlu mengetahui nilai ekonomi
seluruh aset yang berada dalam kekuasaannya.
Pemerintah Daerah dalam hal mengelola hutan wisata sebagai salah satu sumber daya alam
sangat perlu mengupayakan pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan (suistanableI) Untuk
mencapai tujuan tersebut, kiranya Pemerintah Daerah perlu mengetahui manfaat sumber daya
alam secara menyeluruh, baik manfaat yang tangible(nyata) maupun manfaat
yang intangible (secara langsung tidak dapat dirasakan). Dimana kedua manfaat tersebut perlu
pengelolaan yang baik agar memberikan kontribusi manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemaslahatan masyarakat secara berkelanjutan sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-
Undang Dasar 1945.
Untuk mengejar ketinggalan dalam usaha pemanfaatan manfaat intangible sumber daya alam
perlu suatu cara menilai manfaat intangible sumber daya alam khususnya manfaat rekreasi hutan
wisata yang ditujukan untuk mendapatkan kurva permintaan masyarakat terhadap rekreasi
sumber daya alam dalam hal ini Hutan Wisata Sungai Dumai.
B. Pendekatan Penilaian
Penilaian sumberdaya alam sangat kompleks, karena penilaian ini memang tidak semata-mata
menilai besarnya nilai eksisting maupun nilai aset yang dikandungnya/yang melekat padanya (nilai
potensi), tetapi juga meliputi nilai berapa besarnya kompensasi terhadap dampak kerusakan yang
diakibatkan oleh eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam sebagai kekayaan publik. Negara
Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar dalam hal sumberdaya alam. Mungkin hal ini yang
banyak dilupakan oleh orang dalam menilai suatu aset sumberdaya alam.
Pasar dimana kekayaan publik itu berada yang meliputi lokasi dan pelayanan jasa yang mereka
berikan langsung saling berkaitan. Misalnya dengan pasar real estat setempat. Observasi terhadap
jumlah dan nilai dari suatu transaksi yang terjadi memberikan informasi tentang daya beli
masyarakat untuk membeli tanah (properti) serta kuantitas perpindahan kepemilikan. Data pasar
ini dapat memberikan kesimpulan tentang kurva teknik penilaian yang menggunakan data pasar
(market based techniques) relatif mudah untuk diterapkan. Teknik penilaian ini termasuk di
dalamnya :
Metode harga pasar (the market price method);
Metode penilaian (the appraisal method);
Metode penggantian biaya (the replacement cost method).
Sedangkan apabila tidak cukup / tidak tersedia data pasar, penilaian dapat dilakukan dengan
metode penilaian yang tidak berbasis data pasar (nonmarket techniques) dengan cara menilai
kesediaan perorangan untuk membayar (individual williingness to pay). Secara umum metode
yang dikenal dalam teknik penilaian ini meliputi :
The Travel Cost Method;
The Hedonic Price Method;
The Contingent Valuation Method.
C. Penilaian Hutan Wisata
Secara umum, nilai ekonomi didefenisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin
mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Konsep ini disebut
sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan.
Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem misalnya bisa “diterjemahkan”
kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Keinginan membayar
juga dapat diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada
dalam posisi indifferent terhadap perubahan exogenous. Perubahanexogenous ini bisa terjadi
karena perubahan harga (misalnya akibat sumber daya makin langka) atau karena perubahan
kualitas sumber daya. Konsep willingness to pay / WTP ini terkait erat dengan
konsep Compensating Variation (CV)dan Equivalent Variation (EV) dalam teori permintaan. Jadi,
WTP dapat juga diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari
terjadinya penurunan terhadap sesuatu.
Menurut Fauzi (2004), secara umum teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dapat
dipasarkan (non market valuation) dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) kelompok. Kelompok
pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana willingness to pay (WTP)
terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini disebut teknik yang mengandalkan harga
implisit dimana willingness to pay (WTP) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini
disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan untuk membayar yang terungkap).
Beberapa teknik yang masuk kelompok ini adalah travel cost method, hedonic pricing, dan
teknik random utility model.
D. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)
Metode ini populer untuk menggambarkan permintaan untuk sumberdaya alam dan pelayanan
jasa yang berkaitan dengan daerah rekreasi (recreational sites). Contohnya seperti daerah
margasatwa, taman ekologi, pemancingan dan perburuan, panorama alam, dan lain-lain. Orang
datang ke lokasi tersebut dari berbagai jarak yang berbeda. Metode ini meneliti perilaku
perjalanan (travel behavior) yang digunakan untuk mengevaluasi kesediaan orang untuk
mengeluarkan uang dalam rangka mengunjungi wilayah tersebut. Secara intuitif bahwa atribut
yang dimiliki oleh sumberdaya alam akan mempengaruhi kegunaan dari tapak tersebut. Perubahan
kadar kunjungan akan merefleksikan perubahan dalam kualitas sumberdaya alam tersebut. Untuk
itu kajian ini perlu dilakukan untuk dapat mengestimasi nilainya.
Dengan mengumpulkan informasi dari besarnya jumlah kunjungan terhadap sumberdaya alam
yang ada, para analisis akan mengestimasi fungsi permintaan dari tapak yang berhubungan
dengan kunjungan terhadap biaya yang timbul untuk setiap kunjungan. Jika informasi utama tidak
bisa diperoleh secara lengkap, para analisis dapat mengelompokkan ke dalam zona sekitar lokasi
tersebut. Kadar variasi kunjungan terhadap zona itulah yang akan digunakan untuk mengestimasi
fungsi permintaan terhadap lokasi tersebut. Dengan kemajuan teknologi yang ada, pengumpulan
data untuk metode ini dapat diimplementasikan melalui telpon, website atau e-mail dan data
registrasi. Dalam beberapa kasus, data juga bisa diperoleh dari pemerintah setempat, untuk
mencari estimasi biaya perjalanan ke lokasi tersebut.
Metode biaya perjalanan mengasumsikan bahwa biaya perjalanan merefleksikan harga suatu
tempat rekreasi. Menurut Fauzi (2004), metode biaya perjalanan digunakan untuk menganalisis
permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka seperti memancing, berburu, hiking dan lain-lain.
Secara prinsip metode ini mengkaji biaya-biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi
tempat-tempat rekreasi tersebut. Metode biaya ini dapat digunakan untuk mengatur manfaat dan
biaya akibat (Fauzi; 2004) :
a. Perubahan biaya akses (tiket) masuk bagi suatu tempat rekreasi
b. Penambahan tempat rekreasi baru
c. Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi
d. Pengunjung akan memberi respon yang sama terhadap perubahan harga karcis, dan jumlah
biaya perjalanan
e. Perjalanan tidak merupakan suatu kepuasan, kepuasan di tempat rekreasi sama untuk
setiap pengunjung tanpa melihat asal pengunjung
f. Setiap rekreasi alternatif mempunyai kepuasan maksimum
g. Selera, preferensi dan pendapatan pengunjung dianggap sama
Travel Cost Method (TCM) diturunkan dari pemikiran yang dikembangkan oleh Hotteling pada
tahun 1931, yang kemudian secara formal diperkenalkan oleh Wood dan Trice (1958) serta
Clawson dan Knetsch (1996). Metode ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan
terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation), seperti memancing, berburu, hiking dan
sebagainya.
Secara prinsip metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi
tempat-tempat rekreasi. Misalnya, untuk menyalurkan hobi memancing, seorang konsumen akan
mengorbankan biaya dalam bentuk waktu dan uang untuk mendatangi tempat tersebut. Dengan
mengetahui pola pengeluaran dari konsumen ini, dapat dikaji berapa nilai (value) yang diberikan
konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan.
Penelitian tentang valuasi ekonomi taman publik maupun hutan wisata telah banyak dilakukan
baik di luar negeri maupun di dalam negeri.
Tabel 4 Penelitian Sebelumnya
Penulis/Tahun Lokasi Metode Variabel Hasil Penelitian
Nugroho (2008)
hutan kota tipe
rekreasi di
Kebon Rojo,
Blitar
Travel Cost
Method
travel cost,
pendapatan
keluarga,
persepsi
kualitas, ada
tidaknya tempat
wisata lain
(substitusi)
nilai ekonomi
Kebon Rojo di
Blitar berada
dalam interval
Rp6.983.297.635,
- –
Rp9.346.906.217,
-.
Mayor dkk.
