analisis tataniaga sawi.docx

Upload: rizka-shafira-triana

Post on 14-Oct-2015

366 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

ANALISIS TATANIAGA SAWI ( BRASSICA RAPA ) DI DESA JATIMULYO KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN(Laporan Turun Lapang Tataniaga Pertanian)

Oleh

Kelompok 2

Iqbal Lazuardi Pranoto 1214131050Julaily Eka Saputra 1214131052Maria Christina Pasaribu 1214131059M. Fajar Ali 1214131064Mutiara Indira Putri 1214131070Nadia Azzahra 1214131071Rizka Shafira Triana 1214131089

PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG2014

1

IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sawi (Brassica rapa) merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup terkenal dan digemari semua kalangan. Sawi dalam sistem perdagangannya menjadi semakin meluas karena adanya pelaku-pelaku tataniaga yang akan mendistribusikan produk sawi ke berbagai daerah yang membutuhkannya. Keterbatasan dalam hal sifat produk yaitu mudah rusak/busuk, maka sawi hanya bisa bertahan untuk didistribusikan di daerah yang tidak terlalu jauh. Namun apabila produk diberikan perlakuan khusus, maka sawi bisa bertahan sedikit lebih lama.

Dunia pemasaran sudah ada sejak manusia mengenal kebutuhan yang beranekaragam. Namun dalam perjalanannya, sistem tataniaga yang ada disekitar kita tercipta karena adanya perkembangan sistem tataniaga terdahulu. Dahulu manusia memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sistem barter atau pertukaran barang dan jasa yang memiliki kesamaan nilai guna (kebutuhan) yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki tujuan akan barang dan jasa tersebut. Seiring berjalannya waktu dan teknologi yang semakin maju, sistem tataniaga di Indonesia kususnya mengalami perubahan yang semakin modern terlebih pada produk pokok, yaitu produk pertanian.Ilmu terapan tataniaga produk pertanian termasuk dalam ruang lingkup agribisnis.Dalam arti luas agribisnis didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan usaha yang menghasilkan produk pertanian hingga dikonsumsi oleh konsumen.

Indonesia merupakan negara agraris, yaitu banyak dari penduduknya yang bekerja sebagai petani. Petani-petani tersebut membutuhkan orang lain untuk membeli, memasarkan ataupun menampung hasil usahanya. Oleh sebab itu, di Indonesia, sekitar 80% dari jumlah penduduk di Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis. Budaya masyarakat pedesaan untuk kerja keras, rajin, hidup hemat, dan daya empati yang tinggi merupakan potensi besar penggerak kemajuan agribisnis dan sistem tataniaga di pedesaan.

Dalam laporan ini akan dibahas sistem tataniaga produk pertanian yang berada di kecamatan Jati Agung, Lampung selatan. Pada daerah tersebut sebagian besar penduduk desanya bermata pencaharian sebagai petani sawah. Selain sebagai petani sawah, mereka juga menyisakan beberapa rante lahannya untuk ditanami sayuran.

Makalah ini mencoba memaparkan pengalaman pengkajian dalam upaya pengamatan rantai tataniaga oleh produsen sawi baik petani, pengepul, ataupun pedagang hingga mencapai konsumen (pembeli) pada daerah sekitar Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Sistem tataniaga inilah yang menjadi andalan para petani dusun tersebut, karena adanya pelaku tataniaga lainnya sangat membantu dalam memasarkan sawi yang sebagian besar di pasarkan pada pusat kegiatan belanja pada desa sekitar. Fluktuasi harga sawi yang bisa dikatakan sangat sensitif membuat petani desa tersebut mengeluh dan membutuhkan hasil dari penjualan sawi secepatnya sebagai penutup dari kurangnya biaya-biaya lain.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari pembahasan yang dilakukan adalah :1. Untuk mengetahui rantai tataniaga sawi yang ada pada Di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan2. Untuk mengetahui saluran distribusi dalam tataniaga sayur sawi Di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.3. Untuk mengetahui pembentukan harga sawi di pasar yang sumbernya dari petani Di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.4. Untuk mengetahui efisiensi tataniaga dalam saluran pemasaran sawi di Di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Sawi

Menurut Steenis (1975) tanaman sawi putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut:Kingdom : PlantaeDivisio : SpermatophytaSubdivisio : Angiospermae Kelas : DicotyledonaeOrdo : BrassicalesFamili : Brassicaceae Genus : BrassicaSpecies : Brassica juncea L.

Tanaman sawi umumnya akar tunggang awalnya ramping, tumbuh menjadi kentara, tetapi jika dipindah tanamkan, menjadi tidak terlihat dan menghasilkan sistem perakaran yang melebar luas dan percabangan yanga sangat halus, sebagian besar perkembangan akar terjadi pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang kadang-kadang mirip satu sama lain. Di Indonesia penyebutan sawi biasanya mengacu pada sawi hijau (Brassica rapa kelompok parachinensis, yang disebut juga sawi bakso, caisim, atau caisin). Selain itu, terdapat pula sawi putih (Brassica rapa) kelompok pekinensis, disebut juga petsai yang biasa dibuat sup atau diolah menjadi asinan. Jenis lain yang kadang-kadang disebut sebagai sawi hijau adalah sesawi sayur (untuk membedakannya dengan caisim). Kailan (Brassica oleracea) kelompok alboglabra adalah sejenis sayuran daun lain yang agak berbeda, karena daunnya lebih tebal dan lebih cocok menjadi bahan campuran mi goreng. Sawi sendok (pakcoy atau bok choy) merupakan jenis sayuran daun kerabat sawi yang mulai dikenal pula dalam dunia boga Indonesia (Yudharta, 2009).

