analisis putusan hakim dalam menjatuhkan pidana …/analisis... · (skripsi) disusun dan diajukan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG
MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN
(Studi Putusan No.234/Pid.B/2008/PN.Ska)
PENULISAN HUKUM
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh:
HENDRIK KRISTANTO
NIM. E0004178
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
(QS. Ar-Radu:11)
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan
(QS. Al-Insyirah:6)
Seberat apa pun cobaan yang diberikan oleh-Nya
pada akhirnya akan membuat kita menjadi manusia yang lebih bertanggung
jawab dan berguna, Syukurilah seluruh anugerah-Nya dengan hati tulus ikhlas.
Everything happens, happens for a reasons
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:
Allah SWT dengan segala kemurahan yang diberikan
Bapak dan Ibu tercinta
Wiwin dan Nina, adikku tersayang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
HENDRIK KRISTANTO. E.0004178. ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG
LAIN (Studi Putusan No.234/Pid.B/2008/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan tentang apa analisis
dari putusan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan
pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan hilangnya
nyawa orang lain pada Putusan No.234/Pid.B/2008/PN.Ska, serta apa yang
menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku
tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain pada
Putusan No.234/Pid.B/2008/PN.Ska.
Penelitian ini apabila dilihat dari tujuannya termasuk jenis penelitian
hukum normatif yang bersifat deskriptif.Jenis data yang digunakan adalah data
sekunder.Sumber data yang digunakan adalah Putusan Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta No.234/Pid.B/2008/PN.Ska, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana,buku-buku, Peraturan Perundang-undangan, dokumen-dokumen dan
sebagainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis. Teknik
pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui studi kepustakaan yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti tentang tindak pidana kekerasan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Analisis data menggunakan teknik
analisis data content analisys dengan pendekatan kualitatif.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa analisis dari putusan
Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap
pelaku tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain
Terdakwa Abdul Syaifullah alias Syaiful bin Abdullah secara sah dan melawan
hukum bersalah melakukan tindak pidana dengan tenaga bersama melakukan
kekerasan terhadap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (2) ke-3
KUHP.Unsur-unsur telah terpenuhi semua setelah diperiksa Hakim di
persidangan. Pidana yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Surakarta
terhadap Terdakwa Abdul Syaifullah alias Syaiful bin Abdullah yang melakukan
tindak pidana pengeroyokan yang menyebabkan matinya orang lain sesuai dalam
Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP relative lebih ringan dari tuntutan dari Jaksa
Penuntut Umum yaitu 3 (tiga) tahun dikurangi masa tahanan sebelumnya.
Pertimbangan Majelis Hakim adalah karena didalam diri terdakwa tidak terdapat
alasan-alasan yang dapat menghapus pidana Terdakwa, baik alasan pemaaf
maupun alasan pembenar.Pidana yang dijatuhkan hakim ternyata lebih ringan
yaitu 3 (tiga) tahun penjara dikurangi masa tahanan dibanding dengan ancaman
pidana selama 7 (tujuh) tahun penjara. Ini dikarenakan Terdakwa belum pernah
dihukum, bersikap baik selama di persidangan, mengaku terus terang atas tindak
pidana yang didakwakan serta Terdakwa berusia relatif masih muda dan memiliki
masa depan yang masih panjang.
Kata kunci: Putusan hakim, tindak pidana kekerasan, hilangnya nyawa orang lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum wr.wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya
yang dilimpahkan kepada penulis, akhirnya penulisan hukum (skripsi) yang
berjudul “ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG
MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN” dapat penulis
selesaikan.
Penulisan hukum ini membahas tentang analisis dari putusan hakim
Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap
pelaku tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain,
dan juga pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku
tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain pada
putusan No.234/Pid.B/2008/PN.Ska.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang
membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu baik materiil maupun non materiil
sehingga penulisan hukum ini dapat diselesaikan, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan
kerja kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Rehnalenkem Ginting,S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum
Pidanadan pembimbing I, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
mengajukan judul penulisan hukum ini.
3. Bapak Budi Setiyanto,S,H.,M.H., selaku pembimbing II penulisan skripsi
yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan
dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
4. Bapak Kristiyadi, S.H., M.H., selaku pembimbing akademis, atas nasehat
yang berguna bagi penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberkan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum
khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan
skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan
penulis.
6. Ibu dan Bapakku tercinta yang telah memberikan segalanya kepada penulis,
semoga Ananda dapat membalas budi jasa kalian dengan memenuhi harapan
kalian kepada Ananda.
7. Adikku yang tersayang Wiwin dan Nina.
8. Seluruh teman-teman dan sahabatku 2004 – 2007 yang telah membantu
penyusunan skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penyusunan skripsi ini.
Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulis, kalangan akademi, praktisi serta
masyarakat umum.
Surakarta, Januari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 4
E. Metode Penelitian .................................................................. 5
F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis .................................................................. 11
1. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Pidana ……………. 11
a. Pengertian Hukum Pidana ......................................... 11
b. Sumber Hukum Pidana .............................................. 12
c. Fungsi Hukum Pidana ............................................... 13
d. Tujuan Hukum Pidana .............................................. 14
e. Pembagian Hukum Pidana ......................................... 14
2. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana .................................. 15
a. Tindak Pidana ........................................................... 15
1) Istilah tindak pidana ...................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
2) Pengertian Tindak Pidana ............................. 18
3) Unsur-unsur Tindak Pidana .......................... 23
4) Jenis-jenis Tindak Pidana ............................. 24
b. Teori Pemidanaan ..................................................... 28
c. Jenis-jenis Pidana ..................................................... 29
3. Tinjauan Perbedaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP
tentang penyertaan dengan pasal 170 KUHP tentang
Tindak Pidana yang Dilakukan dengan Tenaga Bersama 29
4. Pengertian Tindak Pidana Kekerasan .............................. 34
B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 37
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...................................................................... 39
1. Identitas Terdakwa .......................................................... 39
2. Kasus Posisi ..................................................................... 40
3. Dakwaan Penuntu Umum ............................................... 45
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ..................................... 45
5. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta ... 47
B. Pembahasan ........................................................................... 49
1. Dasar hukum yang digunakan oleh hakim Pengadilan
Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan pidana
terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain pada
putusan No.234/Pid B/2008/PN Ska. ............................... 49
2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana
terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain pada
putusan No.234/Pid B/ 2008/PN Ska. .............................. 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................ 55
B. Saran ...................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan suatu negara hukum, pernyataan tersebut
termuat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
“Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machtstaat)”, sebagai negara hukum maka
Indonesia mempunyai serangkaian peraturan atau hukum supaya
kepentinganmasyarakat dapat terlindungi. Alinea ke-4 Pembukaan
Undang-Undang Dasar1945 yang merupakan landasan konstitusional
negara ini memuat bahwa tujuan negara salah satunya antara lain adalah
menciptakan kesejahteraan umum. Jadi semua usaha dan pembangunan
yang dilakukan negara ini harus mengarah pada tujuan ini sehingga
tercipta kesejahteraan rakyat.
Hukum sesungguhnya merupakan pencerminan kehidupan sosial
suatu masyarakat dimana hukum tersebut terbentuk. Dapat dikatakan
bahwa hukum adalah fungsi sejarah sosial suatu masyarakat, namun
hukum bukanlah bangunan sosial yang statis, melainkan ia dapat berubah
dan perubahan ini terjadi karena fungsinya untuk melayani masyarakat
(H. Zamhari Abidin, 1986:84).
Suatu hukum dalam masyarakat tidak selalu bertindak sebagai
penghalang terhadap perubahan sosial.Adanya sikap masyarakat yang
peduli terhadap hukum dapat berfungsi sebagai sumber kekuatan yang luar
biasa untuk ketentraman dari pergaulan masyarakat itu sendiri.
Kurangnya kesadaran hukum dalam masyarakat dewasa ini
menyebabkan terjadinya ketidakpercayaan antara anggota masyarakat itu
sendiri maupun ketidakpercayaan dengan aparat penegak hukum dan
pemerintah.Terlebih dengan kondisi perekonomian negara kita yang sulit
saat ini, mengakibatkan timbulnya kriminalitas yang terjadi dalam
masyarakat yang dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang semakin
meningkat dalam setiap anggota masyarakat tersebut. Kondisi yang terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
setiap hari dan dialami oleh masyarakat misalnya penjambretan,
penodongan, pencurian, perampokan, penganiayaan, perkosaan, kekerasan,
pembunuhan, tawuran remaja, atau lebih dikenal dengan “kejahatan
jalanan” atau “street crime” menjadi tantangan bagi proses penegakan
hukum.
Seiring dengan adanya perkembangan kejahatan seperti
diuraikan diatas, maka hukum menempati posisi yang penting untuk
mengatasi adanya persoalan kejahatan ini.Perangkat hukum diperlukan
untuk menyelesaikan konflik atau kejahatan yang ada dalam
masyarakat.Salah satu usaha pencegahannya dan pengendalian kejahatan
itu ialah dengan menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang
berupa pidana (Muladi dan Barda Nawawi, 1998:148).
Hakim sebagai salah satu penegak hukum yang berperan penting
dalam peradilan haruslah dapat bersikap seadil-adilnya, karena hakim
memiliki posisi sentral dalam proses penegakan hukum yang mampu
menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana. Putusan hakim
sangatlah penting karena merupakan tolak ukur pemahaman hakim atas
suatu perkara dari tindak pidana yang dipersidangkan dalam pengadilan
serta menjadi puncak dalam perjuangan memperoleh keadilan.
Sesuai dengan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, seorang
hakim memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan undang-undang
secara tersendiri serta tidak terikat pada yurisprudensi atau putusan dari
hakim yang terdahulu pada suatu perkara yang sejenis.Hakim dapat
memberikan pidana terhadap pelaku tindak pidana yang diatur dalam suatu
peraturan perundang- undangan sesuai dengan pemikiran dari hakim itu
sendiri.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik
untuk mengkaji lebih mendalam dalam penulisan hukum dengan judul
”ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN
YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN
( Studi Putusan No.234 / Pid.B / 2008 / PN. Ska )”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Rumusan Masalah
Masalah adalah setiap persoalan dalam kesulitan yang
menggerakan manusia untuk memecahkannya. Untuk membatasi masalah
agar tidak memberikan penafsiran yang beraneka ragam, serta untuk
mencari penyelesaian permasalahan yang telah dituliskan diatas, maka
dibuat rumusan masalah. Rumusan masalah ini dimaksudkan untuk
penegasan masalah-masalah yang akan diteliti, sehingga memudahkan
dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang dikehendaki.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada dua masalah yang
diteliti dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apakah analisis dari putusan hakim Pengadilan Negeri Surakarta
dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku tindak pidana
kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain pada
putusan No.234/Pid B/2008/PN Ska?
2. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi
pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain pada putusan No.234/Pid B/ 2008/PN
Ska?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan karena memiliki tujuan. Tujuannya adalah
memecahkan permasalahan yang tergambar dalam latar belakang dan
rumusan masalah. Karena itu, tujuan penelitian sebaiknya dirumuskan
berdasarkan rumusan masalahnya. Tujuan penelitian dicapai melalui
serangkaian metodologi penelitian. Selain itu, penulis berharap dapat
menyajikan data yang akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu
menjawab permasalahan. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini penulis bagi dalam dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1. Tujuan Obyektif
a. Apa analisis dari putusan hakim Pengadilan Negeri Surakarta
dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku tindak pidana
kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain pada
putusan No.234 / Pid B / 2008 / PN Ska?
b. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi
pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain pada putusan No.234 /
Pid B / 2008 / PN Ska?
