analisis sementara penyebab kecelakaan pesawat ma

19
MATERI UTAMA ANALISIS SEMENTARA PENYEBAB KECELAKAAN PESAWAT MA-60 MERPATI DI KAIMANA BERDASARKAN DATA LAPORAN AWAL KNKT oleh R. Baskara H. pada 24 Mei 2011 jam 15:00 Pesawat MA-60 Merpati Nusantara yang jatuh di Kaimana, Papua Barat, Sabtu 7 Mei 2011 Akhir-akhir ini kita sering melihat tayangan di media elektronik dan cetak seputar jatuhnya pesawat Merpati MA-60 di Kaimana, Papua Barat, Sabtu 7 Mei 2011 silam. Beragam analisis dan pendapat baik yang mendasar maupun tidak, dikemukakan oleh berbagai kalangan dan justru mendapat dukungan pers yang sayangnya kurang memahami secara komprehensif mengenai aspek teknis pesawat terbang dan penerbangan pada umumnya sehingga justru menambah kisruhnya persoalan ini secara tidak proporsional dan membuat gemas insan penerbangan dan pakar,

Upload: dian-sepala-sihombing

Post on 26-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

mengenai analisis K3LL

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

MATERI UTAMA

ANALISIS SEMENTARA PENYEBAB KECELAKAAN PESAWAT MA-60 MERPATI DI KAIMANA BERDASARKAN DATA LAPORAN AWAL KNKT

oleh R. Baskara H. pada 24 Mei 2011 jam 15:00

Pesawat MA-60 Merpati Nusantara yang jatuh di Kaimana, Papua Barat, Sabtu 7 Mei 2011

Akhir-akhir ini kita sering melihat tayangan di media elektronik dan cetak seputar jatuhnya pesawat Merpati MA-60 di Kaimana, Papua Barat, Sabtu 7 Mei 2011 silam. Beragam analisis dan pendapat baik yang mendasar maupun tidak, dikemukakan oleh berbagai kalangan dan justru mendapat dukungan pers yang sayangnya kurang memahami secara komprehensif mengenai aspek teknis pesawat terbang dan penerbangan pada umumnya sehingga justru menambah kisruhnya persoalan ini secara tidak proporsional dan membuat gemas insan penerbangan dan pakar, membingungkan politisi dan masyarakat pada umumnya yang berdampak pada penerbangan itu sendiri.

 

Tulisan singkat ini dibuat lebih pada tujuan yang mudah-mudahan bisa membantu menepis berbagai praduga yang tidak mendasar atas jatuhnya pesawat Merpati MA-60 berdasarkan Laporan Awal Hasil Temuan Investigasi Komonite Nasional Keselamatan Transportasi

Page 2: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

(KNKT) secara lebih proporsional, khususnya dapat memberikan wawasan bagi mahasiswa dan peminat lainnya di bidang penerbangan, serta masyarakat pada umumnya sehingga di masa depan dapat lebih arif dan bijaksana dalam berpendapat dan lebih bersabar menunggu hasil temuan investigasi KNKT.

 

Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan rasa berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada para awak dan penumpang pesawat yang menjadi korban, semoga mendapat tempat disisiNya. Begitu pula kepada para keluarga korban penulis berdoa semoga diberi ketabahan.

 

Laporan Awal Hasil Investigasi KNKT

Berdasarkan Laporan Awal Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai hasil investigasi atas hasil pembacaan terhadap Kotak Hitam Pesawat (Black-Box) yang terdiri atas FDR (Flight Data Recorder) dan CVR (Cockpit Voice Recorder), ditemukan data awal bahwa tak ditemukan kelainan fungsi sistem pesawat. "Pada investigasi FDR dan CVR tidak terdeteksi adanya kelainan fungsi-fungsi sistem pesawat udara," kata Kepala KNKT Tatang Kurniadi dalam rekomendasi segera KNKT dalam siaran persnya Kamis, 19 Mei 2011 di Jakarta.

 

Dalam kegiatan investigasi tersebut, FDR pesawat dibaca oleh investigator KNKT dengan difasilitasi oleh produsen FDR di China. Dari data yang terekam pada FDR tersebut diharapkan dapat diperoleh data mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan paramater pesawat saat mengalami kecelakaan seperti kecepatan pesawat, arah, posisi, ketinggian, daya mesin, percepatan/perlambatan, dan sebagainya.