Pada budidaya tanaman, khususnya sawi, baik pembibitan maupun penanaman dilahan media tanam merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan. Media Tumbuh di lahan atau tanah adalah tempat tumbuh tumbuhan di atas permukaan bumi. Di dalam tanah terdapat air, udara dan berbagai hara tumbuhan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air yang beada dalam tanah sangat pentig untuk proses kimia, biologi dan fisika tanah. Sebagain air tanah terdapat dalam bentuk lapisan tipis yang dinamakan air kapiler. Air kapiler membentuk larutan tanah yang berfungsi seba-gai sumber unsur hata tumbuhan. Udara dalam tanah beasal dari udara atmosfir yang mengandung sekitar 21% Okigen, 78% nitrogen, dan 1% CO2 beserta gas lainnya. Semua gas tersebar dalam poripori tanah atau terlarut dalam tanah. Akar dan organisme tanah memerlukan oksigen untuk proses pernafasan (respirasi). Oksigen dalam tanah digunakan oleh se-mua mahluk hidup dalam tanah, baik organisme maupun mikroor-ganisme, sehingga konsentrasi oksigen dalam tanah akan lebih rendah dibandingakan dengan oksigen di atas permukaan tanah (atmosfir). Di dalam tanah terdapat nitrogen, fosfor, belerang, kalium, kalsium dan magnesium dalam jumlah yang relative banyak (unsur hara makro) dan terdapat sedikit besi, mangan, boron, seng dan tembaga (unsur hara mikro). Beberapa tumbuhan membutuhkan beberapa unsur lain seperti natrium, molibdenum, klor, flour, iod, silikon, strontium. Hara esensial (penting) sebagian besar terdapat dalam tanah. Nitogen merupakan unsur hra yang sangt penting bagi tumbuhan. Nitrogen merupakan ba-han baku untuk penyusunan protein dan asam amino tumbuhan. Nitoden diserap oleh tumbuhan dalam bentuk nitrat dan amonium. Fosfor dibentuk pada tanah mineral dan berbagai senyawa organik. Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk ion fospat. Belerang ditemukan dalam tanah mineral. Belerang diserap oleh tumbuhan dalam bentuk sulfat. Kalium, kalsium dan magnesium merupakan logam. Pada saat ketiga logam tersebut di atas bereksi dengan air maka akan dibebaskan ion-ion kalium, kalsium dan magnesium (Nurwandani, 2008).

Media tumbuh tanaman merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman untuk mendapatakan hasil optimal. Media tumbuh yang baik diantaranya memilikinsifat fisik yang baik, gembur dan mempunyai kemampuan menahan air lama karena kondisi fisik tanah sangat penting untuk berlangsungnya kehidupan tanaman mulai dari bibit hingga dewasa (Fatimah dkk, 2008).

Sawi berbeda dengan petsai. Petsai adalah tanaman dataran tinggi sementara sawi bisa juga ditanam pada dataran rendah. Batang sawi ramping dan lebih hijau sedangkan petsai gemuk dan berkelompok dengan daun putih kehijauan. Ciri sawi yang khas ialah berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Sawi yang banyak ditanam di Indonesia sebenarnya dikenal juga dengan nama caisim (Prabawa, 2007).

Sawi (Brassica juncea) sudah lama di kenal di banyak Negara. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan Asia Tengah dan menyebar ke benua Eropa melalui Yunani. Bagaimana sawi masuk ke Indonesia tidak diketahui pasti, tetapi saat ini sawi sudah merupakan sayuran yang sangat di kenal di berbagai golongan masyarakat Indonesia (Widiastuti, 2005).

B. Tataniaga Secara Umum

Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan. Proses pemasaran di bidang pertanian lebih dikenal dengan istilah tataniaga pertanian. Tataniaga pertanian menjadi disiplin kajian tersendiri karena tataniaga pertanian lebih spesifik menangani pemasaran produk pertanian yang memiliki karakteristik yang sangat khas dan berbeda dengan produk non pertanian sehingga memerlukan penanganan yang khusus. Pemasaran dikembangkan sebagai pokok kajian keilmuan dengan menitikberatkan disiplin ilmu bisnis, sedangkan tataniaga pertanian dikembangkan dengan lebih menitikberatkan aspek kebijakan dan intervensi pemerintah.

Fenomena lapang menunjukkan bahwa pemasaran produk non pertanian memiliki sifat yang berdeda dengan produk pertanian. Komoditas non pertanian memiliki sifat distributif sedangkan komoditas pertanian bersifat konsentrasi-distributif. Pada Gambar 1 terlihat perbedaan pemasaran produk non pertanian dengan produk pertanian.

Gambar 1. Pemasaran Produk Non Pertanian (a) dan Produk Pertanian (b) (Sudiyono, 2004).

Berdasarkan Gambar 1 (a) diketahui bahwa pada pemasaran produk non pertanian lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat direncanakan secara cermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan barang. Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah besar, sehingga produsen dapat mendistribusikannya. Sifat distributif diindikasikan dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari produsen sampai ke konsumen.

Dari Gambar 1 (b) terlihat bahwa produk pertanian dihasilkan secara terpisah dan umumnya berupa bahan mentah yang masih memerlukan pengolahan lebih lanjut serta dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan lembaga pemasaran dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran diperlukan volume perdagangan yang cukup besar. Pemasaran produk pertanian dari proses konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani dan diakhiri dengan distribusi yaitu penjualan produk agar sampai kepada konsumen.

Menurut Kotler (dalam Soekartawi, 2003), ada lima faktor penyebab pentingnya pemasaran: 1. Jumlah produk yang dijual menurun. 2. Pertumbuhan penampilan perusahaan menurun. 3. Terjadi perubahan yang diinginkan konsumen. 4. Kompetisi yang semakin tajam. 5. Terlalu besarnya pengeluaran untuk penjualan.

Selain kelima faktor tersebut, penyebab pentingnya proses pemasaran khususnya produk pertanian dikarenakan sifat-sifat produk pertanian, yaitu musiman, harus segar (freshable), mudah rusak, jumlah banyak tapi nilainya sedikit (bulky) serta lokal dan spesifik (tidak dapat diproduksi di semua tempat). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan fluktuasi yang tajam pada produk pertanian. Saat harga berfluktuasi maka yang paling sering dirugikan adalah petani. Menurut Daniel (2004), penyebab pemasaran yang tidak baik diantaranya produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang dan hanya ada satu pembeli. Kondisi inilah yang menyebabkan efisiensi pertanian sangat rendah. Selain itu, tidak berjalannya fungsi pemasaran seperti pembelian, sorting, grading, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sesuai yang diharapkan, juga menjadi penyebab melemahnya efisiensi pemasaran (Soekartawi, 2002).

