analisis terhadap putusan hakim dalam ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan...

97
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA GUGATAN PEMENUHAN KEWAJIBAN AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA (Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg) Penulisan Hukum ( Skripsi ) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta OLEH PRATAMI WAHYUDYA NINGSIH NIM : E0006198 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: hoangdien

Post on 26-May-2018

235 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

1

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA

GUGATAN PEMENUHAN KEWAJIBAN AKAD PEMBIAYAAN

AL-MUSYARAKAH DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA

(Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)

Penulisan Hukum

( Skripsi )

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

OLEH

PRATAMI WAHYUDYA NINGSIH

NIM : E0006198

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

Page 2: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

2

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA

GUGATAN PEMENUHAN KEWAJIBAN AKAD PEMBIAYAAN

AL- MUSYARAKAH DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA

(Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)

OLEH

PRATAMI WAHYUDYA NINGSIH

NIM : E0006198

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Maret 2010

Dosen Pembimbing Skripsi

Soehartono, S.H, M.Hum

NIP. 195604251985031002

ii

Page 3: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

3

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA

GUGATAN PEMENUHAN KEWAJIBAN AKAD PEMBIAYAAN

AL-MUSYARAKAH DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA

(Studi Terhadap Putusan Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)

Oleh

Pratami Wahyudya Ningsih

NIM : E0006198

Telah diterima dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 30 Maret 2010

DEWAN PENGUJI

1. Harjono, S.H.,M.H : ………………………..

Ketua

2. Th. Kussunaryatun,S.H,.M.H : ………………………..

Sekertaris

3. Soehartono,S.H.,M.Hum : ……………………….

Anggota

Mengetahui,

Dekan

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.

NIP.1961 0930 1986 011001

iii

Page 4: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

4

PERNYATAAN

Nama : Pratami Wahyudya Ningsih

NIM : E0006198

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA GUGATAN

PEMENUHAN KEWAJIBAN AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH DI

PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA (STUDI TERHADAP PUTUSAN

NOMOR: 1047/PDT.G/2006/PA.PBG) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang

bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan

ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya

tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pancabutan

penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi)

ini.

Surakarta, 18 Maret 2010

Yang menyatakan

(Pratami Wahyudya Ningsih)

NIM. E 0006198

iv

Page 5: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

5

ABSTRAK

Pratami Wahyudya Ningsih, 2010, ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM

DALAM PERKARA GUGATAN PEMENUHAN KEWAJIBAN AKAD

PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH DI PENGADILAN AGAMA

PURBALINGGA (Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg).

Fakultas Hukum UNS.

Penelitian ini mengkaji mengenai dasar pertimbangan hakim yang digunakan

untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang

dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Agama Purbalingga, dan untuk mengetahui kesesuaian dasar pertimbangan hakim

yang tertuang dalam putusan tersebut dengan pengaturan pembiayaan Al-

Musyarakah dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat

preskriptif, karena penelitian ini adalah suatu penelitian ilmiah untuk menemukan

kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi. Jenis bahan hukum yang

penulis gunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan

hukum primer yang penulis gunakan adalah berupa putusan hakim nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg, Undang-undang nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Peraturan mahkamah Agung

nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Undang-undang

Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7

Tahun1989 tentang Peradilan Agama dan Referensi Fatwa DSN No. 08/DSN-

MUI/IV/2000 tentang akad pembiayaan Al-Musyarakah. Sedangkan bahan hukum

sekunder yang penulis gunakan adalah bahan kepustakaan, dokumen, arsip, artikel,

makalah, literatur yang sesuai dengan obyek penelitian. Teknik pengumpulan bahan

hukum dilakukan dengan cara identifikasi isi bahan hukum primer dan sekunder dari

studi kepustakaan. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan metode silogisme

dan interpretasi, dengan menggunakan pola berfikir deduktif serta tinjauan yuridis

yang bersifat logis dan sistematis.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, kesatu

dasar pertimbangan yang digunakan Hakim yang tertuang dalam Putusan nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tersebut diantarannya adalah Tergugat tidak pernah hadir di

persidangan, maka sengketa diputus dengan verstek, Tergugat telah memenuhi unsur-

unsur wanprestasi sesuai dengan ketentuan hukum positif dan dalil-dalil syar’i

sehingga Tergugat menjadi pihak yang kalah. Kedua, kesesuaian Putusan nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dengan peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008

tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terletak pada BAB III mengenai ingkar

janji dan BAB VI mengenai ketentuan Al-Musyarakah.

Kata Kunci : Pengadilan Agama, dasar pertimbangan Hakim, dan Al-Musyarakah.

v

Page 6: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

6

ABSTRACT

Pratami Wahyuda Ningsih, 2010, AN ANALYSIS ON THE JUDGE’S

DECISION IN THE LAWSUIT OF AL MUSYARAKAH FUNDING

CONTRACT OBLIGATION COMPLIANCE IN PURBALINGGA RELIGION

COURT (A Study on the Decision Number: 1047/PDT.G/2006/PA.PBG). Law

Faculty of UNS.

This research aims to examine the rationale of the Judge’s deliberation used for

deciding the lawsuit of Al-Musyarakah funding contract included in the decision

number: 1047/PDT.G/2006/PA.PBG, released by the Purbalingga religion court, and

to find out the compatibility of the rationale of the Judge’s deliberation included in

such decision with the regulation of Al-Musyarakah funding in the Supreme Court’s

Regulation Number 2 of 2008 about the Compilation of Syariah Economic Law.

This study belongs to a normative law research that is preskriptife in nature, because

it is a scientific research to find the truth based on the logic of law discipline from the

normative aspect. The law material types the writer uses include the primary and

secondary law material. The primary law material includes: the judge’s decision no:

1047/PDT.G/2006/PA.PBG, Act No. 7 of 1989 about the Religion Court, Act No. 3

of 2006 about the First Amendment of Act No. 7 of 1989 about the Religion Court,

Supreme Court’s Regulation Number 2 of 2008 about the Compilation of Syariah

Economic Law, Act No. 50 of 2009 about the Second Amendment of Act No. 7 of

1989 about the Religion Court and Instruction (Fatwa) Reference of DSN No.

08/DSN-MUI/IV/2000 about the Al-Musyarakah funding agreement. Meanwhile the

secondary law materials used include: literary material, document, archive, article,

magazine, and literature relevant to the research object. Technique of collecting law

material employed was the content identification primary and secondary law

materials from the literary study. Techniques of analyzing data used were syllogism

and interpretation methods, using deductive thinking pattern as well juridical review

that is logical and systematic in nature.

Based on the result of research and discussion, it can be concluded that: firstly, the

rationale the judge uses included in the decision number: 1047/PDT.G/2006/PA.PBG

include: the accused is never present in the trial, so that the dispute is decided as

verstek, the accused has met the element of contract breach according to the positive

law and syar’i proposition, so that the accused is the loser. Secondly, the

compatibility of decision number: 1047/PDT.G/2006/PA.PBG with the Supreme

Court’s Regulation Number 2 of 2008 about the Compilation of Syariah Economic

Law lies in the Chapter III about the promise denial and Chapter VI about the

provision of Al-Musyarakah.

Keywords: Religion Court, Rationale of Judge’s Deliberation, and Al-Musyarakah.

vi

Page 7: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

7

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT dimana hanya dengan rahmat dan

ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini dengan baik.

Penulisan hukum ini membahas mengenai dasar pertimbangan hakim yang digunakan

dalam memutus perkara gugatan pemenuhan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang

tertuang dalam putusan Nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg, yang dikeluarkan oleh

Pengadilan Agama Purbalingga, selain itu penulis juga memaparkan menganai

kesesuaian dasar pertimbangan Hakim yang digunakan untuk memutus perkara

tersebut dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang dikeluarkan dengan alasan untuk mengisi

kekosongan hukum. Penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat memberikan

referensi mengenai bahan terkait, mengingat putusan nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Purbalingga

tersebut hingga penulis menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini adalah satu-

satunya putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sejak berlakunya Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-undang Nomor 50

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

Penulisan hukum ini tidak lepas dari bantuan yang telah diberikan baik oleh

pihak lain kepada penulis, oleh karena itu penulis hendak mengucapkan banyak

terimakasih yang sebesar-sesarnya kepada :

1. Allah SWT. Dimana hanya dengan rahmat dan ridho-Nya penulisan hukum

(skripsi) ini dapat selesai.

vii

Page 8: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

8

2. Nabi Muhammad SAW. Sebagai Nabi besar yang memberikan suri teladan

yang sempurna bagi umat-nya.

3. Bapak Drs. H. Joko Riyanto,S.H., M.M dan Ibu Hj. Wiwik Dwi Wahyuti

sebagai orang tua, Pratiwi Fatmasari Ningrum dan Pratama Rachmad Wijaya

sebagai satu keluarga yang selalu memberi semangat dan mendoakan.

4. Ibu Hj. Surip Priyo Sumarto (Alm) dan Hj. Sri Wiji Priyo Sumarto (Alm)

sebagai nenek yang semasa hidupnya senantiasa menyayangi dan sangat

berjasa dalam kehidupan Penulis.

5. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS

dan seluruh jajaran dekanat Fakultas Hukum UNS.

6. Bapak Syafrudin Yudo Wibowo S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik.

7. Bapak Soehartono S.H., M.Hum. selaku Dosen pembimbing dan Penguji,

yang telah membimbing penulis hingga penilisan hukum ini dapat

diselesaikan dengan baik.

8. Bapak Harjono, S.H.,M.H. dan Ibu Th. Kussunaryatun, S.H,.M.H. selaku

dosen penguji penulisan hukum ini.

9. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H. selaku ketua Pengelola Penulisan Hukum

Fakultas Hukum UNS.

10. Bapak Muhammad Rustamaji S.H., M.H. selaku dosen yang mendorong

penulis untuk menjadi insan yang kreatif dan memperoleh prestasi non-

akademik.

11. Para dosen FH di semua bagian, Bagian Hukum Acara, Bagian Hukum

Pidana, Bagian Hukum Perdata, Bagian Hukum dan Masyarakat, Bagian

Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Administrasi Negara, serta Bagian

Hukum Internasional, untuk ilmu yang tak akan terputus. Yang semoga

berguna bagi penulis dan menjadi amalan yang tak terputus.

viii

Page 9: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

9

12. Mahendro Adiutomo, Amd. Kekasih yang setia menjaga cinta dan telah

mendedikasikan banyak waktu untuk penulis.

13. Erika Rovita Maharani, Erlina Septiyaningrum, Dian Rachma Fitria dan

Hanifah Endah Setyowati, sahabat yang senantiasa mendukung dan membawa

keceriaan dalam hari-hari Penulis.

14. Keluarga besar KSP Principium FH.UNS yang telah menjadi sosok keluarga,

mendewasakan, memberikan ilmu keorganisasian, pengetahuan ilmiah,

prestasi dan pengalaman yang sangat luar biasa. Terkhusus Kakak-kakak

teladan KSP Principium FH UNS Arif Maulana, S.H sebagai inspirator bagi

Penulis untuk selalu bersemangat dalam hidup, Mas Nurrahman Aji Utomo

kakak yang selalu membuat tersenyum dan membawa keceriaan, Mbak Recca

Ayu Hapsari, Mbak Aci Ariesta, Mbak Fitri Kurniati sebagai sosok kakak

yang memberikan banyak motifasi, pengalaman dan masukan bagi Penulis.

15. Teman-teman SD Muhammadiyah 1 Surakarta angkatan 1994, Teman-teman

SMP Batik Ska angkatan 2000, Teman-teman SMA Negeri 3 Surakarta

angkatan 2004, Teman-teman F.Hukum UNS angkatan 2006 yang senantiasa

menyayangi dan menjaga persahabatan yang tak terputus. Salam semangat

dan sukses selalu untuk kita.

16. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan

satu per satu semoga Allah SWT membalas semua bantuan yang telah

diberikan.

Semoga Penulisan Hukum ini bermanfaat bagi pihak yang membaca, menjadi

referensi dan dicatat sebagai amal kepada penulis dan seluruh pihak yang telah

membantu sampai selesainya penyusunan Penulisan Hukum ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabaraokatuh

ix

Page 10: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. .................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ x

DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

E. Metode Penelitian.............................................................................. 9

F. Sistematika Penulisan........................................................................ 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritik

1. Tugas dan Kewenangan Hakim dalam Penemuan Hukum

a. Tugas dan Kewajiban Hakim…………………………… 17

b. Penemuan Hukum oleh Hakim…………………………… 19

2. Sejarah, Tugas dan Kewajiban Peradilan Agama

a. Sejarah Pengaturan Peradilan Agama di Indonesia …… . 20

b. Tugas dan Kewajiban Peradilan Agama………………… 26

3. Bentuk, Susunan dan Kekuatan Putusan Pengadilan Agama

a. Bentuk dan Macam Putusan Pengadilan Agama ……… . 30

b. Susunan dan Isi Putusan Pengadilan Agama …………… 33

x

Page 11: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

11

c. Kekuatan Putusan Pengadilan Agama ………………… . 36

4. Pengertian, Dasar Hukum dan Ketentuan Al-Musyarakah

a. Pengertian Al-Musyarakah …………………………… .. 40

b. Dasar Hukum Al-Musyarakah ………………………… . 41

c. Ketentuan Al-Musyarakah ………………………… ....... 42

B. Kerangka Pemikiran …………...…………………................…....... 47

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................................. 51

B. Pembahasan……………………………………………………...... . 55

1. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg mengenai gugatan pemenuhan akad

pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan

AgamaPurbalingga ……………………...…………………… 55

2. Kesesuaian dasar pertimbangan hakim dalam putusan nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dalam perkara gugatan pemenuhan

kewajiban akad pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan

oleh Pengadilan Agama Purbalingga dengan ketentuan Al-

Musyarakah dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 02Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah........................................................................... 67

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ....................................................................................... 76

B. Saran ........................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi

Page 12: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

12

DAFTAR BAGAN

Skema penyaluran dana Al-Musyarakah……………………………..……. 46

Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................................ 47

xii

Page 13: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peradilan agama adalah salah satu pilar kekuasaan kehakiman di Indonesia.

Keberadaan peradilanagama, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 25 Ayat (1)

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

menyatakan bahwa “Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung

meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,

peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara”. Sedangkan dalam Pasal 25

Ayat (3) menyatakan bahwa “Peradilan agama sebagaimana dimaksud pada Ayat

(1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara

orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”. Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa peradilan agama

hanya dapat menyelesaikan perkara tertentu yang dialami oleh orang-orang

tertentu. Maksud dari orang-orang tertentu adalah peradilan agama hanya

diperuntukan bagi orang-orang yang beragama Islam. Sedangkan yang dimaksud

dengan perkara-perkara tertentu adalah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 49

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan

bahwa ;

Pengadilan agama berwenang menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang;

a. perkawinan;

b. kewarisan, wasiat dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;

c. wakaf dan shadaqah.

Seiring dengan perkembangan zaman yang ada, dan guna membawa

kepada kemaslahatan umat khususnya dalam bidang perekonomian yang semakin

berkembang pesat, maka peraturan mengenai peradilan agama yang tidak lain

adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dirasa

kurang sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat dan ketata negaraan

Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang

Page 14: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

2

Yudhoyono telah mengesahkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, serta baru-baru ini telah disahkan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama. Salah satu materi penting dalam amandemen pertama tersebut

adalah mengenai perluasan kewenangan dari pengadilan agama, sedangkan

perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tersebut lebih menitik

beratkan pada pengadilan khusus dan Hakim ad hoc, keamanan dan kesejahteraan

Hakim. Perluasan kewenangan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama tidak lain adalah kewenangan untuk

menangani perkara ekonomi syari’ah. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 49

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa:

Pengadilan agama bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang;

1. Perkawinan;

2. Waris;

3. Wasiat;

4. Hibah;

5. Wakaf;

6. Zakat;

7. Infaq;

8. Shadaqah;

9. Ekonomi syari’ah.

Dengan adanya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

Pertama Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

maka tugas dan wewenang pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa

ekonomi syari’ah adalah untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara

ekonomi syari’ah. “Ekonomi syari’ah, dapat diartikan sebagai segala aktivitas

yang berkaitan dengan produksi dan distribusi yang berupa barang dan jasa yang

Page 15: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

3

bersifat material di antara orang-orang yang beragama Islam, yang didasari oleh

syariat Islam” (http://agustianto.niriah.com/2008/04/03/peradilan-agama-dan-

sengketa-ekonomi-syari’ah/). “Ekonomi syari’ah dapat dikatakan menjadi salah

satu dari dua sisi sistem ekonomi yang secara pararel berlaku di Indonesia

bersama-sama dengan sistem ekonomi kapitalis yang dipraktikan oleh hukum

konvensional dan bukan perbuatan hukum, maka siapa saja yang berhubungan

dengan ekonomi syari’ah tanpa membedakan agama harus tunduk pada sistem

yang dianut ekonomi Islam, termasuk di dalamnya penyelesaian sengketa” (Chatib

Rasyid, 2009: 157).

Kewenangan pengadilan agama untuk menyelesaikan sengketa ekonomi

syari’ah merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang

tertib, makmur dan berkeadilan dengan menjujung asas syari’ah Islam. Sedangkan

karakteristik ekonomi yang berbasis syari’ah adalah memiliki tujuan untuk menuju

kesejahteraan yang menyeluruh secara seimbang ( individu-sosial, dunia-akhirat,

alam-sosial). Ekonomi syari’ah juga tidak hanya sebatas pada perbankan syari’ah,

namun mencakup berbagai ruang lingkup perekonomian yang mendasarkan pada

pengetahuan dan nilai-nilai syari’ah Islam (http://www.mail-

archive.com/ekonomi-syari’[email protected]/msg00711.html).