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan peneliti dibidang
hukum serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek
dalam lapangan Hukum Pidana.
b. Memenuhi Persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam
bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan lebih berharga jika hasilnya memberikan
manfaat bagi setiap orang yang menggunakannya. Penulis berharap
kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat tersebut. Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pemikiran
bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan khususnya hukum pidana yang berkaitan dengan
putusan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak
pidana kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur, referensi
dan bahan-bahan informasi ilmiah mengenai aspek hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap peneltian-
penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti;
b. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang
dinamis sekaligus untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang
diperoleh selama kuliah; dan
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi
masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan
terkait masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu.
Sistematika adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti
tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu
(Soerjono Soekanto, 2005: 42).
Berkualitas atau tidaknya sebuah penelitian salah satunya dapat
diamati dari kekonsistenan benang merah penelitian, mulai dari rumusan
masalah, tujuan penelitian, hingga kesimpulan hasil penelitian. Untuk
dapat menuntun peneliti dalam melakukan penelitian diperlukan sebuah
metodologi penelitian. Keberadaan metode penelitian diharapkan dapat
menjadi ciri penelitian (M. Subana dan Sudrajat, 2001: 88).
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum ini adalah jenis penelitian hukum normatif
atau penelitian hukum doktrinal.”Penelitian hukum normatif
merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder” (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 32).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum deskriptif, yaitu suatu penelitian yang
berusaha menggambarkan tentang keadaan dan gejala-gejala lainnya
dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasi,
menganalisa, serta menginterpretasikannya. Dalam penelitian hukum
ini, penulis menggunakan penelitian hukum normatif yang bersifat
deskriptif, yaitu penelitian normatif yang dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan objek atau subjek yang diteliti pada saat
sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat
sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat (soerjono soekanto, 1986: 10).
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penelitian
hukum terdapat lima pendekatan, yaitu pendekatan perundang-
undangan (Statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual
approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 93).
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
pendekatan yang relevan dengan permasalahan penelitian yang
diangkat, diantaranya adalah pendekatan kasus dan pendekatan
perundang- undangan.
4. Jenis Data
Bagian terpenting lainnya di dalam proses penelitian ialah
berkenaan dengan data penelitian. Sebab, inti suatu penelitian adalah
terkumpulnya data atau informasi, kemudian data tersebut diolah dan
dianalisis dan akhirnya hasil analisis itu diterjemahkan atau
diinterpretasikan (M. Subana dan Sudrajat, 2001: 115).
Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan penulis yang
merupakan penelitian normatif, maka jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder adalah data
yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data sekunder didapat dari
sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak
langsung, yaitu melalui studi kepustakaan yang terdiri dari dokumen-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dokumen, buku-buku literatur, dan lain-lain yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
5. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, yaitu
tempat dimana diperoleh data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini, meliputi:
a. Bahan hukum primer
”Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang
bersifat mengikat” (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006:
13). Yang menjadi bahan hukum primer dalam penelitian hukum
ini yaituPutusan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Nomor :234 /
Pid B / 2008/ PN Ska .
b. Bahan hukum sekunder
”Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer” (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13).
Bahan hukum sekunder ini meliputi buku-buku, literature,
Koran, jurnal, data internet maupun arsip - arsip yang
berkesesuaian dengan penelitian yang dibahas.
c. Bahan hukum tersier
”Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder” (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
2006: 13).
Bahan hukum tersier seperti kamus hukum, kamus besar
bahasa Indonesia, dan ensiklopedi.
6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Yang dimaksud teknik pengumpulan bahan hukum disini ialah
proses diperolehnya data dari sumber bahan hukum. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
menggunakan teknik studi pustaka atau collecting by library yaitu
pengumpulan data-data melalui perpustakan baik perpustakan umum
maupun perpustakan elektronik berupa internet.
7. Teknik Analisis Bahan Hukum
”Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data
dalam pola, kategori, dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data” (Lexi J. Moleong, 2000: 183).
Teknik analisis data adalah suatu uraian tentang cara-cara analisis,
yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data kemudian diadakan
pengeditan terlebih dahulu, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai
bahan analisis yang sifatnya kualitatif.
Penganalisisan data merupakan tahap yang paling penting dalam
penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya
merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-
bahan hukum tertulis. Sehingga kegiatan yang dilakukan berupa
pengumpulan data, kemudian data direduksi sehingga diperoleh data
khusus yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas untuk
kemudian dikaji dengan menggunakan norma secara materiil atau
mengambil isi data disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada
dan akhirnya diambil kesimpulan/verifikasi sehingga akan diperolah
kebenaran objektif.
Sesuai dengan jenis data yang deskriptif maka yang digunakan
teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data,
mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang
berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk
menentukan hasil. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk
mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika penulisan yang sesuai dengan aturan baku dalam penulisan
hukum, maka sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang
tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bab untuk memudahkan pemahaman
terhadap keseluruhan hasil penelitian ini.
Dalam menyajikan penelitian ini penulis menyusunnya dalam
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis,
dan Metode Penelitian.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang
menjadi landasan dalam penulisan hukum ini yang terdiri dari
kerangka teori dan kerangka pemikiran, antara lain meliputi:
a. Kerangka Teori
1) Tinjauan Umum tentang Hukum Pidana
2) Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana
3) Tinjauan Perbedaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP
tentang Penyertaan dengan Pasal 170 KUHP
tentang Tindak Pidana yang Dilakukan dengan
Tenaga Bersama
4) Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Kekerasan
b. Kerangka Pemikiran
Memaparkan mengenai ide dilakukannya penelitian,
permasalahan, serta hasil penulisan yang dituangkan
dalam bentuk bagan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan
pembahasan, yang merupakan jawaban atas permasalahan
penelitian yang diketengahkan oleh penulis, yaitu:
A. Apakah analisis dari putusan hakim Pengadilan Negeri
Surakarta dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap
pelaku tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain pada putusan No.234/Pid
B/2008/PN Ska?
B. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana
kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang
lain pada putusan No.234/Pid B/ 2008/PN Ska?
BAB IV: PENUTUP
Dalam bab ini, berisi simpulan dari hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan pada bab ketiga sebagai
jawaban singkat atas permasalahan yang diteliti. Selanjutnya
penulis juga akan menyampaikan saran terhadap hasil
penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Pidana
a. Pengertian Hukum Pidana
”Kata-kata Hukum Pidana merupakan kata-kata yang
mempunyai lebih daripada satu pengertian. Pengertian-pengertian
hukum pidana dari beberapa sarjana memiliki perbedaan”.
(P.A.F.Lamintang, 1997 : 1).
Pengertian hukum pidana menurut beberapa sarjana hukum
antara lain :
1) Wirjono Projodikoro
Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai
pidana. Kata “pidana” berarti hal yang dipidanakan, yaitu
yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada
seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan
juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. Tentunya ada
alasan untuk melimpahkan pidana ini selayaknya ada
hubungan dengan suatu keadaan yang di dalamnya seorang
oknum yang bersangkutan bertindak kurang baik. Maka
unsur “hukuman” sebagai suatu pembalasan tersirat dalam
kata “pidana”.
2) Moeljatno
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan
dasar-dasar dan aturan untuk :
(a) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa
melanggar larangan tersebut.
(b) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka
yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan.
(c) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana
itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka
telah melanggar tersebut (Moeljatno, 2002 : 1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3) Pompe
“Hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan
hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum
dan aturan pidananya” (Martiman Prodjohanidjojo, 1997 : 5).
4) C. S. T. Kansil
Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap
norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.
Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum
yaitu :
(a) Badan peraturan perundang-undangan negara, seperti
Negara, Lembaga-lembaga Negara, Pejabat Negara,
Pegawai Negeri, Undang-undang, peraturan pemerintah,
dan sebagainya.
(b) Kepentingan hukum tiap manusia, jiwa, raga / tubuh,
kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik / harta benda
(C. S. T. Kansil, 1983 : 242).
5) Van Hamel
Hukum pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-
aturan yang dianut oleh suatu negara dalam
menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu
dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan
mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-
larangan tersebut (Moeljatno, 2002 : 7-8).
Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa ada tiga masalah pokok di dalam
pengertian hukum pidana yaitu :
(a) Adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana.
(b) Adanya pertanggungjawaban pidana.
(c) Adanya sanksi dan pidana.
b. Sumber Hukum Pidana
Di Indonesia sumber utama hukum pidana terdapat di
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan peraturan
perundang-undangan hukum pidana lainnya, tetapi disamping
itu masih memungkinkan sumber dari hukum hukum adat atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
hukum rakyat yang masih hidup sebagai delik adat yang dalam
praktek putusan pengadilan berdasarkan pada hubungan suatu
delik adat dengan Undang-Undang Darurat 1951 Nomor 1
Pasal 5 ayat (3b) (Bambang Poernomo, 1985 : 22).
c. Fungsi Hukum Pidana
Dapat dibedakan 2 (dua) fungsi hukum pidana ialah :
1) Fungsi hukum pidana secara umum yaitu berfungsi untuk
mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat
agar dapat tercipta dan terpeliharanya kepentingan umum.
2) Fungsi hukum pidana secara khusus mempunyai tiga fungsi
yaitu :
(a) Melindungi kepentingan umum dari perbuatan-
perbuatan yang menyerang atau memperkosa
kepentingan umum tersebut. Kepentingan hukum yang
harus melindungi diri dalam fungsi pertama hukum
pidana adalah :
(1) Kepentingan hukum perseorangan (individuaie
belangen) yaitu kepentingan hukum seseorang
sebagai subyek hukum secara pribadi misal
kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa),
kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum
atas hak milik benda, kepentingan hukum atas harga
diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap
rasa susila dan lain sebagainya.
(2) Kepentingan hukum masyarakat (sociale of
maatschappelijke belangen) contohnya yaitu
kepentingan hukum terhadap keamanan dan
ketertiban umum, ketertiban berlalu lintas di jalan
raya, dan lain sebagainya.
(3) Kepentingan hukum negara (staats belangen) misal
kepentingan hukum terhadap keamanan dan
keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap
negara-negara sahabat, kepentingan hukum terhadap
martabat kepala negara dan wakilnya, dan lain
sebagainya.
(b) Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka
negara menjalankan fungsi mempertahankan
kepentingan hukum yang dilindungi, fungsi kedua dari
hukum pidana sebagai hukum publik ini yaitu
menegakkan dan melindungi kepentingan hukum yang
dilindungi oleh hukum pidana tadi dengan sebaik-
baiknya, fungsi ini terutama terdapat dalam hukum
acara pidana yang telah dikodifikasikan dengan apa
yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Pidana yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
yaitu mengatur tentang apa yang dapat dilakukan negara
dan bagaimana cara negara mempertahankan
kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum
pidana.
(c) Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam
rangka negara menjalankan fungsi mempertahankan
kepentingan hukum yang dilindungi. Fungsi yang
ketiga ini adalah fungsi dari hukum pidana yang
membatasi negara dalam melaksanakan fungsi kedua
dari hukum pidana tadi, yaitu membatasi keuangan
negara agar negara sendiri tidak sewenang-wenang
dalam menjalankan kekuasaan untuk mempertahankan
kepentingan hukum (Sudarto, 1990 : 11-12).