Tataniaga dikatakan efisien jika (Daniel, 2004): 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya. 2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran produk tersebut.

C. Saluran Tataniaga

Proses pemasaran produk pertanian membutuhkan pelaku-pelaku ekonomi, baik yang terlibat langsung, maupun tidak langsung. Menurut Sudiyono (2004), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa atau komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan usaha dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk mendapatkan produk tepat waktu, tepat tempat, tepat bentuk dan sesuai keinginan. Menurut Soekartawi (2002), peranan lembaga pemasaran sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik aliran barang yang dipasarkan. Oleh karena itu dikenal istilah saluran pemasaran atau marketing channel.

Menurut Kotler (1998), saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Fungsi saluran pemasaran sangat penting khususnya dalam melihat tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran (Soekartawi, 2002).

Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Lembaga pemasaran sangat beragam tergantung jenis produk yang dipasarkan. Beberapa contoh lembaga pemasaran adalah sebagai berikut: produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar, agen penjualan, pengecer, broker, eksportir serta importir. Pola-pola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari petani produsen ke konsumen akhir disebut sistem pemasaran (Sudiyono, 2004). Secara umum, pola saluran tataniaga pertanian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rantai Tataniaga Hasil Pertanian (Daniel, 2004).

Saluran pemasaran adalah rute yang di lalui oleh produk pertanian ketika produk bergerak dari farm gate yaitu petani produsen ke pemakai terakhir (konsumen). Produk pertanian yang berbeda akan mengikuti saluran pemasaran yang berbeda pula. Umunya saluran pemasaran terdiri atas sejumlah lembaga pemasaran dan pelaku pendukung. Mereka akansecara bersama-sama mengirimkan dan memindahkan hak kepemilikan atas produk dari tempat produksi hingga ke penjual terakhir (Musselman dan jakson, 1992).

C Glenn Waters dalam Bayuswastha (1982), mendefinisikan saluran pemasaran sebagai sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu. Fungsi utama dari saluran pemasaran ialah menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Terdapat berbagai macam saluran pemasaran:1. Produsen konsumen, bentuk saluran pemasaran ini merupakan yang paling pendek dan sedehana Karena tampa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual produk langsung ke konsumen. Saluran biasa disebut saluran distribusi pemasaran langsung.2. Produsen pengecer konsumen, dalam saluran ini produsen hanya melayani Penjualan dalam jumlah besar kepda pedagang pengecer. Pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.3. Produsen pedagang besar pedagang pengecer konsumen, saluran distribusi ini banyak di gunakan yang dinamakan saluran distribusi tradisional. Disini produsen hanya melayani Penjualan dalam jumlah besar kepda pedagang besar saja, tidak ke pedagang pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.4. Produsen agen pedagang pengecer konsumen, produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya di tujukan kepada pedagang pengecer besar.5. Produsen - agen - pedagang besar - pedagang pengecer konsumen, dalam saluran ini produsen menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya ke pedagang besar yang kemudian menjualnya ke tokoh kecil.

D. Margin tataniaga

Margin tataniaga (marketing margin) adalah perbedaan harga-harga pada berbagai tingkat sistem tataniaga. Atau dengan perkataan lain majin tataniaga adalah perbedaan harga diantara tingkat lembaga dalam sistem tataniaga atau perbedaan harga diantara jumlah yang dibayar konsumen dan jumlah yang diterima produsen atas produk agribisnis yang diperjualbelikan. Selain secara verbal, marjin tataniaga dapat dinyatakan secara matematis dan secara grafis. Ada tiga metode untuk menghitung marjin tataniaga yaitu:1. Dengan memilih dan mengikuti saluran tataniaga dari komoditas spesifik2. Membandingkan harga pada berbagai level tataniaga yang berbeda3. Mengumpulkan data penjualan dan pembelian kotor tiap jenispedagang. Nilai magin tataniaga dapat dipandang sebagai nilai agregat atau kumpulan nilai dari beberapa komponen. Secara umum nilai itu terbagi dalam dua kelompok yaitu :1. Pendekatan untuk faktor-faktor yang dipakai dalam pengolahan (processing) dan jasa-jasa tataniaga antara petani dan konsumen. Termasuk didalamnya seperti upah tenaga kerja, bunga model, sewa lahan dan gedung atau peralatan, keuntungan dari keusahaan dan keuntungan dari resiko modal. Bagian ini biasanya dikenal sebagai biaya tataniaga (marketing cost).2. Pendapatan untuk lembaga tataniaga dalam aktivitasnya menyalurkan komoditas seperti jasa-jasa pedagang pengecer, pedagang besar, kegiatan-kegiatan lembaga pengolahan atau pabrik, dan jasa bagi lembaga perantara lainnya. Bagian ini juga disebut sebagai jasa tataniaga (marketing charges) (Hasyim, Ali. 2012).E. Pembentukan Harga Dalam Tataniaga

Pada dasarnya pembentukan harga produk-produk pertanian secara teoritis tidak berbeda dengan pembentukan harga komoditas secara umum. Ada tiga subyek yang menetukan pembentukan harga terhadap produk-produk pertanian dalam kegiatan tataniaganya yaitu: (a) produsen. Berdasarkan biaya-biaya produksi yang dikeluarkannya, sehingga produk itu terwujud dan siap untuk dipasarkan, (b) konsumen. Berlandaskan pada kemapuan daya beli, kebutuhan, dan kesukaannya, (c) pemerintah. Dengan peraturan atau ketentuannya menentukan pengendalian harga pasar.