 

Sedangkan pembacaan terhadap CVR buatan Honeywell AS, telah dilakukan di laboratorium KNKT di Jakarta. Dari CVR diperoleh rekaman pembicaraan berdurasi 2 jam dengan suara yang terekam baik. Hasil rekaman suara oleh CVR (Cockpit Voice Recorder) itu ternyata tidak ditemukan kepanikan atau kegaduhan di Kokpit pesawat. Keterangan yang diumumkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) ini menyatakan bahwa Pilot maupun Ko-Pilot tetap dalam kondisi biasa ketika pesawat MA-60 jatuh ke laut. Dari data FDR (Flight Dara Recorder) pada saat kecelakaan, Pilot dan Ko-Pilot juga tidak terlihat berusaha mendaratkan pesawat di atas air (Ditching).

 

Temuan lain yang diperoleh KNKT adalah bahwa fasilitas atau perlengkapan Bandar Udara terutama lampu landasan yang disediakan oleh salah satu operator penerbangan dan digunakan khusus untuk operator tersebut kurang memadai. Lampu landasan sebagai bagian dari Sistem Navigasi Pendaratan Pesawat ini dapat membantu Pilot untuk melihat landasan dalam kondisi jarak pandang yang minimum.

Page 3: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

 

Atas temuan-temuan itu KNKT membuat rekomendasi segera yang dikeluarkan 18 Mei 2011 dan dipublikasikan Kamis, 19 Mei 2011. KNKT memberikan rekomendasi kepada 3 pihak, yakni Merpati Nusantara Airlines, Dirjen Perhubungan Udara, dan Dirjen Perhubungan Udara cq. Direktorat Bandar Udara. Kepada Merpati, KNKT merekomendasikan agar maskapai tersebut menjamin pelaksanaan penerbangan visual (terbang secara visual) untuk dilaksanakan sesuai ketentuan Visual Flight Rules (VFR). Selain itu Merpati agar melaksanakan pelatihan terhadap kru MA-60 di Flight Simulator dengan penekanan materi pada Manajemen Sumberdaya Awak Pesawat/CRM (Crew Resource Management), khususnya dalam menghadapi cuaca buruk.

 

Sedangkan kepada Dirjen Perhubungan Udara, KNKT merekomendasikan untuk memonitor pelaksanaan rekomendasi kepada Merpati agar dilaksanakan dengan seksama oleh jajaran PT. Merpati Nusantara Airlines. Untuk Dirjen Perhubungan Udara cq. Direktorat Bandar Udara, direkomendasikan agar me-review ketentuan penggunaan fasilitas/perlengkapan Bandar Udara, terutama lampu landasan agar dapat meningkatkan keselamatan operasi penerbangan.

 

Peta Situasi dan Lokasi Jatuhnya Pesawat MA-60 Merpati di Teluk Simora, Kaimana, Papua Barat.

 

Page 4: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

Analisis terhadap Parameter Pesawat dan Fakta lainnya

1. Kronologi dan Kondisi Cuaca

Kronologi kecelakaan pesawat dari saat tinggal landas dari Sorong hingga sesaat sebelum kecelakaan di Kaimana yang diperoleh dari berbagai sumber dan kondisi cuaca saat itu, adalah sebagai berikut:

 

Pukul 12.05 WIT pesawat Merpati MA-60 Nomor Penerbangan MZ-8968 mendarat di Bandara Eduard Osok, Sorong, pukul 12.05 WIT. Pesawat berkapasitas 56 penumpang tersebut diisi 25 penumpang yang terdiri atas 18 orang dewasa (termasuk dua teknisi), seorang anak, dan dua bayi. Adapun jumlah kru pesawat empat orang, terdiri atas Pilot, Ko-Pilot, dan dua Pramugari.

 

Pukul 12.40 WIT pesawat itu kemudian tinggal landas untuk melakasanakan penerbangan berikutnya menuju Bandara Utarom, Kaimana. Pesawat diperkirakan akan mendarat di Kaimana pukul 14.10 WIT. Sekitar 20 menit sebelum pesawat tersebut sampai di tujuan, beberapa pesawat dari maskapai lain sudah ada yang mendarat dalam kondisi guyuran hujan (rain shower).