Pergerakan ekonomi syari’ah sejatinya dapat diwujudkan dalam

pembiayaan-pembiayaan syari’ah yang ada. Pembiayaan yang berbasis syari’ah

tersebut dapat dibedakan menjadi dua pembiayaan, yaitu pembiayaan syari’ah

melalui lembaga ekonomi bank dan pembiayaan syari’ah melalui lembaga

ekonomi bukan bank. Lembaga ekonomi yang berbasis syari’ah melalui lembaga

bank terelalisasi dengan adanya bank-bank syari’ah yang dewasa ini kian

menjamur. Karena semakin diminatinya sistem syari’ah yang ada, maka bank yang

sejatinya bank konvensional berbondong-bondong untuk membuka produk dengan

menerapkan sistem syari’ah. Perlu diketahui bahwa mengenai perekonomian Islam

Page 16: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

4

terkhusus masalah perbankan syari’ah yang menjadi pelopor dari

perkembangannya adalah negara Swis yang memiliki latar belekang bukan negara

Islam. Hal ini menjadi sebuah bukti bahwa sebenarnya ekonomi syari’ah adalah

suatu hal yang sangat diminati oleh masyarakat luas.

Seperti yang telah Penulis kemukakan, bahwa syari’ah Islam menjadi dasar

dari pembiayaan syari’ah yang ada, namun bukan berarti operasional pembiayan

berbasis syari’ah tidak akan menemui suatu kendala atau sengketa. Hal tersebut

dapat terlihat dengan adannya perkara ekonomi syari’ah yang telah diputus

Pengadilan Agama Purbalingga, yaitu dengan putusan nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad

pembiayaan Al-Musyarakah menjadi perkara ekonomi syari’ah yang pertama kali

diselesaikan melalui jalur pengadilan di Indonesia. Dalam perkara tersebut

terdapat dua pihak, yaitu AW dan MR selaku direktur utama dan direktur

operasional dari PT. BPR SBMP selaku Penggugat melawan HRW dan H selaku

Tergugat. Perkara gugatan tersebut muncul bermula dengan adannya akad

perjanjian pembiayaan Al-Musyarakah nomor : 123/MSA/VII/05 tertanggal 20

Juli 2005 para Tergugat telah menerima pemberian modal pembiayaan

musyarakah sebesar Rp. 30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah) dari Penggugat

untuk keperluan modal usaha dagang gula merah dan kelontong. Pada

kenyataanya, Tergugat tidak menggunakan modal yang diterima tersebut sesuai

dengan perjanjian, yaitu untuk modal usaha dagang gula merah dan kelontong

akan tetapi digunakan untuk keperluan lain. Berdasarkan hal tersebut Penggugat

merasa dirugikan maka Penggugat mengajukan perkara tersebut ke pengadilan

untuk diselesaikan melalui jalur hukum.

Dalam menangani sengketa ekonomi syari’ah tersebut terdapat peran

Hakim sebagai pengambil keputusan yang tidak lain adalah figur sentral dalam

proses peradilan yang dituntut untuk membangun kecerdasan intelektual, moral

Page 17: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

5

dan spiritual serta dapat melakukan adanya penemuan hukum. “Hakim melakukan

penemuan hukum, karena ia dihadapkan pada peristiwa konkret atau konflik untuk

diselesaikan, jadi sifatnya konklitif. Hasil penemuan hukumnya adalah hukum

yang dituangkan dalam bentuk putusan” (Bambang Sutiyoso, 2009 : 41).

Penemuan hukum yang menggunakan Hakim sebagai subyeknya, maka hasil

penemuan Hakim tersebut dapat dijadikan sumber hukum pula.

Perluasan kewenangan tersebut, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi

aparatur peradilan agama, terutama Hakim. Para Hakim ini dituntut untuk

memahami segala perkara yang menjadi kompetensinya. Hal ini sesuai adagium

ius curia novit, yang artinya bahwa Hakim dianggap tahu akan hukumnya,

sehingga Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih

hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Keniscayaan Hakim untuk selalu

memperkaya pengetahuan hukum, juga sebagai sebuah pertanggungjawaban moral

atas klaim bahwa apa yang telah diputus oleh Hakim harus dianggap benar, hal

tersebut sesuai dengan adagium res judikata pro veriate habetur. Berdasarkan hal

tersebut, setiap Hakim pengadilan agama dituntut untuk lebih mendalami dan

menguasai soal perekonomian syari’ah. Hal tersebut sejalan dengan kutipan yang

menerangkan bahwa ”Memang, para Hakim Pengadilan Agama telah memiliki

latar belakang pendidikan hukum Islam, namun karena selama ini Pengadilan

Agama tidak menangani sengketa yang terkait dengan perekonomian syari’ah,

maka wawasan yang dimilikinya pun tentu masih terbatas”

(http://www.badilag.net/menggagas-legalitas-hukum-ekonomi-syari’ah-politik-

hukum.html).

Operasional ekonomi syari’ah memang di dasarkan pada prinsip syari’ah

Islam, namun dalam pelaksanaanya tetap menuai masalah. Hal tersebut dapat

tercermin dengan perkara ekonomi syari’ah yang telah ditangani oleh Pengadilan

Agama Purbalingga yang telah diputus dengan Nomor Putusan

Page 18: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

6

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg. Sebagaimana putusan nomor register Pengadilan

Agama Purbalingga dan telah diputus dengan Putusan

Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg, problematika yang muncul ketika itu adalah

berkaitan dengan belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur

ekonomi syari’ah yang bersifat khusus, menjadikan Hakim Pengadilan Agama

harus berjuang keras menggali dan menemukan hukum dalam berbagai sumber

hukumnya.

Sementara itu, pada tahun 2008 Mahkamah Agung Republik Indonesia

sebagai lembaga tinggi negara menunjuk sebuah tim melalui Surat Keputusan

Mahkamah Agung Nomor 097/SK/X/2006, yang menghasilkan Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi

Hukum Ekonomi Syari’ah yang memuat ketentuan mengenai ekonomi syari’ah

(http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=5905

). Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum

Ekonomi Syari’ah tersebut seakan menjadi sebuah jawaban atas kurang jelasnya

mengenai ekonomi syari’ah dan kelanjutan atau peraturan pelaksana dari Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang tidak lain berisi ketentuan

mengenai ekonomi syari’ah. Tujuan dari dikeluarkannya peraturan tersebut adalah

demi kelancaran pemeriksaan dan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah

sehingga peraturan ini dapat dijadikan rujukan bagi para Hakim untuk memutus

perkara ekonomi syari’ah.

Perluasan kewenangan absolut mengenai ekonomi syari’ah ini memang

belum lama terjadi, begitu pula dengan permasalahan yang dipersengketakan di

pengadilan agama pun masih sangat terbatas dan tergolong menjadi sebuah

sengketa baru. Putusan Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dengan pembiayaan Al-

Musyarakah sebagai sengketa yang ditangani oleh Pengadilan Agama Purbalingga

Page 19: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

7

menjadi sebuah sengketa ekonomi syari’ah yang pertama kali ditangani oleh

Pengadilan Agama di Indonesia yang menjadi sebuah bahasan yang menarik

untuk dikaji.

Bertitik tolak dari hal-hal yang telah Penulis paparkan yang menjadi dasar

dan latarbelakang dari penulisan hukum yang akan Penulis tuangkan dengan judul

: ”Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Perkara Gugatan Pemenuhan

Kewajiban Akad Pembiayaan Al-Musyarakah di Pengadilan Agama

Purbalingga (Studi Terhadap Putusan Nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang Penulis ketengahkan dan hendak

ditemukan jawabannya dalam penelitian ini adalah :

1. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor

: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dalam perkara gugatan pemenuhan kewajiban

akad pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama

Purbalingga?

2. Apakah dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dalam perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad

pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama

Purbalingga sudah sesuai dengan ketentuan Al-Musyarakah dalam Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam Penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara

Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg mengenai gugatan pemenuhan akad

Page 20: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

8

pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama

Purbalingga;

b. Untuk mengetahui kesesuaian dasar pertimbangan Hakim dalam memutus

perkara Nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dalam perkara gugatan

pemenuhan kewajiban akad pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan

oleh Pengadilan Agama Purbalingga dengan ketentuan Al-Musyarakah

dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun

2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan Penulis di

bidang Hukum Acara khususnya terkait dengan Hukum Acara Pengadilan

Agama;

b. Guna memenuhi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar S1 dalam

bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Di dalam penelitian ini diharapkan adannya manfaat dan kegunaan, karena

nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari

penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan Penulis dari penelitian ini

antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pembangunan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya

dan bidang Hukum Acara Peradilan Agama pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur

kepustakaan terkait dengan kajian mengenai Hukum Acara Pengadilan

Agama khususnya mengenai putusan Pengadilan Agama dalam perkara

Page 21: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

9

ekonomi syari’ah serta hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan Penulis

serta untuk mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu

hukum yang diperoleh melalui bangku perkuliahan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan tambahan

pengetahuan bagi semua pihak yang bersedia menerima dan tertarik

dengan masalah yang diteliti serta bermanfaat bagi para pihak yang

berminat pada permasalahan yang sama.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa

dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

”Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah

berdasarkan suatu sistim; sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang

bertentangangan dalam suatu kerangka tertentu” (Soerjono Soekanto, 2006: 42).

Sedangkan ”metode penelitian adalah cara dan langkah-langkah yang efektif dan

efisien untuk mencari dan menganalisis data dalam rangka menjawab masalah”

(Soerjono Soekanto, 2006 : 43 ).

Metode penelitian yang digunakan Penulis memuat uraian yang berisi

beberapa hal sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal.

Adapun yang dimaksud penelitian hukum normatif adalah ”suatu penelitian

ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari

sisi normatifnya” (Johnny Ibrahim, 2005:57). Sedangkan Peter Mahmud

Page 22: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

10

Marzuki mendefinisikan ”penelitian hukum adalah suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi”(Peter Mahmud Marzuki,

2009:35).

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009 : 22). Dari hasil telaah

dapat dibuat opini atau pendapat hukum. Opini atau pendapat hukum yang

dikemukakan oleh ahli hukum merupakan suatu preskripsi. Begitu juga

tuntutan jaksa, petitum atau eksepsi dalam pokok perkara di dalam litigasi

berisi preskripsi. Untuk dapat memberikan preskripsi itulah guna keperluan

praktik hukum dibutuhkan penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2009 :

37). Berdasarkan definisi penelitian hukum yang dikemukakan, maka hal

tersebut telah sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-

pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan

undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan comparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)

(Peter Mahmud Marzuki, 2009 : 93). Adapun dalam penelitian ini Penulis

hanya menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach).

“Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-

undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang

menjadi fokus sekaligus tema sentral” (Johnny Ibrahim, 2005:302). Menurut

Page 23: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

11

Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya Metode Penelitian Hukum

menjelaskan “bahwa pendekatan perundang-undangan (statute approach)

dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani” (Peter Mahmud

Marzuki, 2009 : 93).

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan studi kasus (case study).

”Studi kasus merupakan suatu studi terhadap kasus tertentu dari berbagai

aspek hukum” (Peter mahmud Marzuki, 2009:94). Penelitian ini

menggunakan studi kasus, karena kasus yang digunakan Penulis hanya satu,

yaitu kasus gugatan pemenuhan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang

ditangani oleh Pengadilan Agama Purbalingga.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Di dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data, yang ada

dalam penelitian hukum adalah bahan hukum, maka dalam hal ini Penulis

menggunakan istilah bahan hukum. Peter Mahmud Marzuki menjelaskan

“bahwa untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi

mengenai apa yang seyogianya, diperlukan adannya sumber-sumber

penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi

sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan

bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum

yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas” (Peter Mahmud

Marzuki,2009:141). Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-

undangan dan putusan Hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen

resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus

Page 24: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

12

hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan

(Peter Mahmud Marzuki,2009:141).

Dalam penelitian hukum ini Penulis menggunakan bahan hukum

primer yang terdiri dari :

a. Putusan Nomor 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang gugatan pemenuhan

kewajiban akad pembiayaan Al-Musyarakah yang Penulis peroleh

melalui web resmi Pengadilan Agama Purbalingga dengan alamat

http://pa.purbalingga.ptasemarang.net/images/Data/putusan/put_1047.

pdf;

b. Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

c. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

d. Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman;

e. Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

f. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi

Hukum Ekonomi Syari’ah;

g. Ref Fatwa DSN Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000.

Bahan hukum sekunder yang Penulis gunakan meliputi bahan-bahan yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti bahan

kepustakaan, dokumen, arsip, artikel, makalah, literatur, majalah serta surat

kabar.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dalam suatu penelitian merupakan hal

yang sangat penting. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dengan cara identifikasi isi bahan hukum primer

Page 25: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

13

dan sekunder hasil dari studi kepustakaan atau studi dokumen, baik dari media

cetak maupun elektronik yang kemudian dikategorisasi menurut jenisnya.

Teknik pengumpulan bahan hukum tersebut disebut studi pustaka.

6. Teknik Analisis

Mengingat jenis penelitian ini adalah normatif, maka teknik analisis

yang Penulis gunakan adalah dengan metode silogisme dan interpretasi,

dengan menggunakan pola berfikir deduktif serta suatu tinjauan yuridis yang

bersifat logis dan sistematis. Yuridis dapat diartikan sebagai ” suatu tinjauan

yang disesuaikan dengan pemikiran Penulis dan disusun dengan mencari

hubungan antara pemikiran dan teori-teori yang telah diteliti yang semuanya

itu dihubunngkan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku”

(http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/20/silogismedangeneralisasi-

kajian-tugas-makalah/).

Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan

hukum yang memberi penjelasan mengenai teks undang-undang agar ruang

lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.

”Penafsiran oleh Hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada

pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum

terhadap peristiwa konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat

untuk mengetahui makna undang-undang”(Sudikno Mertokusumo, 2003:169).

Metode interpretasi yang akan digunakan oleh Penulis dalam penelitian ini

merupakan penjabaran dari putusan-putusan Hakim.

Menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya yang berjudul

mengenal hukum disebutkan bahwa ”dari pertimbangan-pertimbangan yang

digunakan oleh Hakim dalam menemukan suatu hukum dapat disimpulkan

adanya metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal), historis, sistematis,

teleologis, perbandingan hukum dan futuristis”(Sudikno Mertokusumo,

Page 26: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

14

2003:169). Adapun metode interpretasi yang Penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah interpretasi sistematis. Menurut Sudikno Mertokusumo

interpretasi sitematis tidak lain adalah ”terjadinya undang-undang selalu

berkaitan dan berhubungan dengan peraturan perundang-undangan lain, dan

tidak ada undang-undang yang berdiri sendiri lepas dari sama sekali dari

keseluruhan perundang-undangan. Menafsirkan undang-undang sebagai

bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan jalan

menghubungakan dengan undang-undang lain disebut interpretasi sistematis

atau logis” (Sudikno Mertokusumo, 2003 : 172).

Sedangkan yang dimaksud dengan silogisme adalah suatu proses

penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme tersebut disusun dari dua

proposisi atau yang sering disebut pernyataan dan terdiri dari satu kesimpulan

(http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/20/silogisme-dan-generalisasi-

kajian-tugas-makalah/). Silogisme yang Penulis gunakan adalah silogisme

dengan menggunakan pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif adalah

proses penalaran yang bermula dari keadaan umum kekeadaan khusus sebagai

pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip

umum diikuti dengan contoh khusus atau penerapan aturan.

Menurut Philipus M. Hadjon dalam bukunya Peter Mahmud Marzuki,

menyatakan bahwa ”silogisme hukum tidak sesederhana silogisme tradisional.

Logika silogistik untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor

adalah aturan hukum, sedangkan premis minor adalah fakta hukum. Dan dari

keduannya kemudian dapat ditarik suatu konklusi” (Peter Mahmud

Marzuki,2009: 47).

Berpikir deduktif disebut juga berpikir dengan menggunakan

silogisme terdiri dari tiga preposisi statement yang terdiri dari premise, yaitu

dasar penarikan kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung suatu

Page 27: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

15

kebenaran. Berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju

ke yang khusus. Dalam berpikir deduktif ini orang bertolak dari suatu teori

prinsip, ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat

umum berdasarkan hal tersebut diterapkan kepada fenomena-fenomena

khusus dan mengambil kesimpulan yang berlaku bagi fenomena tersebut

(http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/20/silogisme-dan-generalisasi-

kajian-tugas-makalah/). ”Penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari

penggunaan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor. Dari kedua

premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion”(Peter

Mahmud Marzuki,2009: 47).

F.Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan

pustaka, pembahasan dan penutup, serta daftar pustaka dan lampiran. Adapun

susunannya adalah sebagai berikut ;

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini Penulis mengemukakan latarbelakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,

dan sistematika Penulisan hukum.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini Penulis mengetengahkan landasan teori dari para pakar

maupun doktrin hukum berdasarkan litertur yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian. Landasan teoritik tersebut meliputi tinjauan

mengenai Hakim, Pengadilan Agama, Putusan Hakim Pengadilan

Agama, dan Al-Musyarakah. Guna memberikan gambaran secara

utuh mengenai penelitian ini Penulis juga memberikan kerangka

pemikiran.

Page 28: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

16

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil

yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah

yang diteliti, terdapat dua pokok permasalahan yang dibahas dalam

bab ini yaitu pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus

perkara Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dan kesesuaian putusan

Hakim Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dengan pengaturan

mengenai Al-Musyarakah dalam Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi

Syari’ah.

BAB IV. PENUTUP

Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat

diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti,

serta saran-saran yang dapat Penulis kemukakan kepada para pihak

yang terkait dengan bahasan Penulisan hukum ini.

Page 29: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

17

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tugas dan Kewenangan Hakim dalam Penemuan Hukum

a. Tugas dan Kewenangan Hakim

Di dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa ”Hakim adalah pejabat yang

melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang”.

Sedangkan dalam Pasal 11 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama, disebutkan bahwa ”Hakim Pengadilan adalah

pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman”.