F. Struktur Pasar

Struktur pasar adalah karakteristik organisasi dari suatu pasar, yang untuk prakteknya, adalah karakteristik yang menentukan hubungan antara para pembeli dan para penjual satu dengan penjualyang lain, dan hubungan antara penjual di pasar dengan para penjual potensial yang akan masuk kedalam pasar. Unsur-unsurnya adalah tingkat konsentrasi, diferensiasi produk, dan rintangan masuk pasar (Stifel, 1975).Struktur Pasar terdiri dari :

1. Pasar Persaingan SempurnaPengertian pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di mana jumlah pembeli dan penjual sedemikian rupa banyaknya atau tidak terbatas.

Ciri-ciri pokok dari pasar persaingan sempurna adalah:a. Jumlah perusahaan dalam pasar sangat banyak.b. Produk/barang yang diperdagangkan serba sama (homogen).c. Konsumen memahami sepenuhnya keadaan pasar.d. Tidak ada hambatan untuk keluar/masuk bagi setiap penjual.e. Pemerintah tidak campur tangan dalam proses pembentukan harga.f. Penjual atau produsen hanya berperan sebagai price taker (pengambil harga).

2. Pasar Persaingan tidak Sempurna a. Pasar MonopoliPasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran di mana hanya ada satu penjual/produsen yang berhadapan dengan banyak pembeli atau konsumen.Ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:1) hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran;2) tidak ada barang substitusi/pengganti yang mirip (close substitute);3) produsen memiliki kekuatan menentukan harga; dan4) tidak ada pengusaha lain yang bisa memasuki pasar tersebut karena ada hambatan berupa keunggulan perusahaan.

b. Pasar OligopoliPasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dan penawaran, di mana terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai seluruh permintaan pasar.

Ciri-ciri dari pasar oligopoli adalah:1) Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar.2) Barang yang diperjual-belikan dapat homogen dan dapat pula berbeda corak (differentiated product), seperti air minuman aqua.3) Terdapat hambatan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar untuk masuk ke dalam pasar.4) Satu di antaranya para oligopolis merupakan price leader yaitu penjual yang memiliki/pangsa pasar yang terbesar. Penjual ini memiliki kekuatan yang besar untuk menetapkan harga dan para penjual lainnya harus mengikuti harga tersebut. Contoh dari produk oligopoli: semen, air mineral.

c. Pasar DuopoliDuopoli adalah suatu pasar di mana penawaran suatu jenis barang dikuasai oleh dua perusahaan.Contoh: Penawaran minyak pelumas dikuasai oleh Pertamina danCaltex.

d. MonopolistikPasar monopolistik adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di mana terdapat sejumlah besar penjual yang menawarkan barang yang sama. Pasar monopolistik merupakan pasar yang memiliki sifat monopoli pada spesifikasi barangnya. Sedangkan unsur persaingan pada banyak penjual yang menjual produk yang sejenis.Contoh: produk sabun yang memiliki keunggulan misalnya untuk kecantikan, kesehatan dan lain-lain.Ciri-ciri dari pasar monopolistik adalah:1) Terdapat banyak penjual/produsen yang berkecimpung di pasar.2) Barang yang diperjual-belikan merupakan differentiated product.3) Para penjual memiliki kekuatan monopoli atas barang produknya sendiri.4) Untuk memenangkan persaingan setiap penjual aktif melakukan promosi/iklan.5) Keluar masuk pasar barang/produk relatif lebih mudah.

e. Pasar MonopsoniBentuk pasar ini merupakan bentuk pasar yang dilihat dari segi permintaan atau pembelinya. Dalam hal ini pembeli memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Dalam pengertian ini, pasar monopsoni adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran di mana permintaannya atau pembeli hanya satu perusahaan.Contoh yang ada di Indonesia seperti PT. Kereta Api Indonesia yang merupakan satu-satunya pembeli alat-alat kereta api.

G.Dimensi Pasara. Dimensi Pasar Dalam BentukDalam pasar yang bersaing sempurna perbedaan bentuk-bentuk produk, dicerminkan oleh perbedaan harganya, yaitu harga dari mulai produk asal, produk antara, dan produk akhir yang semuanya berhubungan dengan ongkos pengplahan. Dengan perkataan lain ongkos pengolahan dalam dimensi passar yang berkaitan dengan bentuk memainkan peranan yang sama dengan ongkos pemindahan dalam dimensi pasar yang berkaitan dengan ruang.

b. Dimensi Pasar Dalam RuangBiaya pemindahan barang dan karenanya berpengaruh terhadap spesialisasi kerja dan perdagangan. Produksi dan konsumsi terjadi pada daerah yang berbeda, maka biaya pemindahan suatu produk, bahan mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi merupakan suatu penghubung atau pengikat yang penting dalam kegiatan tataniaga suatu produk.

c. Dimensi Pasar DalamWaktuAsumsi-asumsi yang menggunakajn konsep suatu pasar bersaing sempurna dalam dimensi waktu:(1) Ongkos penyimpanan adalah terdiri dari ongkos tetap gudang ditambah ongkos variabel setiap bulan. Ongkos penyimpanan ini konstan setiap bulan.(2) Dengan asumsi bentuk pasar bersaing sempurna, harga setiap bulan adalah P1, P2,..,..,P12. Untk P1 adalah harga pasar pada bulan pertama (waktu panen) dan pada bulan ini jumlah yang dijual tidak dimasukkan dalam gudang penyimpanan. Harga P2 lebih besar daripada P1 sebanyak ongkos penyimpanan. Jadi P3, P4,..,.., P12 bertambah sebanyak ongkos penyimpanan.(3) Jumlah permintaan sama setiap bulan, sedangkan jumlah penawaran terbagi rata dan sama dengan permintaan setiap bulan. Jadi harga setiap bulan ditentukan oleh penawaran setiap panen, permintaan, dan ongkos penyimpanan. Jika harus dikirim ke pasar dengan proses pengolahan yang lebih baik, maka harganya juga ditentukan oleh ongkos transfer dan ongkos pengolahan.

H. Efisiensi Dalam Sistem Tataniaga

Menurut Mubyarto (1985), kondisi efisiensi tataniaga dapat tercapai bila ada pembagian yang adil bagi semua lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga tersebut.