 

Pada pukul 13.46 WIT, pada saat pesawat melakukan Approach terhadap Bandara Utarom Kaimana, cuaca di Kaimana dilaporkan sedikit berangin, jarak pandang (visibility) 2.000 meter, hujan (rain shower), dan ketinggian awan 330 meter (cloud ceiling 1000ft above ground). Karena jarak pandang begitu pendek (seharusnya minimal 5.000 meter), pesawat melakukan putaran (holding) di ketinggian 5.000 kaki, di Runway 01 Banda Udara Utarom, Kaimana.

 

Pukul 14.05 WIT pada saat pesawat sedang melakukan pendekatan (approach) terhadap Bandara Utarom di Kaimana dalam kondisi cuaca buruk, tiba-tiba pesawat jatuh dari ketinggian 5.000 kaki dan masuk ke laut di Teluk Simora, Kaimana pada jarak 500 meter dari Landasan Pacu (Runway) 01 Bandara Utarom, Kaimana. Seluruh penumpang yang ada dalam pesawat tewas, telah dievakuasi, dan diidentifikasi.

 

2. Performa Pesawat MA-60

Menganalis dari sisi teknis dan performa pesawat terbang jenis Xian MA-60 maka tidak dapat diragukan bahwa pesawat ini sudah teruji dan memiliki teknologi yang canggih. MA-60 merupakan pengembangan dari pesawat Xian Y-7 yang merupakan imitasi dari pesawat Antonov 24 buatan Rusia dan sekelas dengan ATR-72 buatan Perancis.

Page 5: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

 

Pesawat ini ditenagai oleh 2 buah mesin Turboprop Pratt & Whitney Canada, masing-masing PW127J, 2.051 kW yang juga biasa dipakai oleh Boeing dan pesawat-pesawat lain di seluruh dunia (lihat tulisan saya mengenai Spesifikasi dan Insiden Kecelakaan Pesawat Terbang MA-60 di Seluruh Dunia yang diposting Selasa 10 Mei 2011). Baling-balingnya menggunakan baling-baling lengkung yang merupakan teknologi mutakhir dari Hartzell, vendor spesialis baling-baling terkenal asal Amerika Serikat.

 

Instrumen Sistem Navigasi Penerbangan yang terdapat di Kokpitnya sudah berbasis komputer (fully computerized), juga sistem komunikasinya menggunakan teknologi buatan Rockwell Collins Amerika Serikat. Walaupun pesawat dilengkapi dengan (Instrumen Landing System ILS), yaitu perangkat navigasi pendaratan otomatis yang terkomputerisasi, namun Bandara Kaimana tidak menunjang perangkat itu, sehingga pendaratan tetap dilakukan secara visual dengan panduan dari petugas Menara Pengatur Lalulintas Udara (ATC, Air Traffic Controller) melalui komunikasi radio AM di Band VHF (Very Hight Frequency).

 

Berdasarkan data-data itu dan data-data kecelakaan yang pernah dialami oleh MA-60 yang terjadi sebelumnya di seluruh dunia, juga sama sekali tidak ditemukan penyebabnya ada pada masalah teknis dan performa pesawat. Ini artinya pada saat mengalami kecelakaan, pesawat dalam kondisi prima dan dalam kondisi perawatan yang baik. Jadi dari sisi teknis dan performa pesawat MA-60 pada insiden kecelakaan Pesawat Mepati MA-60 di Kaimana dapat dikatakan tidak ada masalah. Hal ini sesuai dengan temuan KNKT: "Pada investigasi FDR dan CVR tidak terdeteksi adanya kelainan fungsi-fungsi sistem pada pesawat udara" seperti dinyatakan oleh  Ketua KNKT Tatang Kurniadi dalam siaran persnya Kamis, 19 Mei 2011 di Jakarta.

 

Page 6: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

Proses Evakuasi Korban dan Pesawat MA-60 Merpati di Teluk Simora, Kaimana, Papua Barat.

