analisis struktural dan gaya bahasa dalam cerita …

157
i ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA RAKYAR BEBANTEN KATRESNAN KARYA SRI ADI HARJONO SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh Afriyanto NIM 112160565 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2015

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

i

ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA RAKYAR BEBANTEN KATRESNAN

KARYA SRI ADI HARJONO

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Afriyanto

NIM 112160565

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2015

Page 2: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 3: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 4: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 5: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

ن إ ع م ر س ع اال ر یسArtinya: “sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”(QS. AL

Insyirah: 6).

PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku (Bapak Hadi Sutarto dan Ibu

Toifah) yang selalu memberikan kasih sayang,

perhatian, dukungan dan doa.

2. Kedua saudaraku tersayang (Fredi Ardiansyah dan

Fefi Isangatun Hasanah) yang selalu menghiasi

setiap hari-hariku.

3. Semua teman-temanku di kelas A Pendidikan

Bahasa dan Sastra Jawa yang selalu memberikan

dukungan dan membuatku mengerti arti sebuah

persahabatan.

Page 6: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

vi

PRAKATA

Alhamdulilah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah

Swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Struktural Dan

Gaya Bahasa Dalam Cerita Rakyar Bebanten Katresnan Karya Sri Adi Harjono”.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa pada Universitas Muhammadiyah

Purworejo.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas

dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih dengan tulus ikhlas kepada:

1. Drs. H. Supriyono, M.Pd. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Purworejo.

2. Drs. H. Hartono, M.M. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah

memberikan ijin penelitian.

3. Yuli Widiyono, M. Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Jawa yang telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Rochimansyah, M.Pd. selaku pembimbing I yang telah membimbing,

mengarahkan, memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah,

serta mengoreksi skripsi ini dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

5. Aris Ariyanto, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah membimbing,

mengarahkan, memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah,

serta mengoreksi skripsi ini dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

vii

6. Teman-temanku program studi pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa yang

terus memberikan motivasi.

7. Semua pihak yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis

dalam menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Jawa yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat

balasan setimpal dari Allah Swt. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis dan bagi pihak yang membutuhkannya.

Purworejo, Agustus 2015

Penulis

Afriyanto

Page 8: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

viii

ABSTRAK

Afriyanto. 112160565. “Analisis Struktural dan Gaya Bahasa dal Cerita Rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur dan gaya bahasa dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

Jenis Panelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Subyek penelitian ini adalah cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono dan objek penlitian ini adalah struktur dan gaya bahasa. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik simak, catat, dan pustaka. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku acuan tekhnik penelitian dan teori sastra. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis konten atau isi.

Hasil penelitian dan pembahasan data menunjukkan cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono menggunakan tema percintaan, memakai alur maju dan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Gaya bahasa yang terdapat dalam cerita cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono ini adalah 1) Gaya bahasa simile dalam Bebanten Katresnan berjumlah 25, 2) Gaya bahasa metafora dalam rakyat Bebanten Katresnan berjumlah 9, 3) Gaya bahasa personifikasi dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan berjumlah 6, 4) Terdapat 1 gaya bahasa sinekdoke dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan , 5) Terdapat 4 gaya bahasa metonimia dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan, 6) terdapat 2 gaya bahasa sinestasia dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan, 7) terdapat 5 gaya bahasa alegori dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan, 8) terdapat 6 gaya bahasa hiperbola dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan, dan 9) Terdapat 3 gaya bahasa litotes dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan. Simpulan dari panelitian ini adalah cerita Rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono bertemakan percintaan dan memiliki banyak gaya bahasa.

Kata kunci: Struktur, Gaya Bahasa, Cerita Rakyat Bebanten Katresnan

Page 9: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .............................................................................. i PENGESAHAN ...................................................................................... ii PERSETUJUAN ..................................................................................... iii PERNYATAAN ..................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................... v PRAKATA ............................................................................................. vi ABSTRAK .............................................................................................. viii DAFTAR ISI .......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 3 C. Batasan Masalah................................................................................ 4 D. Rumusan Masalah ............................................................................. 4 E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 F. Manfaat Penelitian............................................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 7 B. Kajian Teori ...................................................................................... 8

1. Pengertian Cerita Rakyat ............................................................. 8 2. Analisis Struktural ....................................................................... 9 3. Pengertian Gaya Bahasa .............................................................. 13 4. Jenis-Jenis Gaya Bahasa .............................................................. 14

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................................. 22 B. Subjek dan Objek Penelitian .............................................................. 23 C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 23 D. Instrumen Penelitian .......................................................................... 25 E. Teknik Analisis Data ......................................................................... 26 F. Teknik Penyajian Hasil Analisis ........................................................ 27 BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA A. Penyajian Data .................................................................................. 28

1. Struktural Cerita Rakyat .............................................................. 30 2. Gaya Bahasa ................................................................................ 39

B. Pembahasan Data .............................................................................. 52 1. Analisis Struktural ....................................................................... 52 2. Analisi Gaya Bahasa .................................................................... 70

BAB V PENUTUP A. Simpulan ........................................................................................... 111 B. Saran ................................................................................................. 113 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 114 LAMPIRAN

Page 10: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

x

DAFTAR LAMPIRAN

Sinopsis……………………………………………………………………117 Cerita Rakyat………………………………………………………………120 Kartu Bimbingan Skripsi…………………………………………………..140 Surat Keputusan Pembimbing……………………………………………..143 Surat Keputusan Penguji…………………………………………………..144

Page 11: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Indonesia memiliki berbagai jenis karya sastra, di Jawa saja sudah

sangat kaya akan peninggalan sastra seperti cerita pewayangan, tembang

macapat, geguritan, cerita rakyat dan sebagainya. Cerita asal-usul atau

dongeng merupakan cerita rakyat tertua. Cerita asal-usul ini dapat berupa

cerita-cerita penciptaan bumi, matahari, bulan, manusia, tumbuh-tumbuhan,

dan asal mula nama tempat. Cerita rakyat pada mulanya adalah sebuah karya

sastra lisan, yaitu terlahir bukan dari tulisan melainkan dari mulut ke mulut

oleh masyarakat yang mempercayai adanya mitos suatu tempat atau peristiwa

yang tidak bisa diterima nalar manusia sehingga mereka membuat sendiri asal-

usul hal tersebut. Cerita binatang merupakan cerita yang sangat popular

dikalangan masyarakat. Cerita binatang mengambil binatang sebagai pelaku

ceritanya. Misalnya, hikayat Sang kancil dan Hikayat Pelanduk Jenaka

Jenis-jenis cerita rakyat ialah Cerita jenaka, mite, fabel, legenda dan

istanasentris. Cerita jenaka adalah cerita pendek yang berisi kebodohan atau

kecerdikan seseorang yang menimbulkan senyum atau tertawa bagi pembaca.

Mite adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan atau animisme,

cerita ini biasanya berisi tentang dewa-dewi, seperti kisah Jaka Tarub. Fabel

adalah cerita yang tokoh-tokohnya binatang yang menceritakan binatang-

binatang itu hidup dan bermasyarakat seperti manusia, misalnya Banteng dan

Buaya. Legenda adalah cerita yang berhubungan dengan keajaiban alam,

Page 12: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

2

misalnya Telaga Warna. Istana sentris adalah cerita yang menceritakan para

raja-raja terdahulu, atau cerita yang mengambil setting di sebuah kerajaan.

Cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono adalah cerita

menggunakan bahasa Jawa. Cerita rakyat Bebanten Katresnan masuk dalam

Jenis cerita rakyat istana sentris karena menggunakan setting cerita pada

sebuah kerajaan. Secara garis besar cerita rakyat Bebanten Katresnan adalah

cerita yang mengkisahkan tentang seorang putri raja yang mencintai seorang

prajurit biasa. Jadi dapat dipastikan cerita rakyat Bebanten Ketresnan

memiliki cerita yang menarik untuk dibaca.

Untuk memahami cerita, diperlukan analisis secara struktural. Analisis

struktural untuk membongkar dan memanfaatkan secara mendalam terhadap

keterkaitan dan keterjalinan semua aspek karya sastra yang bersama-sama

menghasilkan makna menyeluruh. Oleh karena itu, bagi setiap peneliti sastra

yang ingin meneliti karya sastra dari segi manapun, analisis struktural karya

satra merupakan tugas prioritas, sebab karya sastra mempunyai sebuah makna

yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri secara menyeluruh.

Sastra yang mempunyai nilai cerita tinggi pasti mempunyai banyak

unsur pembangun, salah satunya gaya bahasa yang digunakan untuk

menyampaikan pesan-pesan pengarang kepada pembaca. Gaya bahasa

bertujuan untuk mengutarakan maksud pengarang dengan menggunakan

bahasa secara tidak langsung. Tanpa adanya gaya bahasa maka karya sastra

tersebut akan hilang estetika dan keindahannya. Karya sastra yang baik pasti

terdapat kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana pengarang

Page 13: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

3

menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya. begitu

juga dengan cerita rakyat Bebanten Katresnan yang memiliki banyak gaya

bahasa yang menjadikan cerita ini lebih menarik.

Peneliti tertarik untuk meneliti cerita rakyat Bebanten Katresnan dari

segi gaya bahasa karena di dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan ini,

peneliti banyak menemukan ungkapan-ungkapan menggunakan ragam variasi

gaya bahasa. Banyaknya gaya bahasa yang digunakan dalam cerita Bebanten

Katresnan mempermudah pembaca untuk menerima ide-ide yang ingin

disampaikan oleh pengarang. Selain itu, peneliti ingin mengkaji cerita rakyat

Bebanten Katresnan secara menyeluruh yaitu analisis struktural yang

terdapat di dalam cerita rakyat tersebut.

Bebanten katresnan karya Sri Adi Harjono diterbitkan dalam majalah

Penjebar Semangat. Cerita rakyat Bebanten Katresnan diterbitkan mulai

nomor 44 tanggal 2 November 2013 sampai nomor 52 tanggal 28 Desember

2013 pada majalah Penjebar Semangat. Ada 9 seri penjebar semangat yang

berisi cerita rakyat Bebanten Katresnan. Cerita rakyat Bebanten Katresnan

terdapat pada sampul bagian dalam majalah Penjebar Semangat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang

dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut:

1. Setiap karya sastra mempunyai unsur pembangun, begitu juga dengan

cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono yang menarik

Page 14: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

4

apabila dikaji dari segi struktur sastra yang meliputi tema, alur, tokoh

penokohan, setting dan sudut pandang.

2. Setiap karya sastra memiliki gaya bahasa tersendiri untuk

memperindah cerita, begitu juga dengan cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Cerita rakyat Bebanten katresnan di

dalamnya terdapat banyak gaya bahasa sehingga menarik untuk diteliti.

3. Gaya bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam karya sastra

untuk memperoleh keindahan dalam karya sastra yang ditulisnya,

selain itu dengan gaya bahasa, pembaca bisa menilai karakter

pengarang, khususnya pada cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri

Adi Harjono.

4. Setiap karya sastra pasti memiliki karakter tokoh yang membuat cerita

semakin menarik, begitu juga dengan cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono memiliki tokoh dan penokohan yang

membuat cerita semakin menarik.

5. Terdapat konflik sosial yang menarik di dalam cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono karena perbedaan kasta menjadi

permasalahan di cerita ini.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada.

1. Analisis struktural dalam cerita rakyat Bebanten katresnan karya Sri Adi

Harjono, meliputi tema, alur, setting, tokoh dan penokohan, dan sudut

pandang.

2. Gaya bahasa yang digunakan dalam cerita rakyat Bebanten katresnan

karya Sri Adi Harjono.

Page 15: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

5

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dirumuskan

dalam bentuk pertanyaan. Dibawah ini deskripsi rumusan masalah yang

penulis cermati dalam penelitian.

1. Bagaimakah struktur cerita yang meliputi tema, plot, setting, tokoh dan

penokohan, dan sudut pandang yang ada pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono?

2. Gaya bahasa apa yang digunakan dalam cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono?

E. Tujuan Penalitian

Sesuai dangan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah.

1. Mendeskripsikan struktural cerita yang meliputi tema, plot, setting, tokoh

dan penokohan, dan sudut pandang yang ada pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi harjono?

2. Mendeskripsikan gaya bahasa yang digunakan dalam cerita rakyat

Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

F. Manfaat Penalitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan

dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra, khususnya tentang gaya

bahasa san sarana retorika.

Page 16: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

6

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa

pihak, antara lain.

a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bagi guru tentang pendekatan

struktural genetik untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran sastra

yang menarik, kreatif, dan inovatif.

b. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang

dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan

dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif

menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan pendidikan.

c. Bagi Pembaca Hasil penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat lebih

memahamisi cerita rakyat Bebanten Katresnan dan mengambil manfaat

darinya. Selain itu, diharapkan pembaca semakin jeli dalam memilih

bahan bacaan yang mengandung pesan moral yang baik dan dapat

menggunakan hasil penelitian ini untuk sarana pembinaan watak diri

pribadi.

d. Bagi Peneliti yang Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi maupun

bahan pijakan peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih

mendalam.

Page 17: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis tentang kajian

terdahulu sehingga diketahui perbedaan dan persamaan yang khas antara

kajian terdahulu dengan kajian yang akan penulis lakukan.

Wibowo (2013) dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Gaya

Bahasa dalam Lirik Lagu Grup Musik Wali dan Pemanfaatannya Sebagai

Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi di SMA“. Wibowo membahas tentang

gaya bahasa simile, metafora, personifikasi, sinekdoke, metonimia, ironi,

sinisme, dan sarkasme. Pembelajaran tentang gaya bahasa dalam lirik lagu

Grup musik Wali diterapkan pada mata pelajaran Apresiasi Puisi di SMA

dengan metode diskusi dan musyawarah. selain menelaah gaya bahasa yang

terdapat pada lirik lagu, penelitian ini juga berkaitan dengan pengajaran di

SMA. Persamaan penelitian yang penulis teliti dengan penelitian penulis yaitu

sama-sama menganalisis gaya bahasa kiasan. Perbedaannya pada objek

penelitian. Wibowo meneliti gaya bahasa pada lirik lagu grup musik Wali

sedangkan pada penelitian ini penulis mengkaji cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono sebagai objek penelitian ditinjau dari segi

gaya bahasa dan sarana retorika.

Isti Tursinah (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Gaya

Bahasa dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Nalika Langite Obah Karya

Page 18: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

8

Emsiet” Isti Tursinah membahas tentang gaya bahasa simile, metafora,

alegori, parable, personifikasi, alusio, eponim, epitet, sinekdoke, antonomasia,

hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, enuendo, antifrasis dan paronomasia.

Selain itu Isti Tursinah juga membahas nilai-nilai pendidikan yaitu meliputi,

nilai pendidikan religius, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, dan

nilai pendidikan budaya. Hasil dari penelitian ini adalah penelitian sastra

khususnya gaya bahasa menjadi alternatif kajian sastra dan untuk penelitian

nilai-nilai pendidikan penulis ingin menyampaikan kepada pembaca

sebaiknya mengambil nilai-nilai positif sastra Nalika Langite Obah.

Persamaan penelitian yang yang penulis teliti dengan penelitian penulis yaitu

sama-sama mengkaji gaya bahasa. Dan perbedaannya pada objek penelitian.

Isti Tursinah meneliti gaya bahasa pada novel Nalika Langite Obah karya

Emsiet, sedangkan penulis meneliti gaya bahasa dan sarana retorika pada

cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono sebagai objek

penelitian ditinjau dari gaya bahasa dan sarana retorika.

B. Kajian Teori

1. Pengertian Cerita Rakyat

Menurut Nurhayati (2012: 25) mengatakan bahwa ”pada mulanya

cerita yang sekarang dinamakan prosa fiksi itu berupa dongeng-dongeng

yang dikenal dengan istilah cerita rakyat karena merupakan kebudayaan

rakyat”. Cerita dan budaya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan,

karena setiap budaya yang ada pada masyarakat pasti terdapat cerita

Page 19: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

9

didalamnya. mitos menjadi awal mula terjadinya cerita rakyat, karena

orang terdahulu mudah mempercayai keajaiban.

Menurut Santosa dan Wahyuningtyas (2010 :53) mengatakan

bahwa “dilihat dari asal-usulnya, cerita dapat di ibratkan sebagai cacing

pita karena kemunculannya yang kadang-kadang secara tiba-tiba sehingga

sulit dilacak, ditentukan, dan dibedakan ujung pangkalnya. Disamping itu,

cerita merupakan aspek yang sudah tua usianya. Cerita sudah muncul

sejak Zaman Neolitikum atau bahkan sudah muncul sejak Zaman

Paleolitikum, dan akan muncul sepanjang masa selama manusia masih

ada”. Cerita adalah sejarah yang lahir sejak zaman dulu dan akan hidup

selama manusia masih hihup.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat

adalah sebuah karya sastra yang sudah ada sajak zaman dahulu. Cerita

rakyat lahir dari sebuah asal-usul kejadian yang tidak bisa diterima akal

manusia sehinggga masyarakat menyimpulkan sendiri dengan membuat

kepercayaan yang di tuangkan ke dalam cerita. Semua hal peninggalan

orang terdahulu baik berupa sastra, budaya dan adat istiadat pasti memiliki

cerita di dalamnya. Namun, dengan kemajuan zaman dan teknologi

membuat cerita rakyat akan dilupakan karena manusia modern tidak

percaya pada mitos dan hal-hal diluar logika.

2. Analisis Struktural

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 36: 2010) struktural dapat

diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan

Page 20: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

10

bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk

kebulatan yang indah.

Menurut Nurhayati analisis struktural terdiri dari tema, alur, tokoh

dan penokohan, latar, dan sudut pandang.

a. Tema

Menurut Nurhayati (2012: 9) tema adalah nilai-nilai

tertentu yang membangun dasar atau gagasan utama dari suatu

karya satra. Sedangkan menurut Hartoko dan Hahmanto (dalam

nurhayati, 2013 : 10) tema merupakan gagasan dasar umum

yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam

teks sebagian struktur semantik dan yang menyangkut

persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahwa tema adalah sesuatu gagasan ide yeng

dikembangkan pengarang disebuah karya sastra melalui unsur-

unsur cerita agar dapat ditangkap maknanya oleh pembaca.

b. Alur atau plot

Menurut Nurhayati (2012: 10) alur atau plot adalah

pengaturan urutan peristiwa pembentuk cerita yang

menunjukan adanya hubungan kausalitas. Sependapat dengan

itu Stanton (2012 : 26) mengemukakan bahwa plot atau alur

adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita.

Page 21: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

11

Berdasarkan kriteria urutan waktu, nurgiantoro (2002: 14)

membedakan alur menjadi tiga.

1) Alur maju atau progresif dalam sebuah novel terjadi jika

cerita dimulai dari awal, tengah, dan akhir terjadinya

peristiwa.

2) Alur mundur, regresif, atau flash back terjadi jika cerita

tersebut dimulai dari akhir cerita atau tengah cerita

kemudian menuju awal cerita.

3) Alur campuran yaitu gabungan antara alur maju dan alur

mundur.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa plot atau

alur adalah sebuah rangkaian yang urut dari awal sampai akhir

sehingga memperjelas jalannya sebuah cerita. Plot atu alur terdiri

dari tiga kriteria waktu yaitu, alur maju, alur mundur atau flas

back, dan alur campuran.

c. Tokoh dan penokohan

Waluyo (dalam Nurhayati 2012:16) tokoh dan penokohan

adalah cara pandang pengarang menampilkan tokoh-tokohnya,

jenis-jenis tokoh, hubungan tokoh dengan unsur cerita yang lain,

dan watak tokoh-tokoh itu. Dengan penggambaran watak-watak

yang terdapat pada pelaku cerita tersebut bertingkah laku seperti

halnya manusia hidup.

Page 22: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

12

Sedangkan menurut Nurgiantoro (2010 : 178-179)

berdasarkan peran tokoh dalam suatu cerita, tokoh dibedakan

menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Selain itu, tokoh

dapat dibedakan dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis

jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh. Tokoh protagonis

menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita,

harapan-harapan kita, dan pembaca. Tokoh antagonis adalah

tokoh penyebab terjadinya konflik.

d. Latar atau setting

Menurut Stanton (2012 : 35) latar adalah lingkungan yang

melengkapi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang

berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Sedangkan menurut Nurhayati (2012 : 18) Latar atau setting yang

disebut juga sebagai landas tumpu mengarah pada pengertian

tempat, waktu, dan lingkungan tempat terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan. Pada banyak prosa latar membentuk

suasana emosional tokoh cerita, misalnya cuaca yang ada di

lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh

cerita tersebut.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau

setting adalah sebuah tempat terjadinya sebuah cerita dan latar

memiliki elemen penting di dalam sebuah sastra, karena

keberadaanya bisa mempengaruhi jalan cerita dan penokohan.

Page 23: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

13

e. Sudut pandang

Abaram (dalam Nurgiantoro, 2010 : 248) mendefinisikan

sudut pandang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,

latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah

karya fiksi kepada pembaca. Sementara itu, Brooth (dalam

Nurgiantoro, 2010: 249) mengemukakan bahwa sudut pandang

adalah teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemmukan

dan menyampaikan makna karya artistiknya untuk dapat sampai

dan berhubungan dengan pembaca. Nurhayati (2012:21) pada

sebuah cerita pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia

bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, dan jalan pikiran pelaku

cerita. Pengarang juga bisa mengomentari kelakuan para tokoh

cerita, bahkan bisa langsung denan membacanya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang

adalah posisi pengarang didalam sebuah cerita. Sudut pandang

dibedakan menjadi dua yaitu rang pertama sebagai ‘aku’, dan orang

ketiga sebagai ‘dia’.