Menurut Soekartawi (1989) bahwa, dilihat dari sudut pandag teori tataniaga, efisiensi tataniaga akan terjadi bila: (1) baiya tataniaga bisa ditekan sehingga ada keuntungan, (2) tataniaga dapat lebih tinggi, (3) presentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, dan (4) tersedianya fasilitas fisik tataniaga.

Konsep efisiensi tataniaga sangat luas dan dinamis, sehingga samapai saat inivbelum ada definisi yang memuaskan yang dapat mencakup semua implikasi teoritis dan operasiional. Dua konsep efisiensi tataniaga yaitu: konsep input-output rasio, dan konsep analisis struktur, perilaku, dan kera-gaan pasar.

IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional merupakan suatu prosedur yang digunakan dalam suatu penelitian untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Tataniaga pertanian memiliki dua peranan yang saling berhubungan,yaitu menyediakan bahan pangan dan bahan baku industri lainnya. Hal inilah yang kemudian mendorong terjadinya suatu sistem tataniaga komoditi pertanian dari produsen ke konsumen akhir.Saluran pemasaran sawi yang ada di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan berjumlah tiga saluran.Saluran pemasaran melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi petani, pedagang pengumpul, dan konsumen. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang sama seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan, dan fungsi fasilitas berupa pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar.

Tataniaga komoditi sawi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus penyaluran komoditi sawi dari produsen (petani sawi) di Kecamatan Jati Agung ke pedagang pengumpul, lalu ke pedagang besar ataupun langsung ke pengecer yang berada di Pasar Jatimulyo, Pasar Way Kandis dan Pasar Tugu hingga ke tangan konsumen akhir. Komoditi sawii yang dipasarkan dalam sistem tataniaga ini berjenis sawi hijau. Saluran pemasaran sawi menjadi satu kesatuan urutan berupa lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam memperlancar aliran sawi dari produsen hingga ke konsumen akhir.1) Responden adalah lembaga tataniaga yang hendak digali informasinya dalam upaya pengambilan datauntuk menjadi acuan atau patokan guna mengetahui lembaga tataniaga lain yang terlibat dalam pemasaran sawi (rantai pemasaran).2) Pedagang pengumpul adalah lembaga tataniaga yang berperan membeli sawi dari produsen (petani) dalam volume besar untuk kemudian dipasarkan ke pelaku tataniaga lainnya (pedagang besar maupun pedagang pengecer).3) Pedagang besar adalah lembaga tataniaga yang membeli hasil pertanian dari pedagang pengumpul dengan tujuan untuk dipasarkan ke pedagang pengecer maupun ke konsumen akhir, tergantung sistem pemasaran yang diterapkan oleh lembaga bersangkutan.4) Pedagang pengecer adalah lembaga tataniaga yang membeli hasil pertanian dari pedagang besar maupun pedagang pengumpul (tergantung sistem yang diterapkan), yang umumnya dipasarkan ke konsumen akhir. Biasanya pedagang pengecer membali dalam volume barang yang sedikit.5) Konsumen akhir adalah lembaga tataniaga yang berada pada akhir dari rantai tataniaga.6) Volume pembelian adalah satuan yang menunjukkan banyaknya hasil pertanian yang dibeli oleh masing-masing lembaga tataniaga, biasanya untuk komoditas sawi diukur dalam satuan kilogram (kg).7) Volume penjualan adalah satuan yang menunjukkan banyaknya hasil pertanian yang dijual oleh masing-masing lembagatataniaga, biasanya untuk komoditas sawi diukur dalam satuan ikat ataupun kilogram (kg).8) Harga ditingkat produsen adalah nilai atau harga yang diterima oleh produsen (petani)terhadap hasil pertanian yang dijual ke pedagang pengumpul, biasanya untuk komoditi sawi diukur dalam satuan rupiah per satuan volume pembelian.9) Harga ditingkat konsumen adalah nilai atau harga yang harus dibayarkan oleh konsumen akhir terhadap hasil pertanian yang dibelinya,biasanya untuk komoditi sawi diukur dalam satuan rupiah per satuan volume pembelian.10) Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga karena adanya rentang jarak untuk menyalurkan hasil pertanian ke lembaga tataniaga lainnya. Biaya ini berkaitan dengan hal pengangkutan hasil pertanian, umumnya diukur dalam satuan rupiah.11) Marjin pemasaran adalah selisih harga jual dan harga beli pada setiap tingkatan pemasaran. Marjin pemasaran dinyatakan dalam satuan rupiah/kg.12) Keuntungan adalah nilai yang menunjukkan adanya nilai lebih dari selisih antara nilai marjin pemasaran dengan total biaya yang dikeluarkan, dinyatakan dalam satuan rupiah.13) Rasio profit marjin(RPM) adalah perbandingan antara besarnya keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga.14) Share adalah persentase harga jual pada masing-masing tingkat pemasaran, diukur dalam persen.B. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Pemasaran komoditi sawi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus penyaluran komoditi sawii dari produsen (pedagang pengumpul sawi) ke konsumen.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan dengan menggunakan kuisioner. Pemilihan lokasi dan produsen serta pedagang pengumpul dan juga konsumen dilakukan secara sengaja (purposive).Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung kepada petani, pedagang pengumpul, dan konsumen.Responden petani berjumlah 7 orang, pedagang pengumpul 7 orang, dan konsumen 7 orang.Sedangkan data sekundernya diperoleh dari buku dan internet.

Responden dari penelitian ini dianggap homogen, sehingga pengambilan sampel dilakukan mengikuti prosedur simplerandom sampling, yaitu pengambilan sampel acak sederhana dari populasi, tanpa diklarifikasikan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1998). Sifat petani yang homogen dalam hal : (1) semua petani penghasilkan produk yang sama; (2) semua petani bermaksud menjual sawi (3) semua petani ingin mengembangkan teknik budidaya yang sama; (4) semua petani membutuhkan biaya produksi; (5) semua petani menginginkan kemudahan-kemudahan dalam memasarkan produknya. Responden yang diteliti sebanyak 21 orang yang terdiri dari 7 orang petani, 7 orang pedagang (baik pedagang besar/pengumpul maupun pengecer) dan 7 orang konsumen akhir.