3. Kualifikasi Pilot

Kapten Pilot (Pilot in-command) Purwadi Wahyu yang mengawaki pesawat MA-60 Merpati yang mengalami kecelakaan di Kaimana itu, adalah salah satu pilot senior dan handal di Merpati dengan mengantongi lebih dari 25.000 jam terbang. Sejak lulus dari LPPU Curug Tangerang pada tahun 1977, Purwadi Wahyu bergabung dengan Merpati, menerbangkan pesawat DHC-6 Twin Otter lebih dari 10 tahun, dengan wilayah terbang meliputi Indonesia Tengah, Indonesia Timur, Nusa Tenggara. Kapten Purwadi Wahyu juga pernah menjabat sebagai Chief Pilot Twin Otter Wilayah Bali Nusa Tenggara, menerbangkan Fokker F-27, Pesawat Jet Fokker F-28 saat integrasi dengan Garuda Indonesia dan bertugas sebagai Route Instructor, Jet Fokker F-100.

 

Almarhum Kapten Purwadi Wahyu juga pernah bertugas di Cosmic Air, Nepal, selama 2 tahun dengan wilayah penerbangan meliputi Nepal, India, Bangladesh, suatu area penerbangan yang sudah dikenal oleh para pilot di seluruh dunia sebagai area yang menakutkan dengan gunung-gunung tinggi dan cuacanya yang terkenal ekstrem. Mungkin karena ingin mendedikasikan dirinya untuk perkembangan wilayah di Indonesia Timur, menjelang pensiun Kapten Purwadi Wahyu memilih terbang dengan Pesawat MA-60 menerbangi route penerbangan di wilayah Kabupaten-kabupaten di Indonesia Bagian Tengah dan Timur.

 

4. Fasilitas Bandar Udara

Seperti kita ketahui bahwa bentang alam di daerah Papua sangatlah berbukit-bukit dengan gunung yang tinggi dan hutan yang masih perawan. Karena itu curah hujan di wilayah itu memang cenderung lebih tinggi dibanding daerah lain dan mengakibatkan cuaca yang sering

Page 7: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

berubah-ubah setiap waktu. Dalam kondisi geografis seperti itu salah satu faktor yang sangat menunjang keselamatan/suksesnya misi penerbangan disamping performa pesawat dan pilotnya itu sendiri, adalah fasilitas bandar udara/bandara.

 

Fasilitas-fasilitas tersebut, antara lain, alat bantu navigasi berupa VOR/ NDB, alat bantu pendaratan berupa ILS (Instrument Landing System/Precision Approach), Instrument Approach Procedure (VOR or NDB Non Precision Approach), Approach Light, PAPI/ Vasi Light, Runway/Taxy Light, Center Line Guidance, dan lain sebagainya. Sedangkan dari data yang diperoleh, kita tahu bahwa Bandar Udara Utarom Kaimana, juga umumnya bandara di Papua (kecuali Bandara Sentani Jayapura, Bandara Moses Kilangin Timika, Bandara Frans Kaisiepo Biak, dan Bandara Mopah Merauke), tidak memiliki fasilitas sebagaimana diharapkan seperti di atas. Jadi mendarat di Bandara Utarom Kaimana penerbang hanya bisa mengandalkan Visual Approach, tidak bisa secara Instrumental yang dapat memandu pesawat melakukan Stabilized Approach dan mendarat secara lebih presisi dan aman.

 

Alangkah sulitnya seorang penerbang dengan tipe pesawat sekelas MA-60 atau Fokker F-27 atau CN-235 jika harus terbang dan mendarat di daerah yang tanpa fasilitas pendukung yang memadai, mengingat untuk pesawat sekelas itu dalam bermanuver tidak selincah pesawat-pesawat yang kelasnya lebih kecil. Hanya beberapa Bandara Udara besar di Papua yang memiliki fasilitas tersebut. Itupun bukan kelas untuk Precision Approach, belum lagi jika ditambah cuaca buruk Windshear yang dapat menghempaskan pesawat walau sekelas Boeing-737 sekalipun.

 

Interpretasi Penulis dan Pembahasan

Kecelakaan sebuah pesawat terbang tidak pernah disebabkan oleh faktor determinatif tunggal, melainkan perpaduan di antara faktor-faktor: (1) Teknis Pesawat, termasuk perawatan, (2) Cuaca, (3) Fasilitas Bandara dan pendukungnya, (4) Human, dan lain-lain.