Hakim memiliki kedudukan dan peran yang penting demi tegaknya

Negara Hukum. Secara khusus Amandemen Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 mengatur kekuasaan kehakiman ini dalam

Pasal 24 dan Pasal 25. Penjelasan kedua pasal tersebut menegaskan bahwa

”kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan”.

Berdasarkan hal tersebut maka diwujudkan jaminan dalam undang-undang

tentang Hakim.

Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan

kekuasaan kehakiman. Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman tersebut,

Hakim harus memahami ruang lingkup tugas dan kewajibannya

sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan. Adapun

beberapa tugas dan kewajiban Hakim dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor

48 Tahun 2009 antara lain ;

17

Page 30: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

18

1) Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat;

2) Hakim dan Hakim konstitusi harus memiliki intergritas dan

kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan

berpengalaman di bidang hukum;

3) Hakim dan Hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim.

Menurut Bambang Sutiyoso tugas pokok Hakim dalam bidang peradilan

(teknis yuridis) adalah sebagai berikut (Bambang Sutiyoso, 2005:125-126);

1) Menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan, dan menyelesaikan

setiap perkara yang diajukan kepadannya;

2) Menggali menurut hukum dengan tidak membedakan orang;

3) Membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya

mengatasi segala hambatan dan rintangan demi tercapainya peradilan

yang sederhana, cepat dan biaya ringan;

4) Tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara

yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,

melainkan wajib memeriksa dan mengadilinnya.

Dengan tugas yang demikian, maka dapat dikatakan bahwa Hakim merupakan

pelaksana inti yang secara fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman.

Oleh karena itu keberadaanya sangat penting dalam penegakan hukum dan

keadilan melalui putusan-putusannya.

Adapun secara konkret tugas Hakim dalam mengadili suatu perkara

melalui tiga tindakan secara bertahap (Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti

Puspitasari, 2005 : 126-127) :

1) Mengkonstatir (mengkonstatasi) yaitu mengakui atau membenarkan

telah terjadinnya peristiwa yang telah diajukan para pihak di muka

persidangan. Syaratnya adalah peristiwa konkret itu harus dibuktikan

terlebih dahulu, tanpa pembuktian Hakim tidak boleh menyatakan

suatu peristiwa konkret itu benar-benar terjadi. Jadi mengkonstatir

peristiwa berarti juga membuktikan atau menganggap telah terbukti

peristiwa tersebut;

2) Mengkualifisir (mengkualifikasi) yaitu menilai peristiwa yang telah

dianggap benar-benar terjadi itu termasuk dalam hubungan hukum

yang mana atau seperti apa. Dengan kata lain mengkualifisir adalah

Page 31: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

19

menemukan hukumnya terhadap peristiwa yang telah dikonstatir

dengan jalan menerapkan peraturan hukum terhadap peristiwa tersebut.

3) Mengkonstituir (mengkonstitusi) atau memberikan konstitusinnya,

yaitu Hakim menetapkan hukumnya dan memberi keadilan kepada

yang bersangkutan. Di sini Hakim mengambil kesimpulan dari adanya

premis mayor (peraturan hukumnya) dan premis minor

(peristiwannya). Dalam memberikan putusan Hakim perlu

memperhatikan faktor yang seharusnya diterapkan secara proporsional

yaitu : keadilan, kepastian hukumnya dan kemanfaatannya.

b. Penemuan Hukum oleh Hakim

Penemuan hukum, pada dasarnya merupakan wilayah kerja hukum

yang sangat luas cakupannya. Penemuan hukum dapat dilakukan oleh

orang-perorangan (individu), ilmuan atau peneliti hukum, para penegak

hukum (Hakim, Jaksa, dan Pengacara atau Advokat), direktur perusahaan

swasta dan BUMN/BUMD sekalipun. Menurut bambang Sutiyoso,

”penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi

peraturan hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan

peristiwa konkrit (das sein) tertantu, dalam penemuah hukum yang

penting adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk

peristiwa konkrit” (Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, 2005 :

128).

”Hakim melakukan penemuan hukum, karena ia dihadapkan pada

peristiwa konkrit atau konflik untuk diselesaikan, jadi sifatnya konfliktif.

Hasil penemuan hukumnya merupakan hukum, karena mempunyai

kekuatan mengikat sebagai hukum yang dituangkan dalam bentuk

putusan”( Bambang Sutiyoso, 2006: 41). Berdasarkan hal tersebut,

penemuan hukum oleh Hakim itu sekaligus dapat dikayakan sebagai

sumber hukum juga.

Page 32: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

20

2. Sejarah, Tugas, dan Kewajiban Peradilan Agama

a. Sejarah Pengaturan Peradilan Agama di Indonesia

Peradilan agama adalah peradilan yang dilandasi oleh ketentuan Islam.

Begitu pula dengan sejarah ada dan diakuinya peradilan agama di Indonesia.

Keberadaan peradilan agama di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup

panjang. Jauh sebelum kemerdekaan, sistem peradilan agama sudah lahir

sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, tepatnya pada

masa kerajaan. Sebelum Islam datang ke Indonesia telah ada dua macam

peradilan, yaitu peradilan pradata dan peradilan padu. Materi hukum

peradilan pradata bersumber dari ajaran Hindhu dan ditulis dalam pakem.

Sedangkan peradilan padu menggunakan hukum materiil tidak tertulis yang

berasal dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Dalam prateknya, peradilan

pradata menangani persoalan-persoalan yang berhubungan dengan

wewenang Raja, sedangkan peradilan padu menangani perosalan-persoalan

yang tidak berhubungan dengan wewenang Raja. Keberadaan dua sistem

peradilan ini berakhir setelah Raja Mataram menggantikan dengan sistem

peradilan serambi yang berasaskan Islam. Penggantian tersebut tidak lain

bertujuan untuk menjaga integrasi dari wilayah Kerajan Mataram itu sendiri

(http://zanikhan.multiply.com/journal/item/2931).

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, peradilan agama mendapat

pengakuan secara resmi. Pada tahun 1882 Pemerintah Kolonial

mengeluarkan Staatsblad Nomor 152 yang merupakan pengakuan resmi

terhadap eksistensi peradilan agama dan hukum Islam di Indonesia. Karena

staatsblad ini tidak berjalan efektif dan karena pengaruh teori reseptie, maka

pada tahun 1937 keluarlah Staatsblad 1937 Nomor 116. Staatsblad ini

mencabut wewenang yang dipunyai oleh peradilan agama dalam persoalan

waris dan masalah-masalah lain yang berhubungan dngan harta benda,

terutama tanah. Sejak peristiwa tersebut kompetensi peradilan agama hanya

Page 33: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

21

terbatas pada masalah perkawinan dan masalah perceraian saja

(http://zanikhan.multiply.com/journal/item/2931). Sebagaimana yang telah

dijelaskan diatas, bahwa peradilan agama setelah pada masa tersebut tidak

dapat melaksanakan keputusannya sendiri, melainkan harus dimintakan

pegukuhan dari peradilan negeri.

Pada awal tahun 1946, tepatnya tanggal 3 Januari 1946, dibentuklah

Kementiran Agama. Departemen Agama dimungkinkan konsolidasi atas

seluruh administrasi lembaga-lembaga Islam dalam sebuah badan yang

bersifat nasional. Berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1946

menunjukkan dengan jelas maksud-maksud untuk mempersatukan

administrasi nikah, talak dan rujuk di seluruh Indonesia di bawah

pengawasan Departemen Agama sendiri. Dalam rentang waktu 12 tahun

sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ada tujuh hal yang dapat

di ungkapkan yang terkait langsung dengan Peradilan Agama di Indonesia:

1) Berkaitan dengan penyerahan Kementrian Agama melalui

Penetapan Pemerintah Nomor 5 sampai dengan tanggal 25 maret

1946;

2) Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946;

3) Lahirnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 1948;

4) Masa Indonesia RIS (Republik Indonesia Serikat) tanggal 27

Desember 1946 – 17 Agustus 1950;

5) Lahirnya Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951;

6) Lahirnya Undang-undang Nomor 32/1954.

Peradilan agama dalam rentang waktu lebih kurang 17 tahun, yakni

tahun 1957-1974 mengalami perkembangan dengan dikeluarkannya

Peraturan Pemerintah dan Undang-undang yakni Peraturan Pemerintah

Nomor 29 Tahun 1957, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957,

Page 34: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

22

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1970 dan penambahan kantor dan cabang

kantor peradilan agama. Kemudian pada tanggal 31 Oktober 1964 disah

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok-Pokok

Kekuasaan Kehakiman. Menurut Undang-undang tersebut, Peradilan Negara

Republik Indonesia menjalankan dan melaksanakan hukum yang

mempunyai fungsi pengayoman yang dilaksanakan dalam lingkungan

peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha

negara. Namun tidak lama kemudian, Undang-undang ini diganti dengan

Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok-Pokok

Kehakiman karena sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan. Dalam

Undang-undang baru tersebut ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman

adalah kekuasaan yang merdeka. Ditegaskan demikian karena sejak tahun

1945-1966 keempat lingkungan peradilan diatas bukanlah kekuasaan yang

merdeka secara utuh, melainkan disana sini masih mendapatkan intervensi

dari kekuasaan lain. Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 merupakan

undang-undang organik, sehingga perlu adanya undang-undang lain sebagai

peraturan pelaksanaannya, yaitu undang-undang yang berkait dengan

peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, termasuk

juga peradilan agama.

Dalam masa kurang lebih 15 tahun yakni menjelang disahkannya

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hingga

menjelang lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama. Ada dua hal yang menonjol dalam perjalanan Peradilan Agama di

Indonesia;

1) Tentang proses lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan dengan peraturan pelaksanaannya Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1974

Page 35: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

23

2) Tentang lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977

tentang perwakafan tanah milik, sekarang telah diperbaharui Undang-

undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

Sebelum diberlakukan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama, peradilan agama di Indonesia adalah beraneka nama dan

dikategorikan sebagai peradilan kuasai, karena berdasar ketentuan yang

terdapat dalam Pasal 63 Ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, maka semua putusan pengadilan agama harus

dikukuhkan oleh peradilan umum. Ketentuan ini membuat pengadilan

agama secara de facto lebih rendah kedudukannya dari pada peradilan

umum. Padahal secara yuridis formal dalam Pasal 10 Undang-undang

Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman dinyatakan, bahwa ada empat lingkup Peradilan di Indonesia,

yaitu :

1) Peradilan umum;

2) Peradilan Agama;

3) Peradilan Militer;

4) Peradilan Tata Usaha Negara.

Ketentuan tersebut menegaskan bahwa terdapat empat lingkungan

peradilan di Indonesia yang memiliki kedudukan setara. Kesetaraan empat

lingkup peradilan tersebut merupakan koreksi terhadap ketentuan yang

terdapat dalam Staatblad 1882 Nomor 152 dan Statblad 1937 Nomor 116

dan Nomor 610 tentang Peraturan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura,

Staatblad 1937 Nomor 638 dan Nomor 639 tentang Peraturan Kerapatan

Qadi dan Qadi besar untuk sebagian Residensi Kalimantan Selatan dan

Timur serta Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 tentang

Pembentukan Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah di luar Jawa dan

Page 36: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

24

Madura (Lembaran Negara tahun 1957 Nomor 99) yang telah menempatkan

peradilaan agama berada di bawah peradilan umum.

Koreksi yang dilakukan Pasal 10 Undang-undang Nomor 14 Tahun

1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tersebut

bukan hannya tidak ditindaklanjuti dengan mengeluarkan peraturan organik

yang dapat membuat peradilan agama mampu melaksanakan putusannya

secara mandiri, namun sebaliknya, empat tahun kemudian, Pasal 63 Ayat (2)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah

mengembalikan peradilan agama secara utuh kepada peradilan kuasi dengan

cara mengharuskan setiap putusan peradilan agama dikukuhkan oleh

peradilan umum.

Pada tanggal 29 Desember 1989 disahkan Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sehingga kewenangan absolut

peradilan agama yang didasarkan pada :

1) Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura (Staatblad

1882 Nomor 152 dan Staatblad 1937 Nomor 116 dan Nomor 610);

2) Peraturan tentang kerapatan Qadi dan Qadi Besar untuk sebagai

Residensi Kalimantan Selatan dan Timur (Staatblad 1937 Nomor 638

dan Nomor 639);

3) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan

Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah di luar jawa dan Madura

(Lembar Negara tahun 1957 Nomor 99).

Ketentuan-ketentuan di atas dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga

sejak itu pula lembaga pengukuhan yang terdapat dalam Staatblad 1882

Nomor 152 jo. Staatblad 1937 Nomor 116 dan Nomor 610, Staatblad 1937

Nomor 638 dan Nomor 639, Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957

tentang Pembentukan Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah di luar Jawa

Page 37: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

25

dan Madura (Lembar Negara tahun 1957 nomor 99) dan Pasal 63 Ayat (2)

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan oleh

Pasal 107 Ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama tidak berlaku lagi.

Pernyataan tidak berlaku terhadap semua peraturan hukum tersebut

menempatkan peradilan agama sebagai peradilan yang sesungguhnya (court

of law), sehingga sejak itu peradilan agama mempunyai susunan peradilan

sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama dan kewenangan absolut yang terunifikasi

sebagaimana diatur dalam Pasal 49 serta hukum acara yang jelas menurut

Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Sebenarnya kemunculan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama dianggap terlambat karena masyarakat semakin

membutuhkan wadah untuk memperkarakan hak yang dilanggar oleh orang

lain, namun tidak menimbulkan suatu gejolak yang berarti. Hal ini sesuai

dengan yang pemikiran Soehartono yang mengatakan bahwa “keterlambatan

pengesahan dan pengundangannya (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989)

bukan berarti mengurangi makna kehadirannya (Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989), tetapi sebagai akibat kandungan “sensitivitas” yang melekat

pada batang tubuhnya” (Soehartono,2004:757).

Seiring dengan berkembangnya masyarakat, maka ditemukan dua hal

yang cukup mengganjal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama, yaitu mengenai pilihan hukum dan penyelesaian

sengketa hak milik serta sengketa kewenangan mengadili. Berkenaan

dengan hal ini maka pada tanggal 28 Februari 2006 dikeluarkan Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang kemudian

Page 38: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

26

diubah dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Berdasarkan perubahan tersebut tersurat bahwa amandemen ini membawa

perubahan besar dalam Peradilan Agama khususnya mengenai kewenangan

Peradilan Agama dalam menangani masalah ekonomi syari’ah.

Dewasa ini telah disahkan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009

tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama yang tidak lain menitik beratkan pada pengaturan

mengenai pengadilan khusus dan Hakim ad hoc, serta keamanan dan

kesejahteraan Hakim.

Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama mencantumkan bahwa “Peradilan Agama adalah peradilan

bagi orang-orang Islam”. Sedangkan Pasal 2 Undang-undang Nomor. 3

Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjelaskan bahwa “Peradilan agama

adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan

yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang ini”. Berdasarkan kedua difinisi tersebut jelas bahwa

peradilan agama adalah lembaga yang bertugas untuk menyelenggarakan

kekuasaan kehakiman guna menegakan hukum dan keadilan yang

didasarkan pada ketentuan Islam dan diperuntukan bagi orang-orang yang

beragama Islam.

b. Tugas dan Kewajiban Peradilan Agama

Pasal 1 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman menyatakan bahwa “kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan

negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan

Page 39: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

27

hukum dan keadilan berdasar Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum

Republik Indonesia”. Berdasarkan hal tersebut pengadilan agama adalah

sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman disamping tiga

peradilan lainnya yaitu peradilan umum, peradilan militer dan peradilan

tata usaha negara.

Peradilan agama, dalam Pasal 52 Ayat (1) Undang-undang Nomor

3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama dinyatakan, “bahwa selain

mempunyai tugas pokok juga mempunyai tugas tambahan, yaitu dapat

memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam

kepada instansi Pemerintah di daerah hukum apabila diminta”. Pasal 52

Ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

Pertama Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama

menyebutkan bahwa “Pengadilan agama dapat melaksanakan tugas dan

kewenangan lain yang diserahkan kepadannya berdasarkan undang-

undang”.

Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan

Agama menegaskan bahwa;

Pengadilan agama berwenang menyelesaikan perkara-perkara antara

orang-orang yang beragama Islam di bidang;

1) perkawinan;

2) kewarisan, wasiat dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum

Islam;

3) wakaf dan shadaqah.

Setelah mengalami perubahan maka Pasal 49 Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Pengadilan Agama disebutkan bahwa;

Page 40: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

28

Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang ;

1) Perkawinan;

2) Kewarisan;

3) Wasiat;

4) Hibah;

5) Wakaf;

6) Zakat;

7) Infaq;

8) Shadaqah dan

9) Ekonomi syari’ah.

Pasal 24 UUD 1945 menyatakan bahwa "Kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang

berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata

usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi". Berdasarkan pasal

tersebut maka, sebagai salah satu pranata dalam memenuhi hajat hidup

anggota masyarakat untuk menegakkan hukum dan keadilan peradilan

agama mengemban tugas khusus pada bidang-bidang tertentu sesuai

undang-undang. Dimana ia berfungsi untuk menerima, memeriksa dan

memutus ketetapan hukum antara pihak-pihak yang bersengketa dengan

putusan yang dapat menghilangkan permusuhan berdasarkan bukti-bukti

dan keterangan dengan tetap mempertimbangkan dasar-dasar hukum yang

ada.

Dalam menjalankan tugasnya tersebut, pengadilan agama harus

memperhatikan batasan-batasan kewenangannya dan beberapa hal berikut

ini;

1) Kompetensi Absolut

”Di Indonesia terdapat empat lingkungan peradilan sebagai

pelaksana fungsi dan kewenangan kekuasaan kehakiman, yaitu

peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan

Page 41: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

29

peradilan militer. Batas antara masing-masing lingkungan

ditentukan oleh bidang yurisdiksi tersebut masing-masing

melaksanakan fungsi kewenagan mengadili” (Yahya Harahap,

2003 101-102).