C. Lokasi Penelitian, Responden, Waktu

Penelitian mengenai tataniaga komoditi sawi (Brassica rapa)dilakukan di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah penghasil komoditi sawi (Brassica rapa). Di daerah tersebut juga salah satu sentra pembudidayaan tanaman hortikultura yang nantinya akan diperdagangkan melalui pelaku-pelaku tataniaga, namun dalam penelitian yang kami lakukan kamihanya memilih satu komoditas saja yaitu sawi (Brassica rapa).Responden yang didatangi dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 berdasarkan tingkat kekuasaan dalam rantai tataniaga, yaitu :a. Petani (Produsen sawi)Petani sebagai penghasil/pembudidaya tanaman sawi tentu saja mempunyai peranan penting dalam rantai tataniaga. Petani merupakan pihak yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanaman sawi.b. Tengkulak/Pengepul/Pedagang/PengecerPeranan lembaga tataniaga kedua ini sangat penting dalam memperlancar arus penyampaian sawi dari produsen ke konsumen.

c. KonsumenKonsumen adalah pemakai akhir produk yang dijual oleh pedagang. Konsumen merupakan penentu keberhasilan pedagang dan petani karena produk yang dihasilkan petani atau dijual pedagang akan menguntungkan hanya jika produk tersebut dibeli oleh konsumen.

Penelitian dan kegiatan wawancara dilakukan tanggal 11 mei 2014. Wawancara ini dilakukan dengan cara me recall tentang produksi usahatani petani pada musim tanam sebelumnya. Untuk pedagang dan konsumen wawancara didasari dari pengalaman responden.

IV.ISI DAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Jati Agung semula merupakan bagian dari wilayah KecamatanTanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Jati Agung terletakpaling Utara Kabupaten Lampung Selatan dan terbentuk bedasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Surat Menteri Dalam Negeri Nomor :188.138/173/POUD tanggal 17 Juni 1999 perihal petunjuk pelaksanaanPeraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1999 dan Surat Keputusan Gubernur KDH Tk I Lampung tanggal 13 Agustus 1999 No. 81 Tahun 1999. Meresmikan/mendefenitifkan Kecamatan Jati Agung dengan Ibu Kota Marga Agung yang meliputi 21 Desa. Batas geografis Kecamatan Jati Agung dengan wilayah lain adalah:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Kabupeten Lampung Selatan dan Kotamadya Bandar Lampung 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur

Jalan menuju desa Jatimulyo kondisinya sangat memprihatinkan. Jalan tersebut kondisinya rusak dan membahayakan pengendara bermotor. Selain itu pengendara juga harus menghadapi banyaknya debu dan batu yang ada dijalan menuju Jatimulyo. Sarana transportasi yang buruk juga dapat mempengaruhi biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga. Sarana lainnya seperti sarana pendidikan, kesehatan dan tempat ibadah tersedia di desa Jatimulyo namun jumlahnya terbatas.

Penduduk di Desa Jatimulyo di dominasi oleh penduduk yang berprofesi sebagai petani. Hal tersebut dilakukan karena sejak awal keluarga para petani memang berprofesi sebagai petani. Oleh karena itu, lahan yang dimiliki petani yang paling banyak adalah milik sendiri. Namun, luas lahan yang dimiliki petani masih terbatas, yaitu hanya sekitar 0.08-0.5 hektar saja. Petani di Desa jatimulyo hanya bisa menanam padi pada satu musim tanam saj. Namu, untuk tanaman sayur-sayuran, petani dapat menanam sepanjang tahun atau 12 kali musim tanam.

B. Gambaran Umum Responden

Responden yang diwawancarai merupakan pelaku yang bekerja atau berusaha di bidang tataniaga sawi. Sebaran umur dari responden adalah sebagai berikut :Tabel 1. Distribusi umur respondenUmurpetaniPedagang pengumpulKonsumen

55--

Responden dibagi ke dalam 3 tingkat kekuasaan dalam rantai tataniaga yaitu :

1. Produsen atau petani.Petani yang diwawancarai adalah petani yang tinggal di Desa Jatimulyo dan mengusahakan sawi di lahannya. Jumlah responden dari sisi produsen adalah berjumlah 7 orang. Petani yang diwawancarai memiliki luas lahan yang berbeda-beda. Rata-rata luas lahan yang diusahakan untuk menanam sawi adalah seluas 0,18 h dengan kepemilikan lahan dominan adalah milik sendiri. Petani memiliki sebaran umur yang beragam mulai dari 26 tahun sampai 48 tahun pendidikan terakhir masyarakat petani sawi juga beragam. Berikut sebaran umur petani.

Modal yang dimiliki oleh petani semuanya adalah modal yang berasal dari petani itu sendiri. Modal tersebut dimiliki untuk membeli alat-alat pertanian dan sarana produksi lainnya seperti untuk membeli pupuk, benih, obat-obatan dan membayar tenaga kerja. Biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli input usahataninya berbeda-beda, yaitu sesuai dengan luas lahannya dan sesuai dengan jenis/merek input yang digunakan. Karena itu, hasil/produk dan pendapatannya tiap petani juga berbeda. Tabel hasil penelitian dilampirkan.

2. Pedagang (pedagang besar/pengecer/tengkulak)Pedagang adalah pihak yang sangat penting dalam tataniaga. Pedagang sangat penting karena berperan dalam memperlancar arus penyampaian sawi dari produsen ke konsumen. Pedagang juga dapat dibagi menjadi beberapa pihak yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar dan pengecer. Pedagang yang ditemui di lapangan tidaklah sama. Berdasarkan wawancara dengan responden dapat diketahui kebanyakan dari responden tersebut adalah pedagang besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pembelian dan tujuan penjualannya.