 

Dari analisis terhadap beberapa fakta dan parameter seperti telah diuraikan di atas, kita tahu bahwa kecelakaan pesawat di duga disebabkan oleh gabungan antara faktor Cuaca, Fasilitas Bandara dan Pendukungnya, dan faktor Human sebagai akibat dari kedua faktor sebelumnya. Hal ini sejalan dengan temuan-temuan dan rekomendari dari KNKT mengenai Falisitas Bandara dan Pendukungnya dan juga mengenai pembenahan CRM (Crew Resouce Manajement).

 

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kita tahu bahwa pada saat pesawat hendak melakukan pendekatan (approach) terhadap Bandara Utarom Kaimana dan hendak mendarat, kondisi cuaca saat itu dilaporkan: sedikit berangin, jarak pandang (visibility) 2.000 meter, hujan (rain shower), dan ketinggian awan 330 meter (cloud ceiling 1000ft above ground).

Page 8: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

 

Di lain pihak, walaupun pesawat MA-60 dilengkapi Instrumen Landing System (ILS), yaitu perangkat navigasi pendaratan otomatis yang terkomputerisasi, namun Bandara Utarom Kaimana tidak menunjang perangkat itu, sehingga pendaratan hanya bisa dilakukan secara visual dengan mengandalkan panduan dari petugas Menara Pengatur Lalulintas Udara (ATC, Air Traffic Controller) melalui komunikasi radio AM di Band VHF (Very Hight Frequency).

 

Dengan kondisi cuaca dan fasilitas bandara seperti itu, maka proses pendekatan dan pendaratan hanya bisa dilakukan secara visual (Visual Approach). Namun secara visual-pun sebenarnya tidak memenuhi syarat karena syarat utamanya menurut VFR Rules adalah bahwa jarak pandang (veasibility) tidak terpenuhi, yaitu hanya 2.000 meter dari yang seharusnya yaitu minimum 5.000 meter (lihat juga artikel saya tentang Aturan Menerbangkan Pesawat Terbang Secara Visual (Visual Flight Rules) yang diposting pada 6 Desember 2010). Jadi sangat beralasan jika saat itu penerbang memutuskan untuk berputar (holding) dahulu dua kali sambil menunggu kondisi cuaca membaik dengan harapan dapat melihat landasan dengan jelas.

 

Masalah lain yang menjadi rintangan (obstacle) yang ada saat melakukan Visual-Approach di Runway 01 Bandara Utarom Kaimana itu, adalah adanya rintangan alam di sebelah Utara dan Timur bandara berupa perbukitan dengan ketinggian 400 hingga 600 meter di atas permukaan laut, sehingga satu-satunya cara yang memaksa setiap penerbangan harus selalu bermanuver dan berputar 180 derajat (Escape Path) ke arah kiri, yaitu ke arah laut di Teluk Simora, Kaimana (lihat Kontur Topografi Peta 3D Google Earth Premium pada Peta Situasi dan Lokasi Jatuhnya Pesawat di atas).

 

Pada kondisi cuaca normal, manuver seperti itu mudah dan biasa dilakukan oleh para penerbang yang hendak mendarat di Bandara Utarom, Kaimana. Namun dalam kondisi Pendekatan Visual (Visual Approach) di tengah cuaca buruk seperti digambarkan di atas, menjadi sulit dan tidak tertutup kemungkinan terjadinya apa yang disebut dengan Spatial Disorientation.

 

Spatial Orientation atau Orientasi Ruang adalah orientasi penerbang dalam mengenali ruang angkasa dan posisi pesawat di ruang angkasa, terutama posisinya terhadap horizon, yaitu bidang datar yang menggambarkan batas langit dan daratan atau lautan. Spatial Disorientation adalah keadaan sebaliknya, yaitu dimana penerbang mengalami kesalahan dalam memahami posisi pesawat terhadap horizon karena saat itu warna langit gelap dan sulit dibedakan dengan warna laut sehingga mereka tidak menyadari jika pesawat miring dan tercebur ke laut yang dikiranya langit gelap kelabu. Hal ini terbukti dari temuan KNKT atas hasil rekaman suara pada CVR (Cockpit Voice Recorder) yang ternyata tidak ditemukan adanya kepanikan atau kegaduhan di Kokpit pesawat sesaat sebelum pesawat jatuh ke laut. Ini artinya penerbang sama sekali tidak menyadari bahwa pada saat bermanuver pesawat

Page 9: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

berbelok tajam ke kiri mengarah ke laut dan akhirnya tercebur dengan sayap kiri menghempas ke laut terlebih dahulu. Oleh karena kedalaman laut hanya 8 meter, maka sebagian besar tubuh pesawat hancur.