Pasal 47 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman dinyatakan, bahwa ”lingkungan peradilan

agama adalah salah satu di antara lingkungan peradilan khusus

sama halnya seperti peradilan militer dan peradilan tata usaha

negara, yakni melaksanakan fungsi kewenangan mengadili

perkara “tertentu” dan terhadap rakyat tertentu”. Begitu pula

berdasarkan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama, pasal tersebut mencantunkan

perkara-perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama, di

luar sengketa tersebut pengadilan agama tidak berwenang

memeriksa dan memutus perkaranya. Sifat kewenangan masing-

masing lingkungan peradilan bersifat absolut. Apa yang telah

ditentukan menjadi kekuasaan yurisdiksi atau lingkungan

peradilan, menjadi kewenangan mutlak baginnya untuk

memeriksa dan memutus perkara. Kewenangan mutlak ini disebut

“kompetensi absolut” atau “yurisdiksi absolut”.

Dengan adanya pembatasan kewenangan ini bertujuan untuk

memberikan ketentraman dan kepastian hukum bagi masyarakat

pencari keadilan mengenai lingkungan peradilan yang berwenang

untuk menyelesaikan perkarannya.

2) Kompetensi relatif

Kekuasaan atau kewenangan relatif adalah kekuasaan atau

kewenangan yang diberikan antar pengadilan dalam lingkungan

Page 42: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

30

badan peradilan yang sama. Pengaturan kompetensi relatif

terdapat dalam Pasal 118 HIR yang secara garis besar menyatakan

gugatan diajukan ke pengadilan wilayah hukum tempat tinggal

Tergugat, apabila Tergugat lebih dari satu dan bertempat tinggal di

wilayah hukum yang berbeda gugatan diajukan di salah satu

tempat tinggal Tergugat, jika tempat tinggal Tergugat tidak

diketahui atau ghaib maka gugatan diajukan ke pengadilan

wilayah hukum Penggugat atau jika tuntutannya mengenai benda

tetap maka diajukan di mana benda tetap itu berada atau jika

ditentukan rempat kedudukan hukum dalam suatu akta maka

gugatan diajukan di pengadilan dimana tempat kedudukan hukum

ditentukan.

3. Bentuk, Susunan dan Kekuatan Putusan Peradilan Agama

a. Bentuk dan Macam Putusan Pengadilan Agama

Salah satu tugas pokok pengadilan agama adalah mengadili atau

memutus perkara yang diajukan kepadannya yang dituangkan dalam

putusan. ”Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh Hakim, sebagai

pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan

dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau

sengketa antara para pihak”(Sudikno Mertokusumo, 2002: 02). Berdasarkan

hal tersebut, putusan yang diucapkan oleh Hakim di persidangan adalah

harus sama dengan amar putusan yang tertulis (vonis).

”Putusan Pengadilan Agama adalah dalam bentuk tertulis dan

pengadilan agama adalah lembaga yang berwenang untuk membuat putusan

sesuai dengan kewenangan absolut yang diberikan kepadannya” (Chatib

Rasyid, 2009: 119). Berdasarkan penjelasan Pasal 2 Ayat (1) Undang-

undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Page 43: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

31

Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 47 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan, bahwa yang dimaksud perkara

yang diterima di pengadilan adalah termasuk perkara voluntair. Dengan

demikian, perkara yang diajukan ke pengadilan agama adalah perkara

contentiosa (persengketaan) dan perkara voluntair (gugat yang bersifat

permohonan) (Chatib Rasyid, 2009: 119). Dalam penjelasan Pasal 60

Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama

disebutkan ada dua produk pengadilan agama, yaitu putusan dan penetapan.

Putusan disebutkan sebagai keputusan pengadilan atas perkara gugatan

karena adannya suatu sengketa, sedangkan penetapan adalah keputusan

pengadilan atas perkara permohonan.

Adapun macam-macam putusan dalam pengadilan agama dapat dibagi

dua, yaitu;

1). Putusan Sela

Putusan sela adalah putusan yang dujatuhkan sebelum putusan

akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau

mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam hukum acara

perdata dikenal beberapa macam putusan sela, yaitu;

a) Putusan Preparatoir, yaitu putusan persiapan mengenai

jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuaitu guna

mengadakan putusan akhir;

b) Putusan Interlacutoir, yaitu putusan yang isinya

memerintahkan pembuktian;

c) Putusan Incidental, yaitu putusan yang berhubungan dengan

insiden, seperti putusan yang bertujuan untuk menghentikan

prosedur biasa;

d) Putusan Provisionol, yaitu putusan yang menjawab tuntutan

provisi dalam hal penggugat meminta agar diadakan tindakan

pendahuluan sebelum putusan akhir dijatuhkan(Chatib Rasyid,

2009: 119).

Page 44: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

32

2). Putusan akhir

”Putusan akhir adalah kesimpulan akhir yang diambil oleh

Majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu menyelesaikan

perkara dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”(Abdul

Manan, 2000: 173). Putusan akhir apabila dilihat dari amarnya dapat

dibagi menjadi tiga macam, yaitu (Chatib Rasyid, 2009: 118-119);

a) Putusan condemnatoir, yaitu yang amarnya bersifat

menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.

Amar yang bersifat condemnatoir tersebut dirinci sebagai

berikut ;

(1) menghukum atau memerintahkan untuk menyerahkan;

(2) menghukum atau memerintahkan untuk pengosongan;

(3) menghukum atau memerintahkan untuk membegi;

(4) menghukum atau memerintahkan untuk melakukan

sesuatu;

(5) menghukum atau memerintahkan untuk menghentikan

sesuatu;

(6) menghukum atau memerintahkan untuk membayar

sesuatu;

(7) menghukum atau memerintahkan untuk membongkar;

(8) menghukum atau memerintahkan untuk tidak

melakukan sesuatu.

b) Putusan Declaratoir adalah putusan yang amarnya

menyatakan, bahwa keadaan tertentu sebagai keadaan yang

resmi menurut hukum. Misalnya ”Menyatakan sah atau tidak

suatu perbuatan hukum. Amarnya dimulai dengan

menyatakan.......”;

c) Putusan Konstitutif adalah putusan yang bersifat mengentikan

atau menimbulkan hukum baru. Misalnya memutuskan suatu

ikatan perkawinan. Contoh ”Menyatakan bahwa perkawinan

antara A dan B putus karena.

Disamping itu, seorang Hakim harus memperhatikan asas-asas

putusan yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak

mengandung cacat. Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR,

Pasal 189 RBG. Adapun asas-asas putusan tersebut adalah dalam

Pasal 178 HIR adalah sebagai berikut :

Page 45: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

33

a) Pada waktu bermusyawarah, Hakim, karena jabatannya, wajib

melengkapi segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh

kedua belah pihak. (Rv. 39, 41; IR. 184.);

b) Hakim itu wajib mengadili semua bagian tuntutan;

c) Ia dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak

dituntut, atau memberikan lebih daripada yang dituntut(Rv.

50).

Sedangkan asas yang termuat dalam Pasal 189 RBG dan Pasal 13

dan Pasal 50 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman adalah :

a) Wajib mengadili seluruh bagian gugatan;

b) Diucapkan di muka umum atau dalam sidang terbuka untuk

umum. Pelanggaran terhadap asas yang kedua ini dapat

menyebabkan putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan

hukum;

c) Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan. Larangan ini

disebut ultra petitum partium;

d) Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci. Putusan yang tidak

memuat dasar dan alasan yang jelas dikategorikan putusan

yang tidak cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd) dan

mengakibatkan putusan seperti itu dapat dibatalkan pada

tingkat banding atau kasasi.

b. Susunan dan Isi Putusan Pengadilan Agama

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 60 Undang-undang

Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama dan penjelasannya

ditemukan dua macam produk pengadilan agama, yaitu putusan dan

penetapan. Kedua hal tersebut harus dibuat secara tertulis dengan susunan

sebagai berikut ;

1). Kepala Putusan

Kepala putusan memuat hal-hal sebagai berikut ;

a) judul,yaitu : PUTUSAN

b) Nomor putusan

Page 46: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

34

c) Irah-irahan, yaitu kalimat ”BISMILLA HIRRAHMAAN

IRROHIM” yang diikuti dengan kalimat ”DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

2) Identitas

Identitas dalam putusan sama dengan identitas yang ada dalam

surat gugatan atau permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 67

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

yaitu sekurang-kurangnya memuat nama, umur, dan alamat para

pihak yang berperkara.

3) Duduk Perkara

Dalam bagian tentang duduk perkara sebuah putusan harus

mengacu kepada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 195 R.bg /

Pasal 184 HIR dan Pasal 25 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu memuat hal-hal sebagai

berikut ;

a) Gugatan yang diajukan Penggugat;

b) Jawaban dan tanggapan yang diajukan Tergugat, termasuk

didalamnya eksepsi, jawaban terhadap pokok perkara,

tuntutan provisi dan rekonvensi.

c) Fakta kejadian dalam persidangan, hal ini dapat berupa

sikap para pihak yang berperkara di persidangan,

keterangan saksi dan keterangan yang diperoleh dari para

pihak tentang alat bukti yang diajukan para pihak;

d) Duduk perkara, adalah menguraikan seluruh fakta yang

terakumulasi mulai dari fakta yang terdapat dalam surat

gugatan sampai pada kesimpulan.

Page 47: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

35

4) Pertimbangan Hukum

Pertimbangan hukum adalah suatu tahap dimana Majelis

Hakim mempertimbangkan fakta yang terungkap selama

persidangan berlangsung, mulai dari gugatan, jawaban dan eksepsi

dari Tergugat yang dihubungkan dengan alat bukti yang memenuhi

syarat formil dan meteriil yang mencapai batas minimal

pembuktian.

Dalam memutus perkara Hakim harus mempunyai alasan-

alasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan. Dasar

pertimbangan tersebut bertitik tolak dari ketentuan sebagai pasal-

pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan, hukum

kebiasaan, yurisprudensi dan doktrin hukum. Sebagaimana

tercantum dalam Pasal 14 dan Pasal 50 Ayat (1) UU Nomor 48

Tahun 2009 yang menegaskan bahwa ”segala putusan pengadilan

harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan dan

mencantumkan pasal-pasal peraturan perundang-undangan tertentu

yang bersangkutan dengan perkara yang diputus atau berdasarkan

hukum tak tertulis maupun yurisprudensi atau doktrin hukum”.

5) Amar / Diktum putusan

Amar atau diktum putusan adalah jawaban atas petitum yang

dimintakan oleh Penggugat, sama ada petitum dalam bagian

eksepsi, provisi, konvensi maupun dalam rekonvensi. Berdasarkan

Pasal 189 Ayat (3) R.bg, Hakim dilarang mengabulkan atau

memutus lebih dari yang diminta (petitum).

Page 48: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

36

6) Penutup

Dalam bagian penutup disebutkan kapan perkara tersebut

diputuskan dan kapan diucapkan dengan menyebutkan susunan

majelis Hakim yang memutus perkara serta susunan Majelis Hakim

yang hadir pada saat putusan diucapkan dengan tidak boleh

melupakan pencantuman Panitera yang ikut bersidang sebagai

pembantu Majelis Hakim. Selain hal tersebut, juga harus

dicantumkan tentang hadir atau tidaknya Penggugat dan Tergugat

pada saat putusan diucapkan.

Adanya musyawarah Majelis Hakim dalam menjatuhkan

putusan harus sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. 189 Ayat (1) R.Bg.

sementara itu, tanggal dijatuhkannya putusan adalah sama dengan

tanggal musyawarah Majelis Hakim untuk menghasilkan putusan

tersebut. Tanggal putusan yaitu tanggal hari pengucapan putusan

dalam sidang terbuka untuk umum oleh ketua sidang dengan

dihadiri oleh Hakim anggota dan dibantu oleh panitera yang turut

bersidang. Putusan ditandatangani oleh Hakim Ketua Sidang,

Hakim Anggota dan Panitera yang turut bersidang, dengan

pembubuhan materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) pada tanda

tangan.

c. Kekuatan Putusan Pengadilan Agama

Putusan pengadilan agama memiliki tiga macam kekuatan pembuktian

diantarannya adalah;

1) Kekuatan mengikat kepada para pihak

Putusan pengadilan agama yang dijatuhkan oleh Hakim adalah

untuk menyelesaikan perkara yang terjadi antara Penggugat dan

Page 49: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

37

Tergugat dengan menetapkan siapa yang berhak serta menentukan

hukumnya. Menurut Yahya Harahap putusan pengadilan agama

bersifat mengikat kepada beberapa pihak, diantaranya adalah (Yahya

Harahap, 2003 : 310);

a) Terhadap pihak yang berperkara

b) Terhadap orang yang mendapat hak dari merk, dan

c) Terhadap ahli waris mereka.

Oleh karena putusan mempunyai kekuatan mengikat maka para

pihak yang telah ditentukan mempunyai kewajiban untuk metaati

putusan yang ada.

Mukti Arta dalam meyebutkan bahwa putusan Hakim memiliki

kekuatan mengikat yang dapat diartikan sebagai berikut (Mukti

Arta.1996:264-265);

a) Putusan Hakim itu mengikat pada para pihak yang

berperkara dan yang terlibat dalam perkara itu;

b) Para pihak harus tunduk dan menghormati putusan itu;

c) Terikatnya para pihak kepada putusan Hakim ini, baik dalam

arti positif maupun negatif (Pasal 1917, 1920 BW, 134 Rv);

d) Mengikat dalam arti positif, yakni bahwa apa yang telah

diputus oleh Hakim harus dianggap benar (Res judicata pro

veritate habetur), dan tidak dimungkinkan pembuktian

lawan;

e) Mengikat dalam arti negatif, artinya bahwa Hakim tidak

boleh memutus lagi perkara yang pernah diputus

sebelumnya antara pihak yang sama serta pokok perkara

yang sama (nebis in idem), (Pasal 134 Rv);

f) Putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap tidak dapat dirubah, sekalipun oleh pengadilan yang

lebih tinggi, kecuali dengan upaya hukum yang luar biasa

(yaitu Reguest civil dan derdent verzet);

g) Segala pertimbangan Hakim yang dijadikan dasar putusan

serta amar putusan (dictum) merupakan satu kesatuan dan

mempunyai kekuatan mengikat;

h) Sedang mengenai hasil konstatiring Hakim (penetapan)

mengenai kebenaran peristiwa tertentu dengan alat bukti

tertentu, maka dalam sengketa lain peristiwa tersebut masih

dapat disengketakan.

Page 50: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

38

2) Kekuatan Pembuktian

”Putusan pengadilan agama berbentuk tertulis, oleh karena itu

putusan pengadilan agama dapat digolongkan kepada akta otentik

yang mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna”

(Chatib Rasyid, 2009: 119). Berdasarkan hal tersebut maka putusan

pengadilan dapat dijadikan alat bukti yang sempurna tentang

penyelesaian apa yang disengketakan oleh para pihak. Selanjutnya

putusan pengadilan agama tersebut dapat digunakan oleh para pihak

untuk alat bukti untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi

Agama, kasasi ke Mahkamah Agung RI atau mengajukan permohonan

ekseskusi apabila pihak yang dikalahkan tidak bersedia melakukan isi

putusan pengadilan agama tersebut secara suka rela.

Mukti Arta menyebutkan bahwa putusan Hakim memiliki

kekuatan pembuktian yang bararti bahwa (Mukti Arta. 1996:265);

a) Dengan putusan Hakim itu telah diperoleh kepastian tentang

sesuatu yang terkandung dalam putusan itu;

b) Putusan Hakim menjadi bukti dalam kebenaran sesuatu yang

termuat di dalamnya;

c) Putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

dapat menjadi bukti dalam sengketa perkara perdata mengenai

hal itu (tindak pidana) (Pasal 1918 dan 1919 Bw);

d) Demikian pula putusan perdata menjadi bukti dalam sengketa

perdata mengenai hal itu;

e) Apa yang diputuskan Hakim harus dianggap benar dan tidak

boleh diajukan lagi perkara baru mengenai hal yang sama dan

antara pihak-pihak yang sama pula (nebis in idem).

Salah satu keistimewaan dan perbedaan putusan pengadilan

agama dengan yang lainnya adalah adanya doktrin-doktrin dari Al-

Qur'an, hadits dan aqwal fuqaha. Karenanya jika kita meneliti

putusan-putusan yang terdapat pada buku yurisprudensi terutama buku

Page 51: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

39

yurisprudensi lama, kita akan menemukan banyak sekali dalil-dalil Al-

Qur'an, hadits maupun aqwal fuqaha yang dijadikan sandaran

pertimbangan dalam putusan.

3). Kekuatan Eksekutorial

Putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan

eksekutorial hanyalah putusan yang bersifat condemnatoir yang kepala

putusannya tercantum kata ”BISMILLAHI-RRAHMANIRRAHIM”

dan diikuti dengan kata ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa” (Chatib Rasyid, 2009: 120). Berdasarkan kata ” Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” inilah yang

memberi kekuatan eksekutorial pada putusan-putusan pengadilan.

Pasal 57 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Pertama Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Pengadilan Agama jo Pasal 4 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan kehakiman menegaskan bahwa maksud dari

putusan memiliki kekuatan eksekutorial adalah mempunyai kekuatan

untuk dilaksanakan secara paksa terhadap pihak yang tidak

melaksanakan putusan tersebut secara suka rela.

Putusan Hakim mempunyai kekuatan eksekutorial yakni

kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu

secara paksa oleh alat-alat negara. Dengan berlakunnya Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 (sebagaimana yang telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan

sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 50

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama), maka pengadilan agama telah

Page 52: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

40

dapat melaksanakan sendiri tindakan eksekusi atas putusan yang

dijatuhkan itu tidak diperlukan lagi lembaga pengukuhan dan fiat

eksekusi oleh pengadilan negeri (Mukti Arto.1996 : 265).