Dari ketiga fungsi tersebut dapat kita lihat bahwa hukum
pidana layaknya pedang bermata dua. Disatu sisi memberi
perlindungan dan di sisi lain merampas hak-hak hukum
manusia.
d. Tujuan Hukum Pidana
Pada umunmya di dalam membuat uraian tentang
hukum pidana tujuan hukum pidana, sebagian besar penulis
tidak membedakan antara tujuan hukum pidana itu sendiri
dengan tujuan diadakan hukuman atau pidana dan biasanya
diuraikan secara bersama-sama dalam satu bab yaitu tentang
strafrechtstheorieen. Apabila mulai menanyakan straf itu maka
jawabanya tergantung pada aliran dari strafrechtstheorieen
yang dianutnya itu sendiri (Bambang Poernomo, 1985 : 23).
e. Pembagian Hukum Pidana
Hukum pidana dapat dibagi sebagai berikut :
I. Hukum Pidana Objektif (Ius Poenale) ialah semua
peraturan yang mengandung keharusan atau larangan,
terhadap pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang
bersifat siksaan. Hukum pidana objektif dibagi dalam
hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
(a) Hukum Pidana Materiil berisi tentang peraturan yang
menjelaskan apa yang dapat dihukum, siapa yang dapat
dihukum dan bagaimana orang dapat dihukum, yang
terbagi lagi menjadi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
(1) Hukum Pidana Umum yaitu hukum pidana yang
berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku untuk
siapapun yang berada di wilayah Indonesia) kecuali
anggota tentara.
(2) Hukum Pidana Khusus ialah hukum pidana yang
berlaku khusus untuk orang-orang tertentu.
(b) Hukum Pidana Formal ialah hukum pidana yang
mengatur cara-cara menghukum seseorang yang
melanggar peraturan pidana, sehingga dapat dikatakan
bahwa hukum pidana formal merupakan pelaksanaan
Hukum Pidana Materiil atau memelihara hukum pidana
materiil, karena isi dari hukum pidana formal ini yang
berisi tentang cara-cara menghukum seseorang yang
melanggar peraturan pidana, maka hukum pidana formil
dinamakan juga Hukum Acara Pidana.
II. Hukum Pidana Subjektif (Ius Puniendi) dalam arti luas
ialah hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara
untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap
perbuatan. Sedangkan dalam arti sempit yaitu hak untuk
menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan
melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan
perbuatan yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan-
badan peradilan (Sudarto, 1990 : 10).
2. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana
a. Tindak Pidana
1) Istilah tindak pidana
Istilah Tindak Pidana atau Straft Baar Feit atau
perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu,barangsiapa melanggar
larangan tersebut (Adami Chazawi, 2002:71).
Sebelum memaparkan tentang tindak pidana menurut
para sarjana, maka terlebih dahulu kita melihat beberapa
istilah yang sering digunakan dalam hukum pidana adalah
“Tindak Pidana” istilah tersebut merupakan terjemahan dari
bahasa Belanda yaitu Delict atau Straft Baar Feit.
Disamping itu di dalam bahasa Indonesia sebagai
terjemahannya telah dipakai istilah lain, baik di dalam buku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
maupun dalam aturan tertulis yang lain, misalnya :
Perbuatan pidana, peristiwa pidana, dan tindak pidana
Berikut ini beberapa pendapat para sarjana yang
mendefinisikan Straft Baar Feit sebagai perbuatan pidana:
(a) Moeljatno
Menurut Moeljatno, Perbuatan Pidana
didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang
siapa melanggar larangan tersebut
(Moeljatno,2002:54).
Menurut Moeljatno, yang dikutip oleh Adam
Chazawi perbuatan pidana lebih tepat digunakan
dengan alasan sebagai berikut :
i. Perbuatan yang dilarang adalah
perbuatannya (perbuatan manusia, yaitu
suatu kejadian atau keadaan yang
ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya
larangan itu ditujukan pada perbuatannya.
ii. Antara larangan (yang ditujukan pada
perbuatan) dengan ancaman pidana (yang
ditujukan pada orangnya), ada hubungan
yang erat. Oleh karena itu, perbuatan (yang
berupa keadaan atau kejadian yang
ditimbulkan orang tadi, melanggar
larangan) dengan orang yang menimbulkan
perbuatan tadi ada hubungan erat pula.
iii. Untuk menyatakan adanya hubungan yang
erat itulah, maka lebih tepat digunakan
istilah perbuatan pidana, suatu pengertian
abstrak yang menunjuk pada dua keadaan
konkret yaitu pertama, adanya kejadian
tertentu (perbuatan), dan kedua, adanya
orang yang berbuat atau yang menimbulkan
kejadian itu (Adami Chazawi, 2002: 71).
(b) Sudradjat Bassar
Sudradjat Bassar menyimpulkan pengertian
perbuatan pidana yang didefinisikan oleh Moeljatno
bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak
pidana apabila perbuatan tersebut :
(1) melawan hukum,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
(2) merugikan masyarakat,
(3) dilarang oleh aturan pidana,
(4) pelakunya diancam dengan pidana
Butir 1) dan 2) menunjukkan sifat perbuatan,
sedangkan butir 3) dan 4) merupakan pemastian
dalam suatu tindak pidana (Sudradjat Bassar,
1986:2).
(c) Roeslan Saleh
Menurut Roeslan Saleh, perbuatan pidana
didefinisikan sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh
hokum. Beliau membedakan istilah perbuatan
pidana dengan strafbaarfeit.Ini dikarenakan
perbuatan pidana hanya menunjuk pada sifat
perbuatan yang terlarang oleh peraturan perundang-
undangan (Roeslan Saleh, 1981:9).
Pendapat sarjana yang mendefinisikan Straft Baar
Feit sebagai peristiwa pidana :
R Tresna
Peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau
rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan
dengan undang-undang atau peraturan perundang-
undangan lainnya, terhadap perbuatan mana
diadakan tindakan penghukuman (Adam Chazawi,
2002:73).
Pendapat sarjana yang mendefinisikan Straft Baar
Feit sebagai tindak pidana :
(a) Simons
Tindak pidana adalah tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja
ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang
oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat dihukum (P.A.F.Lamintang,
1984:185).
(b) Wirjono Prodjodikoro
Tindak pidana merupakan pelanggaran
norma-norma dalam 3(tiga) bidang hukum lain,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan
hukum tata usaha pemerintah, yang oleh pembentuk
undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum
pidana (Wiryono Prodjodikoro, 2002:01)
(c) Pompe
Tindak pidana adalah suatu pelanggaran
terhadap norma (gangguan terhadap tertib hukum)
yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja
telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana
penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut
adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum (P.A.F. Lamintang,
1984:182).
(d) Soedarto
Soedarto memakai istiah tindak pidana
sebagai pengganti dari pada strafbaarfeit, adapaun
alasan beliau karena tindak pidana sudah dapat
diterima oleh masyarakat.
Dalam beberapa peristilahan dan definisi diatas,
menurut pendapat penulis yang dirasa paling tepat
digunakan adalah “Tindak Pidana dan Perbuatan Pidana”,
dengan alasan selain mengandung pengertian yang tepat
dan jelas, sebagai istilah hukum juga sangat praktis
diucapkan dan sudah dikenal oleh masyarakat pada
umumnya.
2) Pengertian tindak pidana
Setelah diketahui berbagai istilah yang dapat digunakan
untuk menunjuk pada istilah Straft Baar Feit atau tindak pidana
berikut ini akan kita bahas tentang Tindak pidana.
Sebagai salah satu masalah essensial dalam hukum pidana,
masalah tindak pidana perlu diberikan penjelasan yang
memadai. Penjelasan ini dirasa sangat Urgen oleh karena
penjelasan tentang masalah ini akan memberikan pemahaman
kapan suatu perbuatan dapat dikualisifikasikan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
perbuatan / tindak pidana dan kapan tidak. Dengan demikian
dapat diketahui dimana batasan-batasan suatu perbuatan dapat
disebut sebagai perbuatan tindak pidana.
.Secara doctrinal dalam hukum pidana dikenal adanya
dua pandangan tentang perbuatan pidana, yaitu pandangan
monistis dan pandangan dualistis. Untuk mengetahui
bagaimana dua pandangan tersebut memberikan penjelasan
tentang apa yang dimaksud perbuatan / tindak pidana, dibawa
ini akan diuraikan tentang batasan / pengertian tindak pidana
yang diberikan oleh dua pandangan dimaksud :
(a) Pandangan Monistis
Pandangan Monistis adalah suatu pandangan yang
melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu
kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan
ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa
didalam pengertian perbuatan / tindak pidana sudah
tercakup didalamnya perbuatan yang dilarang (Criminal
act) dan pertanggung-jawaban pidana / kesalahan
(Criminal responbility) (P.A.F. Lamintang,1997 :193).
Ada beberapa batasan / pengertian tidak pidana dari
para sarjana yang menganut pandangan Monistis :
I. D.Simon
Menurut D. Simon, tindak pidana adalah
tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan
dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas
tindakanya dan yang oleh undang-undang telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum. Dengan batasan seperti ini, maka menurut
D. Simon, untuk adanya suatu tindak pidana harus
dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan
positif ( berbuat) maupun perbuatan Negatif
( tidak berbuat )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2. diancam dengan pidana ;
3. melawan hukum;
4. dilakukan dengan kesalahan; dan
5. oleh orang yang mampu bertanggung jawab
(S.R.Sianturi : 201)
Dengan penjelasan seperti tersebut diatas, maka
tersimpul, bahwa keseluruhan syarat adanya pidana telah
melekat pada perbuatan pidana. D. Simon tidak
memisahkan antara criminal act dan Criminal
responbility. Apabila diikuti pandangan ini maka ada
seseorang yang melakukan pembunuhan Eks Pasal 338
KUHP, tetapi kemudian ternyata orang yang melakukan
itu adalah orang yang tidak mampu bertanggungjawab,
misalanya karena orang tersebut gila, maka dalam hal ini
tidak dapat dikatakan telah terjadi tindak pidana. Secara
gampang bisa dijelaskan mengapa peristiwa tersebut tidak
dapat disebut tidak pidana, sebab unsur-unsur dari tindak
pidana tersebut tidak terpenuhi, yaitu unsur orang ( subyek
hukum ) yang mampu bertanggung jawab. Oleh karena
tidak ada tindak pidana, maka tidak pula ada pidana.
II. J.Bauman
“Menurut J. Bauman, perbuatan tindak pidana
adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik,
bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan
kesalahan” (Soedarto,1983 :55).
III. Wiryono Projodikoro
Menurut Wiryono Projodikoro,
“perbuatan/tindak pidana adalah suatu perbuatan
yang pelakunya dapat dikenai pidana” (Wiryono
Prodjodikoro,1983 : 55).
(b) Pandangan Dualistis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Berbeda dengan pandangan Monistis yang melihat
kesalahan syarat adanya pidana telah melekat pada
perbuatan pidana, pandangan dualistis memisahkan antara
perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.
Apabila menurut pandangan Monistis dalam
pengertian tindak pidana sudah tercakup di dalamnya baik
Criminal Act maupun Criminal responsibility, menurut
pandangan dualistis dalam tindak pidana hanya dicakup
Criminal act , dan Criminal responsibility tidak menjadi
unsur tindak pidana. Menurut pandangan dualistis, untuk
adanya pidana tidak cukup hanya apabila telah terjadi
tindak pidana, tetapi dipersyaratkan juga adanya kesalahan
/ pertanggungjawaban pidana (Moeljatno, 1993 :54).
Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana
pandangan dualistis mendefinisikan apa yang dimaksud
perbuatan / tindak pidana, dibawa ini akan kita bahas
mengenai batasan-batasan tentang tindak pidana, yang
diberikan oleh para sarjana yang menganut pandangan
dualistis :
I. Pompe
Menurut Pompe, dalam hukum positif
Strafbaarfeit tidak lain adalah feit ( tindakan ), yang
diancam pidana dalam ketentuan undang-undang.