 

Sebagian serpihan Pesawat MA-60 Merpati yang dievakuasi dari Teluk Simora, Kaimana, Papua Barat.

Fakta lain yang mendukung peristiwa ini adalah saat pesawat akan mendarat biasanya sudut pendaratan saat roda pesawat menyentuh landasan (touch-down) ialah 3 derajat. Jika ketinggian pesawat saat itu ada pada jarak 500 meter dari landasan pacu, maka pesawat berada pada ketinggian kurang lebih 50 meter di atas permukaan laut, sehingga disorientasi selama 10 detik saja akan berakibat sangat fatal. Seandainyapun penerbang menyadari hal ini, maka tidak cukup waktu untuk memulihkan kondisi terbang pesawat (recovery) ke kondisi normal yang dikehendaki.

 

Sayangnya hingga saat ini kita belum menemukan teknologi yang bisa merekam apa yang ada dalam pikiran penerbang di saat-saat seperti itu, sehingga kita tidak mengetahui apakah penerbang pada saat berputar (holding) yang kedua kalinya itu akan menunggu kondisi cuaca membaik dan lalu memaksakan mendarat, ataukah akan melakukan prosedur terbang Go Around. Dalam kondisi seperti itu memang idealnya penerbang membatalkan pendaratan pesawat dan melakukan prosedur terbang kembali (Go-around) menuju bandara terdekat (Divert) atau kembali ke bandara asal (RTB, Return to Base) yang memungkinkan untuk

Page 10: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

melakukan pendaratan secara aman, karena sesuai ketentuan CASR (Civil Aviation Safety Rules) setiap pesawat dimungkinkan untuk melakukan hal seperti itu karena dibekali bahan bakar yang cukup untuk melakukan prosedur terbang seperti itu.

 

Penutup

Itulah fakta peristiwa kecelakaan pesawat MA-60 Merpati berdasarkan hasil analisis penulis terhadap beragam sumber dan data-data temuan awal KNKT dalam Laporan Awalnya. Namun demikian ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa pesawat hendak melakukan pendaratan darurat di laut (Ditcing) yang tidak mendasar, karena sama sekali tidak ada fakta bahwa hasil percakapan penerbang mengarah ke tindakan seperti itu. Lalu fakta lain juga menunjukkan bahwa penumpang tidak dalam kondisi menggunakan pelampung, konfigurasi pesawat yang terekam pada FDR tidak dalam konfigurasi mendarat darurat di laut, hal ini terbukti bahwa roda pendarat (landing gear) masih dalam kondisi turun dan belum diangkat atau belum dimasukkan ke badan pesawat (Landing Gear Bay), padahal syarat dalam pendaratan darurat di laut atau perairan adalah roda pedaratan harus diangkat dan dimasukkan ke dalam Landing Gear Bay agar pendaratan darurat di laut atau air itu berjalan mulus.

 

Ada juga pendapat yang menyatakan mengapa kalau tidak bisa dilakukan pendaratan visual tidak menggunakan GPS? Cara ini biasa dilakukan oleh penerbang-penerbang senior dan sedikit “ngoboi” disaat akan mencoba masuk dengan kondisi cuaca dibawah kondisi terbang visual minimum (VFR Minimum), yaitu minimum jarak pandang 5 km, ialah menggunakan GPS (Global Posotioning System). GPS tentu saja bisa memberikan panduan navigasi setingkat VOR/DME Approach, namun membutuhkan GPS yang sudah dikalibrasi dengan baik (approved) untuk digunakan di wilayah tersebut dalam Approach dan harus disertai dengan penggunaan GPS Approach Procedure yang sudah resmi, bukan rekayasa sendiri atau menggunakan Waypoint untuk Guidance only.