3. Pengertian Gaya Bahasa

Menurut Endraswara (2013:73) gaya bahasa merupakan efek

seni dalam sastra yang dipengaruhi juga oleh nurani. Sedangkan

menurut Stanton (2012: 61) mengatakan bahwa gaya bahasa

adalah cara pengarang dalam mengungkapkan bahasa. Meski dua

orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil

Page 24: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

14

tulisannya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum

terletak pada bahasa dan penyebar dalam berbagai aspek seperti

kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor,

kekonkritan, dan banyaknya imajinasi metafora. Campuran dari

berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan

gaya.

Gaya bahasa dipakai pengarang hendak memberi bentuk

terhadap apa yang ingin disampaikan. Pengertian gaya bahasa

tesebut semakin memperjelas konsep gaya bahasa itu sendiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah

cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Kekhasan dari gaya

bahasa ini terletak pada pemilihan kata-kata yang tidak secara

langsung menyatakan makna yang sebenarnya. Gaya bahasa adalah

sebuah ciri khusus kepribadian penulis yang dituangkan kedalam

karya sastra sehingga memperindah olahan karya sastra untuk

pembaca.

4. Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Secara garis besar gaya bahasa terdiri atas tiga jenis yaitu gaya

bahasa perbandingan, gaya bahasa penegasan dan gaya bahasa

sindiran

a. Gaya Bahasa Perbandingan

Page 25: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

15

Gaya bahasa yang pertama adalah metafora. menurut

waridah (2014: 338) metafora adalah gaya bahasa yang

membandingkan dua hal benda secara singkat dan padat.

Sedangkan menurut gunawan (2014 : 157) metafora

adalah majas perbandingan yang diungkapkan secara

singkat dan padat.Contoh: Buku adalah jendela ilmu. Jadi

gaya bahasa metafora membandingkan dua hal yang

berbeda namun menjadi sama.

Gaya bahasa yang kedua adalah simile, menurut

waridah (2014: 339) Simile adalah gaya bahasa

pebandingan yang ditandai dengan kata depan dan

penghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai.

Sependapat dengan itu, Gunawan (2014: 157) simile

adalah majas perbandingan dua hal yang sebenarnya

berbeda, tetapi dianggap sama. Contoh: Hubungan kedua

orang itu tidak pernah akur, bagai anjing dan kucing. Jadi

simile adalah gaya bahasa yang digunakan untuk

mengungkapkan suatu dengan perumpamaan hal yang

tidak sama.

Menurut Waridah (2014: 339) Alegori adalah gaya

bahasa untuk mengungkapkan suatu hal melalui kiasan

atau penggambaran. Sedangkan menurut Pradopo (2012 :

71) alegori adalah cerita kiasan ataupun kiasan lukisan.

Page 26: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

16

Cerita kiasan atau lukisan ini mengisahkan hal lain atau

kejadian lain. Contoh: Teratai

Kepada Ki Hajar Dewantara

Dalam kebun ditanah airku

Tumbuh sekuntum bunga tertai;

Tersembunyi kembang indah permai

“Teratai” menyimbulkan Ki Hajar Dewantara yang

menjaga bumi Indonesia dengan ajaran yang bersifat

kebangsaan dengan semangat keindonesian yang asli.

Dengan kata lain, gaya bahasa alegori adalah sebuah

penggambaran tokoh atau sesuatu hal dengan

menggunakan pribahasa atau bahasa yang memiliki

makna kias.

Menurut Waridah (2014: 340) metonimia adalah

gaya bahasa yang menggunakan nama merk atau atribut

tertentu untuk menyebut suatu benda. Sependapat dengan

hal tersebut Gunawan (20141 : 159) metonimia adalah

majas yang memakai nama-nama yang bertautan dengan

nama orang, barang, atau hal lain sebagai penggantinya.

Contoh: Dia mengendarai Honda dengan pelan.

Menurut Waridah (2014: 341) hiperbola adalah

gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan sesuatu

kenyataan. Gunawan (2014 : 158) mengatakan bahwa

Page 27: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

17

hiperbola adalah majas yang mengandung pernyataan yang

berlebih-lebihan dengan maksud untuk memperhebat, atau

menambah kesan. Contoh: Amarahnya tiba-tiba

menggelegar ditengah suasana rapat yang tenang. Jadi gaya

bahasa hiperbola adalah suatu pernyataan yang dilebih-

lebihkan dan biasanya tida masuk akal. Gaya bahasa

hiperbola sering terdapat dalam karya sastra yang bertema

percintaan.

Gaya bahasa selanjutnya adalahMenurut litotes,

menurut Waridah (2014: 342) litotes adalah gaya bahasa

yang maknanya mengecilkan fakta dengan tujuan untuk

merendahkan diri. Sependapat dengan hal tersebut

Gunawan (2014 : 158) litotes adalah sarana retorika yang

ditunjukan untuk mengutangi atau mengecilkan kenyataan

yang ada. Tujuannya untuk merendahkan hati. Contoh:

Sudikah engkau masuk dalam gubuk tua milikku. Jadi gaya

bahasa litotes digunakan mengurangi fakta yang ada,

apabila terdapat pada karya sastra, tokoh yang berdialog

dengan sarana retorika litotes adalah arang yang rendah

hati.

Menurut Waridah (2014: 342) personifikasi adalah

gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda

mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah

Page 28: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

18

memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Menurut Gunawan (2014:

158) pesonifikasi adalah majas yang membandingkan

benda-benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat

seperti manusia. Contoh: matahari baru saja kembali

keperanduannya, ketika kami tiba disana. Jadi personifikasi

adalah gaya bahasa yang diguankan untuk memperindah

karya sastra dengan perumpamaan benda-benda atau

sesuatu hal yang tak bernyawa seakan akan hidup seperti

manisia.

Menurut Waridah (2014: 343) sinekdoke adalah

gaya bahasa yang menyebutkan sebagian, tetepi yang

dimaksud seluruh bagian atau sebaliknya. Sinekdoke

terbagi atas pars prototo (sebagian untuk seluruh) dan totum

pro parte (keseluruhan untuk sebagian). Menurut Gunawan

(2014 : 159) sinekdoke pars prototo adalah majas yang

menyebutkan sebagian untuk seluruhnya. Sedangkan

sinekdoke totum pro parte adalah majas yang menyebutkan

seluruh untuk sebagianContoh: Pak imron memelihara

sepuluh ekor kambing. Pertandingan brazil melawan

Argentina berahir 2-0.

Jadi gaya bahasa sinekdoke terbagi menjadi dua,

pars prototo dan totum pro parte. Pars prototo yang

Page 29: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

19

menyebutkan sebagian untuk seluruh dan totum pro parte

keseluruhan untuk sebagian.

Menurut Waridah (2014: 339) sinestesia adalah

gaya bahasa yang mempertukarkan dua indra yang berbeda.

Contoh: Kamu sangat manis saat memakai baju kebaya.

(manis = indra pengucap bertukar dengan indra

penglihatan)

b. Gaya Bahasa Penegasan

Gaya bahasa paralelisme adalah sarana retorika yang

memakai kata, frasa, atau klausa yang kedudukannya sama

atau sejajar, Waridah (2014 : 330). Sedangkan menurut

Pradopo (2012 : 97) paralelisme sarana retorika dalah

mengulang isi kalimat yang maksud dan tujuan kalimatnya

serupa. Misalnya, baik golongan yang tinggi ataupun

golongan yang rendah mereka harus diadili kalau bersalah.

Dari pendapat diatas dapt disimpukan bahwa sarana

retorika paralelisme digunakan untuk memberi kesan

dengan pengulangan-pengulangan kata atau klausa yang

serupa dengan tujuan untuk menegaskan sesuatu.

Menurut Waridah (2014: 330) tautology adalah

sarana reorika berupa pengulangan kata dengan

menggunakan sinonimnya. Menurut Pradopo (2012 :95)

tautology adalah sarana retorika yang menyatakan hal atau

Page 30: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

20

keadaan dua kali. Misalnya, ia jadi marah dan murka kepad

orang yang menyerempet motor kesayangannya. dari dua

pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sarana retorika

tautologi adalah pngungkapan secara berlebihan, dengan

mengulang kata yang maknanya sama.

c. Gaya Bahasa Sindiran

Menurut Waridah (2014: 336) ironi adalah gaya

bahasa untuk menyatakan suatu maksud menggunakan

kata-kata yang berlainan atau bertolak belakang dengan

maksud tersebut. Sedangkan menurut Gunawan (2014:

158) ironi adalah majas yang maknanya bertentangan

dengan maksud untuk menyindir atau memperolok-olok.

Misalnya, rapi sekali kamarmu sampai-sampai tidak

satupun sudut ruangan yang tidak ditutupi sampah kertas.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan ironi adalah gaya

bahasa berupa sindiran secara halus dengan pengungkapan

yang bertolak belakang dengan hal sebenarnya.

Gaya bahasa selanjutnya adalah sinisme, Menurut

Waridah (2014: 336) sinisme adalah sindiran yang

berbentuk kesangsian cerita mengandung ejekan terhadap

keihklasan dan ketulusan hati. Menurut Gunawan

(2014:159) sinisme adalah majas yang menyatakan

Page 31: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

21

sindiran secara langsung. Misalnya, sudah, hentikan bujuk

rayumu karena hanya akan membuatku semakin sakit.

Page 32: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang struktural

dan gaya bahasa dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi

Harjono menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dimana

penelitian ini cenderung pada pemaparan yang naturalistik. Seperti yang

diungkapkan oleh Williams (dalam Moleong 2013: 5) mengatakan bahwa

penelitian kualitatif merupakan pengumpulan data pada suatu latar alamiah,

dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh peneliti yang

tertarik secara alamiah.

Penelitian ini mengungkap tentang analisis struktural dan gaya bahasa

dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono. Data yang

diteliti berupa struktural (tema, plot, tokoh dan penokohan, setting, dan sudut

pandang) dan gaya bahasa yang berwujud kata sampai dengan kalimat.

Kemudian kata dan kalimat itu disajikan berdasarkan objek penelitian pada

saat sekarang dan berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam cerita rakyat

Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono. Hasil analisis tersebut berbentuk

kata-kata bukan angka, sehingga penelitian ini dapat digolongkan dalam

penelitian deskriptif kualitatif.

Page 33: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

23

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah cerita rakyat Bebanten Katresnan karya

Sri Adi Harjono yang diterbitkan oleh Penjebar Semangat tahun 2013.

2. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah analisis struktural dan gaya bahasa dalam

cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk

memperoleh data-data yang akurat. Pengumpulan data pada penelitian ini

yaitu :

1. Teknik simak adalah membaca/mempelajari data, menandai kata-kata

kunci dan gagasan yang ada di dalam data (Moleong,2007: 248)

Penggunaan teknik simak dalam pengumpulan data penelitian ini yakni

peneliti mengamati semua sruktur dan gaya bahasa yang ada pada cerita

rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

2. Teknik Pustaka adalah pengumpulan data berdasarkan pengamatan

terarah dan seksama terhadap pemakaian bahasa dari sumber-sumber

tertulis (Subroto, 1991: 4). Pengumpulan data dilakukan dengan cermat

dan teliti sesuai dengan toeri dari sumber-sumber tentang struktural dan

gaya bahasa.

Page 34: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

24

3. Teknik catat adalah pencatatan yang dapat dilakukan langsung dan

dengan menggunakan alat tulis tertentu (Sudaryanto, 1993: 135). Teknik

catat dilakukan ketika peneliti sudah menemukan pokok-pokok

penelitian, yaitu struktural dan gaya bahasa yang terdapat pada cerita

rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

Langkah-langkah pengumpulan data yang peneliti lakukan adalah

sebagai berikut :

1. Menentukan subjek dan objek penelitian.

Subjeknya yaitu berupa cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri

Adi Harjono, dan objeknya berupa struktural dan gaya bahasa pada

cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

2. Membaca dan mempelajari secara kritis cerita rakyat Bebanten

Katresnan.

3. Mencatat data tentang struktural dan gaya bahasa pada cerita rakyat

Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

4. Mengklasifikasikan data-data tersebut ke dalam kelompoknya

masing-masing.

5. Merumuskan simpulan hasil data yang telah dicatat.

Page 35: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

25

D. Instumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan ntuk

mengumpulkan data atau informasi yang diinginkan. Menurut Arikunto

(2010: 203) instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,

dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.

Menurut Nasution (dalam Sugiyono 2010: 306-307) mengatakan bahwa

“dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan

manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasanya ialah bahwa, segala

sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian,

prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan,

itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jeles sebulumnya. Dalam

keadaan yang tidak pasti dan tidak jelas maka tidak ada pilihan lain hanya

menjadikan peneliti sebagai instrumen utama. Selain itu, instrumen dalam

penelitian ini dibantu dengan buku-buku yang berhubungan dengan stilistika,

buku-buku penunjang yang berhubungan dengan penelitian, dan nota pencatat

data. Nota pencatat data berfungsi untuk mencatat data-data atau kutipan

kalimat yang terdapat di dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri

Adi Harjono yang termasuk dalam struktural dan gaya bahasa.

Page 36: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

26

Adapun contoh kartu data untuk analisis structural dan gaya bahasa jika

digambarkan sebagai berikut.

NO Struktural Data

Tabel I. Struktural

NO Gaya Bahasa Data

Table II. Kartu Gaya Bahasa

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data yang

bersifat kualitatif. Menurut Sugiyono (2010 : 335) analisis data kualitatif

adalah suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya

dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis yeng

dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara

berulang-ulang selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut

diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Dalam penelitian

kualitatif digunakan metode analisis isi, artinya penulis membahas dan

mengkaji isi cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono. Data

yang telah terkumpul dikaji dan di analisis berdasarkan landasan teori yang

Page 37: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

27

konkret. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

sebagai berikut.

1. Mengklasifikasikan atau mengkelompokan struktural dan gaya bahasa

dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

2. Mendeskripsikan struktural dan gaya bahasa dalam cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono.

3. Menganalisis data berdasarkan teori struktural gaya bahasa dalam cerita

rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono.

4. Menyimpulkan hasil penelitian.

F. Taknik Penyajian Hasil Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian perlu disajikan dalam bentuk

penyajian hasil penelitian. Untuk menyajikan hasil analisis data penelitian ini,

penulis menggunakan teknik informal. Teknik informal adalah perumusan

dengan kata-kata biasa tanpa lambang-lambang (Sudaryanto,1993:145). Hal

ini berhubungan dengan sifat dan karakter penelitian kualitatif yang datanya

berupa kalimat (kata-kata) yang terdapat dalam cerita rakyat Bebanten

katresnan karya Sri Adi Harjono.

Page 38: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

28

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

A. Penyajian Data Sebelum membahas data, hal pertama yang harus dilakukan adalah

menyajikan data. Data yang dihasilkan berdasarkan pengamatan atau penelitian

yang penulis lakukan. Data-data yang terdapat dalam penyajian data

merupakan gambaran-gambaran tentang masalah-masalah yang akan penulis

bahas. kutipan diterjemahkan secara bebas yang disesuaikan dengan kaidah

penulisan.

1. Struktural Cerita Rakyat Bebanten Katresnan Karya Sri Adi Harjono No

Struktural Data

A Tema percintaan

1) “ Satemane wis suwe Rara Windarti mambu ati marang nom-noman sing dedeg piadeg respati, jatmika nuraga. Nanging bobot, bebet lan bibite njomplang.” ‘Selama ini Rara Windari menyukai pemuda yang berbadan tegap dan berparas tampan. Tetapi bobot, bebet dan bibitnya njomplang.

2) “uripe Rara Windrati disiang dhening kabegjan lan kabagyan. Dheweke rumangsa wis kelangan ajining diri. Ing ngatase putri, putra adipati tur rupa ora nguciwani kathik dadi wong tampikan. Mrana-mrane ditolak atasan ktresnane. tangis diendhem. Sesek. Rasane nganti kaya mbenthot nyawane.”

‘kehidupan Rara Windrati tidak dinaungi keberuntungan dan kebahagiaan. Dirinya merasa sudah kehilangan harga diri. Padahal dirinya seorang putri, putranya Adipati dan penampilannyapun tidak mengecewakan,

Page 39: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

29

sampai jadi orang buangan. Sana-sini ditolak oleh cinta. Tangis ditahan. Sesak. Rasanya sampai seperti menarik nyawanya.

4) “Ing impenku dhik mben, mbok!” wangsulane

Yekti karo ndingkluk. Sabanjure, “Pokoke, aku kudu kelakon dadi garwane Den Abru.”

‘Di dalam mimpiku dulu, mbok!” jawaban Yekti

sambil menunduk. Selanjutnya, “Pokoknya, saya harus menjadi istri Raden Abru.’

5)“awit atine Yekti wis kedarung kecengkrem rasa

kasengsem marang kebagusane Raden Abru.”

‘Sejak hatinya Yekti sudah terlanjur tercengkram rasa cinta kepada ketampanan Raden Abru.’

6)“ing njero omah, Nyi Demang kaya udan

kembang njroning atine. semono uga si Yekti, ora bisa di gambarake mungguh kepriye bagya mulyane. Pangarep-arepe numusi katekanan apa sing dadi sedyane. Praene binger. Sorot mripati sing bening lindri-lindri katon sumunar.”

‘Di dalam rumah, Nyi Demang seperti hujan

bunga didalam hatinya. Begitu juga dengan Yekti, tidak bisa digambarkan bagaimana bahagianya. Keinginannya terpenuhi. Mukanya berseri. Sorot mata yang bening kelihatan bersinar.’

B Alur Maju

1.pengantar 2. penampilan

maslah

“Rara Windrati, putra-putrine Adipati Tirtanata ing pati, metu saka dhalem kaputren. lakunne kaya macan luwe lengket-lengket njujug palungguhan ing ngisore wit nagasari cedhak beji.” ‘Rara Windrati, putri Adipati Tirtanata, keluar dari dalam kaputren. berjalan seperti macan lapar pelan-pelan menuju tempat duduk di bawah pohon nagasari di dekat kolam.’ a) “ Satemane wis suwe Rara Windarti mambu ati

marang nom-noman sing dedeg piadeg respati, jatmika nuraga. Nanging bobot, bebet lan bibite

Page 40: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

30

3. Pucuk

ketegangan/klimaks

njomplang.” ‘Selama ini Rara Windari menyukai pemuda yang berbadan tegap dan berparas tampan. Tetapi bobot, bebet dan bibitnya njomplang.

b) “Panagrep-arepe, mbok iya-a rama-ibune paring kamardikan marang dheweke kanggo nentokake pilihaning atine. Mengko dheweke banjur matur yen wis duwe priya cong-congan yaiku Kiswaka.”

‘Keinginannya, seharusnya ayah-ibunya memberi kebebasan kepada dirinya untuk menentukan pilihan hatinya. Nanti dirinya akan bilang jika sidah memiliki laki-laki pilihannya yaitu kiswaka.

c) “Ing impenku dhik mben, mbok!” wangsulane

Yekti karo ndingkluk. Sabanjure, “Pokoke, aku kudu kelakon dadi garwane Den Abru.”

‘Di dalam mimpiku dulu, mbok!” jawaban Yekti sambil menunduk. Selanjutnya, “Pokoknya, saya harus menjadi istri Raden Abru.’

d) “awit atine Yekti wis kedarung kecengkrem

rasa kasengsem marang kebagusane Raden Abru.”

‘Sejak hatinya Yekti sudah terlanjur tercengkram rasa cinta kepada ketampanan Raden Abru.’

a) “Priyeee?!!!” Adipati Tirtanata Njingkat karo nggebrak meja. Muntap lir kinetap napsu amarahe. “Koe ora mbangun turut marang aku. kowe lewih nggungu ojok-ojokane Rejasa. Priye kok aku mbok aweh idi pangestu? Kok kebangeten temen anggonmu nyepele aku. Wow, dhasar bocah ora urus kowe!” ”Bagaimana?!!!” Adipati tirtanata kaget dan memukul meja. Meluap-luap nafsu kemarahannya. “Kamu tidak memperdulikan aku. Kamu lebih mendengarkan Rejasa.

Page 41: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

31

4. penyelesaian

Bagaimana aku akan memberi restu? Kok keterlaluan sekali kamu menyepelekan aku. Wow, dasar tak tau diri kamu.

b) “ ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!” ‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

c) Rara Windrati…!!!” panjerite Raden Ayu

Tirtanata terus nubruk layone Rara Windrati karo nangis gero-gero. Rasa tresna asih marang putri sakmata wayange bali ngebeki atine. Rara Windrati…!!! Jeritan Raden Ayu Tirtanata sambil memeluk Rara Windrati dengan menangis tersedu-sedu. Rasa cinta kasih kepada putri semata wayang memenuhi hatinya.

a) wiwit dina iki, kekuasaan kadipaten Pati tak

pasrahake marang putraku Raden Abru”

‘Mulai hari ini, kekuasaan kerajaan saya serahkan kepada putraku Raden Abru’

b) dhene Adipati Tirtanata sing sasuwene iki kaya

macan galak, dadakan malih kaya kuthuk.” ‘Adipati Tirtanata selama ini seperti macan galak, langsung berubah seperti anak ayam.’

C Tokoh

penokohan tokoh 1. Rara

Windrati

“banjur apa darurane? Rara Windrati kepeksa kudu nindhakake dhawuh saka rama-ibune sing cengkah lan suara ati.” ‘lalu apa masalahnya? Rara Windrawati terpaksa harus melakukan keinginan dari ayah-ibunya yang berbeda dengan suara hatinya.

Page 42: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

32

3.Kiswaka 4.Yekti

5. Raden Abru

5.Adipati Tirtanata

“cilike keslomot gedhene bisa kobong. Dadi ketimbang luhur apa lebur dhek emben kae terus disuwak ngono wae. Sumungguha nampa Rara Windrati banjur kepie mengko tumanggape Raden Abru. Karo maneh nuruti kekarepane Rara Windrati padha wae karo dolanan geni.”