Kebanyakan pedagang akan menjual sawi ke pedagang lainnya. Namun, adapula pedagang yang menjual sawi langsung kepada konsumen di pasar. Pedagang tidak selalu berasal dari daerah Jatimulyo atau daerah asal sawi. Beberapa pedagang berasal dari daerah lainnya yang memeng ingin berusaha di bidang agribisnis. Rata-rata harga sawi yang dibeli pedagang dari produsen adalah sekitar Rp 500,- dengan jumlah sawi yang beragam. Sawi yang dijual petani biasanya satuannya adalah ikat, namun dikonversikan ke satuan kilogram, yaitu 5 ikat tiap kilogramnya. Para pedagang menentukan harga jualnya dengan cara membuat selisih harga dari harga pembeliannya. Keuntungan yang diperoleh bergantung pada kuantitas pembelian sawinya dan harga yang ditetapkannya. Tabel hasil penelitian dilampirkan.

3. Konsumen AkhirKonsumen merupakan penentu keberhasilan proses tataniaga yang telah berlangsung sebelumnya. Hal ini karena konsumen adalah penentu terjualnya produk yang ditawarkan dalam sistem tataniaga. Konsumen akhir dapat memperoleh sawi dari beberapa sumber/tempat. Konsumen dapat membeli sawi di pasar, warung ataupun tukang sayur keliling. Harga di tiap tempat tentunya berbeda, yaitu bergantung pada jarak antara konsumen dan lokasi produsen. Harga juga bergantung pada penjual produk yaitu seberapa besar usaha yang dikeluarkan oleh pengecer untuk mendistribusikan sawi tersebut.

Konsumen akhir berasal dari kalangan yang beragam karena sayur sawi memang sayuran yang disukai semua kalangan. Namun, pembelian konsumen terhadap sayur sawi tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan konsumen memiliki banyak pilihan jenis sayur yang ingin dikonsumsi seperti sayur bayam, sawi putih, kangkung, brokoli wortel dan masih banyak lagi. Konsumen umumnya suka menu yang beragam agar tidak bosan dengan makanan tertentu. Tabel hasil penelitian dilampirkan.

C. Pembahasan

1. Rantai Tataniaga Tataniaga yang terjadi diantara pelaku-pelaku dalam sistem tataniaga terjadi karena adanya kebutuhan dari para konsumen. Konsumen yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya terhadap sawi tersebut memerlukan bantuan pedagang agar produk yang diinginkannya (dalam hal ini sawi) mudah dijangkau. Dalam sistem tataniaga, pembeli berada pada posisi tawar yang rendah. Hal ini dapat diketahui dari harga sawi ditentukan oleh pedagang sebagai pembeli dari produsen/petani.

2. Saluran TataniagaSaluran atau jalur distribusi produk sawi yang dipakai oleh petani sawi berbeda-beda satu-sama lain. Pengalihan produk bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pasar yang berada di sekitar Jati Mulyo seperti pasar Way Kandis, Pasar Tugu dan pasar Untung adalah tujuan dari distribusi sawi. Perantara yang terlibat dalam pendistribusikan sawi tidak selalu sama. Semakin baik saluran yang dipilih maka semakin efektif dan juga efisien pendistribusian sawinya.

Struktur pasar memiliki pengertian penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan, banyak perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri dan peranan iklan dalam kegiatan industri.

Dalam melakukan transaksi dengan petani, pedagang pengumpul akan mendatangi petani secara langsung. Harga yang terbentuk merupakan harga kesepakatan kedua belah pihak. Umumnya, harga sawi yang ditentukakan mengikuti harga yang sedang berlaku dipasaran. Keterikatan antara petani dengan pedagang pengumpul terjadi atas dasar kepercayaan. Oleh karena itu, setiap pengumpul akan memiliki petani langganan

Saluran distribusi pada sayur sawi sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan para konsumen di berbagai tempat. Tanpa adanya saluran distribusi maka konsumen akan sulit menemukan sawi dan produsen akan sulit untuk memasarkan produknya. Proses distribusi pada umumnya digunakan untuk mencipatakan kegunaan bentuk waktu dan tempat. Namun, karena sawi merupakan produk yang mudah rusak, tidak tahan lama dan dibutuhkan dalam kondisi fresh maka manfaat yang diciptakan yang paling dominan adalah kegunaan tempat.

Lembaga tataniaga yang ditemukan di lokasi penelitian adalah tengkulak, pedagang besar, dan pengecer. Dari wawancara yang telah dilakukan, produsen biasanya lebih memilih menjual sawi hasil usahataninya ke tengkulak untuk mengurangi biaya transportasi atau pengangkutan. Selain itu, tengkulak juga menurunkan ketidak pastian terjualnya hasil usahataninya. Pelaku tataniaga dapat menjual produknya secara langsung maupun tidak langsung ke konsumen.

Saluran distribusi sawi ada banyak bentuknya. Banyak cara yang bisa ditempuh untuk menyalurkan barang-barang kepada konsumen. Kebanyakan petani menjual produknya melalui perantara. Sawi merupakan barang konsumsi. Saluran distribusi barang konsumsi ada 3, yaitu produsen-konsumen, produsen-pengecer-konsumen, produsen pedagang besar pedagang pengecer konsumen, produsen agen pedagang pengecer konsumen, dan Produsen - agen - pedagang besar - pedagang pengecer konsumen.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, bapak Agus, Natono dan Nasrul bertindak sebagai pedagang besar. Hal ini dikarenakan mereka menjual sawi ke pengecer di daerahnya. Sedangkan pedagang lainnya bertindak sebagai pengecer karena langsung menjual sawinya ke konsumen akhir. 3. Margin TataniagaPerbedaan harga sawi di tiap tingkat tataniaga terjadi karena setiap pelaku tataniaga menciptakan harga untuk mendapatkan keuntungan. Para pedagang menetapkan harga dengan membuat selisih antara harga beli dan harga jual. Selisih tersebut harus bisa menutupi pengeluaran pedagang dalam pemasaran dan harus bisa memerikan pendapatan yang cukup untuknya. Harga sawi yang berada di tingkat produsen dan konsumen sangat berbeda. Harga sawi yang ada ditingkat produsen adalah sekitar Rp 500, dan di tingkat konsumen adalah sekitar Rp 2.000,-.