(2007)
hutan wisata di
Irlandia
Travel Cost
Method da
nContingent
Valuation Method
biaya,
preferensi dan
data sosial
ekonomis
responden
Nilai ekonomi
yang diperoleh
dari WTP adalah
IR£1 per individu/
kunjungan, nilai
ekonomi
diperoleh dari
TCM adalah
IR£5.95 per
individu/kunjunga
n
Bulov dan
Lundgren
(2007)
Taman
Nasional
Periyar di India
Travel Cost
Method
travel cost,
pendapatan,
umur, jenis
kelamin,
kebangsaan &
substitusi
Nilai surplus
konsumen indvidu
adalah US
$36.178
sedangkan nilai
ekonomi adalah
US$15.145.633.7
66
Rahmawati dkk.
(2006)
Taman Hutan
Raya Dr.
Muhammad
Hatta,
Sumatera
Barat
Travel Cost
Method
asal
pengunjung,
jumlah
penduduk,
biaya
perjalanan dan
jumlah
kunjungan dari
tiap zonasi
jumlah
pengunjung per
1000 penduduk
serta penerimaan
hasil penjualan
karcis pada
berbagai tingkat
harga karcis.
Paudel dkk.
(2005)
Elmer’s Island,
New Orleans
Travel Cost
Method
Jumlah
pengunjung,
biaya
perjalanan
Responden
memberikan nilai
WTP rata-rata
6,80 dollar AS
sehinggafee yang
diperoleh 96.685
dollar AS.
McKean dkk.
(2005)
Snake River,
Idaho
Travel Cost
Method
travel cost,
travel time,
free time
available da
nincome
nilai ekonomi
sebesar
7.200.000 dollar
AS per tahun
Djijono (2002)
Taman Wisata
Hutan Wan
Abdul Rahman
di Lampung
Travel Cost
Method
biaya
perjalanan,
pendapatan,
pendidikan
nilai total surplus
konsumen adalah
Rp9.357.513,- per
tahun.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan Travel Cost Method dengan
variabel independentantara lain biaya perjalanan ke tempat wisata (travel cost),
pendapatan (income), travel time, free time available, preferensi pengunjung, persepsi pengunjung
terhadap kualitas obyek penelitian, ada tidaknya substitusi atas obyek penelitian dan data sosial
ekonomis responden (umur, jenis kelamin, kebangsaan, jumlah penduduk asal kecamatan
pengunjung), maka Travel Cost Method dapat diterapkan untuk melakukan valuasi ekonomi
terhadap hutan wisata, taman nasional, taman hutan raya, taman publik, area rekreasi terbuka
maupun taman wisata hutan.
Metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat-tempat
rekreasi untuk mengetahui pola expenditure dari konsumen sehingga peneliti bisa mengkaji
berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan. Dengan
demikian Travel Cost Method sangat tepat diterapkan dalam penelitian untuk mengestimasi
valuasi ekonomi Hutan Wisata Sungai Dumai dilihat dari sisi intangible aset.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam metode yang digunakan
untuk menentukan nilai ekonomi rekreasi yaitu travel cost method. Namun demikian, ada
beberapa perbedaan pada penelitian ini dibanding dengan penelitian sebelumnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam melakukan valuasi ekonomi intangible aset Hutan Wisata dilakukan dengan
pendekatan biaya perjalanan (travel cost method) yang menggambarkan permintaan untuk
sumberdaya alam dan pelayanan jasa yang berkaitan dengan daerah rekreasi (recreational sites).
2. Biaya perjalanan/travel cost, pendapatan, usia, substitusi, persepsi terhadap fasilitas sebagai
variabelindependent, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan ke lokasi
Hutan Wisata Sungai Dumai.Variabel dependent dalam penelitian ini adalah jumlah kunjungan.
Kedua variabel ini berguna dalam menentukan estimasi nilai ekonomi hutan wisata sungai dumai
dengan pendekatan travel cost method.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, terdapat hal-hal yang disarankan yaitu :
1. Dengan mengetahui estimasi nilai ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
kunjungan ke Hutan Wisata Sungai Dumai, pihak pengelola harus meningkatkan daya saing
dengan peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas objek wisata ini.
2. Model dalam penelitian ini dapat dikembangkan untuk acuan penelitian berikutnya dengan
kemungkinan memperluas variabel.