4. Pengertian, Dasar, dan Ketentuan Al-Musyarakah

a. Pengertian Al-Musyarakah

Al-Musyarakah atau yang biasa disebut Musyarakah berasal dari kata

“syirkah” yang berarti percampuran. Secara Fiqih, Musyarakah berarti :

“akad antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan

keuntungan” (Muhammad, 2009:114). Definisi lain menyebutkan bahwa

Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam

suatu proyek di mana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan

dan bertanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai dengan

penyertaannya masing-masing (Muhammad, 2008:9). Selain itu, di dunia

Internasional Al-Musyarakah diartikan sebagai “a partnership of limited

duration for the purpose of completing a specific project, and wich allows

patners to shere losses based on the proportion of their capital

contribution”( Hegazy, Walid S, 2007 : 581). Arti dari pendapat tersebut

kurang-lebih adalah Al-Musyarakah merupkan suatu kemitraan antara

durasi terbatas untuk tujuan menyelesaikan suatu proyek tertentu, dan

yang memungkinkan mitra untuk berbagi kerugian berdasarkan proporsi

kontribusi modal mereka.

b. Dasar Hukum Al-Musyarakah

Al-Musyarakah, yang tidak lain merupakan salah satu transaksi

keuangan yang berbasis syari’ah, selama ini dasar yang digunakan dalam

bertransaksi adalah menggunakan Ayat-Ayat dalam Al-Qur’an, apabila di

dalam Al-Qur’an belum mencantumkan secara lengkap maka dapat

diperjelas dengan menggunakan Hadist dan pendapat para Ulama’. Hal

Page 53: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

41

tersebut sesuai dengan pendapat dari Timur Kuran, yaitu “The Qur'an

contains verses that address issues such as distribution and pricing, but it

is not, after all, a treatise in economics. The traditions of early Islam

(Sunna), rich as they are in commentary concerning such matters as

contracting, taxation, property rights, and inheritance, do not speak to

every contemporary issue” (Timur Kuran, 1995:8). Adapun dasar hukum

Al-Musyarakah adalah sebagai berikut;

1). Al-Qur’an

Ayat-Ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan atau dasar

akad pembiayaan syari’ah adalah : “Hai orang-orang yang

beriman, apabila kalian bermu’amalah tidak secara tunai untuk

waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskanya. Dan

hendaklah seorang Penulis diantara kalian menuliskannya dengan

benar. Dan jenganlah Penulis enggan menuliskannya, sebagaimana

Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah

orang yang berhutang itu mengimlakan (apa yang ditulis itu), dan

hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan Rabb-nya, dan janganlah

ia mengurangi sedikitpun dari utangnya” (Al-Baqarah :282). Ayat

lain yang menunjukan adannya perkongsian secara adil dapat

tersurat pada; “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang

yang berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian

lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yang

demikian itu sangat sedikit” (QS ash-Shad:24).

2). Hadis

Hadis Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi

Musyarakah dari Hadis Qudsi yang diriwAyatkan dari Abu

Hurairah bahwa Rasulullah SAW telah bersabda “Allah SWT telah

berkata kepada saya; menyertai dua pihak yang sedang berkongsi

Page 54: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

42

selama salah satu dari keduannya tidak menghkianati yang lain,

seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut”

(HR.Abu Daud). Sementara itu beberapa Perowi juga

meriwAyatkan bahwa “Rakhmat Allah SWT tercurah atas dua

pihak yang sedang berkongsi selama mereka tidak melakukan

pengkhianatan, manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela

dan keberkatanpun akan sirna dari padanya” (HR. Abu Daud,

Baihaqi dan Al-Hakam). Adapun keniscayaan dari orang-orang

yang berbuat penyelewengan terhadap apa yang telah

disepakatinnya dapat tersurat dalam hadis yang berbunyi

“sesungguhnya orang-orang yang mengelola harta Allah dengan

tidak benar, maka bagi mereka api neraka pada hari kiamat” (HR.

Bukhari).

Berdasarkan hadis Rasulullah yang diriwAyatkan oleh Abu

Daud dan Tirmidzi, yang ada dalam bukum Mahkota Pokok-pokok

Hadis Rasulullah yang ditulis oleh Manshur Ali Nashif

menuliskan bahwa “ Tunaikanlah amanat kepada orang yang

mempercayaimu, dan jangan sekali-kali engkau berkhianat kepada

orang yang berkhianat terhadap mu (HR. Abu Daud dan

Tirmidzi)” (Manshur Ali Nashif, 2002:676).

c. Ketentuan Al-Musyarakah

Di dalam praktiknya Al-Musyarakah memiliki bentuk kerjasama yang

terbagi dalam beberapa golongan, di antarannya adalah (Muhammad,

2008:135);

1) Syirkah Al’Inan, penggabungan harta atau modal dua orang atau

lebih yang tidak harus sama jumlahnya dan keuntungannya

dibagi secara proporsional dengan jumlah modal masing-masing

atau sesuai dengan kesepakatan;

Page 55: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

43

2) Syirkah Al Mufawadhah, peserikatan yang modal semua pihak

dan bentuk kerjasama dilakukan baik kualitas dan kuantitasnya

harus sama dan keuntungan dibagi rata;

3) Syirkah Al abdan/ Al Amal, perserikatan dalam bentuk kerja

yang hasilnya dibagi bersama;

4) Syirkah Al Wujuh, perserikatan tanpa modal;

5) Syirkah Al Mudharabah, bentuk kerjasama antara pemilik modal

seseorang yang punya keahlian dagang dan keuntungan

perdagangan dari modal itu dibagi sesuai dengan kesepakatan

bersama.

Ketentuan lain mengenai Al-Musyarakah terdapat dalam Fatwa DSN

Nomor:08/DSN-MUI/IV/2000 yang mengatur mengenai ;

1) Pernyataan ijab dan qobul harus dinyatakan oleh para pihak

untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak

(akad), dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut;

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit

menunjukkan tujuan kontrak (akad);

b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kotrak;

c. Akad dituangkan secara tertulis, atau dengan

menggunakan cara-cara komunikasi moderen.

2) Pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan

hal-hak sebagai serikut ;

a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan

kekuasaan perwakilan;

b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan,

dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil;

c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset

musyarakah dalam proses bisnis normal;

d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang

lain untuk mengelola aset masing-masing dianggap

telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas

musyarakah dengan memperhatikan kepentingan

mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan

yang disengaja;

e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau

menginvestasikan dana untuk kepentingan sendiri.

Page 56: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

44

3) Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)

a. Modal

(1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas,

perak atau yang nilainnya sama. Modal dapat terdiri

dari aset perdagangan, seperti barang-barang,

properti, dan sebagainnya. Jika modal dalam bentuk

aset, harus lebih dahulu disepakati oleh para mitra;

(2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,

menyumbangkan atau menghadiahkan modal

Musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar

kesepakatan;

(3) Pada prinsipnya, dalam penyaluran dana

musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk

menghindari terjadinnya penyimpangan, Pemodal

dapat meminta jaminan.

b. Kerja

(1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaanya

merupakan dasar dari pelaksanaan Musyarakah

akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah

merupakan syarat. Seorang mitra boleh

melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya,

dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian

keuntungan tambahan bagi dirinnya;

(2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam Musyarakah

atas nama pribadi dan wakil mitrannya. Kedudukan

masing-masing dalam organisasi kerja harus

dijelaskan dalam kontrak.

c. Keuntungan

(1) Keuntungan harus dikualifikasikan dengan jelas

untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada

waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian

Musyarakah;

(2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara

proporsional atas dasar seluruh keuntungandan

tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang

ditetapkan bagi seorang mitra;

(3) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang

dengan jelas dalam akad.

Page 57: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

45

d. Kerugian

Kerugian harus dibagi antara para mitra secara

proporsional menurut saham masing-masing modal.

Adapun aspek teknis yang berlaku bagi Al-Musyarakah adalah sebagai

berikut (Muhammad. 2008;116);

1) Secara teknis Al-Musyarakah, kesepakatan antara kedua belah

pihak sangat diperlukan dalam menentukan keputusan dan

memperlancar urusan. Dua belah pihak masing-masing

mempunyai hak dan kewajiban yang sama, serta bersama menjaga

amanah dana masyarakat;

2) Dokumentasi, adalah syarat transaksi yang harus dilakukan antara

kedua belah pihak sebagai bukti dari perjanjian;

3) Saksi, merupakan alat bukti bagi Hakim untuk memutuskan

perkara. Saksi harus orang yang adil bijaksana, tidak cacat mata,

bisa bicara (bukan bisu), dan juga tidak cacat hukum.

4) Wanprestasi, diberlakukan bila nasabah melalukan cidera janji,

yaitu tidak menepatijanjinya dalam perjanjian. Dalam hukum

Islam, seseorang diwajibkan untuk mematuhi setiap perjanjian

atau amanah yang dipercayakan kepadannya, sebagaimana yang

tercantum dalam Qs. Al-Anfal Ayat 27 yang berbunyi ”Hai orang-

orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul

dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang

dipercayakan kepada mu, sedang kamu mengetahui”.

Dalam sistem Al-Musyarakah terjadi kerja sama antara dua pihak atau

lebih untuk suatu usaha tertentu. Para pihak yang bekerja sama

memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut

akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem ini,

terkandung apa yang biasa disebut di bank konvensional sebagai sarana

pembiayaan. Secara konkret, bila kita memiliki usaha dan ingin

mendapatkan tambahan modal, kita bisa menggunakan produk Al-

Musyarakah ini. Inti dari pola Al-Musyarakah adalah, bank syari’ah dan

kita secara bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian

digunakan untuk menjalankan usaha. Porsi bank syari’ah akan

diberlakukan sebagai penyertaan dengan pembagian keuntungan yang

Page 58: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

46

disepakati bersama. Dalam bank konvensional, pembiayaan seperti ini

mirip dengan kredit modal kerja.

Penyaluran dana Al-Musyarakah memiliki tujuan untuk digunakan

oleh lembaga pembiayaan untuk memfasilitasi pemenuhan sebagian

kebutuhan permodalan guna menjalankan usaha atau proyek yang

disepakati. Nasabah (peminjam) bertindak sebagai pengelola usaha dan

lembaga pembiayaan sebagai mitra dapat sebagai pengelola usaha sesuai

dengan kesepakatan. Adapun skema penyeluran dana Al-Musyarakah

dapat digambarkan sebagai berikut (Muhammad.2008:139);

Gambar 1

Skema penyaluran dana Al-Musyarakah

Berdasarkan bagan tersebut dapat terlihat bahwa lembaga penyalur

modal sebagai penyedia dana, sesuai dengan kemampuannya. Bersama

nasabah, bekerjasama untuk melakukan suatu usaha tertentu sesuai dengan

kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Keuntungan usaha yang

dijalankan didasarkan pada profit and loss sharing atau revenue sharing.

Nasabah

Proyek usaha

Keuntungan / kerugian

Bagi hasil keuntuang /

kerugian

Lembaga penyalur

Page 59: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

47

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2

Bagan Kerangka Pemikiran

Kompetensi Absolut

Peradilan Agama

Pembiayaan ekonomi

syari’ah

Al-Musyarakah

Wanprestasi

Penyelesaian sengketa

Luar Pengadilan Pengadilan

HAKIM

Pertimbangan Hakim

Putusan Nomor

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

2. Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006

3. Undang-undang Nomor

50 Tahun 2009

4. Peraturan Mahkamah

Agung Republik

Indonesia Nomor 2

Tahun 2008

Page 60: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

48

Keterangan;

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memberikan

tambahan kewenangan kepada pengadilan agama sebagaimana yang tertuang dalam

Pasal 49 yaitu pengadilan agama berwenang untuk memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah. Lahirnya Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama serta munculnya Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama adalah bersifat sebagai perubahan, sehingga ketentuan-ketentuan

yang ada dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 masih berlaku sepanjang tidak dirubah

dalam Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. Dalam Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama mempunyai andil besar dalam kewenangan peradilan

agama, di dalam undang-undang tersebut ditambahkan kewenangan peradilan

agama yaitu untuk memeriksa, mengadili dan memutus sengketa ekonomi syari’ah.

Ekonomi syari’ah diartikan sebagai aktifitas yang berkaitan dengan produksi

dan distribusi baik barang atau jasa yang bersifat material, yang didasari oleh

syariat islam (http://agustianto.niriah.com/2008/04/03/peradilan-agama-dan-

sengketa-ekonomi-syari’ah/). Secara garis besar ekonomi syari’ah adalah ekonomi

yang berlandaskan pada syari’ah Islam, sehingga siapapun yang menggunakan

ketentuan syari’ah, tunduk pada ketentuan syari’ah yang ada. Pergerakan ekonomi

syari’ah dapat terlihat melalui pembiayaan-pembiayaan syari’ah yang ada. Salah

satu pembiayaan syari’ah yang ada adalah Al-Musyarakah atau yang sering disebut

Musyarakah atau syirkah. Al-Musyarakah tidak lain adalah suatu kesepakatan

diantara dua pihak atau lebih dimana salah satu pihak meminjamkan sejumlah uang

kepada pihak yang lain untuk dipergunakan sebagai modal usaha yang

Page 61: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

49

ketentuannya didasarkan pada kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah

pihak(Muhammad.2008:115).

Pembiayaan Al-Musyarakah yang didasarkan pada kesepakatan yang dibuat

sendiri oleh pihak yang ada senyatanya tidak begitu saja terhindar dari adanya

wanprestasi. Dengan adanya sengketa mengenai Al-Musyarakah ini sejatinya dapat

diselesaikan dengan dua alternatif penyelesaian, yaitu penyelesaian di luar

pengadilan dengan kesepakatan yang ada atau dengan cara diselesaikan di

pengadilan. Apabila dibawa ke peradilan, maka yang berhak menangani adalah

peradilan agama. Dalam hal ini Penulis mengangkat salah satu kasus yang ada di

Purbalingga yaitu perkara Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang sengketa

gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah.

Dewasa ini sengketa ekonomi syari’ah yang diselesaikan melalui jalur

peradilan memang masih sangat minim, bahkan setelah Penulis mencari di berbagai

Pengadilan Agama di Indonesia sengketa tersebut adalah satu-satunya sengketa

ekonomi syari’ah yang pernah terjadi sejak Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama hingga munculnya Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama. Mengingat belum ada yurisprudensi dalam sengketa ekonomi

syari’ah sebelumnya, maka hal ini menjadi sebuah fenomena baru dalam Peradilan

Agama di Indonesia yang sangat menarik untuk dikaji. Dalam memeriksa dan

memutus perkara ekonomi syari’ah tentu saja Hakim harus mempertimbangkannya

dengan fakta-fakta hukum yang ada serta ketentuan-ketentuan baik hukum acara

perdata yang berlaku di pengadilan agama maupun syari’ah Islam, karena

pengadilan agama tidak lain adalah pengadilan yang berlandaskan pada syari’ah

Islam.

Page 62: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

50

Walaupun ekonomi syari’ah adalah suatu sistim perekonomian yang didasarkan

pada syariat Islam, bukan berarti ekonomi syari’ah dioperasionalkan tanpa masalah.

Setelah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama disahkan,

hingga tahun 2008 masih terdapat suatu kekosongan hukum, karena peraturan yang

mengatur mengenai ekonomi syari’ah secara khusus masih belum ada, sehingga

dalam memutus perkara Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg belum digunakan

peraturan secara khusus mengenai ekonomi syari’ah.

Dewasa ini, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum

Ekonomi Syari’ah yang berisikan mengenai ketentuan-ketentuan ekonomi syari’ah

seakan menjadi tindak lanjut dari keberadaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama. Peraturan Mahakamah Agung tersebut menjadi sebuah titik

terang dan menjadi pedoman bagi Hakim dalam memutus perkara ekonomi

syaria’ah.

Putusan Pengadilan Agama Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg adalah premis

mayor yang Penulis kaji secara lebih mendalam khususnya mengenai dasar

pertimbangan Hakim dalam memutus sengketa tersebut dan kesesuaian dasar

pertimbangan Hakim putusan tersebut dengan ketentuan mengenai Al-Musyarakah

yang ada dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.

Page 63: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

51

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Di dalam bab III yang merupakan inti dari penulisan hukum berisi hasil

penelitian yang Penulis laksanakan dengan mengkaji dasar pertimbangan Hakim

dalam putusan Nomor:1047/2006/Pdt.G/PA.Pbg yang telah dikeluarkan oleh

Pengadilan Agama Purbalingga yaitu putusan mengenai perkara gugatan pemenuhan

akad pembiayaan Al-Musyarakah, dimana putusan tersebut mengacu pada Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sebagaimana yang diketahui bahwa

hingga dewasa ini putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan agama mengenai

ekonomi syari’ahsetelah berlakunnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 hanya

putusan Nomor:1047/2006/Pdt.G/PA.Pbg. Kemudian Penulis juga mengkaji

mengenai kesesuaian dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor:

1047/2006/Pdt.G/PA.Pbg dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008

tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang Penulis laksanakan dengan mengkaji

putusan Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Agama Purbalingga dan peraturan lainya mengenai ekonomi syari’ah, maka

Penulis kemukakan hal-hal berikut:

1. Dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg mengenai gugatan pemenuhan akad

pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama

Purbalingga;

2. Kesesuaian dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara

Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dalam perkara gugatan pemenuhan

kewajiban akad pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh

Pengadilan Agama Purbalingga dengan ketentuan Al-Musyarakah dalam

51

Page 64: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

52

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008

tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.