‘Kecil tersulut besar bisa terbakar. Jadi ketimbang luhur apa lebur lebih baik dilupakan saja. Seandainya menerima Rara Windrati bagaimana nanti tanggapan Raden Abru. Apalagi memenuhi keinginan Rara Windrawati, seperti bermain api.’ “Ing impenku dhik mben, mbok!” wangsulane Yekti karo ndingkluk. Sabanjure, “Pokoke, aku kudu kelakon dadi garwane Den Abru.” ‘Di dalam mimpiku dulu, mbok!” jawaban Yekti sambil menunduk. Selanjutnya, “Pokoknya, saya harus menjadi istri Raden Abru.’ “sampun, Ki Demang. Adhi Yekti! Mila wontena keparingipun, adhi Yekti kula suwun. Badhe kula boyong mlebet dhateng dalam kasatrian pati. Demang Grenceng lan Kiswaka pandeng-pandengan. Atine padha lunjak-lunjak kaya tabuh gambang.” ‘sudah, Ki Demang. Yekti! Kalau diperbolehkan, Yekti saya minta. Mau saya boyong masuk kedalam kerajaan. Demang Grenceng dan kiswaka saling berpandangan. Hatinya berdebar-debar seperti suara gamelan.’ 1) “dhene Adipati Tirtanata sing sasuwene iki kaya

macan galak, dadakan malih kaya kuthuk.”

‘Adipati Tirtanata selama ini seperti macan galak, langsung berubah seperti anak ayam.’

2) “ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu.

Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!”

‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi

Page 43: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

33

6.Demang

Grencang penokohan

bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

“aku tak meres kringet muter nalar murih anakmu nemu urip mulya. Ora kasiksa ngono kui.” ‘saya akan memeras keringat memutar otak supaya anakmu menemukan hidup bahagia. Tidak tersiksa seperti itu.’

1) “ Satemane wis suwe Rara Windarti mambu ati marang nom-noman sing dedeg piadeg respati, jatmika nuraga. Nanging bobot, bebet lan bibite njomplang” ‘Selama ini Rara Windari menyukai pemuda yang berbadan tegap dan berparas tampan. Tetapi bobot, bebet dan bibitnya njomplang.

2) “karo maneh nuruti kekarepane Rara Windrati padha wae karo dolanan geni. Cilike keslomot gedhene bisa kobong. Dadi ketimbang luhur apa lebur dhek emben kae terus disuwak ngono wae. Sumungguha nampa Rara Windrati banjur kepie mengko tumanggape Raden Abru. ” ‘apalagi menuruti kemauan Rara Windrati seperti bermain api. Kecil tersulut besar bisa terbakar. Jadi daripada luhur apa lebur lebih baik dilupakan saja. Seandainya menerima Rara Windrati bagaimana nanti tanggapan Raden Abru.’

3) “awit atine Yekti wis kedarung kecengkrem rasa kasengsem marang kebagusane Raden Abru.”

‘Sejak hatinya Yekti sudah terlanjur tercengkram rasa cinta kepada ketampanan Raden Abru.’

4) “Sesuk anakmu dikandhani. Kon nggentur donga puja-puji bne sasedyane diijabahi kang gawe urip. Aku tak meres kringet muter nalar murih anaku nemu urip mulya. Ora kasiksa ngana kui!”

Page 44: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

34

‘Printahlan anakmu untuk berdoa agar semua keinginannya dipenuhi oleh Yang Maha Kuasa. Saya akan memutar otak biar anakmu menemukan kebahagiaan hidup. Tidak tersiksa seperti ini!.

5) “ ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!” ‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

6) “Wonten perlu kalian bapak..,badhe nakyinaken bab udeng menika. Demang Timbang ndengengek, nuli ngrangeh udheng lempitan saka tangane kiswaka”

‘Ada perlu dengan bapak..,mau menanyakan hal tutup muka ini. Demang Timbang kaget, lalu mengambil tutup muka dari tangan kiswaka”

7) “Nangisa Nduk…, ben lega atimu. Sunteken sesangga uripmu. Taktadhahana,” omonge Nyi Demang groyok. ‘menangislah nak…, biar lega hatimu. Tuangkan semua beban hidupmu.” Perkataan Nyi Demang.

8) “Rara Windrati...!!!” panjerite Raden Ayu Tirtanata terus nubruk layone Rara Windrati karo nangis gero-gero. Saka kui Raden Ayu Tirtanata kebat kaya kilat, nyaut patrem sing isih ginegem Rara Windrati kanggo sunduk salira.” ‘Rara Windari..!!!” jerit Raden Ayu Tirtanata langsng menangkap jatuhnya Rara Windrati sambil menangis. Dari itu Raden Ayu Tirtanata dengan cepat mengambil pisau yang dipegang Rara Windari untuk bunuh

Page 45: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

35

diri.”

9) “Ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!” ‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

10) “Priyeee?!!!” Adipati Tirtanata Njingkat karo nggebrak meja. Muntap lir kinetap napsu amarahe. “Koe ora mbangun turut marang aku. kowe lewih nggungu ojok-ojokane Rejasa. Priye kok aku mbok aweh idi pangestu? Kok kebangeten temen anggonmu nyepele aku. Wow, dhasar bocah ora urus kowe!”

‘”Bagaimana?!!!” Adipati tirtanata kaget dan memukul meja. Meluap-luap nafsu kemarahannya. “Kamu tidak memperdulikan aku. Kamu lebih mendengarkan Rejasa. Bagaimana aku akan memberi restu? Kok keterlaluan sekali kamu menyepelekan aku. Wow, dasar tak tau diri kamu.

D Latar 1.tempat

1) Rara Windrati, putra-putrine Adipati

Tirtanata ing pati, metu saka dhalem kaputren. Rara Windrati, putri Adipati Tirtanata, keluar dari dalam kaputren.’

2) “ing gardu pajangan ngarep banjar pomahan kademangan, wong-wong jaga mbengi katon ana kang keturon, lan ana sing pada gojeg.” ‘di gardu depan rumah kademangan, orang-orang sedang berjaga malam terlihat ada yang tertidur, dan ada yang bercanda.’

Page 46: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

36

2.Waktu 3.Sosial

3) “ing njero omah, Nyi Demang kaya udan

kembang njroning atine.’ ‘didalam rumah, Nyi Demang seperti hujan bunga didalam hatinya.”

4) “sadawane dalan Raden Abru ora kumecap. Embuh bathine. Semono uga Kiswaka melu meneng.”

‘sepanjang jalan Raden Abru tidak berbicara. ntah batinnya. Begitu juga dengan Kiswaka.”

1) “Nresepi endhehing lintang rembulan sing

grenggani langit biru maya-maya. Kaya awakku kang tansah dioyak-oyak swara ati.”

‘meresapi indahnya bintang bulan yang ada di langit biru samar-samar. Seperti badanku yang selalu dikejar-kejar suara hati’

2) “wektu terus lumaku. Esuk, awan, sore,

bengi. Esuk, awan, sore, bengi…! Mubeng.

‘waktu terus berjalan. Pagi, siang, sore, malam. Pagi ,siang, sore, malam…!berputar

3) “upacara sing sipate tebus alam batin iku sineksen lintang-lintang pating krelip saka awiyat.” ‘upacara yang sifatnya menembus alam batin itu disaksikan bintang-bintang berkerlap-kerlip dari atas.’

1) “ing gardu pajangan ngarep banjar pomahan kademangan, wong-wong jaga mbengi katon ana kang keturon, lan ana sing pada gojeg. weruh Demang Grenceng metu seka omah banjur rep, meneng. Kaya orong-orong kepidak.”

‘di gardu depan rumah kademangan, orang-orang sedang berjaga malam terlihat ada yang tertidur, dan ada yang bercanda.

Page 47: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

37

Melihat Demang Grenceng keluar dari rumah, mereka terdiam. Seperti orong-orong terinjak.’

2) “upacara sing sipate tebus alam batin iku

sineksen lintang-lintang pating krelip saka awiyat.”

‘upacara yang sifatnya menembus alam batin

itu disaksikan bintang-bintang berkerlap-kerlip dari atas.’

E Sudut

pandang Orang ketiga serba tahu

“sasuwene iki sikep lan tangkepe marang raden Abru kaya lumrahe sedulur nunggal welad ngana kae. Banjur kepriye olehe arep nglakoni yen dheweke kudu seomah karo kangmase dhewe? Huhhh! Kaya jagad iki mung segodhong kelor. Rara windrati pepes otot bayune, kaya ora kuwawa nduwa wewenange wong tuwa. ”

‘selama ini sikap dan tanggapnya kepada Raden Abru seperti saudara kandung. Lalu bagaimana menjalaninya jika dirinya harus serumah bersama kakak sendiri? Huhhh! Seperti dunia ini hanya selebar daun kelor. Rara Windrati lemas, seperti tak kuasa melawan keinginan orang tua.’

6. Gaya Bahasa pada Cerita Rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi

Harjono

Berdasarkan penelitian terhadap gaya bahasa dalam cerita rakyat

Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono, ditemukan sembilan gaya

bahasa yaitu, gaya bahasa simile, gaya bahasa metafora, gaya bahasa

personifikasi, gaya bahasa sinekdoke, gaya bahasa metonimia, gaya bahasa

sinestasia, gaya alegori, hiperbola dan litotes.

Page 48: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

38

Table

Gaya Bahasa

No Gaya Bahasa Kutipan

1.

Simile a. “iwak badher padha slira sliri oyak-oyakan ing antarane trate gunung kang kembange nedheng mengkrok jambon sumringah. srengenge sagenter duwure esuk kuwi cahyane semamburat tumiba neng lumahing banyu beji keton kinclong-kinclong kaya kaca” ‘ikan saling berlarian diantara bunga teratai gunung yang tampak merah muda berseri. Pagi itu matahari segalah tingginya, cahayanya jatuh di permukaan air kolam sehingga terlihat berkilau seperti kaca.’

b. “Rara Windrati, putra-putrine Adipati

Tirtanata ing pati, metu saka dhalem kaputren. lakunne kaya macan luwe lengket-lengket njujug palungguhan ing ngisore wit nagasari cedhak beji.” ‘Rara Windrati, putri Adipati Tirtanata, keluar dari dalam kaputren. berjalan seperti macan lapar pelan-pelan menuju tempat duduk di bawah pohon nagasari di dekat kolam.’

c. “sik ta, kok kaya diuyak dhemit wae. Sareh

ya, kakang…, aku mesthi enggal marak sowan ing ngarsane kanjeng Rama. Ning umpama awake dhewek leren omong-omongan dhisik, rak bisa ta?! ” ‘sebentar, kok seperti dikejar hantu saja. Sabar ya, kakang…, aku pasti akan datang di tempat kanjeng Rama. Tapi kalau kita bicara sebenter, bisa kan?! ’

d. “Nresepi endhehing lintang rembulan sing

grenggani langit biru maya-maya. Kaya awakku kang tansah dioyak-oyak swara ati.”

Page 49: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

39

‘meresapi indahnya bintang bulan yang ada di langit biru samar-samar. Seperti badanku yang selalu dikejar-kejar suara hati’

e. “sasuwene iki sikep lan tangkepe marang

Raden Abru kaya lumrahe sedulur nunggal welad ngana kae. Banjur kepriye olehe arep nglakoni yen dheweke kudu seomah karo kangmase dhewe? Huhhh! Kaya jagad iki mung segodhong kelor. Rara windrati pepes otot bayune, kaya ora kuwawa nduwa wewenange wong tuwa. ” ‘selama ini sikap dan tanggapnya kepada Raden Abru seperti saudara kandung. Lalu bagaimana menjalaninya jika dirinya harus serumah bersama kakak sendiri? Huhhh! Seperti dunia ini hanya selebar daun kelor. Rara Windrati lemas, seperti tak kuasa melawan keinginan orang tua.’

f. “kacarita wektu semana Demang Grenceng

lagi kuwur pikire. Si Yekti anak wadon ontang-anting wis pirang-pirang dina ora doyan mangan. Senenge yen ora ngurung diri neng senthong ya golek sing gon sepi. panyawange nglangut, layu. Ragane kaya wis koncatan jiwa.” ‘diceritakan pada waktu itu Demang Grenceng sedang bingung pikirannya. Si Yekti anak perempuan satu-satunya sudah beberapa hari tidak mau makan. Jika tidak mengurung diri di kamar ya mencari tempat sepi. Pandangannya lesu, lemas. Bandanya seperti kehilangan jiwa.’

g. “wangsulane Yekti kaya mangsa kesanga.

Gumludhug gumalegar gawe getar. Nyi Demang nganti njumbul saking kagete.” ‘jawaban Yekti seperti musim kesembilan. Menggelegar membuat getar. Nyi Demang sangat kaget.’

Page 50: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

40

h. “ing gardu pajangan ngarep banjar pomahan kademangan, wong-wong jaga mbengi katon ana kang keturon, lan ana sing pada gojeg. weruh Demang Grenceng metu seka omah banjur rep, meneng. Kaya orong-orong kepidak.” ‘di gardu depan rumah kademangan, orang-orang sedang berjaga malam terlihat ada yang tertidur, dan ada yang bercanda. Melihat Demang Grenceng keluar dari rumah, mereka terdiam. Seperti orong-orong terinjak.’

i. “beladiri mono seni. Kagunan mula gerak-

gerike kudu luwes, endah. Nom-noman loro kuwi katon gumregut anggone pada gladhen. tandhang trajange kaya sikatan nyamber walang.” ‘beladiri itu seni. Jadi gerakannya harus bagus, indah. Kedua pemuda itu terlihat serius disaat latihan. Sepak terjangnya seperti burung sedang menyambar belalang’

j. “mung lintang Bima Sekti sing keton

ngregemeng. Kaya nyuwek–nyuwek cangkem naga Nemburnawa ning thelenge samodra Minangkalbu.” ‘hanya bintang bima sakti yang terlihat jelas. Seperti membelah mulut naga Nemburnawa di permukaan laut Minangkalbu.’

k. “nuwun sewu Raden, sinau sejarah menika

mupangati sanget. Sinau sejarah kehidupan kados tiyang nedha ulam. Balung erinipun kabucal lan dagingipun ingkang dipuntedha.” ‘Maaf Raden, belajar sejarah itu sangat bermanfaat. Belajar sejarah kehidupan seperti orang memakan ikan. Tulang-belulangnya dibuang dan dagingnya yang dimakan.’

l. “ing njero omah, Nyi Demang kaya udan

kembang njroning atine. semono uga si Yekti, ora bisa di gambarake mungguh kepriye bagya mulyane. Pangarep-arepe numusi

Page 51: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

41

katekanan apa sing dadi sedyane. Praene binger. Sorot mripati sing bening lindri-lindri katon sumunar.” ‘didalam rumah, Nyi Demang seperti hujan bunga didalam hatinya. Begitu juga dengan Yekti, tidak bisa digambarkan bagaimana bahagianya. Keinginannya terpenuhi. Mukanya berseri. Sorot mata yang bening kelihatan bersinar.’

m. “sakdheg saknyet kumenyut atine Raden Abru

bareng mulat Kenya sulistya sing jibles kaya bocah ayu kang tetulung marang dheweke njroning impen. Raden Abru kedhep tesmak panyawange. Lan dadi gragapan nalika dijawil Kiswaka di ajak ngrambahi pasuguhane sing duwe omah. Kalawan abang ireng pasemone, Raden Abru nuli ngumbe rujak degan sacegokan. Rasane kaya ngumbe banyu kaswargan.” ‘Seketika berdebar hati Raden Abru ketika melihat wanita cantik yang persis seperti wanita yang menolongnya didalam mimpi. Raden Abru tak berkedip ketika melihatnya. Menjadi gugup ketika dicolek Kiswaka untuk diajak mencicipi suguhan dari tuan rumah. Menjadi merah hitam wajahnya, Raden Abru meminum seteguk rujak degan. rasanya seperti minum air surga.’

n. “nyuwun pangapunten…! Mangke gek kadhos

“sedhah” gegambaranipun. Seger dikinang, alum dibuang. Menawi taksih remen inggih di-Cah ayu,Cah Ayu…, ning menawi sampun bosen rak dipunsia, diundamana! ” ‘mohon maaf…! Nanti saya digambarkan seperti “daun sirih” gambarannya. Segar dihisap, sepah dibuang. Jikalau masih suka dipuji, Cah ayu…, tapi kalau sudah bosan disia-sia, dibuang!’

o. ”nmm! Kowe kui jian pinter golek akal,

Kakang!” panyaute Yekti lirih. Raine menter-

Page 52: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

42

menter kaya tomat.” ”nmm! kamu itu pintar mencari akal, kakang!” jawaban Yekti pelan. Mukanya merah cerah seperti tomat.

p. “sampun, Ki Demang. Adhi Yekti! Mila

wontena keparingipun, adhi Yekti kula suwun. Badhe kula boyong mlebet dhateng dalam kasatrian pati. Demang Grenceng lan Kiswaka pandeng-pandengan. Atine padha lunjak-lunjak kaya tabuh gambang.”

‘sudah, Ki Demang. Yekti! Kalau diperbolehkan, Yekti saya minta. Mau saya boyong masuk kedalam kerajaan. Demang Grenceng dan kiswaka saling berpandangan. Hatinya berdebar-debar seperti suara gamelan.’

q. “sing ditinggal kerot-kerot wajane, abang

kaya godhong katirah netrane.” ‘yang ditinggal kesal marah wajahnya, merah seperti daun katirah.’

r. “nanging digelar-digulung nalare, dibolak-

balikake pikirane, Adipati Tirtanata rumangsa kaya dolanan ula mandhi.”

‘tetapi ketika dipikir-pikir lagi, Adipati Tirtanata merasa seperti bermain ular berbisa.’

s. “brrrtt!!! Lakune getihe Kiswaka kaya

munjuk. Raine kemramnyas, panas. Dhek mben dheweke pancen tau duwe pangarep-arep bisa cedhak lan Rara Windrati.”

‘brrrtt!!! Jalan darah Kiswaka seperti naik. Mukanya memanas, panas. Kalau dulu dirinya memang pernah punya keinginan bisa dekat dengan Rara Windrati.’

t. “karo maneh nuruti kekarepane Rara

Windrati padha wae karo dolanan geni. Cilike keslomot gedhene bisa kobong. Dadi

Page 53: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

43

ketimbang luhur apa lebur dhek emben kae terus disuwak ngono wae. Sumungguha nampa Rara Windrati banjur kepie mengko tumanggape Raden Abru. ”

‘apalagi menuruti kemauan Rara Windrati seperti bermain api. Kecil tersulut besar bisa terbakar. Jadi daripada luhur apa lebur lebih baik dilupakan saja. Seandainya menerima Rara Windrati bagaimana nanti tanggapan Raden Abru.’

u. “uripe Rara Windrati disiang dhening

kabegjan lan kabagyan. Dheweke rumangsa wis kelangan ajining diri. Ing ngatase putri, putra adipati tur rupa ora nguciwani kathik dadi wong tampikan. Mrana-mrane ditolak atasan ktresnane. tangis diendhem. Sesek. Rasane nganti kaya mbenthot nyawane.”

‘kehidupan Rara Windrati tidak dinaungi keberuntungan dan kebahagiaan. Dirinya merasa sudah kehilangan harga diri. Padahal dirinya seorang putri, putranya Adipati dan penampilannyapun tidak mengecewakan, sampai jadi orang buangan. Sana-sini ditolak oleh cinta. Tangis ditahan. Sesak. Rasanya sampai seperti menarik nyawanya.’

v. “husy! Kowe kuwi ngomong apa? Kok

nggrambyang kaya wong kepanjingan demit “panggetake Adipati Tirtanata”.” ‘husy! Kamu itu bicara apa? Tidak jelas sepeti orang kerasukan setan “ jawab Adipati Tirtanata”.’

w. “saka kuwi Raden Ayu Tirtanata kebat kaya

kilat, nyaut patrem sing isih ginegem Raden Windrati kanggo sudup salirang.” ‘dari itu Raden Ayu Tirtanata cepat seperti kilat, mengambil patrem yang masih dipegang Raden Windrati untuk bunuh diri.’

Page 54: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

44

x. “dhene Adipati Tirtanata sing sasuwene iki kaya macan galak, dadakan malih kaya kuthuk.” ‘Adipati Tirtanata selama ini seperti macan galak, langsung berubah seperti anak ayam.’

y. “banjur arep menyang endi uwong kuwi?

Swara rewet-rewat kewan bengi sabangsa kutu-kutu walanggatanga nganyut-anyut kaya panangise batine.” ‘lantas mau kemana orang itu? Suara hewan malam sejenis belalang mendayu-dayu seperti tangisan batinnya.’

2. Metafora a. “satemane wis suwe Rara Windrati mambu ati marang nom-noman dedeg piadeg respati , jatmiko nurogo.” ‘sebenarnya sudah lama Rara Windrati bau hati kepada anak muda berperawakan gagah tegap, berkelakuan baik itu.’

b. “aku tak meres kringet muter nalar murih

anakmu nemu urip mulya. Ora kasiksa ngono kui.” ‘saya akan memeras keringat memutar otak supaya anakmu menemukan hidup bahagia. Tidak tersiksa seperti itu.’

c. “hmh! Mblusukake lenge semut, kowe tetep tak ubres, gentho.” ‘hmm! Masuk lubang semutpun, kamu tetap saya kajar, penjahat.’

d. “sabacute, “nek si Adhi nganti kena blithuk njur tumindak dudu, wadhuh rak digeguyu tengu, Dhi?” Disraya sapa, kowe arep gawe cilaka nyidra yuswane Den Abru, hm?!!” ‘selanjutnya, “jika si Adik sampai tertipu lantas bertindak buruk, waduh bisa

Page 55: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

45

ditertawakan kutu, adik? Dibantu siapa, kamu mau menyelakai nyawa Den Abru, hm?!!

e. “Keprie olehe ancang-ancang arep njangkahake sikil? Jer dalan sing arep ditempuh kebak watu sandungan. Gek watu sandungane metu saka njero atine dhewe.” ‘Bagaimana dapat ancang-ancang mau melangkahkan kaki? Kalau jalan yang mau ditempuh penuh dengan batu sandungan. Batu sandungan yang keluar dari dalam hati sendiri.’

f. “sadawane dalan Raden Abru ora kumecap.