Menurut Pompe, dalam hukum positif, sifat
melawan hukum dan kesalahan bukanlah syarat
mutlak untuk adanya tindak pidana (Roeslan Saleh,
1981 :77)
II. Moeljatno
Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah
perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa
melanggar larangan tersebut, untuk terjadinya
perbuatan / tindak pidana harus dipenuhi unsur-
unsur sebagai berikut :
i. Perbuatan
ii. Memenuhi rumusan dalam undang-undang
(syarat formil)
iii. Bersifat melawan hukum (syarat materiil)
(Moeljatno, 1955 :42).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Dengan difinisi / pengertian, perbuatan / tindak
pidana tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan, bahwa
dalam pengertian tentang tindak pidana tidak tercakup
pertanggungjawaban pidana (Crimnal responsibility ),
namun demikian, Moelyatno juga menegaskan, bahwa
untuk adanya pidana tidak cukup hanya dengan telah
terjadinya tindak pidana, tanpa mempersoalkan apakah
orang yang melakukan perbuatan itu mampu
bertanggungjawab atau tidak. Jadi peristiwanya adalah
tindak pidana, tetapi apakah orang yang telah melakukan
perbuatan itu benar-benar dipidana atau tidak, akan dilihat
bagaimana keadaan batin orang itu dan bagaimana
hubungan batin antara perbuatan yang terjadi dengan
orang itu. Apabila perbuatan yang terjadi itu dapat
dicelakan kepada orang itu, yang berarti dalam hal ini ada
kesalahan dalam diri orang itu, maka orang itu dapat
dijatuhi pidana, demikian sebaliknya.
Indonesia menganut Paham Dualistis, terbukti dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 44, Pasal 48,
Pasal 49 Pasal 50, Pasal 51 KUHP yang mengatur tentang tidak
dipidananya seseorang walaupun telah melakukan suatu tindak
pidana karena alasan-alasan tertentu, yaitu :
(1) Cacat jiwa;
(2) Daya paksa;
(3) Pembelaan terpaksa;
(4) Melaksanakan ketentuan undang-undang;
(5) Perintah jabatan.
3) Unsur-Unsur Tindak Pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Menurut pengetahuan ilmu hukum pidana setiap tindak
pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-
unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam
unsur, yaitu unsur subyektif dan unsur objektif.
Sungguh pun demikian setiap tindak pidana yang terdapat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu pada
umumnya dapat kita jabarkan ke dalam unsur unsur subjektif
dan unsur-unsur obyektif.
Yang dimaksud dengan unsur subjektif dari tindak pidana
adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya
yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana yaitu :
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging
3) Macam-macam maksud atau oogmerk
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte read
5) Perasaan takut atau vress (P.A.F. Lamintang, 1997 : 194).
Sedangkan yang dimaksud dengan unsur objektif adalah
unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan,
yaitu di dalam keadaan-keadaan dimana tindakan-tindakan si
pelaku itu harus dilakukan.
Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana yaitu :
1) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid
2) Kualitas dari si pelaku
3) ”Kausalitas, yaitu hubungan antara sesuatu tindakan
sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai
akibat” (P.A.F. Lamintang, 1997 : 194).
4) Jenis-Jenis Tindak Pidana
Tindak pidana dapat digolongkan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
1) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara Kejahatan
terdapat dalam Buku II dan Pelanggaran dimuat dalam
Buku III. Kejahatan adalah perbuatan yang bertentangan
dengan keadilan meskipun peraturan perundang-undangan
tidak mengancamnya dengan pidana. Sedangkan
Pelanggaran atau tindak pidana undang-undang adalah
perbuatan yang oleh masyarakat baru dirasa sebagai tindak
pidana karena ada peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya.
Menurut M.v.T (Memorie van Toelichting) (Smidt I
hlm 63 dan seterusnya) yang dikutib oleh Moeljatno, bahwa
kejahatan adalah “rechtsdelicten” yaitu perbuatan-perbuatan
yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang,
sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagi perbuatan
yang bertentangan dengan tata hukum. Sedangkan
pelanggaran adalah “wetsdelicten” yaitu perbuatan-perbuatan
yang sifatnya melawan hukumnya baru dapat diketahui
setelah ada ketentuan yang menentukan demikian (Moeljatno,
2002:71).
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
pembagian atas kejahatan dan pelanggaran didasarkan pada
berat ringannya pidana. Kejahatan terdapat dalam Buku II,
dan Pelanggaran diatur dalam Buku III. Ancaman pidana
dalam kejahatan relatif lebih berat daripada pelanggaran.
Beberapa perbedaan tersebut dapat dilihat dari :
a) Dalam hal percobaan, hanya kejahatan yang dapat
dipidana, sedangkan percobaan dalam pelanggaran
tidak dipidana.
b) Hal pembantuan, pembantuan dalam hal melakukan
tindak pidana kejahatan dapat dipidana, dalam hal
pembantuan melakukan tindak pidana pelanggaran
tidak dipidana.
c) Dalam hal penyertaan yang dilakukan terhadap tindak
pidana menggunakan alat percetakan hanya berlaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
bagi kejahatan, sedangkan dalam pelanggaran tidak
berlaku.
d) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia hanya diberlakukan bagi setiap pegawai
negeri yang di luar wilayah hukum Indonesia
melakukan kejahatan jabatan, dan bukan pelanggaran
jabatan.
e) Tenggang daluwarsa, baik untuk hak menentukan
maupun hak penjalanan pidana bagi pelanggaran adalah
lebih pendek daripada kejahatan.
f) Dalam hal pembarengan perbuatan (concurcus) system
pemidanaan dalam concurcus kejahatan menggunakan
sistem absorbsi yang diperberat, sedangkan dalam
concursus pelanggaran menggunakan sistem kumulasi
murni.
2) Menurut cara perumusannya, dibedakan antara Tindak
Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang
dirumuskan dengan menitik beratkan pada perbuatan yang
dilarang. Jika seseorang telah berbuat sesuai dengan
rumusan delik maka orang itu telah melakukan tindak
pidana (delik), tidak dipermasalahkan bagaimana akibat dari
perbuatan itu.
Sedangkan tindak pidana materiil adalah tindak
pidana yang dirumuskan dengan menitikberatkan pada
akibat yang dilarang atau tidak dikehendaki. Tindak pidana
ini baru selesai jika akibatnya sudah terjadi sedangkan cara
melakukan perbuatan itu tidak dipermasalahkan.
Terdapat tindak pidana formil materiil yaitu terdapat
dalam pasal 378 KUHP tentang penipuan dimana selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang yaitu
memakai nama palsu/peri keadaan yang palsu juga
menitikberatkan pada akibat untuk menghapuskan piutang
atau membuat hutang yang merupakan akibat yang dilarang.
3) Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan Tindak
Pidana Dolus dan Tindak Pidana Culpa
Tindak pidana dolus adalah tindak pidana yang
memuat unsur kesengajaan dalam rumusannya. Tindak
pidana culpa adalah tindak pidana yang memuat unsur
kealpaan dalam perumusannya.
4) Berdasarkan macam perbuatannya, dibedakan Tindak
Pidana Aktif (Delik Comissionis) dan Tindak Pidana Pasif
(Omisionis)
Tindak pidana Comissionis yaitu tindak pidana yang
berupa perbuatan aktif. Perbuatan aktif adalah perbuatan
yang untuk mewujudkannya diisyaratkan adanya gerakan
dari anggota tubuh orang yang berbuat. Tindak pidana
Omisionis yaitu tindak pidana yang berupa tidak berbuat
sesuatu. Tindak pidana ini dapat disebut sebagai tindak
pidana pengabaian suatu kewajiban hukum (Adami
Chazawi, 2002:129).
5) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal
penuntutan, dibedakan Tindak Pidana Aduan dan Tindak
Pidana Biasa
Tindak pidana aduan timbul karena adanya
pengaduan dari korban atau keluarga korban yang
dirugikan. Tindak pidana biasa merupakan tindak pidana
yang sebagian besar telah tercantum dalam KUHP dimana
dalam tindak pidana biasa tersebut tanpa ada aduan dari
siapapun, pelaku dari tindak pidana tersebut dapat dituntut
secara hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
6) Dilihat dari subyek hukumnya, dibedakan Tindak Pidana
Communia dan Tindak Pidana Propia
Tindak Pidana Communia adalah tindak pidana yang
dapat dilakukan oleh semua orang pada umumnya, tindak
pidana memang diberlakukan pada semua orang. Tindak
Pidana Propia adalah tindak pidana yang hanya dapat
dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu (Adami
Chazawi, 2002:131).
7) Berdasarkan berat ringannya ancaman pidana, dibedakan
Tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten), tindak
pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak
pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten)
Tindak pidana dalam bentuk pokok dirumuskan
secara lengkap, artinya semua unsur yang tercantum
dalam rumusan pasalnya telah ditulis secara lengkap
dengan kata lain terkandung pengertian yurudis dari
tindak pidana tersebut. Sedangkan dalam bentuk yang
diperberat maupun yang diperingan menyebutkan
kualifikasi pasal dalam bentuk pokoknya, yang
kemudian ditambahkan unsur yang bersifat
memberatkan atau meringankan secara tegas dalam
rumusan. Adanya faktor yang memberatkan maupun
faktor yang meringankan, maka ancaman pidana
menjadi lebih berat maupun menjadi lebih ringan
daripada dalam pasal bentuk pokoknya.
b. Teori Pemidanaan
Ada berbagai macam pendapat mengenai teori
pemidanaan, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan
kedalam tiga golongan besar, yaitu:
a) Teori Absolut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Dasar pijakan dari teori ini ialah pembalasan. Inilah
dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana
itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana ialah
karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan
perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi,
masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Maka oleh
karenanya ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan
perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya.
Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana
mempunyai dua arah, yaitu :
(1) Ditujukan pada penjahatnya (sudut subyektif dari
pembalasan)
(2) Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan
dendam di kalangan masyarakat (sudut obyektif dari
pembalasan)
b) Teori Relatif atau Teori Tujuan
Teori relatif atau teori tujuan berpokok pamgkal
pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan
tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Pidana adalah alat
untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan
agar tata tertib masyarakat dapat terpelihara.
Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat, maka
pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu :
(1) Bersifat menakut-nakuti (afschikking)
(2) Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering)
(3) Bersifat membinasakan (onschadelijk maken)
Sedangkan sifat pencegahannya ada dua macam,
yaitu :
(1) Pencegahan umum (general preventie)
(2) Pencegahan khusus (speciale preventie) (Muladi dan
Barda Nawawi Arif, 1998 :17).
c) Teori Gabungan
Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada teori
pembalasan dan teori pertahanan tata tertib masyarakat.
Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(1) Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi
pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa
yang perlu dan cukup untuk dapat dipertahankanya tata
tertib masyarakat.
(2) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata
tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya
pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang
dilakukan terpidana (Adami Chazawi, 2002 : 153).
c. Jenis-Jenis Pidana
Menurut Pasal 10 KUHP, pidana dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.
Urutan dari pidana menunjukan berat ringannya pidana.
Pidana pokok terdiri dari :
a) Pidana mati
b) Pidana penjara
c) Pidana kurungan
d) Pidana denda
e) Pidana tutupan (ditambahkan berdasarkan UU No.
20 Tahun 1946)
Pidana tambahan terdiri dari :
a) Pidana pencabutan hak-hak tertentu
b) Pidana perampasan barang-barang tertentu
c) Pidana pengumuman keputusan hakim
3. Tinjauan Perbedaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP tentang
Penyertaan dengan Pasal 170 KUHP tentang Tindak Pidana
yang Dilakukan dengan Tenaga Bersama
Suatu tindak pidana yang dirumuskan dalam undang-undang
baik sebagai kejahatan maupun pelanggaran ditujukan pada orang
(subyek hukum pidana) dan hanya sebagian kecil terdapat tindak
pidana yang ditujukan pada suatu badan hukum yang terdapat
diluar KUHP.
Subyek hukum yang disebutkan dan dimaksudkan dalam
rumusan tindak pidana adalah hanya satu orang, bukan beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
orang. Namun sering terjadi subyek suatu tindak pidana dilakukan
lebih dari satu orang. Dalam hal ini dinamakan sebagai suatu
penyertaan atau deelneming. Penyertaan atau deelneming adalah
pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta/terlibatnya
orang atau orang-orang baik secara psikis maupun fisik dengan
melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu
tindak pidana (Adami Chazawi, 2002:73).