Sebelum kedua hal tersebut Penulis uraikan, maka perlu dikemukakan terlebih

dahulu data yang dimuat dalam putusan Nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang

dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Purbalingga yang Penulis sajikan serta

Penulis bahas meliputi:

1. Nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg.

2. Para Pihak

a. Penggugat

A.W., umur 40 tahun, pekerjaan Direktur Utama PT.BPR Syari’ah

B.M.P, bertempat tinggal di Rt.07/Rw.03, Desa Senon, Kecamatan

Kemangkon, Kabupaten Purbalingga dan M.R bin D.S, pekerjaan

Direktur Operasional PT BPR Syari’ah B.M.P, bertempat tinggal di

Desa Sendang Tirto, Kecamatan Berbak, Kabupaten Sleman.

b. Tergugat

H.R., umur 33 tahun, beragama Islam, pekerjaan dagang, bertempat

tinggal di Rt.02/Rw.05, Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet,

Kabupaten Purbalingga dan H, umur 29 tahun, pekerjaan dagang,

bertempat tinggal di Rt.02/Rw.05 Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet,

Kabupaten Purbalingga.

3. Duduk Perkara

Bahwa berdasarkan akad perjanjian pembiayaan Al-Musyarakah

nomor:123/MSA/VII/05 tertanggal 20 Juli 2005 para Tergugat telah

menerima pemberian modal atau pembiayaan Al-Musyarakah sebesar Rp.

30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dari Penggugat untuk keperluan

modal dagang gula merah dan kelontong.

Page 65: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

53

Bahwa para Tergugat telah dengan sengaja tidak menggunakan

modal atau pembiayaan yang diterima dari Penggugat sesuai yang

diperjanjikan yaitu untuk modal usaha dagang gula merah dan kelontong

akan tetapi untuk keperluan lain sehingga merugikan pihak Penggugat

dan oleh karenannya Penggugat berhak untuk seketika menarik kembali

modal atau pembiayaan yang telah diberikan.

Bahwa Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, akan

tetapi para Tergugat selalu ingkar janji dan tidak ada itikad untuk

menyelesaikan kewajiban-kewajibannya.

Bahwa para Tergugat segera memenuhi kewajiban untuk membayar

atau mengembalikan pembiayaan Al-Musyarakah yang telah diterima

kepada Penggugat berdasarkan akad perjanjian pembiayaan Al-

Musyarakah Nomor : 123/MSA/VII/05 tertanggal 20 Juli 2005 yang

perinciannya pertanggal 31 Oktober 2006 sebagai berikut :

a. Pokok Pembiayaan Rp. 29.080.000,-

b. Denda Ta’widh Rp. 7.729.569,-

c. Biaya APHT Rp. 262.000,- +

Total Rp. 37.071.569,-

Jumlah tersebut akan terus bertambah karena bagi hasil dan atau denda

Ta’widh, serta biaya-biaya yang timbul karenannya, sampai seluruh

kewajibannya dibayar lunas.

Bahwa apabila para Tergugat tidak melaksanakan kewajiban-

kewajibannya terhadap Penggugat, Penggugat memohon sita eksekusi

terhadap tanah berikut bangunan-bangunan yang berdiri di atasnya,

beserta segala sesuatu yang ditempatkan, ditanam, maupun yang berada

di atas tanah dan bangunan-bangunan tersebut termasuk mesin-mesin

yang karena sifatnya, peruntukannya oleh undang-undang dianggap

Page 66: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

54

sebagai benda tetap, milik para Tergugat yang telah diikat Hak

tanggungan, sebagaimana yang tersebut di bawah ini :

a. Tanah hak milik nomor : 00332/Desa Cipaku, yang terletak di

Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Purbalingga, Kecamatan

Mrebet, Desa Cipaku seluas 598 M2 (lima ratus sembilan puluh

delapan meter persegi) sebagaimana diuraikan dalam surat ukur

nomor 224/Cipaku/2201 tertanggal 5 Pebruari 2001 sertifikat

tertanggal 27 Maret 2001 tertulis atas nama Harni;

b. Sebagaimana yang tersebut dalam sertifikat Hak Tanggungan

Nomor : 00069/2006, tanggal 1 Pebruari 2006 jo akta Hak

Tanggungan Nomor : 30/2006 tanggal 13 Januari 2006 yang

berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa“ yang dibuat dihadapan HP, Sarjana Hukum, Notiaris di

Purbalingga

4. Tuntutan

a. Mengabulkan gugatan Penggugat

b. Menetapkan para Tergugat telah wanprestasi ;

c. Menghukum para Tergugat untuk memenuhi kewajiban-

kewajibannya;

d. Meletakan Sita Eksekusi terhadap barang-barang jaminan

e. Menetapkan secara hukum Kantor Lelang dan atau KP2LN

Purwokerto untuk melaksanakan lelang jaminan ;

f. Menghukum para Tergugat untuk membayar semua biaya yang

timbul dalam perkara ini ;

Atau apabila pengadilan agama berpendapat lain, mohon agar perkara

ini diputus menurut hukum dengan seadil-adilnya

Page 67: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

55

5. Putusan

a) Menyatakan para Tergugat yang telah dipanggil dengan patut

untuk menghadap dipersidangan, tidak hadir ;

b) Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk sebagian ;

c) Menyatakan para Tergugat telah melakukan wanprestasi;

d) Membatalkan Akad Perjanjian pembiayaan Al-Musyarakah

Nomor: 123/MSA/VII/05,tanggal 20 Juli 2005;

e) Menghukum para Tergugat untuk membayar kepada Penggugat

uang sebesar Rp. 37.071.569,- (tiga puluh tujuh juta tujuh puluh

satu ribu lima ratus enam puluh sembilan rupiah) dengan perincian

pembayaran:

(1) Pokok Pembiayaan Rp. 29.080.000,-

(2) Denda Ta’widh Rp. 7.729.569,-

(3) Biaya APHT Rp. 262.000,-

f) Menolak dan tidak dapat diterima selain dan selebihnya;

g) Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya yang timbul

dalam perkara ini sebesar Rp. 261.000,- (dua ratus enam puluh

satu ribu rupiah).

B. Pembahasan

1. Dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor:

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg mengenai gugatan pemenuhan akad pembiayaan

Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Purbalingga.

Dalam Putusan Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

oleh Pengadilan Agama Purbalingga tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan

putusan dengan pertimbangan:

a. Menimbang, bahwa para Tergugat tidak hadir di persidangan dan

tidak menyuruh orang lain hadir sebagai wakilnya, padahal telah

Page 68: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

56

dipanggil dengan patut dan tidak ternyata ketidak hadirannya itu

disebabkan suatu halangan yang sah, maka harus dinyatakan para

Tergugat tidak hadir dan putusan atas perkara ini dapat dijatuhkan

dengan verstek, sesuai dengan Pasal 125 HIR dan dalil syar’i

dalam Kitab I’anatuth Thalibien Juz IV halaman 238 yang

berbunyi :

ا ناك يعدملا ةجح اضقلاو ء يلع اغ بئ نع دلبلا وا نع سلجملا راوتب وا ززعت زئاج ن

Artinya: "Memutus atas Tergugat yang ghaib (tidak ada) di

wilayah yurisdiksi atau Tergugat tidak hadir dalam persidangan

sebab tawari atau ta’azuz adalah boleh apabila Penggugat

mempunyai hujjah”.

b. Menimbang, bahwa Majelis akan mempertimbangkan hal-hal

yang digugat oleh Penggugat dalam surat gugatannya, apapun

mempunyai hujjah atau tidak;

c. Menimbang, bahwa Majelis akan mempertimbangkan tentang para

Tergugat telah melakukan wanprestasi. Dalam surat gugatan

Penggugat dijelaskan para Tergugat telah dengan sengaja

mengalihkan pembiayaan modal usaha dagang gula merah dan

kelontong sesuai dengan akad perjanjian untuk digunakan

keperluan lain dan Penggugat telah melakukan berbagai upaya

penagihan, akan tetapi para Tergugat tidak ada i’tikad baik untuk

menyelesaikan kewajiban-kewajibannya;

d. Menimbang, bahwa menurut Subekti, bahwa debitur dapat

dikatakan wanprestasi/lalai apabila tidak memenuhi kewajibannya

atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak

seperti yang telah diperjanjiknnya;

Page 69: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

57

e. Menimbang, bahwa berdasar pertimbangan tersebut, Majelis

berpendapat bahwa para Tergugat harus dinyatakan telah

melakukan wanprestasi;

f. Menimbang, bahwa Penggugat dalam surat gugatannya tidak

secara tegas mohon agar akad perjanjian pembiayaan Al-

Musyarakah Nomor:123/MSA/VII/05 tanggal 20 Juli 2005

dibatalkan, namun Penggugat mohon agar pokok pembiayaan

dikembalikan kepadanya. Dalam hal Majelis berpendapat

hanyalah karena keterbatasan pengetahuan Penggugat tentang

hukum, hakekatnya Penggugat mohon agar akad perjanjian

dengan para Tergugat sebagai mana tersebut di atas untuk

dibatalkan;

g. Menimbang, bahwa Wahab Az Zuhaili di dalam Kitabnya Al

Fiqhul Islamy Waadillatuh menjelaskan bahwa akan perjanjian

yang tidak dilaksanakan atau dialihkan pelaksanaannya dari satu

pekerjaan ke pekerjaan lain seperti yang terjadi dalam kasus

perkara ini, yaitu dari pembiayaan dagang gula merah dan

kelontong dialihkan kepada yang lain, maka akad perjanjian itu

dapat dibatalkan (fasakh) dan dengan dibatalkannya akad

perjanjian itu, maka akad perjanjian tersebut telah berakhir;

h. Menimbang, bahwa berdasar pertimbangan tersebut dan berdasar

pula kepada Al-Qur’an surat Al-Maidah Ayat (1) :

دوقعالب اوفوأ اونمأ نیذلا اھیأ ای

Page 70: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

58

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad

yang telah kamu buat itu “. Dan Hadits riwAyat Abu Dawud,

Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni :

مھطورش ىلع نوملسملا

Artinya : “ Orang-orang Islam terikat pada akad perjanjian yang

mereka buat ”.

Berdasarkan dalil tersebut, maka Majelis berpendapat bahwa akad

perjanjian pembiayaan Al -Musyarakah Nomor : 123/MSA/VII/05

tanggal 20 Juli 2005 harus dibatalkan;

i. Menimbang, bahwa Penggugat menuntut agar para Tergugat

dihukum untuk membayar kewajiban-kewajibannya kepada

Penggugat yang terdiri dari :

1) Pokok Pembiayaan Rp. 29.080.000,-

2) Denda Ta’widh Rp. 7.729.569,-

3) Biaya APHT Rp. 262.000,-

Majelis berpendapat bahwa tuntutan tersebut telah berdasar

hukum karena telah sesuai dengan pasal 8 dan pasal 19 Peraturan

Bank Indonesia Nomor : 7/46/PBI/2005 sehingga gugatan

Penggugat sepanjang tuntutan tersebut dapat dikabulkan;

j. Menimbang, bahwa Penggugat juga menuntut agar para Tergugat

membayar tambahan bagi hasil dan atau denda Ta’widh serta

biaya-biaya yang timbul karenanya, sampai seluruh kewajibannya

dibayar lunas. Majelis berpendapat bahwa tuntutan Penggugat

tersebut tidak berdasar hukum karena permbiayaan, yang macet

harus berada dalam status quo, baik mengenai jumlah pokok

pembiayaan, nisbah, Ta’widh atau ganti rugi dan sebagainya; hal

ini sesuai dengan Yurisprodensi Mahkamah Agung Nomor : 2899

Page 71: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

59

K/Pdt/1994, tanggal 15 Pebruari 1996, oleh karena itu gugatan

Penggugat sepanjang tuntutan tersebut harus ditolak;

k. Menimbang, bahwa Penggugat dalam surat gugatannya pada

petitum 4 dan 5 memohon agar pengadilan meletakan sita

eksekusi dan menetapkan secara hukum kantor lelang dan atau

KP2LN Purwokerto untuk melaksanakan lelang jaminan. Majelis

berpendapat bahwa permohonan tersebut prematur, karena sita

eksekusi dan lelang adalah merupakan proses eksekusi yang baru

bisa dimohonkan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap dan

para Tergugat tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela.

Oleh karena itu gugatan Penggugat sepanjang sita eksekusi dan

lelang harus dinyatakan tidak dapat diterima;

l. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tersebut, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebagain dan

menolak serta tidak dapat diterima selain dan selebihnya;

m. Menimbang, bahwa oleh karena para Tergugat adalah pihak yang

kalah, maka berdasar Pasal 181 HIR para Tergugat dihukum untuk

membayar biaya perkara;

Dari uraian mengenai dasar pertimbangan Hakim tersebut, maka dapat

dianalisis sebagai berikut:

a. Dalam persidangan para Tergugat ternyata tidak hadir dan tidak

menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal para

Tergugat telah dipanggil secara patut serta ketidak hadirannya

tidak disebabkan karena suatu halangan yang sah, hal tersebut

disebut dengan gaib . Berdasarkan hal tersebut putusan Nomor :

1047/2006/Pdt.G/PA.Pbg yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Page 72: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

60

Agama Purbalingga tersebut diputus dengan verstek sebagian.

Penjatuhan putusan secara verstek tersebut dilakukan apabila

Tergugat tidak hadir dan tidak mengutus orang lain sebagai wakil

atau kuasannya yang sah dan tidak pula mengajukan eksespsi

formil, maka Hakim Ketua Majelis dapat menjatuhkan salah satu

dari dua alternatif yaitu menjatuhkan putusan verstek telah diatur

dalan Pasal 125 Ayat (1) HIR yang berbunyi “Jika tergugat,

meskipun dipanggil dengan sah, tidak datang pada hari yang

ditentukan, dan tidak menyuruh orang lain menghadap sebagai

wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tanpa

kehadiran (verstek), kecuali kalau nyata bagi pengadilan negeri

bahwa tuntutan itu melawan hak atau tiada beralasan (RV. 78; IR.

102, 122 d,t.)” atau memanggil Tergugat sekali lagi sebagai mana

yang diatur dalam Pasal 126 HIR yang berbunyi “Dalam hal

tersebut pada kedua pasal di atas ini, pengadilan negeri, sebelum

menjatuhkan keputusan, boleh memerintahkan supaya pihak yang

tidak datang dipanggil sekali iagi untuk menghadap pada hari

persidangan lain, yang diberitahukan oleh ketua dalam

persidangan kepada pihak yang datang; bagi pihak yang datang

itu, pemberitahuan itu sama dengan panggilan”. Selain itu

ketentuan verstek juga telah termuat dalam dalil syar’i putusan

yang berbunyi”

ةجح يعدملا عم ناك نا زئاج بئ اغ يلع ءاضقلاو

Artinya:"Hakim boleh memutuskan perkara atas orang yang

gaib, apabila ada hujjah yang dikemukakan Penggugat".

Terdapat pula pendapat Ulama’ yang menyatakan bahwa;

ا ناك ملايعد ةجح قلاوضا ء يلع اغ بئ نع دلبلا وا نع سلجملا راوتب وا ززعت زئاج ن

Artinya: “Memutus atas Tergugat yang ghaib (tidak ada) di

wilayah yurisdiksi atau Tergugat tidak hadir dalam persidangan

Page 73: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

61

sebab tawari atau ta’azuz adalah boleh apabila Penggugat

mempunyai hujjah”.

Maksud dari pendapat tersebut adalah Hakim boleh memutus

perkara atas orang yang tidak berada di tempat (gaib) atau dari

majelis Hakim, baik ketidak hadirannya itu bersembunyi atau

alasan lain, adalah diperbolehkan apabila penggugat mempunyai

bukti yang kuat atas ketidak hadirannya tersebut.

Putusan verstek dapat dikabulkan apabila memenuhi hal-hal

sebagai berikut (Chatib Rasyid dan Syaifudin.2009:79):

1) Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut;

2) Tergugat tidak hadir di persidangan dan juga tidak menyuruh

orang lain sebagai kuasa atau wakilnya yang sah dan tidak

ternyata ketidak hadirannya itu disebabkan oleh sesuatu

halangan/alasan yang sah;

3) Tergugat mengirim eksepsi kewenangan relatif;

4) Penggugat hadir di persidangan dan mohon putusan;

5) Gugatan telah beralasan dan tidak melawan hukum.

Penjatuhan putusan tanpa hadirnya Tergugat dapat diputus dengan

verstek dengan ketentuan bahwa terdapat saksi untuk

pembuktiannya, sehingga pembuktian masih tetap dilaksanakan.

Pembuktiannya juga harus terdapat saksi yang sah, hal ini sesuai

dengan pendapat Ulama’ yaitu berbunyi:

امو دصقی ھب لاملا عیبلاك ةراجالاو ةبھلاو و ةیصولا نھرلاو نمضلاو دھاشب نیتأرماو

تبثیو لاملا

Artinya:"Ditetapkan harta dan segala sesuatu yang menyangkut

dengan harta seperti jual beli, kontrak upah kerja, hibah, wasiat,

gadai dan jaminan utang dengan pembuktian kesaksian seorang

laki-laki dan dua orang perempuan".

ناف ززعت ززعتب وا راوت وا ةبیغ زاج ھتابثا ةنیبلاب

Page 74: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

62

Artinya: ''Apabila dia enggan (tergugat), bersembunyi atau

memang dia ghaib (tidak diketahui alamatnya) maka perkara ini

diputus berdasarkan bukti-bukti (kesaksian)”.

b. Dalam memberikan putusan, Hakim mempertimbangkan gugatan

Penggugat yang tertuang dalam surat gugatanya, dengan melihat

bahwa gugatan tersebut benar-benar mempunyai alasan atau tidak.

c. Dalam putusan tersebut para Tergugat dinyatakan telah melakukan

wanprestasi dengan pertimbangan bahwa para Tergugat telah

dengan sengaja mengalihkan pembiayaan modal usaha dagang

gula merah dan kelontong untuk keperluan lainnya dan Penggugat

telah melakukan berbagai upaya untuk menagih namun tidak ada

itikad baik dari para Tergugat. Pertimbangan ini juga didasarkan

pada pendapat Subekti yang tercantum dalam putusan, yang

menyatakan bahwa ”Debitur dapat dikatakan wanprestasi atau

lalai apabila tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat

memenuhinnya atau memenuhinnya tetapi tidak seperti yang

diperjanjikan” (Putusan Nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg).