Embuh bathine. Semono uga Kiswaka melu meneng. ora antop, ora segu. Mung ngematake suara tracak jaran sing mecah sepining wengi.” ‘sepanjang jalan Raden Abru tidak berbicara. Tak bersendawa, tak cegukan. Hanya mendengarkan suara kaki kuda yang memecahkan sepinya malam.’

g. “ora ana mandege! Dina-dina sing tumrap Rara Windrati dadi eri. Eri sing tansah ngrendhet-rendhet rasa pangarsane. Nglarani ati.” ‘tidak ada hentinya! Hari-hari bagi Rara Windrati menjadi duri. Duri yang masih menghambat rasa dan perasaanya. Menyakiti hati.”

h. “ ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!” ‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

Page 56: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

46

i. Rara Windrati…!!!” panjerite Raden Ayu Tirtanata terus nubruk layone Rara Windrati karo nangis gero-gero. Rasa tresna asih marang putri sakmata wayange bali ngebeki atine. Rara Windrati…!!! Jeritan Raden Ayu Tirtanata sambil memeluk Rara Windrati dengan menangis tersedu-sedu. Rasa cinta kasih kepada putri semata wayang memenuhi hatinya.

j. “weruh Rara Windrati adus getih, Raden Ayu Tirtanata rumangsa kaduwung.”

‘melihat Rara Windrati mandi darah, Rara Ayu tirtanata menyesal.’

3. Personifikasi a. “Rara Windrati ngoyak pitakon bareng weruh Kiswaka dheleg-dheleg.” ‘Rara Windrati mengejar pertanyaan ketika melihat Kiswaka hanya diam.’

b. “wektu terus lumaku. Esuk, awan, sore, bengi.

Esuk, awan, sore, bengi…! Mubeng. ‘waktu terus berjalan. Pagi, siang, sore, malam. Pagi ,siang, sore, malam…!berputar

c. “banjur apa darurane? Rara Windrati kepeksa kudu nindhakake dhawuh saka rama-ibune sing cengkah lan suara ati.” ‘lalu apa masalahnya? Rara Windrawati terpaksa harus melakukan keinginan dari ayah-ibunya yang berbeda dengan suara hatinya.

d. “Ki Rejasa melu metu karo coba-coba nebak arah playuning pikirane Raden Abru.” ‘Ki Rejasa ikut keluar dan mencoba menebak arah larinya pikiran Raden Abru.’

e. “upacara sing sipate tebus alam batin iku sineksen lintang-lintang pating krelip saka

Page 57: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

47

awiyat.” ‘upacara yang sifatnya menembus alam batin itu disaksikan bintang-bintang berkerlap-kerlip dari atas.’

f. “Wengi trus lumaku“ ‘malam terus berjalan’

4. Sinekdoke

(pars prototo) “wektu semono ana sapasang mripat sing nemoni lelakon nrenyuhake kuwi.” ‘saat itu ada sepasang mata yang melihat kejadian menyedihkan itu.’

5. Metonimia a. “nalika kuwi Yekti sing isih gendhulak-gendhulik arep ngladhekake rujak degan, ndang disurung-durung simboke.” ‘ketika itu Yekti yang masih ragu-ragu untuk menyajikan rujak degan, langsung didorong ibunya.’

b. “karo golek jenang Kudus kanggo oleh-oleh Ki Rejasa sesuk.” ‘sekalian mencari jenang Kudus untuk oleh-oleh Ki Rejasa besok.’

c. “Kiswaka katon dhokoh olehe mangan. Sruthap-sruthup kokoh sega menthik wangi lan jangan menir. Sambel trasi lan lawuhe ayam panggang.” ‘kiswaka terlihat lahap disaat makan. menyeruput kuah nasi menthik wangi dan sayur menir. Sambal trasi dan lauknya ayam panggang.’

d. “salebare mangan, Yekti sing wis salin panganggo jaritan bathik Lasem, bayak putih sulak kuning gambar kembang plenik-plenik, katon melu epyoh nglengseri cething, piring, mangkok. Layah lan liya-liyane.”

Page 58: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

48

‘Setelah makan, Yekti yang sudah ganti pakaian memakai kain batik Lasem, kebaya putih campur kuning gambar bunga kecil-kecil. Ikut membereskan tempat nasi, piring, mangkok, coblek dan lainnya.

6. Sinestasia a. “Rara Windrati mesem manis katon samburat

abang pesemone” ‘Rara Windrati tersenyum manis dan terlihat memerah pipinya.’

b. “merga Ki Rejasa dianggep wis dhaweg olehe ngrasakake pait getir utawa pedhes-asine lelakon.” ‘karena Ki Rejasa sudah dianggap kenyang merasakan pahit atau pedas-asinnya kehidupan.’

7. Alegori a. “banjur kepriye olehe arep nglakoni yen dheweke kudu seomah karo kangmase dhewe? Huhhh! Kaya jagad iki mung segodhong kelor.”

‘lalu bagaimana mau menjalani jika dirinya harus serumah dengan kakak sendiri? Huhhh! Seperti dunia ini hanya selebar daun kelor’

b. “sejene kuwi, dieling yen drajat pangkat

mono mung sampiran lan bandha donya mung titipan. Sawayah-wayah bisa dipundut sing kagungan. Kang Akarya Jagat mula ana unen-unen: drajat pangkat kenane oncat, bandha dunya kenane lunga.” ‘selain itu, ingatlah jika drajat pangkat itu hanya sementara dan harta dunia hanya titipan. Sewaktu-waktu bisa diambil oleh Sang Pancipta Alam, maka ada pribahasa: drajat dan pangkat bisa lepas, harta dunia bisa hilang.’

c. ”nek wis jodho…, paribasan “asem ing

gunung, uyah ing segara bisa kumpul nyawiji

Page 59: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

49

ing kuwali.” ‘jika jodoh…, seandainya ”asam digunung, garam dilautan bisa bersatu dalam kuali.’

d. “Demang Grenceng nggraita, uwoh kue tibane ora adoh saka wite. Banyu kuwi mesthi mili meng ngisor, mudhun. Ora ana banyu sing mili munggah. Watak wantune anak ora adoh saka watak wantune wong tua.” ‘Demang Grencang berbicara dalam hati, buah itu jatuhnya tidak jauh dari dari pohonnya. Air mengalir kebawah, turun. Tidak ada air yang mengalir keatas. Watak aslinya anak tidak jauh dari watak aslinya orang tua.’

e. “cilike keslomot gedhene bisa kobong. Dadi ketimbang luhur apa lebur dhek emben kae terus disuwak ngono wae. Sumungguha nampa Rara Windrati banjur kepie mengko tumanggape Raden Abru. Karo maneh nuruti kekarepane Rara Windrati padha wae karo dolanan geni.” ‘Kecil tersulut besar bisa terbakar. Jadi ketimbang luhur apa lebur lebih baik dilupakan saja. Seandainya menerima Rara Windrati bagaimana nanti tanggapan Raden Abru. Apalagi memenuhi keinginan Rara Windrawati, seperti bermain api.’

8 Hiperbola a. “brrrtt!!! Lakune getihe Kiswaka kaya

munjuk. Raine kemramnyas, panas. Dhek mben dheweke pancen tau duwe pangarep-arep bisa cedhak lan Rara Windrati.”

‘brrrtt!!! Berjalannya darahnya Kiswaka seperti naik. Mukanya memanas, panas. Dulu dirinya memang pernah memiliki keinginan bisa dekat sama Rara Windrati.’

b. “manuk bencik nyamber-nyamber, cuwat-

cuwet kaya mbedhah sepining wengi.”

Page 60: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

50

‘burung bencik menyambar-nyambar, bersiur-siur seperti membelah sepinya malam’

c. “tangis diendhem. Sesek. Rasane nganti kaya

mbenthot nyawane.”

‘tangis ditahan. Sesak. Rasanya sampai seperti menarik nyawanya.’

d. “awit atine Yekti wis kedarung kecengkrem

rasa kasengsem marang kebagusane Raden Abru.” ‘Sejak hatinya Yekti sudah terlanjur tercengkram rasa cinta kepada ketampanan Raden Abru.’

e. “Kiswaka ngrasakake sumilire angin sing ora sabaene sumeresep nyengkerem balung sungsum.” ‘Kiswaka merasakan semilir angin yang tidak biasa meresap menyengkeram tulang sungsum.’

f. “rasane pait nyengkerem gulu. Krungu kabar

yen Raden Abru wis mboyong Yekti menyang dalem kasatrian, napsu amarahe Adipati Tirtanata saya kobar mangalad-alad.” ‘rasanya pahit menyengkeram leher. Mendengar kabar jika Raden Abru sudah memboyong Yekti menuju kedalam kerajaan, nafsu amarah Adipati Tirtanata semakin terbakar menggelegar.’

9 Litotes a. “kula mboten menopo-menopo lan kula ugi mboten sinten-sinten, Raden.” ‘saya bukan apa-apa dan saya juga bukan siapa-siapa, Raden.’

b. “inggih nyuwun pangapunten, griyanipun pating slengkrah kadhos sudhung celeng!” ‘saya minta maaf, rumahnya berantakan

Page 61: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

51

seperti kandang celeng!’

c. “ingatase calon adipati kung mung trima diamping-ampingi bocah desa ora pakra. Inggih mboten timbang, ngaten!” ‘padahal calon adipati hanya didampingi anak desa yang tidak pantas. Yang tidak seimbang, iya kan!’

d. “sejanipun menika, sinten ingkang purun ngesir prajurit rucah kados kulo.” ‘sebenarnya adalah, siapa yang mau naksir prajurit biasa seperti saya.’

B. Pembahasan Data

1. Analisis Struktural dalam Cerita Rakyat Bebanten Katresnan karya

Sri Adi Harjono

Struktur karya sastra dalam penelitian ini dibahas tentang tema,

alur, tokoh penokohan, latar, dan sudut pandang.

a. Tema

Tema cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono

adalah percintaan. hal itu terbukti dari kutipan dibawah ini.

1)“ Satemane wis suwe Rara Windarti mambu ati marang nom-noman sing dedeg piadeg respati, jatmika nuraga. Nanging bobot, bebet lan bibite njomplang.”

‘Selama ini Rara Windari menyukai pemuda yang berbadan tegap dan berparas tampan. Tetapi bobot, bebet dan bibitnya njomplang.

2) “uripe Rara Windrati disiang dhening kabegjan lan kabagyan. Dheweke rumangsa wis kelangan ajining diri. Ing ngatase putri, putra adipati tur rupa ora nguciwani kathik dadi wong tampikan. Mrana-mrane ditolak atasan ktresnane. tangis diendhem. Sesek. Rasane nganti kaya mbenthot nyawane.”

Page 62: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

52

‘kehidupan Rara Windrati tidak dinaungi keberuntungan dan kebahagiaan. Dirinya merasa sudah kehilangan harga diri. Padahal dirinya seorang putri, putranya Adipati dan penampilannyapun tidak mengecewakan, sampai jadi orang buangan. Sana-sini ditolak oleh cinta. Tangis ditahan. Sesak. Rasanya sampai seperti menarik nyawanya.

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Rara Windari

menyukai seorang rakyat biasa yang berbeda berbeda bibit, bebet dan

bobotnya, sehingga semua yang dia harapkan tidak terpenuhi. Masalah

percintaan di atas yang dihadapi Rara Windrati dijadikan sebagai tema

dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan. Hal itu terbukti dari kutipan

berikut ini.

1) “Ing impenku dhik mben, mbok!” wangsulane Yekti karo ndingkluk. Sabanjure, “Pokoke, aku kudu kelakon dadi garwane Den Abru.” ‘Di dalam mimpiku dulu, mbok!” jawaban Yekti sambil menunduk. Selanjutnya, “Pokoknya, saya harus menjadi istri Raden Abru.’

2) “awit atine Yekti wis kedarung kecengkrem rasa kasengsem

marang kebagusane Raden Abru.” ‘Sejak hatinya Yekti sudah terlanjur tercengkram rasa cinta kepada ketampanan Raden Abru.’

3) “ing njero omah, Nyi Demang kaya udan kembang njroning

atine. semono uga si Yekti, ora bisa di gambarake mungguh kepriye bagya mulyane. Pangarep-arepe numusi katekanan apa sing dadi sedyane. Praene binger. Sorot mripati sing bening lindri-lindri katon sumunar.” ‘Di dalam rumah, Nyi Demang seperti hujan bunga didalam hatinya. Begitu juga dengan Yekti, tidak bisa digambarkan

Page 63: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

53

bagaimana bahagianya. Keinginannya terpenuhi. Mukanya berseri. Sorot mata yang bening kelihatan bersinar.’

Kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa keinginan Yekti untuk

menjadi istri Raden Abru yang sangat dia cintai, meskipun hanya bertemu

di dalam mimpi. keinginan Yekti akhirnya terkabul dan kisah percintaan

Yekti dijadikan sebagai tema cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri

Adi Harjono.

b. Alur

Alur atau plot adalah pengaturan urutan peristiwa pembentuk

cerita yang menunjukan adanya hubungan kausalitas. Alur maju yang

berisi peristiwa-peristiwa tersusun secara kronologis, artinya peristiwa

pertama diikuti peristiwa kedua, dan seterusnya. Cerita pada umumnya

dimulai dari tahap awal hingga tahap akhir. Cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi harjono menceritakan tokoh utama dari mulai

awal sampai akhir cerita. Tahapan alur di bawah ini membuktikan

Cerita rakyat Bebanten Katresnan Karya Sri Adi Harjono menggunakan

alur maju.

1) Pengantar

“Rara Windrati, putra-putrine Adipati Tirtanata ing pati, metu saka dhalem kaputren. lakunne kaya macan luwe lengket-lengket njujug palungguhan ing ngisore wit nagasari cedhak beji.”

‘Rara Windrati, putri Adipati Tirtanata, keluar dari dalam kaputren. berjalan seperti macan lapar pelan-pelan menuju tempat duduk di bawah pohon nagasari di dekat kolam.’

Page 64: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

54

2) Penampilan masalah

Kutipan dibawah ini adalah awal mula permasalahan yang

terjadi di dalam cerita, yaitu menceritakan Rara Windrati seorang

putri Raja yang sedang jatuh cinta kepada Kiswaka seorang prajurit

kerajaan. Rara Windrati sudah menyukai Kiswaka dari pertama

bertemu.

a)“ Satemane wis suwe Rara Windarti mambu ati marang nom-noman sing dedeg piadeg respati, jatmika nuraga. Nanging bobot, bebet lan bibite njomplang.”

‘Selama ini Rara Windari menyukai pemuda yang berbadan tegap dan berparas tampan. Tetapi bobot, bebet dan bibitnya njomplang.

b)“Panagrep-arepe, mbok iya-a rama-ibune paring kamardikan marang dheweke kanggo nentokake pilihaning atine. Mengko dheweke banjur matur yen wis duwe priya cong-congan yaiku Kiswaka.” ‘Keinginannya, seharusnya ayah-ibunya memberi kebebasan kepada dirinya untuk menentukan pilihan hatinya. Nanti dirinya akan bilang jika sidah memiliki laki-laki pilihannya yaitu kiswaka.

Pada kutipan dibawah ini juga menceritakan salah satu

tokoh utama yang memunculkan masalah, yaitu menceritakan

yekti, seorang rakyat biasa yang sedang termenung karena sedang

jatuh cinta. Yekti tidak mau makan dan hanya mengurung diri

dikamar. Orang tua Yekti pun bingung dan menanyakan mengapa

dia seperti itu, namun jawaban Yekti sungguh mengagetkan, Yekti

menyukai putra mahkota kerajaan, sehingga membuat orang tuanya

bingung. Hal itu terbukti dari kutipan di bawah ini.

Page 65: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

55

c) “Ing impenku dhik mben, mbok!” wangsulane Yekti karo ndingkluk. Sabanjure, “Pokoke, aku kudu kelakon dadi garwane Den Abru.”

‘Di dalam mimpiku dulu, mbok!” jawaban Yekti sambil menunduk. Selanjutnya, “Pokoknya, saya harus menjadi istri Raden Abru.’

d) “awit atine Yekti wis kedarung kecengkrem rasa kasengsem

marang kebagusane Raden Abru.”

‘Sejak hatinya Yekti sudah terlanjur tercengkram rasa cinta kepada ketampanan Raden Abru.’

3) Puncak ketegangan / klimaks

Puncak ketegangan terjadi saat Raden Abru meminta restu

dari pamannya untuk menikah dengan yekti wanita pilihannya,

namun Paman Raden Abru yaitu Adipati Tirtanata tidak memberi

restu melainkan kemarahan. Kemaran Adipati Tirtanata disebabkan

karena kegagalan menjodohkan Raden Abru dengan anaknya

sendiri yaitu Rara Windrati. Rara windari akhirnya tidak kuat

dengan perilaku ayahnya sehingga dia memutuskan untuk

mengahiri hidupnya sendiri. hal tersebut terbukti dari kutipan

dibawah ini.

e) “Priyeee?!!!” Adipati Tirtanata Njingkat karo nggebrak meja. Muntap lir kinetap napsu amarahe. “Koe ora mbangun turut marang aku. kowe lewih nggungu ojok-ojokane Rejasa. Priye kok aku mbok aweh idi pangestu? Kok kebangeten temen anggonmu nyepele aku. Wow, dhasar bocah ora urus kowe!”

”Bagaimana?!!!” Adipati tirtanata kaget dan memukul meja. Meluap-luap nafsu kemarahannya. “Kamu tidak memperdulikan aku. Kamu lebih mendengarkan Rejasa. Bagaimana aku akan memberi restu? Kok

Page 66: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

56

keterlaluan sekali kamu menyepelekan aku. Wow, dasar tak tau diri kamu.

f) “ ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!”

‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

g) Rara Windrati…!!!” panjerite Raden Ayu Tirtanata terus nubruk layone Rara Windrati karo nangis gero-gero. Rasa tresna asih marang putri sakmata wayange bali ngebeki atine.

Rara Windrati…!!! Jeritan Raden Ayu Tirtanata sambil memeluk Rara Windrati dengan menangis tersedu-sedu. Rasa cinta kasih kepada putri semata wayang memenuhi hatinya.

4) Penyelesaian

Penyelesaian pada cerita ini seluruh kekuasan

kerajaan disrahkan kepada Raden Abru. Akibat kehilangan istri

dan anaknya akibat sifatnya yang serakah Adipati Tirtanata

sudah berubah menjadi orang yang baik. Hal tersebur terdapat

pada kutipan dibawah ini.

i. “wiwit dina iki, kekuasaan kadipaten Pati tak pasrahake marang putraku Raden Abru”

‘Mulai hari ini, kekuasaan kerajaan saya serahkan kepada putraku Raden Abru’

ii. dhene Adipati Tirtanata sing sasuwene iki kaya macan galak, dadakan malih kaya kuthuk.”

‘Adipati Tirtanata selama ini seperti macan galak, langsung berubah seperti anak ayam.’

Page 67: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

57

c. Tokoh dan penokohan

Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu cerita

yang mengalami peristiwa dan mempunyai sifar, sikap, emosi, prinsip

dan sebagainya. Tokoh dibagi atas tokoh utama takoh tambahan, serta

tokoh antagonis dan protagonis.

1) Tokoh

a) Rara Windrati

Rara Windari adalah salah satu tokoh utama dalam cerita

ini. Rara Windrati adalah seorang putri raja, ayahnya sudah

menentukan siapa jodoh untuknya meskipun Rara Windrati

sudah mencintai orang lain. Rara Windari memiliki watak patuh

terhadap orang tua, hal tersebut terdapat pada kutipan di bawah

ini.

“banjur apa darurane? Rara Windrati kepeksa kudu nindhakake dhawuh saka rama-ibune sing cengkah lan suara ati.”

‘lalu apa masalahnya? Rara Windrawati terpaksa harus melakukan keinginan dari ayah-ibunya yang berbeda dengan suara hatinya.

b) Kiswaka

Kiswaka adalah salah satu tokoh utama dalam cerita

ini, di dalam cerita Kiswaka adalah orang yang dicintai

Rara Windrati, namun Kiswaka menyadari bahwa dirinya

Page 68: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

58

adalah seorang rakyat biasa. Kiswaka memiliki watak

rendah hati, hal tersebut terdapat pada kutipan dibawah ini.

“cilike keslomot gedhene bisa kobong. Dadi ketimbang luhur apa lebur dhek emben kae terus disuwak ngono wae. Sumungguha nampa Rara Windrati banjur kepie mengko tumanggape Raden Abru. Karo maneh nuruti kekarepane Rara Windrati padha wae karo dolanan geni.”

‘Kecil tersulut besar bisa terbakar. Jadi ketimbang luhur apa lebur lebih baik dilupakan saja. Seandainya menerima Rara Windrati bagaimana nanti tanggapan Raden Abru. Apalagi memenuhi keinginan Rara Windrawati, seperti bermain api.’

c) Yekti

Yekti adalah gadis desa yang menyukai putra

mahkota yaitu Raden Abru yang ditemuinya di dalam

mimpi, meskipun berbeda kasta Yekti tetap keras kepala

supaya bisa menikah dengan Raden Abru. Sifat keras

kepala Yekti terdapat pada kutipan di bawah ini.

“Ing impenku dhik mben, mbok!” wangsulane Yekti karo ndingkluk. Sabanjure, “Pokoke, aku kudu kelakon dadi garwane Den Abru.”

‘Di dalam mimpiku dulu, mbok!” jawaban Yekti sambil menunduk. Selanjutnya, “Pokoknya, saya harus menjadi istri Raden Abru.’

d) Raden Abru

Raden Abru adalah putra mahkota, dikisahkan di

dalam cerita Raden Abru ingin mempelajari kesaktian

Page 69: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

59

disebuah desa, didesa tersebut Raden Abru bertemu dengan

gadis yang menolongnya di dalam mimpi yaitu Yekti anak

dari gurunya. Tanpa membutuhkan waktu lama dalam

perkenalan Raden Abru langsung melamar Yekti untuk

dipersunting. Sifat terus terang Raden Abru terdapat pada

kutipan di bawah ini.