4. Pembentukan Harga dalam TataniagaDalam pembentukan harga, ada 3 subjek yang menjadi penentu yaitu produsen, konsumen dan pemerintah. Dalam tataniaga sawi, harga terbentuk bergantung pada seberapa banyak permintaan dari konsumen dan seberapa banyak sawi yang tersedia di pasar. Apabila sawi yang tersedia hanya sedikit, maka harga akan naik, dan begitu pula sebaliknya. Kemapuan pemerintah dalam menetapkan harga dasar dan harga atap terkadang tidak terlaksana dengan baik di desa Jatimulyo. Hal ini diketahui karenapetani masih sering menerima kerugian dalam usahataninya. Berdasarkan pengakuan petani sawi, harga terendah yang pernah mereka terima adalah Rp 150,- per ikatnya.

5. Stuktur PasarStruktur pasar pada tataniaga sawi adalah pasar oligopsoni. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya petani yang menanam sawi sehingga jumlah petani lebih banyak daripada tengkulaknya. Karena bentuk pasarnya oligopsoni, maka yang menentukan harga adalah pembeli. Pihak yang dapat bertindak sebagai pembeli dalam rantai tataniaga sawi adalah pedagang dan konsumen akhir. Pedagang membeli sawi dari petani dan konsumen membeli sawi dari pedagang.

6. Dimensi Pasar dalam Bentuk, Ruang dan WaktuTataniaga diharapkan dapat meningkatkan nilai kegunaan bentuk, ruang dan waktu. Dari sifat produk sawi yaitu barang yang mudah rusak, tidak tahan lama dan dibutuhkan dalam bentuk segar maka dapat diketahui bahwa sawi hanya dapat ditingkatkan dalam kegunaan ruang saja. Maksud dari meningkatkan nilai kegunaan ruang adalah meningkatkan kegunaan sawi dengan cara memindahkan sawi dari tempat produsen ke tempat konsumen yang membutuhkan. Rata-rata jumlah sawi yang dijual oleh responden adalah 75 kg sawi. Jumlah sawi yang dijual pedagang bergantung pada permintaan di daerahnya masing-masing.

7. Efisiensi TataniagaEfisiensi tataniaga dapat tercapai apabila ada pembagian yang adil bagi semua lembaga yang terlibat dalam tataniaga sawi. Efisiensi tataniag belum tercapai dalam tataniaga sawi. Hal ini dapat diketahui dari keadaan petani yang masih sering menderita kerugian karena fluktuasi harga. Pedagang terkadang menentukan harga tanpa melihat usaha yang telah dikeluarkan petani dalam usaha taninya. Dari tabel hasil penelitian, rata-rata pendapatan bersih petani jauh lebih rendah daripada pendapatan bersih pedagang. Padahal dalam usahanya, petani jauh lebih banyak mengeluarkan tenaga dan pikiran dalam mengusahakan usahatani sawinya.

VKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan turun lapang yang telah kami lakukan terhadap beberapa petani dan pedagang sawi di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan dapat kami simpulkan bahwa:

1. Lembaga pemasaran dari komoditas sawi di Desa JatimulyoKecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan adalah petani, pedagang besar, pengecer dan konsumen.2. Saluran distribusi dalam tataniaga sayur sawi Di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan diantaranya produsen konsumen, produsen pengecer konsumen; produsen pedagang besar pedagang pengecer konsumen; produsen agen pedagang pengecer konsumen; produsen - agen - pedagang besar - pedagang pengecer konsumen.3. Pembentukan harga sawi di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan ditentukan dengan metode harga jual di atas harga pokok.4. Tataniaga dalam saluran pemasaran sawi di Di Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan masih belum efisien karena keuntungan yang diperoleh petani jauh lebih sedikit daripada keuntungan pedagang.

B. Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan kepada beberapa pihak yaitu sebagai berikut :

Terhadap petani:1. Sebaiknya hasil produksi sawi petani produsen di sortir terlebih dahulu agar produksinya bisa langsung di pasarkan ke pengecer sehingga dapat memperkecil margin tataniaga.2. Petani harus mau menerima dan menerapkan teknologi, informasi dan inovasi yang dirasa baik untuk mengembangkan usahataninya.Terhadap lembaga pemasaran lainnya:1. Untuk pedagang besar (tengkulak) sebaiknya lebih peduli terhadap petani dengan tidak membeli hasil produksi sawi dengan harga di bawah standar yang dapat merugikan petani.2. Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan petani-petani di Kecamatan Jati Agung ini, karena wilayah ini memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan produksi sawi.

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Fatimah, Siti, Dkk. 2008. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata, Nees). Embriyo 5 (2)

Hasyim, Ali Ibrahim. 2012. Tataniaga Pertanian. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Kotler, Philip dan Garry Amstrong, 1997. Principles Of Management, Diterjemahkan OlehAlexanderSindoroDalamBukuDasar-DasarPernasaran,Jilid1. PT Phehallindo. Jakarta.

Limbong, W. H ; dan Pangabean Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurwandani, Paristiyanti. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman Dan Produksi Benih. Jakarta : Depdiknas.

Prabawa, W. 2007. Pertanian Tips Menanam Sayur. Karya Mandiri Pratama, Jakarta.

Rubatzky, VE., dan Yamaguchi, M. 1997. Sayuran dunia 2. Penerbit ITB Bandung.

Steenis. 1975. Flora. Pradyparamitha, Yogyakarta.

Soekartawi. 2002. Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sudiyono. 2004. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Widiastuti, S. 2007. Bertanam Tanpa Tanah. Musi Perkasa Utama, Jakarta.

Wikipedia.org/wiki/Commons:Category:Law_related_Pdf. 2010. Sawi. Diakses pada tanggal 17 Maret 2014.

Yudharta, 2010. Tanaman Sawi http://Tanaman Sawi Community Aji Chrw-95%.htm. Diakses pada tanggal 12 Mei 2014.

LAMPIRAN