Berdasarkan hal tersebut, maka Tergugat telah masuk dalam

kriteria tidak memenuhi kewajibannya, sehingga para Tergugat

dinyatakan telah wanprestasi.

d. Apabila dikatakan bahwa para Tergugat telah melakukan

wanprestasi atau penyimpangan atas akad nomor :

123/MSA/VII/2005, maka akad tersebut dibatalkan, dasar yang

digunakan hanya mengunakan dalil-dalil mengenai pembiayaan

syari’ah. Pertimbangan tersebut didasarkan pada Al-Qur’an Surat

Al-Maidah (5) Ayat (1) yang berbunyi bahwa :

ای اھیأ نیذلا اونمأ اوفوأ دوقعالب

Page 75: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

63

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad

itu". Selain itu juga berdasarkan pada Dalam sebuah hadits

riwAyat Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni, yang

berbunyi:

مھطورش ىلع نوملسملا

Artinya:"Orang-orang Islam itu terikat pada akad perjanjian yang

mereka buat".

Walaupun kedua dasar tersebut memang tepat namun masih

terdapat Ayat yang dapat digunakan, diatarannnya adalah ;

QS. al-Isra Ayat 34 yang berbunyi:

الوئسم ناك دھعلا نا دھعلاب اوفوا و

Artinya: "Dan tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu pasti

diminta pertanggung jawabannya".

Namun dalam hal ini, Penggugat tidak mengajukan gugatan untuk

membatalkan akad Al-Musyarakah nomor 123/MSA/VII/05

tertanggal 20 Juli 2005. Pembatalan akad tersebut adalah

dikarenakan pendapat Hakim untuk menafsirkan tuntutan dari

Penggugat yang ada, yaitu untuk mengembalikan pokok

pembiayaan kepadanya.

e. Dalam salah satu pertimbangannya dinyatakan bahwa “Penggugat

telah mengalami kerugian akibat perbuatan para Tergugat,

sehingga Tergugat diharuskan membayar;

1) Pokok Pembiayaan Rp. 29.080.000,-

2) Denda Ta’widh Rp. 7.729.569,-

3) Biaya APHT Rp. 262.000,-“.

Berdasarkan rincian di atas, dapat diketahui bahwa pada akta

Nomor:123/MSA/VII/2005 tertanggal 20 Juli 2005 para Tergugat

telah menerima pemberian modal / pembiayaan sebesar Rp.

Page 76: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

64

30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) namun dalam petitum dan

pertimbanganya dituliskan pokok pembiayaan hanya sebesar Rp

29.080.000,- ( dua puluh sembilan juta delapan puluh ribu rupiah).

Hakim menggabulkan sesuai dengan tuntutan yang diajukan

Penggugat sebesar Rp 29.080.000,- (dua puluh sembilan juta

delapan puluh ribu rupiah).

Sedangkan denda Ta’widh adalah denda yang dibebankan kepada

pihak yang kalah karena telah melakukan kesalahan dalam hal ini

adalah telah melakukan wanprestasi, sehingga denda Ta’widh

tersebut diberikan sebagai suatu bentuk kemanusiaan atau ganti

rugi. Pengaturan mengenai denda Ta’widh tersebut sesuai dengan

Pasal 19 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/pbi/2005 Tentang

Akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip syari’ah yang

memuat bahwa;

1) Bank dapat mengenakan ganti rugi (ta`widh) hanya atas

kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas kepada

nasabah yang dengan sengaja atau karena kelalaian

melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan Akad

dan mengakibatkan kerugian pada Bank;

2) Besar ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan Bank

adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang

berkaitan dengan upaya Bank untuk memperoleh

pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang

diperkirakan diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena

adanya peluang yang hilang(opportunity loss/al-furshah al-

dha-i’ah);

3) ganti rugi hanya boleh dikenakan pada Akad Ijarah dan

Akad yang menimbulkan utang piutang (dain), seperti Salam,

Istishna’ serta Murabahah, yang pembayarannya dilakukan

tidak secara tunai;

4) ganti rugi dalam Akad Mudharabah dan Musyarakah, hanya

boleh dikenakan Bank sebagai shahibul maal apabila bagian

keuntungan Bank yang sudah jelas tidak dibayarkan oleh

nasabah sebagai mudharib;

Page 77: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

65

5) klausul pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas

dalam Akad dan dipahami oleh nasabah; dan

6) Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan

kesepakatan antara Bank dengan nasabah.

Keenam poin tersebut telah terpenuhi dalam pembiayaan Al-

Musyarakah Nomor:123/MSA/VII/2005, karena bank mengalami

kerugian secara riil karena pembiayaan Al-Musyarakah yang telah

macet dan pemberian ganti rugi serta besarnya ganti rugi telah

diatur dalam perjanjian atau akad pembiayaan Al-Musyarakah

Nomor:123/MSA/VII/2005. Sedangkan APHT adalah Akta

Pembebanan Hak Tanggungan. Pengaturan mengenai hak

tanggungan tersebut, terdapat dalam Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-

benda yang Berkaitan dengan Tanah. Pasal 1 Undang-undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah menjelaskan

bahwa:

Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak

atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5

tahun 1960 tentang Pengaturan dasar Pokok-pokok Agraria,

berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan

kesatuan dengan tanah itu, untuk dilunaskan hutang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu

terhadap Kreditor-kreditor yang lain.

Ketentuan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang

Berkaitan dengan Tanah, dijelaskan oleh Purwahid Patrik yang

mengatakan bahwa (Purwahid Patrik.2001:53-54):

Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan

hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa

debitor cidera janji (wanpretasi) maka kreditor pemegang Hak

Page 78: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

66

Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang

dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan.

Maksud APHT dalam putusan tersebut adalah biaya pendaftaran

APHT yang dibebankan pada hak atas tanah yang menjadi

tanggungan dari akad tersebut yaitu tanah hak milik nomor

:00332/Desa Cipaku, yang terletak di Propinsi Jawa Tengah,

Kabupaten Purbalingga, Kecamatan Mrebet, Desa cipaku seluas

598 M2 (lima ratus sembilan puluh delapan meter persegi).

Sebagaimana sertifikat hak tanggungan tersebut dengan

Nomor:00069/2006, tertanggal 1 Februari 2006 jo Akta Hak

Tanggungan Nomor : 30/2006 tertanggal 13 Januari 2006 yang

dibuat dihadapan seorang Notaris di Purbalingga.

f. Dalam putusan tersebut Penggugat menuntut agar para Tergugat

membayar tambahan bagi hasil dan atau denda Ta’widh serta

biaya-biaya yang timbul karenannya, sampai kewajibannya

dibayar lunas. Dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat bahwa

tuntutan Penggugat tersebut tidak berdasar hukum karena

pembiayaan yang macet harus berada dalam status quo, baik

mengenai jumlah pokok pembiayaan, nisbah, Ta’widh/ ganti rugi

dan sebagainnya. Hal tersebut didasarkan pada Yurisprudensi

Mahkamah Agung Nomor :2899/K/Pdt/1994 tertanggal 15

Februari 1996, oleh karena itu gugatan Penggugat sepanjang

tuntutan tersebut harus ditolak. Mengenai hal tersebut

pertimbangan Hakim menyatakan pembayaran biaya atau denda

Ta’widh harus ditolak.

g. Permohonan eksekusi yang diajukan oleh Penggugat dinyatakan

tidak diterima, hal tersebut dengan pertimbangan bahwa

Page 79: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

67

permohonan tersebut bersifat prematur, karena sita eksekusi dan

lelang adalah merupakan proses eksekusi yang baru dapat

dimohonkan setelah putusan berkekuatan hukum tetap dan para

Tergugat tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela.

h. Karena para Tergugat adalah pihak yang kalah, maka berdasar

Pasal 181 Ayat (1) HIR yang mencantumkan bahwa ;

Barangsiapa dikalahkan dengan keputusan Hakim, akan dihukum

pula membayar biaya perkara. Akan tetapi biaya perkara itu

semuanya atau sebagian boleh diperhitungkan antara suami-istri,

keluarga sedarah dalam garis lurus, saudara laki-laki dan saudara

perempuan, atau keluarga semenda dalam derajat yang sama;

begitu pula halnya jika masing-masing pihak dikalahkan dalam

hal-hal tertentu.

Pasal 181 Ayat (3) HIR juga mencantumkan bahwa ;

Biaya perkara yang diputuskan dengan keputusan tanpa kehadiran,

harus dibayar oleh pihak yang dikalahkan, meskipun la menang

perkara sesudah membantah atau meminta banding, kecuali kalau

pada waktu diperiksa bantahannya atau bandingnya, ternyata

bahwa ia tidak dipanggil dengan sah.

Dalam perkara yang penulis angkat, para Tergugat adalah pihak

yang kalah serta tidak hadir dalam persidangan, berdasarkan hal

tersebut telah memenuhi kriteria berdasarkan Pasal 181 Ayat (1)

dan (3) HIR, maka para Tergugat dihukum untuk membayar biaya

perkara.

2. Kesesuaian dasar pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dalam perkara gugatan pemenuhan kewajiban

akad pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Agama Purbalingga dengan ketentuan Al-Musyarakah dalam Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.

Page 80: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

68

Dalam pembahasan yang kedua, Penulis menguraikan alasan

dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Konpilasi Hukum Ekonomi Syari’ah dan menggunakan pengaturan

mengenai akad, ingkar janji dan sanksinya pada Bab III dan pengaturan

mengenai syirkah atau Al-Musyarakah Bab VI pada peraturan tersebut

guna menyesuaikan dengan pertimbangan Hakim yang digunakan sebagai

dasar untuk mengeluarkan putusan Nomor:1047/Pdt.g/2006/PA.Pbg.

Peraturan Mahkamah Agung yang Penulis gunakan adalah peraturan yang

dikeluarkan pada tahun 2008, memang peraturan tersebut keluar setelah

putusan Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg diputus, namun Peraturan

Mahkamah Agung tersebut Penulis pilih karena dewasa ini pengaturan

mengenai ekonomi syari’ah yang digunakan sebagai rujukan Hakim

Pengadilan Agama dalam memutus perkara masih sangat terbatas.

Hadirnya Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah tersebut dianggap sebagai

prestasi monumental sebagai pedoman bagi para Hakim dalam

Lingkungan Peradilan Agama dalam memeriksa, mengadili, dan

menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi syari’ah.

Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas

membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi

dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang

diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.

Mahkamah Agung memiliki fungsi mengatur yaitu;

a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang

diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila

terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang

tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi

kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi

Page 81: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

69

kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 79 Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung).

b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri

bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang

sudah diatur Undang-undang.

Mahkamah Agung juga sebagai Lembaga Tinggi Negara yang

bertugas untuk melakukan pembinaan terhadap pengadilan agama. Hal

tersebut sesuai dengan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan “Pembinaan teknis

peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan

oleh Mahkamah Agung”. Salah satu pembinaan tersebut adalah

pembinaan secara teknis, pembinaan ini secara garis besar meliputi

penerimaan perkara, pemeriksaan, putusan dan pelaksanaan putusan. Pada

umumnya pembinaan teknis peradilan dilakukan Mahkamah Agung

dalam berbagai bentuk dan cara, yang paling umum melalui Surat Edaran

atau Peraturan Mahkamah Agung.

Peraturan Mahkamah Agung bertujuan untuk memberi pembinaan

kepada para Hakim mengenai cara penanganan parkara tertentu. Baik

Surat edaran maupun Peraturan Mahkamah Agung dapat melihat hal-hal

yang berkenaan dengan petunjuk dan pedoman hukum acara atau hukum

materil( Yahya Harahap.2003:103). Fungsi dari Peraturan Mahkamah

Agung tersebut dapat dijadikan sebagai peraturan darurat untuk

menghindari kekosongan hukum, yang berbeda hanya pada payung

hukumnya (umbrella provision). Belum adanya instrument hukum yang

memadai bagi Hakim dalam mengemban amanah tersebut, patut

dikhawatirkan dalam menangani perkara yang sama muncul putusan yang

Page 82: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

70

berdisparitas, seperti adegium different judge different sentence. Dalam

perspektif teori hukum, hal ini berbenturan dengan prinsip kepastian

hukum.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum ekonomi Syari’ah seolah menjadi sebuah jawaban

atas banyaknya kebingungan yang timbul setelah adanya perluasan

kewenangan peradilan agama, yaitu mengenai ekonomi syari’ah. Setelah

adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, maka Penulis menyesuaikan dasar

pertimbangan yang digunakan oleh Hakim dengan ketentuan Al-

Musyarakah yang ada dalam ketentuan tersebut, sehingga peraturan

tersebut selanjutnya dapat menjadi rujukan bagi para Hakim untuk

memutus perkara ekonomi syari’ah.

Adapun dasar atau alasan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi

Syari’ah adalah untuk kelancaran pemeriksaan dan penyelesaian sengketa

ekonomi syari’ah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf I beserta

penjelasan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pertadilan

Agama, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

Syari’ah Negara, Pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008

Tentang Perbankan Syari’ah perlu dibuat pedoman bagi Hakim mengenai

hukum ekonomi menurut prinsip syari’ah. Dalam pembahasan berikut

Penulis paparkan berurutan dari BABIII dan BAB IV.

a. Kesesuaian dengan BAB III Mengenai Pembatalan Akad

Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008

tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pengaturan mengenai

Page 83: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

71

akad pembiayaan khususnya mengenai ingkar janji dan sanksinya

diatur dalam BAB III, yaitu

(1) Pada Pasal 36 disebutkan bahwa para pihak dianggap

melakukan ingkar janji apabila karena kesalahannya ;

a) Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk

melakukannya;

b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak

sebagaimana dijanjikan;

c) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;

atau

d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukan

Dalam putusan nomor 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang

dikeluarkan Pengadilan Agama Purbalingga tersebut Hakim

menyatakan Tergugat telah wanprestasi dengan alasan

gugatan dari Penggugat yang menyatakan bahwa para

Tergugat telah dengan sengaja mengalihkan pembiayaan

modal usaha dagang gula merah dan kelontong sesuai

dengan akad perjanjian untuk digunakan keperluan lain serta

didasarkan pada pendapat Subekti yang tercantum dalam

putusan, yang menyatakan bahwa debitur dapat dikatakan

wanprestasi / lalai apabila tidak memenuhi kewajibannya

atau terlambat memenuhinnya atau memenuhinnya tetapi

tidak seperti yang telah diperjanjikan. Berdasarkan hal

tersebut maka walaupun Peraturan Mahkamah Agung

tersebut belum dijadikan dasar namun alasan yang

digunakan adalah alasan yang sama. Pada Pasal 36 tersebut

yang telah memenuhi kriteria terhadap kasus wanprestasi

yang penulis angkat adalah terdapat dalam dua poin, yaitu:

a) Poin ”a’ yang mencantumkan ”Tidak melakukan apa

yang dijanjikan untuk melakukannya”, dalam hal ini

Page 84: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

72

para Tergugat tidak menggunakan modal usaha yang

telah diterima sesuai dengan kesepakatan yang dibuat

dengan pihak bank, yaitu untuk modal berdagang gula

merah dan kelontong.

b) Poin ”d” yang mencantumkan ”Melakukan sesuatu yang

menurut perjanjian tidak boleh dilakukan”, berdasarkan

hal tersebut para Tergugat telah dengan sengaja

mengalihkan pembiayaan untuk kegiatan konsumtif lain

yang seharusnya tidak diperbolehkan dalam akad.

(2) Pasal 37 menyebutkan bahwa ”Pihak dalam akad melakukan

ingkar janji, apabila dengan surat perintah atau dengan

sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan ingkar janji atau

demi perjanjiannya sendiri ingkar janji dengan lewatnya

waktu yang ditentukan”.

Dalam putusan tersebut tertera bahwa perjanjian Al-

Musyarakah dibuat pada tanggal 20 Juli 2005 dan perkara

terdaftar di Kepanitraan Pengadilan Agama Purbalingga

pada tanggal 23 November 2006, hal tersebut telah lewat

waktu jatuh tempo piutang yang jatuh pada tanggal 20 juli

2006, sehingga hal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk

ingkar janji.

(3) Pasal 38 menyebutkan bahwa ”Pihak dalam akad yang

melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi;

a) Membayar ganti rugi;

b) Pembatalan akad;

c) Peralihan risiko;

d) Denda; dan/atau

e) Membayar biaya perkara

Page 85: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

73

Di dalam putusan tersebut tergugat dihukum untuk

membayar pokok perkara, denda Ta’widh dan biaya APHT,

akad Nomor 123/MSA/VII/2005 dinyatakan telah

dibatalkan, serta para Tergugat telah dihukum untuk

membayar biaya perkara. Keseluruhan hal tersebut telah

sesuai dengan ketentuan Pasal 38 tersebut.

(4) Pasal 39 menyebutkan bahwa;

Sanksi pembayaran gantu rugi dapat dijatuhkan apabila ;

a) Pihak yang melakukan ingkar janji setelah dinyatakan

ingkar janji, tetap melakukan ingkar janji;

b) Sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya

dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang

telah dilampauakannya;

c) Pihak yang melakukan ingkar janji tidak dapat

membuktikan bahwa perbuatan ingkar janji yang

dilakukannya tidak dibawah paksaan.

Berdasarkan Pasal tersebut, pertimbangan Hakim yang

digunakan sebagai dasar untuk memutus perkara telah

memenuhi ketentuan Pasal 39 poin ”a”dan pon ”b”.