“sampun, Ki Demang. Adhi Yekti! Mila wontena keparingipun, adhi Yekti kula suwun. Badhe kula boyong mlebet dhateng dalam kasatrian pati. Demang Grenceng lan Kiswaka pandeng-pandengan. Atine padha lunjak-lunjak kaya tabuh gambang.”

‘sudah, Ki Demang. Yekti! Kalau diperbolehkan, Yekti saya minta. Mau saya boyong masuk kedalam kerajaan. Demang Grenceng dan kiswaka saling berpandangan. Hatinya berdebar-debar seperti suara gamelan.’

e) Adipati Tirtanata

Adipati Tirtanata adalah tokoh antagonis yang memiliki

watak suka mengatur terhadap anaknya, dan pemarah. Ha

tersebut terdapat pada kutipan dibawah ini.

3) “dhene Adipati Tirtanata sing sasuwene iki kaya macan galak, dadakan malih kaya kuthuk.” ‘Adipati Tirtanata selama ini seperti macan galak, langsung berubah seperti anak ayam.’

4) “ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!”

Page 70: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

60

‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

f) Demang Grenceng

Demang Grenceng memiliki watak penyayang

terhadap anaknya, yaitu yekti. Hal tersebut terdapat pada

kutipan di bawah ini.

“aku tak meres kringet muter nalar murih anakmu nemu urip mulya. Ora kasiksa ngono kui.”

‘saya akan memeras keringat memutar otak supaya anakmu menemukan hidup bahagia. Tidak tersiksa seperti itu.’

1) Tokoh utama

Tokoh utamanya dalam cerita rakyat bebanten Katresnan

adalah Rara Windrati. Tokoh ini sering dimunculkan oleh

pengarang dalam menggerakan konflik cerita. Hal itu tebukti dari

kutipan-kutipan dibawah ini.

“ Satemane wis suwe Rara Windarti mambu ati marang nom-noman sing dedeg piadeg respati, jatmika nuraga. Nanging bobot, bebet lan bibite njomplang”

‘Selama ini Rara Windari menyukai pemuda yang berbadan tegap dan berparas tampan. Tetapi bobot, bebet dan bibitnya njomplang.

Dari kutipan diatas, dapa disimpulkan bahwa Rara Windari

sebagai tokoh utama dalam cerita rakyat Bebanten Katrenan

Page 71: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

61

sebagai penggerak masalah-masalah yang ada di dalam cerita

rakyat ini. Tokoh utama lain yang juga tampak pada cerita rakyat

Bebanten Katresnan adalah Kiswaka. Hal itu terbukti dari kutipan

di bawah ini.

“karo maneh nuruti kekarepane Rara Windrati padha wae karo dolanan geni. Cilike keslomot gedhene bisa kobong. Dadi ketimbang luhur apa lebur dhek emben kae terus disuwak ngono wae. Sumungguha nampa Rara Windrati banjur kepie mengko tumanggape Raden Abru. ”

‘apalagi menuruti kemauan Rara Windrati seperti bermain api. Kecil tersulut besar bisa terbakar. Jadi daripada luhur apa lebur lebih baik dilupakan saja. Seandainya menerima Rara Windrati bagaimana nanti tanggapan Raden Abru.’

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan Kiswaka adalah

laki-laki yang disukai Rara Windari, namun Kiswaka menyadari

bahwa dirinya hanyalah golongan orang biasa, berbeda dengan

Rara Windrati dar golongan kerajaan. Sehingga tokoh Kiswaka

merupakan salah satu penggerak konflik. Tokoh lain yang juga bisa

tampak sebagai tokoh utama adalah Raden Abru dan Yekti. Hal itu

terbukti dari kutipan dibawah ini.

“awit atine Yekti wis kedarung kecengkrem rasa kasengsem marang kebagusane Raden Abru.” ‘Sejak hatinya Yekti sudah terlanjur tercengkram rasa cinta kepada ketampanan Raden Abru.’

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa yekti sudah

terlanjur mencintai Raden Abru, sehingga hal tersebut menjadi

sebuah konflik di dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan.

Page 72: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

62

2) Tokoh tambahan

Tokoh tambahan dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan karya

Sri Adi Harjono terbagi menjadi dua, yaitu tokoh tambahan

andalan dan tokoh tambahan bawahan. Adapun tokoh-tokoh ini

antara lain:

1. Tokoh Tambahan Andalan

Disebut tokoh tambahan andalan karena walaupun tokoh ini

hanya seorang tokoh tambahan akan tetapi tokoh ini

memperkuat alur cerita dalam novel ini. Tokoh ini kadang

memunculkan konflik. Tokoh tambahan andalan antara lain :

Demang Grenceng dan Adipati Tirtanata. Hal tersebut terbukti

dari kutipan dibawah ini.

“Sesuk anakmu dikandhani. Kon nggentur donga puja-puji bne sasedyane diijabahi kang gawe urip. Aku tak meres kringet muter nalar murih anaku nemu urip mulya. Ora kasiksa ngana kui!” ‘Printahlan anakmu untuk berdoa agar semua keinginannya dipenuhi oleh Yang Maha Kuasa. Saya akan memutar otak biar anakmu menemukan kebahagiaan hidup. Tidak tersiksa seperti ini!.

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan Demang Grenceng

sedang mencari cara agar keinginan anaknya bisa terwujud. Jadi

dapat disimpulkan tokoh ini berperan penting dalam jalannya

konflik cerita. Tokoh tambahan andalan lainnya adalah Adipati

Tirtanata. hal itu terbukti dari kutipan dibawah ini.

Page 73: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

63

“ ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!”

‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Adipati

Tirtanata menginginginkan anaaknya yaitu Rara Windrati menikah

dengan Raden Abru tetapi Raden Abru lebih memilih gadis desa.

Jadi dapat disimpulkan tokoh Adipati Tirtanata berperan penting

dalam pembentukan konflik cerita.

2. Tokoh Tambahan Bawahan

Disebut tokoh tambahan bawahan karena tokoh-tokoh ini

hanya sebagai pemanis atau pelengkap di dalam cerita. Tokoh

tambahan bawahan antara lain: Demang Timbang, Nyi Demang,

Raden ayu Tirtanata.

Tokoh Demang Timbang merupakan tokoh tambahan

bawahan. Hal itu terbukti dari kutipan dibawah ini.

“Wonten perlu kalian bapak..,badhe nakyinaken bab udeng menika. Demang Timbang ndengengek, nuli ngrangeh udheng lempitan saka tangane kiswaka” ‘Ada perlu dengan bapak..,mau menanyakan hal tutup muka ini. Demang Timbang kaget, lalu mengambil tutup muka dari tangan kiswaka”

Kutipan di atas dapat disimpulkan Kiswaka yang bertanya

kepada ayahnya tentang tutup muka. Tokoh Demang timbang

hanya sekali muncul untuk menjelaskan tentang tutup muka

Page 74: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

64

tersebut. Jadi tokoh Demang Timbang disebut juga dengan tokoh

tambahan bawahan. Tokoh tambahan bawahan juga ditampilkan

dalam cerita Rakyat Bebanten Katresnan, tokoh ini adalah Nyi

Demang. Hal itu terbukti dari kutipan dibawah ini.

“Nangisa Nduk…, ben lega atimu. Sunteken sesangga uripmu. Taktadhahana,” omonge Nyi Demang groyok.

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan, Nyi Demang sedang

menanyakan apa yang sedang dirasakan oleh anakya yaitu Yekti.

Tokoh Nyi Demang katakana tokoh pembantu bawahan karena

hanya muncul beberapa kali namun tidak mempengaruhi alur

cerita. Tokoh tambahan bawahan lain juga ditampilkan dalam

cerita rakyat Bebanten Katresnan, tokoh ini adalah Raden Ayu

Titanata. Hal itu terbukti dari kutipan dibawah ini.

“Rara Windrati...!!!” panjerite Raden Ayu Tirtanata terus nubruk layone Rara Windrati karo nangis gero-gero. Saka kui Raden Ayu Tirtanata kebat kaya kilat, nyaut patrem sing isih ginegem Rara Windrati kanggo sunduk salira.”

‘Rara Windari..!!!” jerit Raden Ayu Tirtanata langsng menangkap jatuhnya Rara Windrati sambil menangis. Dari itu Raden Ayu Tirtanata dengan cepat mengambil pisau yang dipegang Rara Windari untuk bunuh diri.”

Dari kuipan diatas dapat disimpulkan Raden Ayu Tirtanata

yang terpukul atas kematian anaknya, sehingga dia pun bunuh diri.

Tokoh Raden Ayu Titanata disebut tokoh tambahan bawahan karena

di dalam cerita ini jarang ditampilkan dan tidak berpengaruh

terhadap alur cerita.

Page 75: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

65

1) Tokoh protagonis

Tokoh protagonist adalah tokoh yang memegang peran

pimpinan dalam cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling

tinggi intensitas keterlibatan di dalam peristiwa-peristiwa yang

membangun cerita dan waktu yang digunkan tokoh ptotagonis

berhubungan dengan semua tokoh yang ada dalam cerita dan tokoh

protagonist menjadi pusat sorotan di dalam cerita.

Didalam menentukan tokoh protagonist didalam cerita rakyat

Bebanten Katresnan ini lebih tepat menyebut Rara Windrati,

Kiswaka, Raden Abru, dan Yekti. Tokoh-tokoh ini lebih banyak

berinteraksi dengan tokoh-tokoh yang ada. Selain itu di dalam

cerita rakyat ini banyak diungkapkan perasaan dan pikiran tokoh-

tokoh ini tehadap masalah-masalah yang dihadapi serta tokoh ini

hadir dari awal sampai akhir dan mempengaruhi jalan cerita. Hal

itu terbukti dari kutipan dibawah.

2) Tokoh antagonis

Tokoh anatagonis merupakan tokoh yang beroposisi dengan

tokoh protagonis. Tokoh antagonis dalam cerita Rakyat

Bebanten Katresnan ini adalah Adipati Tirtanata, karena

berpengaruh terhadap konflik. Adipati Titanata adalah ayah dari

Rara Windrati yang selalu memaksakan kehendaknya. Hal itu

terbukti pada kutipan dibawah ini.

Page 76: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

66

1) “ ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakera!”

‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh dan tak tau apa-apa!’

2) “Priyeee?!!!” Adipati Tirtanata Njingkat karo nggebrak meja. Muntap lir kinetap napsu amarahe. “Koe ora mbangun turut marang aku. kowe lewih nggungu ojok-ojokane Rejasa. Priye kok aku mbok aweh idi pangestu? Kok kebangeten temen anggonmu nyepele aku. Wow, dhasar bocah ora urus kowe!” ‘”Bagaimana?!!!” Adipati tirtanata kaget dan memukul meja. Meluap-luap nafsu kemarahannya. “Kamu tidak memperdulikan aku. Kamu lebih mendengarkan Rejasa. Bagaimana aku akan memberi restu? Kok keterlaluan sekali kamu menyepelekan aku. Wow, dasar tak tau diri kamu.

Kutipan pertama menjelaskan tentang kemarahan Raja

tirtanata tehadap putrinya Rara Windrati yang tidak bisa

mengambil hati Raden Abru dan kalah dengan gadis desa. Kutipan

kedua menjelaskan tentang kemarahan Adipati Tirtanata karena

Raden Abru meminta restu untuk menikahi gadis pilihannya.

Adipati Tirtananta adalah paman dari Raden Abru.

d. Latar

Menurut Stanton (2012 : 35) latar adalah lingkungan yang

melengkapi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi

dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Sedangkan menurut Nurhayati (2012 : 18) Latar atau setting

yang disebut juga sebagai landas tumpu mengarah pada pengertian

Page 77: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

67

tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Pada banyak prosa latar

membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya cuaca yang ada

dilingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh cerita

tersebut

1) Latar Tempat

latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan (Nurgiantoro, 2010 : 227). Secara garis besar di dalam

cerita rakyat Bebanten Katresnan, latar berkisar pada dua tempat.

Latar pertama dikerajaan dan latar kedua di desa Tenggeles.

Berikut kutipan-kutipan yang menyatakan letar pada cerita.

1) Rara Windrati, putra-putrine Adipati Tirtanata ing pati, metu saka dhalem kaputren.

Rara Windrati, putri Adipati Tirtanata, keluar dari dalam kaputren.’

2) “ing gardu pajangan ngarep banjar pomahan kademangan, wong-wong jaga mbengi katon ana kang keturon, lan ana sing pada gojeg.”

‘di gardu depan rumah kademangan, orang-orang sedang berjaga malam terlihat ada yang tertidur, dan ada yang bercanda.’

3) ing njero omah, Nyi Demang kaya udan kembang njroning atine.’

‘didalam rumah, Nyi Demang seperti hujan bunga didalam hatinya.”

4) “sadawane dalan Raden Abru ora kumecap. Embuh bathine. Semono uga Kiswaka melu meneng.”

Page 78: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

68

‘sepanjang jalan Raden Abru tidak berbicara. ntah batinnya. Begitu juga dengan Kiswaka.”

2) Latar Waktu

Nurgiyantoro (2010:230) berpendapat bahwa latar waktu

berhubungan dengan malah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah fiksi.

Latar waktu yang digunkan didalam cerita rakyat Bebanten

Ktresnan berikut ini:

1) “Nresepi endhehing lintang rembulan sing grenggani langit biru maya-maya. Kaya awakku kang tansah dioyak-oyak swara ati.”

‘meresapi indahnya bintang bulan yang ada di langit biru samar-samar. Seperti badanku yang selalu dikejar-kejar suara hati’

2) “banjur arep menyang endi uwong kuwi? Swara rewet-rewat kewan bengi sabangsa kutu-kutu walanggatanga nganyut-anyut kaya panangise batine.” ‘lantas mau kemana orang itu? Suara hewan malam sejenis belalang mendayu-dayu seperti tangisan batinnya.’

3) “wektu terus lumaku. Esuk, awan, sore, bengi. Esuk,

awan, sore, bengi…! Mubeng.

‘waktu terus berjalan. Pagi, siang, sore, malam. Pagi ,siang, sore, malam…!berputar

4) “upacara sing sipate tebus alam batin iku sineksen lintang-lintang pating krelip saka awiyat.”

‘upacara yang sifatnya menembus alam batin itu disaksikan bintang-bintang berkerlap-kerlip dari atas.’

5) “Wengi trus lumaku“

Page 79: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

69

‘malam terus berjalan’

3) Latar sosial

Menurut Nurgiyantoro (2010:230) Latar sosial adalah latar

yang menjelaskan tata cara kehidupan sosial masyarakat yang

meliputi masalah-masalah dan kebiasaan-kebiasaan pada

masyarakat tersebut. Latar sosial yang digunakan dalam cerita

rakyat Bebanten Katresnan adalah.

a. “ing gardu pajangan ngarep banjar pomahan kademangan, wong-wong jaga mbengi katon ana kang keturon, lan ana sing pada gojeg. weruh Demang Grenceng metu seka omah banjur rep, meneng. Kaya orong-orong kepidak.” ‘di gardu depan rumah kademangan, orang-orang sedang berjaga malam terlihat ada yang tertidur, dan ada yang bercanda. Melihat Demang Grenceng keluar dari rumah, mereka terdiam. Seperti orong-orong terinjak.’

3) “upacara sing sipate tebus alam batin iku sineksen lintang-lintang pating krelip saka awiyat.”

‘upacara yang sifatnya menembus alam batin itu

disaksikan bintang-bintang berkerlap-kerlip dari atas.’

e. Sudut pandang

Abaram (dalam Nurgiantoro, 2010 : 248) mendefinisikan sudut

pandang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan

berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi

kepada pembaca. Sementara itu, Brooth (dalam Nurgiantoro, 2010:

Page 80: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

70

249) mengemukakan bahwa sudut pandang adalah teknik yang

dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna

karya artistiknya untuk dapat sampai dan berhubungan dengan

pembaca.

Nurhayati (2012:21) pada sebuah cerita pengarang bertindak sebagai

pencipta segalanya. Ia bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, dan

jalan pikiran pelaku cerita. Pengarang juga bisa mengomentari kelakuan

para tokoh cerita, bahkan bisa langsung dengan membacanya.

Cerita rakyat Bebanten Ktresnan karya Sri Adi Harjono

menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tau. Dari kutipan

berikut terlihat jelas bahwa pengarang mengetahui apapun yang

dilakukan oleh tokoh.

“sasuwene iki sikep lan tangkepe marang raden Abru kaya lumrahe sedulur nunggal welad ngana kae. Banjur kepriye olehe arep nglakoni yen dheweke kudu seomah karo kangmase dhewe? Huhhh! Kaya jagad iki mung segodhong kelor. Rara windrati pepes otot bayune, kaya ora kuwawa nduwa wewenange wong tuwa. ”

‘selama ini sikap dan tanggapnya kepada Raden Abru seperti saudara kandung. Lalu bagaimana menjalaninya jika dirinya harus serumah bersama kakak sendiri? Huhhh! Seperti dunia ini hanya selebar daun kelor. Rara Windrati lemas, seperti tak kuasa melawan keinginan orang tua.’

Kutipan diatas menceritakan Rara Windrati yang sedang bingung

karena akan dijodohkan dengan Raden Abru yang sudah dia anggap

seperti kakak kandungnya sendiri. Pengarang dalam cerita rakyat

Bebanten Katresnan menggunakan sudut pandang orang ketiga serba

Page 81: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

71

tahu, karen pengarang benar-benar tahu isi hati Rara windrati kepada

Raden Abru.

2) Analisis Gaya Bahasa dalam Cerita Rakyat Bebanten Katresnan

karya Sri Adi Harjono.

a. Simile

Gaya bahasa simile adalah perbandingan yang bersifat

eksplisit. Pebandingan yang ditandai dengan kata depan dan

penghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai, dan

sebagainya.

Penggunaan gaya bahasa dalam cerita rakyat Bebanten

Katresnan terdapat pada kutipan-kutipan dibawah ini.

1) “iwak badher padha slira sliri oyak-oyakan ing antarane trate gunung kang kembange nedheng mengkrok jambon sumringah. Srengenge sagenter duwure esuk kuwi cahyane semamburat tumiba neng lumahing banyu beji keton kinclong-kinclong kaya kaca” ‘ikan saling berlarian diantara bunga teratai gunung yang tampak merah muda berseri. Pagi itu matahari segalah tingginya, cahayanya jatuh di permukaan air kolam sehingga terlihat berkilau seperti kaca.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ yang bermakna seperti. Pada kalimat

“keton kinclong-kinclong kaya kaca” air kolam diibaratkan jernih

seperti sebuah kaca, padahal kaca dan air adalah dua benda yang

berbeda. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat

jelas, karena dua kata yang berbeda makna dianggap sama yaitu air

Page 82: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

72

yang jernih diibatarkan seperti kaca. Kutipan di atas menggambarkan

sebuag kolam yang indah berisi ikan dan bunga teratai yang cantik.

2) “Rara Windrati, putra-putrine Adipati Tirtanata ing pati, metu saka dhalem kaputren. Lakunne kaya macan luwe lengket-lengket njujug palungguhan ing ngisore wit nagasari cedhak beji.”

‘Rara Windrati, putri Adipati Tirtanata, keluar dari dalam kaputren. berjalan seperti macan lapar pelan-pelan menuju tempat duduk di bawah pohon nagasari di dekat kolam.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kalimat “Lakunne kaya macan luwe” mengandung arti

cara berjalan seseorang yang diibaratkan seperti seekor macan yang

sedang lapar. Hal ini tentu tidak sesuai dengan kenyataan karena cara

berjalan manusia dan hewan tentu sangat berbeda. Pemanfaatan gaya

bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas, karena

membandingkan manusia dengan macan. Kutipan di atas

menceritakan seorang putri kerajaan yang berjalan pelan menuju

tempat duduk di bawah pohon nagasari dekat kolam.

3) “sik ta, kok kaya diuyak dhemit wae. Sareh ya, kakang…, aku mesthi enggal marak sowan ing ngarsane kanjeng Rama. Ning umpama awake dhewek leren omong-omongan dhisik, rak bisa ta?! ” ‘sebentar, kok seperti dikejar hantu saja. Sabar ya, kakang…, aku pasti akan datang di tempat kanjeng Rama. Tapi kalau kita bicara sebenter, bisa kan?! ’

Page 83: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

73

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kalimat “kok kaya diuyak dhemit” mengandung arti

seseorang yang terburu-buru seperti dikejar hantu. Namun seseorang

di dalam cerita tersebut tidak sedang dikejar oleh hantu. Ungkapan

‘kaya’ yang ada di dalam cerita tersebut hanya untuk menggambarkan

seseorang yang ingin secepatnya meninggalkan suatu tempat.

Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas,

karena sesuatu yang sebenarnya sedang tidak dilakukan digambarkan

seperti sedang terjadi.

4) “Nresepi endhehing lintang rembulan sing grenggani langit biru maya-maya. Kaya awakku kang tansah dioyak-oyak swara ati. ”

‘meresapi indahnya bintang bulan yang ada di langit biru samar-samar. Seperti badanku yang selalu dikejar-kejar suara hati’ Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kalimat “kaya awakku kang tansah dioyak-oyak swara

ati” mengandung arti seseorang yang masih penasaran tentang sesuatu

hal, sehingga diibaratkan seperti dikejar-kejar suara hati. Namun

sebenarnya hati tidak bersuara apalagi dikatakan di dalam cerita

tersebut digambarkan dapat mengejar seseorang. Pemanfaatan gaya

bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas, karena sesuatu hal

yang tak bernyawa dan tak berbentuk seakan-akan hidup.