Menurut Van Hamel, memberikan definisi penyertaan
sebagai ajaran pertanggungjawaban atau pembagian
pertanggungjawaban dalam hal suatu tindak pidana yang menurut
pengertian undang-undangan, dapat dilaksanakan oleh seorang
pelaku dengan tindakan sendiri (AK Moch Anwar, 1981 :3).
Permasalahan penyertaan diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana Buku I Bab V yaitu dalam Pasal 55 dan Pasal 56
KUHP. Pasal 55 KUHP mengatur tentang apa yang disebut dengan
pelaku atau dader, sedangkan Pasal 56 KUHP mengatur tentang
pembantuan atau medeplichtigheid. Melihat Pasal 55 dan Pasal 56
KUHP apabila ditinjau maka suatu penyertaan bukan hanya satu
orang saja yang tersangkut dalam terjadinya tindak pidana, akan
tetapi beberapa orang. Menurut Moeljatno, “selain peserta yang
terdapat dalam pasal-pasal tersebut maka tidak ada peserta lain
yang dapat dipidana” (Moeljatno, 1977:01).
a) Pelaku (Dader)
Pasal 55 KUHP merumuskan sebagai berikut :
1) Dipidana sebagai pembuat sesuatu tindak pidana ;
ke-1. orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan
atau yang turut melakukan perbuatan;
ke-2. orang yang dengan memberi atau menjanjikan
sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau
dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan,
sengaja menganjurkan orang lain supaya melaukan
perbuatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan
sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Dalam Pasal 55 KUHP dapat dikelompokkan orang-orang
yang disebut sebagai pembuat yaitu :
(a) mereka, yang melakukan perbuatan pidana. Arti kata dari
„melakukan‟ adalah secara lengkap memenuhi semua unsur
delik dan merupakan suatu bentuk tunggal dari pengertian
„berbuat‟.Orang itu sendiri yang melakukan delik tersebut.
(b) mereka, yang menyuruh melakukan perbuatan pidana. Arti
kata „menyuruhlakukan‟ adalah bukan pelaku utama yang
melakukan delik tersebut, namun pelaku utama tersebut
menggerakkan orang lain, yang (dengan alasan apapun)
tidak dapat dikenai pidana, melakukan suatu delik;
(c) mereka, yang turut serta melakukan perbuatan pidana. Arti
kata „turut (serta) melakukan adalah bersepakat dengan
orang lain membuat rencana untuk melakukan suatu delik
dan secara bersama-saman melaksanakannya;
(d) mereka, yang membujuk supaya dilakukan perbuatan
pidana. Arti dari „membujuk‟ adalah meminta orang lain
untuk melakukan suatu delik dengan bantuan yang secara
limitatif terdapat dalam Pasal 55 ayat (2) KUHP yang biasa
disebut sarana-sarana pembujukan, membujuk orang lain
yang memang dapat dipidana
“Seseorang merupakan pembuat atau pelaku dari sesuatu
perbuatan yang dapat dihukum, bilamana tindak-tindakannya
memenuhi semua unsur yang disebut dalam perumusan perbuatan
yang dapat dihukum tersebut” (AK Moch.Anwar, 1981:7).
Pertanggungjawaban yang dibebankan pelaku yang
melakukan suatu tindak pidana adalah berdiri sendiri, pelaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
tersebut harus bertanggungjawab penuh atas perbuatan yang telah
dilakukannya sesuai dengan aturan hukum yang mengaturnya.
b) Pembantu (Medeplichtigheid)
Pasal 56 KUHP merumuskan sebagai berikut :
Sebagai pembantu melakukan kejahatan dipidana :
ke-1 orang yang dengan sengaja membantu waktu
kejahatan itu dilakukan;
ke-2 orang yang dengan sengaja memberi kesempatan,
ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.
Pasal 56 KUHP menjelaskan tentang medeplichtigheid atau
pembantuan dimana ancaman pidana bagi mereka yang terlibat
dalam tindak pidana kejahatan, secara sengaja memberikan
bantuan atau memberikan kesempatan serta daya upaya atau
keterangan sehubungan dengan pelaksanaan tindak pidana.
Medeplichtigheid atau pembantuan terjadi apabila terdapat 2 (dua)
orang yang satu sebagai pembuat (dader) sedangkan yang lain
sebagai pembantu (medeplichtigheid). Orang yang membantu
dalam Pasal 56 KUHP ini khusus mereka yang membantu tindak
pidana kejahatan. Sedangkan pembantuan dalam hal pelanggaran
tidak dipidana karena terdapat ketentuan dalam Pasal 60 KUHP.
Pengertian orang yang membantu adalah mereka yang dengan
sengaja memberi bantuan untuk melakukan kejahatan, sengaja
memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.
Unsur sengaja dalam medeplichtigheid ini merupakan unsur
yang tidak dapat diabaikan karena unsur sengaja ditujukan pada
perbuatan atau sikap dalam memberi bantuan. Menurut Simons,
medeplichtigheid merupakan suatu onzelfstandige deelneming atau
suatu keturutsertaan yang tidak berdiri sendiri (P.A.F. Lamintang,
1997:646).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Maksud dari yang diutarakan Simons memiliki pengertian
bahwa dalam hal pemidanaan bagi pembantu, ancaman pidananya
akan tergantung pada apa yang dilakukan oleh si pembuat. Apabila
si pembuat tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana maka
pembantuan tersebut tidak dipidana, begitu juga sebaliknya. Suatu
Pembantuan atau medeplichtigheid terjadi pada saat sebelum
terjadinya suatu kejahatan dan pada saat kejahatan tersebut
dilaksanakan.
Dikatakan secara jelas bahwa dalam suatu penyertaan
diperlukan 2 (dua) orang atau lebih dalam hal melakukan suatu
tindak pidana sama seperti kata ”dengan tenaga bersama” yang
terdapat dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP. Namun dengan demikian
terdapat suatu perbedaan yang mendasar antara penyertaan yang
diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan penyertaan
dalam Pasal 170 KUHP.
Penyertaan membahas tentang peranan atau hubungan tiap-
tiap peserta dalam suatu pelaksanaan tindak pidana, sumbangan
apa yang diberikan oleh tiap-tiap peserta agar tindak pidana
tersebut dapat dilaksanakan/diselesaikan serta
pertanggungjawabannya atas sumbangan/bantuan tersebut.
Hubungan antara peserta dalam penyelesaian tindak pidana
tersebut dapat bermacam-macam yaitu :
a. Bersama-sama melakukan sesuatu kejahatan;
b. Seorang mempunyai kehendak dan merencanakan sesuatu
kejahatan, sedangkan ia mempergunakan orang lain untuk
melaksanakan tindak pidana tersebut;
c. Seorang saja yang melaksanakan tindak pidana, sedangkan
orang lain membantu dalam melaksanakan tindak pidana
tersebut (AK. Moch Anwar, 1981:2-3).
Menurut Wirjono Projodikoro, Pasal 170 KUHP tergolong
bentuk pidana yang merupakan penyertaan mutlak perlu
(Noodzakelijke Deelneming) yang dapat dipidana (Wirjono
Projodikoro,2002:169).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Penyertaan mutlak perlu bukan merupakan penyertaan
dalam arti yang telah diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP,
melainkan suatu bentuk tindak pidana yang dirumuskan
sedemikian rupa, dimana untuk mewujudkan tindak pidana itu
diperlukan lebih dari 1 (satu) pembuat (Adami Chazawi,
2002:160).
Pasal 170 KUHP dalam hal dilakukan oleh lebih dari satu
orang tidak memenuhi unsur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP
tentang turut serta melakukan dimana unsur dalam pasal tersebut
adalah adanya „niat‟ dalam melaksanakan suatu perbuatan dengan
kesadaran yang kemudian terjadi suatu kerjasama dalam
melakukan perbuatan tersebut. Apabila dalam kerjasama tersebut
dilakukan tanpa kesadaran, perbuatan tersebut bukan merupakan
perbuatan “turut serta melakukan” menurut pengertian Pasal 55
ayat (1) KUHP (AK. Moch Anwar, 1981:26).
Pasal 170 KUHP yang termasuk penyertaan mutlak tidak
selalu diperlukan kerjasama yang diinsyafi seperti pada penyertaan
dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, hal ini tergantung pada bunyi
dari isi pasal-pasal yang termasuk dalam tindak pidana penyertaan
mutlak. Dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP hanya dijelaskan cara
melakukan suatu kekerasan yang dilakukan lebih dari satu orang
yang mana tidak disebutkan apakah melakukan kekerasan tersebut
berdasarkan niat atau kerjasama dari kedua pihak dalam
melaksanakan tindak pidana tersebut. Pasal 170 KUHP merujuk
pada akibat atas perbuatan yang dilakukan, oleh karena itu
pertanggungjawaban pidana terhadap para pelaku berdiri sendiri,
masing-masing pelaku mendapatkan suatu pertanggungjawaban
pidana penuh atas perbuatan yang dilakukan masing-masing.
4. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Kekerasan
Pengertian Kekerasan
“Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan
perilaku baik yang terbuka ataupun tertutup yang disertai
penggunaan kekuatan kepada orang lain dan bersifat
menyerang atau bertahan” (Thomas Susanto, 2002:11).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Kekerasan (Geweld) mengandung pengertian
menggunakan tenaga fisik atau jasmaniah tidak kecil secara
tidak sah, misalnya memukul, menyepak, menendang dengan
tangan atau senjata dan sebagainya.Kekerasan dilakukan secara
terbuka dan dengan kekuatan yang terkumpul, hingga kejahatan
ini merupakan kejahatan terhadap ketertiban umum dimana
korban yang dirugikan kurang diperhatikan.
Menurut Thomas Susanto, terdapat jenis-jenis
kekerasan yang terbagi dalam 4 (empat) bentuk yaitu :
a) Kekerasan Terbuka, merupakan kekerasan yang
dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang
dapat dilihat oleh public secara kasat mata, seperti
perkelahian antar pelajar.
b) Kekerasan Tertutup, merupakan kekerasan yang
dilakukan secara tersembunyi atau tidak dilakukan
secara fisik. Publik tidak mengetahui adanya
dilakukan kekerasan jenis ini.Kekerasan ini lebih
ditujukan pada psikologis korban seperti perilaku
mengancam.
c) Kekerasan Agresif, merupakan kekerasan yang
dilakukan tidak untuk perlindungan tetapi untuk
mendapatkan sesuatu.
d) Kekerasan Defensif, merupakan kekerasan yang
dilakukan sebagai tindakan, pelindung diri. Baik
kekerasan agresif maupun kekerasan defensif dapat
bersifat terbuka ataupun tertutup (Thomas Susanto,
2002:13).
Pengertian kekerasan yang terdapat dalam Pasal 170
KUHP ini tidak dijelaskan secara detail hanya dijelaskan cara
dilakukannya kekerasan dalam beberapa cara yaitu : perusakan
terhadap barang; penganiayaan terhadap orang atau hewan;
melemparkan batu-batu kepada orang atau rumah; membuang-
buang barang-barang hingga berserakan dan lain sebagainya
(R. Sugandhi, 1981:190).
Berdasarkan 4 (empat) pengertian kekerasan yang
diutarakan oleh Thomas Susanto, kekerasan yang terdapat
dalam Pasal 170 KUHP termasuk kekerasan terbuka dimana
kekerasan tersebut dilakukan oleh seseorang ataupun beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
orang melakukan kekerasan secara fisik yang dilakukan di
tempat dimana dapat diketahui atau dilihat oleh publik.