Tergugat setelah dinyatakan melakukan wanprestasi tetap

tidak melaksanakan putusan Hakim dengan suka rela, dan

para Tergugat tidak dapat membuktikan bahwa perbuatan

ingkar janji yang dilakukan adalah tidak dibawah paksaan.

b. Kesesuaian Dengan BAB VI mengenai Syirkah (Al-Musyarakah)

Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008

tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pengaturan mengenai

akad pembiayaan khususnya mengenai syirkah diatur dalam BAB VI,

yaitu;

(1) Pasal 134 menyatakan ”Syirkah dapat dilakukan dalam

bentuk syirkah amwal, syirkah abdan, dan syirkah wujuh”.

Page 86: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

74

Sedangkan Pasal 135 menyatakan bahwa ” Syirkah amwal

dan syirkah abdan dapat dilakukan dalam bentuk syirkah

’inan, syirkah mufawaadhah, dan syirkah Mudharabah”.

Berdasarkan difinisi tersebut maka perkara yang ada dalam

putusan Nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg adalah syirkah

Al-Amwal jenis Mudharabah. Hal ini didasarkan pada

perjanjian Nomor:123/MSA/VII/2005 adalah kesepakatan

antara dua pihak , dimana pihak bank sebagai shohibul

maal yang memberikan modal kepada nasabah, serta

nasabah sebagai pihak yng memiliki keterampilan

berdagang. Dua hal tersebut sebagai kriteria dari

pembiayaan syirkah jenis Mudharabah.

(2) Pasal 138 menyebutkan bahwa ”Kerjasama dapat dilakukan

antara dua pihak atau lebih yang memiliki keterampilan

untuk melakukan usaha bersama”. Hal tersebut merupakan

ketentuan syarat dari Al-Musyarakah. Dimana dalam

perkara gugatan Al-Musyarakah tersebut dilakukan oleh

Tergugat yang memiliki kemampuan dan keterampilan

untuk berdagang.

(3) Pasal 139 menyatakan;

a) Kerjasama dapat dilakukan antara pemilik modal

dengan pihak yang mempunyai keterampilan untuk

menjalankan usaha;

b) Dalam kerjasama Mudharabah, pemilik modal tidak

turut serta dalam menjalankan perusahaan;

c) Keuntungan dalam kerjasama Mudharabah dibagi

berdasarkan kesepakatan; dan kerugian ditanggung oleh

pemilik modal.

Page 87: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

75

Berdasarkan pasal tersebut menyatakan mengenai kriteria

dari pembiayaan syirkah, ketiga poin tersebut telah

memenuhi kriteria dari pembiayaan yang dilakukan dalam

kasus yang penulis angkat. Kesesuaian tersebut adalah

kerjasama telah dilakukan oleh pihak bank yang

memberikan modal usaha, dan nasabah yang memiliki

keterampilan usaha dagang, pihak bank sebagai pemilik

modal tidak turut serta dalam melakukan usaha, serta di

keuntuangan yang didapat seharusnya dibagi berdasarkan

kesepakatan yang telah para pihak lakukan, namun dalam

kasus yang Penulis angkat tidak ada keuntungan yang

dibagi karena pembiayaan telah macet dan pihak bank

mengalami kerugian.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah merupakan peraturan yang

memuat mengenai kriteria dan lebih cenderung mengatur pada akad

atau perjanjian pembiayaan syari’ah, peraturan ini sangat sejalan

dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

Pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama. Walaupun Peraturan Mahkamah Agung tersebut dikeluarkan

dua tahun setelah putusan Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang

dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Pubalingga, namun

pertimbangan yang digunakan oleh Hakim untuk memutus putusan

tersebut telah sesuai dengan Peraturan Mahakamah Agung Nomor 2

Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.

Page 88: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

76

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah Penulis kemukakan pada bab

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg mengenai gugatan pemenuhan akad

pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama

Purbalingga.

Dalam putusan Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg, Majelis

Hakim menjatuhkan putusan terhadap Tergugat sebagai pihak yang

kalah berdasarkan pertimbangan yang secara garis besar, yaitu sebagai

berikut:

a. Bahwa gugatan Penggugat dikabulkan dengan vestek untuk

sebagaian, hal ini di dasarkan karena para tergugat tidak hadir

dalam persidangan walaupun dan tidak menyuruh orang lain

untuk untuk hadir sebagai wakilnya, padahal para Tergugat telah

dipanggil secara patut serta ketidak hadirannya tidak disebabkan

karena suatu halangan yang sah. Hal tersebut sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 125 Ayat (1) HIR. Selain itu ketentuan

verstek juga telah termuat dalam dalil syar’i yang berbunyi”

ا ناك عم يعدملا ةجح ءاضقلاو يلع اغ بئ زئاج ن

Artinya:"Hakim boleh memutuskan perkara atas orang yang

gaib, apabila ada hujjah yang dikemukakan Penggugat".

Terdapat pendapat Ulama’ yang menyatakan bahwa;

ا ناك يعدملا ةجح ءاضقلاو يلع اغ بئ نع لادلب وا نع سلجملا راوتب وا ززعت زئاج ن

Artinya: " Memutus atas Tergugat yang ghaib (tidak ada) di

wilayah yurisdiksi atau Tergugat tidak hadir dalam persidangan

76

Page 89: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

77

sebab tawari atau ta’azuz adalah boleh apabila Penggugat

mempunyai hujjah”.

b. Bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para Tergugat, telah

memenuhi unsur-unsur wanprestasi yaitu sesuai dengan

pendapat dari Subekti yang tertcantum di dalam putusan, yang

menyatakan bahwa ”Debitur dapat dikatakan wanprestasi apabila

tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinnya

atau memenuhinnya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan”

(Putusan Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg). Kesesuaian tersebut

karena para Tergugat telah tidak melakukan apa yang telah

diperjanjikannya.

c. Bahwa akad perjanjian Al-Musyarakah dinyatakan batal dengan

didasarkan pada pendapat Wahab Az Zuhaili di dalam Kitabnya

Al Fiqhul Islamy Waadillatuh menjelaskan bahwa akan

perjanjian yang tidak dilaksanakan atau dialihkan

pelaksanaannya dari satu pekerjaan ke pekerjaan serta berdasar

pula kepada Al-Qur’an surat Al Maidah Ayat (1) :

ای اھیأ نیذلا اونمأ اوفوأ دوقعالب

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad

yang telah kamu buat itu “. Dan Hadits riwAyat Abu Dawud,

Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni :

نوملسملا ىلع مھطورش

Artinya : “ Orang-orang Islam terikat pada akad perjanjian yang

mereka buat ”.

d. Bahwa tuntutan Tergugat yang terdiri dari;

1. Pokok Pembiayaan Rp. 29.080.000,-

2. Denda Ta’widh Rp. 7.729.569,-

Page 90: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

78

3. Biaya APHT Rp. 262.000,-

Hal tersebut telah sesuai dengan Pasal 8 dan Pasal 19 Peraturan

Bank Indonesia nomor : 7/46/PBI/2005, sehingga Majelis Hakim

mengabulkan gugatan Penggugat.

e. Bahwa Penggugat menuntut agar para Tergugat membayar

tambahan bagi hasil dan atau denda Ta’widh serta biaya yang

timbul karenannya sampai kewajibannya dibayar lunas, tuntutat

tersebut ditolak oleh majelis Hakim dengan dasar bahwa

tuntutan Tergugat tersebut tidak berdasar hukum, karena

pembayaran yang macet harus pada status quo, baik mengenai

jumlah pokok pembiayaan, nisbah, Ta’widh/ ganti rugi dan

sebagainya, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah

Agung Nomor : 2899/K/Pdt/1994 tertanggal 15 Februari 1996.

f. Bahwa karena para Tergugat adalah menjadi pihak yang kalah

maka para Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara,

hal ini sesuai dengan Pasal 181 Ayat (1) HIR yang berbunyi

“Barangsiapa dikalahkan dengan keputusan Hakim, akan

dihukum pula membayar biaya perkara. Akan tetapi biaya

perkara itu semuanya atau sebagian boleh diperhitungkan antara

suami-istri, keluarga sedarah dalam garis lurus, saudara laki-laki

dan saudara perempuan, atau keluarga semenda dalam derajat

yang sama; begitu pula halnya jika masing-masing pihak

dikalahkan dalam hal-hal tertentu”.

2. Kesesuaian pertimbangan Hakim dalam putusan nomor :

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dalam perkara gugatan pemenuhan kewajiban

akad pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Agama Purbalingga dengan ketentuan Al-Musyarakah dalam Peraturan

Page 91: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

79

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.

Adapun kesesuaian antara dasar pertimbangan Hakim untuk

memutus perkara Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dalam perkara

gugatan pemenuhan kewajiban akad pembiayaan Al-Musyarakah yang

dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Purbalingga dengan ketentuan Al-

Musyarakah dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah

secara garis besar terdapat dalam:

a. Pasal 36, mencantumkan “bahwa seseorang dikatakan ingkar

janji apabila tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk

melakukannya dan melakukan sesuatu yang menurut perjanjian

tidak boleh dilakukan”. Dalam putusan Nomor

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg, Hakim menyatakan Tergugat telah

wanprestasi dengan alasan gugatan dari Penggugat yang

menyatakan bahwa para Tergugat telah dengan sengaja

mengalihkan pembiayaan modal usaha dagang gula merah dan

kelontong sesuai dengan akad perjanjian untuk digunakan

keperluan lain. Berdasarkan hal tersebut para Tergugat telah

tidak memenuhi kewajibannya dan melakukan apa yang tidak

diperbolehkan dalam perjanjian, maka alasan yang digunakan

adalah alasan yang sama.

b. Pasal 37 menyebutkan bahwa ”Pihak dalam akad melakukan

ingkar janji, apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah

akta sejenis itu telah dinyatakan ingkar janji atau demi

perjanjiannya sendiri ingkar janji dengan lewatnya waktu yang

ditentukan”. Dalam putusan tersebut tertera bahwa perjanjian

Page 92: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

80

Al-Musyarakah dibuat pada tanggal 20 Juli 2005 dan perkara

terdaftar di Kepanitraan Pengadilan Agama Purbalingga pada

tanggal 23 November 2006, hal tersebut telah lewat waktu jatuh

tempo piutang yang jatuh pada tanggal 20 juli 2006, sehingga

hal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk ingkar janji.

c. Pasal 38, Di dalam putusan tersebut tergugat dihukum untuk

membayar pokok perkara, denda Ta’widh dan biaya APHT, yang

hal ini sesuai dengan yang dituntut oleh Penggugat, karena

Hakim tidak boleh memutus melebihi apa yang menjadi tuntutan

(ultra petita). Sehingga pertimbangan yang digunakan oleh

Hakim dalam memutus perkara tersebut sudah sesuai dengan

ketentuan pada Pasal 38.

d. Pasal 39, Berdasarkan Pasal tersebut, pertimbangan Hakim yang

digunakan sebagai dasar untuk memutus perkara telah

memenuhi ketentuan pasal tersebut. Diantarannya para Tergugat

setelah dinyatakan melakukan wanprestasi tetap tidak

melaksanakan putusan Hakim dengan suka rela, perjanjian yang

dibuat telah lampau waktu tetapi para Tergugat tidak mempunyai

itikad baik untuk menyelesaikannya.

e. Pasal 134, berdasarkan difinisi syirkah pada pasal tersebut maka

perkara yang ada dalam putusan nomor :

1047/Pdt.g/2006/PA.Pbg tersebut adalah syirkah Al-Amwal

jenis Mudharabah.

f. Pasal 138 menyebutkan bahwa ”Kerjasama dapat dilakukan

antara dua pihak atau lebih yang memiliki keterampilan untuk

melakukan usaha bersama”. Hal tersebut merupakan ketentuan

Page 93: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

81

syarat dari Al-Musyarakah. Dimana dalam perkara gugatan Al-

Musyarakah tersebut dilakukan oleh Tergugat yang memiliki

kemampuan dan keterampilan untuk berdagang.

g. Berdasarkan Pasal 139 hanya menyatakan mengenai kriteria dari

pembiayaan syirkah, yang secara garis besar mengenai ketentuan

jatuh tempo, bagi hasil, wanprestasi, ganti rugi, penyelesaian

sengketa dilaksanakan sesuai dengan akad yang telah disepakati

oleh kedua belah pihak.

Walaupun Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah dikeluarkan dua tahun setelah putusan

nomor 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama

Pubalingga diputus, namun pertimbangan yang digunakan oleh Hakim untuk

memutus putusan tersebut telah sesuai dengan Peraturan Mahakamah Agung

nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah khususnya

mengenai pembiayaan Al-Musyarakah dan ketentuan menganai akad

pembiayaan.

B. Saran

Setelah mengetahui dasar pertimbangan Hakim yang digunakan dalam

memutus perkara Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang gugatan

pemenuhan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang dikeluarkan oleh

Pengadilan Agama Purbalingga dan kesesuaiannya dengan Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum ekonomi

Syari’ah, Penulis hendak memberi saran sebagai berikut :

1. Hendaknya dalam memutus perkara, selain berdasarkan pada ketentuan

hukum yang berlaku, Hakim harus mendasarkan putusan pada ketentuan

teori mengenai obyek sengketa.

Page 94: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

82

2. Dengan adanya perluasan kewenangan Pengadilan Agama, yaitu

kewenangan untuk memutus perkara ekonomi syari’ah hendaknya para

Hakim Pengadilan Agama harus terus meningkatkan wawasan hukum

tentang perekonomian syari’ah dalam bingkai regulasi Indonesia dan

aktualisai fiqh Islam.

3. Selama ini yurisprudensi mengenai putusan Pengadilan Agama dalam

memutus perkara ekonomi syari’ah masih sangat terbatas, maka dengan

adanya putusan Nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg dapat dijadikan

yurisprudensi yang dipergunakan sebagai bahan perbandingan dalam

pemeriksaan dan memutus perkara ekonomi syari’ah.

4. Dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor : 2 Tahun 2008

tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah adalah suatu momentum

yang luar biasa, sehingga peraturan tersebut dapat menjadi salah satu

rujukan bagi Hakim dalam memutus perkara ekonomi syari’ah.

5. Dengan adanya perluasan kewenangan Peradilan Agama, yaitu dalam

ekonomi syari’ah dan setelah dikeluarkanya Peraturan Mahkamah

Agung Nomor : 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi

Syari’ah, maka hendaknya perlu dibentuk kodifikasi hukum ekonomi

syari’ah dalam sebuah Kitab Undang Undang Hukum Ekonomi Syari’ah

(KUHES), sehingga kepastian hukum dalam memutus sengketa

ekonomi syari’ah dapat tercapai.

Page 95: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

83

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan. 2000. Pokok-pokok Hukum Perdata dan Kewenangan Peradilan.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Al-Qur’an dan Terjemahanya. Semarang: PT Karya Toha.

Azhari akmal Tarigan. Marhaban Kompilasi Hukum ekonomi Syari’ah.

http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=5

905>[ 22 November 2009 pukul 10.46].

Bambang Sutiyoso. 2009. Metode Penemuan hukum. Yogyakarta: UII Perss.

_______________ dan Sri Hastuti Puspita Sari. 2005. Aspek-aspek Perkembangan

Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Yogyakarta: UII Press.

Chatib Rasyid dan Syaifuddin. 2009. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik

pada Peradilan Agama. Yogyakarta:UII Perss.

Dossuwanda.Silogismedangeneralisasi.http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/20

/silogisme-dan-generalisasi-kajiantugas-makalah/ >[22 November 2009 pukul

10.22].

Hendri Tanjung. Konsep Manajemen Syari’ah dalam Pengupahan Karyawan

Perusahaan.http://zanikhan.multiply.com/journal/item/2931>[10 September

2009 pukul 11.10].

Hegazy, Walid S. Contemporary Islamic Finance: Dari sosioekonomi Idealisme ke

Legalisme Murni. Chicago Journal of International Law 7, Nomor 2.

Johnny Ibrahim. 2005. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia.

Manshur Ali Nashif. 2002. Mahkota Pokok-pokok Hadis Rasulullah SAW. Bandung :

Sinar Baru Algensindo.

Muhammad. 2008. Sistem dan Prosedur operasional bank syari’ah. Yogyakarta: UII

Perss.

_______________. 2009. Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syari’ah.

Yogyakarta : UII Perss.

Page 96: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

84

Muhammad Syafi'i Antonio. Bangun Bisnis yang Sehat dengan Manajemen Syari’ah.

http://www.mailarchive.com/ekonomisyari’[email protected]/msg00711.

html>[10 September 2009 pukul 10.59].

Mukti Arto.1996. Praktek Peradilan Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

PengadilanAgamaPurbalingga.http://papurbalingga.ptasemarang.net/images/Data/put

usan/put_1047.pdf. >[2 September 2009 pukul 10.12].

Purwahid Patrik.2001.Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT. Semarang:

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Soehartono. 2004. Gejala Transformasi Hukum Islam ke Dalam Hukum Nasional.

Jurnal Hukum Yustisia. Edisi 64, Nomor9.

Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Perss.

Subekti dan Tjitrosudibio.1996. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pradya

Paramita. Jakarta.

Sudikno Mertokusumo. 2003. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty.Jogyakarta.

_______________.2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty

SuhartoNomorhttp://www.badilag.net/menggagas-legalitas-hukum-ekonomi-syari’ah-

politik-hukum.html>[21 Januari 2010 pukul 13.12].

Timur Kuran. 1995. Islamic Economics and the Islamic Subeconomy. Jounal of

Economic Perspectives. Volume 9, Number 4.

Yahya Harahap. 2003. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta

: Sinar Grafika.

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 08/Dsn-Mui/Iv/2000 Tentang Pembiayaan

Musyarakah

Peraturan Bank Indonesia nomor : 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan

Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan

Prinsip Syari’ah.

Page 97: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM ......untuk memutus perkara gugatan akad pembiayaan Al-Musyarakah yang tertuang dalam putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg yang dikeluarkan

85

Peraturan Mahkamah Agung Nomor : 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum

Ekonomi Syari’ah.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-undang Nomor. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.