Page 84: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

74

5) “sasuwene iki sikep lan tangkepe marang raden Abru kaya lumrahe sedulur nunggal welad ngana kae. Banjur kepriye olehe arep nglakoni yen dheweke kudu seomah karo kangmase dhewe? Huhhh! Kaya jagad iki mung segodhong kelor. Rara windrati pepes otot bayune, kaya ora kuwawa nduwa wewenange wong tuwa. ”

‘selama ini sikap dan tanggapnya kepada Raden Abru seperti saudara kandung. Lalu bagaimana menjalaninya jika dirinya harus serumah bersama kakak sendiri? Huhhh! Seperti dunia ini hanya selebar daun kelor. Rara Windrati lemas, seperti tak kuasa melawan keinginan orang tua.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat ”Kaya jagad iki mung segodhong kelor” mengandung arti

seperti dunia ini sangat sempit. Namun benenarnya dunia ini sangatlah

luas tidak hanya selebar daun kelor. Pemanfaatan gaya bahasa simile

pada kalimat di atas sangat jelas, karena membandingkan dua hal yang

berbeda yaitu membandingkan bumi dan daun kelor. Kutipan di atas

menggambarkan seseorang yang bingung dengan takdir hidup yang

tidak sesuai dengan harapannya, yaitu akan dijodohkan dengan

seorang yang sudah dianggap kakak kandung sendiri.

6) “kacarita wektu semana Demang Grenceng lagi kuwur pikire. Si Yekti anak wadon ontang-anting wis pirang-pirang dina ora doyan mangan. Senenge yen ora ngurung diri neng senthong ya golek sing gon sepi panyawange nglangut, layu. Ragane kaya wis koncatan jiwa.” ‘diceritakan pada waktu itu Demang Grenceng sedang bingung pikirannya. Si Yekti anak perempuan satu-satunya sudah

Page 85: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

75

beberapa hari tidak mau makan. Jika tidak mengurung diri di kamar ya mencari tempat sepi. Pandangannya lesu, lemas. Bandanya seperti kehilangan jiwa.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “Ragane kaya wis koncatan jiwa.” Bandanya seperti

kehilangan jiwa’ bermakna orang yang sedang jatuh cinta, sehingga

terlihat sedih dan lemas seperti raganya tak bernyawa. Pemanfaatan

gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas, karena seseorang

yang sedang jatuh cinta tidak mungkin sampai raganya kehilangan

nyawa. Sehingga kutipan di atas membandingkan akibat yang terjadi

secara wajar dengan akibat yang dilebih-lebihkan.

7) “wangsulane Yekti kaya mangsa kesanga. Gumludhug gumalegar gawe getar. Nyi Demang nganti njumbul saking kagete.” ‘jawaban Yekti seperti musim kesembilan. Menggelegar membuat getar. Nyi Demang sangat kaget.

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “wangsulane Yekti kaya mangsa kesanga” ‘jawaban Yekti

seperti musim kesembilan’ bermakna jawaban yang di ucapkan Yekti

sangat mengagetkan, sehingga diibaratkan seperti musim kesembilan.

Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas,

Page 86: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

76

karena ungkapan dari seseorang meskipun begitu mengagetkan tidak

mungkin sama seperti “mangsa kesanga” yaitu bulan yang penuh petir

dan hujan. Sehingga kutipan di atas membandingkan dua hal kejadian

yang terjadi secara wajar dengan kejadian yang dilebih-lebihkan.

8) “ing gardu pajangan ngarep banjar pomahan kademangan, wong-wong jaga mbengi katon ana kang keturon, lan ana sing pada gojeg. weruh Demang Grenceng metu seka omah banjur rep, meneng. Kaya orong-orong kepidak.”

‘di gardu depan rumah kademangan, orang-orang sedang berjaga malam terlihat ada yang tertidur, dan ada yang bercanda. Melihat Demang Grenceng keluar dari rumah, mereka terdiam. Seperti orong-orong terinjak.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat”… Kaya orong-orong kepidak” ‘…seperti anjing tanah

terinjak’. Orong-orong adalah hewan jenis serangga. Kalimat tersebut

menggambarkan sekelompok orang yang langsung terdiam ketika

bertemu dengan seseorang yang dihormatinya, sehingga diibaratkan

seperti orong-orong terinjak. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada

kalimat di atas sangat jelas, karena membandingkan manusia dengan

anjing tanah.

9) “beladiri mono seni. Kagunan mula gerak-gerike kudu luwes, endah. Nom-noman loro kuwi katon gumregut anggone pada gladhen. tandhang trajange kaya sikatan nyamber walang.”

Page 87: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

77

‘beladiri itu seni. Jadi gerakannya harus bagus, indah. Kedua pemuda itu terlihat serius disaat latihan. Sepak terjangnya seperti burung sedang menyambar belalang’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…tandhang trajange kaya sikatan nyamber walang..”

‘…sepak terjangnya seperti burung menyambar belalang…’. Burung

adalah hewan yang sangat gesit dalam bergerak. Kalimat tersebut

menggambarkan dua pemuda yang sedang berlatih, dan gerakannya

sangat cepat, sehingga diibarakan burung saat memangsa belalang.

Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas,

karena membandingkan gerakan menusia dengan kecepatan burung.

10) “mung lintang Bima Sekti sing keton ngregemeng. Kaya nyuwek –nyuwek cangkem naga Nemburnawa ning thelenge samodra Minangkalbu.” ‘hanya bintang bima sakti yang terlihat jelas. Seperti membelah mulut naga Nemburnawa di permukaan laut Minangkalbu.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…. Kaya nyuwek –nyuwek cangkem naga Nemburnawa…”

‘…Seperti membelah-belah mulut naga Nemburnaga…’. Naga

Nemburnawa adalah hewan mitologi yang terdapat didalam cerita

Page 88: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

78

wayang, dan pernah bertarung dengan Bima. Kalimat tersebut

menggambarkan cahaya dari bintang Bima Sakti sangat jelas daripada

bintang lain, sehingga diibaratkan seperti membelah mulut naga

Nemburnawa.

11) “nuwun sewu Raden, sinau sejarah menika mupangati sanget. Sinau sejarah kehidupan kados tiyang nedha ulam. Balung erinipun kabucal lan dagingipun ingkang dipuntedha.” ‘Maaf Raden, belajar sejarah itu sangat bermanfaat. Belajar sejarah kehidupan seperti orang memakan ikan. Tulang-belulangnya dibuang dan dagingnya yang dimakan.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kadhos’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…kados tiyang nedha ulam…” ‘…seperti orang makan

ikan…”. Kalimat tersebut menjelaskan belajar sejarah itu seperti

memakan ikan, yaitu ambilah sisi baiknya yang berupa dagingnya

ikan, dan buang sisi buruknya yakni duri dan tulangnya. Pemanfaatan

gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas, karena

membandingkan dua hal yang sangat berbeda, yaitu belajar sejarah

dan memakan ikan. Kutipan di atas menceritakan seorang guru yang

ingin mecerikan sejarah seorang ayah kepada anaknya, sehingga

mengingakan untuk mengambil sisi baiknya saja.

12) “ing njero omah, Nyi Demang kaya udan kembang njroning atine. Pasemono uga si Yekti, ora bisa di gambarake mungguh kepriye bagya mulyane. Pangarep-arepe numusi katekanan apa sing dadi sedyane. Praene binger. Sorot mripati sing bening lindri-lindri katon sumunar”

Page 89: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

79

‘didalam rumah, Nyi Demang seperti hujan bunga didalam hatinya. Begitu juga dengan Yekti, tidak bisa digambarkan bagaimana bahagianya. Keinginannya kesamapain. Mukanya berseri. Sorot mata yang bening kelihatan bersinar.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. kalimat “...kaya udan kembang…” ‘…seperti hujan bunga…’.

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada kalimat

tesebut menjelaskan bahwa seseorang sedang merasakan kegembiraan

yang luar biasa, sehingga diibaratkan seperti hujan bunga didalam

hatinya. Karena bunga identik dengan keindahan. Pemanfaatan gaya

bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas, yaitu membandingkan

kebahagian seseorang dengan hujan bunga. Kutipan di atas

menceritakan seseorang yang sangat bahagia kerana keinginannya

terpenuhi.

13) “sakdheg saknyet kumenyut atine Raden Abru bareng mulat Kenya sulistya sing jibles kaya bocah ayu kang tetulung marang dheweke njroning impen. Raden Abru kedhep tesmak panyawange. Lan dadi gragapan nalika dijawil Kiswaka di ajak ngrambahi pasuguhane sing duwe omah. Kalawan abang ireng pasemone, Raden Abru nuli ngombe rujak degan sacegokan. rasane kaya ngumbe banyu kaswargan.” ‘tiba-tiba berdebar hatinya Raden Abru ketika melihat wanita cantik yang persis wanita yang menolongnya didalm mimpi. Raden Abru tak berkedip ketika melihatnya. Dan jadi gugup ketika dicolek Kiswaka di ajak mencicipi suguhan dari tuan rumah. Jadi merah hitam wajahnya. Menjadi merah hitam senyumannya, Raden Abru lalu meminum rujak degan setegukan. rasanya seperti minum air surga.’

Page 90: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

80

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…kaya ngumbe banyu kaswargan…” ‘seperti minum air

surga…’. Kalimat tersebut menceritakan Raden Abru yang sedang

jatuh cinta, ketika wanita yang dicintai menyuguhkan minuman biasa

rasanya menjadi luar biasa, sehingga diibaratkan minum air surga.

Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas,

karena membandingkan hal yang terlihat abstrak dengan hal yang

konkret, yaitu meminum “rujak degan” seperti meminum “banyu

kaswargan” dikarenakan yang menyuguhkan adalah wanita yang

dicintainya.

14) “nyuwun pangapunten…! Mangke gek kadhos “sedhah” gegambaranipun. Seger dikinang, alum dibuang.Menawi taksih remen inggih di-Cah ayu,Cah Ayu…, ning menawi sampun bosen rak dipunsia, diundamana!” ‘nyuwun pangpunten…! Nanti seperti “daun sirih” gambarannya. Sgar dikinang, sepah dibuang. Jikalau masih suka ya dipuji-puji, tapi kalau dudah bosan disia-sia, dibuang!’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kadhos’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…kadhos “sedhah” …” ‘…seperti “daun sirih”…’. Daun

sirih adalah daun yang berhasiat untuk menjaga kesehatan. Daun sirih

biasa digunakan oleh orang terdahulu untuk kinang. Kalimat tersebut

Page 91: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

81

menjelaskan seseorang yang takut dirinya hanya dijakan wanita yang

dicintai ketika dibutuhkan, dan dibuang ketika sudah bosan, Sehingga

diibaratka seperti daun sirih. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada

kalimat diatas sangat jelas, karena membandingkan manusia dengan

daun sirih.

15) ”nmm! Kowe kui jian pinter golek akal, Kakang!” panyaute Yekti lirih. Raine menter-menter kaya tomat.”

”nmm! kamu itu pintar cari akal, kakang!” jawaban Yekti pelan. Mukanya merah cerah seperti tomat. Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kutipan “..kaya tomat…” ‘…seperti tomat…’. Tomat adalah sayuran

yang berwarna merah. Kutipan tersebut menjelaskan wanita sedang

malu karena berbicara dengan laki-laki yang dia cintai sehingga

mukanya memerah seperti tomat. Pemanfaatan gaya bahasa simile

pada kalimat di atas sangat jelas, karena membandingkan muka

seseorang yang sedang malu sehingga memerah menjadi seperti

tomat.

16) “sampun, Ki Demang. Adhi Yekti! Mila wontena keparingipun, adhi Yekti kulo suwun. Badhe kula boyong mlebet dhateng dalam kasatrian pati. Demang Grenceng lan Kiswaka pandeng-pandengan. Atine padha lunjak-lunjak kaya tabuh gambang.”

‘sudah, Ki demang. Yekti! Kalau diperbolehkan, Yekti saya minta. Mau saya boyong masuk kedalam kerajaan. Demang

Page 92: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

82

Grenceng dan kiswaka saling berpandangan. Hatinya berdebar-debar seperti bermain gamelan.’ Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat ”… kaya tabuh gambang…” ‘…seperti bermain

gamelan…’. Kalimat tersebut menjelaskan betapa terkejutnya

Demang Grencang dan kiswaka sehingga membuat hati mereka

berdebar-debar. karena di dalam cerita meraka mendengar ucapan

yang tidak meraka duga sama sekali, sehingga diibaratkan hatinya

berdebar-debar seperti bermain gamelan. “gambang” adalah alat

musik khas Indonesia. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat

di atas sangat jelas, karena membandingkan perasaan seseorang

dengan sebuah bunyi dari alat musik.

17) “sing ditinggal kerot-kerot wajane, abang kaya godhong katirah netrane.”

‘yang ditinggal kasal marah wajahnya, merah seperti daun katirah matanya.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “...abang kaya godhong katirah…” ‘…seperti daun katirah

matanya...’. kalimat tersebut menggambarkan seseorang yang sangat

marah sehingga matanya sangat merah dan diibaratkan sepeti daun

katirah. Katirah adalah tumbuhan yang merambat dan memiliki daun

Page 93: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

83

yang berwarna merah. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat

di atas sangat jelas, karena membandingkan mata seseorang yang

sedang marah sehingga memerah menjadi seperti daun katirah.

18) “nanging digelar-digulung nalare, dibolak-balikake pikirane, Adipati Tirtanata rumangsa kaya dolanan ula mandi.”

‘tetapi digelar-digulung pikirannya, dibolak-balik pikirannya, Adipati Tirtanata merasa seperti bermain ular berbisa.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…kaya dolanan ula mandhi…” ‘…seperti dolanan ular

berbisa…’. Kalimat tersebut menggambarkan Adipati Tirtanata

berurusan dengan orang yang berbahaya, sehingga diibaratkan seperti

bermain dengan ular berbisa. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada

kalimat di atas sangat jelas, karena membandingkan manusia dengan

ular yang berbisa.

19) “brrrtt!!! Lakune getihe Kiswaka kaya munjuk. Raine kemramnyas, panas. Dhek mben dheweke pancen tau duwe pangarep-arep bisa cedhak lan Rara Windrati.”

‘brrrtt!!! Berjalannya darahnya Kiswaka seperti naik. Mukanya memanas, panas. Kalau dulu dirinya memang pernah punya keinginan bisa dekat sama Rara Windrati.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…kaya munjuk…” ‘…seperti naik…’. Kalimat tersebut

Page 94: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

84

menjelaskan Kiswaka yang sangat malu dan hatinya berdebar-debar

ketika bertemu dengan wanita yang dicintainya dari dulu, sehingga

diibartkan darahnya sampai naik. Pemanfaatan gaya bahasa simile

pada kalimat di atas sangat jelas, karena membandingkan hal yang

abstrak dengan yang konkrit. Yaitu membandingkan seseorang yang

sedang berdebar-debar hatinya diibaratkan darahnya naik.

20) “cilike keslomot gedhene bisa kobong. Dadi ketimbang luhur apa lebur dhek emben kae terus disuwak ngono wae. Sumungguha nampa Rara Windrati banjur kepie mengko tumanggape Raden Abru. Karo maneh nuruti kekarepane Rara Windrati padha wae karo dolanan geni.”

‘Kecil tersulut besar bisa terbakar. Jadi ketimbang luhur apa lebur lebih baik dilupakan saja. Seandainya menerima Rara Windrati bagaimana nanti tanggapan Raden Abru.apalagi menuruti kemauan Rara Windrawati seperti bermain api.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…padha wae karo dolanan geni...” ‘…seperti bermain

api…’. Kalimat tersebut menjelaskan seseorang yang yang bisa saja

berada dalam bahaya, sehingga diibaratkan bermain api. Pemanfaatan

gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas, karena

membandingkan dua hal yang berbeda. Yaitu membandingkan

bermain api dengan sesuatu hal buruk yang bisa terjadi.

21) “kelangan ajining diri. Ing ngatase putri, putra adipati tur rupa ora nguciwani kathik dadi wong tampikan. Mrana-mrane ditolak atasan ktresnane. Uripe Rara Windrati disiang dhening

Page 95: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

85

kabegjan lan kabagyan. Dheweke rumangsa wis tangis diendhem. Sesek. Rasane nganti kaya mbenthot nyawane.”

’kehidupan Rara Windrati tidak dinaungi keberuntungan dan kebahagiaan. Dirinya merasa sudah kehilangan harga diri. Padahal putrid, putanya Adipati dan penempilan tidak mengecewakan sampai jadi orang buangan. Sana-sini ditolak oleh cinta. Tangis ditahan. Sesak. Rasanya sampai seperti menarik nyawanya.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…kaya mbenthot nyawane…” ‘…seperti menarik

nyawanya…’. Kalimat tersebut menjelaskan rasa sedih yang ditahan

sendiri, sehingga diibartkan seperti menarik nyawanya. Pemanfaatan

gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas, karena

membandingkan akibat yang wajar dengan akibat yang dilebih-

lebihkan. Kutipan di atas menceritakan seorang wanita yang cintanya

diolak oleh beberapa kali.

22) “husy! Kowe kuwi ngomong apa? Kok nggrambyang kaya wong kepanjingan demit “panggetake Adipati Tirtanata”.

‘husy! Kamu itu bicara apa? Tidak jelas sepeti orang kerasukan setan “ jawab Adipati Tirtanata”.

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut bermakna seperti.

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada kalimat

“…kaya wong kepanjingan demit…” ‘…sepeti orang kerasukan

Page 96: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

86

setan…”. Kalimat tersebut menggambarkan seseorang yang berbicara

tidak seperti biasanya, sehinga diibaratkan seperti kersukan setan.

Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat di atas sangat jelas,

karena membandingkan hal yang dilebih-lebihkan. Yaitu

membandingkan cara bicara seseorang dengan orang yang sedang

kerasukan setan.

23) “saka kuwi Raden Ayu Tirtanata kebat kaya kilat, nyaut patrem sing isih ginegem Raden Windrati kanggo sudup salirang.” ‘dari itu Raden Ayu Tirtanata cepat seperti kilat, mengmbil patrem yang masih dipegang Raden Windrati untuk bunuh diri.’ Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…kaya kilat…” ‘…seperti kilat…’. Kalimat tersebut

menggambarkan Raden Ayu Tirtanata yang mencabut patrem dari

tangan anaknya dengan sangat cepat, sehingga diibaratkan seperti

kilat. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada kalimat diatas sangat

jelas, karena membandingkan dua hal yang berbeda. Karena gerakan

seseorang tidaklah lebih cepat dari kilat.

24) “dhene Adipati Tirtanata sing sasuwene iki kaya macan galak, dadakan malih kaya kuthuk.” ‘Adipati Tirtanata selama ini seperti macan galak, langsung berubah seperti anak ayam.’

Page 97: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

87

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat “…iki kaya macan galak, dadakan malih kaya kuthuk…”

‘…seperti macan galak, langsung berubah seperti anak ayam…’.

Kalimat tersebut menggambarkan seseorang yang awalnya sangat

galak tiba-tiba menjadi lemah lembut, sehingga diibartkan seperti

macan dan tiba-tiba berubah menjadi anak ayam. Macan adalah

hewan buas yang ditakuti manusia, sedangkan anak ayam adalah

hewan kecil yang lemah. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada

kalimat diatas sangat jelas, karena membandingkan sifat manusia

dengan hewan.

25) “banjur arep menyang endi uwong kuwi? Swara rewet-rewat kewan bengi sabangsa kutu-kutu walanggatanga nganyut-anyut kaya panangise batine.” ‘lantas mau kemana orang itu? Suara hewan malam sejenis kutu-kutu belalang mendayu-dayu seperti tangisan batinnya.’

Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa simile,

karena terdapat kata ‘kaya’ pada kutipan tersebut yang bermakna

seperti. Pada kutipan tersebut, gaya bahasa simile terdapat pada

kalimat ”… kaya panangise batine…” ‘...seperti tangisan

batinnya…’. Kalimat tersebut menggambarkan suara hewan sejenis

belalang bersuara mendayu-dayu, sehingga diibaratkan seperti suara

tangisan di dalam hatinya. Pemanfaatan gaya bahasa simile pada

Page 98: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

88

kalimat diatas sangat jelas, karena membandingkan suara hewan

sejenis serangga dengan perasaan batin seseorang.

b. Metafora

Menurut Waridah (2014: 338) metafora adalah gaya bahasa yang

membandingkan dua hal benda secara singkat dan padat. Sedangkan

menurut gunawan (2014 : 159) metafora adalah majas perbandingan

yang diungkapkan secara singkat dan padat.

Penggunaan gaya bahasa metafora dalam cerita rakyat Bebanten

Katresnan terdapat pada kutipan dibawah ini.

1) “satemane wis suwe Rara Windrati mambu ati marang nom-noman dedeg piadeg respati , jatmiko nurogo.”

‘sebenarnya sudah lama Rara Windrati bau hati kepada anak muda berpawakan gagah tegap, berkelakuan baik.’

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya bahasa

metafora pada kalimat di atas adalah “…mambu ati…” ‘...bau hati…’.

Bau hati merupakan makna konotasi sedangkan makna denotasinya

adalah jatuh hati. Kata tersebut menggambarkan seorang wanita yang

sedang jatuh cinta pada seorang pemuda. Penggunaan gaya bahasa

metafora pada kutipan di atas sangat jelas dengan tujuan memperindah

bacaan sehingga pembaca tidak akan bosan membaca cerita rakyat

Bebanten Katresnan.

2) “aku tak meres kringet muter nalar murih anakmu nemu urip mulya. Ora kasiksa ngono kui”

Page 99: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

89

‘saya akan memeras keringat memutar pikiran biar anakmu menemukan hidup muliya. Tidak tersiksa seperti itu’

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya bahasa

metafora pada kalimat di atas adalah “…meres kringet muter

nalar…”’… memeras keringat memutar pikiran…”. Kutipan meres

kringet muter nalar adalah makna konotasi sedangkan makna

denotasinya adalah berusaha mencari akal. Kalimat tersebut

menggambarkan seorang ayah yang sedang mencari cara agar

anaknya bisa hidup bahagia. Penggunaan gaya bahasa metafora pada

kutipan di atas sangat jelas, karena apabila kutipan di atas diartikan

secara langsung maka maknanya akan berbeda.