 

Pendapat-pendapat itu dan juga-juga pendapat-pendapat lainnya di berbagai media massa sah-sah saja selama didukung oleh fakta dan teori yang memadai. Oleh karena itu marilah kita bersabar untuk menahan diri dalam membuat kesimpulan akhir hingga Laporan Akhir (Final Report) KNKT di siarkan secara resmi di waktu mendatang.

 

Semoga bermanfaat. Salam penerbangan, jayalah penerbangan Indonesia..

 

R. Baskara H. adalah Pengajar, Pemerhati, Praktisi Penerbangan, dan Anggota Persatuan Ahli Navigasi Penerbangan Indonesia (PANPI).

Page 11: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

http://www.facebook.com/note.php?note_id=226503537360358

SPESIFIKASI DAN INSIDEN KECELAKAAN PESAWAT TERBANG MA-60 DI SELURUH DUNIA

by R. Baskara H. on Tuesday, 10 May 2011 at 06:00

Xian MA-60 (新舟 60, Xīnzhōu 60, "Modern Ark 60") adalah pesawat penumpang bermesin Turboprop yang dibuat oleh perusahaan China Xi'an Aircraft Industrial Corporation di bawah China Aviation Industry Corporation I (AVIC I). MA-60 adalah versi pengembangan dari Xian Y7-200A. Pesawat ini menerima sertifikasi kelaikan dari Badan Administrasi Penerbangan Sipil China pada bulan Juni 2000 dan Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara Kementerian Perhubungan RI awal tahun 2011. Pesawat pertama dikirim ke Sichuan Airlines bulan Agustus 2000. Pada Oktober 2006, XAC telah menerina lebih dari 90 pesanan MA-60. Perusahaan telah mengirim 23 MA-60 pada akhir tahun 2006, dan diperkirakan mengirimkan tambahan 165 unit pada akhir tahun 2016.

 

MA-60 Merpati Nusantara PK-MZA adalah satu dari dua jenis MA-60 yang masih melayani rute penerbangan Denpasar-Labuhan Bajo, NTT. Sedangkan PK-MZK yang melayani rute penerbangan Jayapura-Nabire-Sorong-Kaimana, Papua, jatuh di Kaimana 7 Mei 2011 lalu.

Page 12: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

 

Spesifikasi

Karakteristik umum

Kru: 2 Kapasitas: 60 penumpang Panjang: 24.71 m Lebar sayap: 29.20 m Tinggi: 8.86 m Luas sayap: 75.0 m² Bobot kosong: 13.700 kg Bobot maksimum lepas landas: 21.800 kg Mesin: 2× Turboprop Pratt & Whitney Canada, masing-masing PW127J 2.051 kW.

Kinerja

Laju maksimum: 514 km/h (278 knots, 319 mph) Laju jelajah: 430 km/h (232 knots, 267 mph) (econ cruise speed) Jarak jangkau: 1.600 km Batas tertinggi servis: 7.620 m

Negara Pengguna, Operator MA-60

1.      Bolivia: TAM - Transporte Aéreo Militar - 2 dalam layanan

2.      Ekuador: Angkatan Udara Ekuador sedang bernegosiasi untuk 4 MA-60 (Agustus 2009).

3.      Indonesia: Merpati Nusantara Airlines - 2 dalam layanan, 13 pesanan

4.      Laos: Laos Airlines - 4 dalam layanan

5.      Myanmar: Myanmar Airways - 3 dalam layanan

6.      Nepal: Nepal Airlines - 2 pesanan

7.      China:

Civil Aviation Flight University of China China United Airlines - 1 dalam layanan, 1 disimpan Okay Airways - 2 dalam layanan, 8 pesanan Joy Air (Xingfu Airlines) - 5 dalam layanan, 45 pesanan Sichuan Airlines - 2 disimpan Wuhan Airlines - 3 disimpan Ying An Airlines - 1 dalam layanan

8.      Filipina: Zest Airways - 4 dalam layanan, 1 rusak parah akibat kecelakaan, 6 tambahan MA60 dipesan pada 30 Mei 2009)

Page 13: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

9.   Republik Kongo: Air Congo Internationall - 3 dalam layanan

10. Sri Lanka:

Angkatan Udara Sri Lanka - 4 MA60 dipesan (Maret 2010) Mihin Lanka - 2 MA60 dipesan (March 2010)