Kekerasan yang terdapat dalam Pasal 170 KUHP secara
keseluruhan ini menitikberatkan pada seseorang yang
melakukan suatu perbuatan kekerasan terhadap orang maupun
barang bukan suatu “ancaman kekerasan” atau mengatakan
tentang “kekerasan”. Di tempat mana publik mengetahui orang
tersebut sedang melaksanakan kekerasan tersebut kepada orang
lain atau barang maka orang tersebut dapat dikenai Pasal 170
KUHP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
B. Kerangka Pemikiran
Terkadang tanpa disadari kejahatan maupun pelanggaran yang terjadi
dalam masyarakat semakin meningkat dewasa ini. Ini dikarenakan
kurangnya kesadaran hukum didalam masyarakat. Banyak kasus mengenai
tindak pidana
kekerasan yang dilakukan baik seorang diri maupun dilakukan secara
bersama-sama. Kekerasan sekarang tidak hanya dilakukan secara fisik
tetapi juga secara psikis seperti kasus yang terdapat dalam Pengadilan
Negeri Surakarta
Dalam melakukan tugasnya sebagai hakim yang arif dan adil bagi
pencari keadilan maka dibutuhkan suatu pertimbangan yang sangat matang
dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana kekerasan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain sebagaimana terdapat dalam
Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP. Agar tidak terjadi kesewenang-wenangan
dan ketidakadilan, maka hakim dalam menjatuhan pidana terhadap pelaku
tindak pidana haruslah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku dengan
tidak mengesampingkan rasa keadilan masyarakat. Sehingga pada
ahkirnya pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim bagi pelaku tindak
pidana telah mencerminkan rasa keadilan sosial. Diharapkan juga atas
penjatuhan pidana terhadap terdakwa membuat terdakwa tidak melakukan
lagi tindak pidana tersebut dan membuat terdakwa jera.
Berdasarkan atas pemikiran tersebut diatas, di dalam penulisan ini
penulis ingin mengetahui apa analisis dari putusan hakim tersebut dan juga
bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus kasus tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Gambar 1.Kerangka Pemikiran
Penegakan Hukum
Terjadi Tindak Pidana
Kekerasan Yang
Mengakibatkan Korban
Meninggal Dunia
Putusan Hakim
Apa analisis dari putusan
hakim tersebut
Pertimbangan Hakim
dalam menjatuhkan
sanksi terhadap pelaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam Pasal 1 ayat (11) KUHAP, putusan pengadilan adalah
pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang
dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum
acara pidana. Apabila perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa
terbukti secara sah dan menyakinkan bahwa terdakwa bersalah melakukan
tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, maka
pengadilan menjatuhkan pidana (Pasal 193 ayat (1) KUHAP).
Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis di Pengadilan Negeri
Surakarta tentang studi kasus mengenai Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP
tentang tindak pidana dengan tenaga bersama melakukan kekerasan
terhadap orang yang mengakibatkan korban meninggal dunia
(pengeroyokan), hakim telah memberikan putusan berupa pidana penjara
terhadap pelaku tindak pidana tersebut yang tertuang dalam Putusan
Nomor :234/Pid.B/2008/PN.Ska. di Pengadilan Negeri Surakarta.
A. Hasil Penelitian
1. Identitas Terdakwa
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No:234/Pid.B/2008/PN.ska :
Nama :ABDUL SYAIFULLAH alias
SYAIFUL bin ABDULLAH
Tempat lahir :
Umur/Tanggal lahir :
Jenis kelamin :
Kebangsaan :
Tempat tinggal :
Agama :
Pekerjaan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2.Kasus Posisi
Bahwa Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL bin
ABDULLAH bersamaSUPARNO ALIAS PARNO SATE ALIAS
PARNO MANIS BIN DARSO WIRYONO (Dalam Berkas Terpisah),
SARDIYANTO ALIAS ROMBON BIN ATMOREJO (Dalam Berkas
Terpisah), PONDRA ADI PRASETYO ALIAS PONDRA BIN
HIDAYAT (Dalam Berkas Terpisah), JOKO SAMIYONO BIN
KARYONO (Dalam Berkas Terpisah), HANUNG WIBOWO BIN
HERNOWO (Dalam Berkas Terpisah) dan HERU SUPARNO ALIAS
ABU HURAIRAH BIN RESO SUMARTO (Dalam Berkas Terpisah),
pada hari Senin tanggal 17 Maret 2008 sekitar pukul 21.15 "W1B, atau
setidaknya pada waktu lain dalam bulan Maret tahun 2008, atau
setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2008"bertempat di depan
Perempatan jalan di Kampung Kusumodilagan Kelurahan Joyosuran
Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta, atau setidaknya pada suatu
tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan
Negeri Surakarta, telah terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, kekerasan
mengakibatkan maut, perbuatan dilakukan oleh Terdakwa ABDUL
SYAFULLAH alias SYAIFUL bin ABDULLAH bersama SUPARNO
ALIAS PARNO SATE ALIAS PARNO MANIS BIN DARSO
WIRYONO (Dalam Berkas Terpisah), SARDIYANTO ALIAS
ROMBON BIN ATMOREJO (Dalan Berkas Terpisah), PONDRA ADI
PRASETYO ALIAS PONDRA BIN HIDAYAT (Dalam Berkas
Terpisah), JOKO SAMIYONO BIN KARYONO (Dalam Berkas
Terpisah), HANUNG WIBOWO BIN HERNOWO (Dalam Berkas
Terpisah) dan HERU SUPARNO ALIAS ABU HURAIRAH BIN
RESO SUMARTO (Dalam Berkas Terpisah), dengan cara sebagai
berikut:
Awalnya pada waktu dan tempat tersebut diatas, Terdakwa
ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL bin ABDULLAH bersama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
SUPARNO ALIAS PARNO SATE ALIAS PARNO MANIS BIN
DARSO WIRYONO (Dalam Berkas Terpisah), SARDIYANTO
ALIAS ROMBON BIN ATMOREJO (Dalam Berkas Terpisah),
PONDRA ADI PRASETYO ALIAS PONDRA BIN HIDAYAT
(Dalam Berkas Terpisah), JOKO SAMIYONO BIN KARYONO
(Dalam Berkas Terpisah), HANUNG WIBOWO BIN HERNOWO
(Dalam Berkas Terpisah) dan HERU SUPARNO ALIAS ABU
HURAIRAH BIN RESO SUMARTO (Dalam Berkas Terpisah),
bertemu dengan Korban Heru Yuiiantq alias Kipli;
Bahwa sesaat kemudian dalam waktu yang hamper bersamaan
Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL bin ABDULLAH
bersama SUPARNO ALIAS PARNO SATE ALIAS PARNO MANIS
BIN DARSO WIRYONO (Dalam Berkas Terpisah), SARDIYANTO
ALIAS ROMBON BIN ATMOREJO (Dalam Berkas Terpisah),
PONDRA ADI PRASETYO ALIAS PONDRA BIN HIDAYAT
(Dalam Berkas Terpisah), JOKO SAMIYONO BIN KARYONO
(Dalam Berkas Terpisah), HANUNG WIBOWO BIN HERNOWO
(Dalam Berkas Terpisah) dan HERU SUPARNO ALIAS ABU
HURAIRAH BIN RESO SUMARTO (Dalam Berkas Terpisah),
langsung menyerang atau memukul tubuh korban Heru Yulianto alias
Kipli yang sedang berada di jalan Perempatan di Kampung
Kusumodilagan Kelurahan joyosuran Kecamatan Pasar Kliwon Kota
Surakarta yang merupakan tempat terbuka dan dapat dilihat serta dilalui
oleh umum / orang lain;
Bahwa Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL bin
ABDULLAH bersama SUPARNO ALIAS PARNO SATE ALIAS
PARNO MANIS BIN DARSO WIRYONO (Dalam Berkas Terpisah),
SARDIYANTO ALIAS ROMBON BIN ATMOREJO (Dalam Berkas
Terpisah), PONDRA ADI PRASETYO ALIAS PONDRA BIN
HIDAYAT (Dalam Berkas Terpisah), JOKO SAMIYONO BIN
KARYONO (Dalam Berkas Terpisah), HANUNG WIBOWO BIN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
HERNOWO (Dalam Berkas Terpisah) dan HERU SUPARNO ALIAS
ABU HURAIRAH BIN RESO SUMARTO (Dalam Berkas Terpisah),
secara hampir bersamaan dan serentak memukul tubuh korban Heru
Yulianto alias Kipli dengan cara Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH
alias SYAIFUL bin ABDULLAH memukul tubuh korban Heru
Yulianto alias Kipli dengan menggunakan besi sepanjang lebih kurang
1 meter yang bentuknya menyerupai pedang kearah kepala Korban
Heru Yulianto alias Kipli sebanyak 1 (satu) kali, kearah badan sebanyak
1 (satu) kali dan atau setidak-tidaknya memukul bagian tubuh korban
Heru Yulianto alias Kipli dengan menggunakan alat sebanyak 1
(satu) kali, SUPARNO ALIAS PARNO SATE ALIAS PARNO
MANIS BIN DARSO WIYONO (Dalam Berkas Terpisah) memukul
korban Heru Yulianto alias Kipli dengan menggunakan pedang kearah
kepala bagian kiri Korban Heru Yulianto alias Kipli sebanyak 2 (dua)
kali atau setidak-tidaknya memukul bagian tubuh Korban Heru
Yulianto alias Kipli dengan menggunakan alat sebanyak 1 (satu) kali,
SARDIYANTO ALIAS ROMBON BIN ATMOREJO (Dalam Berkas
Terpisah) memukul Korban Heru Yulianto alias Kipli dengan
menggunakan besi sepanjang lebih kurang 1 meter yang bentuknya
menyerupai pedang kearah kepala bagian belakang Korban Heru
Yulianto alias Kipli sebanyak 1 (satu) kali dan kearah tubuh korban
Heru Yulianto alias Kipli sebanyak 1 (satu) kali atau setidak-tidaknya
memukul bagian tubuh korban Heru Yulianto alias Kipli dengan
menggunakan alat sebanyak 1 (satu) kali, PONDRA ADI PRASETYO
ALIAS PONDRA BIN HIDAYAT (Dalam Berkas Terpisah) memukul
korban Heru Yuiianto alias Kipli dengan menggunakan besi sepanjang
lebih kurang 1 meter yang bentuknya menyerupai pedang kearah kepala
bagian belakang Korban Heru Yulianto alias Kipli sebanyak 1 (satu)
kali atau setidak-tidaknya memukul bagian tubuh Korban Heru
Yulianto alias Kipli dengan menggunakan alat lain sebanyak 1 (satu)
kali, JOKO SAMIYONO BIN KARYONO (Dalam Berkas Terpisah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
memukul korban Heru Yulianto alias Kipli dengan menggunakan besi
sepanjanh lebih kurang 1 meter yang bentuknya menyerupai pedang
kearah kepala Korban Heru Yulianto alias Kipli sebanyak 1 (satu) kali
dan menusuk perut korban Heru Yulianto alias Kipli dengan besi yang
bentuknya menyerupai pedang tersebut sebanyak 1 (satu) kali atau
setidak-tidaknya memukul atau menusuk bagian tubuh Korban Heru
Yulianto alias Kipli dengan menggunakan alat sebanyak 1 (satu) kali,
HANUNG WIBOWO BIN HERNOWO (Dalam Berkas Terpisah)
memukul tubuh Korban Heru Yulianto alias Kipli dengan
menggunakan besi sepanjang lebih kurang 1 meter yang bentuknya
menyerupai pedang kearah perut Korban Heru Yulianto alias Kipli
sebanyak 1 (satu) kali dan menusuk perut Korban Heru Yulianto alias
Kipli dengan menggunakan besi yang bentuknya menyerupai pedang
tersebut sebanyak 1 (satu) kali atau setidak-tidaknya memukul atau
menusuk bagian tubuh korban Heru Yulianto alias Kipli dengan
menggunakan alat lain sebanyak 1 (satu) kali, HERU SUPARNO
ALIAS ABU HURAIRAH BIN RESO SUMARTO (Dalam Berkas
Terpisah) memukul tubuh Korban Heru Yulianto alias Kipli dengan
menggunakan besi sepanjang lebih kurang 1 meter yang bentuknya
menyerupai pedang kearah kepala bagian belakang Korban Heru
Yulianto alias Kipli sebanyak 1 (satu) kali, kearah dada sebanyak 1
(satu) kali dan kearah badan samping kanan sebanyak 1 (satu) kali atau
setidak-tidaknya memukul bagian tubuh Korban Heru Yulianto alias
Kipli dengan menggunakan alat sebanyak 1 (satu) kali.