3) “hmh! Mblusukake lenge semut, kowe tetep tak ubres, gentho.”

‘hmm! Mesuk lubang semutpun, kamu tetap saya kajar, penjahat.’

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya bahasa

metafora pada kalimat diatas adalah “…lenge semut...” ‘…lubang

semut…’. kutipan leng semut makna konotasinya adalah lubang

semut, atau tempat tinggal semut dan sudah pasti tidak bisa dimasuki

manusia, sehingga makna denotasinya adalah kemanapun. Kalimat

tersebut menggambarkan seseorang yang sedang mengejar orang yang

mencurigakan sehingga akan mengejar kemanapun dia pergi. Jika

Page 100: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

90

kutipan di atas diartikan secara tulisan, maka tidak mungkin seseorang

bisa masuk kelubang semut.

4) “sabacute, “nek si Adhi nganti kena blithuk njur tumindak dudu, wadhuh rak digeguyu tengu, Dhi?” Disraya sapa, kowe arep gawe cilaka nyidra yuswane Den Abru, hm?!!”

‘selanjutnya, kalau si Adik sampai tertipu lantas bertindak buruk, waduh bisa ditertawakan tengu, adik? Dibantu siapa, kamu mau menyelakai nyawa Den Abru, hm?!!

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya bahasa

metafora pada kalimat di atas adalah “…digeguyu tengu…”

‘…ditertawakan kutu…’ kata diguyu tengu adalah makna konotasi,

karena tenggu adalah hewan sejenis kutu yang sangat kecil.

Sedangkan makna denotasinya adalah memalukan. Pada kalimat

diatas menggambarkan seseorang sedang menegur adiknya agar tidak

melakukan hal yang merugikan orang lain. Jika kutipan di atas

diartikan secara penggunaan kata maka tidak mungkin kutu bisa

tertawa dan didengarkan oleh manusia.

5) “Keprie olehe ancang-ancang arep njangkahake sikil? Jer dalan sing arep ditempuh kebak watu sandungan. Gek watu sandungane metu saka njero atine dhewe.” ‘Bagaimana dapat ancang-ancang mau melangkahkan kaki? Kalau jalan yang mau ditempuh penuh dengan batu sandungan. Dan batu sandungan keluar dari dalam hati sendiri.’

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya

bahasa metafora pada kalimat di atas adalah “…watu

Page 101: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

91

sandungan…” kata watu sandungan adalah makna konotasi

karena, batu adalah benda yang nyata. Sedangkan di dalam

kutipan batu sandungannya terdapat didalam hati. Sehingga makna

denotasinya adalah halangan atau rintangan. Kalimat di atas

menggambarkan seorang wanita yang ingin melupakan cintanya

pada seorang laki-laki namun jalan yang harus dilalui penuh

dengan rintangan. Penggunaan gaya bahasa metafora sangat jelas

karena membandingkan dua hal yang berbeda, dimana arti kata

“…watu sandungan…” yang sebenarnya berbeda dengan makna

dalam kutipan tersebut.

“ora antop, ora segu. Mung ngematake suara tracak jaran

sing mecah sepining wengi.”

‘tak bersendawa, tak cegukan.hanya mendengarkan suara

tracak jaran yang memecah sepining wengi.’

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya

bahasa metafora pada kalimat diatas adalah “…ora antop, ora

segu…” ‘…tak bersendawa, tak cegukan...’. kutipan ora antop ora

segu bermakna konotasi, sedangkan makna denotasinya adalah

tidak berbicara sama sekali. Kalimat di atas menggambarkan dua

orang yang sedang menaiki kuda namun tidak berbicara sama

sekali, hanya suara langkah kuda yang memecah sepinya malam.

Kutipan di atas apabila diartikan secara tulisan artinya sangat

Page 102: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

92

berbeda dengan makna sebenarnya di dalam cerita tersebut,

sehingga gaya bahasa metafora sangat jelas digunakan pada

kutipan di atas.

6) “ora ana mandege! Dina-dina sing tumrap Rara Windrati dadi eri. Eri sing tansah ngrendhet-rendhet rasa pangarsane. Nglarani ati.”

‘tidak ada hentinya! Hari-hari menurut Rara Windrati jadi duri. Duri yang masih menghambat rasa perasaanya. Menyakiti hati.” Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya

bahasa metafora pada kalimat diatas adalah “…eri…” ‘…duri…’.

Kata eri adalah makna konotasi karena tidak mungkin didalam

hati ada sebuah duri yang menghambat. Sedangkan makna

denotasinya adalah kesedihan. Kalimat di atas menggambarkan

seorang wanita yang sedang merasakan kesengsaraan di dalam

hidupnya. Pemanfaatan gaya bahasa metafora sangat jelas, karena

ungkapan yang terlihat abstrak menjadi konkret.

7) “ayumu kuwi ora nggawa madu nanging bendhu. Ngrebut atine Raden Abru wae kalah ubet karo bocah ndesa sing bodho ora pakra!”

‘kecantikanmu itu tidak membawa madu tapi bencana. Merebut hatinya Raden Abru saja kalah sama anak desa yang bodoh tak tau apa-apa!

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya

bahasa metafora pada kalimat diatas adalah “…madu nanging

Page 103: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

93

bendhu…” ‘…madu tapi bencana…’. Kutipan madu nanging

bendhu adalah makna konotasi, sedangkan makna denotasinya

adalah keberuntunan tapi kesialan. Kalimat di atas

menggambarkan seseorang wanita yang sedang dimarahi karena

tidak bisa memikat hati laki-laki yang diharapkan. Penggunaan

gaya bahasa metafora sangat jelas, karena ungkapan yang

membandingkan madu dengan kesialan atau bendu.

8) Rara Windrati…!!!” panjerite Raden Ayu Tirtanata terus nubruk layone Rara Windrati karo nangis gero-gero. Rasa tresna asih marang putri sakmata wayange bali ngebeki atine.

‘Rara Windrati…!!! Jeritan Raden Ayu Tirtanata turus menangkap Rara Windrati dengan menangis tersedu-sedu. Rasa cinta kasih kepada putri semata wayang pulang menyakiti hati.

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya

bahasa metafora pada kalimat di atas adalah pada kata “…sakmata

wayange…” ‘…semata wayang…’. Kata sakmata wayang dalam

kutipan tersebut bermakna konotasi atau kias, sedangkan makna

sebenarnya dari kata sakmata wayang adalah satu-satunya.

Kalimat diatas menggambarkan seorang ibu yang sangat terpukul

atas kematian anak satu-satunya karena bunuh diri. Penggunaan

gaya bahasa metafora sangat jelas, karena ungkapan yang

membandingkan dua hal yang berbeda, yaitu anak satutunya

dengan jumlah mata pada wayang.

Page 104: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

94

9) “weruh Rara Windrati adus getih, Raden Ayu Tirtanata

rumangsa kaduwung.”

‘melihat Rara Windrati mandi darah, Rara Ayu tirtanata merasa menyesal.’

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal

secara singkat dan jelas. Kutipan yang menandai adanya gaya

bahasa metafora pada kalimat di atas adalah pada kata “…adus

getih…” “…mandi darah…”. Kata adus getih adalah makna

konotasi, karena mandi adalah mengguyurkan air keseluruh tubuh.

sedangkan maksa denotasinya adalah terluka parah. Kalimat diatas

menggambarkan seseorang yang terluka parah sehingga darahnya

banyak yang keluar.

c. Personifikasi

Menurut Waridah (2014: 342) personifikasi adalah gaya

bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-

barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat

kemanusiaan. Menurut Gunawan (2014: 158) pesonifikasi adalah

majas yang membandingkan benda-benda tidak bernyawa seolah-olah

memiliki sifat seperti manusia. Contoh: matahari baru saja kembali

keperanduannya, ketika kami tiba disana. Jadi personifikasi adalah

gaya bahasa yang membandingkan benda mati menjadi hidup

layaknya manusia.

Page 105: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

95

Penggunaan gaya bahasa personifikasi dalam cerita rakyat

Bebanten Katersnan terdapat pada kutipan-kutipan berikut.

1) “Rara Windrati ngoyak pitakon bareng weruh Kiswaka

dheleg- dheleg.”

‘Rara Windrati mengejar pertanyaan saat melihat Kiswaka hanya diam.’

Pada kutipan tesebut, gaya bahasa personifikasi terdapat pada

kutipan “…ngoyak pitakon…” ‘…mengejar pertanyaan…’. Kalimat di

atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kata

“pitakon” diibaratkan sebuah benda hidup yang bisa dikejar.

Mengejar identik dengan benda bernyawa. Kutipan ngoyok pitakon

adalah makna notasi, sedangkan makna denotasinya adalah langsung

bertannya. Kutipan di atas menceritakan seseorang yang mencecar

pertanyaan kepada orang lain yang hanya diam.

2) “wektu terus lumaku. Esuk, awan, sore, bengi. Esuk, awan, sore, bengi…! Mubeng.

‘waktu terus berjalan. Pagi, siang, sore, malam. Pagi ,siang, sore, malam…!berputar

Pada kutipan tesebut, gaya bahasa personifikasi terdapat pada

kutipan “…wektu terus lumaku …” ‘…waktu terus berjalan …’.

Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi

karena kata “wektu” diibaratkan sebuah benda hidup yang bisa

berjalan. berjalan identik dengan benda bernyawa. Kutipan wektu

terus lumaku adalah makna konotasi, sedangkan makna denotasinya

Page 106: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

96

adalah hari berganti, bulan, tahun. Pemanfaatan gaya personifikasi

pada kalimat di atas sangat terlihat jelas karena waktu diibaratkan

seseutu yang memiliki nyawa. Sehingga pembaca tidak akan bosan

dan akan lebih tertarik untuk membaca cerita rakyat Bebanten

Katresnan.

3) “banjur apa darurane? Rara Windrati kepeksa kudu nindhakake dhawuh saka rama-ibune sing cengkah lan suara ati.”

‘lalu apa masalahnya? Rara Windrawati terpaksa harus melakukan keinginan dari ayah-ibunya yang berbeda dengan suara hati?

Pada kutipan tesebut, gaya bahasa personifikasi terdapat pada

kutipan “…suara ati …” ‘ suara hati…’. Kalimat di atas dikategorikan

sebagai gaya bahasa personifikasi karena kata “ati” diibaratkan

sebuah benda hidup yang bisa bersuara. Bersuara identik dengan

benda bernyawa. Kutipan ”suara ati” adalah makna konotasi,

sedangkan makna denotasinya adalah keinginan sendiri. Dari kalimat

di atas menggambarkan seseorang yang mempunyai keinginan sendiri

namun bertolak belakang dengan keinginan orang tuanya.

4) “Ki Rejasa melu metu karo coba-coba nebak arah playuning pikirane Raden Abru.”

‘Ki Rejasa ikut keluar dan mencoba-coba menebak arah lari pikirannya Raden Abru.” Pada kutipan tesebut, gaya bahasa personifikasi terdapat pada

kutipan “…playuning pikirane…” ‘…lari pikirannya…’. Kalimat di

atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kata

“pikiran” diibaratkan sebuah benda hidup yang bisa bersuara berlari.

Page 107: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

97

Lari identik dengan benda bernyawa. Kutipan playuning pikirane

adalah makna konotasi, sedangkan makna denotasinya adalah yang

dipikirkan. Dari kalimat di atas menggambarkan seseorang yang

penasaran dengan apa yang dipikirkan Raden Abru. Pemanfaatan gaya

personifikasi pada kalimat di atas sangat terlihat jelas karena pikiran

diibaratkan seseutu yang memiliki nyawa sehingga bisa berlari.

5) “upacara sing sipate tebus alam batin iku sineksen lintang-lintang pating krelip saka awiyat.”

‘upacara yang sifatnya samapai alam batin itu disaksikan bintang-bintang berkerlap-kerlip dari atas.’

Pada kutipan tesebut, gaya bahasa personifikasi terdapat pada

kutipan “…sineksen lintang-lintang …” ‘…disaksikan bintang-

bintang…’. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa

personifikasi karena kata “lintang-lintang” diibaratkan sebuah benda

hidup yang bisa melihat. Melihat identik dengan benda bernyawa,

sedangkan bintang adalah benda langit berupa planet atau batu-batuan

yang bercahaya karena mendapat pantulan sinar matahari. Dari

kalimat diatas menggambarkan ada ritual yang dilakukan pada saat

malam hari yang cerah sehingga bintangpun terlihat. Pemanfaatan

gaya personifikasi pada kalimat di atas sangat terlihat jelas karena

bintang diibaratkan seseutu yang memiliki nyawa sehingga bisa

melihat.

6) “wengi trus lumaku“

‘malam terus berjalan’

Page 108: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

98

Pada kutipan tesebut, gaya bahasa personifikasi terdapat pada

kutipan “…wengi trus lumaku …” ‘…malam terus berjalan’…’.

Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi

karena kata “wengi” diibaratkan sebuah benda hidup yang bisa

berjalan. berjalan identik dengan benda bernyawa, sedangkan malam

adalah sebuah kejadian didamana sisi bumi tidak terkena sinar

matahari.

d. Sinekdoke (part prototo)

Menurut Waridah (2014: 343) sinekdoke adalah gaya bahasa

yang menyebutkan sebagian, tetepi yang dimaksud seluruh bagian

atau sebaliknya. Sinekdoke terbagi atas pars prototo (sebagian untuk

seluruh) dan totum pro parte (keseluruhan untuk sebagian). Menurut

Gunawan (2014 : 159) sinekdoke pars prototo adalah majas yang

menyebutkan sebagian untuk seluruhnya. Sedangkan sinekdoke totum

pro parte adalah majas yang menyebutkan seluruh untuk sebagian.

Penggunaan gaya bahasa sinekdoke dalam cerita rakyat

Bebanten Katresnan terdapat pada kutipan dibawah ini.

1) “wektu semono ana sapasang mripat sing nemoni lelakon nrenyuhake kuwi.”

‘saat itu ada sepasang mata yang melihat kejadian menyedihkan itu.’

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa sinekdoke terdapat pada

kutipan “…sapasang mripat…” ‘…sepasang mata…’. Mata adalah

bagian dari organ manusia yang berfungsi sebagai alat pengelihatan.

Page 109: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

99

Kutipan tersebut menyebutkan hanyalah sepasang mata yang melihat,

sedangkan mata membutuhkan bagian tubuh lain untuk bisa bekerja

yaitu melihat. Sehingga penggunaan gaya bahasa sinekdoke part

prototo sangat jelas karena kalimat di atas menjelaskan sebagian untuk

keseluruhan.

e. Metonimia

Menurut Waridah (2014: 340) metonimia adalah gaya bahasa

yang menggunakan nama merk atau atribut tertentu untuk menyebut

suatu benda. Sependapat dengan hal tersebut Gunawan (20141 : 159)

metonomia adalah majas yang memekai nama-nama yang bertautan

dengan nama orang, barang, atau hal lain sebagai penggantinya.

Pengguaan gaya bahasa metonimia dalam cerita raktyat

bebanten katresnan trdapat pada kutipan-kutipan dibawah ini.

1) “nalika kuwi Yekti sing isih gendhulak-gendhulik arep ngladhekake rujak degan, ndang disurung-durung simboke.”

‘ketika itu Yekti yang masih ragu-ragu mau menyajikan rujak kelapa muda, langsung didorong-dorong ibunya.’

Metonimia adalah gaya bahasa yang menyebutkan merk atau

atribut tertentu untuk menyebut suatu benda. Pada kutipan tersebut,

gaya bahasa metonimia terdapat pada kutipan “…rujak degan…”

‘…rujak kelapa muda..’. rujak adalah makanan yang terbuat dari

berbagai jenis buah yang dicampurkan. kutipan tersebut menjelaskan

tentang nama sebuah minuman yang terbuat dari kelapa muda.

2) “karo golek jenang Kudus kanggo oleh-oleh Ki Rejasa sesuk.”

Page 110: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

100

‘sama mencari dodol Kudus untuk oleh-oleh Ki Rejasa

besok.’

Metonimia adalah gaya bahasa yang menyebutkan merk atau

atribut tertentu untuk menyebut suatu benda. Pada kutipan tersebut,

gaya bahasa metonimia terdapat pada kutipan “…jenang Kudus…”.

Jenang atau dodol adalah makanan yang terbuat dari gula. Makanan

tersebut juga disebutkan daerah menjadi nama.

3) “Kiswaka katon dhokoh olehe mangan. Sruthap-sruthup

kokoh sega menthik wangi lan jangan menir. Sambel trasi lan lawuhe ayam panggang.”

‘kiswaka terlihat lahap saat makan. Sruthap-srutup kuah nasi menthik wangi dan sayur menir. Sambal trasi dan lauknya ayam panggang.’

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa metonimia terdapat

pada kutipan “…sega menthik wangi lan jangan menir. Sambel

trasi…” ‘…kuah nasi menthik wangi dan sayur menir. Sambal

trasi…’ kutipan tersebut menyebutkan nama-nama jenis makanan.

4) “salebare mangan, Yekti sing wis salin panganggo jaritan bathik Lasem, bayak putih sulak kuning gambar kembang plenik-plenik, katon melu epyoh nglengseri cething, piring, mangkok. Layah lan liya-liyane.”

‘Setelah makan, Yekti yang sudah ganti pakaian memakai kain batik Lase, kebaya putih campur kuning gambar bunga kecil-kecil. terihat ikut membereskan tempat nasi, piring, mangkok, coblek dan lain-lainnya.

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa metonimia terdapat

pada kutipan “…jaritan bathik Lasem, bayak putih sulak kuning

gambar kembang plenik-plenik…” ‘kain batik Lasem, kebaya

Page 111: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

101

putih campur kuning gambar bunga kecil-kecil..’. kutipan tersebut

menyebutkan salah satu nama jenis pakaian khas asal Indonesia

yaitu batik dan kebaya. Dari kutipan di atas menceritakan Yekti

yang tampak cantik menggunakan kain batik sabagai bawahan

dan menggunakan atasan kebaya.

f. Sinestasia

Menurut Waridah (2014: 339) sinestesia adalah gaya bahasa

yang mempertukarkan dua indra yang berbeda. Contoh: Kamu sangat

manis saat memekai baju kebaya.(manis = indra pengecapan bertukar

dengan indra pengelihatan)

Penggunaan gaya bahasa sinestasia dalam penjebar semangat

terdapat pada kalimat dibawah ini.

1) “Rara Windrati mesem manis katon samburat abang pesemone”

‘Rara Windrati senyum manis kelihatan memerah

senyumanya’

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa sinestasia terdapat pada

kutipan “…mesem manis…” ‘..senyum manis..’. kutipan tersebut

menyebut seorang yang cantik dengan kata manis, sehingga indra

pengucap bertukar dengan indra pengelihatan. Karena rasa manis

sewajarnya untuk makanan. Kutipan di atas menceritakan Rara

Windrati yang tersenyum karena malu saat bertemu dengan seseorang

yang dia sukai.

Page 112: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

102

2) “merga Ki Rejasa dianggep wis dhaweg olehe ngrasakake pait getir utawa pedhes-asine lelakon.”

‘karena Ki Rejasa dianggapa sudah kenyang merasakan pahit getir atau pedas-manis kehidupan.’

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa sinestasia terdapat pada

kutipan “…ngrasakake pait getir utawa pedhes-asine lelakon…”

‘merasakan pahit getir atau pedas-manis kehidupan…’. Kutipan

tersebut indra perasa bertukar dengan indra pengecap. Karena rasa

pahit, pedas, asin hanya untuk makanan. Kutipan di atas menceritan

seseorang yang sudah berpengalam, sudah kenyang merasakan susah

senang dalam kehidupannya.

g. Alegori

Menurut Waridah (2014: 339) Alegori adalah gaya bahasa untuk

mengungkapkan suatu hal melalu kiasan atau penggabaran.

Sedangkan menurut Gunawan (2014:158) alegori adalah majas yang

mempertautkan satu dengan yang lainnya dalam kesatuan yang utuh.

Penggunaan gaya bahasa alegori dalam cerita rakyat Bebanten

terdapat pada kutipan-kutipan sebagai berukut.

1) “banjur kepriye olehe arep nglakoni yen dheweke kudu seomah karo kangmase dhewe? Huhhh! Kaya jagad iki mung segodhong kelor.”

‘terus bagaimana mau menjalani kalau dirinya harus serumah sama kakak sendiri? Huhhh! Seperti dunia ini hanya sedaun kelor’

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa alegori terdapat pada

kautipan “…Kaya jagad iki mung segodhong kelor…” ‘…Seperti

Page 113: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

103

dunia ini hanya sedaun kelor…’. Kutipan tersebut menggambarkan

dunia sangat sempit ibarat hanya sedaun kelor, karena begitu banyak

laki-laki kenapa harus menikah dengan seorang yang sudah dianggap

saudara kandung. Pada kutipan diatas pengguanan gambaran melalui

kiasan sangat jelas karena dunia tak selebar daun kelor adalah

pribahasa yang menggambarkan dunia ini sebenarnya sempit.

2) “sejene kuwi, dieling yen drajat pangkat mono mung sampiran lan bandha donya mung titipan. Sawayah-wayah bisa dipundut sing kagungan. Kang Akarya Jagat mula ana unen-unen: drajat pangkat kenane oncat, bandha dunya kenane lunga.”

‘selain itu, diingat kalau drajat pangkat itu hanya sementara dan harta dunia hanya titipan. Sewaktu-waktu bisa diambil yang punya. ada pribahasa: drajat dan pangkat bisa lepas, harta dunia bisa pergi.’ Pada kutipan tersebut gaya bahasa alegori terdapat pada

kautipan “…drajat pangkat kenane oncat, bandha dunya kenane

lunga…” ‘…drajat dan pangkat bisa lepas, harta dunia bisa pergi…’.