11. Zambia: Angkatan Udara Zambia - 2 dalam layanan

12. Zimbabwe: Air Zimbabwe - 2 dalam layanan, 1 kecelakaan pada 3 November 2009.

 

Insiden dan Kecelakaan

1.        Pada 11 Januari 2009, Zest Airways Nomor Penerbangan 865, Xian MA60 dengan 22 penumpang dan 33 awak, mengalami undershot di landasan pacu 06 ketika mendarat di Bandar Udara Godofredo P. Ramos, membelok tajam ke kiri saat menyentuh landasan pacu setelah benturan sebelumnya dan menabrak tembok beton dan merusak hidung pesawat. Roda pendarat dan baling-baling pesawat mengalami kerusakan parah. Tiga orang terluka. Tidak ada korban jiwa.

2.        Pada 25 Juni 2009, Zest Airways Penerbangan 863, Xian MA-60 dengan 54 penumpang dan lima awak pesawat, mengalami overshot saat mendarat di Bandar Udara Godofredo P. Ramos. Tidak ada korban luka.

3.        Pada 3 November 2009, Xian MA60 UM-239 milik Air Zimbabwe menabrak lima babi hutan saat lepas landas dari Bandar Udara Internasional Harare. Proses lepas landas berhasil dihentikan namun bagian lambung bawah rusak, menyebabkan kerusakan serius pada pesawat.

4.        Terakhir pada 7 Mei 2011, Xian MA-60 milik Merpati Nusantara Airlines jatuh ke laut di Teluk Kaimana 500 meter dari Bandara saat akan mendarat di Bandar Udara Utarom, Kaimana, Papua Barat.

http://www.facebook.com/note.php?note_id=222635421080503

Besar Kecil Normal

Bagikan 0

Page 14: Analisis Sementara Penyebab Kecelakaan Pesawat Ma

Materi pendukung

Kecelakaan Pesawat di Indonesia Tertinggi di Asia

Senin, 17 Juli 2006 | 03:37 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Frekwensi kecelakaan pesawat terbang niaga komersial Indonesia tertinggi di Asia atau rata-rata sembilan kali per tahun. Sedangkan di negara Asia lain hanya 3-4 kali setahun. Kecelakaan yang dimaksud adalah kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa, luka-luka, dan fisik pesawat rusak serius.

Kepala Subdirektorat Perawatan Pesawat Departemen Perhubungan, Yurlis Hasibuan, angka itu merupakan kesimpulan penelitian lembaga penerbangan sipil Internasional. "Di Eropa dan Amerika, rata-rata kecelakaan 1-2 kali per tahun," kata dia di Jakarta pekan lalu.

Secara keseluruhan, kata Yurlis, rasio kecelakaan pesawat skala berat sampai ringan di Indonesia mencapai 21 kali per tahun dari total frekwensi keberangkatan pesawat 323.400 kali. Kesimpulan Asosiasi Maskapai Sipil International (IATA) juga tidak jauh berbeda.

IATA menyimpulkan tingkat keamanan penerbangan di Indonesia rendah sebesar 1,3, jauh dari standar ideal 0,35. Standar penerbangan di Cina sangat baik mencapai 0,0. Negara di Eropa 0,3, Amerika 0,2, Timur Tengah 3,8, Amerika latin 2,6. "Semakin besar angkanya, semakin jelek standar keamanannya," kata Yurlis.

Anton Aprianto

http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2006/07/17/brk,20060717-80222,id.html

Materi pendukung

http://www.indonesiafinancetoday.com/read/7526/Merpati-Rugi-US-15-juta

JAKARTA (IFT) - PT Merpati Nusantara Airlines menderita kerugian sebesar US$ 15 juta akibat jatuhnya pesawat berjenis MA-60 di Kaimana, Papua pada Sabtu pekan lalu. Kerugian tersebut dihitung berdasarkan harga pesawat sebesar US$ 11,2 juta dan biaya operasional lainnya.

Materi pendukung

9 Agustus 1995

Pesawat HS 748 PK-KHL milik Bouraq Airlines menabrak gunung Kumawa, Kaimana, Irian Jaya.  7 awak dan 3 penumpang tewas.