Bahwa arah pemukulan dari Terdakwa ABDUL
SYAIFULLAH alias SYAIFUL bin ABDULLAH bersama SUPARNO
ALIAS PARNO SATE ALIAS PARNO MANIS BIN DARSO
WIRYONO (Dalam Berkas Terpisah), SARDIYANTO ALIAS
ROMBON BIN ATMOREJO (Dalam Berkas Terpisah), PONDRA
ADI PRASETYO ALIAS PONDRA BIN HIDAYAT (Dalam Berkas
Terpisah), JOKO SAMIYONO BIN KARYONO (Dalam Berkas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Terpisah), HANUNG WIBOWO BIN HERNOWO (Dalam Berkas
Terpisah) dan HERU SUPARNO ALIAS ABU HURAIRAH BIN
RESO SUMARTO (Dalam Berkas Terpisah), tersebut ditujukan
kebagian kepala atau dada, atau perut yang merupakan bagian yang
mematikan dari tubuh Korban Heru Yulianto alias Kipli, apalagi
dilakukan secara bersamaan;
Bahwa akibat perbuatan Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH
alias SYAIFUL bin ABDULLAH bersama SUPARNO ALIAS PARNO
SATE ALIAS PARNO MANIS BIN DARSO WIRYONO (Dalam
Berkas Terpisah), SARDIYANTO ALIAS ROMBON BIN
ATMOREJO (Dalam Berkas Terpisah), PONDRA ADI PRASETYO
ALIAS PONDRA BIN HIDAYAT (Dalam Berkas Terpisah), JOKO
SAMIYONO BIN KARYONO (Dalam Berkas Terpisah), HANUNG
WIBOWO BIN HERNOWO (Dalam Berkas Terpisah) dan HERU
SUPARNO ALIAS ABU HURAIRAH BIN RESO SUMARTO (Dalam
Berkas Terpisah) tersebut, maka Korban Heru Yulianto alias Kipli
akhirnya meninggal dunia sebagaimana Visum et Repertum atas nama
Korban Heru Yulianto alias Kipli Nomor : 38/RSIK-RM-KM/III/08
tanggal 22 Maret 2008 yang dibuat dan ditandatangani dengan
mengingat sumpah pada waktu menerima jawaban oleh Dr. Ahmad
Muzayyin selaku dokter pada R.S.U.I. Kustati Jalan Kapten Mulyadi
Nomor 249 di Surakarta dan diketahui serta disahkan oleh Dr. Arief
Muhammad seiaku Direktur R.S.U.L 'Kustati yang dalam
pemeriksaannya terdapat:
- Penderita datang di R.SU.I Kustati, Surakarta dalam keadaan
tidak sadar.
- Pengaruh Alkohol.
- Cedera Kepala Berat.
- Multiple Injury.
Masuk tanggal 17-03-2008,keluar 17-03-2008 karena
meninggal dunia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Menimbang, bahwa berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut
Umum Nomor Reg Perkara : PDM - 727 SKRTA7 Ep.27 067 2008
tanggal 19 Juni 2008, Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias
SYAIFUL bin ABDULLAH telah didakwa melakukan tindak pidana
sebagai berikut:
KESATU
PRIMAIR
Perbuatan Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL
bin ABDULLAH sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal
338 KUH Pidana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
SUBSIDAIR
Perbuatan Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL
bin ABDULLAH sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal
170 ayat (2) ke-3 KUH Pidana.
LEBIH SUBSIDAIR
Perbuatan Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL
bin ABDULLAH sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal
351 Ayat (3) KUH Pidana.jo Pasal 55 ayat(l)ke-l KUH Pidana.
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
a. Menyatakan terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL
bin ABDULLAH tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana
" Dengan sengaja merampas nyawa orang lain, yang dilakukan
secara bersama sama" sebagaimana diatur dan diancam dalam
pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, sebagaimana
dalam surat dakwaan Kesatu Primair Penuntut Umum Nomer reg
PDM- 72/0.3.ll/Ep.2/06/2008 tanggal 19Juni2008;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
b. Membebaskan Terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias
SYAIFUL bin ABDULLAH dari dakwaan Kesatu Primair
Penuntut Umum Nomer reg : PDM - 727 03.1 l/Ep.2/06/2008
tanggal 19 Juni 2008;
c. Menyatakan terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL
bin ABDULLAH terbukti bersalah melakukan tindak pidana "
Terang terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang, kekerasan mengakibatkan
maut" sebgaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 170
ayat 2 ke 3 KUHP , sebagaimana dalam surat dakwaan Kesatu
Subsidair Penuntut Umum Nomor Reg : PDM - 72/0.3.1
l/Ep.2/06/2008 tanggal 19 Juni 2008 dan juga terbukti bersalah
melakukan tindak pidana " Terang terangan dan dengan tenaga
bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang"
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 170 ayat 1
KUHP, sebagaimana dalam surat dakwaan Kedua Primair
Penunut Umum Nomor Reg : PDM- 72/0.3.11/Ep.2/06/2008
tanggal 19 Juni 2008;
d. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ABDUL SYAIFULLAH
alias SYAIFUL bin ABDULLLAH berupa pidana penjara selama
10 (sepuluh) tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada
dalam tahanan sementara, dengan perintah terdakwa tetap
ditahan;
e. Menyatakan barang bukti berupa ;
1) 49 (empat puluh sembilan) pipa besi panjang sekitar 1,5 m
diameter 1,5 cm;
2) 36 (tigapuluh enam) buah tongkat kayu rotan panjang 80
cm diameter 2 cm; 4 4 (empat) buah ketapel terbuat dari
kayu;
3) 6 (enam) buah ketapel terbuat dari besi;
4) 2 (dua) buah tas berisi kelereng sebanyak 100 butir;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
5) 3 (tiga) buah ruyung;
6) 2 (dua) buah pedang panjang 1,5 m terbuat dari stenlis;
7) 4 (empat) buah linggis panjang 1,5 m diamter 1,5 cm
8) 4 (empat) buah pecahan batu bata;
9) 7 (tujuh) buah pecahan batu;
10) 3 (tiga) buah batu yang diikat tali;
11) 1 (satu) buah besi benwarna abu- abu dengan panjang
kurang lebih 125 cm; 4 1 (satu) buah kayu persegi
panjang dengan ukuran 5x4 cm, dengan panjang kurang
lebih 100 cm dan terdapat pegangan diujung kayu
tersebut;
12) l(satu) potong besi pipa, panjang kurang lebih 1 meter
yang ujungnya runcing dan di buat menyerupai pedang
dalam kondisi bengkok; 4 1 (satu) potong besi pipa
warna putih dengan panjang kurang lebih 60 cm;
13) 1 (satu) potong bambu dengan panjang kurang lebih 60
cm;
14) 1 (satu) buah pecahan batu bata sebesar kepalan tangan;
Dipergunakan dalam perkara lain SUPARNO alias
PARNO SATE alias PARNO MANIS bin DARSO
WIRYONO, dkk;
f. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp
2,500,- ( dua ribu lima ratus rupiah);
5. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta
Telah mendengar pembelaan Terdakwa secara lisan yang
mengajukan keringanan hukuman, keterangan saksi, serta adanya
barang bukti, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam
putusannya Nomor. 234/Pid.B/2008/PN.Ska. telah memutuskan
sebagai berikut :
a. Menyatakan terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL
bin ABDULLAH tidak terbukti secara sah dan mevakinkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam surat
dakwaan Kesatu Primair, oleh karena itu membebaskan terdakwa
dari dakwaan Kesatu Primair tersebut.
b. Menyatakan terdakwa ABDUL SYAIFULLAH alias SYAIFUL
bin ABDULLAH telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana :
1) Secara terang-terangan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang mengakibatkan
orang mati, dan
2) Secara terang-terangan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang.
c. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama selama 3 (tiga) tahun.
d. Memerintahkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan
akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Memerintahkan agar terdawa tetap berada dalam tahanan.
e. Menetapkan barang bukti berupa :
i. 49 (empat puluh sembilan) pipa besi panjang sekitar 1,5 m
diameter 1,5 cm.
ii. 36 (tiga puluh enam) buah tongkat kayu rotan panjang 80
cm diameter 2 cm.
iii. 4 (empat) buah ketapel.terbuat dari kayu.
iv. 6 (enam) buah ketapel ferbuat dari besi.
v. 2 (dua) buah tas berjsi kel^reng sebanyak 100 butir.
vi. 3 (tiga) buah ruyung.
vii. 2 (dua) buah pedang panjang !,5 m terbuat dari stenlis.
viii. 4 (empat) buah linggis panjang 1,5 m diameter 1,5 cm.
ix. 4 (empat) buah pecahan batu bata.
x. 7 (tujuh) buah pecahan batu.
xi. 3 (tiga) buah batu yang diikat tali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
xii. 1 (satu) buah besi berwarna abu-abu dengan panjang
kurang lebih 125 cm.
xiii. 1 (satu) buah kayu persegi panjang dengan ukuran 5x4 cm,
dengan panjang kurang lebih 100 cm dan terdapat pcgangan
diujung kayu tersebut.
xiv. 1 (satu) potong besi pipa, panjang kurang lebih 1 meter
yang ujungnya runcing dan dibuat menyerupai pedang
dalam kondisi bengkok.
xv. 1 (satu) potong besi pipa warna putih dengan panjang
kurang lebih 60 cm.
xvi. 1 (satu) potong bambu dengan panjang kurang lebih 60 cm.
xvii. 1 (satu) buah pecahan batu bata sebesar kepalan tangan.
f. Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan
dalam perkara Suparno alias Parno Sate alias Parno Manis bin
Darso Wiryono, dkk.
g. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
B. Pembahasan
1. Dasar hukum yang digunakan oleh hakim Pengadilan Negeri
Surakarta dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku
tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
orang lain pada putusan No.234/Pid B/2008/PN Ska.
Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa Abdul Syaifullah
alias Syaiful Bin Abdullah telah terbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana dengan tenaga bersama melakukan
kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan orang mati dan secara
terang – terangan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
170 ayat (2) ke-3 KUHP. Hal ini dapat kita ketahui karena unsur-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
unsur dalam Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP telah terpenuhi. Unsur-
unsur tersebut adalah sebagai berikut :
1. Unsur barang siapa
Menimbang, bahwa terdakwa Abdul Syaifullah alias
Syaiful bin Abdullah tentang unsur barang siapa ini Majelis telah
mempertimbangkan unsur tersebut di dalam pertimbangan hukum
dakwaan Kesatu Primair, dan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum, oleh karena itu pertimbangan hukum
tentang unsur barang siapa di dalam dakwaan primair tersebut
diambil alih sebagai pertimbangan hukum di dalam
mempertimbangkan unsur barang siapa pada dakwaan kesatu
Subsidair ini, sehingga dengan pertimbangan tersebut unsur barang
siapa dalam dakwaan Subsidair ini juga telah terbukti secara sah
dan meyakinkan menurut hukum.
2. Unsur dengan terang-terangan
Menimbang, bahwa yang dimaksud terang–terangan
(openlijk) adalah tidak secara bersembunyi yaitu perbuatan
terdakwa dilakukan tanpa tedeng aling-aling disuatu tempat yang
dapat dilihat oleh orang lain.