Pada kutipan tersebut menjelaskan bahwa, drajat dan pangkat bisa

lepas dan harta dunia bisa hilang. Sebagai manusia hendaknya jangan

terlalu sombong dengan kekayaan dunia.

3) ”nek wis jodho…, paribasan “asem ing gunung, uyah ing segara bisa kumpul nyawiji ing kuwali.”

‘kalau sudah jodoh…, seandainya ”asam digunung, garam dilautan bisa bersatu dalam kuali.’

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa alegori terdapat pada

kautipan “…asem ing gunung, uyah ing segara bisa kumpul nyawiji

ing kuwali..” ‘…asam digunung, garam dilautan bisa bersatu dalam

Page 114: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

104

kuali…’. Kalimat tersebut menjelaskan bahwa, apabila sudah jodoh

mau sejauh apa pasti ahirnya akan bersatu. Pengguanaan gaya bahasa

alegori pada kutiapan di atas sangat jelas karena menggunaan

pribahasa untuk menggambarkan sesuatu, yaitu menggambarkan

jodoh manusia seperti asam digunung garam dilautan yang pasti akan

bertemu.

4) “Demang Grenceng nggraita, uwoh kue tibane ora adoh saka wite. Banyu kuwi mesthi mili meng ngisor, mudhun. Ora ana banyu sing mili munggah. Watak wantune anak ora adoh saka watak wantune wong tua.”

‘Demang Grencang berbicara dalam batin, buah itu jatuhnya tidak jauh dari dari pohonnya. Air mengalir kebawah, turun. Tidak ada air yang mengalir keatas. Watak aslinya anak tidak jauh dari watak aslinya orang tua.’ Pada kutipan tersebut, gaya bahasa alegori terdapat pada

kautipan ”…uwoh kue tibane ora adoh saka wite. Banyu kuwi mesthi

mili meng ngisor, mudhun…” ‘…buah itu jatuhnya tidak jauh dari dari

pohonnya. Air mengalir kebawah, turun..”. kutipan tersebut

menjelaskan bahwa, seorang anak pasti tidak jauh dari orang tuanya,

yaitu dalam hal tinggkah laku sampi fisiknya. Pada kutipan diatas

gaya pengguanan gaya bahasa alegori sangat jelas, karena

menggunakan bahasa kias untuk menggambarkan sesuatu, yaitu

menggambarkan seseorang yang tidak mungkin jauh dari ayahnya dari

sisi fisik dan sifatnya digambarkan seperti buah yang jatuh tidak akan

jauh dari pohonnya.

5) “cilike keslomot gedhene bisa kobong. Dadi ketimbang luhur apa lebur dhek emben kae terus disuwak ngono wae.

Page 115: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

105

Sumungguha nampa Rara Windrati banjur kepie mengko tumanggape Raden Abru. Karo maneh nuruti kekarepane Rara Windrati padha wae karo dolanan geni.”

‘Kecil tersulut besar bisa terbakar. Jadi ketimbang luhur apa lebur lebih baik dilupakan saja. Seandainya menerima Rara Windrati bagaimana nanti tanggapan Raden Abru.apalagi menuruti kemauan Rara Windrawati seperti bermain api.’ Pada kutipan tersebut, gaya bahasa alegori terdapat pada

kutipan “…cilike keslomot gedhene bisa kobong…” ‘…Kecil tersulut

besar bisa terbakar…”. Kutipan tersebut menjelaskan seseorang yang

berada dalam keadaan sulit, yaitu memilih menerima cinta tuan putri

namun bisa berdampak buruk. Sehingga lebih memilih untuk

melupakan hal tersebut.

h. hiperbola

Menurut Waridah (2014: 341) hiperbola adalah sarana gaya

bahasa yang bersifat melebih-lebihkan sesuatu kenyataan. Sedangkan

menurut Pradopo (2012:98) hiperbola adalah gaya bahasa yang

melebih-lebihkan suatu hal atau keadaan.

Penggunaan sarana retorika pada cerita rakyat Bebanten

katresnan terdapat pada kutipan berikut ini.

1) “tangis diendhem. Sesek. Rasane nganti kaya mbenthot nyawane.” ‘tangis ditahan. Sesak. Rasanya sampai seperti menarik nyawanya.’

Pada kutipan tersebut, sarana retorika hiperbola terdapat pada

kutipan “…Rasane nganti kaya mbenthot nyawane …” ‘…Rasanya

Page 116: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

106

sampai seperti menarik nyawanya …’. kutipan tersebut tersebut

dilebih-lebihkan bertujuan untuk memberi kesan betapa sedihnya

menahan tangisan, sehingga diibaratkan nyawanyapun ikut tercabut.

Pada kutipan diatas menceritakan seorang yang memendam masalah

tanpa menceritakan kepada orang lain, sehingga rasanya sampai

menarik nyawanya sendiri. Penggunaan sarana retorika hiperbola pada

kutipan di atas sangat jelas, karena melebih-lebihkan akibat dari

sebuah masalah yang dipendam sendiri, yaitu sampai menarik

nyawanya.

2) “manuk bencik nyamber-nyamber, cuwat-cuwet kaya mbedhah sepining wengi.”

‘burung becik menyambar-nyambar, bersiur-siur seperti membelah sepinya malam’

Pada kutipan tersebut, sarana retorika hiprerbola terdapat pada

kalimat “…kaya mbedhah sepining wengi…” ‘…seperti membelah

sepinya malam…’. Kalimat tersebut menjelaskan burung yang

bersuara saat malam hari ketika suasananya sepi, sehingga suara

burung seperti membelah sepinya malam. Dari kutipan di atas terlihat

jelas makna hiperbola, karena sangat melebih-lebihkan apabila suara

bisa membelah malam sehingga pemanfaatan sarana retorika hiperbola

pada kalimat diatas sangat jelas.

3) “brrrtt!!! Lakune getihe Kiswaka kaya munjuk. Raine kemramnyas, panas. Dhek mben dheweke pancen tau duwe pangarep-arep bisa cedhak lan Rara Windrati.

Page 117: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

107

‘brrrtt!!! Berjalannya darah Kiswaka seperti naik. Mukanya memanas, panas. Kalau dulu dirinya memang pernah punya keinginan bisa dekat sama Rara Windrati.’

Pada kutipan tersebut, sarana retorika hiperbola terdapat pada

kutipan “…Lakune getihe Kiswaka kaya munjuk …” ‘…Berjalannya

darah Kiswaka seperti naik …’. Darah adalah salah satu bagian dari

tubuh manusia. kutipan tersebut memberi kesan batapa berdebar-

debarnya Kiswaka ketika bertemu seseorang yang dari dulu dia sukai.

Bahkan sampai-sampai diibaratkan darahnya sampai naik. Dari

kutipan di atas makna hiperbola sangat jelas karena darah pada

dasarnya ada disemua bagian tubuh manusia, sehingga sangat

melebih-lebihkan apabila darah sampai naik.

4) “awit atine Yekti wis kedarung kecengkrem rasa kasengsem marang kebagusane Raden Abru.”

‘dari hatinya Yekti sudah terlanjur tercengkram rasa cinta kepada kegantengan Raden Abru.’ Pada kutipan tersebut, sarana retorika hiprbola terdapat pada

kutipan “…kedarung kecengkrem rasa kasengsem…” ‘…terlanjur

tercengkram rasa cinta …’.cinta adalah sebuah rasa suka kepada

lawan jenis, yang diakibatkan karena fisik atau simpatik. Pada

kutipan diatas menceritakan rasa cinta yang sudah terlalu dalam

sehingga hatinya seperti dicengkram. Sarana retorika pada kutipan di

atas sangat jelas karena cinta bukanlah sebuah benda bernyawa yang

bisa menyengkram. Sehingga kutipan di atas sangat dilebih-lebihkan.

5) “Kiswaka ngrasakake sumilire angin sing ora sabaene sumeresep nyengkerem balung sungsum.”

Page 118: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

108

‘Kiswaka merasakan semilir angin yang tidak biasa meresap menyengkeram tulang sungsum.’ Pada kutipan tersebut, sarana retorika hiperbola terdapat pada

kutipan “…sumilire angin sing ora sabaene sumeresep nyengkerem

balung sungsum …” ‘…Kiswaka merasakan semilir angin yang tidak

biasa meresap menyengkeram tulang sungsum.’…’. Kutipan tersebut

menggambarkan bahwa semilir angin yang tidak biasa, angin yang

dingin sampai-sampai seperti terasa menyengkeram sampai ke tulang

sumsum. Penggunaan hiperbola pada kutipan di atas sangat jelas

karena angin bukanlah benda hidup yang bisa menyengkram

meskipun sangat dingingin hembusannya, jadi kutipan di atas sangat

berlebihan.

6) “rasane pait nyengkerem gulu. Krungu kabar yen Raden Abru wis mboyong Yekti menyang dalem kasatrian, napsu amarahe Adipati Tirtanata saya kobar mangalad-alad.”

‘rasanya pait menyengkeram leher. Mendengar kabar kalau Raden Abru sudah memboyong Yekti menuju daam kerajaan, nafsu amarah Adipaati Tirtanata semakin terbakar mengglegar.’ Pada kutipan tersebut, sarana retorika terdapat pada kutipan

“…napsu amarahe Adipati Tirtanata saya kobar mangalad-alad …”

‘…nafsu amarah Adipaati Tirtanata semakin terbakar mengglegar …’.

Nafsu amarah adalah reaksi emosional yang ditimbulkan oleh situasi

kekecewaan, frustasi, dan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Kutipan tersebut menggambarkan betapa marahnya Adipati Tirtanata

sehingga diibaratkan seperti api yang berkobar. Kutipan diatas sangat

Page 119: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

109

berlebihan karena amarah hanyalah sifat manusia. Semarah apapun

manusia tidak mungkin menimbulkan api.

i. Litotes

Menurut Waridah (2014: 342) litotes adalah gaya bahasa yang

maknaya mengecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan diri.

Sependapat dengan hal tersebut Gunawan (2014 : 158) litotes adalah

gaya bahasa yang ditunjukan untuk mengutangi atau mengecilkan

kenyataan yang ada. Tujuannya untuk merendahkan hati.

Penggunaan gaya bahasa litotes dalam cerita rakyat Bebanten

Ktresnan terdapat pada kutipan dibawah ini

1) kula mboten menopo-menopo lan kula ugi mboten sinten-sinten, Raden.”

‘saya bukan apa-apa dan saya juga bukan siapa-siapa, Raden.’

Pada kutipan tersebut, sarana retorika litotes terdapat pada

kalimat “…kula mboten menopo-menopo lan kula ugi mboten sinten-

sinten, Raden...” ‘…saya bukan apa-apa dan saya juga bukan siapa-

siapa, Raden…’. Kalimat tersebut menggambarkan kerendahan hati

seseorang yang menyebut dirinya bukan siapa-siapa. Dari kutiapan di

atas menjelaskan cara bicara seorang rakyat biasa yang sedang

berbicara dengan putra mahkota, sehingga nampak merendah untuk

menyebutkan siapa dirinya.

2) “inggih nyuwun pangapunten, griyanipun pating slengkrah kadhos sudhung celeng!”

‘saya minta maaf, rumah berantakan seperti kandang celeng!’

Page 120: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

110

Pada kutipan tersebut, gaya bahasa bahasa litotes terdapat pada

kutipan“…kadhos sudhung celeng!..” ‘…seperti kandang celeng…’.

Pada kutipan diatas menjelaskan seorang yang menyebut rumahnya

sendiri seperti kandang celeng karena jelek, dengan maksud untuk

merendahkan diri. Kutipan di atas menceritakan seseorang yang

kedatangan tamu dari kerajaan, sehingga dari cara bicaranya sangat

merendah karena menyebut rumahnya seperti kandang hewan yang

tidak layak untuk dikunjugi oleh tamu dari kerajaan.

3) “sejanipun menika, sinten ingkang purun ngesir prajurit rucah kados kulo.”

‘sebenarnya adalah, siapa yang mau naksir prajurit biasa seperti saya.’ Pada kutipan tersebut, gaya bahasa litotes terdapat pada

kutipan“…prajurit rucah kados kulo…” ‘…prajurit biasa seperti

saya…’. Pada kutipan menjelaskan seorang yang rendah hati, dan

bilang siapa yang mau dengan prajurit biasa sepertiku. Kutipan di atas

menceritakan seorang prajurit biasa yang sedang berbicara dengan

putri raja, sehingga sangat merendah. Prajurit itupun berbicara, tidak

mungkin ada yang menyukai seorang seperti dirinya.

Page 121: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

111

Page 122: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

112

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah penulis melakukan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa

struktural dan gaya bahasa yang terdapat dalam cerita rakyat Bebabten

Katresnan karya Sri Adi Harjono adalah sebagai berikut.

1. Cerita rakyat Bebanten Katresnan bertemakan percintaan. Plot dalam

cerita rakyat Bebanten Katresnan adalah maju, tidak ada unsur

flashback dalam cerita ini. Adapun analisis tokoh dan penokohan

dapat disimpulkan tokoh-tokoh protagonis meliputi, Kiswaka, Rara

Windrati, Raden Abru, dan Yekti. Sedangkan tokoh antagonis adalah

Adipati Tirtanata, dan untuk sudut pandang cerita rakyat Bebanten

Katresnan menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

2. Gaya bahasa yang terdapat dalam cerita rakyat Bebanten Katresnan

karya Sri Adi Harjono adalah

1. Terdapat 25 gaya bahasa simile pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Simile adalah perbandingan

yang bersifat eksplisit. Perbandingan yang ditandai dengan kata

depan dan penghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai,

dan sebagainya.

Page 123: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

113

2. Terdapat 9 gaya bahasa metafora pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Metafora dalah gaya bahasa

yang membandingkan dua hal benda secara singkat dan padat.

3. Terdapat 6 gaya bahasa personifikasi pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Personifikasi adalah gaya

bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau

barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-

sifat kemanusiaan.

4. Terdapat 1 gaya bahasa sinekdoke pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Sinekdoke adalah gaya bahasa

yang menyebutkan sebagian, tetepi yang dimaksud seluruh bagian

atau sebaliknya. Sinekdoke terbagi atas pars prototo (sebagian

untuk seluruh) dan totum pro parte (keseluruhan untuk sebagian).

5. Terdapat 4 gaya bahasa metonimia pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Metonimia adalah gaya bahasa

yang menggunakan nama merk atau atribut tertentu untuk

menyebut suatu benda.

6. Terdapat 2 gaya bahasa sinestasia pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Sinestasia adalah gaya bahasa

yang mempertukarkan dua indra yang berbeda.

7. Terdapat 5 gaya bahasa alegori pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Alegari adalah gaya bahasa

untuk mengungkapkan suatu hal melalu kiasan atau penggabaran.

Page 124: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

114

8. Terdapat 6 saraba gaya bahasa hiperbola pada cerita rakyat

Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono. Hiperbola adalah

gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan sesuatu kenyataan.

9. Terdapat 3 gaya bahasa litotes pada cerita rakyat Bebanten

Katresnan karya Sri Adi Harjono. Litotes adalah gaya bahasa yang

maknanya mengecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan

diri.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, saran-saran yang dapat

diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

1. Saran kepada pembaca karya sastra

Pembaca karya sastra sebaiknya memahami tentang

keindahan bahasa yang digunkan penulis dalam karya sastranya

sehingga akan lebih mengetahui kemampuan penulis dalam

menyampaikan ceritanya.

2. Saran kepada peneliti lain

Peneliti lain sebaiknya terus meningkatkan penelitian dalam

bidang sastra khususnya cerita rakyat Bebanten Katresnan karya Sri

Adi Harjono secara lebih mendalam dalam bentuk analisis berbeda.

Page 125: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

115

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta

Endraswara, suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Widyatama. Ernawati, Waridah. 2014. Ejaan Yang di Sempurnakan & Seputar Kebahasaan-

Indonesia. Bandung. Ruang Kata. Gunawan, Arif Priyo. 2014. Kamus Master Ejaan yang Disempurnakan.

Jogjakarta. Laksana Isti Tursinah .2012. Analisis Gaya Bahasa dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam

Novel Nalika Langite Obah Karya Emsiet. Skripsi. Purworejo. Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Mahsun.2013. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy J.2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. Nurhayati. 2013. Apresiasi Prosa Fiksi Indonesia. Surakarta. Cakrawala Media Nurhayati. 2012. Pengantar Ringkas Teori sastra. Surakarta. Media Perkasa Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta. Gajah Mada

Univercity Press. Santosa, Wijaya Heru & Sri Wahyuningtiyas. 2010. Pengantar Apresiasi Prosa.

Surakarta: Yuma Pressindo. Subroto, Edi.1991. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Sudaryanto. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sri adi harjono. 2013. Bebanten Katresnan.Surabaya. Penjebar Semangat

Page 126: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

116

Tim. 2014. Pedoman Penyusunan Skripsi. Purworejo: Unuversitas Muhammadiyah Purworejo.

Wibowo.2013. Analisis Gaya Bahasa dalam Lirik Lagu Grup Musik Wali dan

Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi di SM. Skripsi. Purworejo. Universitas Muhammadiyah Purworejo

Page 127: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

117

Lampiran

Page 128: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

118

Sinopsis

Cerita rayat Bebanten Katresnan karya Sri Adi Harjono ini

diterbitkan oleh majalah Penjebar Semangat, yang terdiri dari 27 halaman.

Cerita rakyat Bebanten Katresnan terdiri atas Sembilan bagian yang

terpisah, tetapi masih saling berkaitan.

Cerita ini berawal dari seorang putri raja bernama Rara Windrati.

Rara Windari sedang mengalami jatuh cinta kepada seorang prajurit

bernama Kiswaka. Rara Windrati sudah menyukai Kiswaka dari pertama

beretemu, namun Rara Windari akan dijodohkan dengan laki-laki pilihan

orang tuanya, meskipun tidak demikian orangtuanya pun tidak akan

merestui hubungan keduanya.

Ditempat lain ada seorang rakyat biasa yang sedang termenung

karena sedang jatuh cinta, Yekti namanya. Yekti tidak mau makan dan

suka mengurung diri dikamar. Orang tua yekti pun bingung dan

menanyakan mengapa dia seperti itu, namun jawaban Yekti sungguh

sangat mengagetkan, Yekti menyukai putra mahkota kerajaan, sehingga

membuat orang tuanya bingung.

Demang Grenceng ayah dari Yekti ingin menculik Raden Abru,

laki-laki yang dicintai anaknya. Pada saat itu Raden Abru sedang duduk

dikerajaan bersama pamannya Ki Rejasa, orang yang dari kecil

mengasuhnya. Namun sebelum tiba di kerajaan, Demang Grenceng sudah

Page 129: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

119

diikuti oleh Kiswaka. Ahirnya Kiswaka pun mengejar Demang Grenceng,

dan Demang Grenceng pun bisa melarikan diri namun tutup muka

Demang Grenceng dapat diambil Kiswaka.

Setelah Kiswaka mengejar penjahat dan berhasil mengambil tutup

muka orang tersebut kiswaka tetep tidak melihat muka orang tesebut

sehingga Kiswaka pulang untuk menanyakan kepada ayahnya. Dan

ayahnya pun kaget karena dia tau bahwa tutup muka tersebut adalah milik

adiknya yaitu Demang Grenceng.

Ditempat lain Rara Windrati menceritakan kepada Raden Abru

tentang keinginan ayahnya untuk menjodohkan mereka. Raden Abru kaget

dan menaloknya namun dengan sopan dan akan membicarakannya nanti

dengan ayah Rara Windrati. Disaat Raden Abru sedang bingung ahirnya

dia tertidur dan bermimpi bertemu dengan wanita yang cantik dan

menolongnya dari ular.

Kemudian keesokan harinya Raden Abru dan Kiswaka melakukan

perjalanan menuju desa Tenggeles dengan tujuan mencari ilmu. Tenggeles

adalah desa tempat tinggal Demang Grenceng. Sesampainya dirumah

Demang grenceng Raden Abru kaget karena bertemu dengan wanita yang

menolongnya didilam mimpinya, karena Raden Abru dan Yekti sudah

saling menyukai merekapun mudah akrab satu sama lain. Sehingga tanpa

berfikir panjang Raden Abru melamar Yekti, wanita yang dia temui

didalam mimpinya dan langsung berkeinginan untuk menikahinya

sehingga Raden Abru langsung minta restu kepada orang tua Yekti.

Page 130: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …

120

Raden Abru menyampaikan bahwa akan segera menikahi Yekti

anak dari Demang Grenceng kepada pamannya sekaligus Raja pengganti

sementara ayahnya yang sudah meninggal yaitu Adipati Tirtanata, namun

Adipati Tirtanata yang berkeinginan menjodohkan anaknya, yaitu Rara

Windari dengan Raden Abru pun ahirnya marah besar dan tidak

memberikan restu, namun Raden Abru tetap pada pendiriannya.

Pertengkaran akhirnya terjadi antara Rara Windari dan ayahnya

karena keinginannya tidak terpenuhi. Rara Windari yang sangat kecewa

akibat ayahnya yang selalu memaksakan kehendaknya ahirnya bunuh diri.

Rara Windrati menusuk perutnya dengan menggunakan pisau dan disusul

oleh ibunya yang juga merasa sudah tidak ada gunanya hidup sehingga

menusuk perutnya dengan pisau yang digunakan Rara Windrati untuk

bunuh diri. Raja Tirtanata ahirnya sangat menyesal tentang kematian anak

dan istrinya yang diakibatkan oleh dirinya sendiri.

Page 131: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 132: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 133: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 134: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 135: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 136: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 137: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 138: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 139: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 140: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 141: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 142: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 143: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 144: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 145: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 146: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 147: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 148: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 149: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 150: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 151: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 152: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 153: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 154: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 155: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 156: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …
Page 157: ANALISIS STRUKTURAL DAN GAYA BAHASA DALAM CERITA …