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta di persidangan terbukti
benar bahwa kejadian pemukulan terhadap korban Heru Yulianto
alias Kipli terjadi pada hari senin tanggal 17 Maret 2008 kurang
lebih pukul 20.00 WIB, bertempat di perempatan jalan kampung
Kusumodilagan, kel.Joyosuran, Kec. Pasar Kliwon, Kota
Surakarta.
Menimbang, bahwa tempat kejadian (locus delictie) adalah
di perempatan jalan kampong Kusumodilagan, yaitu yang
merupakan jalan umum atau jalan untuk lalu lintas umum, dimana
orang atau siapa saja dapat mendatangi ke tempat perempatan jalan
tersebut dengan tidak ada larangan apapun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana
diuraikan diatas, Majelis menilai perbuatan yang dilakukan di jalan
perempatan kampung Kusumodilagan, Joyosuran, tersebut telah
memenuhi unsur “dengan terang-terangan” sehingga dengan
demikian unsur “dengan terang-terangan” telah terbukti secara sah
menurut hukum.
3. Unsur bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang
atau barang
Menimbang bahwa pengertian melakukan kekerasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 KUHP adalah
“mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil yang
tidak sah” tidak diterapkan lagi sebagaimana diatur dalam Pasal
170 ayat (3) KUHP. Dalam Penjelasan Pasal 170 KUHP pengertian
kekerasan tidak dijelaskan secara detail hanya menjelaskan bahwa
kekerasan dapat dilakukan dalam beberapa cara sebagai berikut :
a. pengerusakan terhadap barang;
b. Penganiayaan terhadap orang atau hewan;
c. Melemparkan batu-batu kepada orang atau rumah;
d. Membuang barang-barang hingga berserakan dan lain
sebagainya (R. Sugandhi, 1981:190).
Bahwa para saksi dipersidangan melihat langsung terdakwa
Syaiful dan Heru Suparno alias Abu Hurairah memukul Kipli
dengan golok sebanyak satu kali mengenai kepala, Parno Sate
membacok kepala Kipli dengan pedang mengenai kepala sebanyak
dua kali, Sardiyanto alias Rombon membacok kepala bagian
belakang, Syaiful memukul dengan besi menyerupai pedang
mengenai kepala dan tubuh Kipli berkali-kali dengan
menggunakan dua tangannya. Joko Pece memukul dengan
menggunakan besi mengenai kepala sebanyak dua kali dan
menusukkan besi tersebut kea rah bagian tubuh depan.
Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum
dipersidangan diatas, dan dari pengakuan Terdakwa telah
terungkap bahwa perbuatan Terdakwa dilakukan dan ditujukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
kepada korban Kipli.Unsur melakukan kekerasan terhadap orang
atau barang telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa.
4. Unsur jika kekerasan itu menyebabkan hilangnya nyawa orang
lain
Menimbang bahwa dari keterangan saksi-saksi yaitu Joko
Warsiti alias Cukrik, Tri Joko Wahid alias Pak Gunung, ari
Rusmiyanto, Eko Rusdiyanto, Safrudin, Agus Sperianto dan
Pujiastuti alias Tutik, Semuanya menerangkan bahwa peristiwa
tanggal 17 Maret 2008 jam 20.00 WIB yang terjadi di perempatan
Kampung Kusumodilagan tersebut yang menjadi korban adalah
Heru Yulianti alias Kipli yang menderita luka-luka di kepala
banyak mengeluarkan darah dan meninggal dunia setelah sampai di
rumah sakit Kustati Surakarta dan korban Tri Joko Wahid alias Pak
Gunung menderita luka-luka di kepala dan dijahit.
Menimbang bahwa berdasarkan Visum Et Repertum atas
nama Heru Yulianto alias Kipli No.38/RSIK-RM-KM/III/08
tanggal 22 Maret 2008 yang dibuat oleh dokter Ahmad Muzayyin,
dokter pada Rumah Saki Kustati Surakarta dan juga berdasarkan
hasil pemeriksaan jenazah atas nama Heru Yulianto alias Kipli,
Visum Et Repertum No.011/IKF-ML/PNG/III/08 tanggal 18 Maret
2008, yang dibuat oleh dokter Rorry Hartono Sp.F dan dokter Adji
Suwandono dari RSUD Dr.Muwardi Surakarta disimpulkan bahwa
korban Heru Yulianto alias Kipli meninggal dunia disebabkan
benturan kekerasan dengan benda tumpul.
Menimbang bahwa dari keterangan saksi-saksi
dihubungkan dengan adanya Visum Et Repertum tersebut, Majelis
berpendapat bahwa benar akibat perbuatan yangdilakukan oleh
terdakwa telah mengakibatkan matinya orang lain yaitu Heru
Yulianto alias Kipli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut,
Majelis berpendapat bahwa unsur kekerasan yang mengakibatkan
matinya orang lain telah terbukti dan terpenuhi menurut hukum.
Menimbang bahwa disebutkan pertimbangan hukum diatas
ternyata seluruh unsur-unsur dalam Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP
telah terpenuhi dan terbukti seluruhnya, oleh karenanya Majelis
berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti bersama-
sama melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan
matinya orang lain, melakukan Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP
sebagaimana pada Dakwaan Kesatu Subsidair Jaksa Penuntut
Umum.
2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap
pelaku tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan hilangnya
nyawa orang lain pada putusan No.234/Pid B/ 2008/PN Ska.
Pemberian sanksi pidana tidak lepas dari tujuan
pemidanaan.Pidana pada hakekatnya merupakan pengenaan
penderitaan atau nestapa yang tidak menyenangkan kepada seseorang
yang telah melakukan tindak pidana menurut peraturan yang
berlaku.Pemberian pidana tersebut bukan hanya ditujukan untuk
memberikan penderitaan bagi terdakwa, namun juga untuk
mewujudkan ketertiban hukum masyarakat dalam suatu negara.
Putusan Hakim adalah hukum (jugde made law), sebagaimana
hukum pada umumnya harus ditaati dan mempunyai kekuatan yang
mengikat terutama mengikat para pihak yang berperkara. Dalam
pengertian bahwa putusan hakim harus dianggap benar oleh kedua
pihak sampai dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.Hakim
dalam memberikan keputusan tampak menggunakan pola pemikiran
syllogisme. Dalam perkara pidana ditetapkan lebih dulu fakta-fakta
atau perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa kemudian ditetapkan
hukumannya yang cocok untuk fakta-fakta itu sehingga dengan jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
penafsiran dapat fakta itu ditetapkan apakah perbuatan terdakwa dapat
dipidana.
Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga)
tahun dikurangkan selama terdakwa dalam tahanan dan Terdakwa
menerima putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Tuntutan dari
Jaksa Penuntut Umum relatif lebih tinggi jika dibanding dengan
penjatuhan pidana yang diberikan oleh Majelis Hakim. Pertimbangan
Majelis Hakim adalah karena didalam diri terdakwa tidak terdapat
alasan-alasan yang dapat menghapus pidana Terdakwa, baik alasan
pemaaf maupun alasan pembenar serta Terdakwa belum pernah
dihukum, bersikap baik selama di persidangan, mengaku terus terang
atas tindak pidana yang didakwakan serta Terdakwa berusia relatif
masih muda dan memiliki masa depan yang masih panjang.
Penjatuhan pidana yang dilakukan oleh hakim terhadap
Terdakwa telah sesuai dengan teori pemidanaan yang dianut di
Indonesia yaitu teori Gabungan, dimana teori tersebut selain
menitikberatkan pada pembalasan atas perbuatan yang dilakukan
pelaku kejahatan juga menitikberatkan pada maksud dan tujuan
penjatuhan pidana untuk memberikan pelajaran dan kesempatan untuk
memperbaiki diri terdakwa sehingga dengan demikian terdakwa tidak
akan mengulangi perbuatannya dikemudian hari. Selain itu
memberikan pandangan positif kepada masyarakat agar tidak
melakukan perbuatan pidana sama seperti yang telah dilakukan oleh
terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pada perumusan masalah dan pembahasan masalah
yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Analisis terhadap putusan hakim dalam menjatuhkan putusan
terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain pada putusan
No.234/Pid.B/2008/PN.Ska. :
Dalam kasus yang diteliti oleh penulis bahwa Terdakwa Abdul
Syaifullah alias Syaiful bin Abdullah secara sah dan melawan
hukum bersalah melakukan tindak pidana dengan tenaga
bersama melakukan kekerasan terhadap orang sebagaimana
diatur dalam Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP. Unsur-unsur
dalam pasal tersebut adalah :
a. Barang siapa,
b. Secara terang-terangan,
c. Bersama-sama melakukan kekerasan atau barang,
d. Jika kekerasan itu menyebabkan matinya orang lain.
telah terpenuhi semua setelah diperiksa Hakim di persidangan.
Pidana yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta terhadap Terdakwa Abdul Syaifullah alias Syaiful
bin Abdullah yang melakukan tindak pidana pengeroyokan
yang menyebabkan matinya orang lain sesuai dalam Pasal 170
ayat (2) ke-3 KUHP relative lebih ringan dari tuntutan dari
Jaksa Penuntut Umum yaitu 3 (tiga) tahun dikurangi masa
tahanan sebelumnya. Pertimbangan Majelis Hakim adalah
karena didalam diri terdakwa tidak terdapat alasan-alasan
yang dapat menghapus pidana Terdakwa, baik alasan pemaaf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
maupun alasan pembenar serta Terdakwa belum pernah
dihukum, bersikap baik selama di persidangan, mengaku terus
terang atas tindak pidana yang didakwakan serta Terdakwa
berusia relatif masih muda dan memiliki masa depan yang
masih panjang.
2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana
terhadap pelaku kekerasan yang mengakibatkan hilangnya
nyawa orang lain pada putusan No.234/Pid.B/2008/PN.Ska. :
Dasar pertimbangan hakim pada kasus tindak pidana kekerasan
yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dalam Pasal
170 ayat (2) ke-3 KUHP yang dilakukan oleh Terdakwa
Terdakwa Abdul Syaifullah alias Syaiful bin Abdullah, dalam
memberikan putusan pidana hakim telah memenuhi syarat-
syarat obyektif dan syarat subyektif, baik berpedoman Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam dalam Pasal
170 ayat (2) ke31 KUHP, Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dengan adanya alat-alat bukti yang diajukan
dalam persidangan, Undang-Undang No.2 Tahun 1986 jo.
Undang-undang No. 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum,
Undang-Undang Nomor.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman serta pertimbangan atas dasar keyakinan atau hati
nurani dari diri hakim. Unsur-unsur pasal 170 ayat (2) ke-3
KUHP telah terpenuhi, hal yang memberatkan dan hal yang
meringankan terdakwa, tidak terdapatnya alasan-alasan yang
dapat menghapus pidana terdakwa baik alasan pembenar
maupun alasan pemaaf di dalam diri terdakwa sangat
dipertimbangkan oleh hakim dalam memberikan pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
B. Saran
Dari pembahasan dalam Bab III tersebut, beberapa saran
sederhana yang akan penulis sampaikan antara lain :
1. Karena ukuran yang digunakan hakim dalam menjatuhkan
putusan pidana terhadap perkara kejahatan adalah berdasarkan
rasa keadilan masyarakat, disarankan dalam prakteknya prinsip-
prinsip dalam masyarakat ini benar- benar dilaksanakan
terutama terhadap perkara tindak pidana kekerasan dimana
keadilan dari pihak terdakwa dan pihak korban sama-sama
diperhatikan berdasarkan peraturan yang berlaku.
2. Pertimbangan subyektif hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa diharapkan janganlah terlalu berpihak kepada
korban dan keluarga korban tetapi juga harus
mempertimbangkan tentang masa depan terdakwa yang masih
panjang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58